Anda di halaman 1dari 12

Pengaruh Level Subtitusi Jagung Giling dengan Tepung Kulit Pisang Hasil Fermentasi

dalam Pakan Konsentrat dan Imbuhan Zn Biokompleks Terhadap Konsumsi dan


Kecernaan Bahan Kering serta Bahan Organik Sapi Bali Jantan Penggemukan

Effect of Substitution Level of Ground Corn with Fermented Banana Peel Flour in Concentrate
Feed and Biocomplex Zn Addition on Consumption and Digestibility of Dry Material and Organic
Material in Fattening Male Bali Cattle

Yosep Ito Tampani1*, Grace Maranatha1, Marten Yunus1


Fakultas Peternakan, Kelautan dan Perikanan, Universitas Nusa Cendana,
Jln. Adisucipto Penfui, Kupang 85001
Email:

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh level subtitusi jagung giling dengan tepung kulit
pisang hasil fermentasi dalam pakan konsentrat dan imbuhan Zn biokompleks terhadap konsumsi dan
kecernaan bahan kering serta bahan organik sapi bali jantan penggemukan. Ternak yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 12 ekor sapi Bali jantan berumur 1,5 tahun dengan bobot badan berkisar
138-149,5 kg (KV=). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari
empat perlakuan dan tiga ulangan. Adapun perlakuan tersebut mencakup P 0 : Rumput Alam 70% +
konsentrat 30% tanpa substitusi (kontrol) + Zn biokompleks, P 1=Rumput Alam 70% + konsentrat 30%
(substitusi jagung giling dengan KPF 25%) + Zn biokompleks, P 2=Rumput Alam 70% + konsentrat
30% (substitusi jagung giling dengan KPF 50%) + Zn biokompleks. P 3=Rumput Alam 70% +
konsentrat 30% (substitusi jagung giling dengan KPF 75%) + Zn biokompleks. Parameter yang diukur
meliputi konsumsi dan kecernaan bahan kering serta bahan organik. Hasil penelitian menggambarkan
bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi dan kecernaan bahan kering
serta bahan organik. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa subtitusi jagung giling dengan tepung
kulit pisang hasil fermentasi dalam pakan konsentrat dan imbuhan Zn biokompleks pada level yang
berbeda tidak menghasilkan perbedaan yang signifikan terhadap konsumsi dan kecernaan bahan kering
serta bahan organik.

Kata kunci : Fermentasi, Konsumsi, Kecernaan, Sapi Bali, Tepung Kulit Pisang

ABSTRACT

This research aims to determine the effect of the level of substitution of ground corn with fermented
banana peel flour in concentrate feed and biocomplex Zn additives on the consumption and
digestibility of dry matter and organic matter of fattening male Bali cattle. The livestock used in this
research were 12 male Bali cattle aged 1.5 years with body weights ranging from 138-149.5 kg (KV=).
This research used a Completely Randomized Design (CRD) consisting of four treatments and three
replications. The treatment includes P0 : Natural Grass 70% + concentrate 30% without substitution
(control) + Zn biocomplex, P1=Natural Grass 70% + concentrate 30% (substitution of ground corn with
KPF 25%) + Zn biocomplex, P2=Natural Grass 70% + concentrate 30% (substitution of ground corn
with KPF 50%) + Zn biocomplex. P3=Natural Grass 70% + concentrate 30% (substitution of ground
corn with KPF 75%) + Zn biocomplex. The parameters measured include consumption and
digestibility of dry matter and organic matter. The results of the study illustrate that the treatment had
no significant effect (P>0.05) on the consumption and digestibility of dry matter and organic matter.
Therefore, it can be concluded that the substitution of ground corn with fermented banana peel flour in
concentrate feed and the addition of biocomplex Zn at different levels did not produce significant
differences in the consumption and digestibility of dry matter and organic matter.

