Anda di halaman 1dari 14

KUALITAS KIMIA DAN FISIK SILASE TANAMAN JAGUNG (Zea mays) PADA BERBAGAI

UMUR PANEN

CHEMICAL AND PHYSICAL QUALITY OF CORN (Zea mays) SILAGE AT VARIOUS OF


HARVESTING AGE

Nuromat1, Niken Astuti2, Lukman Amin3

Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Jl. Wates Km. 10, Yogyakarta 55753
Email : Nurohmat3197@gmail.com

INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas kimia dan fisik silase tanaman jagung pada berbagai
umur panen. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret sampai dengan 2 Juni 2021. Penanaman dan
pembuatan silase tanaman jagung dilakukan di Dusun Belater, Desa Sempol, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten
Wonosobo, Jawa Tengah. Analisis nutrien dilakukan di Laboratorium Produksi Ternak, Fakultas Agroindustri,
Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola
searah yang terdiri dari tiga (3) perlakuan dan tiga (3) ulangan. Perlakuan penelitian ini menggunakan tanaman
jagung umur panen 55 hari (P1), 70 hari (P2) dan 85 hari (P3). Variabel yang diamati adalah kualitas kimia
(bahan kering, protein kasar dan serat kasar) dan kualitas fisik (pH, aroma, keberadaan jamur, tekstur dan
warna). Data dianalisis menggunakan Analysis of Variance ( ANOVA), jika terdapat perbedaan yang nyata
dilanjutkan dengan uji Duncan’s New Multiple Range Test (DRMT). Hasil penelitian menunjukkan rerata
kualitas kimia dan fisik silase tanaman jagung P1, P2 dan P3 berturut-turut adalah bahan kering 17,32, 19,99
dan 22,05 %; protein kasar 16,09, 13,33 dan 11,67 %; serat kasar 38,85, 37,87 dan 34,57 %; nilai pH 3,23, 3,70
dan 3,56; aroma 4,40, 4,47 dan 4,53; keberadaan jamur 4,67, 5,00 dan 5,00; tekstur 4,77, 4,80 dan 4,70 dan
warna 4,73, 4,83 dan 4,83. Hasil analisis variansi pada kualitas kimia menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05) pada bahan kering, protein kasar dan serat kasar. Hasil analisis variansi pada kualitas fisik
menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada nilai pH tetapi berbeda tidak nyata (P>0,05) pada nilai
aroma, keberadaan jamur, tekstur dan warna. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa umur panen yang
tepat untuk menghasilkan kualitas kimia dan fisik silase tanaman jagung terbaik pada umur panen 85 hari.

Kata Kunci : Silase Tanaman Jagung, Kualitas kimia dan fisik silase, Umur Panen.

ABSTRACT

This study aims to determine the chemical and physical quality of corn silage at various harvest ages.
This research was conducted from March 10 to June 2, 2021. Planting and making corn silage was carried out
in Belater Hamlet, Sempol Village, Sukoharjo District, Wonosobo Regency, Central Java. Nutrient analysis was
carried out at the Livestock Production Laboratory, Faculty of Agroindustry, Mercu Buana University,
Yogyakarta. This study used a completely randomized design (CRD) with one way pattern consisting of three (3)
treatments and three (3) replications. The treatment of this research used maize harvested age of 55 days (P1),
70 days (P2) and 85 days (P3). The variables observed were chemical quality (dry matter, crude protein and
crude fiber) and physical quality (pH, aroma, presence of fungi, texture and color). Data were analyzed using
Analysis of Variance (ANOVA), if there was a significant difference, it was continued with Duncan's New
Multiple Range Test (DRMT). The results showed that the average chemical and physical quality of corn silage
P1, P2 and P3 respectively were dry matter 17.32, 19.99 and 22.05%; crude protein 16.09, 13.33 and 11.67%;
crude fiber 38.85, 37.87 and 34.57 %; pH values 3.23, 3.70 and 3.56; fragrances 4.40, 4.47 and 4.53; the
presence of mushrooms 4.67, 5.00 and 5.00; textures 4.77, 4.80 and 4.70 and colors 4.73, 4.83 and 4.83. The
results of the analysis of variance on chemical quality showed significant differences (P<0.05) in dry matter,
crude protein and crude fiber. The results of the analysis of variance on physical quality showed a significant
difference (P<0.05) in the pH value but not significantly different (P>0.05) in the value of aroma, presence of
fungi, texture and color. Based on the results of the study, it was concluded that the right harvest age to produce
the best chemical and physical quality of corn silage was at harvest age of 85 days.

