Anda di halaman 1dari 22

Pengaruh Level Premix Dalam Pakan Komplit Berbasis Limbah Isi Rumen

Terfermentasi Terhadap Profil Darah


(Hematokrit, Eritrosit Dan Leukosit) Pedet Sapi Bali

Effct of premix level In Complete Feding Based On Fermented Rumen


Content Waste On Blood Profile ( Hematocrit, Erythrocytes And Leukocytes)
Balinese Cattle Calves

Yohanes Ramlianus San; Yohanis Umbu Laiya Sobang;Grace Maranatha


Fakultas Peternakan, Kelautan dan Perikanan Universitas Nusa Cendana
Jl. Adisucipto Penfui Kotak pos 104 Kupang 85001 NTT
Telp (0380) 881580. Fax (0380) 881674
Email : ramlianussanyohanes@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh level premix dalam


pakan komplit berbasis limbah isi rumen terfementasi terhadap profil darah
hematokrit, eritrosit, leukosit dan hemoglobin pedet sapi bali. Dalam penelitian ini
menggunakan ternak sapi bali sebanyak empat ekor pada kisaran umur antara 2.5-
3 tahun dengan kisaran berat badan ternak 180-200 kg dengan rataan 191,33 kg.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode experiment, menggunakan
Rancangan Bujur Sangkar Latin (RBSL) dengan 4 perlakuan dan 4 periode
sebagai ulangan. Adapun perlakuan dalam penelitian ini adalah: P 0; Pakan komplit
tanpa premix (Kontrol), P1; Pakan komplit + 0.50% premix, P 2; Pakan komplit +
0.65% premix, P3; Pakan komplit + 0.80% premix. parameter yang diukur dan
dianalisis menggunakan Analisis Ragam bahwa perlakuan berpengaruh tidak
nyata (P>0.05) terhadap hematokrit, eritrosit, leukosit, dan hemoglobin pedet sapi
bali. Nilai rataan dari masing-masing variabel pada setiap perlakuan adalah rataan
eritrosit P0: 9,77 106/µI, P1: 9,78 106/µI, P2:9,72 106/µI, P3:
9,68106/µI,hematokrit P0 33,32%, P1 32,96%. P2 32,72%, P3 32,32%,
hemoglobin P0 11,11 g/dL, P1 10,99 g/dL, P2 10,91 g/dL, P3 10,78 g/dL, dan
leukosit P0 10,06 x 103 /l, P1 10,11 x 103 /l, P2 10,12 x 103 /l, P3 10,09 x

1
103 /l. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu pengaruh level premix dalam pakan
komplit berbasis limbah isi rumen terfementasi terhadap profil darah hematokrit,
eritrosit, leukosit dan hemoglobin pedet sapi bali pada level 0,50%, 0,65% dan
0,80% memberikan pengaruh yang sama antar setiap perlakuan terhadap
hematokrit, eritrosit, leukosit dan hemoglobin pedet sapi bali.
Kata Kunci : hematokrit, eritrosit, leukosit dan hemoglobin

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of premix levels in complete feed
based on fermented rumen waste on the blood profile of hematocrit, erythrocytes,
leukocytes and hemoglobin of Bali cattle calves. In this research, four Bali cattle
were used at an age range of 2.5-3 years with a body weight range of 180-200 kg
with an average of 191.33 kg. The research method used was an experimental
method, using a Latin Square Design (RBSL) with 4 treatments and 4 periods as
replications. The treatments in this study were: P0; Complete feed without premix
(Control), P1; Complete feed + 0.50% premix, P2; Complete feed + 0.65% premix,
P3; Complete feed + 0.80% premix. parameters measured and analyzed using
Analysis of Variance showed that the treatment had no significant effect (P>0.05)
on hematocrit, erythrocytes, leukocytes and hemoglobin of Bali cattle calves. The
average value of each variable in each treatment is the average erythrocyte P0:
9.77 106/µI, P1: 9.78 106/µI, P2: 9.72 106/µI, P3: 9.68106/µI, hematocrit P0
33.32%, P1 32.96%. P2 32.72%, P3 32.32%, hemoglobin P0 11.11 g/dL, P1 10.99
g/dL, P2 10.91 g/dL, P3 10.78 g/dL, and leukocytes P0 10, 06 x 103 /l, P1 10.11
x 103 /l, P2 10.12 x 103 /l, P3 10.09 x 103 /l. The conclusion of this research
is the effect of premix level in complete feed based on fermented rumen waste on
the blood profile of hematocrit, erythrocytes, leukocytes and hemoglobin of Bali
cattle calves at levels of 0.50%, 0.65% and 0.80% giving the same effect between
each treatment on hematocrit, erythrocytes, leukocytes and hemoglobin of Bali
cattle calves.

