Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG JAGUNG DENGAN LEVEL YANG BERBEDA

TERHADAP KUALITAS FISIK SILASE JERAMI


JAGUNG (Zea mays L.)

Ironius Fransiskus Palla, Ir. Niken Astuti dan Ir. FX. Suwarta

Prodi peternakan, Fak. Agroindustri Univ. Mercu Buana Yogyakarta

INTISARI*)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung jagung dengan level
yang berbeda terhadap kualitas fisik silase jerami jagung (Zea mays L). Nilai pH silase jerami sebagai
pakan alternatif untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak pada saat musim kemarau. Penelitian ini
dilaksanakan pada tanggal 26 Mei Sampai 20 Juli 2019 di Laboratorium Nutrisi, Fakultas
Agroindustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Metode yang digunakan adalah metode
eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan dengan 4 perlakuan,
masing masing perlakuan diulang 3 kali yaitu P0 tanpa tepung jagung, P1 ditambah tepung jagung
10%, P2 20% dan P3 30%. Variabel yang diamati adalah kualitas fisik (tekstur, bau, warna, jamur dan
pH). Data hasil penelitian dianalisis dengan analisis variansi dan untuk mengetahui perbedaan
diantara perlakuan dilakukan uji lanjut yaitu Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Hasil
penelitian menunjukkan rataan uji kualitas fisik adalah sebagai berikut : tekstur P0 (3,9), P1 (4,0), P2
(4,0) dan P3 (4,4) warna P0 (2,9), P1 (3,4) P2 (3,5) dan P3 (3,6), jamur P0 (3,3), P1 (3,3) P2 (3,8) dan
P3 (3,8). Analisis kadar pH adalah P0 (5,0), P1 (4,7) P2 (3,8) dan P3 (3,2). Akan tetapi perlakuan
penambahan tepung jagung berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap aroma P0 (3,9), P1 (3,7), P2
(3,8) dan P3 (4,0). Dari hasil penelitan dapat disimpulkan bahwa penambahan tepung jagung 30%
menghasilkan kualitas fisik silase jerami jagung terbaik.

Kata kunci : Jerami jagung, kualitas fisik, silase, tepung jagung. .

ABSTRACT*)

This study aims to determine the effect of different level corn meal addition on physical
quality of corn (Zea mays L.) straw silage. As an pH corn meal alternative feed to meet animal feed
needs during the dry season. This research was conducted on May 26 to July 20, 2019 at the Nutrition
Laboratory, Faculty of Agro-industry, Mercu Buana University Yogyakarta. The method used was the
experimental method using a completely randomized design (CRD) one way pattern with 4 treatment,
each treatment to repeated 3 times, namely P0 without corn meal, P1 plus 10% corn flour, P2 20%
and P3 30%. The variables discussed were physical quality (texture, odor, color, fungi and pH ). The
results of the research data were analyzed by analysis of variance if there is a difference between
treatments followed by Duncan Range Test (DMRT) was carried out. The results showed the average
physical quality test as follows: textures P0 (3.9), P1 (4.0), P2 (4.0) and P3 (4,4), smell P0 (3,9), P1
(3,7), P2 (3,8) and P3 (4,0) colors P0 (2,9), P1 (3,4) P2 (3,5) and P3 (3,6), fungi P0 (3,3), P1 (3,3) P2
(3,8) and P3 (3,8). Analysis of pH levels was P0 (5.0), P1 (4.7) P2 (3.8) and P3 (3.2). However, it was
proven not significant (P> 0.05) on the aroma P0 (3,9), P1 (3,7), P2 (3,8) and P3 (4,0). From the
research results it can be concluded that the addition of 30% corn meal produces the best physical
quality of corn straw silage.

Keywords : Corn straw, physical quality, silage, corn meal.