Keywords : Corn Silage, Chemical and Physical Quality Silage, Harvest Age.
PENDAHULUAN Menurut kuDdonald et al. (2002) silase
Hijauan pakan merupakan sumber merupakan proses pengawetan hijauan pakan segar
makanan utama bagi ternak ruminansia. Hijauan pada kadar air yang masih tinggi melalui proses
pakan dibutuhkan ternak ruminansia untuk fermentasi mikrobial oleh bakteri yang
memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan menghasilkan asam. Prinsip dasar dalam
dan produksinya (Haryanto, 2012). Menurut Gedhe pembuatan silase adalah menghentikan kontak
dan Suryasa (2019) kendala utama dalam antara hijauan dengan oksigen, sehingga dengan
pengembangan usaha perternakan ruminansia di keadaan anaerob bakteri asam laktat akan tumbuh
Indonesia adalah semakin berkurangnya luas lahan dengan mengubah karbohidrat larut air menjadi
untuk menanam hijauan akibat alih fungsi lahan, asam laktat (Kurnianingtyas dkk., 2012). Asam
sehingga mengakibatkan penurunkan produksi laktat yang dihasilkan dalam proses fermentasi
hijauan. Harli (2018) menyatakan bahwa dapat berguna sebagai pengawet hijauan sehingga
produktivitas ternak ruminansia dapat terjaga dapat menghindarkan dari tumbuhnya bakteri
apabila hijauan pakan yang diberikan kualitas dan pembusuk (Ridwan dkk., 2005).
kuantitasnya stabil. Oleh karena itu perlu dilakukan Tanaman jagung bila dimanfaatkan
usaha pencarian sumber hijauan lain yang seluruhnya bersamaan dengan biji dapat
menghasilkan produksi tinggi serta memiliki menghasilkan karbohidrat larut yang dapat
kandungan nutrien yang baik. Salah satu sumber digunakan sebagai sumber bahan aditif untuk
hijauan yang memiliki potensi sebagai sumber mempercepat proses fermentasi. Menurut Despal
pakan dan ketersediaannya melimpah di Indonesia dkk. (2017) tanaman jagung yang dipanen umur 60
yaitu hijauan tanaman jagung (Farda dkk., 2020). – 90 hari memilki kandungan karbohidrat larut
Menurut Tabri (2009) tanaman jagung 11% - 16%. Sedangkan kandungan karobohidrat
merupakan salah satu tanaman serealia terpenting larut yang dibutuhkan untuk menghasilkan silase
di Indonesia, selain sebagai bahan pokok pengganti berkualitas baik yaitu 3-5% (McDdonald et al.,
beras, tanaman jagung juga dapat dimanfaatkan 1991). Dengan demikian penambahan sumber aditif
sebagai sumber hijauan pakan ternak. Tanaman dalam bentuk karbohidrat larut menjadi tidak perlu,
jagung digunakan sebagai hijauan pakan ternak sehingga diharapkan banyaknya sumber
karena menghasilkan biomassa yang tinggi dalam karbohidrat larut dari biji jagung dapat semakin
waktu yang cukup singkat (Susan dkk., 2020). mempercepat menurunkan pH, sehingga dapat
Biomassa jagung merupakan seluruh bagian dari meningkatkan kualitas hasil silase.
tanaman jagung, kecuali akarnya yang dapat Salah satu cara menentukan kualitas
dimanfaatkan sebagai sumber hijauan pakan ternak nutrien pada silase tanaman jagung yang baik
(Farda dkk., 2020). Mateus dan Herniawati, (2011) adalah dengan melakukan pengaturan waktu umur
menyatakan bahwa pemanfaatan tanaman jagung panen. Apabila tanaman jagung dipanen pada usia
sebagai pakan ternak ruminansia menjadikan usaha lebih muda maka produksi biomassanya lebih
peternakan tidak tergantung pada areal/lapangan rendah tetapi kandungan nutrisinya cukup tinggi,
perumputan, dan pada masa yang akan datang dan sebaliknya bila tanaman jagung dipanen pada
populasi ternak ruminansia di Indonesia umur lebih tua, produksi biomassanya semakin
diperkirakan akan berkorelasi positif dengan tinggi namun kandungan nutrisinya semakin
ketersediaan biomas tanaman yang diusahakan rendah. Kualitas silase sangat dipengaruhi oleh
petani maupun perkebunan. kondisi awal bahan tanaman jagung seperti kadar
Pada musim penghujan produksi tanaman air dan kandungan karbohidrat terlarut. Despal dkk.
jagung akan tinggi dan melimpah sehingga dapat (2017) menyatakan bahwa waktu umur panen akan
dimanfaatkan untuk persediaan pakan pada musim menentukan kualitas silase yang dihasilkan dan
kemarau (Muhajirin dkk., 2017), namun hijauan mempengaruhi kandungan nutien bahan kering,
yang masih segar memiliki kandungan air yang protein kasar dan serat kasar. Berdasarkan
masih tinggi. Despal dkk. (2011) menyatakan penjelasan masalah yang diuraikan diatas,
bahwa tingginya kandungan air akan menyebabkan mengingat masih sedikitnya informasi penelitian
pertumbuhan bakteri pembusuk, jamur dan mikroba yang membahas tentang umur panen tanaman
merugikan dapat cepat berkembang sehingga jagung yang baik untuk dibuat silase. Maka
membuat hijauan tidak dapat disimpan dalam dilakukanlah penelitian berjudul ‘Kualitas kimia
waktu yang lama. Oleh karena itu dibutuhkan dan fisik silase tanaman jagung pada berbagai umur
perlakuan untuk mengolah hijauan tanaman jagung panen’.
agar dapat dimanfaatkan seluruhnya. Salah satu
usaha yang dapat dilakukan untuk mengawetkan MATERI DAN METODE
hijauan pakan dengan menerapkan pengawetan Waktu dan Tempat Penelitian
(Trisnadewi dkk., 2016). Teknologi pengawetan
hijauan yang sudah banyak dikenal dan Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal
berkembang di masyarakat salah satunya yaitu 10 Maret sampai dengan 2 Juli 2021 yang terbagi
silase. dalam empat tahap. Tahap pertama yaitu
penamanan, tahap kedua pemanenan tanaman
jagung sesuai dengan umur perlakuan dan tahap Persiapam Lahan
ketiga pembuatan silase tanaman jagung yang Lahan untuk penanaman jagung
bertempat di Desa Sempol dukuh Belater RT. 10, dibersihkan dari vegetasi yang ada, lalu dilakukan
RW. 03, Kec. Sukoharjo, Kab. Wonosobo, Propinsi pengolahan menggunakan cangkul, selanjutnya
Jawa Tengah. Tahap keempat yaitu analisis tanah dibuat petak/bedengan dengan ukuran
proksimat dilakukan di Laboratorium Produksi panjang menyesuaikan luas tanah dan lebar 80 cm.
Ternak, Prodi Peternakan, Fakultas Agroindustri, Jarak antar petak antar blok 60 cm.
Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Penanaman
Materi Penelitian Sebelum ditanam, benih jagung direndam
Alat menggunakan larutan insektisida selama 1 jam.
Alat yang digunakan saat melakukan Senjutnya benih ditanam dengan jarak tanam (60
penelitian yaitu Cangkul, Parang, Mesin chopper, cm x 20 cm, dengan kedalaman lubang tanam 3 cm
silo (plastik kedap udara warna hitam), terpal, tali dan jumlah 2-3 biji perlubang.
rafia, gunting, label, spidol, ember, timbangan,
kamera dan alat tulis. Pemupukan
Alat yang digunakan untuk analisis Pemupukan dilakukan pada saat berumur
proksimat: Gelas timbang (Vochdoos), Timbangan 15 – 40 hari setelah tanam (HST) menggunakan
Analitik (sartorius), Desikator, Tang penjempit, pupuk NPK 350 kg/ha / 3.85 kg per petak, Urea
Oven Pengering, Beker gelas, Kompor listrik, 250 kg/ha/ 2.75 kg per petak dengan cara di tunggal
Gelas ukur, Corong buchner, Desikator, Tanur, disamping tanaman.
Pompa vakum, Timbangan, Alat destilasi, Buret,
Spatula, Kertas saring Whatman, Pipet tetes, Pemeliharaan
cawan, penjepit cawan, pipet, tetes, gelas arloji, Pemeliharaan meliputi: penyulaman,
Erlenmeyer dan Tabung kjeldahl. pembumbunan, Penyiangan dan pengendalian
hama. Penyulaman dilakukan dilakukan pada saat
Bahan tanaman berumur 7 hari setelah tanam.
Bahan yang digunakan dalam penelitian Pembumbunan dilakukan pada saat tanaman jagung
ini yaitu benih jagung hibrida varietas Bisi 18 berumur 30 hari setelah tananam (HST).
dengan umur panen ± 105 hari setelah tanam (HST) Penyiangan dilakuan pada saat tanaman berumur
dari PT. BISI Internasional Tbk, pupuk organik, 30 hari setelah tananam (HST) dan 60 hari setelah
pupuk NPK, urea dan pestisida. tananam (HST). Pengendalian hama telah
Bahan yang digunakan untuk analisis dilakukan karena terjadi gejala penyakit ulat
proksimat: Calium sulfat, natrium hidroksida grayak, dengan penyemprotan menggunakan
(NaOH), natrium tiosulfat, larutan jenuh asam insektisida.
borat, larutan asam klorida (HCl) 0,02 N, indikator
Metilen Blue, larutan H2SO4, aquades dan alkohol. Pemanenan
Pemanenan dilakukan dengan cara
Metode Penelitian memotong 20 cm dari pangkal batang setelah
tanaman jagung berumur 55, 70 dan 85 hari.
Rancangan Penelitian
Rancangan Penelitian yang digunakan Pembuatan Silase
dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap Tanaman jagung setelah berumur 55, 70
(RAL) dengan pola searah yang terdiri dari 3
dan 85 hari kemudian dipanen, selanjutnya
perlakuan dan di setiap perlakuan dilakukan
tanaman jagung dicacah dengan ukuran 3-4 cm
pengulangan sebanyak 3 kali. Adapun perlakuan
menggunakan mesin pencacah rumput (chopper)
sebagai berikut:
untuk memudahkan pencampuran sehingga seluruh
tanaman jagung bisa tercampur rata. Hasil cacahan
P1: Pemanenan tanaman jagung Umur 55 hari kemudian di timbang masing-masing 2 kg per unit
setelah tananam (HST) percobaan, lalu dimasukan ke dalam plastik silo
P2: Pemanenan tanaman jagung Umur 70 hari berukuran 5 kg lapis 2 untuk menghindari
setelah tananam (HST) kebocoran, dengan total keseluruhan terdiri dari 9
P3: Pemanenan tanaman jagung Umur 85 hari unit percobaan. Setelah proses pengepakan selesai
setelah tananam (HST). silo selanjutnya dipadatkan dengan menekan
permukaan silo agar memastikan tidak ada udara
Pelaksanaan Penelitian yang tersisa, kemudian plastik silo diikat
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan menggunakan tali rafia. Silo disimpan pada tempat
terdiri atas beberapa tahapan yaitu: Persiapaan yang terhindar dari sinar matahari dengan lama
lahan, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. fermentasi 21 hari. Dalam penelitian ini tidak
diberikan tambahan bahan aditif apapun. Setelah amonia diuapkan untuk diserap dalam larutan asam
proses fermentasi selesai silo kemudian dibuka, borat. Jumlah nitrogen yang terkandung di tentukan
selanjutnya dilakukan pengujian kualitas fisik dengan titrasi HCl.
silase yang diawali pengujian nilai pH kemudian Cara penentuan kadar protein dilakukan
dilanjutkan uji organoleptik oleh 10 orang panelis berdasarkan metode kjeldahl. Metode ini terdiri
yang meliputi aroma, keberadaan jamur, tekstur dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.
dan warna. Dari masing-masing unit percobaan Pada tahap destruksi, sampel ditimbang sebanyak
selanjutnya diambil sampel seberat 500 gram untuk 0,01- 0,05 gram, kemudian masukan sampel ke
dilakukan uji kualitas kimia silase meliputi (bahan dalam labu kjeldahl. Masukan H2SO4 sebanyak 2
kering, protein kasar dan serat kasar). Pengujian ml dan katalisator 0,002 gr. Labu di letakan pada
kualitas kimia dilakukan dengan mengeringkan alat pemanas hingga larutan menjadi bening (1-1,5
sampel unit percobaan terlebih dahulu kemudian jam). Setelah dingin kemudian mempersiapkan
dibawa menuju Laboratorium Produksi Ternak, tahap destilasi. Tahap destilasi dimulai dengan
Prodi Peternakan, Fakultas Agroindustri, mempersiapkan sampel yang telah didestruksi,
Universitas Mercu Buana Yogyakarta. larutan aquades sebanyak 15 ml, ml NaOH + Thio
sebanyak 8 ml. Tuangkan terlebih dahulu 5 ml
Variabel Penelitian kedalam alat destilasi, kemudian masukan sampel
hasil destruksi bilas dengan larutan sisa dari
Kualitas Kimia Silase aquades 5 ml dan masukan juga NaOH + Thio
Kualitas kimia silase dilakukan dengan kemudian tuangkan sisa dari aquades agar seluruh
menganalisis menggunakan analisis proksimat dapat masuk ke dalam alat destilasi. Sebelum
sesuai standard procedure AOAC (2005) yang destilasi dimulai tambahkan 5 ml H3BO3 dan 3
meliputi : tetes brom kresol berwarna orange kedalam
erlenmeyer. Setelah volume tampungan destilasi
Bahan Kering menjadi 40 ml dan berwarna kebiruan, destilasi
Analisis bahan kering dilakukan dengan dihentikan. Tahap terakhir adalah titrasi. Hasil dari
menggunakan metode oven pada suhu 105℃ destilasi kemudian dilakukan titrasi dengan HCL
(AOAC, 2005). Botol timbang yang akan 0,02 N sampai berwarna orange. Catat Jumlah
digunakan dimasukkan oven minimal 2 jam pada Volume HCl. Perlakuan yang sama dilakukan juga
suhu 105℃, kemudian didinginkan didalam terhadap blangko namun tidak menggunakan
desikator 30 menit sampai mencapai suhu ruang. sampel. Kadar protein dapat diperoleh dengan
Kemudian botol ditimbang bersama dengan sampel rumus:
sebanyak ± 2 gram. Botol yang telah berisi sampel
dimasukan dalam oven pada suhu 105℃ selama
12-24 jam. Botol dipindahkan dengan alat penjepit % Nitrogen = 100%
ke dalam desikator selama ± 30 menit, kemudian
ditimbang. Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot
konstan. Pengujian minimal dilakukan dua kali
(duplo). Kemudian presentase kadar air di hitung Keterangan:
menggunakan rumus: S = volume titrasi sampel
B = volume titran blangko
W = bobot sampel kering
% Kadar air = x 100%. N = normalitas HCl.
Bahan kering = 100 % - Kadar air Serat Kasar
Sampel dalam bentuk halus ditimbang
Keterangan : sebanyak 2 g dan dimasukkan dalam erlenmeyer
B1 : Berat botol timbang dan sampel sebelum 500 ml. kemudian ditambahkan H2SO4 sebanyak
dioven ( Gram) 100 ml dinajutkan proses pendihkan selama 30
B2 : Berat botol timbang dan sampel setelah dioven menit. Setelah itu campuran sampel dengan H2SO4
( Gram). 1,25 % dipanaskan selama 30 menit, kemudian
disaring. Hasil saring kemudian dicuci
Protein Kasar menggunakan larutan NaOH 1,25 % sebanyak 100
Penentuan kadar protein dilakukan dengan ml, dan didihkan kembali selama 30 menit. Setelah
metode mikro kjeldahl (AOC, 2005). Prinsip 30 menit, sampel diangkat dan didinginkan. Sampel
analsis ini adalah menetapkan protein berdasarkan kemudian disaring menggunakan kertas saring
oksidasi bahan – bahan berkarbon dan konvesi Whatman no 41. Residu yang tertinggal dikertas
nitroge menjadi amonia. Selanjutnya amonia whatman dicuci dengan 25 ml aquades, dicuci
bereaksi dengan kelebihan asam membentuk kembali menggunakan Alkohol 95% sebanyak 15
arnonium sulfat. Setelah larutan menjadi basa, ml. Residu bersama dengan kertas saring kemudian
dimasukan ke dlama porselen untuk kemudian Warna
dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 12 Penilaian warna dilakukan oleh 10 orang
jam. Sampel selanjutnya dimasukkan dalam panelis, dimana para panelis mengamati warna
desikator 15 menit dan ditimbang. Sampel yang dengan melihat secara langsung silase di dalam silo
telah di timbang kemudian diabukan menggunakan dan membuat skor pada Tabel 1 untuk nilai kualitas
tanur selama 2 jam dengan suhu 550. Untuk fisik silase.
mengetahui hasil serat kasar dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut: Tabel 1. Penilaian kriteria hasil silase

