Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH MOBILISASI FISIK

Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Ilmu Dasar Keperawatan Enam


Koordinator Mata Kuliah : Chatarina S, S.Kep., Ners., M.kep
Fasilitator : Dewi Umu Kulsum, S.Kep., Ners., M.kep

Oleh : TUTOR C
Ketua Tutor 1 : Endang Nurhayati 213117045
Scriber 1 : Tantri Dinda Yustika 213117061
Scriber 2 : Mayang Sari Nurhayati 213117098
Anggota : Neng Listiani Fauziah 213117003
Mutiara Putri Ayu Hermawati 213117004
An Nisa Febrilia Putri Santana 213117021
Muhamad Hasan Ansori 213117022
Tita Hartati 213117036
Puja Marlinda Indriani 213117037
Sri Tin Patimah 213117046
Vina Ashri Elfariyani 213117062
Saddam Nur Bintang 213117074
Devara Eka Chitra 213117077
Wulan Yulyanti 213117088
Vevi Ivana Nurmalitha 213117089
Indri Widyasari Gunawan 213117099
Annisa Diah Nurwitasari 213117116
PROGRAM S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI
TAHUN AJARAN 2017/2018
Kata Pengantar
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan tepat waktunya dalam laporan ini kami membahas
mengenai mobilisasi fisik.
Makalah ini dibuat dengan beberapa bantuan dari berbagai pihak
untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan
makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Cimahi, April 2018

Penyusun

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar.................................................................................................................ii
Daftar Isi..........................................................................................................................iii
A. Istilah.........................................................................................................................1
B. Identifikasi Masalah.................................................................................................2
C. Analisa Masalah.......................................................................................................2
D. Identifikasi Penjelasan.............................................................................................2
E. Hipotesa....................................................................................................................4
F. Tujuan Pembelajaran..............................................................................................4
G. Mencari Informasi................................................................................................5
1. Konsep Mobilisasi dan Imobilisasi..........................................................................5
2. Anatomi Fisiologi Muskoloskeletal.......................................................................13
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi dan Imobilisasi.............................18
4. Penatalaksanaan atau Intervensi dari Gangguan Mobilisasi................................22
KESIMPULAN................................................................................................................26
Daftar Pustaka...................................................................................................................iv

iii
Tutorial 2

Ny. Neni usia 70 tahun dibawa ke IGD oleh keluarganya dengan keluhan
jatuh dari tangga, terdapat luka memar pada daerah tibia dan fibula kiri kanan, Ny
Neni tidak bisa menggerakan kaki dan mengangkat daerah bokong, nyeri terasa
pada kaki serta daerah kepala serta bokong. Perawat Rio melakukan pemeriksaan
dan didapatkan ROM (range of motion) dari ekstermitas bawah sangat terbatas,
terdapat luka tertutup didaerah sendi sinostatik dan fibrosa. Saat perawat Rio
melakukan sedikit gerakan pasif abduksi pada ekstremitas bawah, Ny. Neni
berteriak dan tampak kesakitan. Perawat Rio menganjurkan untuk
mengimobilisasikan kaki untuk sementara waktu karena Ny. Neni mengalami
imobilitas fisik.

A. Istilah
1. Sinostatik?
Sendi yang tidak bisa digerakkan, contohnya tulang belakang
(Bersama-sama)
2. Fibrosa?
Sendi yang tidak dapat digerakkan sama sekali karena jarak antar
tulang sangat dekat, contohnya pada antar tulang tengkorak (Vina)
3. Tibia?
Tulang di bagian depan tungkai bawah di depan lutut (Puja)
4. Fibula?
Tulang kecil panjang yang letaknya di sebelah lateral dalam tungkai
bawah (Indri)
5. Imobilitas?
Suatu keadaan atau keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara
mandiri, penurunan kekuatan, dan penurunan masa otot (Neng
Listiani)
Tindakan untuk membuat tidak bisa digerakkan, seperti dengan gips
atau bidai (Tita)
6. Abduksi?

1
Tindakan menggerakkan ekstreminitas menjauhi dari garis tengah
tubuh (An nisa)

B. Identifikasi Masalah
Imobilisasi fisik ekstermitas bawah.

C. Analisa Masalah
1. Apakah keadaan Ny. N dapat mempengaruhi aktifitas Ny. N dalam
jangka panjang? (Mutiara)
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi imobilisasi fisik? (Puja)
3. Kenapa saat Ny. N terjatuh dan ekstermitas bawahnya terbentur
menjadi memar? (Vevi)
4. Apakah perbedaan mobilisasi dan imobilisasi fisik? (saddam)
5. Posisi mobilisasi apa yang diterapkan perawat Rio pada Ny. N?
(Endang)

