OLEH :
NAMA : MUHAMMAD KING HASBI ADIWANGSA
NIM : D1A020081
KELOMPOK : 4D
ASISTEN : UMMU KHOFIFATUN
Tinggi rendahnya tingkat ketersediaan (availabilitas) protein dapat dilihat dari nilai
kecernaannya. Kecernaan suatu bahan pakan merupakan pencerminan dari tinggi
rendahnya nilai manfaat dari bahan pakan tersebut. Nilai kecernaan yang rendah,
menunjukan nilai manfaat yang rendah pula, sebaliknya apabila kecernaannya tinggi
maka nilai manfaatnya juga tinggi (Rambet et al. 2016). Protein sangat penting berkaitan
dengan pembentukan jaringan-jaringan lunak di dalam tubuh ternak. Kecernaan protein
yang maksimal dapat meningkatkan retensi N. Retensi N adalah sejumlah N yang diserap
dan digunakan ternak. Retensi Nitrogen yang positif menunjukkan kebutuhan protein
ternak terpenuhi pada akhirnya meningkatkan pertambahan bobot badan ternak
(Indrasari et al. 2014).
Nilai kecernaan protein berkaitan erat dengan kecernaan bahan kering ransum, yang
mana nilai kecernaan protein berbanding lurus dengan kecernaan bahan kering ransum
atau sebaliknya. Banyaknya kandungan bahan kering dan energi yang dicerna
berhubungan dengan banyaknya kandungan nutrien yang terserap. Kecernaan energi
berkaitan erat dengan kecernaan bahan kering ransum dan konsumsi pakan. Hubungan
kecernaan energi berbanding lurus dengan kecernaan bahan kering ransum dan konsumsi
ransum atau sebaliknya. Nutrisi yang tidak terserap secara optimal dapat menyebabkan
produksi ayam tidak maksimal. Bahan kering adalah bagian dari pakan atau bahan pakan
yang telah bebas air. Menurut Tillman et al. (1998) bahan kering yang diekskresikan
dalam feses merupakan zat-zat makanan yang tidak diserap tubuh.
Konsumsi pakan merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan
keberhasilan pemeliharaan ayam, karena biaya pakan dalam satu periode pemeliharaan
mencapai 60% – 70% dari total biaya produksi. Ayam mengkonsumsi pakan untuk
memenuhi kebutuhan energinya, sebelum kebutuhan energinya terpenuhi ayam akan
terus makan lebih banyak. Energi dan protein merupakan nutrien utama yang
mempengaruhi pertumbuhan ayam. Penurunan konsumsi nutrien tersebut akan
menyebabkan penurunan pertumbuhan ayam. Menurut Marom et al. (2017) nilai
konsumsi pakan yang tinggi, tidak menunjukkan efisiensi penggunaan pakan yang tinggi,
hal ini harus dilihat nilai konversi pakan. Faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan
adalah kandungan nutrisi, umur, palatabilitas, dan bobot badan ayam. Nilai konsumsi
ransum sangat dipengaruhi oleh kandungan energi dan protein dalam ransum, apabila
kandungan energi dalam ransum meningkat melebihi kebutuhan energinya, maka ayam
akan menurunkan konsumsi ransumnya (Siregar et al., 2017).
III. MATERI DAN CARA KERJA
3.1 Materi
3.1.1 Alat
1. Kandang
2. Timbangan
3. Sarung tangan
4. Plastik
5. Sendok
6. Alat semprot
7. Kalkulator
3.1.2 Bahan
1. Ayam sentul
2. Pakan
3. Formalin
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Kecernaan Pakan
Ayam diberi pakan sesuai perlakuan (kelompok) dengan jumlah pemberian 130
g/e/hr dan air minum secukupnya.
Feses hari pertama sampai hari ke-7 dicampur dan dikeringkan pada suhu 40 –
50 oC selama 24 jam.
Ransum ayam disusun sesuai formula yang telah ditentukan oleh setiap
kelompok dan kandang dirakit sebagai tempat pemeliharaan.
Masing-masing ayam diberi pakan 130 gram/hari dan air minum secukupnya
yang dilakukan setiap pagi (07.00) dan sore hari (15.00).