Kadar Serat Kasar (%) Parameter Penjelasan Skor

Aroma Berbau asam 5


= x 100%
Berbaufsedikit asam 4
Tidak berbau 3
Kualitas Fisik Silase Berbau busuk 2
Evaluasi kualitas fisik silase diketahui Berbau busuk sekali 1
dengan mengeluarkan sampel silase dari dalam silo
yang setelah di fermentasi selama 21 hari. Keberadaan Tidak Berjamur 5
Kemudian di evaluasi menggunakan parameter jamur
penilaian terhadap kualitas fisik dari silase yang Sedikit sekali 4
diamati berdasarkan pH, aroma, keberadaan jamur, Sedikit 3
Tekstur dan warna (Ilham dan Mukhtar, 2018). Banyak ( 2- 5 %) dari 2
Evaluasi kualitas fisik silase diamati dengan uji total silase
organoleptik yang dilakukan oleh 10 orang panelis. Banyak sekali 1
Penilaian untuk setiap kriteria pengamatan kualitas
fisik silase menggunakan skor 1-5. Pengamatan Tekstur Tidak menggumpal, 5
secara fisik dilakukan dengan membuat skor untuk tidak berlendir dan
setiap kriteria penilaian fisik hasil silase yang dapat remah
dilihat pada Tabel 1. Tidak menggumpal dan 4
sedikit berlendir
pH Silase Berlendir 3
Pengukuran pH pada silase dapat
dilakukan menggunakan metode AOAC (2012). Agak lembek, 2
berlendir dan sedikit
Sampel silase sebanyak ± 5 gram dimasukan
kedalam beker gelas yang sebelumnya telah berair
dilembutkan menjadi partikel kecil menggunakan Lembek, Berledir dan 1
gunting, kemudian tambahkan larutkan aquades ± berair
60 ml, homogenkan menggunakan pengaduk, Warna Hijau kekuning- 5
kemudian ukur nilai pH menggunakan pH meter kuningan
yang sebelumnya telah dikalibrasi menggunakan kuning kecoklatan 4
larutan aquades. Coklat 3
Coklat kehitam- 2
Aroma hitaman
Penilaian hasil aroma silase dilakukan Hitam 1
oleh 10 orang panelis, dimana para panelis
membaui silase di dalam silo dan membuat skor Menurut Hidayat (2014).
pada Tabel 1 untuk nilai kualitas fisik silase.

Keberadaan Jamur Analisis Data


Penilaian jamur dilakukan oleh 10 orang Penelitian ini menggunakan Rancangan
panelis, dimana para panelis mengamati dengan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan tiga
melihat keberadaan jamur didalam silo dan perlakuan umur panen yaitu 55 (P1); 70 (P2) dan
membuat skor pada Tabel 1 untuk nilai kualitas 85 hari (P3), masing-masing perlakuan terdiri dari
fisik silase. tiga ulangan. Data yang diperoleh kemudian diolah
menggunakan Ms. Exel dan di analisis statistik
Tekstur menggunakan Analysis of Variance (ANOVA), dan
Penilaian tekstur dilakukan oleh 10 orang jika terdapat perbedaan secara nyata dilanjutkan
panelis, dimana para panelis merasakan tekstur dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD)
dengan meraba silase di dalam silo dan membuat (Astuti, 2007).
skor pada Tabel 1 untuk nilai kualitas fisik silase.
HASIL DAN PEMBAHASAN timbunan cadangan makanan berupa BETN dari
Bahan Kering hasil fotosintesis dan pada akhirnya semakin
meningkatkan kadar bahan kering silase tanaman
Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar jagung. Semakin tua tanaman, maka akan
bahan kering silase tanaman jagung pada perlakuan memberikan kesempatan yang lebih lama untuk
umur panen 55, 70 dan 85 hari berturut-turut adalah hijauan melakukan proses fotosintesis dan
17,32, 19,99 dan 22,05 %. Data selengkapnya dapat penyimpanan nutrisi (Prayoga dkk., 2019). Koten
dilihat pada Tabel 2. dkk. (2014) menyatakan bahwa semakin lama
waktu bagi tanaman untuk berfotosintesis semakin
Tabel 2. Rerata bahan kering silase tanaman banyak akumulasi hasil fotosintasis dalam jaringan.
jagung pada berbagai umur panen (% Menurut Despal dkk. (2011) tinggi
BK) rendahnya kandungan BK silase sangat dipengaruhi
Ulangan oleh kandungan BK awal bahan sebelum ensilase
Perlakuan Rerata dan kehilangan BK selama ensilase. Despal dkk.
I II III
(2017) menyatakan bahwa silase tanaman jagung
P1 16,96 18,24 16,76 17,32±0,80a
yang dipanen pada umur 60, 70, 80 dan 90 hari
P2 19,89 20,10 20,00 19,99±0,10b menghasilkan bahan kering sebelum ensilase dan
P3 21,96 21,69 22,52 22,05±0,42c setelah ensilase berturut-turut adalah 14,30, 17,99,
Keterangan :a,b,c Nilai rerata dengan superskrip 21,09 dan 25,41 % dan setelah ensilase 13,77,
yang berbeda pada kolom yang sama 16,31, 19,83 dan 24,21 %. Menurut Fahruddin
menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). (2014) bahwa penurunan kadar bahan kering pada
silase dikarenakan kemampuan bakteri asam laktat
Hasil analisis variansi (Tabel 2) mulai memanfatkan karbohidrat larut, sehingga
menunjukkan bahwa perlakuan umur panen semakin banyak sumber karbohidrat larut akan
memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) menurunkan kadar bahan kering (Jasin, 2014).
terhadap kadar bahan kering silase tanaman jagung. Köhler et al. (2013) dalam Wakano dkk., (2019)
Berdasarkan hasil uji Duncan’s (Tabel 2) rerata menyatakan bahwa kehilangan kadar bahan kering
kadar bahan kering silase tanaman jagung selama proses ensilase dapat terjadi pada silase
menunjukkan perlakuan P1, P2 dan P3 masing- hijauan rumput sebesar 2-25%, pada hijauan
masing berbeda nyata (P<0,05). Pengaruh umur jagung sebesar 4-19 % dan pada hijauan alfafa
panen terhadap kandungan bahan kering silase sebesar 6-15 %. Hal ini memperkuat bahwa
tanaman jagung dapat dilihat pada gambar 1. kandungan bahan kering silase tanaman jagung
23,00
pada penelitian ini tidak hanya dipengaruhi oleh
22,00
faktor umur namun juga diduga dipengaruhi oleh
21,00
faktor dari proses perombakan yang mengakibatkan
penurunan kandungan bahan kering, sehingga hasil
Bahan Kering %