D. Identifikasi Penjelasan
1. Bisa mempengaruhi, karena kerusakan fibrosa atau ligament itu proses
penyembuhannya cukup lama. Selain daripada itu pemasangan pen
terkadang memberikan kecemasan kepada pasien dalam aktifitas.
Ataupun sisi lain dari tidak oprasi adalah menanti jaringan fibrosa
beregenerasi dengan waktu yang cukup lama. (Tita)
2. a. Faktor fisiologis, psikososial dan faktor perkembangan. (Vina)
b. Cidera tulang, penyakit syaraf (stroke), penyakit jantung, dan
pernafasan. (Annisa D)
c. Faktor fisiologis tubuh setiap orang berbeda-beda tergantung
tingkat keparahan setiap umur, kondisi kesehatan, serta tingkat
imobilisasi yang dialami.
d. Faktor psikososial seperti perubahan status(peran, prilaku).
e. Faktor perkembangan pengaruh terbesar pada anak-anak dan
lansia. (Mutiara)

2
3. Karena saat kulit menerima benturan dapat menyebabkan pecahnya
pembuluh darah maka darah akan bocor dan menyebar ke jaringan
sekeliling, menyebabkan rasa nyeri dan perubahan warna kulit.
(Wulan)
4. Perbedaan:
a. Mobilisasi: kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur.
b. Imobilisasi: kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik
yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang
tersebut. (Indri)
5. Posisi yang cocok untuk Ny. N yang diterapkan oleh perawat Rio yaitu
posisi dorsal recumbent

Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan kedua lutut fleksi
(ditarik atau direnggangkan) di atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan
untuk merawat dan memeriksa serta pada proses persalinan.
Tujuan:
Meningkatkan kenyamanan pasien, terutama dengan ketegangan
punggung belakang.
Indikasi:
a. Pasien dengan pemeriksaan pada bagian pelvic, vagina dan anus
b. Pasien dengan ketegangan punggung belakang.

3
E. Hipotesa

Identitas pasien
Ny. Neni berusia 70 tahun

Keluhan
Memar pada tibia dan fibula
Tidak bisa menggerakkan kaki dan mengangkat bokong
Nyeri terasa pada kaki, kepala serta bokong

Hasil pemeriksaan
seorang perawat terdapat luka tertutup didaerah sendi sinostatis dan
fibrosa
ROM ekstermitas bawah sangat terbatas

Identifikasi masalah
Imobilisasi fisik ekstermitas bawah

Penyebab
jatuh dari tangga

Penatalaksanaan
imobilitas fisik sementara
Pemeriksaan penunjang yaitu poto rontgen pada ekstermitas bawah

F. Tujuan Pembelajaran

Mahasiswa mampu menjelaskan:

4
1. Konsep mobilisasi dan imobilisasi (pengertian, klasifikasi, manfaat,
tujuan).
2. Anatomi dan fisiologi muskoloskeletal.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dan imobilisasi.
4. Penatalaksanaan atau intervensi dari gangguan mobilisasi (obat-obatan dan
perawatan(ROM)).

G. Mencari Informasi

1. Konsep Mobilisasi dan Imobilisasi


(Neng Listiani F, Mutiara Putri A, An Nisa Febrilia, Muhamad Hasan
Ansori, Tita Hartati, dan Puja Marlinda)
a. Pengertian Mobilisasi dan Imobilisasi
Mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.

Jenis mobilisasi:

1) Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk


bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan
interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi
penuh ini merupakan fungsi saraf motorik voluner dan sensorik
untuk daoat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2) Mobilisasi sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan batasan jelas dan tidak mamlu bergerak secara
bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan
sensorik pada area tubuhnya. Mobilisasi sebagian ini dibagi
menjadi dua jenis, yaitu :
a) Mobikisasi sebagian temporer, merupakan kemamouan
individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma
reversible pada sistem muskuloskeletal.

5
b) Mobilisasi sebagian permanen, meruoakan kemamluan
individu unruk bergerak dwngan batasan yang sifatnya
menetap, hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf
yang reversibel.

Pengertian Imobilisasi

Imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat


bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan
(aktivitas), misalnya mengalami trauma tukang belakang, cedera otak
berar disertai fraktur pada ekstremitas,dan sebagainya.