4.1 Hasil
4.1.1 Kecernaan Pakan
Ayam 1 (Spontan)
Diketahui :
Gram pemberian : 380 gram
Sisa pakan rata – rata : 25,54 gram
%BK pakan pemberian : 94,22%
%BK pakan sisa : 94,24%
% PK pakan : 19,32%
Berat feses rata – rata : 29,7 gram
% BK feses rata – rata : 29,77%
% PK feses : 20,8%
%PK pakan sisa : 23,96%
Jawab :
Gram BK konsumsi
= gram BK pemberian – gram BK sisa
= (jumlah pemberian x BK pemberian) – (Jumlah sisa rata- rata x BK sisa)
= (380gram x 94,22%) – (25,54 gram x 94,33%)
= 358,04 gram – 24,06 gram
= 333,97 gram
Gram BK feses
= rata – rata berat feses total harian x rata – rata BK feses harian
= 23,54 gram x 29,77%
= 8,84 gram
Kecernaan Nutrien (Protein)
( gram BK konsumsi pakan )( PK pakan )−(Gram BK feses)( PK feses)
= x 100%
(gram BK konsumsi pakan)( PK pakan)
( 333,97 ) (19,32 % )−( 8,84)(20,8 %)
= x 100%
(333,97)(19,32% )
(6452,3)−(1,83)
= x 100%
6452,3
= 0,9%
Ayam 2 (Uhuyy)
Diketahui :
Gram pemberian : 380 gram
Sisa pakan rata – rata : 23,54 gram
%BK pakan pemberian : 94,22%
%BK pakan sisa : 94,24%
% PK pakan : 19,32%
Berat feses rata – rata : 21,20 gram
% BK feses rata – rata : 29,77%
% PK feses : 20,8%
%PK pakan sisa : 23,96%
Jawab :
Gram BK Konsumsi
= gram BK pemberian – gram BK sisa
= (jumlah pemberian x BK pemberian) – (Jumlah sisa rata- rata x BK sisa)
= (380 gram x 94,22%) – (42,78 gram x 94,24%)
= 358,94 gram – 40,31 gram
= 317,72 gram
Gram BK feses
= rata – rata berat feses total harian x rata – rata BK feses harian
= 21,20 gram x 29,77%
= 6,31 gram
Kecernaan Nutrien (Protein)
( gram BK konsumsi pakan )( PK pakan )−(Gram BK feses)( PK feses)
= x 100%
(gram BK konsumsi pakan)( PK pakan)
( 317,72 )( 19,32 % ) −(6,31)(20,8 %)
= x 100%
( 317,72 ) (19,32 % )
6138,35−1,31
= x 100%
6138,35
= 0,9%
4.1.2 Evaluasi Konsumsi Pakan
Ayam 1 (spontan)
Diketahui :
Bobot awal ayam :118 gram
Bobot akhir ayam : 147 gram
Epp ayam : 67%
Lama pemeliharaan : 5 hari
Umur ayam > 3 minggu
Gram BK konsumsi : 132,49 gram
PK pakan : 19,32%
Energi pakan : 2829,85 kkal
Jawab :
Kebutuhan protein
a. kebutuhan hidup pokok
bobot badan awal ( gr ) x 0,0016
=
Epp ayambroiler
118 gram x 0,0016
=
67 %
=0,28 gram
b. Kebutuhan jaringan/ karkas
PBBH ( gram ) x 0,18
=
Epp ayam broiler
bobot badan akhir−bobot badan awal
x 0,18
= lama pemeliharaan
Epp ayam broiler
( 147−118 )
x 0,18
= 5
67 %
= 1,55 gram
c. Kebutuhan pertumbuhan bulu
PBBH ( gram ) x 0,07 x 0,82
=
Epp ayam broiler
5,8 x 0,07 x 0,82
=
67 %
= 0,49 gram
Kebutuhan protein total = a + b + c
= 0,28 gram + 1,55 gram + 0,49 gram
= 2,32 gram
Kebutuhan Energi
a. Energi untuk hidup pokok
Nem = 83 x (bobot badan)0,75
= 83 x (0, 147)0,75
= 83 x 0,292
= 19,704 kkal
b. Energi untuk aktivitas
MEm = 37% x Mem
Nem
= 37% x
0,82
19,704
= 37% x
0,82
= 8,890 kkal
Kebutuhan total energi = a + b
= 19,704 kkal + 8,890 kkal
= 28,594 kkal
Pemberian Protein
= gram BK konsumsi pakan x PK pakan
= (358,04) x 17%
= 60,86 gram
Pemberian Energi
= gram BK konsumsi pakan x kandungan energi pakan
= 358,04x 2829,85 kkal
= kkal
Protein (gram) Energi (kkal)
Pemberian 60,86 1013199,494
Kebutuhan 2,32 28,594
Selisih + 58,54 + 1013170,9