Keywords: Fermentation, Consumption, Digestibility, Bali Cow, Banana Peel Flour

PENDAHULUAN

Pemenuhan kebutuhan daging nasional terus mengalami peningkatan, seiring dengan


peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kesadaran pentingnya protein hewani bagi pertumbuhan dan
kesehatan tubuh. Optimalisasi usaha peternakan khususnya ternak ruminansia (sapi potong) adalah
salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan protein hewani melalui
penyediaan pangan bermutu.
Pakan merupakan faktor utama dalam menunjang suatu usaha peternakan. Ketersediaan pakan
dari segi kualitas, kuantitas maupun kontinuitas sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu usaha
peternakan. Peternakan rakyat yang dikerjakan oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia secara
tradisional masih mengandalkan hijauan segar berupa rumput, akibatnya peternakan tidak dapat
berkembang karena pengadaan pakan tergantung sepenuhnya pada alam, dengan fluktuasi ketersediaan
pakan ketika musim hujan melimpah dan berkurang ketersediaannya ketika musim kering atau
kemarau.
Sistem penggemukan sapi potong di pulau Timor (paronisasi) masih mengandalkan pakan
hijauan terutama leguminosa pohon, walaupun memiliki kualitas yang baik, namun kuantittasnya
sangat terbatas karena dipengaruhi oleh iklim,sehingga kekurangan pakan terutama pada puncak
musim kemarau tidak terhindari, akibatnya produkstivitas ternak sapi dengan sistem ini,berfluktuasi
mengikuti perubahan musim.
Produktivitas sapi Bali penggemukan pada pola pemeliharaan peternak di pulau Timor masih
rendah hanya berkisar 0,25-0,30 kg/ekor/hari. Hal ini disebabkan karena sistem penggemukan ternak
sapi yang dilakukan peternak di NTT masih dilakukan tanpa input teknologi yang memadai terutama
dalam aspek pemberian pakan. Ternak hanya diberikan hijauan (rumput dan legum) tanpa
memperhatikan aspek kecukupan nutrisi (Sobang, 2005). Lebih lanjut dinyatakan bahwa kualitas pakan
dari segi protein cukup tinggi namun kandungan energi masih rendah dengan P/E ratio 1:4,2 sehingga
imbangan protein dan energi (P/E rasio) untuk produksi ternak sapi belum mencapai optimal (1:5:1).
Hal tersebut menyebabkan rendahnya capaian pertambahan bobot badan harian (daily gain)
ternak, sehingga waktu yang diperlukan (periode penggemukan) untuk mencapai standar bobot potong
menjadi cukup panjang.Akibatnya, usaha penggemukan tersebut cenderung kurang efisien dan
kenyataannya produksi daging sapi di dalam negeri dan pendapatan peternak menjadi rendah.
Menurut Soeharsono dan Tawaf (1994) kekurangan pakan ruminansia (hijauan dan konsentrat)
di Indonesia meningkat sekitar 4% setiap tahun dan seringkali peternak menanggulanginya dengan cara
memberikan pakan seadanya yang diperoleh dengan mudah dari lingkungan sekitarnya.
Pakan memegang peran penting bagi produktifitas ternak, pakan yang diberikan pada ternak
khususnya pada ternak ruminansia adalah pakan yang mengandung serat, protein serta zat nutrisi lain
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup ternak, oleh sebab itu pakan haruslah tetap tersedia.
Sumber serat dari pakan ternak umumnya didapatkan dari hijauan, namun terdapat kendala yang harus
dihadapi para pelaku usaha maupun peternak yaitu keterbatasan hijauan pada musim kemarau.
Ketersediaan pakan hijauan pada saat musim hujan sangatlah berlimpah sehingga kebutuhan ternak
dapat terpenuhi, namun pada musim kemarau pakan hijuan sangatlah terbatas, sehingga diperlukan
pakan alternatif yang memiliki kandungan nutrisi yang tidak berbeda dari pakan hijauan. Salah satu
solusi yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan tepung kulit pisang yang merupakan limbah dari buah
pisang yang di pakai untuk membuat gorengan, slai dan sebagainya.
Kulit pisang banyak yang kita temui di sekitar perkotaan maupun pedesaan karena banyak
usaha yang menggunakan bahan dasar pisang seperti pisang goreng, slai dan sebagainya. Kulit pisang
memiliki kandungan nutrisi yang baik seperti protein, serat kasar, kalsium dan phosphor (Anhwange et
al., 2009).
Ternak ruminansia memiliki keistimewaan pada alat pencernaanya, yaitu memiliki rumen yang
digunakansebagai tempat fermentasi dan membantu pemecahan pakan berserat kasar tinggi dan
berkualitas rendah. Ternak ruminansia dapat memanfaatkan sumber karbohidrat berasal dari hijauan
yang tidak dapat dimanfaatkan ternak nonruminansia. Sumber karbohidrat tersebut, menurut Preston
and Leng (1987), berupa selulosa, hemiselulosa dan pektin yang berkaitan dengan lignin yang ada pada
dinding sel tanaman pakan dan berfungsi memperkuat struktur sel tanaman.Adanya struktur tersebut
dalam tanaman menjadikannya sebagai sumber utama serat kasar yang juga dibutuhkan bagi ternak
ruminansia,yang mana dapat merangsang perkembangan organ rumen ternak dalam mencerna pakan
agar lebih optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh level subtitusi jagung giling
dengan tepung kulit pisang hasil fermentasi dalam pakan konsentrat dan imbuhan Zn Biokompleks
terhadap konsumsi dan kecernaan bahan kering serta bahan organik sapi Bali jantan penggemukan