Jenis Imobilisasi:

1) Imobilisasi fisik, merupakan pembarasan untuk bergerak secara


fisik dwngan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi
pergerakan, seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidam
dalat mengubah posisi tubuhnya untuk memgura gi tekanan.
2) Imobilisasi intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami keterbatasan daya pikir, seperti oada pasien yang
mengalamu kerusakan otak akibat suatu penyakit.
3) Imobilisasi emosional, keadaan ketkka seseorang mengalami
pembatasan secara emisional karena adanya perubahan secara tiba-
tiba dalam menyesuaikan diri.
Imobilisasi sosial, keadaan individu tang mengalami hambatan
dalam melakukan ibteraksi sosial karena keadaan penyakitnya
sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

b. Klasifikasi
Klasifikasi mobilisasi dan immobilisasi menurut A. Aziz 2006:
1) Klasifikasi mobilisasi
a) Mobilisasi penuh

6
Bergerak penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi
sosial dan menjalankan peran sehari-hari
b) Mobilisasi sebagian
Bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak
dengan bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik
dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada
pasien cedera atau patah tulang. Mobilisasi sebagian di bagi
menjadi dua, yaitu:
 Mobilisasi sebagian temporer
Kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya sementara. Hal ini dapat disebabkan oleh
trauma pada muskuloskeletal, contohnya adanya
dislokasi sendi dan tulang.
 Mobilisasi sebagian permanen
Kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya menetap. Hal ini bisa terjadi karena
rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya
hemiplegia akibat stroke dan paraplegi akibat cedera
tulang belakang.
2) Klasifikasi immobilisasi
a) Immobilisasi fisik
Merupakan pembatasan pergerakan secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan,
contohnya pada pasien hemiplegi dan fraktur.
b) Immobilisasi intelektual
Kondisi yang disebabkan karena kurangnya pengetahuan untuk
dapat berfungsi sebagaimana mestinya, contohnya pada pasien
yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
c) Immobilisasi emosional
Terjadi akibat proses pembedahan atau kehilangan, contohnya
keadaan stres berat yang dialami pasien.

7
d) Immobilsasi sosial
Kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial yang
sering terjadi akibat penyakit.

c. Dampak Imobilisasi
DAMPAK PERUBAHAN TUBUH AKIBAT
Dampak dari immobilisasi dalam tubuh dapat mempengaruhi
sistem tubuh, seperti perubahan pada metabolisme tubuh,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan dalam kebutuhan
nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan sistem pernafasan,
perubahan krdiovaskular, perubahan sistem muskuloskeletal,
perubahan kulit, perubahan eliminasi (buang air besar dan
kecil), vertigo (pusing tujuh keliling).
Respon Fisiologis Terhadap Imobilitas
1) Muskuloskeletal
a) a. Gangguan Muskular : Menurunnya massa otot sebagai
dampak immobilisasi dapat menyebabkan turunnya kekuatan
otot secara langsung
b) Gangguan Skeletal : Akan mudah terjadi kontraktur sendi dan
osteoporosis.
Paling sering muncul pada klien imobil,Kekuatan otot
menurun,Penurunan masa otot/atropi . Osteoporosis : akibat
menurunnya aktivitas otot gangguan endokrin dan metabolisme
.Kontraktur (panggul, tumit dan punggung kaki
2) Cardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskuler akibat immobilisasi antara
lain dapat berupa hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung,
dan terjadinya pembentukan trombus.
Reflek neurovaskular menurun vasokonstriksi darah terkumpul
pada vena bagian bawah tubuh aliran darah ke system sirkulasi

8
pusat terhambat perfusi serebral menurun pusing/sakit kepala
hebat, pingsan
3) Respiratory
Akibat immobilisasi, kadar heamoglobin menurun, ekspansi
paru menurun, dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan
proses metabolisme terganggu. Ventilasi paru terganggu
pergerakan dada dan ekspansi paru terbatas pernafasan dangkal.
Aliran darah ke paru-paru terganggu : pertukaran gas menurun,
lemahnya oksigenasi dan retensi CO2 dalam darah Asidosis
respiratory, sekresi mucus lebih kental dan menempel sepanjang
trac.respiratorius, kelemahan otot thorax ketidakmampuan inhalasi
maximal, gerakan menurun mekanisme batuk terganggu, mucus
jadi statis, media berkembang bakteri : infeksi Trat. respiratory
bagian bawah.
4) Metabolik dan nutrisi
a) BMR turun
b) kebutuhan energi tubuh, motilitas gastrointestinal dan sekresi
kelenjar digestive menurun.
c) Proses katabolisme lebih besar daripada anabolisme nitrogen
balance negatif
d) Anorexia malnutrisi
e) Hipoproteinemia edema
5) Urinary
Kurangnya asupan dan penurunan curah jantung sehingga aliran
darah renal dan urine berkurang. pengaruh gaya gravitasi
menghambat pengosongan urine di ginjal dan kandung kemih
secara komplit urine statis media berkembangnya bakteri infeksi
Resiko terjadi “Renal Calculi” karena kenaikan Ca dalam urine.
Batu ginjal nyeri hebat, perdarahan dan obstruksi
6) Eliminasi Fecal