Ayam 2 (Uhuyy)
Diketahui :
Bobot awal ayam : 141 gram
Bobot akhir ayam : 167,04 gram
Epp ayam : 67%
Lama pemeliharaan : 5 hari
Umur ayam > 3 minggu
Gram BK konsumsi : 132,49 gram
PK pakan : 19,32%
Energi pakan : 2829,85
Jawab :
Kebutuhan protein
a. kebutuhan hidup pokok
bobot badan awal ( gr ) x 0,0016
=
Epp ayambroiler
167,04 gram x 0,0016
=
67 %
= 0,33 gram
b. Kebutuhan jaringan / karkas
PBBH ( gram ) x 0,18
=
Epp ayam broiler
bobot badan akhir−bobot badan awal
x 0,18
= lama pemeliharaan
Epp ayam broiler
( 167,04−141 )
x 0,18
= 5
67 %
5,2 x 0,18
=
67 %
0,936 gram
=
67 %
= 1,39 gram
c. Kebutuhan pertumbuhan bulu
PBBH ( gram ) x 0,07 x 0,82
=
Epp ayam broiler
5,2 x 0,07 x 0,82
=
67 %
= 0,44 gram
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kecernaan Pakan
Pakan adalah salah satu faktor penting untuk mencapai suatu keberhasilan
pemeliharaan ayam secara optimal, karena berpengaruh pada tingkat produktivitas ayam
baik dari pertumbuhan, produksi, reproduksi, maupun hidup pokok. Mutu pakan memiliki
beberapa aspek diantaranya adalah karakter fisik, nilai nutrisi, dan keamanan.
Kandungan zat makanan dalam pakan juga harus terpenuhi seperti protein, lemak, air dan
sebagainya yang berada di dalam bahan pakan penyusun. Ayam yang digunakan pada
praktikum diberi pakan ransum yang formulanya disusun sendiri sesuai dengan
kebutuhan protein dan energinya. Kualitas dan kuantitas ransum agar selalu diperhatikan
untuk mencukupi kebutuhan pertumbuhan dan produksi sesuai dengan fungsi
fisiologisnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kiha et al. (2012) yang menyatakan
bahwa pemberian ransum yang tepat baik dalam kuantitas maupun kualitas akan
menghasilkan produktivitas yang optimal sesuai kapasitas genetis ayam pedaging untuk
tumbuh cepat. Faktor yang mempengaruhi kualitas ransum adalah tingkat kecernaan
ransum.
Metode penentuan kecernaan yang digunakan pada praktikum adalah metode
koleksi total. Pengukuran kecernaan ransum dengan metode koleksi total, ayam
dipelihara dalam kandang dengan sistem tunggal. Kotoran yang keluar setiap hari
ditampung dan dibersihkan dari bulu-bulu yang menempel lalu ditimbang pada pagi hari.
Feses yang sudah ditimbang disemprot dengan larutan formalin untuk mencegah
hilangnya nitrogen. Penyemprotan formalin pada feses juga dilakukan selama
pemeliharaan saat siang dan sore hari. Koleksi total dilakukan selama 5 hari
pemeliharaan, dan selama waktu tersebut jumlah ransum yang diberikan dan jumlah
feses yang keluar di catat setiap hari. Hal tersebut sama seperti yang dilakukan Pesik et al.
(2016) dalam penelitiannya yaitu metode koleksi total dilakukan dengan cara
menampung ekskreta dalam wadah penampungan dan dilakukan penimbangan ekskreta
setiap kali defikasi. Sampel ekskreta segar dibersihkan dari kontaminasi kotoran atau
benda-benda asing lainnya. Berat kering ekskreta dilakukan dengan pengeringan dengan
sinar matahari dilanjutkan dengan oven pada suhu 60⁰C selama 1 x 24 jam. Ekskreta
selanjutnya dianalisis di laboratorium untuk memperoleh data kandungan Bahan Kering
(BK) dan Protein Kasar (PK).