Keywords: hematocrit, erythrocytes, leukocytes and hemoglobin

2
PENDAHULUAN

Sapi bali adalah sapi lokal yang mempunyai daya kemampuan adaptasi
yang cukup baik dengan lingkungan. Kemampuan tersebut merupakan salah
satu faktor pendukung keberhasilan budidaya ternak sapi (Nurhannah, 2014).
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu daerah penghasil
ternak Sapi Bali. Hal ini terlihat dari meningkatnya populasi sapi potong di
Provinsi NTT, dimana pada tahun 2018 sebesar 1.027.286 ekor, mengalami
peningkatan pada tahun 2020 menjadi 1.188.982 ekor (Ditjen PKH,2020).Pada
umumnya NTT, terdiri dari dua musim yaitu musim hujan (basah) berlangsung
selama 4 bulan dan musim kemarau berlangsung selama 8 bulan. Pada musim
hujan, hijauan makanan ternak melimpah sehingga pertumbuhan ternak cukup
stabil dan cenderung meningkat, sedangkan pada musim kemarau ketersediaan
pakan hijauan sangat kurang dan kualitasnya rendah sehingga berpengaruh
terhadap penurunan produktivitas ternak seperti kematian pedet, penurunan bobot
badan, pertumbuhan lambat, dan penurunan reproduksi(Tahuk dan Dethan, 2010).
Sistem penggemukan sapi potong di pulau Timor (paronisasi) masih
mengandalkan pakan hijauan terutama leguminosa pohon, walaupun memiliki
kualitas yang baik, namun kuantitasnya sangat terbatas karena dipengaruhi oleh
iklim, sehingga kekurangan pakan terutama pada puncak musim kemarau tidak
terhindari, akibatnya produkstivitas ternak sapi dengan sistem ini, berfluktuasi
mengikuti perubahan musim.
Isi rumen adalah salah satu bagian lambung ternak ruminansia atau hewan
memamah biak seperti sapi, kerbau, kambing, dan domba. Rumen terdiri dari
bahan pakan yang biasanya dimakan oleh ternak yang berupa rumput hijauan dan
lain sebagainnya, dan pakan penguat konsentrat. Produksi isi rumen sapi
diindonesia pada tahun 2012 mencapai 240 juta liter, karena baunya kuat, dan
kandungan air yang tinggi sehingga sulit penanganannya, selain itu hasil
pencernaan hewan ruminansia juga menghasilkan gas metana. Hewan-hewan ini
memecah selulosa yang terkandung dalam rumput menjadi molekul yang dapat
diserap oleh rumen dengan bantuan mikrobia anaerob. Selama ini isi rumen hanya

3
dibuang dan sebagian kecil saja yang memanfaatkan sebagai kompos, didalam
rumen tersebut terjadi proses fermentasi oleh mikroorganisme
(bakteri,protozoa,yeast,fungi). Isi rumen merupakan salah satu limbah potong
hewan yang belum dimanfaatkan secara optimal bahkan ada yang dibuang begitu
saja, sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan (Darsono, 2011). Limbah isi
rumen sangat potensial bila dimanfaatkan sebagai bahan pakan karena isi rumen
disamping merupakan bahan pakan yang belum tercerna juga terdapat organisme
rumen yang merupakan sumber vitamin B.
Pakan ternak sangat memegang peranan penting bagi usaha penggembalaan
selain untuk kebutuhan hidup pokok serta untuk kebutuhan produksi. Kekurangan
pakan pada musim kemarau mengakibatkan banyak kendala dalam
penggembalaan sapi potong dikarenakan sistem penggembalaan ternak sapi yang
dilakukan peternak di NTT masih dilakukan tanpa input teknologi yang memadai
terutama dalam aspek pemberian pakan yang dalam pemberiannya ternak hanya
diberi hijauan (rumput dan legum) tanpa memperhatikan aspek kecukupan nutrisi
yang mengakibatkan rendahnya produktifitas sapi Bali penggembalaan hanya
berkisar 0.25-0.30 kg/ekor/hari (Sobang, 2005). Upaya mengatasi kualitas dan
kuantitas pakan adalah dengan pengolahan pakan lokal yang memiliki kandungan
nutrisi yang tinggi dan ketersediaannya cukup. selain itu modifikasi sistem
pemeliharaan secara tradisional kesistem pemeliharaan yang intensif dan
mengikuti model usaha peternakan lahan kering sesuai dengan kondisi alam.
Penambahan premix ke dalam campuran konsentrat dapat meningkatkan
kualitas nutrisi di dalam konsentrat yang bermanfaat dalam mengoptimalkan
produktivitas dan membantu meningkatkan pertumbuhan ternak (Mariyono dan
Romjali, 2007 dalam Akhdiat, T., Widjaya, N., Permana, H., Christi, R. F., &
Suherna, A. (2021). ). Premix merupakan imbuhan pakan (feed additive) atau
pelengkap pakan berupa vitamin, mineral dan asam amino (feed supplement) yang
pemberiannya dicampurkan dalam pakan/ air minum. Premix sendiri mengandung
arti campuran dari berbagai bahan sumber vitamin (premix vitamin) atau sumber
mineral mikro (premix mineral) atau campuran kedua-duanya (premix vitamin-
mineral).

4
Premix ditambahkan untuk mengganti atau mengimbangi berbagai vitamin
yang tersedia secara tidak lengkap dan kehilangan yang terjadi selama proses
pembuatan dan penyimpanan. Tujuan penambahan premix ialah meningkatkan
asupan nutrisi agar ternak mencapai kondisi optimal.
Penambahan premix ke dalam campuran konsentrat dapat meningkatkan
kualitas nutrisi di dalam konsentrat yang bermanfaat dalam mengoptimalkan
produktivitas dan membantu meningkatkan pertumbuhan ternak (Mariyono dan
Romjali, 2007 dalam Akhdiat, T., Widjaya, N., Permana, H., Christi, R. F., &
Suherna, A. (2021). ). Premix merupakan imbuhan pakan (feed additive) atau
pelengkap pakan berupa vitamin, mineral dan asam amino (feed supplement) yang
pemberiannya dicampurkan dalam pakan/ air minum. Premix sendiri mengandung
arti campuran dari berbagai bahan sumber vitamin (premix vitamin) atau sumber
mineral mikro (premix mineral) atau campuran kedua-duanya (premix vitamin-
mineral).
Premix ditambahkan untuk mengganti atau mengimbangi berbagai vitamin
yang tersedia secara tidak lengkap dan kehilangan yang terjadi selama proses
pembuatan dan penyimpanan. Tujuan penambahan premix ialah meningkatkan
asupan nutrisi agar ternak mencapai kondisi optimal.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka akan dilaksanakan penelitian
dengan judul “Pengaruh Level ]Premix Dalam Pakan komplit Mengandung
Limbah Isi Rumen Fermentasi Terhadap Profil Darah (Hematokrit, Eritrosit Dan
Leukosit) Sapi Bali”.