PENDAHULUAN untuk dimanfaatkan sebagai pakan sumber
Latar Belakang energi bagi ternak ruminansia. Jerami jagung
Pakan atau makanan ternak adalah juga merupakan salah satu sumber pakan
bahan yang dapat dimakan, dicerna dan alternatif yang memiliki potensi untuk
digunakan oleh ternak. Secara umum bahan menghasilkan pakan dengan biaya rendah
makanan ternak adalah bahan yang dapat (Retnani dkk., 2011). Jagung merupakan salah
dimakan, tetapi tidak semua komponen dalam satu komoditas serealia yang mempunyai
bahan makanan ternak tersebut dapat dicerna peran yang strategis dan berpeluang untuk
oleh ternak. Bahan makanan ternak dikembangkan karena perannya sebagai
mengandung zat makanan dan merupakan sumber utama karbohidrat dan protein setelah
istilah umum, sedangkan komponen dalam beras. Hampir semua bagian tanaman jagung
bahan makanan ternak tersebut yang dapat dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam
digunakan oleh ternak disebut zat makanan keperluan. Batang dan daun tanaman yang
(Tillman dkk., 1989). masih muda dapat digunakan sebagai pakan
Hijauan merupakan sumber makanan ternak, tanaman yang telah dipanen dapat
utama ternak ruminansia. Hijauan pakan yang digunakan untuk pembuatan pakan atau pupuk
umum diberikan untuk ternak ruminansia organik. Data BPS (2015) menunjukkan
adalah rumput-rumputan yang berasal dari produksi jagung Indonesia mencapai kurang
padang penggembalaan atau padang rumput, lebih 19.612.435 juta ton pertahun. Sementara
tegalan, pematang serta pinggiran jalan. kebutuhan jagung untuk bahan baku industri
Beberapa kendala dalam penyediaan hijauan pakan terus meningkat seiring meningkatnya
adalah perubahan fungsi lahan yang tingkat konsumsi daging di Indonesia.
sebelumnya sebagai sumber hijauan menjadi Tepung jagung berpotensi untuk dapat
lahan pemukiman, lahan tanaman pangan, dan dijadikan aditif sebagai sumber Water Soluble
tanaman industri sehingga lahan padang Carbohydrate WSC karena mengandung
penggembalaan sebagai sumber hijauan BETN yang tinggi, yaitu 81,37% yang
berkurang sehingga diperlukan alternatif pakan mencermikan WSC dalam jumlah besar
lain. Disamping itu ketersediaan hijauan juga terkandung di dalamnya (McDonald dkk.,1981
dipengaruhi oleh musim, dimana saat musim cit Umam dkk., 2014). Kandungan tepung
hujan produksi hijauan tinggi dilain pihak saat jagung terdiri atas 14,77% kadar air, 1,88%
musim kemarau produksi hijauan kurang abu, 1,63% serat kasar (SK), 7,78% lemak
(Syamsu dkk., 2003). kasar (LK), 7,35% protein kasar (PK) dan
Salah satu masalah yang dihadapi 81,35% bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN)
dalam pengembangan ternak ruminansia (Hartadi dkk., 1993 cit. Umam dkk., 2014).
terutama pada musim kemarau adalah Penambahan tepung jagung 5% meningkatkan
kesulitan untuk mendapatkan pakan baik dari bahan kering dan nutrisi rumput gajah (Despal,
segi kualitas dan ketersediaannya. Masalah 2009 cit. Umam dkk., 2014).
kelangkaan pakan dapat menurunkan Prinsip dasar dari pembuatan silase
produktivitas ternak. Penyediaan pakan adalah fermentasi hijauan oleh mikroba yang
berkualitas baik dengan resiko merupakan banyak menghasilkan asam laktat atau yang
tantangan bagi pembangunan peternakan di sering dikenal dengan BAL. Mikroba yang
Indonesia. Penyediaan pakan yang berkualitas paling dominan adalah golongan BAL
dapat disiasati dengan pemberian rumput homofermentatif yang mampu melakukan
lapang, dan dapat juga dengan pemanfaatan fermentasi dalam keadaan aerob dan anaerob.
berbagai limbah pertanian. Asam laktat yang dihasilkan selama fermentasi
Salah satu limbah pertanian yang berperan sebagai zat pengawet yang dapat
dapat dimanfaatkan secara optimal adalah menghindari hijauan dari kerusakan atau
tanaman jagung. Jerami jagung banyak yang serangan bakteri pembusuk (Ridwan dkk.,
dibuang begitu saja dan masih jarang 2005).
dimanfaatkan, jika kita manfaatkan dapat Pemberian limbah tanaman jagung
menguntungkan bagi usaha peternakan. Jerami secara langsung bukanlah pakan yang
jagung merupakan bahan hasil sisa pertanian berkualitas baik karena mengandung kadar
yang cukup banyak jumlahnya. Peningkatan protein dan karotenoid yang rendah serta serat
jumlah limbah jerami jagung yang dihasilkan kasar yang tinggi. Apabila limbah pertanian ini
pertanian setiap tahunnya memberi peluang diberikan kepada ternak tanpa disuplementasi