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Waktu danTempat
Penelitian ini berlangsung selama 10 minggu yang terdiri dari 2 minggu persiapan dan 8
minggu pelaksanaan penelitian. Waktu penelitian dimulai dari tanggal 3 Maret sampai 5 Mei 2022.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Peternakan UPT LLTLKK Undana.
Materi Penelitian
Ternak
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak sapi bali jantan bakalan sebanyak 12
ekor yang berumur antara 1-1,5 tahun, dengan kisaran bobot badan ternak 130,5–173,5kg dengan
rataan 153,33 kg dan kofisien variasi 7,87%.
Kandang
Kandang individu sebanyak12 unit yang masing-masing berukuran 2x1m dengan lantai semen
dan dilengkapi tempat pakan dan minum.
Pakan
Pakan dalam penelitian ini berupa rumput lapangan dan konsentrat yang tersusun dari dedak
padi, tepung jagung, tepung daun gamal, starbio, garam, urea dan tepung kulit pisang hasil fermentasi.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan morits scale berkapasitas
100kg dengan kepekaan 100gr untuk menimbang pakan hijauan, timbangan merek carmy scale
berkapasitas 5kg dengan kepekaan 1gr untuk menimbang konsentrat dan untuk menimbang ternak
menggunakan timbangan bermerek sonic dengan kapasitas 2.000kg dan kepekaan 200gr serta alat
bantu lainnya seperti ember, sapu lidi, terpal, sekop, parang serta peralatan untuk prosesing sampel.
Komposisi bahan penyusun konsentrat dapat dilihat pada Tabel1, dan kandungan nutrisi pakan
penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel1. Bahan Pakan Penyusun Konsentrat (%)
No BahanPakan P0 P1 P2 P3
1 Dedak padi 45,0 45,0 45,0 45,0
2 Jagung giling 30,0 22,5 15,0 7,5
4 Tepung daun gamal 17,5 17,5 17,5 17,5
5 Tepung KPF - 7,5 15,0 22,5
6 Garam 4,0 4,0 4,0 4,0
7 Urea 3,0 3,0 3,0 3,0
8 Starbio 0,5 0,5 0,5 0,5
Jumlah 100 100 100 100
ket:KPF;Kulit Pisang Fermentasi
MetodePenelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3
ulangan. Adapun perlakuan dalam penelitian ini sebagai berikut:
P0 : Rumput Alam 70 % + konsentrat 30% tanpa substitusi (kontrol).
P1 : Rumput Alam 70% + konsentrat 30 % substitusi jagung giling dengan KPF 25%
P2 : Rumput Alam 70% + konsentrat 30 % substitusi jagung giling dengan KPF 50%
P3 : Rumput Alam 70 % + konsentrat 30% substitusi jagung giling dengan KPF75%

Pemberian pakan didasarkan pada kebutuhan bahan kering ternak ruminansia yaitu 3% dari
bobot badan untuk semua perlakuan ditambahkan imbuhan Zn Biokompleks sebanyak 65 mg pada
konsentrat.