5
MATERI DAN METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kandang laboratorium lapangan milik


Fakultas Perternakan Universitas Nusa Cendana selama empat bulan (± 16
minggu) waktu ini terbagi dalam 4 periode, masing-masing periode terdiri dari 1
minggu masa penyesuaian, 2 minggu masa pengumpulan data dan 1 minggu jeda
sebelum dilanjukan ke periode berikut.
Materi Penelitian
Ternak
Ternak yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ternak sapi
Bali Betina sebanyak 4 ekor, berumur antara 2.5-3 tahun dengan kisaran
berat badan ternak 180-200 kg dengan rataan 191,33 kg.
Kandang
Kandang yang akan digunakan adalah kandang individu sebanyak 4
unit yang masing-masing berukuran 2x1 meter dilengkapi dengan tempat
pakan dan minum.
Pakan
Dalam penelitian ini pakan yang akan diberikan berupa rumput
lapangan dan pakan komplit yang tersusun dari dedak padi, jagung giling,
tepung limbah isi rumen fermantasi, tepung daun gamal, garam, urea dan
premix. Komposisi bahan penyusun pakan pelet tersaji pada Tabel 1.
Berikut.
Tabel 1. Komposisi Bahan Penyusun Konsentrat (%)

Jenis bahan pesentasi


Dedak Padi 20
Jagung Giling 10
Tepung Daun Gamal 22.5
IRF 40
Urea 3
Garam 4
Starbio 0.5
Jumlah 100
Keterangan : IRF ; Isi Rumen Fermentasi

6
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Ransum Perlakuan

CH BET Energi
BO PK LK SK
%B O N
Kode (%B (%B (%B (%B MJ/kg Kkal/kg
K (%B (%B
K) K) K) K) BK BK
K) K)
Isi 84.22 72.80 6.98 1.38 28.31 64.44 36.13 13.31 3,169.21
Rumen
Isi
Rumen 85.19 75.01 9.14 1.54 24.55 64.33 39.78 13.87 3,302.32
Ferment
asi
Pakan 83.41 81.49 16.54 3.19 18.28 61.76 43.48 15.78 3,757.52
Komplit

Peralatan
Peralatan yang akan digunakan peralatan sebagai berikut: Timbangan merek
Excellent dengan kapasitas 1000 kg dan kepekaan 0,5 kg untuk menimbang ternak
sapi, timbangan gantung digital merek Morist scale kapasitas 50 kg dengan
kepekaan 10 gram untuk menimbang pakan hijauan, timbangan duduk digital
merek Camry scale kapasitas 5 kg dengan kepekaan 1 gram untuk menimbang
konsentrat serta alat bantu lainnya berupa sekop, ember, parang, karung dan
terpal.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Latin (RBSL)
dengan 4 perlakuan dan 4 periode sebagai ulangan. Adapun perlakuan dalam
penelitian ini sebagai berikut:
P0 : Pakan komplit tanpa premix (Kontrol)
P1 : Pakan komplit + 0.50% premix
P2 : Pakan komplit + 0.65% premix
P3 : Pakan komplit + 0.80% premix
Pemberian pakan didasarkan pada kebutuhan bahan kering ternak ruminansia
yaitu 3% dari berat badan dengan imbangan hijauaan dan konsentrat 70:30.

7
Prosedur Penelitian
Sebelum penelitian dilaksanakan, ternak sapi ditimbang terlebih dahulu
untuk mengetahui berat badan awal, kemudian ternak sapi tersebut diberi nomor.
Setelah ternak diberi nomor, ternak tersebut dimasukkan ke masing-masing
kandang yang sudah disiapkan.
1. Prosedur Fermentasi Isi Rumen
a. Isi rumen yang diperoleh dari rumah potong hewan (RPH)
dikeringkan terlebih dengan cara dijemur pada suhu ruangan
hingga kering dengan kadar air maksimal 10%, setelah kering isi
rumen siap difermentasi menggunakan starter EM4 peternakan,
b. Pembuatan inoculum
Pembuatan inokulum didasarkan pada berat substrat yang di
fermentasi sebanyak 100kg, diawali dengan menakar starter EM4
5% atau 500ml, gula lontar sebagai sumber energi bagi mikroba
sebanyak 5% atau 500ml, urea sebagai sumber nitrogen non protein
sebanyak 3% atau 300g, semua bahan tersebut dilarutkan dalam 10
liter air.
c. Fermentasi
Siapkan isi rumen ditaburkan pada terpal setebal 1–2 cm lalu
disemprotkan inokulum secara merata menggunakan Spray,
tumpuk kembali isi rumen diatasnya dengan ketebalan yang sama,
lalu disemprotkan lagi, lakukan hal yang sama hingga isi rumen
habis, selanjutnya isi rumen dicampurkan secara merata dan
dimasukan kedalam wadah berupa drum plastik, ditutup rapat
dengan plastik untuk menjaga kelembaban dan suhu tetap stabil
agar fermentasi berjalan secara anaerob. Isi rumen diinkubasi
selama 168 jam/7 hari, setelah waktu fermentasi berakhir, dipanen
dan di angin-aginkan serta keringkan pada suhu ruangan untuk
selanjutnya digunakan sebagai bahan campuran pakan konsentrat.