2
atau diberi perlakuan sebelumnya maka nutrisi masing-masing dengan berat 5 kg. Perlakuan
limbah ini tidak akan cukup untuk jerami jagung dengan penambahan tepung
mempertahankan kondisi ternak (Kaiser dan jagung 0%, 10%, 20% dan 30 %.
Plitz, 2002). Pencampuran bahan silase dan
pembungkusan
Tujuan Penelitian Campur semua bahan secara merata,
Penelitian ini bertujuan untuk bahan yang telah tercampur homogen
mengetahui pengaruh penambahan tepung kemudian dimasukkan ke dalam kantong
jagung terhadap kualitas fisik silase jerami plastik hitam dan dipadatkan sehingga
jagung. mencapai keadaan anaerob, kemudian diikat
Manfaat Penelitian dan dilapisi dengan plastik ke-2 selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai plastik tersebut dimasukkan lagi kedalam
tambahan informasi ilmiah bagi para peneliti plastik ke-3, kemudian diikat kembali. Setiap
dan praktisi peternakan mengenai pemanfaatan kantong plastik pada tiap perlakuan diberi
tepung jagung dalam pembuatan silase jerami kode sesuai dengan perlakuannya, dan
jagung kemudian disimpan selama 14 hari sehingga
. diharapkan perubahan fisik dapat terlihat
MATERI DAN METODE perbedaannya. Kemudian dilakukan
PENELITIAN pengamatan terhadap karakteristik fisik
Waktu dan Tempat Penelitian meliputi pH, suhu, warna, aroma, tekstur dan
Penelitian ini telah dilaksanakan pada keberadaan jamur silase jerami jagung.
bulan Juni sampai Juli 2019 di Laboratorium Variabel yang diamati dalam penelitian ini
Peternakan Fakultas Agroindustri Universitas adalah pH, tekstur, aroma, warna dan
Mercu Buana Yogyakarta. keberadaan jamur.
Alat dan Bahan Menyiapkan 10 orang panelis yaitu
Alat yang digunakan untuk membuat mahasiswa yang sudah pernah melihat, menilai
silase jerami jagung parang, tampan, silo silase dalam keadaan sehat 20 menit sebelum
(plastik kedap udara), terpal, tali rafiah, pengujian. Kemudian menyiapkan silase (P0,
gunting, label, spidol, ember dan timbangan. P1, P2 dan P3) dan membuka kemasan silase
Bahan yang digunakan dalam penelitian dan menyajikan kepada 10 panelis secara
ini adalah jerami jagung, tepung jagung dan bergantian. Uji kualitas fisik (tekstur, bau,
EM4, aquadestilata dan air. warna dan keberadaan jamur) dilakukan
Metode Penelitian oleh 10 panelis dengan penilaian scoring
Rancangan Penelitian sebelumnya panelis diberi pelatihan terlebih
Rancangan penelitian yang digunakan dahulu tentang kualitas fisik silase jerami
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola jagung.
searah dengan 4 perlakuan, masing masing Kriteria penilaian kualitas fisik :
perlakuan diulang 3 kali. Keempat perlakuan 1. Mengukur pH silase jerami jagung
tersebut adalah : dengan menggunakan pH meter.
P0 : Jerami Jagung + EM 4 + Tepung Menimbang 20g sampel dan
Jagung 0 % menambahkan 25 ml aquades, kemudian
P1 : Jerami Jagung + EM 4 + Tepung dipotong kecil silase jerami jagung.
Jagung 10% Masukan hasil sampel jerami jagung
P2 : Jerami Jagung + EM 4 + Tepung tersebut kedalam beker glass. kemudian
Jagung 20 % menilai pH silase dengan menggunakan
P3 : Jerami Jagung + EM 4 + Tepung pH meter.
Jagung 30 % 2. Tekstur (skor 1=lembek berlendir dan
berair, 2= agak lembek berlendir sedikit
Prosedur Penelitian. berair, 3= berlendir, 4= tidak
Tahapan pembuatan silase menggumpal sedikit berlendir, dan 5=
Jerami jagung yang akan digunakan dicacah tdak menggumpal, tidak berlendir dan
kira-kira 3-5 cm sebanyak 60 kg kemudian remah)
dilayukan dengan cara dijemur selama 1-2 hari 3. Bau (skor 1 = busuk sekali, 2= busuk,
sampai kadar air 60-70%. Bahan jerami 3= tidak busuk/tidak berbau, 4= sedikit
jagung dibagi sebanyak 12 unit percobaan, asam, dan 5= asam).

3
4. Warna (skor 1= hitam, 2= coklat (Duncan’s Multiple Range Test) dengan
kehitam-hitaman, 3= coklat, 4= hijau derajat kepercayaan 95% (Kusriningrum,
gelap/kuning kecoklatan dan 5= hijau 2010).
alami/hijaun kekuningan). HASIL DAN PEMBAHASAN
5. Keberadaan jamur (skor 1= banyak pH silase
sekali, skor 2= sedikit, skor 3= sedikit
sekali dan skor 4= tidak ada jamur). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Analisa Data penambahan tepung jagung memiliki pengaruh
Data yang diperoleh dianalisis dengan yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap nilai pH
menggunakan statistik Analysis of Variance silase jerami jagung. Nilai pH pada masing-
(ANOVA), bila terdapat perbedaan dilanjutkan masing perlakuan berturut-turut adalah P0
dengan uji jarak berganda Duncan’s (5,0), P1 (4,7) P2 (3,8) dan P3 (3,2). Data
dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rerata pH silase jerami jagung pada berbagai level penambahan tepung jagung
Ulangan Rata rata ±
Perlakuan
1 2 3 std.dev
P0 (0%) 5,1 5,0 4,9 5,0d± .10000
P1 (10%) 4,6 4,7 4,8 4,7c ±.10000
P2 (20%) 3,7 3,9 3,9 3,8b ±.11574
P3 (30%) 3,1 3,3 3,3 3,2a ±.11574
Keterangan : a,b,c,d nilai rata-rata dengan superskrip yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
P0 : Silase jerami jagung dengan penambahan tepung jagung 0%
P1 : Silase jerami jagung dengan penambahan tepung jagung 10%
P2 : Silase jerami jagung dengan penambahan tepung jagung 20%
P3 : Silase jerami jagung dengan penambahan tepung jagung 30%
Berdasarkan hasil analisis variansi terlarut atau Water Soluble Carbohydrate
menunjukkan bahwa perlakuan penambahan (WSC) yang akan menjadi substrat bagi
tepung jagung 0% berbeda nyata (P<0,05) bakteri asam laktat untuk mempercepat
terhadap kandungan pH silase pakan jerami fermentasi dan menurunkan derajat keasaman.
jagung. Berdasarkan uji Duncan’s Multiple Selama proses fermentasi BAL akan
Range Test (DMRT) dapat dilihat bahwa menghasilkan asam-asam organik terutama
kadar pH pada P0 berbeda nyata dibandingkan asam laktat yang di perlukan untuk pengawet
dengan P1, P2, dan P3. Hal ini disebabkan dalam pembuatan silase. Rendahnya nilai
karena pH silase yang tidak mendapat derajat keasaman silase yang dihasilkan
tambahan tepung jagung (P0) hasilnya lebih menunjukkan bahwa asam laktat dan asam
tinggi dibandingkan dengan yang mendapat organik lainya yang dihasilkan cukup banyak,
tambahan tepung jagung. Semakin tinggi sehingga mampu menurunkan derajat
penambahan tepung jagung maka semakin keasaman silase
rendah rata-rata pH silase jerami jagung. Hal Hal ini membuktikan bahwa
ini menunjukkan bahwa penambahan tepung penambahan tepung jagung, dapat
jagung pada proses ensilase jerami jagung mempercepat proses ensilase. Selain itu
mampu memberikan kondisi yang layak bagi percepatan laju pembentukan asam laktat
perkembangan bakteri pembentuk asam laktat tergantung dengan jumlah ketersediaan
sehingga pH menjadi cepat turun. karbohidrat mudah larut dan enzim komplek
Nilai pH pada perlakuan P0 lebih yang tersedia. Hasil ini sejalan dengan
tinggi dibandingkan P1, P2 dan P3. Hal Hermanto (2011) bahwa untuk meningkatkan
tersebut dikarenakan pada P1, P2, dan P3 ada perkembangan bakteri asam laktat maka di
penambahan tepung jagung sehingga dalam silo harus tersedia karbohidrat mudah
meningkatkan aktivitas bakteri asam laktat. larut (WSC) yang cukup.
Penambahan aditif karbohidrat berupa tepung Penambahan tepung jagung secara
jagung yang menjadi sumber karbohidrat nyata terbukti mampu meningkatkan kadar