9
a) Motilitas kolon dan perstaltic menurun, sphincter konstriksi
konstipasi
b) Kelemahan otot skeletal akan mempengaruhi otot abdominal
dan perineal yang digunakan untuk defekasi
7) Integumen
a) Elastisitas kulit menurun
b) Ischemia dan nekrosis jaringan supervisial : luka dekubitus
8) Vertigo
Terjadi Vertigo, karena seseorang terlalu lama berbaring,
sehingga aliran darah ke otak berkurang dan menyebabkan pusing
tujuh keliling, serta mempengaruhi nervus vestibularis.
DAMPAK IMOBILITAS BAGI PSIKOLOGIS
Berbagai masalah baik fisik maupun psikologis dapat terjadi akibat
keadaan immobilisasi. Masalah psikologis yang dapat terjadi antara
lain: pasien mengalami penurunan motivasi belajar, yang mana mereka
sering tidak memahami pendidikan kesehatan yang diberikan maupun
sulit menerima anjuran-anjuran.
Beberapa pasien mengalami kemunduran dalam memecahkan
masalah yang dihadapi dan sering kali mengekspresikan emosi dalam
berbagai cara misalnya menarik diri, apatis atau agresif. Pada keadaan
lebih lanjut pasien mengalami perubahan konsep diri serta memberikan
reaksi emosi yang sering tidak sesuai dengan situasi.
Terjadinya perubahan prilaku tersebut merupakan dampak
immobilisasi karena selama preses immobilisasi seseorang akan
mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan lain -lain.
d. Manfaat dari Mobilisasi dan Imobilisasi
1) Manfaat Mobilisasi
a) Untuk mencegah rotasi eksternal panggul
Pasien yang berada di atas tempat tidur dalam jangka waktu yang
lama dapat berpotensi mengalami deformitas rotasi eksternal
panggul. Sendi luncur dan sendi peluru pada panggul memiliki

10
kecenderungan untuk berotasi keluar saat pasien berbaring
terlentang.
b) Untuk mencegah footdrop
Footdrop disebabkan oleh kontaktur kedua otot gastroknemius dan
soleus kerusakan saraf peroneal, hilangnya fleksibilitas achilles,
oleh sebab itu pasien disarankan melakuan mobilisasi dorsofleksi
dan fleksi plantar kaki, fleksi dan ekstensi ibu jari kaki, dan eversi
dan inversi kaki pada pergelangan kaki.
c) Untuk mempertahankan kekuatan otot dan mobilitas sendi
Untuk mempertahankan atau mempertahankan gerak sendi, latihan
rentang gerak dilakukan secepat mungkin setelah kondisi pasien
memungkinkan.
d) Untuk meningkatkan mobilitas yang mandiri
Dengan mobilitas mandiri pasien dapat mengembalikan aktivitas
tertentu sehingga pasien dapat kembali normal dan atau dapat
memenuhi kebutuhan gerak harian.
2) Manfaat Imobilisasi
a) Untuk meminimalisasi terjadinya dislokasi
Pasien yang melakukan pesangan gips maupun bidai akan
cendurung diam dan mengalami keterbatasan dalam bergerak
sehingga imobilisasi ini dapat berfungsi untuk meminimalisasi
dislokasi pada ekstremitas.
b) Untuk mengurangi rasa nyeri.
Rasa nyeri dapat bertambah keika pasien melakukan gerakan, hal
tersebut dapat terjadi karena adanya pergesekan maupun perubahan
posisi yang dilakan oleh ekstremitas.
e. Tujuan

Tujuan Mobilisasi

1) Memenuhi kebutuhan dasar manusia

11
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan
oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis
maupun psikologis, yang bertujuan untuk mempertahankan
kehidupan dan kesehatan.
2) Mencegah terjadinya trauma
Mengajak untuk berdiskusi tentang masalah yang dihadapi,
mempertahankan citra diri, menganjurkan untuk melakukan
interaksi sosial, mempertahankan diri (melindungi diri dari
trauma), dan mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non
verbal.
3) Mempertahankan tingkat kesehatan
Meningkatkan kesehatan mental dan mengurangi emosi
4) Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari – hari
Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri uuntuk
mempertahankan peran

Tujuan Imobilisasi

1) Meningkatkan kemampuan pasien untuk otot dan sendi


Dapat dilakukan dengan cara berikut ini :
a) Pengaturan posisi dengan cara mempertahankan posisi dalam
postur tubuh yang benar.
b) Ambulasi dini merupakan salah satu tindakan yang dapat
meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur,
turun ke tempat tidur, berdiri disamping tempat tidur, dan
seterusnya, kegiatan ini dapat dilakukan secara berangsur-
angsur.
c) Latihan isotonik dan isometrik, latihan isotonik (dynamic
exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara
aktif, sedangkan latihan isometrik (static exercise) dapat
dilakukan dengan meningkatkan curah jantung dan nadi.

