Disusun oleh :
Amalia Fadhila Ramadhani A1D016217
Dewi Indah Sari A1D016224
Ficka Noviana A1D116007
A. Latar Belakang
merupakan produk laut yang paling banyak diperdagangkan kedua setelah salmon.
direncanakan dan tidak diatur menyebabkan dampak buruk pada hutan bakau.
Kehilangan bakau yang cepat di seluruh dunia telah meningkat selama beberapa
dekade terakhir, dan budidaya pantai termasuk budidaya udang adalah salah satu
Brasil, Cina, India, Indonesia, Malaysia, Meksiko, Myanmar, Sri Lanka, Filipina,
Thailand, dan Vietnam (UNEP, 2014). Hilangnya hutan bakau mengancam barang
dan jasa ekosistem karena bakau adalah hutan yang secara ekologis dan ekonomis
penting.
Hutan bakau adalah hutan paling kaya karbon di daerah tropis. Rata-rata,
bakau menyimpan karbon 3-4 kali lebih banyak daripada hutan dataran tinggi
tropis (Donato et al., 2011). Namun, tingkat deforestasi mangrove secara global
jauh lebih tinggi daripada tingkat rata-rata hilangnya hutan global (Thomas et al.,
2017). Emisi karbon biru telah meningkat secara serius dengan hilangnya hutan
bakau.
Karbon biru adalah karbon yang disimpan, diasingkan, dan dilepaskan dari
ekosistem pesisir dan laut, termasuk bakau, rawa-rawa asin, dan lamun (Siikamaki
et al., 2012). Emisi karbon dengan gas rumah kaca lainnya (CH4, N2O) telah
diakui sebagai penyebab dominan perubahan iklim. Oleh karena itu, penting untuk
mengurangi emisi karbon biru dari deforestasi hutan bakau oleh budidaya udang
hutan bakau dapat membantu mengurangi emisi karbon biru untuk mitigasi
B. Tujuan
Hutan bakau telah menurun sebesar 30-50% selama setengah abad terakhir
(Donato et al., 2011). Lebih dari 3,6 juta ha hutan bakau global (20% dari total
luas hutan bakau) telah hilang sejak 1980 karena pertanian, akuakultur, eksploitasi
berlebihan, pariwisata, dan urbanisasi. Sebanyak 1,89 juta ha (52%) hilang karena
akuakultur pantai, di mana 1,4 juta ha diakibatkan oleh budidaya udang dan 0,49
kehilangan mangrove (1,69 juta ha) berada di Asia dengan budidaya udang
selama periode 1980-2005, dengan total kerugian 40% dari hutan bakau
bawah tanah, dan biomassa tidak hidup. Bakau memiliki biomassa di atas
lebih dari 80% cadangan karbon biru bakau ada di tanah. Secara global, tanah
Menebang hutan bakau untuk membuat tambak udang melepaskan sejumlah besar
karbon biru dan menghabiskan fasilitas penyimpanan. Stok karbon biru dari
tambak udang terlantar hanya 11% dari bakau. Stok karbon di atas tanah di
tambak udang adalah 91% lebih sedikit dari hutan bakau yang tidak terganggu
karbon biru. Emisi karbon biru yang tinggi dengan ekspansi budidaya udang dapat
memiliki efek buruk pada budidaya udang. Dampak perubahan iklim terhadap
produksi udang telah dikaitkan dengan berbagai variabel iklim, termasuk banjir di
pantai, topan, variasi curah hujan, intrusi air asin, kenaikan permukaan laut, dan
usaha perikanan dengan penanaman bakau, yang diikuti konsep pengenalan sistem
lingkungan (Paruntu et al., 2016). Budidaya udang bakau terpadu adalah bentuk
hutan bakau dapat dimanfaatkan untuk budidaya udang bakau terpadu. Sistem
pertanian ekstensif dan semi intensif biasanya diikuti dalam budidaya udang
bakau terpadu. Peternak menyimpan udang dan benih ikan dari alam melalui
sumber air pasang surut dan tempat penetasan, tetapi mereka tidak menerapkan
pakan dan hampir tidak menggunakan bahan kimia karena mereka bergantung
pada alam. Pemilihan lokasi yang sesuai, vegetasi bakau, spesies pohon bakau,
tipe tanah, kualitas air, air pasang surut dengan fasilitas saluran masuk dan outlet,
dan ekosistem bakau juga dipertimbangkan dalam pertanian terpadu ini (Ahmed et
al., 2017).
Hutan bakau memberi sumbangan berupa bahan organik bagi perairan
sekitarnya. Dengan bantuan mikroorganisme, daun dan ranting bakau yang gugur
diuraikan menjadi makanan bagi hewan laut. Selain itu bahan organik terlarut
yang dihasilkan dari proses dekomposisi dapat menjadi makanan bagi organisme
penyaring (filter feeder) dan hewan pemakan dasar (filter feeded) yang ada di laut.