4
asam laktat melalui sumbangan karbohidrat kerusakan nutrien yang berlebihan (Kamal,
yang diberikan. Karbohidrat terlarut yang 1994)
terkandung pada setiap perlakuan Tekstur silase
dimanfaatkan oleh bakteri penghasil asam Hasil penelitian menunjukkan bahwa
laktat untuk menghasilkan kadar asam laktat. penambahan tepung jagung memiliki pengaruh
Asam laktat yang dihasilkan akan menurunkan yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap nilai
derajat keasaman dan menghambat bahkan tekstur silase jerami jagung. Nilai tekstur pada
menghentikan pertumbuhan bakteri yang tidak masing-masing perlakuan berturut-turut adalah
diinginkan. Penurunan derajat keasaman inilah P0 (3,9), P1 (4,0), P2 (4,0) dan P3 (4,4). Data
yang pada gilirannya akan mempertahankan dapat di lihat pada Tabel 3.
kualitas silase dan mencegah terjadinya
Tabel 3. Rerata tekstur silase jerami jagung pada berbagai level penambahan tepung jagung
(%)
Ulangan Rata rata ±
Perlakuan
1 2 3 std.dev
P0 (0%) 4,2 3,8 3,8 3,9a ±.23094
P1 (10%) 4,0 4,2 3,9 4,0a ±.15275
P2 (20%) 4,1 4,0 4,1 4,0a ±.05774
P3 (30%) 4,2 4,5 4,5 4,4b ±.17321
Keterangan : a,b, nilai rata-rata dengan superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan nyata (P<0,05)
P0 : Silase jerami jagung dengan penambahan tepung jagung 0%
P1 : Silase jerami jagung dengan penambahan tepung jagung 10%
P2 : Silase jerami jagung dengan penambahan tepung jagung 20%
P3 : Silase jerami jagung dengan penambahan tepung jagung 30%
Berdasarkan analisis variansi terhadap tekstur silase jerami jagung. Tekstur
menunjukkan bahwa penambahan tepung terbaik pada P3 yang merupakan silase jerami
jagung berbeda nyata (P<0,05) mempengaruhi jagung dengan penambahan tepung jagung
tekstur silase jerami jagung. Berdasarkan uji 30%. Penambahan tepung jagung pada silase
Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) jerami jagung dapat memengaruhi tekstur
menunjukkan bahwa tekstur pada P0 berbeda silase karena tepung jagung memiliki bahan
nyata (P<0,05) dengan P1, P2 dan P3. kering (84-86%) yang tinggi sehingga kadar
Sedangkan P1, P2 dan P3 berbeda tidak nyata air yang terdapat pada silase jerami jagung
(P>0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa dapat terserap dengan baik.
penambahan tepung jagung menghasilkan Hal ini disebabkan karena pada perlakuan P1,
tekstur yang baik yaitu tidak mengumpal dan P2 dan P3 ditambahkan tepung jagung yang
sedikit berlendir Perlakuan P0 mendapatkan bakteri asam laktat yang tinggi sehingga
penilaian dengan skor (3,9) yaitu berlendir. meningkatkan kualitas silase jerami jagung.
Hal ini di sebabkan pada P0 tidak ditambah Selama proses fermentasi asam laktat yang
tepung jagung, sehingga proses fermentasi dihasilkan akan berperan sebagai zat pengawet
yang terjadi disebabkan oleh bakteri yang ada sehingga dapat menekan pertumbuhan
pada bahan. Secara alami pada jerami jagung mikroorganisme pembusuk. Didalam tepung
terdapat bakteri asam laktat yang hidup jagung terdapat aktivitas mikroba yang dapat
sebagai epifit, tetapi jumlahnya tidak dapat mendegradasi substrat dan adanya reaksi
dipastikan mencukupi untuk mengendalikan kimiawi oleh mikroba sehingga fermentasi
proses fermentasi sehingga menyebabkan berjalan dengan sempurna. Dalam penelitian
kadar asam butirat dapat meningkat. ini perlakuan P1, P2 dan P3 mendapatkan hasil
Peningkatan kadar asam butirat mempercepat yang terbaik Aroma silase
perkembangan bakteri pembusuk yang
mengakibatkan silase menjadi berlendir. Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ini sejalan dengan Santoso dkk. (2009) bakteri penambahan tepung jagung memiliki pengaruh
menyebabkan silase menjadi berlendir. yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap
Penambahan tepung jagung pada P3 nilai aroma silase jerami jagung. Nilai aroma
(30%) merupakan perlakuan terbaik (P<0,05) pada masing-masing perlakuan berturut-turut