20,00
19,00
bahan kering pada penelitian ini telah mengalami
18,00 y = -0,0014x2 + 0,3485x + 2,2716
penurunan dari bahan kering sebelum ensilase.
17,00
Protein Kasar
16,00
R² = 0,
15,00
50 60 70 80 90 Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar
Umur Tanaman Jagung ( Hari) protein kasar silase tanaman jagung pada perlakuan
umur panen 55, 70 dan 85 hari berturut-turut adalah
16,09, 13,33 dan 11,67 %. Data selengkapnya dapat
Gambar 1. Grafik rataan kandungan bahan kering dapat dilihat pada Tabel 3.
silase tanaman jagung pada berbagai umur panen.
Tabel 3. Rerata kadar protein kasar silase
Kandungan bahan kering (BK) tanaman jagung pada berbagai umur
merupakan aspek penting dalam penentuan kualitas panen (% BK)
silase. Gambar 1 menunjukkan kadar bahan kering Ulangan
silase tanaman jagung tertinggi diperoleh pada Perlakuan Rerata
I II III
umur panen 85 hari (P3) dan terendah diperoleh
pada umur panen 55 hari (P1). Kandungan bahan P1 16,16 16,21 15,90 16,09±0,16a
kering silase tanaman jagung meningkat seiring P2 13,91 13,02 13,07 13,33±0,50b
dengan bertambahnya umur panen. Meningkatnya P3 12,18 11,33 11,52 11,67±0,44c
kadar bahan kering ini disebabkan karena tanaman Keterangan : a,b,c Nilai rerata dengan superskrip
jagung telah mengalami perubahan fase yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
pertumbuhan dari fase vegetatif menjadi fase perbedaan yang nyata (P<0,05).
generatif dimana semakin banyak asimilat atau
Hasil analisis variansi (Tabel 3) banyak faktor antara lain : Spesies tanaman, umur
menunjukkan bahwa perlakuan umur panen panen, jenis tanah maupun kesuburan lahan
memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) (Hermanto dkk., 2017).
terhadap kadar protein kasar silase tanaman jagung. Menurut Malik (2015) tingginya
Berdasarkan hasil uji Duncan’s (Tabel 3) rerata kandungan protein kasar pada silase juga
kadar protein kasar silase tanaman jagung dipengaruhi oleh besarnya kandungan protein pada
menunjukkan perlakuan P1, P2 dan P3 masing- awal bahan tanaman dan perombakan protein kasar
masing berbeda nyata (P<0,05). Pengaruh umur selama ensilase. Despal dkk. (2017) menyatakan
panen terhadap kandungan protein kasar silase bahwa silase tanaman jagung yang dipanen pada
tanaman jagung dapat dilihat pada gambar 2. umur 60, 70, 80 dan 90 hari menghasilkan protein
17,00 kasar sebelum ensilase dan setelah ensilase
y = 0,0036x2 - 0,6291x + 39,915 berturut-turut adalah 16,75, 13,72, 14,74 dan
16,00
10,71% dan setelah ensilase adalah 14,78, 13,10,
15,00 13,66 dan 10,61%. Saat terjadi proses fermentasi,
Protein Kasar %

R² = 0,96
14,00 protein bahan akan mengalami penguraian. Protein
13,00
kasar akan dirombak menjadi asam amino dan
polipetida yang kemudian diurai lebih lanjut
12,00 menjadi amonia, VFA, dan CO2, kondisi ini akan
11,00 tetap terjadi apabila suplai oksigen mencukupi
10,00 (Ayu, 2012).
Tanaman jagung memiliki kandungan
9,00
karbohidrat larut yang tinggi terutama pada batang
50 60 70 80 90
dan biji jagung. Protein kasar juga dipengaruhi oleh
Umur Panen Tanaman Jagung (Hari)
kandungan karbohidrat larut pada tanaman,
sehingga meningkatkan perkembangan bakteri
Gambar 2. Grafik rerata kandungan protein asam laktat yang menjadikan nilai pH semakin
kasar silase tanaman jagung pada rendah. Rendahnya nilai pH dapat mencegah
berbagai umur panen. terurainya protein kasar selama penyimpanan. Hal
Gambar 2 menunjukkan kandungan ini sesuai pendapat Nishino et al. (2003) dalam
protein kasar silase tanaman jagung tertinggi Susan dkk. (2020) menyatakan bahwa peningkatan
diperoleh pada umur panen 55 hari (P1) dan karbohidrat terlarut dalam pembuatan silase dapat
terendah diperoleh pada umur panen 85 hari (P3). meminimalisir kehilangan bahan kering dan protein
Kandungan bahan kering silase tanaman jagung kasar selama ensilase. Hal ini memperkuat bahwa
menurun seiring dengan meningktanya umur kandungan protein kasar silase tanaman jagung
panen. Penurunan ini dapat disebabkan karena pada penelitian ini tidak hanya dipengaruhi oleh
tanaman jagung telah mengalami proses perubahan faktor umur namun juga diduga dipengaruhi oleh
pertumbuhan dari fase vegetatif menjadi generatif faktor dari proses perombakan yang mengakibatkan
dimana terjadi perpindahan penyimpanan nitrogen penurunan kandungan protein kasar, sehingga hasil
dari bagian vegetatif tanaman kebagian tongkol protein kasar pada penelitian ini telah mengalami
untuk proses pembentukan biji jagung. penurunan dari bahan kering sebelum ensilase.
Menurunnya kadar protein kasar silase tanaman
jagung juga disebabkan karena meningkatnya Serat Kasar
persentase proporsi batang dibanding daun.
Savitri dkk. (2013) menyatakan bahwa Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar
helai daun mempunyai kandungan protein yang serat kasar silase tanaman jagung dengan umur
lebih tinggi dibandingkan dengan bagian kelopak panen 55, 70 dan 85 hari berturut-turut adalah
daun dan batang. Farda dkk. (2020) menambahkan 38,85, 37,87 dan 34,57 %. Data selengkapnya dapat
bahwa daun pada tanaman muda memiliki dilihat pada Tabel 4.
kandungan protein kasar lebih tinggi dibandingkan
daun umur tua. Semakin tua tanaman maka Tabel 4. Rerata kadar serat kasar silase tanaman
produksi batang dan bunga meningkat, tetapi jagung pada berbagai umur panen (%
produksi daun menurun, hal ini yang BK)
mempengaruhi kandungan protein kasar tanaman Ulangan
(Savitri dkk., 2013). Khusnul (2016) menyatakan Perlakuan Rerata
I II III
bahwa saat umur pemotongan meningkat,
kandungan protein kasar rumput raja secara P1 39,33 39,30 37,93 38,85±0,79b
signifikan akan menunjukkan penurunan dari umur P2 37,98 37,76 37,68 37,87±0,15b
panen 45, 60, 75 hari 90 hari berturut-turut 23,44, P3 32,86 35,62 35,22 34,57±1,49a
20,14, 14, 44 dan 10,49 %. Perbedaan kandungan Keterangan : a,b Nilai rerata dengan superskrip yang
protein kasar pada setiap tanaman dipengaruhi oleh berbeda pada baris yang sama
menunjukkan perbedaan yang nyata selulolitik mampu menghasilkan enzim selulase
(P<0,05). yang dapat merombak selulosa dan hemiselulosa
menjadi komponen yang lebih sederhana, sehingga
Hasil analisis variansi (Tabel 4) secara keseluruhan kadar serat kasar pada semua
menunjukkan bahwa perlakuan umur panen perlakuan dapat menurun. Hal ini sesuai pendapat
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar Jones dkk. (2004) dalam Pratiwi dkk. (2015) bahwa
serat kasar silase tanaman jagung (P<0,05). selama proses fermentasi akan terjadi aktivitas
Berdasarkan hasil uji Duncan’s (Tabel 4) rerata pendegradasian komponen selulosa dan
kadar serat kasar silase tanaman jagung hemiselulosa oleh mikroorganisme bakteri yang
menunjukkan perlakuan P1 dengan P2 berbeda terlibat proses fermentasi. Susan dkk. (2020)
tidak nyata (P>0,05) sedangkan P1 dan P2 berbeda menyatakan bahwa rendahnya kandungan serat
nyata (P<0,05) dengan P3. Pengaruh umur panen kasar pada perlakuan proses ensilase disebabkan
terhadap kandungan protein kasar silase tanaman oleh tingginya aktivitas bakteri selulitik selama
jagung dapat dilihat pada gambar 3. fermentasi. Selama terjadinya fermentasi bakteri
akan mendegradasi selulosa dan hemiselulosa
40,00
sehingga serat kasar hijauan dapat menurun setelah
proses fermentasi.
39,00