8
2. Proses pencampuran pakan
Penyiapan bahan pakan penyusun dan penimbangan sesuai
presentase pada Tabel 1. Setelah ditimbang, bahan penyusun pakan
konsentrat dicampur secara homogen dimulai dari bahan pakan yang paling
sedikit sampai dengan jumlah yang paling banyak dan ditambahkan premix
sesuai perlakuan.
3. Prosedur Pemberian Pakan Dan Air Minum
Pukul 07:00, sedangkan pakan hijauan berupa lamtoro diberikan 10%
dari berat badan setelah pemberian pakan konsentrat. Pemberian Air minum
secara ad libitum dan diganti apabila habis atau kotor.
4. Proses pengumpulan data konsumsi
Pengambilan sampel data konsumsi dilakukan sebelum ransum
diberikan pada ternak. Ransum ditimbang terlebih dahulu dan sisa ransum
ditimbang keesokan harinya sebelum pemberian ransum. Sampel pakan
pemberian diambil ± 1kg untuk dijemur dibawah pada suhu ruangan untuk
mengetahui berat kering udara sebelum dioven untuk mengetahui berat
konstan dan dilanjutkan dengan analisis proksimat.
5. Prosedur penampungan feses
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara feses ditampung
setiap hari selama 1x24 jam ditimbang, dicatat berat segarnya dan
disemprotkan larutan asam sulfat agar kandungan nutrisi dalam feses tidak
menguap ketika dijemur. Kemudian diambil sampel sebanyak 10% dari
feses segar untuk dijemur. Setelah kering feses ditimbang dan dicatat
beratnya, kemudian disimpan dalam kantong yang sudah diberi label sesuai
perlakuan, kegiatan ini dilakukan setiap hari selama masa pengumpulan
data. Setelah itu, sampel feses perlakuan yang telah dikeringkan tesebut
dikomposit kemudian diambil 10% dari masing-masing perlakuan untuk di
analisis komposisi kimiawin.

9
Parameter Yang Diukur
Parameter yang diukur dalam penelitian ini diukur sesui petunjuk
Laboratorium Patologi Klinik (2004).
1. Eritrosit
Darah diteteskan pada obyek gelas dan dilakukan apusan darah tepi,
kemudian diwarnai sesuai dengan pewarnaan standar laboratorium yang
berlaku (larutan turk). Setelah diwarnai, preparat diobservasi dan dinilai
dibawah mikroskop mulai dari pembesaran 10x10 kemudian 40x10,
pemeriksaan morfologi sel dan hitung jenis dilakukan pada bagian sediaan
yang cukup merata serta tidak terlalu tebal atau tipis. Hal ini ditandai
dengan sebaran eritrost yang saling bersinggungan, namun tidak bertumpuk.
Pemeriksaan dilakukan dengan arah vertikal untuk memastikan semua jenis
sel, tetama yang berukuran besar juga terhitung.
2. Leukosit
Darah diteteskan pada obyek gelas dan dilakukan apusan darah tepi,
kemudian diwarnai sesuai dengan pewarnaan standar laboratorium yang
berlaku (larutan NaCl Fislogis). Setelah diwarnai, preparat diobservasi,
dinilai dan dibawah mikroskop mulai dari pembesaran 10x10 kemudian
40x10, pemeriksaan morfologi sel dan hitung jenis dilakukan pada bagian
sediaan yang cukup merata serta tidak terlalu tebal atau tipis. Hal ini
ditandai dengan sebaran eritrost yang saling bersinggungan, namun tidak
bertumpuk. Pemeriksaan dilakukan dengan arah vertikal untuk memastikan
semua jenis sel, tetama yang berukuran besar juga terhitung.
3. Persentase Hematokrit (%)
Persentase hematokrit ditentukan dengan metode mikrohematokrit
dengan menghitung perbandingan volume komponen eritrosit dan volume
plasma dalam 100 ml darah dan dinyatakan dalam %. (Sastradipradja et al.,
1989).

10
4. Hemoglobin
Hemoglobin memberikan warna merah pada darah dan adanya
hemoglobin dalam eritrosit memungkinkan adanya kemampuan untuk
mengangkut oksigen (frandson, 1996).
Analisis Data
Data yang diperoleh ditabulasi dan dihitung kemudian dianalisis
menggunakan analisis ragam (ANOVA) sesuai Rancangan Bujur Sangkar
Latin untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Apabila terdapat pengaruh yang
nyata maka akan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan, (Steel dan Torrie,
1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Ternak


Ternak yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ternak sapi Bali
Betina sebanyak 4 ekor, berumur antara 2.5-3 tahun dengan kisaran berat badan
ternak 180-200 kg dengan rataan 191,33 kg. massa penyesuaian ternak dilakukan
selama 1 minggu dengan tujuan agar ternak dapat menyesuaikan diri dengan baik
pada pakan dan lingkungan kandang penelitian. Saat penyesuaian hingga
penelitian ternak berada dalam kandang individu berukuran 1,5x2 m berlantai
semen dilengkapi dengan tempat pakan dan minum.
Setelah melewati penyesuaian + 1 minggu, keadaan ternak sudah normal
hanya saja masih sedikit liar apabila ada yang mendekatinya. Keadaan ini dapat
menunjukkan bahwa dengan system dikandangkan dapat terjadi proses
penjinakan, namun membutuhkan waktu yang ralatif lama dimasa penyesuaian
tersebut. Setelah melewati masa penyesuaian terlihat bahwa ternak penelitian
semakin jinak ketika didekati dalam hal pemberian pakan, air minum, dan
pembersihan kandang. Selama penelitian berlangsung sampai akhir penelitian
tidak terlihat adanya pengaruh negatif dari pakan konsentrat yang diberikan pada

11
ternak dan dapat dikonsumsi dengan baik dan beradaptasi dengan pakan tersebut
sesuai perlakuan.
Secara umum keadaan ternak penelitian menunjukkan kesehatan yang baik
dengan penampilan visual sebagai berikut: gerakan lincah apabila mendengar
bunyi atau gangguan dari lingkungan sekitar, mata yang tajam dan tenaga serta
nafsu makan yang baik sehingga selama proses penelitian tidak didapati hal yang
mengganggu.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Eritrosit sapi bali
Sel darah merah terdiri dari 60-70 % air (H2O), 28-35 % hemoglobin (Hb),
matriks organik, dan membran sel non-elastik yang fleksibel (merupakan bentuk
khusus atau bikonkaf) (Salasia dan Hariono, 2010). Hasil analisis laboratorium
terhadap kandungan eritrosit ternak Sapi Bali yang diberikan pakan dengan
pengaruh level premix dalam pakan komplit berbasis limbah isi rumen terhadah
eritrosit peset sapi bali dapat dilihat pada Tabel 3. Berikut.