Sistem perakaran yang ada dan luasnya naungan serta banyaknya bahan organik,
asuhan (nursery ground), dan tempat mencari makan (feeding area) bagi berbagai
jenis ikan, udang, dan berbagai jenis kerang. Selain itu, sistem perakaran yang
lumpur, dan melindungi pantai dari erosi, gelombang pasang, dan angin topan
Guguran daun, biji, batang dan bagian lainnya dari mangrove sering disebut
serasah. Bakau mempunyai peran penting bagi ekologi yang didasarkan atas
bahan organik ini merupakan dasar rantai makanan. Serasah dari tumbuhan
mangrove ini akan terdeposit pada dasar perairan dan terakumulasi terus menerus
dan akan menjadi sedimen yang kaya akan unsur hara yang merupakan tempat
yang baik untuk kelangsungan hidup fauna makrobenthos (Ahmed et al., 2017).
perbandingan antara hutan dan tambak sebesar 80% : 20%, diharapkan dapat
meningkatkan produksi per satuan luas dan hasil tangkapan udang. Harapan
tersebut didasarkan pada asumsi bahwa hutan di sekitar kolam yang lebih baik
akan meningkatkan kesuburan kolam dengan banyaknya detritus, yang secara
tidak langsung akan berpengaruh terhadap produksi udang. Lebih lanjut, daun
penyakit ikan dalam tambak. Produksi jatuhan serasah di mangrove akan masuk
mangrove berakibat pada penurunan hasil panen udang (Paruntu et al., 2016).
Menurut Puspita et al. (2005), terdapat beberapa tipe tambak pada sistem
silvofishery, diantaranya adalah (1) tipe empang parit tradisional, (2) tipe
komplangan, (3) tipe empang terbuka, (4) tipe kao-kao dan (5) tipe tasik rejo.
Kegiatan rehabilitasi dengan pola tersebut tentunya tergantung dari kondisi lahan
yang akan dikonversi, sebab tiap pola memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing.
B. Empang.
C. Saluran air.
Jenis ikan yang biasanya dipelihara dalam sistem ini antara lain udang,
bandeng, mujair, belanak, dan jenis lain seperti kepiting. Disamping hasil ikan
yang dibudidayakan dalam sistem tambak tumpang sari sebagai hasil utama,
petani juga masih dapat memperoleh hasil sampingan dari luar tambak berupa
terlarut, pH, transparansi), dan kondisi cuaca (sinar matahari, curah hujan).
mangrove, usia pohon, kerapatan pohon (jumlah pohon per m2),dan daerah
pertanian ditutupi oleh hutan. Praktik pengelolaan yang lebih baik dan
sosial ekonomi dan lingkungan dapat dibedakan dalam budidaya udang bakau
terpadu. Produksi udang dengan integrasi bakau secara ekonomi layak karena
dampak sosial ekonomi dan lingkungan yang merugikan (Ahmed et al., 2017).
Climate regulation
Climate change mitigation
Environmental benefits
Blue carbon
sequestration
Coastal
community
Economic benefits
Social-ecological stability
Climate change adaptation
Penyerapan karbon biru melalui restorasi bakau oleh budidaya udang bakau
terpadu dapat menawarkan berbagai barang dan jasa ekosistem yang mendukung
melindungi daerah dataran rendah dari banjir pantai, siklon, intrusi air laut,
kenaikan permukaan laut, dan erosi garis pantai. Bakau sangat penting untuk
ketahanan terhadap efek iklim pada budidaya udang. Aliran nutrien dari tambak
udang dapat dikurangi oleh hutan bakau untuk mempertahankan kualitas air di
karbon biru. Selain itu, budidaya udang bakau yang terintegrasi dapat membantu
menyerap karbon biru melalui restorasi bakau, yang merupakan aspek penting
Paruntu, C.P., Agung B.W. dan Movrie M. 2016. Mangrove dan pengembangan
silvofishery di wilayah pesisir Desa Arakan Kecamatan Tatapaan Kabupaten
Minahasa Selatan sebagai iptek bagi masrakat. Jurnal LPPM Bidang Sains
dan Teknologi. 3(2):1-25.
Purnamawati, Eko D., Sadri, dan Belvi V. 2007. Manfaat hutan mangrove pada
ekosistem pesisir (studi kasus di Kalimantan Barat). Jurnal Media
Akuakultur. 2(1):156-160.
Siikamaki, J., J.N. Sanchirico, S. Jardine, D. McLaughlin, and D.F. Morris. 2012.
Blue carbon: Global options for reducing emissions from the degradation
and development of coastal ecosystems. Resources for the Future,
Washington DC.