38,00 Nilai pH
Serat Kasar %

37,00
Hasil penelitian menunjukkan rerata nilai
36,00 pH silase tanaman jagung pada berbagai umur
y = -0,0049x2 + 0,5395x + 23,926 panen 55, 70 dan 85 hari berturut-turut adalah 3,23,
35,00
3,70 dan 3,56. Data selengkapnya dapat dilihat
34,00
R² = 0,83
pada Tabel 5.
33,00
Tabel 5. Rerata kadar nilai pH silase tanaman
32,00 jagung pada berbagai umur panen
50 60 70 80 90
Umur Panen Tanaman Jagung (Hari) Ulangan
Perlakuan Rerata
I II III
Gambar 3. Grafik rerata kandungan serat kasar P1 3,2 3,2 3,3 3,23a
silase tanaman jagung pada berbagai umur panen. 3,7 3,7 3,7 3,70b
P2
Gambar 3 menunjukkan kandungan serat P3 3,6 3,5 3,6 3,56c
kasar silase tanaman jagung terendah diperoleh Keterangan : a,b,c
Nilai rerata dengan superskrip
pada umur panen 85 hari (P3) dan tertinggi yang berbeda pada baris yang sama
diperoleh pada umur panen 55 hari (P1). menunjukkan perbedaan yang nyata
Kandungan serat kasar silase tanaman jagung (P<0,05).
menurun seiring dengan meningkatnya umur
panen. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hasil analisis variansi (Tabel 5)
Weerakkody et al. (2018) yang mendapatkan data menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan umur
kandungan serat kasar silase tanaman jagung yang panen memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05)
dipanen pada umur 75 dan 90 hari berturut-turut terhadap nilai pH silase tanaman jagung. Hasil uji
adalah 25,14 dan 23,71%. Menurunya kadar serat Duncan’s rerata nilai pH silase tanaman jagung
kasar silase tanaman jagung pada penelitian ini (Tabel 5) menunjukkan bahwa perlakuan P1, P3
diduga disebakan oleh semakin banyaknya dan P2 masing-masing berbeda nyata (P<0,05).
konsentrasi bakteri asam laktat seiring dengan Dapat dilihat rerata nilai pH yang dihasilkan
meningkatnya kandungan karbohidrat larut pada berkisar antara 3,20 – 3,70. Berdasarkan tabel
tanaman jagung. penilaian kriteria silase menandakan bahwa silase
Menurut Despal dkk. (2017) yang dibuat menghasilkan kualitas yang sangat
meningkatnya karbohidrat larut sejalan dengan baik. Hal ini sesuai pendapat Sandi dkk. (2010)
peningkatan proporsi bagian biji. Meningkatnya bahwa kualitas silase dapat digolongkan menjadi
kandungan kandungan karbohidrat larut disebabkan empat kategori yaitu sangat baik (pH 3,2 – 4,2),
karena tanaman jagung telah mengalami proses baik (pH 4,2 – 4,5), sedang (pH 4,5 – 4,8) dan
perubahan pertumbuhan fase vegetatif menjadi fase buruk (pH>4,8). Pengaruh umur panen terhadap
generatif sehingga mulai terjadinya pengisian dan penurunan nilai pH silase tanaman jagung dapat
pematangan biji jagung. Semakin tinggi kandungan dilihat pada gambar 4.
karbohidrat larut aktivitas mikroba bakteri asam
laktat akan semakin meningkat. Menurut
Yanuarianto dkk. (2020) bahwa bakteri asam laktat
merupakan bakteri selulolitik. Bakteri yang bersifat
3,80 meningkatnya proporsi bagian biji jagung.
Ardiansyah dkk. (2016) Menyatakan bahwa
3,70
ketersediaan karbohidrat larut dapat digunakan
3,60 sebagai subtrat bakteri asam laktat untuk
3,50
menghasilkan asam laktat dan asam organik yang
menyebabkan penurunan pH dan menghambat
pH