Prosedur Fermentasi
Pengolahan kulit pisang
Kulit pisang dicacah sampai hancur dengan ukuran sekitar 0,5-1cm, lalu dikeringkan hingga
kadar air tersisa sekitar 10% dan digiling. Produk ini kemudian disebut sebagai bahan substrat.
Pembuatan Inokulum
Inokulum dibuat dengan menggunakan berdasarkan 5% dari berat substrat (5/100 x50 kg=2,5
yang digunakan untuk fermentasi kulit pisang), kemudian dimasukan kedalam akuades sebanyak 10
liter dan ditambahkan 3% gula lontar dan NPK sebanyak 0,3% sebagai bahan sumber energi bagi
mikroba fermentasi kemudian diamkan selama 48 jam.
Fermentasi dan Penyimpanan
Campurkan inokulum yang telah di diamkan selama 48 jam dengan substrat tepung kulit
pisang membentuk campuran yang homogen dan tidak lengket di tangan. Setelah campuran merata
dimasukan dan dipadatkan kedalam wadah fermentasi berupa drum plastik/silo dengan kapasitas 100kg
kemudian ditutup menggunakan penutup dan di lem, sehingga tetap berada dalam keadaan anaerobik
dan disimpan dalam suhu ruangan selama 7 hari. Proses fermentasi dihentikan dengan cara membuka
tutup wadah penyimpanan, kemudian diangin-anginkan pada suhu ruangan. Tujuannya untuk
menghentikan aktifitas mikroba selama proses fermentasi sehingga proses pelembaban dan fermentasi
terhenti, setelah itu substrat siap dijadikan sebagai bahan campuran konsentrat.
Prosedur Penelitian
Sebelum penelitian dilaksanakan, ternak ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot
badan awal, kemudian ternak tersebut diberi nomor. Setelah ternak diberi nomor, ternak tersebut
dimasukkan kedalam masing-masing kandang yang sudah disiapkan melalui pengacakan sekaligus
dilakukan pengacakan perlakuan menggunakan lotre/undian.
Proses pembuatan konsentrat
Penyiapan bahan pakan berupa dedak padi, jagung giling, tepung kulit pisang fermentasi,
tepung daun gamal, starbio, urea dan garam. Setelah bahan-bahan tersebut disiapkan, bahan pakan
dicampur sesuai Tabel 1 secara homogen dimulai dari bahan pakan yang paling sedikit sampai dengan
jumlah yang paling banyak dengan tujuan agar pencampuran homogen dan mempercepat proses
pencampuran.
Pemberian pakan dan air minum
Pemberian pakan hijauan 2 jam setelah pemberian pakan konsentrat sedangkan air minum
diberikan secara adlibitum
Parameter yang diukur
Variabel yang diukur sebagi indikator dari pengaruh perlakuan yang diberikan dalam
penelitian ini adalah konsumsi dan kecernaan bahan kering serta bahan organik.
Pengukuran Konsumsi bahan kering dan bahan organik (Harris, 1970)

Konsumsi BK = Jumlah BK pemberian pakan – Jumlah BK sisa


Konsumsi BO = Jumlah BO pemberian pakan – Jumlah BO sisa

Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik (Harris, 1970)

N intake−N Feses
Kecernaan (%) = x 100 %
N intake

Dimana N = Nutrient (BK dan BO)

Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam untuk menilai pengaruh
perlakuan terhadap variabel yang diteliti. Jika terdapat pengaruh yang maka perlu uji lanjut BNT
menggunakan perangkat lunak SPSS versi 24.

PEMBAHASAN
Komposisi kimia pakan penelitian
Pakan yang digunakan pada penelitian ini adalah subtitusi jagung giling dengan tepung kulit
pisang hasil fermentasi dalam pakan konsentrat dan imbuhan Zn biokompleks. Berdasarkan hasil
analisis laboratorium, komposisi ransum penelitian sapi Bali jantan dapat dilihat pada tabel. Komposisi
kimia ransum adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Komposisi Kimia Pakan Penelitian
Energi
Bahan pakan BO PK LK SK CHO BETN
%BK MJ/ Kkal/ kgBK
(%Bk) (%Bk) (%BK) (%BK) (%B (%BK
K) ) Kg BK
Rumput
alam 19,27 79,85 8,64 1,53 24,18 69,68 45,50 14,67 3.493,02
Kulit
pisang 76,53 75,81 4,68 1,28 18,66 69,85 51,19 13,66 3.251,20
KPF 80,88 79,27 10,70 2,12 14,82 67,08 52,26 14,77 3.516,37
P0 81,73 80,05 15,40 4,07 19,73 60,14 40,41 15,63 3.721,88
P1 81,78 80,21 16,10 4,88 18,51 58,92 40,41 15,84 3.770,31
P2 81,59 80,08 16,90 4,71 18,49 58,58 40,09 15,81 3.764,43
P3 81,54 80,02 16,80 4,59 18,43 59,05 40,62 15,75 3.750,38
Sumber : Hasil analisis laboratorium kimia pakan Fakultas Peternakan Kelautan dan Perikanan
Universitas Nusa Cendana.

Data pada Tabel di atas memperlihatkan bahwa kandungan protein kasar pakan pada masing-
masing perlakuan mengalami peningkatan walaupun tidak begitu tinggi. Dengan meningkatnya
persentase tepung kulit pisang. Peningkatan kandungan protein tertinggi pada P 3 yaitu 16,80%
dibandingkan dengan P0 dan diharapkan mampu meningkatkan konsumsi pakan, kecernaan nutrient
serta pertambahan bobot badan pada ternak sapi. Disamping kandungan protein kasar, kandungan
Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) juga memperlihatkan hal yang sama namun persentase
terendah terdapat pada P2 dan tertinggi pada P3. Hal ini berarti bahwa, subtitusi jagung giling dengan
tepung kulit pisang masih mampu meningkatkan kandungan protein kasar dan BETN. Selain itu
terlihat bahwa kandungan serat kasar (SK) mengalami penurunan. Penurunan kandungan serat kasar ini
diharapkan mampu meningkatkan nilai cerna bahan kering dan bahan organik. Data menyangkut
parameter yang diukur dalam penelitian ini terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Parameter yang Diukur.