5
adalah P0 (3,9), P1 (3,7), P2 (3,8) dan P3 (4,0). Data dapat di lihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rerata aroma silase jerami jagung pada berbagai level penambahan tepung jagung (%)
Ulangan Rata rata ± NS
Perlakuan
1 2 3 std.dev
P0 (0%) 4,0 4,1 3,7 3,9 ±.20817
P1 (10%) 3,6 3,8 3,9 3,7 ±.15275
P2 (20%) 3,8 3,8 3,9 3,8 ±.05774
P3 (30%) 4,1 4,0 3,9 4,0 ±.10000
Keterangan : NS : Non Signifikan
P0 : Silase jerami jagung dengan penambahan tepung jagung 0%
P1 : Silase jerami jagung dengan penambahan tepung jagung 10%
P2 : Silase jerami jagung dengan penambahan tepung jagung 20%
P3 : Silase jerami jagung dengan penambahan tepung jagung 30%
Berdasarkan analisis variansi tepung jagung yang meningkatkan jumlah
menunjukkan bahwa penambahan tepung bakteri asam laktat selama proses fermentasi.
jagung memiliki pengaruh yang berbeda tidak Bakteri asam laktat akan memproduksi asam
nyata (P>0,05) mempengaruhi aroma silase laktat sehingga silase berbau asam. Hal
jerami jagung. Berdasarkan uji Duncan’s tersebut sesuai dengan Subekti (2013) bau
Multiple Range Test (DMRT) Data di atas asam yang dihasilkan silase disebabkan selama
menunjukan bahwa Aroma silase jerami proses ensilase bakteri anaerob aktif berkerja
jagung berbeda tidak nyata (>0,05). Karena menghasilkan asam organik. Proses ensilase
disetiap perlakuan (P0, P1, P2 dan P3) terjadi apabila oksigen telah habis dipakai.
berkisar pada berbau asam. Aroma yang Warna silase
dihasilkan karena ada penambahan EM4
disebabkan karena EM4 memiliki kandungan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sukrosa yang tinggi yang mudah untuk penambahan tepung jagung memiliki pengaruh
dimanfaatkan oleh mikroba dalam proses yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap nilai
fermentasi dalam menghasilkan asam laktat warna silase jerami jagung. Nilai warna pada
yang tinggi sehingga menyebabkan silase masing-masing perlakuan berturut-turut adalah
berbau asam. Hal ini sesuai dengan P0 (2,9), P1 (3,4) P2 (3,5) dan P3 (3,6). Data
pernyataan Safarina (2009) bahwa EM4 dapat di lihat pada Tabel 5.
mengandung karbohidrat (sukrosa) yang Berdasarkan analisis variansi
merupakan golongan disakarida sehingga menunjukkan bahwa penambahan tepung
mudah dimanfaatkan mikrobia selama proses jagung berbeda nyata (P<0,05) mempengaruhi
fermentasi berlangsung untuk memproduksi warna silase jerami jagung. Berdasarkan uji
asam laktat dan menyebabkan penurunan pH Duncan’s Multiple Range Test (DMRT)
yang menghasilkan silase berbau asam. menunjukkan bahwa warna pada P0 berbeda
Bau silase berasal dari bau yang nyata (P<0,05) dibandingkan dengan P1, P2
dihasilkan selama ensilase. Bau asam dan P3. Hal ini disebabkan bahwa dengan
disebabkan ketika fermentasi, terjadi proses penambahan tepung jagung menghasilkan
konversi monosakarida menjadi asam piruvat silase yang berwarna hijau gelap atau kuning
yang kemudian diubah menjadi asam laktat. kecoklatan. Warna tersebut tidak berubah dari
Produksi asam laktat tersebut yang warna jerami jagung sebelum fermentasi. Hal
menyebabkan bau menjadi asam. Pada tersebut sesuai dengan Addelhadi dkk. (2005)
perlakuan P3 memiliki bau yang sedikit asam. menyatakan bahwa silase yang baik memiliki
Hal tersebut disebabkan adanya penambahan warna yang tidak jauh berbeda dengan warna
bahan bakunya.
Tabel 5. Rerata warna silase jerami jagung pada berbagai level penambahan tepung jagung (%)
Ulangan
Perlakuan Rata rata ± std.dev
1 2 3
P0 (0%) 2,9 2,9 3,0 2,9a ±.05774
P1 (10%) 3,5 3,5 3,3 3,4b ±.11547
P2 (20%) 3,4 3,6 3,5 3,5b ±.10000
P3 (30%) 3,7 3,6 3,5 3,6b ±.10000