3,40 y = -0,0013x2 + 0,1978x - 3,6111 bakteri asam butirat. Menurut bangsa (2012)
3,30 R² = 0,96 karbohidrat larut merupakan substrat utama bagi
bakteri asam laktat untuk menghasilkan senyawa
3,20
asam yang mengakibatkan terjadinya penurunan
3,10 pH. Selama proses fermentasi berlangsung terjadi
50 60 70 80 90 aktivitas bakteri asam laktat yang memfermentasi
Umur Tanaman Jagung (Hari) karbohidrat terlarut menjadi asam-asam organik
sehingga pH menjadi lebih rendah dan menjadi
Gambar 4. Grafik rerata nilai pHsilase tanaman lebih asam. Hal ini sesuai pendapat Bangsa dkk.
jagung pada berbagai umur panen. (2015) bahwa semakin banyak karbohidrat larut
yang dapat disediakan maka semakin banyak
Gambar 4 menunjukkan bahwa titik substrat yang di manfaatkan untuk memproduksi
optimum nilai pH terdapat pada umur panen 75 asam laktat dan semakin menurunkan derajat
hari. Nurfauzia dkk. (2020) menyatakan bahwa keasaman (pH).
besarnya nilai pH sangat dipengaruhi oleh
kandungan karbohidrat terlarut (WSC) yang Aroma
terdapat dalam awal bahan. Secara umum hasil
nilai pH pada semua perlakuan menunjukkan pH Hasil penelitian menunjukkan rerata nilai
yang rendah yang mencerminkan hasil pengawetan aroma silase tanaman jagung pada perlakuan umur
sangat baik dan tingginya asam laktat. Pada panen 55, 70 dan 85 hari bertutut- turut adalah 4,4;
perlakuan P1 menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) 4,47 dan 4,53. Data selengkapnya dapat dilihat
lebih rendah dibanding dengan P3 dan P2 pada Tabel 6.
disebabkan karena kandungan gula atau
karbohidrat larut yang terdapat pada batang Tabel 6. Rerata kadar nilai aroma silase tanaman
tanaman jagung tinggi, sehingga dapat mudah jagung pada berbagai umur panen
terlarut dalam proses fermentasi. Menurut Guo et Ulangan
Perlakuan RerataNs
al. (2021) batang jagung umur 55 hari memiliki I II III
kandungan karbohidrat larut sebesar 8,8%. P1 4,3 4,5 4,4 4,40
Sedangkan kandungan karobohidrat larut yang 4,4 4,5 4,5 4,47
P2
dibutuhkan untuk menghasilkan silase berkualitas
P3 4,5 4,5 4,6 4,53
baik yaitu 3-5% (McDdonald et al., 1991), dengan
demikian penurunan nilai pH rendah dapat tetap Keterangan : Ns non signifikan menunjukkan
terjadi. berbeda tidak nyata (P >0,05).
Pada perlakuan P2 menunjukkan berbeda
nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan Hasil analisis variansi (Tabel 6)
P1 dan P3. Hal ini disebabkan karena berbedanya menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan umur
karbohidrat awal bahan. Tanaman jagung yang panen tidak memberikan pengaruh yang nyata
dipanen pada umur 70 hari termasuk dalam (P>0,05) terhadap nilai aroma silase tanaman
tanaman fase generatif dimana sudah terjadinya jagung. Hasil rerata nilai aroma silase pada
proses pengisian dan perkembangan biji jagung. perlakuan P1 sebesar 4,40, P2 sebesar 4,47 dan P3
Tingginya pH pada P2 diduga disebabkan karena sebesar 4,53. Berdasarkan hasil penilaian kriteria
produksi biji jagung masih belum sempurna hasil silase (Tabel 1) maka silase yang dihasilkan
sehingga kandungan karbohidrat larut yang tersedia tergolong sangat baik karena menghasilkan aroma
kurang dan belum mencukupi untuk proses silase yang asam. Hal ini sesuai pendapat Zakariah
fermentasi ke titik stabil, sehingga proses dkk (2015) dalam Wati dkk. (2018) bahwa silase
fermentasi menjadi terhenti dan nilai pH pada P2 dengan aroma asam merupakan silase dengan
cenderung lebih tinggi. kualitas yang baik. Aroma yang asam adalah ciri
Pada perlakuan P3 menunjukkan berbeda khas dari tingginya asam laktat (Naibaho dkk.,
nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan 2017).
nilai pada P2. Hal ini disebabkan karena produksi Hasil analisis variansi (Tabel 6)
biji jagung semakin banyak sehingga kandungan menunjukkan perlakuan P1, P2 dan P3 berbeda
karbohidrat larut yang terdapat dari subtitusi biji tidak nyata (P>0,05) hal ini disebabkan kandungan
jagung semakin tinggi. Menurut Despal dkk. (2017) karbohidrat terlarut yang terdapat pada semua
meningkatnya karbohidrat larut sejalan dengan perlakuan sudah mencukupi untuk mendukung
aktifitas bakteri asam laktat. Aroma asam yang asam. Menurut Achmad dkk (2011) secara
dihasilkan dari aktivitas fermentasi oleh bakteri umum, jamur akan tumbuh optimal pada rentang
asam laktat. Cepatnya pembentukan asam laktat pH 6,5-7,0. Pada nilai pH yang rendah akan
akan disertai dengan meningkatnya kondisi asam menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak
yang akan menyebabkan turunnya pH silase diinginkan, sehingga jamur yang menyebabkan
(Ridwan dkk., 2020). Rendahnya nilai pH akan kebusukan tidak berkembang (Abrar dkk., 2019).
menghasilkan aroma silase yang semakin asam. Aji (2017) menyatakan bahwa dalam keadaan
Hal ini sesuai pendapat Kim et al. (2017) bahwa anaerob jamur tidak dapat tumbuh dan hanya
saat berlangsungnya proses fermentasi, asam bakteri saja yang masih aktif terutama bakteri
organik akan menghasilkan asam laktat dari bakteri pembentuk asam mulai memanfaatkan sumber
anaerob. Asam laktat bekerja secara aktif sehingga karbohidrat larut.
dapat menyebabkan bau asam. Kurnianingtyas dkk. Herlinae dkk. (2016) menyatakan bahwa
(2012) menyatakan bahwa aroma asam yang dalam proses ensilase apabila oksigen telah habis
dihasilkan disebabkan karena bakteri anaerob terpakai maka respirasi akan berhenti dan menjadi
menghasilkan asam organik. anerob. Dalam keadaan demikian jamur tidak dapat
tumbuh dan hanya bakteri yang masih aktif
Keberadaan Jamur terutama bakteri pembentuk asam. Hal ini sesuai
pendapat Santi (2012) menyatakan bahwa bakteri
Hasil penelitian menunjukkan rerata nilai asam laktat akan memanfaatkan sumber
keberadaan jamur silase tanaman jagung pada karbohidrat larut untuk menurunkan pH sehingga
perlakuan umur panen 55, 70 dan 85 hari berturut- jamur maupun bakteri pembusuk tidak dapat
turut adalah 4,67, 5,00, 5,00. Data selengkapnya berkembang.
dapat dilihat pada Tabel 7. Menurut Chalisty dkk. ( 2017) bahwa
tumbuhnya jamur juga dapat terjadi secara
Tabel 7. Rerata nilai keberadaan jamur silase keseluruhan atau sebagian yang disebabkan oleh
tanaman jagung pada berbagai umur bagian permukaan silo masih terdapat adanya
panen oksigen yang memungkinan proses ensilase yang
Ulangan terjadi tidak sepenuhnya anaerob. Kondisi tersebut
Perlakuan RerataNs menyebabkan silase mudah terpapar oksigen
I II III
5 4 5 4,67 sehingga jamur dapat tumbuh dengan
P1
memfermentasi asam laktat dan karbohidrat mudah
P2 5 5 5 5,00 larut. Hal ini sesuai pendapat Purwaningsih (2016)
P3 5 5 5 5,00 bahwa terdapat tumbuhnya jamur pada bagian
Keterangan : Ns non signifikan menunjukkan permukaan silo disebabkan karena bagian
berbeda tidak nyata (P >0,05). permukaan silo mudah terjadi kontak udara bila
dibandingkan pada bagian dalam.
Hasil analisis variansi (Tabel 7)
menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan umur
panen tidak memberikan perbedaan yang nyata Tekstur
(P>0,05) terhadap keberadaan jamur pada silase
tanaman jagung. Hasil rerata nilai keberadaan Hasil penelitian menunjukkan rerata nilai
jamur silase tanaman jagung pada berbagai umur tekstur silase tanaman jagung pada perlakuan umur
panen perlakuan P1 sebesar 4,67, P2 sebesar 5,00 panen 55, 70 dan 85 hari berturut-turut adalah 4,77,
dan P3 sebesar 5,00. Berdasarkan penilaian kriteria 4,80 dan 4,70. Data selengkapnya dapat dilihat
hasil silase pada (Tabel 1) maka silase yang pada Tabel 8.
dihasilkan tergolong sangat baik karena silase
berjamur. Hal ini sesuai pendapat Zailzar dkk. Tabel 8. Rerata nilai tekstur silase tanaman
(2011) bahwa salah satu ciri silase yang baik adalah jagung pada berbagai umur panen
tidak ada atau hanya sedikit tumbuhnya jamur.
Ulangan
Hasil analisis variansi (Tabel 7) Perlakuan RerataNs
menunjukkan perlakuan P1, P2 dan P3 berbeda I II III
tidak nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena P1 4,6 4,8 4,9 4,77
kandungan sumber karbohidrat terlarut yang P2 4,9 4,7 4,8 4,80
terdapat pada semua perlakuan sudah dapat 4,8 4,7 4,6 4,70
P3
memenuhi sebagai sumber energi bakteri asam
Keterangan : Ns non signifikan menunjukkan
laktat selama proses ensilasi sehingga mempercepat
berbeda tidak nyata (P >0,05).
penurunan pH. pH merupakan faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan jamur pada silase.
Hasil analisis variansi (Tabel 8)
Jamur dijadikan sebagai indikator kualitas silase
menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan umur
karena jamur tidak dapat hidup pada lingkungan
panen tidak memberikan pengaruh yang nyata
(P>0,05) terhadap nilai tekstur silase tanaman
jagung. Hasil nilai rerata tekstur silase pada Hasil analisis variansi (Tabel 9)