12
d) Latihan ROM, baik secara aktif maupun pasif.
2) Memotivasi Pasien
Pasien dimotivasi untuk banyak minum, fisioterapi, mencegah
dekobitus dengan cara sering melakukan perubahan posisi,
peningkatan fungsi motorik, melakukan pergerakan aktif
danpasif, dan seterusnya.

3) Meningkatkan fungsi kardiovaskuler


Dapat dilakukan dengan cara ambulasi dini, latihan aktif, dan
pelaksanaan aktivitas sehari-hari secara mandiri, dilakukan secara
bertahap. Untuk meningkatkan sirkulasi vena perifer dapat
dilakukan dengan cara mengangkat daerah kaki secara teratur.
4) Meningkatkan fungsi respirasi
Dapat dilakukan untuk melatih klien cara nafas dalam, mengubah
posisi klien tiap 1-2 jam, pelakukan postural drainage, perkusi
dada, dan vibrasi.

5) Meningkatkan fungsi gastrointernal.


Dapat dilakukan dengan cara mengatur diet tinggi kalori, protein,
vitamin, dan mineral, selain itu dapat mencegah dampak dari
imobilitas dengan latihan ambulasi.
6) Mencegah terjadinya kecacatan sekunder atau komplikasi.
Dilakukan dengan cara mengubah posisi klien, agar tidak
terjadinya komplikasi.
7) Memperbaiki Gangguan Psikologi
Dapat dilakukan dengan cara salam terapetik dengan berbagai
perasaan, membantu klien untuk mengekspresikan kecemasannya,
meningkatkan privasi klien, memberikan dukungan moril, dan
seterusnya.

13
2. Anatomi Fisiologi Muskoloskeletal
(Endang, Sri Tin, Tantri, Vina, Saddam)

Otot (muscle) adalah jaringan tubuh yang berfungsi mengubah


energi kimia menjadi kerja mekanik sebagai respons tubuh terhadap
perubahan lingkungan. Sedangkan rangka (skeletal) adalah bagian tubuh
yang terdiri dari tulang, sendi, dan tulang rawan (kartilago) sebagai
tempat menempelnya otot dan memungkinkan tubuh untuk
mempertahankan sikap dan posisi.

a. Rangka

Rangka adalah suatu kerangka pendukung tubuh dan dibentuk


oleh empat jenis tulang, yaitu : tulang panjang, pendek, pipih, dan
ireguler. Tulang panjang berhubungan dengan tinggi (misalnya: tulang
femur, fibula, dan tibia pada kaki), dan lebar (misalnya: tulang
phalanges pada jari tangan dan jari kaki). Tulang pendek (misalnya:
tulang karpal pada kaki dan tulang patela pada lutut) berada dalam
bentuk kelompok, sehingga saat digabungkan dengan ligamen dan
kartilago, memungkinkan gerakan pada estermitas. Tulang pipih,
seperti beberapa tulang dibagian tengkorak dan rusuk pada dada,

14
memberikan kontur yang struktural. Tulang ireguler membentuk
kolumna vertebralis dan beberapa tulang dibagian tengkorak seperti
mandibula.
b. Sendi
Sendi adalah penghubung diantara tulang. Terdapat empat
klasifikasi sendi, yaitu : sinostotik, kartilago, fibrosa, sinovial.
Sendi sinostotik adalah sendi yang menghubungkan antar tulang ini
adalah jenis sendi diam, jaringan tulang yang terbentuk di tulang
memberikan kekuatan dan stabilitas. Contoh klasik jenis sendi ini
adalah tengkorak, yang peleburan sendinya terjadi diusia yang akan
bertambah.

Sendi kartilago berfungsi menggabungkan komponen tulang. Jenis


sendi ini memungkinkan pertumbuhan tulang, dan tetap memberikan
stabilitas. Saat pertumbuhan tulang telah lengkap, sendi mengalami
osifikasi. Sendi sternokostal yang pertama adalah contoh sendi
kartilago.