Tabel 3. Pengaruh perlakuan terhadap eritrosit sapi bali


Perlakuan
Periode Total Rataan
P0 P1 P2 P3
I 9,79 9,82 9,83 9,62 39,06 9,77
II 9,76 9,89 9,74 9,56 38,95 9,74
III 9,78 9,59 9,64 9,87 38,88 9,72
IV 9,75 9,82 9,68 9,66 38,91 9,73
Total 39,08 39,12 38,89 38,71 155,80
Rataan 9,77 9,78 9,72 9,68 9,74
Keterangan : superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
adanya perbedaan antara setiap perlakuan

Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kandungan eritrosit


pada ternak pedet sapi bali yang diberi pakan komplit berbasis limbah isi rumen
terfermentasi dengan level premix yang berbeda berperngaruh tidak nyata
(P>0,05) terhadap kadar eritrosit pedet sapi bali. Pada Tabel 3. Memperlihatkan
bahwa kandungan eritrosit sapi bali yang didapatkan pada penelitian ini berkisar
antara 9,68 106/µI - 9,78 106/µl, dimana nilai tertinggi terdapat pada P1 dengan
nilai rataan yaitu 9,78 106/µl, dan terendah terdapat pada P3 dengan nilai rataan

12
yaitu 9,68 106/µI. Nilai yang didapatkan pada penelitian ini masih berada pada
kisaran normal eritrosit sapi bali, dimana (Roland et al. 2014 dalam HALEK,
Yulius Luan) melaporkan bahwa kisaran normal total eritrosit sapi adalah 4,9-10
x106μl. Jumlah eritrosit yang normal dalam penelitian ini mengindikasikan bahwa
pakan komplit yang diberikan punya potensi dalam memenuhi kebutuhan nutrisi
ternak sapi bali yang kemudian punya sumbangsih dalam pembentukan eritrosit
darah. Hal ini sesuai dengan pendapat Nahak et al. (2021), bahwa jumlah eritrosit
yang normal menunjukkan bahwa ransum yang diberikan mampu memenuhi
kebutuhan nutrisi yang kemudian digunakan untuk menunjang pembentukan
eritrosit darah.
Berdasarkan data pada Tabel 3. bahwa nilai tertinggi yang diperoleh pada
penelitian ini adalah 9,78 106/µl. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
penelitian Adam et al. (2015) yang melaporkan bahwa rataan total eritrosit sapi
bali 4,89 ± 0,53x106 μl. Hal ini diduga karena kandungan protein pada pakan
komplit yang digunakan pada penelitian ini lebih tinggi sehingga sumsum tulang
belakang mampu membentuk eritrosit dalam jumlah yang tinggi. Hal ini sesuai
dengan pendapat Guyton (1989 dalam Yanti, Elisa Gebi, Isroli Isroli, and Teguh
Hari Suprayogi) bahwa eritrosit dibentuk oleh sumsum tulang belakang. Pada
dasarnya sumsum tulang belakang dalam pembentukan eritrosit dalam jumlah
banyak membutuhkan vitamin-vitamin pembentuk eritrosit dan beberapa protein.
Hal ini diperkuat oleh Johnson (1998) yang menjelaskan bahwa pembentukan
eritrosit membutuhkan banyak proses sehingga perlu adanya suplai protein, zat
besi, tembaga dan cobalt dalam jumlah yang cukup.
Menurut Sonjaya (2012), pembentukan sel darah merah terjadi di sumsum
tulang merah. Pada fetus, eritrosit dibentuk juga di dalam hati dan limfa.
Eritropoiesis merupakan suatu proses yang kontinu dan sebanding dengan tingkat
perusakan sel darah merah. Eritropoiesis diatur oleh mekanisme umpan balik
dimana prosesnya dihambat oleh peningkatan level sel darah merah yang
bersirkulasi dan dirangsang oleh anemia. Hal tersebut menyebabkan terjadinya
peningkatan pada sel darah merah yang fungsi utamanya adalah sebagai
pengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Rachied et al. (2014 dalam HALEK, Yulius

13
Luan) menyatakkan bahwa profil darah dapat berubah karena stres, peningkatan
jumlah sel darah merah bertujuan untuk memasok lebih banyak oksigen untuk sel-
sel tubuh, dimana sel darah merah merupakan cerminan dari faktor gizi atau
paparan stres kronis, serta dapat dipengaruhi oleh berbagai mekanisme
homeostatis dalam tubuh.

Pengaruh Perlakuan Terhadap Persentase Hematokrit Darah (%)


Hematokrit merupakan salah satu parameter darah yang mencerminkan
perbandingan sel dan cairan dalam darah dan biasanya kadarnya 3 kali
hemoglobin darah. Indikasi ada rendahnya kadar hematokrit disebabkan oleh
beberapa faktor seperti kekurangan sel darah merah (anemia), terjadinya
pendarahan, adanya leukemia, kekurangan zat-zat makanan dan zat besi,
penghancuran sel darah merah, asam folat, vitamin B12 dan B6, konsumsi air
yang berlebihan dan kerusakan tulang belakang. berikut rataan pengaruh
perlakuan sebagai akibat dari pengaruh level premix dalam pakan komplit
berbasis limbah isi rumen terfermentasi terhadap profil darah pedet sapi bali dapat
dilihat pada Tabel 4. berikut.

Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Nilai Hematokrit (%)


Perlakuan
Periode Total Rataan
P0 P1 P2 P3
I 34,38 33,33 32,35 33,33 133,39 33,35
II 32,35 32,35 30,77 30,56 126,03 31,51
III 32,26 31,03 32,26 31,25 126,80 31,70
IV 34,29 35,14 35,48 34,15 139,06 34,77
Total 133,28 131,85 130,86 129,29 525,28
Rataan 33,32 32,96 32,72 32,32 32,83
Keterangan : tn berpengaruh tidak nyata P>0.05

Berdasarkan data pada Tabel 4. Memperlihatkan bahwa nilai tertinggi yang


didapatkan pada penelitian ini terdapat pada P1 dengan rataan sebesar 33,32%
dan nilai terendah terdapat pada P3 dengan rataan sebesar 32,32%. Rataan kadar
hematokrit yang didapatkan dalam penelitian ini masih berada dalam kisaran
kadar hematokrit normal ternak sapi bali. Kisaran normal hematokrit pada sapi
bali berada pada kisaran 14 - 46%. rataan hasil penelitian yang didapatkan pada

14
penelitian ini tidak berbeda jauh dengan beberapa peneliti lain menyangkut
hematokrit sapi bali diperoleh kisaran 26,0 – 38,7% (Roland et al., 2014;
Diparayoga et al.,2014; Dewi et al., 2018; Perayadhista, 2022). Normalnya kadar
hematokrit yang dihasilkan dalam penelitian ini, dipengaruhi oleh tercukupinya
kebutuhan zat-zat makanan dari ternak penelitian (terutama protein, asam-asam
amino, zat besi, mineral dan vitamin) normalnya kadar eritrosit darah tidak
terjadinya anemia oleh kesehatan ternak yang sehat saat penelitian.
Persentase hematokrit yang didapatkan pada penelitian ini lebih rendah
dibandingkan dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh Dewi et al., (2018)
dengan menggunakan pakan dengan kandungan protein dan energi berbeda pada
sapi bali lepas, hasilnya lebih tinggi yakni (33,32 vs 33,15%) dan apabila
dikomperasi dengan hasil penelitian Roland et al., (2014) pada ternak sapi,
hasilnya jauh lebih tinggi yakni (33,3 vs 26%). Perbedaan kadar hematokrit yang
diperoleh penelitian ini dengan laporan hasil penelitian yang diperoleh para
peneliti lain disebabkan oleh faktor pakan yang digunakan, status fisiologis ternak
penelitian dan faktor lingkungan lainnya.
Kekurangan asam amino dalam pakan dapat mengakibatkan
terjadinya penurunan persentase hematokrit, sebaliknya apabila terjadi dehidrasi
maka akan menyebabkan peningkatan konsentrasi hematokrit. Hasil penelitian
yang diperoleh masih berada dalam keadaan normal artinya ternak sapi bali
yang digunakan memperoleh asupan pakan yang baik sehingga tidak
mempengaruhi persentase hamatokrit dalam tubuh. Hal ini sesuai yang
dinyatakan oleh Bunga et al., (2019) bahwa apabila ternak mengalami
kekurangan pakan, akan menyebabkan nilai persentase hematokritnya menurun,
hal ini karena pakan merupakan hal yang sangat vital dalam proses
hemopoeiesis dan proses eritropoiesis dan minimnya asam amino
dalam pakan dapat menyebabkan penurunan persentase PVC.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian level premix dalam
pakan komplit berbasis limbah isi rumen terfermentasi berpengaruh tidak nyata
(P>0,05) terhadap nilai hematokrit sapi bali. Hasil yang didapatkan pada
penelitian ini bervariasi antar setiap perlakuan dimana persentase nilai hematokrit

15
tertinggi terdapat pada P0 sebesar 33,32% dan terendah terdapat pada P3 sebesar
32,32% Konsentrasi hematokrit yang bervariasi antar perlakuan tersebut
disebabkan oleh tingkat konsumsi pakan yang diberikan kepada ternak penelitian.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Hemoglobin (g/dl)
Hemoglobin merupakan protein yang berfungsi dalam proses pengangkutan
oksigen dan karbon dioksida dari paru-paru menuju kejaringan, begitu juga
sebaliknya. Berikut rataan pengaruh perlakuan sebagai akibat dari pengaruh
pemberian pakan konsentras mengandung isi rumen sapi fermentasi dapat dilihat
pada Tabel 5. Berikut.

Tabel 5. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Hemoglobin (g/dl)


Perlakuan
Periode Total Rataan
P0 P1 P2 P3
I 11,46 11,11 10,78 11,11 44,46 11,12
II 10,78 10,78 10,26 10,19 42,01 10,50
III 10,75 10,34 10,75 10,42 42,26 10,57
IV 11,43 11,71 11,83 11,38 46,35 11,59
Total 44,42 43,94 43,62 43,10 175,08
Rataan 11,11 10,99 10,91 10,78 10,94
Keterangan : tn berpengaruh tidak nyata P>0.05

Dari hasil pada Tabel 5. Terlihat rataan kadar hemoglobin darah ternak
yang mendapat perlakuan P0 sebesar 11,11 g/dl, P1 sebesar 10,99 g/dl, P2 sebesar
10,91 g/dl dan P3 sebesar 10,78 g/dl. Memperlihatkan bahwa kadar hemoglobin
yang didapatkan pada penelitian ini berkisar antara 10,78 g/dL sampai 11,11 g/dL
dimana rataan nilai tertinggi yang didapkan pada penelitian ini terdapat pada P0
sebesar 10,78 g/dL dan nilai terendah terdapat pada P3 sebesar 10,78 g/dL.
kisaran nilai hemoglobin yang diperoleh pada penelitian ini masih berada
dalam kisaran normal sesuai Dharmawan (2002) yang melaporkan bahwa kadar
hemoglobin normal pada sapi bali sebesar 8,0-15,0 g/dL dan Jain, (1986) dikutip
Mandja, (2014) yang menyatakan bahwa kisaran kadar hemoglobin darah normal
8-14 gr/dl. Dalam kaitannya dengan peningkatan kadar hemoglobin sangat