6
Keterangan : a,b nilai rata-rata dengan superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan nyata (P<0,05)
P0 : Silase jerami jagung dengan penambahan tepung jagung 0%
P1 : Silase jerami jagung dengan penambahan tepung jagung 10%
P2 : Silase jerami jagung dengan penambahan tepung jagung 20%
P3 : Silase jerami jagung dengan penambahan tepung jagung 30%
Perubahan warna yang terjadi pada P0 ada pada bahan dan tidak terjadi panas secara
dikarenakan ketika silase jerami jagung mulai berkepanjangan sehingga warna yang
dimasukan ke dalam silo, jaringan bahan dihasilkan tidak jauh berbeda dengan warna
tersebut masih hidup dan melakukan respirasi jerami jagung sebelum fermentasi. Hal
secara aktif serta menghasilkan air, CO2 dan tersebut sejalan dengan Santi dkk. (2012) suhu
panas. Panas yang dihasilkan mengakibatkan tinggi selama proses ensilase dapat
peningkatan temperatur didalam silo yang menyebabkan perubahan warna silase sebagai
menyebabkan perubahan warna silase menjadi akibat terjadinya reaksi maillard yang
coklat. Sesuai dengan Reksohadiprodjo (1998) berwarna kecoklatan.
yang menyatakan temperatur yang tidak Keberadaan Jamur
dapat terkendali akan menyebabkan silase Hasil penelitian menunjukkan bahwa
berwarna coklat tua sampai hitam. Pada silase penambahan tepung jagung memiliki pengaruh
yang baik pada temperatur yang tidak terlalu yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap nilai
tinggi kadar carotene seperti bahan asalnya. keberadaan jamur silase jerami jagung. Nilai
Penambahan tepung jagung pada keberadaan jamur pada masing-masing
perlakuan P1, P2 dan P3 dapat mempercepat perlakuan berturut-turut adalah P0 (3,3), P1
fase anaerobik karena bakteri asam laktat akan (3,3) P2 (3,8) dan P3 (3,8). Data dapat di lihat
memanfaatkan karbohidrat mudah larut yang pada Tabel 6.
Tabel 6. Rerata keberadaan jamur silase jerami jagung pada berbagai level penambahan tepung
jagung (%)
Ulangan Rata rata ±
Perlakuan
1 2 3 std.dev
P0 (0%) 3,3 3,4 3,3 3,3a ±.05774
P1 (10%) 3,0 3,5 3,5 3,3a ±.28868
P2 (20%) 4,0 3,6 3,8 3,8b ±.20000
P3 (30%) 3,8 3,9 3,9 3,8b ±.05774
Keterangan : a,b nilai rata-rata dengan superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan nyata (P<0,05)
P0 : Silase jerami jagung dengan penambahan tepung jagung 0%
P1 : Silase jerami jagung dengan penambahan tepung jagung 10%
P2 : Silase jerami jagung dengan penambahan tepung jagung 20%
P3 : Silase jerami jagung dengan penambahan tepung jagung 30%
Berdasarkan analisis variansi oksigen selama fermentasi sehingga jamur
menunjukkan bahwa penambahan tepung tidak dapat tumbuh dalam kondisi anaerob.
jagung berbeda nyata (P<0,05) mempengaruhi Penelitian ini kondisi anaerob sudah tercapai
keberadaan jamur silase jerami jagung. Rerata ditandai dengan tidak adanya jamur yang
perlakuan P0 dan P1 berbeda nyata (P<0,05) tumbuh. Hal tersebut sama dengan Prabowo
dengan P2 dan P3. Hal ini berarti, silase (2013) jamur dapat tumbuh apa bila kondisi
jerami jagung tanpa penambahan tepung anaerob didalam silo tidak tercapai. Silase
maupun yang ditambah tepung jagung sama- jerami jagung tanpa penambahan tepung
sama menghasilkan silase yang tidak berjamur. jagung pada P0 menghasilkan silase yang tidak
Hasil fermentasi silase jerami jagung ada jamur tetapi berbau agak busuk hal ini
pada P0 dan P1 mendapatkan scor 3,3 hal ini dikarenakan bukan jamur yang berkembang
berbeda nyata dengan P2 dan P3 yang tetapi clostridia menghasilkan asam butirat
disimpulkan bahwa tidak terdapat jamur dalam sehingga silase berbau busuk. Silase jerami
pembuatan silase jerami jagung. Sehingga jagung yang ditambahkan tepung jagung pada
dapat dikatakan semua silase dalam kondisi perlakuan P1, P2 dan P3 menghasilkan silase
baik. Hal ini dapat disebabkan hilangnya yang tidak ada jamur dan tidak busuk. Hal ini