Perlakuan P-
Parameter Value
P0 P1 P2 P3
Konsumsi BK(g/e/hari) 4963.54a 5013.79a 4950.32a 4930.39a 2.07
a a a a
Kecernaan BK (%) 76.01 77.74 77.51 76.72 0.46
Konsumsi BO(g/e/hari) 3966.10a 4013.61a 3955.89a 3939.21a 2.51
Kecernaan BO(%) 74.41 a
76.28 a
76.41 a
75.28 a
0.69

Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Bahan Kering


Data pada Tabel 3 terlihat bahwa semakin tinggi subtitusi jagung giling dengan tepung kulit
pisang maka semakin menurun konsumsi bahan kering. Rata-rata konsumsi bahan kering tertinggi
terdapat pada perlakuan P1 dan terendah pada perlakuan P3. Terjadinya penurunan konsumsi bahan
kering kemungkinan disebabkan oleh kandungan serat kasar yang tinggi. Hal ini sejalan dengan
pendapat Khomar (1984) bahwa kandungan serat kasar pakan yang tinggi akan menurunkan daya cerna
dari pakan sehingga nutrisi yang diperoleh dari pakan pun akan berkurang.
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa subtitusi jagung giling dengan tepung kulit pisang
hasil fermentasi dalam pakan konsentrat dan imbuhan Zn Biokompleks tidak berpengaruh nyata
(P>0,05) terhadap konsumsi bahan kering. Dari hasil analisis juga dapat diketahui bahwa tidak
terdapat perbedaan konsumsi bahan kering diantara keempat perlakuan. Hal ini menunjukan bahwa
keempat pakan perlakuan mempunyai tingkat palatabilitas yang sama. Menurut Parakkasi (1999) faktor
yang mempengaruhi konsumsi bahan kering antara lain karakteristik ternak (umur dan berat badan),
palatabilitas pakan, kualitas pakan dan kecernaan pakan. Ditambahkan Faverdin et al., (1995)
palatabilitas merupakan faktor utama yang menjelaskan perbedaan konsumsi bahan kering antara
pakan dengan ternak berproduksi rendah.
Rerata umum konsumsi bahan kering pada penelitian ini sebesar 4964,51 g/ekor/hari,
meskipun tingkat konsumsi BK pada penelitian ini berada di atas rata-rata standar kebutuhan bahan
kering yang direkomendasikan Kearl (1982) yaitu 2,5% dari bobot badan namun angka yang diperoleh
pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian Tahuk et al. (2021) yaitu 7070
g/ekor/hari. Hal ini diduga disebabkan oleh bobot badan ternak penelitian serta jenis pakan yang
dikonsumsi. Nilai konsumsi pakan disebabkan oleh bentuk pakan yang diberikan juga karena bentuk
kering udara menyebabkan ternak sering mengkonsumsi air sehingga membantu proses hidrokonsumsi
pakan meningkat (Ali, 2008). Menurut perry et al. (2003), konsumsi makanan dipengaruhi terutama
oleh faktor kualitas makanan dan oleh faktor kebutuhan nutrisi ternak yang bersangkutan. Makin baik
kualitas makanannya, semakin tinggi konsumsi makanan seekor ternak.