16
tergantung dari kandungan nutrisi pakan yang dikonsumsi dan diserap oleh ternak.
Berdasarkan hasil pengukuran kadar hemoglobi, kondisi kesehatan ternak sapi
bali ditinjau dari kadar hemoglobinnya masih dalam range normal. Hemoglobin
sangat bermanfaat dalam mengikat oksigen dalam darah. Peningkatan kadar
hemoglobin pada tubuh ternak dapat menyebabkan peningkatan efisiensi
pertukaran oksigen dan karbondioksida, sedangkan jika terjadi penurunan kadar
hemoglobin dapat menghambat metabolisme Astuti dkk., (2008).
Dalam kaitan dengan peningkatan kadar hemoglobin sangat tergantung dari
kandungan nutrisi pakan yang di konsumsi dan diserap oleh ternak. Tinggi
rendahnya hemoglobin pada ternak sangat ditentukan oleh aktifitas metabolisme
yang terjadi. Tingi rendahnya nilai hematoligis termasuk hemoglobin dibentuk
oleh breed dan umur ternak Coles, (1974) menyatakan bahwa kadar hemoglobin
dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya adalah umur, spesies, jenis kelamin
serta kulitas dan kuantitas pakan. Semakin baik kualitas pakan yang diberikan,
nutrisi yang dapat digunakan pun tercukupi sehingga darah mengandung kadar
hemoglobin tetap pada keadaan normal.
Menurut Swenso, (1988) bahwa kadar hemoglobin selain dipengaruhi oleh
kecukupan gizi, terutama protein sebagai penyusun hemoglobin, yang dipengaruhi
oleh bangsa, umur, jenis kelamin, dan aktivitas. Menurutnya kadar oksigen dalam
darah menyebabkan kadar hemoglobin dan demikian sebaliknya. Darah memiliki
peranan dalam tubuh ternak antara lain: membawah nutrient, mengangkut
oksigen, dan karbondioksida, serta berperan dalam pengaturan suhu tubuh
Frandson, (1992). hemoglobin adalah protein yang mempunyai daya gabung
dengan oksigen.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh tidak
nyata (P>0,05) terhadap kadar hemoglobin. Hal ini disebabkan karena
keseragaman kandungan protein dan lemak ransum perlakuan (Tabel 2)
menyebabkan keseragaman konsumsi yang berdampak pada keseragaman nilai
eritrosit sehingga ketika mengalami lisis, kadar hemoglobin darah yang dihasilkan
pun tidak jauh berbeda sejalan dengan nilai eritrosit. Menurut Arifin, (2013)
bahwa hemoglobin terdapat dalam eritosit darah, ketika eritrosit mengalami lisis

17
maka hemoglobin darah akan lepas ke dalam plasma. Diperkuat pendapat.
Cunningham, (2002) dikutip Adam et al., (2015) jumlah eritrosit bergantung pada
komposisi lemak dalam pakan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa lemak kasar
dipengaruhi oleh imbangan protein kasar dan energi dalam ransum serta berkaitan
dengan metabolisme NH3 dan VFA. Ditambahkan Astuti dkk., (2008) bila tubuh
kekurangan asupan protein, maka haemoglobin dapat disintesa dari cadangan
protein tubuh. Hal ini sejalan dengan pendapat Schalm et al, (1986) dikutip
Nossafadli dkk, (2014) yang menyatakan bahwa kadar hemoglobin dipengaruhi
oleh kecukupan pakan khususnya protein dalam ransum serta kecernaannya selain
umur, jenis kelamin dan jenis ternak. Wardhana et al., (2001) menyatakan bahwa
factor yang mempengaruhi kadar hemoglobin adalah lingkungan, pakan, dan
metode pemeriksaan. Mitruka dan Rawnsley, (1981) menyatakan tinggi
rendahnya nilai Hb ditentukan oleh nutrien yang diperoleh. Guyton dan Hall,
(1996) menyatakan fungsi utama Hb adalah membawah O2 dalam bentuk
Oksihemoglobin dari paru-paru ke jaringan dan sebalinya CO2 dalam bentuk
Karbosihemoglobin dari jaringan ke paru-paru.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Leukosit Sapi Bali (103/µl)
Leukosit dalam tubuh ternak merupakan unit yang aktif dari sistem antibodi
tubuh yang dibentuk di sumsum tulang dan di jaringan limfa dan oleh Sugiharto,
(2014) dinyatakan bahwa total leukosit dan diferensial leukosit dapat dalam tubuh
memberikan petunjuk dan status kesehatan pada ternak tersebut. berikut rataan
pengaruh perlakuan sebagai akibat dari pengaruh level premix dalam pakan
komplit berbasis limbah isi rumen terfermentasi terhadap leukosit sapi bali dapat
dilihat pada Tabel 6. berikut.