7
disebabkan tepung jagung yang digunakan KESIMPULAN DAN SARAN
sebagai stater mengandung bakteri Kesimpulan
Lactobacillus casei yang menyebabkan Berdasarkan hasil penelitian dapat
penurunan pH pada silase dan menekan disimpulkan bahwa penambahan tepung
pertumbuhan jamur tertentu (Murni, dkk 2008 jagung 30% menghasilkan kualitas fisik silase
dalam Santi, 2012) jerami jagung terbaik.
Saran
Disarankan bagi peternak jika ingin
membuat silase berbahan dasar jerami jagung
menggunakan bahan aditif tepung jagung
. 30% dengan lama fermentasi 14 hari.
DAFTAR PUSTAKA rami. Media Peternakan Vol 34 (1):
69-76.
Abdelhadi, L. O., F. J. Santini, dan G. A.
Gagliostro. 2005. Jagung silase Dinas Peternakan. 2009. Pemanfaatan jerami
suplemen jagung dengan kelembaban jagung sebagai pakan ternak.
tinggi untuk sapi potong yang sedang Budidaya dan Pengembangan
merumput di padang rumput; efek Ternak/Jerami-Jagung.html.
pada kinerja fermentasi rumen dan
pencernaan padang rumput in situ. Driehuis, F. and M. C. Giffel. 2005. Butyric
Anim. Pakan Sci. Technol. 118: 63-78 acid bacteria spores in whole crop
maize silages. In: Silage Production
Anonimus, 1993. Teknik Bercocok Tanam and Utilization. PARK, R.S. and
Jagung. Kanisius. Yogyakarta M.D.STRONGE (Eds.), Wageningen
Academic Publ. The Netherlands pp
Astuti, Ade Pendria., Efni, Yulia. 2015. 271.
Pengaruh Kesempatan Investasi,
Leverage Terhadap Kebijakan Ferreira, G., dan D. R. Mertens. 2005.
Deviden Dan Nilai Perusahaan Pada Chemical and physical characteristics
Perusahaan Manufaktur Yang of corn silages and their effects on in
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. vitro disappearance. Journal of Dairy
Jurnal Tepak Manajemen Bisnis, Vol. Science 88: 4414 – 4425.
VII No. 3. Furqaanida, N. 2004. Pemanfaatan Klobot
Jagung sebagai Subtitusi Sumber
Badan Pusat Statistik 2015. Produksi jagung di Serat Ditinjau dari Kualitas Fisik dan
Indonesia. Platabilitas Wafer Ransum Komplit
untuk Domba. Skripsi. Fakultas
BPTP Sumatera Barat. 2011. Teknologi Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Pembuatan Silase Jagung untuk Pakan Bogor.
Sapi Potong. Badan Litbang Pertanian Ginting, P. 2007. Sistem Pengelolaan
Kementerian Pertanian Republik Lingkungan dan Limbah Industri.
Indonesia. Sumber: Bandung: Yrama Widya.
http//sumbar.litbang.pertanian.go.id
BSN. 1997. Tepung Jagung (SNI 01-3727- Hartadi, S.Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo,
1995). Jakarta: Badan Standarisasi Tillman, A.D,H. S. Lebdosoekojo.
Nasional. 1993. Tabel Komposisi Pakan Untuk
Indonesia. Universitas Gadjah Mada
Davies, D. 2007. Improving silage quality and Press, Yogyakarta.
reducing CO2 emission. http//www. Hermanto. 2011. Ensilase. http://agrobisnis
Improving peternakan. blogspot. com/
2011/03/ensilase.html. 20 mei 2012
Despal, I.G. Permana, S. N. Safarina, dan A. J.
Tatra. 2009. Penggunaan berbagai Hidayat, (2006). Mikrobiologi Industri.
sumber karbohidrat terlarut air untuk Yogyakarta: C.V Andi Offset.
meningkatkan kualitas silase daun

8
Indriani, Y.H., 2007. Membuat Pupuk organik McDdonald, P., R. Edwards, & J. Greenhalgh.
Secara Singkat, Penebar Swadaya, 2002. Animal Nutrition. 6th. New
Jakarta. York
Johnson, L. M., J. H. Harrison, D. Davidson, McDonald I. 1981. A revised model for
C. Hunt, W. C. Mahanna and K. estimation of protein degradability in
Shinners. 2003. Corn silage the rumen. J Agric Sci Camb 96: 251-
management: Effects of hybrid, 252.
maturity, choplength, and mechanical
processing on rate and extent of Murni, R., Suparjo, Akmal dan Ginting, D.L.,
digestion. J. Dairy Sci. 86: 3271 – 2008. Buku ajar teknologi
3299. pemanfaatan limbah untuk pakan.
Laboratorium Makanan, Ternak
Juniawati. 2003. Optimasi Proses Pengolahan
Fakultas Peternakan Universitas
Mi Jagung Instan Berdasarkan Kajian
Jambi.
Preferensi Konsumen. Skripsi.
Departemen Ilmu dan Teknologi Nusio, L.G. 2005. Silage production from
Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. tropical forages. In: Silage Production
IPB. Bogor. and Utilization. PARK, R.S. and M.D.
STRONGE (Eds.). Wageningen
Kamal, M., 1994. Nutrisi Ternak I. Fakultas Academic Publ.,the Netherlands. pp.
Peternakan, Universitas Gadjah 97 – 107.
Mada, Yogyakarta
Prabowo, A. 2011. Pengawetan Dedak Padi
Kaiser, A. G. and J. W. Piltz. 2002. Silage dengan Cara Fermentasi. Available at
production from tropical forages in http://sumsel.litbang.deptan.go.id/inde
Australia. Presented at the XIIIth x.php/ component/content/article/53-
International Silage Conference, 11- it-1/206-dedak-padi. Diakses pada
13th tanggal 23 Juli 2014.
September,2002.http://www.fao.org/ag
/AGP/AGPC/doc/silage/kaiserpapr/ Prabowo, A., Susanti A.E., J. Karman. 2013.
kaise silage Pengaruh Penambahan Bakteri Asam
Laktat Terhadap Ph Dan Penampilan
Kojo, R. M. 2015. Pengaruh penambahan Fisik Silase Jerami Kacang Tanah.
dedak padi dan tepung jagung Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
terhadap kualitas fisik silase rumput (BPTP). Sumatera Selatan.
gajah (Pennisetum purpureum
CV.Hawaii). Jurnal. Zootek Vol. Pratiwi, I., F. Fathul, dan Muhtarudin. 2015.
35(1): 21-29. Pengaruh penambahan berbagai starter
pada pembuatan silase ransum
Kung, L., J. Nylon. 2001. Management
terhadap kadar serat kasar, lemak
Guidelines during Harvest dan Storage
kasar, kadar air, dan bahan ekstrak
of Silage. Di dalam: Proceedings of
tanpa nitrogen silase. Jurnal Ilmiah
Tri State Dairy Conf; Fort Wayne, 17
Peternakan Terpadu 3(3): 116-120.
18 April 2001. Fort Wayne. hlm 1 10.