15
Sendi fibrosa atau sendi sindesmosis, adalah sendi yang ligamen
atau membrannya menyatukan dua permukaan tulang, memungkinkan
jumlah pergerakan yang terbatas. Tulang yang berpasangan pada kaki
bawah (tibia dan fibula) adalah contoh dari sendi sindesmosis.
Sendi sinovial atau sendi nyata, adalah sendi yang bebas bergerak
dimana permukaan tulang kontigus ditutupi oleh tulang kartilago
artikular, dihubungkan dengan ligamen, serta diselubungi oleh
membran sinovial. Jenis lain dari sendi sinovial adalah sendi bola dan
kantung, misalnya sendi pinggul dan sendi engsel, contohnya sendi
interfalanges pada jari.

c. Ligamen
Ligamen berwarna putih, bercahaya, dan memiliki ikatan jaringan
fibrosa fleksibel yang berikatan pada sendi dan menghubungkan
tulang serta tulang kartilago. Ligamen bersifat elastis dan membantu
fleksibilitas serta mendukung sendi. Beberapa ligamen memiliki
fungsi protektif. Misalnya, ligamen yang berada diantara tubuh
vertebral dan ligamen flavum menegah tulang belakang rusak selama
melakukan gerakan ke belakang.

16
d. Tendon
Tendon berwarna putih, berkilau, dan memiliki ikatan jaringan
fibrosa yang menghubungkan otot pada tulang. Tendon bersifat kuat,
fleksibel, dan elastis, serta memiliki panjang dan tebal yang berbeda-
beda. Tendon achilles (tendon kalkaneus) adalah tendon yang paling
tebal dan kuat dalam tubuh. Tendon ini berada dekat bagian tengah
kaki bagian belakang, menghubungkan otot gastronemius dan otot
soleus pada betis dan tulang kalkaneus di belakang kaki.

e. Kartilago
Kartilago tidak memiliki pembuluh darah, mendukung jaringan
penghubung, terutama berada pada sendi dan toraks, trakea, laring,
hidung, dan telinga. Fetus memiliki tulang kartilago dengan jumlah
yang banyak, yang akan digantikan dengan tulang yang berkembang
selama masa bayi. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi
(penebalan) kecuali pada usia lanjut dan penyakit seperti osteoartritis.

17
f. Otot Rangka
Pergerakan tulang dan sendi meliputi proses aktif yang
diintegrasikan dengan hati-hati, untuk meningkatkan koordinasi. Otot
rangka, karena kemampuannya berkontraksi dan relaksasi serta
melekat pada rangka, akan meningkatkan kontraktilitas elemen-
elemen pada otot rangka.
Kontraksi otot dikategorikan berdasarkan tujuan fungsional, yaitu :
bergerak, menahan, atau menstabilkan bagian-bagian tubuh. Pada
tekanan konsentrik, meningkatnya kontraksi otot menyebabkan tulang
memendek, sehingga terjadi gerakan, misalnya saat klie menggunakan
otot trapezium atas untuk bangun dari tempat tidur. Tekanan esentrik
membantu mengontrol kecepatan dan arah gerakan. Pada contoh otot
trapezium atas, klien duduk di tempat tidur dengan lambat. Penurunan
ini dikontrol saat otot antagonis memanjang.

18
g. Sistem Saraf
Sistem saraf meregulasi pergerakan dan postur. Girus presentral,
atau strip motorik adalah area motorik volunter yang utama dan
berada pada korteks sereberal. Sebagian besar serat motorik menurun
dari strip motorik dan melintas medulla. Oleh karena itu, serat motorik
dari strip motorik kanan menginisasi pergerakan volunter sisi tubuh
bagian kiri, dan serat motorik dan strip motorik kiri menginisasi
pergerakan Volunter sisi tubuh bagian kanan.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi dan Imobilisasi


(Devara, Wulan Yulyanti, Vevi Ivana N)
a. Faktor Mobilisasi
1) Gaya Hidup

19
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilitas
seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau
kebiasaan sehari-hari.
2) Proses Penyakit/Cedera
Proses penyakit dapat memengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai
contoh, orang yang menderita fraktur femur (patah tulang paha) akan
mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bagian
bawah.
3) Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi
kebudayaan. Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering
berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas yang yang kuat;
sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan mobilitas (sakit)
karena adat dan budaya teretentu dilarang untuk beraktivitas.
4) Tingkat Energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang
dapat melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan energi yang
cukup.
5) Usia dan Status Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang
berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi
alat gerak sejalan dengan perkembangan usia.
6) Tingkat perkembangan
a) Bayi
Sistem muskuloskeletal bayi bersifat fleksibel. Ekstremitas
lentur dan persendian memiliki ROM lengkap. Posturnya kaku
karena kepala dan tubuh bagian atas dibawa ke depan dan tidak
seimbang sehingga mudah terjatuh.
b) Batita
Kekakuan postur tampak berkurang, garis pada tulang belakang
servikal dan lumbal lebih nyata