18
Tabel 6. Pengaruh Perlakuan terhadap Nilai Leukosit (103/µl)
Perlakuan
Periode Total Rataan
P0 P1 P2 P3
I 10,42 9,88 10,12 10,14 40,56 10,14
II 9,83 10,16 10,30 10,17 40,46 10,12
III 9,92 10,27 10,24 10,21 40,64 10,16
IV 10,08 10,12 9,82 9,85 39,87 9,97
Total 40,25 40,43 40,48 40,37 161,53
Rataan 10,06 10,11 10,12 10,09 10,10
Keterangan : superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
adanya perbedaan antara setiap perlakuan
Data rataan perlakuan yang dihasilakan pada penelitian ini tertinggi dicapai
oleh P2 dengan rataan 10,12 x 103 /l diikuti P1 sebesar 10,11 x 103 /l
kemudian P3 10,09 x 103 /l dan terendah terdapat pada P0 10,06 x 103 /l.
Dengan demikian, nilai rataan leukosit yang didapatkan pada penelitian ini (Tabel.
6) bervariasi antara 10,06 x 103 /l sampai 10,12 x 103 /l. Rataan kadar leukosit
10,06 x 103 /l - 10,12 x 103 /l tersebut, masih berada dalam kisaran normal.
Nilai total leukosit normal sapi bali yakni 5,1 – 13,3 x 103 /l (Weiss dan
Wardrop, 2010). Menurut Dharmawan (2002), nilai normal sapi berkisar antara
4x10 3 μl sampai 12x103 μl. Sedangkan rataan leukosit yang diperoleh dari
penelitian ini jika disandingkan dengan hasil penelitian Putriningsih et al., (2017),
hasilnya lebih tinggi yakni (8,86 x 103/ l vs 6,98 x 103/ l). Perbedaan kadar
leukosit hasil penelitian ini dengan laporan hasil penelitian yang dilakukan oleh
peneliti lain, disebabkan karena faktor pakan yang digunakan, status fisiologis
ternak penelitian dan faktor lingkungan lainnya.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengaruh level premix dalam
pakan komplit berbasis limbah isi rumen terfementasi tidak berpengaruh nyata
(P>0,05) terhadap kadar leukosit pedet sapi penelitian. Konsentrasi leukosit yang
sama antar perlakuan pakan tersebut lebih disebabkan oleh kandungan nutrisi
ransum perlakuan dan komposisi zat-zat makanan yang digunakan (Tabel 2) oleh
ternak pedet sapi bali. Hal tersebut seperti yang dinyatakan oleh Hartoyo et al.,
(2015) bahwa fungsi leukosit yakni menjaga tubuh ternak dari serangan patogen
melalui fagositosis, menghasilkan antibodi. Jumlah leukosit dalam tubuh

19
tergantung pada kondisi lingkungan, aktivitas biologis, umur dan pakan yang
konsumsi.

BAB I
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pengaruh level premix dalam pakan komplit berbasis limbah isi rumen
terfementasi terhadap profil darah eritrosit, leukosit hematokrit dan hemoglobin
pada level 50%, 65%, 80% memberikan pengaruh yang sama antar perlakuan
terhadap hematokrit, eritrosit, leukosit, dan hemoglobin pedet sapi bali.
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat disarankan agar menggunakan
premix dengan level yang lbih tinggi lgi karena dapat menekan biaya ransum,
namun tidak memberikan dampak negativ terhadap produktivitas ternak,
khususnya kadar hematokrit eritrosit, eukosit dan hemoglobin pedet sapi Bali
penelitian.

20
DAFTAR PUSTAKA

Sobang, Y. U. L. 2005a. Karakteristik sistem penggemukan sapi pola gaduhan


menurut zona agroklimat dan dampaknya terhadap pendapatan petani di
Kabupaten Kupang NTT.Bulletin Nutrisi Fapet Undana. ISSN: 1410-1691.
Edisi Maret Vol. 8 Vol 2

Tanari, M. 2001. Usaha Pengembangan Sapi bali sebagai Ternak Lokal dalam
Menunjang Pemenuhan Kebutuhan Protein asal Hewani di Indonesia.

Talib, C., dan A. R. Siregar. 1998. Faktor-faktor yang mempengaruhi


pertumbuhan pedet PO dan cross breednya dengan Bos Indicus dan Bos
Taurus dalam pemeliharaan tradisional. Prosiding Seminar Nasional
Peternakan dan Veteriner. Bogor, 1-2 Desember 1998.

Koesnoto, S. 2002. Teknologi Manipulasi Nutrisi Isi Rumen Sapi Menjadi Pakan
Ternak Untuk Meningkatkan Produktivitas Dan Kualitas Kambing
Peranakan Etawa. Program Pascasarjana, Universitas Airlangga.
Surabaya.

Bidura, I. G. N. G. 2007. Limbah Pakan Ternak Alternatif Dan Aplikasi


Teknologi. Buku Ajar. Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
Denpasar

Oetoro. 1997. Peluang dan tantangan pengembangan sapi potong. Prosiding


Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 7-8 Januari 1997.

.Surwandi.1997.peran microba rumen pada ternak ruminansi.Balai penelitian


ternak Ciawi.Bogor.13-19

Sobang, Y. U. L. 2005b. “Keragaan dan Strategi Pengembangan Tsernak


Ruminansia di NTT”. Prosiding: Seminar Nasional Peternakan.
Kupang, 30 Sep-02 Okt 2005. Editor : Dr.

21
Kartiaso. Soepranianondo, K. O. E. S. N. O. T. O. Teknologi Manipulasi Nutrisi
Isi Rumen Sapi Menjadi Pakan Ternak untuk Meningkatkan Produktivitas dan
Kualitas Kambing Peranakan Etawa. Diss. UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2002.
ISBN: 979:97017-5-9. Hal: 96-109.

Agus, A. 2008. Panduan Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Ardana Media


Yogyakarta

Indraningsih. Widiastuti dan Sani. 2004. Limbah Pertanian Dan Perkebunan


Sebagai Pakan Ternak : Kendala Dan Prospeknya. Balai Penelitian Veteriner.
Bogor.

Sobang, Y.U.L. 2005. Karakteristik Sistim. Pengemukan Sapi Pola Gaduhan


Menurut Zona Agroklimat dan Swadaya. Jakarta

Suarni, dan Widawati. 2006. Struktur Komposisi Dan Nutrisi Jagung. BPPP,
Bogor

Saptono, E. "Penggunaan Tepung Daun Gamal sebagai Pakan Ayam Pedaging."


Sinar Tani, Yogyakarta (1995).

22

Anda mungkin juga menyukai