Disusun Oleh :
Tita Hartati
NPM 214121027
A. Latar Belakang
Manusia sebagai mahluk sosial yang hidup berkelompok dimana satu
sama lainnya saling berhubungan satu sama lainnya saling berhubungan untuk
kebutuhan sosial, meningkatnya penggunaan anggota kelompok terapeutik
modalitas merupakan bagian-bagian memberikan hasil yang positif terhadap
perubahan perilaku klien.
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan
sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang
dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa
yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di
Indonesia dalam Yosep, 2007). Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang
dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan
gangguan interpersonal (Yosep, 2008).
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Sensori merupakan terapi
modalitas yang dapat digunakan sebagai upaya untuk menstimulasi semua
panca indra (sensori) agar memberi respon yang adekuat. TAK Stimulasi
Sensori yang akan dilakukan ditujukan pada kelompok klien dengan masalah
yang sama, yang dalam hal ini adalah gangguan komunikasi verbal. Terapi
modalitas ini merupakan terapi yang dikembangkan pada kelompok klien
untuk meningkatkan kemampuan verbal klien sehingga diharapkan dengan
TAK asuhan keperawatan jiwa adalah asuhan keperawatan spesialistik namun
tetap holistik. Sehingga pada proposal ini kelompok berkeinginan
mengajukan TAK Stimulasi Sensori untuk penderita Retardasi Mental sebagai
terapi modalitas untuk meningkatkan kemampuan komunikasi verbal
penderita Retardasi Mental dan konsumen jiwa sehat yang mengalami isolasi
sosial.
B. Landasan Teori
1. Definisi
Halusinasi sebagai “hallucinations are defined as false sensory
impressions or experiences” yaitu halusinasi sebagai bayangan palsu atau
pengalaman indera. (Sundeen's, 2004).
Menurut Sunaryo (2004) halusinasi merupakan bentuk kesalahan
pengamatan tanpa pengamatan objektivitas penginderaan dan tidak disertai
stimulus fisik yang adekuat.
Halusinasi ialah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada
panca indera seorang pasien, yang terjadi dalam kehidupan sadar atau
bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikopatik ataupun
histerik (Maramis, 2005).
2. Klasifikasi
Menurut Maramis, terdapat beberapa jenis halusinasi antara lain, yaitu:
a. Halusinasi penglihatan (visual, optic)
Tak berbentuk ( sinar, kalipan atau pola cahaya ) atau berbentuk
( orang, binatang atau barang lain yang dikenalnya), berwarna atau
tidak.
b. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik)
Suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah dan
music.
c. Halusinasi pencium (olfaktorik)
Mencium sesuatu bau.
d. Halusinasi pengecap (gustatorik)
Merasa atau mengecap sesuatu.
e. Halusinasi peraba (taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup, disinari atau seperti ada ulat
bergerak dibawah kulitnya.
f. Halusinasi kinestetik
Merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang, atau anggota
badannya bergerak (umpamanya anggota badan bayangan atau
“phantom limb”).
g. Halusinasi visceral
Perasaan tertentu timbul didalam tubuhnya.
h. Halusinasi hipnagogik
Terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tepat sebelum
tertidur persepsi sensorik bekerja salah.
i. Halusinasi hipnopompik
Seperti halusinasi hipnagogik, tetapi terjadi tepat sebelum
terbangun samasekali dari tidurnya. Disamping itu ada pula
pengalaman halusinatorik dalam impian yang normal.
j. Halusinasi histerik
Timbul pada nerosa histerik karena konflik emosional.
3. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2009) faktor predisposisi yang menyebabkan
halusinasi antara lain ialah :
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat
stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa
depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam hayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang
tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini
b. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007) yang dikutip oleh Jallo (2008), faktor
presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
4. Fase halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
a. Fase I, Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang,
kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada
pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien
tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara,
pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik.
b. Fase II, Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan
menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk
mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi
peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti
peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan
darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan
untuk membedakan halusinasi dengan realita.
c. Fase III, Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan
terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien
sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu
mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat
menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d. Fase IV, Consquering
Terjadi pada panic. Pengalaman sensori menjadi mengancam jika
klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien
sangat membahayakan.
5. Manifestasi klinis
Menurut Hamid (2000) yang dikutip oleh Jallo (2008), dikutip oleh
Syahbana (2009) perilaku klien yang berkaitan dengan halusinasi adalah
sebagai berikut :
a. Bicara, senyum, dan ketawa sendiri.
c. Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menghindari diri dari
orang lain.
6. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri
C. Topik
Stimulasi persepsi sensori
D. Tujuan
Tujuan umum :
Tujuan umum TAK stimulasi persepsi adalah klien mampu mengekspresikan
perasaan dengan kegiatan menggambar.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat mengekspreikan perasaan melalui gambar.