perlakuan P1 sebesar 4,77, P2 sebesar 4,80 dan P3 menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan umur
sebesar 4,70. Berdasarkan penilaian kriteria hasil panen tidak memberikan pengaruh yang nyata
silase pada (Tabel 1) maka silase yang dihasilkan (P>0,05) terhadap nilai warna silase tanaman
tergolong sangat baik, karena silase tidak memiliki jagung. Hasil rerata nilai warna pada perlakuan P1
tekstur yang menggumpal. Hal ini sesuai pendapat sebesar 4,73, P2 sebesar 4,83 dan P3 sebesar 4,83.
Kojo (2015) bahwa silase yang berkualitas baik Berdasarkan penilaian kriteria hasil silase pada
memperlihatkan tekstur yang tidak menggumpal (Tabel 1) maka silase yang dihasilkan tergolong
dan komponen seratnya tidak mudah terpisahkan. sangat baik karena menunjukkan hasil warna silase
Hasil analisis variansi (Tabel 8) hijau kekuningan hingga kuning kecoklatan. Holik
menunjukkan perlakuan P1, P2 dan P3 berbeda dkk. (2019) menyatakan bahwa silase yang
tidak nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena berkualitas baik memiliki warna hijau kuning-
kandungan karbohidrat terlarut yang terdapat pada kekuningan dan akan terlihat sama dengan warna
semua perlakuan sudah mencukupi sebagai sumber bahan sebelum di ensilase. Daud dkk. (2014)
pertumbuhan bagi bakteri asam laktat selama menambahkan bahwa hasil warna silase
proses fermentasi, sehingga pH yang dihasilkan dipengaruhi dari bahan baku yang digunakan.
menjadi rendah dan asam yang membuat jamur Hasil analisis variansi (Tabel 9)
tidak dapat tumbuh. Hal ini sesuai pendapat Saun menunjukkan perlakuan P1, P2 dan P3 berbeda
dan Heinrichs (2008) bahwa terjadinya tidak nyata (P>0,05) menghasilkan warna silase
penggumpalan dan keberadaan lendir disebabkan yang cenderung sama yaitu hijau kekuningan
oleh adanya aktivitas organisme pembusuk. hingga kuning kecoklatan. Hal ini disebabkan
Menurut Suwitary dkk. (2018) bahwa karena ketersediaan sumber karbohidrat terlarut
banyaknya kandungan karbohidrat mudah larut pada setiap hijauan tanaman jagung tidak
menyebabkan penurunan pH dan menghambat sepenuhnya mempengaruhi hasil warna silase.
pertumbuhan jamur yang menyebabkan tekstur Namun berbedanya warna silase yang dihasilkan
menjadi tidak menggumpal dan tidak berlendir. disebabkan karena efek proses respirasi aerobik
Selain karena banyaknya karbohidrat mudah larut pada awal pembuatan silase yang berlangsung
yang dapat disediakan juga bisa dikarenakan proses ketika suplai oksigen didalam silo masih ada.
pengisian silo yang tepat sehingga dapat Suwitary dkk. (2018) menyatakan bahwa
menciptakan suasana anaerob. Muhammad et al. proses respirasi aerobik akan terus berlangsung
(2017) menyatakan bahwa proses pengisian silo sampai ketersediaan oksigen pada tanaman habis.
baik dan cepat serta kondisi anaerobik Proses ini menyebabkan suhu panas dalam silase
menghasilkan suasana asam yang tepat sehingga meningkat karena gula akan teroksidasi menjadi
bakteri asam laktat dapat bekerja dengan maksimal. CO2,, air dan panas hingga temperatur naik. Suhu
Semakin lama waktu fermentasi maka semakin yang tinggi menyebabkan kerusakan warna pada
meningkat aktivitas enzim dalam mendegradasi silase menjadi kecoklatan sampai kehitaman (Kojo
pati, sehingga semakin banyak jumlah air terikat dkk., 2015). Hal ini sesuai dengan pendapat
yang terbebaskan, sehingga membuat tekstur silase Gonzalez dkk. (2007) dalam Sandi dkk. (2010)
tanaman jagung menjadi lunak dan berpori (Lamid bahwa peningkatan suhu tinggi selama proses
dkk., 2012). fermentasi dapat menyebabkan terjadinya
perubahan warna silase sebagai akibat terjadinya
Warna reaksi mailard yang memberikan perubahan warna
kecoklatan sampai kehitaman pada silase.
Hasil penelitan menunjukkan rerata nilai
warna silase tanaman jagung pada perlakuan umur KESIMPULAN
panen 55, 70 dan 85 hari berurut-turut adalah 4,73, Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
4,83 dan 4,83. Data selengkapnya dapat dilihat bahwa umur panen yang tepat untuk menghasilkan
pada dapat dilihat pada Tabel 9. kualitas kimia dan fisik silase tanaman jagung
terbaik pada umur panen 85 hari (P3).
Tabel 9. Rerata nilai warna silase tanaman jagung
pada berbagai umur panen SARAN
Ulangan Disarankan kepada para peternak
Perlakuan RerataNs
I II III ruminansia dalam pembuatan silase tanaman
P1 4,7 4,7 4,8 4,73 jagung sebaiknya menggunakan umur 85 hari (P3).
P2 4,8 4,9 4,8 4,83
P3 4,8 4,8 4,9 4,83
Keterangan : Ns non signifikan menunjukkan
berbeda tidak nyata (P >0,05).
DAFTAR PUSTAKA Kualitas Silase Jagung Di Dataran
Rendah Tropis Pada Berbagai Umur
Abrar, A., A. Fariani, dan Fatonah. (2019). Panen Untuk Sapi Perah Tropical.
Pengaruh Proporsi bagian Tanaman Buletin Makanan Ternak, 104(3), 10–21.
terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput
Gajah ( Pennisetum Purpureum ). Jurnal Farda, F. T., A. K. Wijaya, Liman, Muhtarudin,
Peternakan Sriwijaya, 8(1), 21–27. dan D. Putri. (2020). Pengaruh Varietas
dan Jarak Tanam yang Berbeda
Ardiansyah, K. G. Wiryawan, and P. D. M. H. Terhadap Kandungan Nutrien Hijauan
Karti. (2016). Silage Quality Of Jagung. Jurnal Ilmiah Peternakan
Sorghum Harvested At Different Times Terpadu, 8(21), 83–90.
and Its Combination with Mixed
Legumes or Concentrate Evaluated In Gedhe, B., dan I. Suryasa. (2019). Optimalisasi
Vitro. Media Peternakan, 39(1), 53–60. Pemanfaatan Hijauan Pakan Ternak
(HPT) Lokal Mendukung
Astuti, M. 2007. Pengantar Ilmu Statistik Untuk Pengembangan Usaha Ternak Sapi.
Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jurnal Pastura, 8(2), 118–122.
BINASTI Pub.
Gonzalez, J., ́ J. F. M. Armol, C. A. Rodrıguez,
AOAC. 2005. Official methods of analysis. of the and ́ A. M. ınez. (2007). Effects of
Association of Analytical Ensiling on Ruminal Degradability and
Chemist.Wasingthon, D.C. Intestinal Digestibility of Italian rye-
grass. In Anim Feed Sci Technol (pp.
Ayu, L. D. (2012). Uji Kualitas Silase Singkong 136:38-50).
Utuh (Manihot esculenta) dengan Beda Umur
Panen secara in Vitro sebagai Upaya Guo, L., Y. Lu, , P. Li, L. Chen, ,W. Gou, and C.
Peningkatan Pemanfaatan Pakan Lokal. Zhang. (2021). Effects of Delayed
Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Harvest and Additives on Fermentation
Pertanian Bogor. Bogor. Quality and Bacterial Community of
Corn Stalk Silage. Frontiers in
Bangsa, D., Y.Widodo, dan E. Erwanto. (2015). Microbiology, 12(July), 1–9.
Pengaruh Penambahan Tingkat Tepung
Gaplek pada Pembuatan Silase Limbah Haryanto, B. (2012). Perkembangan penelitian
Sayuran terhadap Kualitas Fisik dan nutrisi ruminansia. Jurnal Wartazoa,
Sifat Kimiawi Silase. Jurnal Ilmiah 22(4), 169–177.
Peternakan Terpadu, 3(3),
Harli, H. (2018). Sistem Integrasi Tanaman –
Chalisty, V. D., R. Utomo, and Z. Bachruddin. Ternak Kambing Untuk Produksi Kakao
(2017). Pengaruh Penambahan Molases, Yang Resilien. Jurnal Ilmu Pertanian,
Lactobacillus Plantarum, Trichoderma 2(1), 1–7.
Viride, dan Campurannya Terhadap
Kualitas Silase Total Campuran Hijauan. Hermanto, B. Suwignyo, dan N. Umami. (2017).
Buletin Peternakan, 41(4), 431. Kualitas Kimia dan Kandungan Klorofil
Tanaman Alfalfa (Medicago sativa L.)
Daud, M., Y. Zulfan, dan A. Muhammad. (2014). dengan Lama Penyinaran dan Dosis
Kualitas Fisik dan Kimia Pakan Dolomit yang Berbeda pada Tanah
Berbahan Dasar Kangkung (Ipomoea Regosol. Buletin Peternakan, 41(1), 54–
Aquatica) Fermentasi Probiotik Dalam 60.
Ransum Itik Pedaging. Prosiding
Seminar Nasional Bioresource Untuk Herlinae, H., Y. Yemima, , dan H. Harat. (2016).
Pembangunan Ekonomi Hijau, IPB Pengaruh penambahan EM4 dan gula
International Convention Center, Bogor, merah terhadap kualitas gizi Sslase
87–97. rumput gajah (Pennesetum purpereum).
Jurnal Ilmu Hewani Tropika, 5(1), 31–
Despal, I. G. Permana, S. N. Safarina, dan A. J. 35.
Tatra. (2011). Penggunaan Berbagai
Sumber Karbohidrat Terlarut Air untuk Hidayat, N. (2014). Karakteristik dan Kualitas
Meningkatkan Kualitas Silase Daun Silase Rumput Raja Menggunakan
Rami. Media Peternakan, 34(1), 69–76. Berbagai Sumber dan Tingkat
Penambahan Karbohidrat Fermentable.
Despal, P. Hidayah, dan D. P. Lubis. (2017). Jurnal Agripet, 14(1), 42–49.
Holik, Y. L. A., L. Abdullah, dan P. D. M. H. Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Karti. (2019). Evaluasi Nutrisi Silase Institut Pertanian Bogor.Bogor.
Kultivar Baru Tanaman Sorgum
(Sorghum Bicolor) dengan Penambahan Mateus, S., dan Herniawati. (2011). Sistem
Legum Indigofera sp. pada Taraf Pertanaman Dan Produksi Biomas
Berbeda. Jurnal Ilmu Nutrisi Dan Jagung Sebagai Pakan Ternak. Seminar
Teknologi Pakan, 17(2), 38–46. Nasional Serealia, 237–242.