20
c) Balita dan Anak Sekolah
Tulang-tulang panjang pada lengan dan tungkai tumbuh. Otot,
ligamen, dan tendon menjadi lebih kuat, berakibat pada
perkembangan postur dan peningkatan kekuatan otot.
Koordinasi yang lebih baik memungkinkan anak melakukan
tugas-tugas yang membutuhkan keterampilan motorik yang
baik.
d) Remaja
Remaja putri biasanya tumbuh dan berkembang lebih dulu
dibandingkan remaja putra. Pinggul membesar, lemak disimpan
di lengan atas, paha, dan bokong. Perubahan laki-laki pada
bentuk biasanya menghasilkan pertumbuhan tulang panjang dan
meningkatnya massa otot. Tungkai menjadi lebih panjang dan
pinggul menjadi lebih sempit. Perkembangan otot meningkat di
dada, lengan, bahu dan tungkai atas.
e) Dewasa
Postur dan kesegarisan tubuh lebih baik. Perubahan normal pada
tubuh dan kesegarisan tubuh pada orang dewasa terjadi terutama
pada wanita hamil. Perubahan ini akibat dari respon adatif tubuh
terhadap penambahan berat dan pertumbuhan fetus. Pusat
gravitasi berpindah ke bagian depan. Wanita hamil bersandar ke
belakang dan agak berpunggung lengkung. Dia biasanya
mengeluh sakit punggung.
f) Lansia
Kehilangan progresif pada massaa tulang otot terjadi pada
orangtua.

Faktor Imobilisasi
Imobilitas adalah suatu keadaan keterbatasan kemampuan
pergerakan fisik secara mandiri yang dialami seseorang. Penurunan

21
kukuatan, pengendalian, atau massa otot mengalami pembatasan
pergerakan.
a. Faktor risiko
Berbagai faktor fisik, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi
pada usia lanjut, seperti tabel berikut:
Gangguan muskuloskeletal Artritis
Osteoporosis
Fraktur(terutama panggul dan
femur)
Problem kaki ( bunion,kalus)
Lain-lain (misalnya penyakit
paget)
Gangguan neurologis Stroke
Penyakit parkinson
Lain-lain (disfungsi serebelar,
neuropati)
Penyakit kardiovaskular Gagal jantung kongensif (berat)
Jantung koroner (nyeri dada yang
sering)
Penyakit paru Paru obstruksi kronis (berat)
Faktor sensorik Gangguan penglihatan
Takut (instabilitas dan takut akan
jatuh)
Penyebab lingkungan Imobilisasi yang dipaksakan
(dirumah sakit atau panti werdha)
Alat bantu mobilisasi yang tidak
adekuat
Lain-lain Dekondisi(setelah tirah baring
lama metastasis luas pada
keganasan)
Malnutrisi
Penyakit sistemik berat (misalnya
metastasis luas pada keganasan)

22
Depresi
Efek samping obat (obat
antipsikotik)

4. Penatalaksanaan atau Intervensi dari Gangguan Mobilisasi


(Mayang Sari N, Indri Widyasari G, Annisa Diah N)

a. Tulang

1) Obat : meningkatkan pembentukan tulang: Na – Florida, steroid


anabolic, menghambat resorbsi tulang: kalsium, estrogen,
kalsitonin, difosfonat, diet tinggi kalsium (1.000 mg/hari).

2) Fisioterapi : berlatih berjalan dengan alat bantu / alat penyangga,


latihan teratur setiap hari, menggerakkan ekstremitas dan anggota
tubuh lainnya (Range of Motion = ROM).

3) Operasi: fusi secara bedah melintas garis fraktur dapat dilakukan.


Pada tulang belakang servikal operasi dilakukan baik dari depan
maupun belakang. Pada daerah toraks tulang belakang difiksasi
dengan pelat metal dan tandur tulang yang menyatukan lamina
dengan proses spinosus berdekatan.

4) Larangan : hindari diet tinggi protein, kopi, alkohol, merokok,


antasida aluminium.

5) Saran: ranjang khusus, rangka, atau selubung plester dengan pasien


dapat dirawat untuk waktu yang lama dengan mempertahankan
posisi yang telah direduksi bahkan saat membalik untuk
memandikan atau merawat kulit.

b. Syaraf

23
1) Obat : minum vitamin B1, B2, B12.

2) Fisioterapi : sasaran terapi adalah mempertahankan fungsi


neurologis yang masih ada, memaksimalkan pemulihan neurologis,
tindakan atas cedera lain yang menyertai, dan mencegah serta
mengobati komplikasi serta sekuele kerusakan neural. Terapinya
yang penting adalah dengan menggerakkan ekstremitas dan
anggota tubuh lainnya supaya merangsang aktivitas saraf.

3) Operasi: bila diperlukan operasi, dekompresi kanal spinal


dilakukan pada saat yang sama.

4) Larangan : hindari hilangnya sensasi, hindari stress: perasaan


tertekan, depresi, bekerja yang terlalu keras.