Kecernaan atau daya cerna merupakan jumlah nutrien yang dapat diserap dalam alat
pencernaan, serta tidak dapat diekskresikan dalam feses. Nutrien dalam feses apabila
tinggi maka mengindikasikan tingkat kecernaan nutrien tersebut rendah. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Santoso and Fitasari (2016) yang menyatakan bahwa zat
makanan yang terdapat di dalam ekskreta dianggap zat makanan yang tidak tercerna dan
tidak diperlukan kembali sehingga semakin banyak zat makanan yang tidak tercerna
menunjukkan nilai kecernaan pakan rendah. Menurut Kartasudjana (2002) kecernaan
dapat dipengaruhi oleh tingkat pemberian pakan, spesies hewan, kandungan lignin bahan
pakan, defisiensi zat makanan, pengolahan bahan pakan, pengaruh gabungan bahan
pakan, dan gangguan saluran pencernaan. Lama waktu untuk mengakses pakan tentu
akan mempengaruhi laju pakan di dalam saluran pencernaan yang akan menentukan
jumlah nutrien pakan yang mampu diserap oleh usus atau kecernaan nutrien pakan. Laju
pakan yang melambat di dalam saluran pencernaan akan membuat kerja organ
pencernaan lebih efektif karena dapat lebih lama menghidrolisis pakan.
Nilai kecernaan protein kasar pakan diperoleh dari selisih dari perkalian antara BK
konsumsi pakan dan PK pakan dengan perkalian antara BK feses dan PK feses dibagi BK
konsumsi pakan dikali PK feses. Bedasarkan Hasil tersebut masih di bawah nilai kecernaan
yang disebutkan Wahyu (2004) yaitu protein kasar bahan pakan penyusun ransum unggas
memiliki kecernaan antara 75% – 90%. Tingkat. Hal tersebut sejalan dengan definisi
kecernaan nutrien pakan yang dinyatakan oleh Saelan (2021) bahwa kecernaan nutrien
adalah menghitung banyaknya zat-zat makanan yang dikonsumsi dikurangi dengan
banyaknya zat makanan yang dikeluarkan melalui feses. Tingkat kecernaan nutrien
rendah apabila nutrien dalam fesesnya tinggi.
Tingkat kecernaan yang tinggi mengindikasikan bahwa zat-zat pakan yang diserap
oleh tubuh semakin tinggi pula. Tingginya kecernaan protein pakan menunjukkan ransum
yang diberikan mempunyai kandungan protein yang tinggi. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Prawitasari et al. (2012) yang menyatakan bahwa ransum yang memiliki
kandungan protein rendah menyebabkan nilai kecernaan protein yang rendah demikian
pula sebaliknya. Pendapat tersebut diperkuat oleh Tillman et al. (1998) yang
menyampaikan bahwa tinggi rendahnya kecernaan protein dipengaruhi oleh kandungan
protein dalam bahan penyusun ransum dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran
pencernaan. Kecernaan protein pakan yang tinggi akan berdampak baik pada
pertumbuhan bobot badan ayam, selain itu untuk pembangunan jaringan tubuh seperti
otot, saraf, tulang rawan, kulit, bulu dan paruh. Widodo et al. (2013) juga menyampaikan
hal yang sama bahwa semakin meningkatnya kecernaan protein akan mempermudah
metabolisme protein sehingga secara langsung juga akan meningkatkan PBBH. Protein
merupakan struktur yang sangat penting untuk pertumbuhan jaringan didalam tubuh
ternak seperti pembentukan daging, kulit, bulu, dan paruh.
4.2.2 Evaluasi Konsumsi Pakan
Ternak unggas mengkonsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan bagi tubuhnya. Energi
dan protein merupakan nutrien utama yang mempengaruhi pertumbuhan ayam.
Penurunan konsumsi nutrien ini akan menyebabkan penurunan pertumbuhan ayam. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Kartasudjana dan Suprijatna (2006) yang menyatakan
bahwa ayam mengkonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan energi bagi
berlangsungnya proses-proses biologis di dalam tubuh secara normal sehingga proses
pertumbuhan berlangsung optimal. Kebutuhan protein untuk ayam antara lain untuk
hidup pokok, pertumbuhan jaringan antar karkas, dan pertumbuhan bulu. Pertumbuhan
ayam yang optimal salah satunya didukung dari kecukupan protein pakan. Tercukupinya
kebutuhan protein pakan di awal pertumbuhan berbanding lurus dengan pertambahan
bobot badan harian ayam. Efisiensi penggunaan protein merupakan pengujian kualitas
protein pada suatu bahan pakan yang dinyatakan dengan perbandingan pertambahan
bobot badan dengan konsumsi protein. Efisiensi penggunaan protein yang semakin besar
menunjukkan makin efisien seekor ternak dalam mengubah setiap gram protein menjadi
sejumlah pertambahan bobot badan. Ayam broiler memiliki efisiensi penggunaan protein
sebesar 67%.