Kusriningrum, RS., 2010, Buku Ajar Ratnakomala, S., Ridwan, R., Kartina, G., dan
Perancangan Percobaan, Fakultas Widyastuti, Y. 2006. Pengaruh
kedokteran Hewan Universitas Inokulum Lactobacillus plantarum
Airlangga, Dani Abadi, Surabaya 1A-2 dan 1B-L terhadap kualitas
Silase Rumput Gajah (Pennisetum
Macaulay, A. 2004. Evaluating Silage Quality. purpureum). Jurnal Biodiversitas. 7
http://www. afgric. Gov. Ab. Ca/ (2): 131- 134.
Sdepartment/depsdocs.nsf//all/for4909
.html (Nov 2012). Reksohadiprodjo, S. 1988. Pakan Ternak
Gembala. BPFE, Yogyakarta.

9
Retnani, Y., W. Indah., R. K. Nur., 2011. Silase Komplit. UPT. BPPTK – LIPI,
Produksi Biskuit Limbah Tanaman Yogyakarta. Sumber: Majalah
Jagung Sebagai Pakan Komersial INOVASI
Ternak Ruminansia. Jurnal Ilmu Edisi 5 Desember 2007.
Pertanian Indonesia, April 2011, hlm.
59 – 54 ISSN 0853 – 4217 Vol 16 Subekti, G., Suwarno, dan N. Hidayat, 2013.
No.1. Penggunaan beberapa aditif dan
bakteri asam laktat terhadap
Ridwan, R., S. Ratnakomala, G. Kartika, dan karakteristik fisik silase rumput gajah
Y. Widyastuti. 2005. Pengaruh pada hari ke- 14. Jurnal Ilmiah
penambahan dedak padi dan Peternakan 1(3): 835–841.
Lactobacillus plantarum 1BL-2 dalam
pembuatan silase rumput gajah Syamsu, J. A., L. A. Sofyan, K. Mudikdjo dan
(Penisetum purpureum). Jurnal Media E. G. Sa'id. 2003. Daya Dukung
Peternakan-IPB. 28 (3): 117-123. Limbah Pertanian Sebagai Sumber
Pakan Ternak Ruminansia di
Safarina. 2009. Optimalisasi Kualitas Silase Indonesia. Wartazoa 13(1) : 30-37.
Daun Rami (Boehmeria nivea, L.
GAUD) Melalui Penambahan Syarifuddin, N. A, 2006. Karakteristik dan
Beberapa Zat Aditif. Jurusan Ilmu Persentase Keberhasilan Silase
Nutrisi dan Teknologi Pakan. Rumput Gajah pada Berbagai Umur
Fakultas Peternakan, Institut Pemotongan. Fakultas Peternakan
Pertanian Bogor, Bogor. Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru. Banjarmasin.
Santi, L.P. dan D.H. Goenadi. 2012.
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi.
Pemanfaatan biochar asal cangkang
Surabaya: UNESA Pres.
kelapa sawit sebagai bahan pembawa
mikroba pemantap agregat. In Tillman, A.D., H. Hartadi, S.
Handayanto (Ed). Proceeding Seminar Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo,
Nasional Biochar, Malang 26-27 Juni dan S. Lebdosoekojo, 1989. Ilmu
2012. Buana Sains. Tribuana Press. Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta:
12(1):7-14 Gadjah Mada University Press
Santoso, Soegoeng dan Anne Lies Ranti, 2009, Toharmat, T., N. Hotimah., E. Nursasih, R.
Kesehatan dan Gizi, Jakarta, Rineka Nazilah, T. Q. Noerzihad, N. A. Sigit,
Cipta dan R. Yuli. 2007. Status Ca, Mg dan
Zn pada kambing peranakan etawah
Saun, R. J. V. and A . J. Heinrichs. 2008. muda yang diberi ransum bentuk mash
Troubleshooting Silage Problems: dengan pakan sumber serat berbeda.
How To Identify Potential Problem. Med. Pet. 30(2): 71-78.
Proceddings of the mid-atlantic
conference; pennsylvania, 26 – 26 Trung, T.S., C. Tabuc, S. Bailly, A. Querin, P.
may 2008. Penn state’s collage. Pp. 2 Guerre and J.D. Bailly. 2008. Fungal
–10. mycoflora and contamination of maize
from Vietnam with AFL B1 and
fumonisin B1. World. Myco. J. 1: 87 –
Siregar, S.B. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. 94.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Umam, S., N.P. Indriani dan A. Budiman.
Soeharsono. 2010. Probiotik. Basis Ilmiah, 2014. Pengaruh tingkat penggunaan
Aplikasi dan Aspek Praktis. Widya tepung jagung sebagai aditif pada
Padjajaran. Bandung. silase rumput gajah (Pennisetum
purpureum) terhadap asam laktat, NH3
Sofyan, A. dan Febrisiantosa. A. 2007.
Tingkatkan Pakan Ternak dengan

10
dan pH. Jurnal. Fakultas Peternakan Inokulum Pendegradasi Serat Berbasis
Universitas Padjajaran. Bandung. Limbah Perkebunan Sawit. Prosiding
Seminar nasional Peternakan
Utomo, R. 1999. Teknologi Pakan Hijauan. Berkelajutan 8. 16 November 2016.
Fakultas Peternakan Universitas Yuwono, D. 2005. Pupuk organik, Penebar
Gadjah Mada. Yogyakarta Swadaya, Jakarta
Yunilas. 2016. Peran Mikroorganisme
Indigenous YL (MOIYL) Sebagai

11
12

Anda mungkin juga menyukai