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Bahan Kering


Data pada Tabel terlihat bahwa semakin tinggi subtitusi jagung giling dengan tepung kulit
pisang maka semakin menurun persentase kecernaan bahan kering. Rata-rata kecernaan bahan kering
tertinggi terdapat pada perlakuan P 1 dan terendah pada perlakuan P0. Hasil penelitian ini lebih tinggi
dibandingkan hasil yang dilaporkan Sudirman (2013) berkisar 28%. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena sulitnya mengumpulkan semua feses di lantai kandang sehingga jumlah feses yang tercatat
menjadi lebih rendah dari yang sebenarnya.
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa subtitusi jagung giling dengan tepung kulit pisang
hasil fermentasi dalam pakan konsentrat dan imbuhan Zn Biokompleks tidak berpengaruh nyata
(P>0,05) terhadap kecernaan bahan kering. Hal ini disebabkan karena kandungan protein kasar pada
pakan penelitian yang relatif sama dan tidak adanya penurunan kandungan serat kasar yang signifikan.
Lebih lanjut dijelaskan Carvalho dkk. (2010) bahwa kandungan protein kasar dan serat kasar dalam
pakan sangat berpengaruh terhadap kecernaan pakan. Semakin rendah kandungan serat kasar akan
meningkatkan penggunaan energi untuk mendegradasikan pakan yang mempengaruhi peningkatan
nilai kecernaan ransum. Wijayanti et al., (2012) menjelaskan bahwa kandungan serat kasar pada pakan
yang rendah akan mudah dicerna oleh mikroba rumen, karena dinding sel tanaman tipis dan mudah
ditembus oleh mikroba dalam rumen. Hasil penelitian kecernaan BK pada penelitian ini lebih tinggi
jika dibandingkan dengan hasil penelitian Tahuk et al. (2021) yang memperoleh tingkat kecernaan BK
56,68%. Dari hasil perbandingan ini dapat dilihat bahwa tingkat kemampuan ternak sapi dalam
mencerna bahan pakan berbeda-beda, dikarenakan beberapa faktor yang mempengaruhi suatu bahan
pakan seperti penyimpanan makanan, jumlah makanan, komposisi ransum, jenis ternak, dan lain-lain.
Menurut Anggorodi (1994) jika kandungan serat kasar semakin tinggi dalam suatu bahan pakan, maka
makin rendah kecernaan pakan tersebut.

Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Bahan Organik


Data pada Tabel 3 terlihat bahwa semakin tinggi subtitusi jagung giling dengan tepung kulit
pisang maka semakin menurun konsumsi bahan kering. Rata-rata konsumsi bahan organik tertinggi
terdapat pada perlakuan P1 dan terendah pada perlakuan P3. Penurunan konsumsi bahan organik
kemungkinan disebabkan oleh terjadinya penurunan konsumsi bahan kering. Hal ini sesuai dengan
pendapat Suardin dkk. (2014) yang menyatakan bahwa tinggi rendahnya konsumsi bahan organik akan
dipengaruhi oleh tinggi rendahnya konsumsi bahan kering.
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa subtitusi jagung giling dengan tepung kulit pisang
hasil fermentasi dalam pakan konsentrat dan imbuhan Zn Biokompleks tidak berpengaruh nyata
(P>0,05) terhadap konsumsi bahan organik. Artinya subtitusi jagung giling dengan tepung kulit pisang
belum mampu meningkatkan konsumsi bahan organik pada sapi Bali jantan. Konsumsi bahan organik
tidak berpengaruh nyata diduga karena adanya korelasi antara bahan organik dan bahan kering. Hal ini
sesuai dengan pendapat astuti dkk. (2009) yang menjelaskan bahwa konsumsi bahan organik sangat
berhubungan dengan konsumsi bahan kering, semakin tinggi konsumsi bahan kering maka konsumsi
bahan organik juga akan meningkat, begitu juga sebaliknya. Hal ini disebabkan karena sebagian besar
komponen bahan kering terdiri dari bahan organik. Perbedaan keduanya terletak pada kandungan
abunya (Murni et at. 2012). Rata-rata konsumsi bahan organik dalam penelitian ini adalah 3968,70
g/e/hari. Hasil penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan laporan Paramita et al. (2008) yang
memperoleh konsumsi bahan organik berkisar 4420 sampai 5010 g/e/hari pada sapi peranakan Ongole
jantan yang mendapat haylase pakan lengkap. Perbedaan dalam penelitian ini disebabkan oleh
perbedaan genetis, umur, status fisiologis ternak serta komposisi bahan baku penyususn pakan.
Bahan organik adalah bahan yang hilang pada saat pembakaran. Konsumsi bahan organik
adalah banyaknya kandungan protein kasar, lemak kasar, serat kasar, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen
yang terdapat dalam pakan yang dikonsumsi sapi pada penelitian ini. Tingkat konsumsi ternak
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks yang terdiri dari ternak, pakan yang diberikan dan
lingkungan tempat ternak tersebut dipelihara. Konsumsi merupakan faktor yang penting dalam
menentukan jumlah dan efisiensi produktivitas ruminansia, dimana ukuran tubuh ternak sangat
mempengaruhi konsumsi pakan (Elita, 2006). Semakin tinggi kandungan serat kasar dalam ransum
maka semakin rendah kecernaan dari ransum tersebut dan akan menurunkan konsumsi bahan organik
dari ransum. Pemberian konsentrat telampau banyak akan meningkatkan konsentrasi energi ransum
dan dapat menurunkan tingkat konsumsi sehingga tingkat konsumsi berkurang (Muliyaningsih, 2006).
Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Bahan Organik
Data pada Tabel 3 terlihat bahwa semakin tinggi subtitusi jagung giling dengan tepung kulit
pisang maka semakin menurun persentase kecernaan bahan kering. Rata-rata kecernaan bahan kering
tertinggi terdapat pada perlakuan P 2 dan terendah pada perlakuan P0. Rata-rata kecernaan bahan organik
pada penelitian ini adalah 75,59%. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa kecernaan bahan
organik relative lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Dahlanuddin et al. (2020) menggunakan
bahan pakan 100% lamtoro, kecernaan bahan organik mencapai 63,6%, hal ini diduga disebabkan oleh
jenis bahan pakan yang diberikan berbeda serta ketersediaan nutrisi dari bahan pakan tersebut.
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa subtitusi jagung giling dengan tepung kulit pisang
hasil fermentasi dalam pakan konsentrat dan imbuhan Zn Biokompleks tidak berpengaruh nyata
(P>0,05) terhadap kecernaan bahan organik. Hal ini diduga disebabkan oleh tingginya kandungan serat
kasar pada pakan penelitian. Hal ini sejalan dengan penjelasan Wijayanti et al., (2012) bahwa
kandungan serat kasar pada pakan yang tinggi pada umumnya akan sulit dicerna oleh mikroba rumen,
karena dinding serat yang tinggi maka dinding tanaman lebih tebal dan sulit ditembus oleh mikroba di
dalam rumen, begitu juga sebaliknya. Kecernaan bahan organik pada penelitian ini tidak berpengaruh
nyata juga dapat disebabkan karena kecernaan bahan organik berhubungan erat dengan kecernaan
bahan kering karena bahan organik terkandung dalam bahan kering, hal ini sejalan dengan pernyataan
Pramono dkk. (2018) bahwa, terdapat bahan organik dalam bahan kering makan kecernaan bahan
organik akan mengikuti kecernaan bahan kering. Munasik et al., (2012) menegaskan bahwa apabila
kandungan nutrisi pakan sama makan kecernaan bahan organik akan mengikuti kecernaan bahan
kering.
Kandungan serat kasar dalam pakan juga dapat mempengaruhi kemampuan ternak untuk
mendapatkan nutrisi dari pakan. Menurut Prawitasari dkk. (2012) serat kasar tinggi seperti selulosa dan
hemiselulosa dapat mengurangi pencernaan pakan dan akibatnya mengurangi nutrisi yang dapat
dicerna dari pakan. Namun, komposisi kimia ransum dalam Tabel 2 menggambarkan bahwa
kandungan serat kasar tertinggi terdapat pada perlakuan P 0. Perlakuan P2 tampaknya memberikan
kecernaan bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Oleh karena itu,
secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa subtitusi jagung giling dengan tepung kulit pisang
fermentasi 50% merupakan tingkat yang optimal untuk meningkatkan kecernaan bahan organik sapi
Bali jantan, meskipun perbedaan ini tidak signifikan secara statistik.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa subtitusi tepung kulit
daun pisang hasil fermentasi dalam pakan konsentrat dan imbuhan Zn biokompleks hingga level 75%
tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi dan kecernaan bahan kering serta bahan
organik sapi bali jantan penggemukan.