Kebutuhan energi digunakan untuk hidup pokok dan beraktivitas. Satuan enegi
metabolis dapat dinyatakan dengan kilokalori per kilogram (Kkal/kg). Kandungan energi
sangat mempengaruhi konsumsi pakan, apabila kandungan energi dalam pakan tinggi,
maka tingkat konsumsinya rendah, sebaliknya apabila kandungan energinya rendah maka
tingkat konsumsinya tinggi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ali et al. (2019) yang
menyatakan bahwa ayam mengkonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan energinya,
sebelum kebutuhan energinya terpenuhi ayam akan terus makan. Ayam yang diberi
makan dengan kandungan energi rendah maka ayam akan makan lebih banyak. Mutu
pakan yang diberikan apabila semakin baik maka akan semakin kecil pula jumlah
konsumsi pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Pakan yang dikonsumsi oleh ayam
berfungsi untuk memenuhi kebutuhan energi bagi pemeliharaan fungsi tubuh dan
mengatur reaksi-reaksi sintesis didalam tubuh.
Konsumsi ransum merupakan selisih antara pakan pemberian dengan sisa pakan
dalam bentuk bahan kering. Menurut Rasyaf (1998), konsumsi ransum ayam broiler
merupakan cermin dari masuknya sejumlah unsur nutrien ke dalam tubuh ayam. Jumlah
yang masuk ini harus sesuai dengan yang dibutuhkan untuk produksi dan untuk hidupnya.
Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) ayam dihitung berdasarkan selisih bobot akhir
dengan bobot awal dibagi lama pemaliharaan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sari
et al. (2017) yang menyatakan bahwa faktor utama yang memengaruhi pertambahan
berat badan adalah jumlah konsumsi ransum ayam serta kandungan energi dan protein
yang terdapat dalam ransum, karena energi dan protein sangat penting dalam
memengaruhi kecepatan pertambahan berat badan. Bedasarkan Hasil praktikum
menghitung kebutuhan nutrien Menurut Suyasa and Parwati (2018) pemberian protein
kasar dan metabolisme energi yang berlebihan memang tidak masalah, tetapi menjadi
mubazir karena secara genetik ayam lokal pertumbuhannya tetap seperti itu. Ransum
yang diberikan melebihi kebutuhan protein kasar tentunya akan menyebabkan kelebihan
protein tersebut dibuang melalui ekskreta. Harga ransum dengan kadar protein kasar
yang tinggi relatif lebih mahal, sehingga pengeluaran untuk pakan ayam juga tinggi.
Kandungan protein dalam pakan harus diimbangi dengan energi yang cukup.
Imbangan energi dan protein dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan protein
minimum, sebab kekurangan energi akan merubah protein menjadi energi. Dampak yang
ditimbulkan dari kekurangan energi ataupun protein dapat menghambat pertumbuhan
ayam. Kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pemeliharaan jaringan tubuh,
pertumbuhan terganggu, dan penimbunan daging menurun. Hal tersebut juga
disampaikan Singarimbun et al. (2013) yang menyatakan bahwa kekurangan protein
dapat juga disebut kelebihan energi, dan menyebabkan penimbunan lemak pada jaringan
tubuh. Keadaan tersebut dikarenakan ayam akan mengubah kelebihan energi menjadi
lemak, dan kekurangan protein yang hebat pada ayam dapat menurunkan pertumbuhan
rata-rata 6 sampai 7% dari bobot badan perhari.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Kecernaan protein kasar ayam A diperoleh nilai 0,9% sedangkan ayam B 0,9%. Tinggi
rendahnya kecernaan protein dipengaruhi oleh kandungan protein dalam bahan
penyusun ransum dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pencernaan
2. Pemberian dan kebutuhan protein ayam A selisihnya mencapai + 58,54gram dan
ayam B + 51,8524gram sedangkan selisih pemberian energi dengan kebutuhan energi
ayam A sebesar + 1013170,9 Kkal/kg dan ayam B + 899048,399Kkal/kg. Artinya
konsumsi pakan diberikan melebihi kebutuhan. Pemberian protein kasar dan
metabolisme energi yang berlebihan memang tidak masalah, tetapi menjadi mubazir
karena secara genetik ayam lokal pertumbuhannya tetap seperti itu.
5.2 Saran
1. Praktikum sudah berjalan dengan lancar, efisiensi waktu praktikum lebih diperhatikan
agar materi bisa tersampaikan secara maksimal saat praktikum.