Jasin, I. (2014). Pengaruh Penambahan Tepung McDdonald, P., Edwards, R., and Greenhalgh, J.
Gaplek dan Isolat Bakteri Asam Laktat (2002). Animal Nutrition.
dari Cairan Rumen Sapi PO Terhadap
Kualitas Silase Rumput Gajah Muhajirin, Despal, dan Khalil. (2017). Pemenuhan
(Pennisetum purpureum). Jurnal Kebutuhan Nutrien Sapi Potong Bibit
Peternakan Indonesia (Indonesian Yang Digembalakan di Padang
Journal of Animal Science), 14(1), 50– Mengatas. Buletin Makanan Ternak,
55. 104(1), 9–20.

Kim, J. G., J. S. Ham, Y. W. Li, H. S. Park, C. S. Muhammad, N., A. Astuti, R. Utomo, and S.
Huh, and B. C. Park. (2017). Priyono. (2017). Physical Characteristics
Development of a New Lactic Acid Evaluation of Kumpai Minyak Grass (
Bacterial Inoculant for Fresh Rice Straw Hymenachne amplexicaulis ) Silage.
Silage. Asian-Australasian Journal of Proceeding Book of TheThe 7th
Animal Sciences, 30(7), International Seminar on Topical
Animal Production, 2, 200–204.
Koten, B. B., R. D. Soetrisno, N. Ngadiyono, dan
B. Soewignyo. (2014). Perubahan Nilai Naibaho, T., Despal, dan I. G. Permana. (2017).
Nutrien Tanaman Sorgum ( Sorghum Perbandingan Silase Ransum Komplit
Bicolor ( L .) Moench ) Varietas Lokal Berbasis Jabon dan Jerami untuk
Rote Sebagai Hijauan Pakan Meningkatkan Ketersediaan Pakan Sapi
Ruminansia. Jurnal Pastura, 3(2), 55– Perah Berkualitas Secara
60. Berkesinambungan. Buletin Makanan
Ternak, 104(2), 12–20.
Kojo, R. M., D. Rustandi, Y. R. L. Tulung, dan S.
S. Malalantang. (2015). Pengaruh Nurfauzia, N. Sandiah, dan W. Kurniawan, (2020).
Penambahan Dedak Padi Dan Tepung Karakteristik Dan Kualitas Silase
Jagung Terhadap Kualitas Fisik Silase Berbahan Kombinasi Sorgum Stay green
Rumput Gajah (Pennisetum Purpureum Utuh Dengan Indigofera Zollingeriana.
cv. Hawai). Jurnal Zootec, 35(1), 21. Jurnal Ilmiah Peternakan Halu Oleo,
2(1), 57–61.
Kurnianingtyas, I., P. Pandansari, I. Astuti,
Widyawati, dan Supraprayogi. (2012). Nunung. (2012). Silase Ikan untuk Pakan Ternak.
Pengaruh Macam Akselerator terhadap Dinas Peternakan Sulawesi Selatan.
Kualitas Fisik dan Kimiawi Silase Makassar (Indonesia).
Rumput Kolonjono (Brachiaria Mutica).
Tropical Animal Husbandry, 1(1), 7–14. Purwaningsih, I. (2016). Pengaruh Lama
Fermentasi dan Penambahan Inokulum
Khusnul, K. M. A. (2016). Kandungan Nutrisi Dan Lactobacillus plantarum dan
Energi Rumput Raja ( Pennisetum Lactobacilus fermentum terhadap
Purpureum X Pennisetum thypoides ) Kualitas Silase Rumput kolonjino (
pada Umur Panen yang Berbeda. Skripsi. Brachiaria Mutica Forssk). Skripsi.
Universitas Pertanian Bogor. Bogor. Fakultas Sain Dan Teknologi.
Universitas Brawijaya. Malang.
Lamid, M., S. Koesnoto, S. Chusniati, N.
Hidayatik, dan E. V. F. Vina. (2012). Pratiwi, I., F. Fathul, dan Muhtarudin. (2015).
Karakteristik Silase Pucuk Tebu ( Pengaruh Penambahan Berbagai Starter
Saccharum officinarum). Agroveteriner, Pada Pembuatan Silase Ransum
1(1), 5–10. Terhadap Kadar Serat Kasar , Lemak
Kasar, Kadar Air dan Bahan Ekstrak
Malik, M. A. (2015). Pemanfaatan Teknologi Tanpa Nitrogen Silase. Jurnal Ilmiah
Silase Pada Hijauan Tanaman Sorgum. Peternakan Terpadu, 3(3), 116–120.
Tesis. Departemen Ilmu Nutrisi Dan
Ridwan, R., S. G. Ratnakomala, Kartina, dan Y. Suarna,dan I. K. M. Udayana. (2016).
Widyaastuti. (2005). Pengaruh Teknologi Pengawetan Hijauan Sebagai
Penambahan Dedak Padi dan Peningkatan Ketersediaan Pakan di Desa
Lactobacillus plantarum 1BL-2 dalam Sebudi Kecamatan Selat Kabupaten
Pembuatan Silase Rumput Gajah Karangasem. Jurnal Udayana
(Pennisetum purpureum). Media Mengabdi, 15(3), 203–208.
Peternakan, 28(3), 117–123.
Wakano, F., B. Nohong, dan R. Rinduwati. (2019).
Ridwan, M., D. Saefulhadjar, dan I. Hernaman. Pengaruh Pemberian Molases dan Gula
(2020). Kadar Asam Laktat, Amonia dan Pasir Terhadap pH dan Produksi Silase
Ph Silase Limbah Singkong dengan Rumput Gajah (Pennisetum purpureun
Pemberian Molases Berbeda. Majalah sp). Buletin Nutrisi dan Makanan
Ilmiah Peternakan, 23(1), 30. Ternak, 13(1), 1–9.

Sandi, S., E. B. Laconi, A. Sudarman, K. G. Wati, W. S., M. Mashudi, , dan M. Irsyammawati.


Wiryawan, dan D. Mangundjaja. (2010). (2018). Kualitas Silase Rumput Odot
Kualitas Nutrisi Silase Berbahan Baku (Pennisetum Purpureum Cv. Mott)
Singkong Yang Diberi Enzim Cairan dengan Penambahan Lactobacillus
Rumen Sapi dan Leuconostoc Plantarum dan Molasses Pada Waktu
Mesenteroides. Media Peternakan, Inkubasi Yang Berbeda. Jurnal Nutrisi
33(1), 25–30. Ternak Tropis, 1(1), 45–53.

Saun, R., and A. Heinrichs. (2008). Weerakkody, C., W. Nayananjalie, R. Wathsala,


Troubleshooting Silage Problems: How and K. Jayasena. (2018). Influence of
To Identify Potential Problem. Maturity Stages on Nutritional Quality
Proceddings of the Mid-Atlantic of Corn Forage and Corn Silage.
Conference, 2–10. International Journal of Livestock
Research, 08(02).
Savitri, M. V., H. Sudarwati, dan Hermanto.
(2013). Pengaruh Umur Pemotongan Yanuarianto, O., M. Amin, dan S. D. Hasan.
Terhadap Produktivitas Gamal (2020). Komposisi Nutrisi dan
(Gliricidia sepium). Jurnal Ilmu-Ilmu Kecernaan Silase Jerami Jagung yang
Peternakan, 23(2), 25–35. Ditambah Lamtoro dan Molases yang
Difermentasi pada Waktu Berbeda.
Suwitary, E. K. N., L. Suariani, , dan N. M. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Peternakan
Yusiastari (2018). Kualitas Silase Indonesia, 6(1), 16–23.
Komplit Berbasis Limbah Kulit Jagung
Manis Dengan Berbagai Tingkat Zailzar, L., S. Sujono, dan A. Yani. (2011).
Penggunaan Starbio. Jurnal Lingkungan Peningkatan Kualitas dan ketersediaan
Dan Pembangunan, 2(1), 1–7. Pakan untuk Mengatasi Kesulitan di
Musim Kemarau pada Kelompok
Susan, M. D., S. Rudy, W. A. Kusuma, dan Liman. Peternak Sapi Perah. Jurnal Dedikasi,
(2020). Pengaruh Varietas dan Tipe 12–14.
Starter Terhadap Kadar Air, Kadar
Protein Kasar, dan Kadar Serat Kasar
pada Silase Tebon Jagung. Jurnal Riset
Dan Inovasi Peternakan, 4(3), 165–170

Tabri, F. (2009). Teknologi produksi biomas


jagung melalui peningkatan populasi
tanaman. Prosiding Seminar Nasional
Serealia., 978–979.

Trisnadewi, A. A. A. S., I. G. L. O. Cakra, T. G. B.


Yadnya, I. K. M. Budiasa, I. K. M.

Anda mungkin juga menyukai