DAFTAR PUSTAKA

Ali U. 2008. Pengaruh Penggunaan Onggok dan isi Rumen sapi dalam Pakan Komplit terhadap
Penampilan kambing Peranakan Etawah. Majalah Ilmiah Peternakan : 9(3): 15-19.

Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Anhwange, B., Ugye, T. & T. Nyiaatagher. 2009. Chemical Composition of Musa Sapientum (Banana)
Peels. Electrinic Journal of Environmental, Agricultural, and Food Chemistry. 8(6):[437-
442]ISSN: 1579-4377.

Astuti, A., A. Agus dan S. P. S. Budhi. 2009. Pengaruh penggunaan high quality feed supplement
terhadap konsumsi dan kecernaan nutrien sapi perah awal laktasi. Bulletin Peternakan.
Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 33 (2):81-87.

Dahlanuddin, O. Yanuarianto, T. Fauzi, P. J. Back, R. Hickson, S. T. Morris, W. E. Pomroy and C. W.


N. Anderson. 2020. Feed Intake, rumen fermentation, digestibility and live weight gain of
male Bali Cattle (Bos javanicus) fed different mixtures of Gliricidia sepium and Leucaena
leucocephala. Livestock research for rural development 30 (7). Postgraduate Study Program,
Univesity of Mataram, Lombok, NTB, Indonesia.