2. Klien dapat memberikan tanggapan terhadap gambar yang telah dibuat
F. Pembagian tugas
1. Tugas Leader
- Memimpin acara: menjelaskan tujuan dan hasil yang diharapkan.
- Menjelaskan peraturan dan membuat kontrak dengan klien
- Memberikan motivasi kepada klien
- Mengarahkan acara dalam pencapaian tujuan
- Memberikan reinforcemen positif terhadap klien
2. Co-leader
Membantu leader dalam mengorganisir anggota kelompok
3. Tugas Fasilitator
- Ikut serta dalam kegiatan kelompok
- Memastikan lingkungan dan situasi aman dan kondusif bagi klien
- Menghindarkan klien dari distraksi selama kegiatan berlangsung
- Memberikan stimulus/motivasi pada klien lain untuk berpartisipasi
aktif
- Memberikan reinforcemen terhadap keberhasilan klien lainnya
- Membantu melakukan evaluasi hasil
4. Tugas Observer
- Mengamati dan mencatat respon klien
- Mencatat jalannya aktivitas terapi
- Melakukan evaluasi hasil
- Melakukan evaluasi pada organisasi yang telah dibentuk (leader, co
leader, dan fasilitator)
5. Tugas Klien
- Mengikuti seluruh kegiatan
- Berperan aktif dalam kegiatan
- Mengikuti proses evaluasi
G. Setting
Keterangan :
: Anggota
: Observer
: Co Leader
: Leader
: Fasilitator
J. Waktu Pelaksanaan
Tempat : Ruang Makan Dewi Amba
Hari/tanggal : Sabtu, 09 April 2011
Waktu : 09.30 -10.15 WIB
K. Strategi Kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah mengikuti TAK SESI I
b. Mempersiapkan alat dan temapat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik :
- Salam dari terapis kepada klien
- Terapis dan klien memkai papan nama
b. Evaluasi validasi :
Menanyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak :
ii. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yaitu mengambar dan
menceritakannya pada orang lain
iii. Menjelaskan aturan permainan seperti berikut :
Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok harus
minta izin pada terapis
Lama kegaiatan 30 menit
Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3. Tahap Kerja
a. Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu menggambar
dan menceritakan hasil gambar kepada klien lain.
b. Terapis membagikan kertas dan spidol pada setiap klien
c. Terapis meminta klien untuk menggambar apa saja yang diinginkannya
saat ini.
d. Sementara klien mulai mengambar, terapis berkeliling, dan memberi
penguatan pada klien untuk terus menggambar. Jangan mencela klien
e. Setelah semua klien selesai menggambar, terapis meminta pada semua
klien untuk memperlihatkan gambar dan menceritakan gambar yang telah
dibuatnya kepada klien lain. Yang harus diceritakan adalah gambar apa
dan makna gambar tersebut menurut klien.
f. Ulangi Poin 5 dilakukan sampai semua klien mendapat giliran.
g. Setiap kali klien selesai menceritakan gambarnya, terapis mengajak klien
lain bertepuk tangan.
4. Tahap Terminasi ( 5 menit)
1) Evaluasi
i. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
ii. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan
2) Rencana Tindak Lanjut
iii. Terapis menganjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan melalui
gamabar
3) Kontrak yang akan datang
iv. Menyepakati TAK yang akan datang yaitu menonton TV
v. Menyepakati waktu dan tempat.
Sesi 1: TAK
Stimulasi Sensori Umum
No Aspek yang Dinilai Nama Klien
.
1. Kemampuan Klien memberikan
tanggapan tentang halusinasi yang
di rasakan
2. Memberikan alasan penyebab dari
halusinasi
3. Memberikan respon terhadap
pertanyaan yang di ajukan Leader
seputar Halusinasi
4. Mengikuti kegiatan sampai selesai
Petunjuk:
1. Di bawah judul nama klien, tulis nama panggilan klien yang ikut TAK.
2. Untuk tiap klien, semua aspek dinilai dengan memberi tanda (+) jika
ditemukan pada klien atau (-) jika tidak ditemukan.
DAFTAR PUSTAKA
Hamid, A.Y.S. 1999. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Pada Anak
dan Remaja, Widya Medika, Jakarta.
Hyun Sung Lim and Jae Won Lee. Parenting Stress and Depression among
Mothers of Children with Mental Retardation in South Korea: An
Examination of Moderating and Mediating Effects of Social Support.
Pacific Science Review, 2007; 9 (2): 150-159.
Rasmun. 2004. Stress, Koping, dan Adaptasi Teori dan Pohon Masalah
Keperawatan, Sagung Seto, Jakarta.
Stuart, Gail and Laraia, M. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing,
8th edition, Mosby, St. Louis.
Stuart & Sundeen. 1995. Principles an Practice of Psychiatric Nursing, fifth
edition, Mosby, St.Louis.
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses
Interaksi (API). Jakarta : fajar Interpratama.