2. Semoga praktikum ke depannya lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, A., Agustina, and Dahniar. 2019. Pemberian Dedak Yang Difermentasi Dengan Em4
Sebagai Pakan Ayam Broiler. Jurnal Ilmu Pertanian. 4(1): 1-4.
Indrasari, F. N., V. D. Yunianto, and I. Mangisah. 2014. Evaluasi Kecernaan Protein Kasar
Dan Retensi Nitrogen Pada Ayam Broiler Dengan Ransum Berbeda Level Protein
Dan Asam Asetat. Animal Agriculture Journal. 3(3): 401-408.
Kartasudjana, R. and E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Kartasudjana. 2002. Sukses Beternak Ayam Ras Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kiha, A. F., W. Murningsih, and Tristiarti. 2012. Pengaruh Pemeraman Ransum dengan
Sari Daun Pepaya terhadap Kecernaan Lemak dan Energi Metabolis Ayam
Broiler. Animal Agricultural Journal. 1(1): 265-276.
Marom, A. T., U. Kalsum, and U. Ali. 2017. Evaluasi Performans Broiler Pada Sistem
Kandang Close House Dan Open House Dengan Altitude Berbeda. Dinamika
Rekasatwa. 2(2): 1-10.
Pesik, H. C., J. F. Umboh, C. A. Rahasia, and C. S. Pontoh. 2016. Pengaruh Penggantian
Tepung Ikan Dengan Tepung Maggot (Hermetia Illucens) Dalam Ransum Ayam
Pedaging Terhadap Kecernaan Kalsium Dan Fosfor. Jurnal Zootek. 36(1): 271-
279.
Prawitasari, R. H., V. D. Yunianto, B. Ismadi, and I. Estiningdriati. 2012. Kecernaan Protein
Kasar Dan Serat Kasar Serta Laju Digesta Pada Ayam Arab Yang Diberi Ransum
Dengan Berbagai Level Azolla microphylla. Animal Agriculture Journal. 1(1):
471- 483.
Rambet, V., J. F. Umboh, Y. L. R. Tulung, and Y. H. S. Kowel. 2016. Kecernaan Protein Dan
Energi Ransum Broiler Yang Menggunakan Tepung Maggot (Hermetia illucens)
Sebagai Pengganti Tepung Ikan. Jurnal Zootek. 36(1): 13-22.
Rasyaf, M. 1998. Memelihara Ayam Kampung. Penebar Swadaya. Jakarta.
Saelan, E. 2021. Implementasi Azzola pinnata Dalam Ransum Terhadap Nilai Kecernaan
Dan Performa Itik Peking Jantan. Jurnal Ilmu Ternak Universitas Padjadjaran.
21(2): 137-142.
Santoso, E. P and E. Fitasari. 2016. Pengaruh Pemberian Pakan Dengan Level Protein Yang
Berbeda Terhadap Energi Metabolisme Ayam Kampung. Buana Sains. 16(1): 17-
24.
Sari, M. L., S. Tantalo, and K. Nova. 2017. Performa Ayam Kub (Kampung Unggul Balitnak)
Periode Grower Pada Pemberian Ransum Dengan Kadar Protein Kasar Yang
Berbeda. Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan. 1(3): 36-41.
Singarimbun, J. F., L. D. Mahfud, and E. Suprijatna. 2013. Pengaruh Pemberian Pakan
Dengan Level Protein Berbeda Terhadap Kualitas Karkas Hasil Persilangan Ayam
Bangkok Dan Ayam Arab. Animal Agriculture Journal. 2(2): 15-25.
Siregar, D. J. S. 2017. Pemanfaatan Tepung Bawang Putih (Allium sativum L) Sebagai Feed
Additif Pada Pakan Terhadap Pertumbuhan Ayam Broiler. Jurnal Ilmiah Abdi
Ilmu. 10(2): 1823-1828.
Suyasa, N. and I. A. Parwati. 2018. Pemberian Pakan Basah pada Ayam Buras untuk
Menurunkan Rasio Konversi Pakan (FCR). Jurnal Sains Teknologi dan
Lingkungan. 4(2): 90-99.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, and S. Lebdosoekojo.
1998. lmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Wahyu, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Widodo, A. R., H Setiawan, S. Sudiyono, and R. Indreswari. 2013. Kecernaan Nutrien Dan
Performan Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Jantan Yang Diberi Ampas Tahu
Fermentasi Dalam Ransum. Tropical Animal Husbandry. 2(1): 51-57.