De Carvalho, M. C., Soeparno dan N. Ngadiyono. 2010. Pertumbuhan dan produksi karkas sapi
Peranakan Ongole dan Simental Peranakan Ongole jantan yang dipelihara secara feedlot.
Buletin Peternakan 34(1): 38-46.

Elita, A. S. 2006. Studi perbandingan penampilan umum dan kecernaan pakan pada kambing dan
domba lokal. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Faverdin P, Baumont R & Ingvarsten KL. 1995. Control and prediction of feed intake in ruminants. In:
Journet M, Grenet E, Farce MH, Theriez M, & Demarquilly C (Eds), Proceedings of the IV
th International Symposium on The Nutrition of Herbivores. Recent Development in the
Nutrition of Herb.

Harris LE. 1970. Nutrition Research Technique for Domestic and Wild Animal. Vol 1. An
International Record System and Procedur for Analyzing Sample. Animal Science
Department. Utah State Univesity. Logan. Utah.

Kearl, L. C. 1982. Nutrient Requirement of Ruminant In Developing Countries. Utah Agricultural


Experiment Station, Utah State University, Logan Utah.

Khomar A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami Sebagai Makanan Ternak. Yayasan Dian Grahita
Indonesia.

Muliyaningsih, T. 2006. Penampilan domba ekor tipis (ovis aries) jantan yang digemukkan dengan
beberapa imbangan konentrat dan rumput gajah (Pennisetum purpureum). Skripsi. Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor. Hlm. 15.
Munasik, M, CI Sutrisno, S. Anwar- Animal, dan undefined. 2012. The Growth, Yield and Quality of
Elephant Grass (Pennisetum purpureum) Specific Toleran of Acid Soils by Mutagenesis with
Ethylmethane Sulfonate.

Murni, R., Akmal, dan Y. Okrisandi. 2012. Pemanfaatan kulit buah kakao yang difermentasi dengan
kapang Phanerochaete chrysosporium sebagai pengganti hijauan dalam ransum ternak
kambing. Agrinak. Jurnal : Vol. 02 No. 1 Maret 2012:hlm. 6-10.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit Universitas Indonesia.

Paramita, W. L., W. E. Susanto, dan A. B. Yulianto. 2008. Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering
dan Bahan Organik dalam Haylase Pakan Lengkap Ternak Sapi Peranakan Ongole. Media
Kedokteran Hewan 24:59-62.

Perry, A. E. Cullison, R. S. Lowrey. 2003. Feeds and Feeding, 3 rd Ed Practice Hall of India. New
Delhi, India.

Pramono, A, A. Yusuf, S. D. Widyawati, dan H. Hartadi. 2018. Pengaruh Suplementasi Lemak


Terproteksi Terhadap Konsumsi dan Kecernaan Nutrien Sapi Perah Friesian Holstein. Sains
Peternakan 16 (1): 34.

Prawitasari, R. H., V. D. Y. B. Ismadi dan I. Estiningdriati. 2012. Kecernaan protein kasar dan serat
kasar serta laju digesta pada ayam arab yang diberi ransum dengan berbagai level Azolla
microphylla. Animal Agriculture Journal, 1(1) :147-483.

Preston, T.R. dan R.A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production system with Available Resources
in the Tropics and Sub Tropics. Renambel Books Armidale. New South Wales.

Sobang, Y. U. L. 2005. Karakteristik sistem penggemukan sapi pola gaduhan menurut zona agroklimat
dan dampaknya terhadap pendapatan petani di Kabupaten Kupang NTT. Bulletin Nutrisi
Fapet Undana. ISSN: 1410-1691. Edisi Maret Vol. 8

Soeharsono dan R. Tawaf. 1994. Perkembangan Peternakan Sapi Potong dan Kerbau di Indonesia.
Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran Bandung.

Sudirman, 2013. Pembentukan Minat. Jakarta: Pustaka Raya.

Tahuk P.K., Agustinus A. D., dan Stefanus S. 2021. Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering, Bahan
Organik dan Protein Kasar Sapi Bali Jantan yang Digemukkan di Peternakan Rakyat.
Journal of Tropical Animal Science and Technology. Universitas Timor-Nusa Tenggara
Timur. Indonesia.

Wardhani, N. K. dan A. Mosafie. 1991. Jerami Jagung Segar, Kering dan Teramoniasi sebagai
Pengganti Hijauan Sapi Potong. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Gratis. Vol. 2: 12-19.

Wijayanti E, Wahyono F, Surono. 2012. In Digestibility and Fermentability of Nutrients of Complete


Feed with Different Levels of Bagasse Animal Agricultural Journal. 1(1):167-179.

Anda mungkin juga menyukai