5) Saran : menggunakan terapi music, mintalah terapi rekreasi untuk


integrasi psikososial, resosialisasi, dan penyesuaian terhadap fungsi
mandiri, berikan semangat pasien untuk berinteraksi dengan staf,
pasien lain dan anggota keluarga segera lakukan operasi bila
keadaan pasien memburuk untuk menghindari kelumpuhan.

c. Sistem Kardiovaskuler

1) Obat : antikoagulan: heparin, wasfarin, antitrombosis: aspirin,


ticlopidin, dipiridamol, sulfin pirazon, trombolitik: streptokinase,
urokinase, anistreplase.

2) Fisioterapi : sasaran terapi adalah mempertahankan fungsi kerja


jantung yang optimal dan menyingkirkan adanya gangguan kerja
jantung yang normal, melatih terutama otot ekstremitas.

3) Larangan : hindari diet tinggi lemak dan kolesterol, hindari stress,


bekerja terlalu berat, hindari Kelelahan

24
4) Saran yang harus dikerjakan : plantar / dorso fleksi, aktivitas,
berdiri

d. Tractus Respiratorius

1) Obat : bronkodilator; teofilin, agonis B2, prednisone, atropine,


kromolin, mukolitik; bromheksin, ambroksol, asetil sistein,
ekspektorat: aluminium klorida, gliseril gualakolat, kalium yodida.

2) Fisioterapi : latihan pernafasan (mengambil nafas dalam – dalam),


pembalikan tubuh berulang, perangsangan batuk, pernafasan
dalam, Spirometri insentif, dan pernafasan bertekanan positif yang
sinambung dengan masker adalah cara mempertahankan ekspansi
paru-paru atau kapasitas residual fungsional, tracheostomi
dilakukan bila pasien tak mungkin dilepaskan dari ventilator,
perkusi dilakukan dengan tujuan melepaskan sekret di dinding
saluran napas.

3) Larangan : hindari ruangan berasap (polusi udara), merokok, dan


alkohol.

4) Saran yang harus dikerjakan : gunakan pakaian yang longgar,


sediakan O2 linhaler (untu mengatasi sesak nafas), rekreasi ke alam
terbuka bebas polusi.

e. Kulit

1) Obat : bila timbul luka diberi antiseptik.

2) Fisioterapi : perubahan posisi badan setiap 2 jam, latihan gerak


sendi – sendi tubuh secara teratur.

3) Larangan : jangan tidur atau berbaring terlalu lama, jangan biarkan


kulit menjadi basah karena keringat, lembab atau kencing.

25
d. Saran : enghindari melebarnya luka dengan menutup bagian
yang luka terutama pada bagian yang tertekan saat berbaring.

f. Muskuloskeletal

1) Terapi : latihan teratur setiap hari,menggerakkan ekstremitas dan


anggota tubuh lainnya, ROM ( Range of Motion ), latihan
penguatan (stretching )

2) Larangan : mengangkat beban terlalu berat.

g. Traktus Urinarius, pencegahan dan penanganan yang dilakukan untuk


mengatasi terjadinya keadaan patologi pada system urinarius yang
terjadi akibat imobilisasi lama, adalah dengan cara:

1) Mobilisasi sedini mungkin, paling tidak pasien sering didudukkan,


mengubah posisi vesika urinaria

2) Banyak minum sekitar 3 liter (8-12gelas) dalam sehari

3) Pantaulah pasien dengan cermat dan rutin terhadap adanya tanda


dan gejala hiperkalsemia, ISK, dan terapi secara adekuat.

4) Supaya tidak retensi urine dipasang kateter.

h. Traktus Digestivus ,Sesegera mungkin melakukan aktivitas maksimal,


memberikan dorongan semangat untuk berinteraksi dengan keluarga
dan lingkungan, pendekatan dokter, terapi dan perawat. Makan banyak
buah-buahan,sayur-sayuran.

26
KESIMPULAN

Mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara


bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
guna mempertahankan kesehatannya. Sedangkan imobilisasi merupakan keadaan
dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang
mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tukang belakang,
cedera otak berar disertai fraktur pada ekstremitas,dan sebagainya. Anatomi
fisiologi dari muskoloskeletal yaitu terdiri dari rangka, sendi, ligamen, tendon,
kartilago, otot rangka, dan sistem saraf. Faktor-faktor yang mempengaruhi
mobilisiasi dan imobilisasi yaitu faktor gaya hidup, proses penyakit/cedera,
kebudayaan, tingkat energi, usia dan status perkembangan, dan tingkat
perkembangan.

27
Daftar Pustaka

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010). Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku 3. Jakarta:
Salemba Medika.

Hidayat, A. A. (2006). Pengantar Kebutuhan dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.

iv

Anda mungkin juga menyukai