Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN TUTORIAL 6.

KELOMPOK 3

Tutor : dr. Armaidi Darmawan, M.Epid

Galuh Mawar Putri G1A120018 Mutia Dwi Astuti G1A120022

Qatrinnada Maulidya G1A120019 Mutiara Irlianissa G1A120023


Akmal
Lala Hernadi Putri G1A120024
Aribah Fikhriyyah D.
G1A120020 Yohana Tiurmauli Siregar G1A120025
Nasution
G1A120021 Khildan Muhammad Zulvi G1A120026
Karima Maulidia
Ajeng Triana G1A120027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2023
Sekenario 1

Diriku Tak Berdaya

Nenek Siti berusia 76 tahun, BB 48 Kg dan TB 155 cm, merupakan seorang lansia yang
mandiri. Sehari-hari ia masih dapat melakukan aktivitas seperti berjalan, makan, berpakaian, dan
mandi sendiri. Suatu hari, Nenek Siti diantar oleh anaknya ke IGD karena mengeluh nyeri pada
pinggul kanan setelah terpeleset di kamar mandi sekitar dua jam yang lalu. Nenek Siti tidak
dapat berdiri dan berjalan sendiri setelah terjatuh sehingga harus digendong oleh anaknya. Saat
terjatuh, Nenek Siti dalam keadaan sadar sehingga beliau dapat mengingat peristiwa jatuh yang
dialaminya. Tidak ada keluhan sakit kepala, mual dan muntah.

Dokter melakukan pemeriksaan fisik dan radiologi pada tungkai kanan Nenek Siti dan
didapatkan adanya fraktur pada tulang femur kanan. Dokter menjelaskan bahwa Nenek Siti harus
melakukan tirah baring yang lama karena proses penyembuhan fraktur pada usia lanjut
memerlukan waktu yang lebih lama. Dokter juga menjelaskan komplikasi yang dapat
ditimbulkan akibat tirah baring lama.

I. Klarifikasi Istilah
1. Fraktur : patah seluruhnya atau sebagian pada tulang, terputusnya kontinitas
tulang/lempeng epifisis
2. Tirah Baring: perawatan kedokteran melibatkan berbaringnya pasien di tempat tidur
untuk waktu yang bersi ambun,posisi istirahan di tempat tidur
3. Lansia:seseorang yang mencapai usua 60 tahun ke atas

II. Identifikasi Masalah


1. apa makna klinis pasien masih bisa melakukan aktivitas ?
2. Apa makna klinis kesadaran nenek siti saat jatuh?
3. Apa hubungan tidak ada keluhan sakit kepala,mual,& muntah dengan alur penegakan
diagnosis?
4. Pemeriksaan fisik apa yang dilakukan dokter pada nenek sisti?
5. Pemeriksaan penunjang apa dan bagaimana inter pretasinya
6. Bagaiman aalur penegakan diagnosis pada nenek siti?
7. Diagnsis banding & diagnosis kerja dari penyakit nenek siti?
8. Bagaimana etiologi dari penyakit nenek siti?
9. Bagaimana epidemiologi dari penyakit nenek siti?
10. Bagaimana patofisiologi dari penyakit nenek siti?
11. Apa saja jenis-jenis fraktur?
12. Apa saja perubahan musculoskeletal?
13. Penurunan kesadaran ekstrinsik dan instrinsik?
14. Bagaiman prosedur tirah baring yang di lakukan pada nenek siti?
15. Bagaimana tatalaksana untuk penyakit nenek siti?
16. Apa saja komplikasi penyakit nenek siti?
17. Bagai manaedukasi yang di klakukan pada nenek siti?
18. Bagaimana prognosis dari penyakit nenek siti?

III. Curah Pendapat


1. Apa makna kelinis pasien masih bisa melakukan aktivitas ?
Sehari-hari nenek siti masih dapat melakukan aktivitas seperti berjalan, makan,
berpakaian, dan mandi sendiri. Kondisi nenek siti masih bisa melakukan aktivitas
sehari hari disini, menunjukkan bahwa nenek siti memiliki tingkat kemandirian yang
tergolong mandiri. Belum adanya terjadi defisit perawatan diri atau gangguan dalam
activity of daily living.
Fungsi dari koknitif neneksiti masih baik karna masih bisa melakukan aktifitas sehari-
hari

2. Apa makna klinis kesadaran nenek siti saat jatuh?


Kesadaran nenek siti masih sangat baik tidak mengalami demensia,
Neneksiti tidak mengalami cedera pada kepala yang dpat menurunkan kesadaran

3. Apa hubungan tidak ada keluhan sakit kepala,mual,& muntah dengan alur penegakan
diagnosis?
adanya trauma kepala/cedera kepala- struktur kepala mengalami benturan dari luar-
cedera kepla
Keluhan sakit kepala dan mual muntah setelah jatuh dapat terjadi jika adanya cedera
kepala seperti commotio cerebri(gegar otak) dan contosio cerebri(memar
otak).Karena keluhannya tidak ada sehingga diagnosis cedera kepala dapat kita
singkirkan.

4. Pemeriksaan fisik apa yang dilakukan dokter pada nenek sisti?


TTV, Headtoetoe ,Pemeriksaan lokalis
ABC, inspeksi

5. Pemeriksaan penunjang apa dan bagaimana inter pretasinya


Pemeriksaan radiologi : ada fraktur pada os femur pada bagian dextra
Rontgen, X-ray
Usia lanjut : Pemeriksaan

6. Bagaiman alur penegakan diagnosis pada nenek siti?


Anamnesis, head toe, pemfis, radiologi
anamnesis
• pemeriksaan fisik : look, feel, move
• pemeriksaan penunjang : radiologi (foto polos, mri, ctscan) dan lab darah rutin

7. Diagnsis banding & diagnosis kerja dari penyakit nenek siti?


Dislokasi timbul, fraktur intra
Diagnosis banding: fraktur traumatis & etiologis

8. Bagaimana etiologi dari penyakit nenek siti?


Rresiko terjadinya fraktur tulang , ada hubungan frekuensi terjadinya jath dengan
Penurunan kepdatan kualitas tulang
9. Bagaimana epidemiologi dari penyakit nenek siti?
WHO penyebab kedua yang menyebabkan kematian pada orang tua
Banyak terjadi pada lansia usia 70-80 tahun Di Indonesia pada tahun 2011, terdapat
penderita sebanyak 45.987 jiwa. Secara umum, kasus fraktur femur proksimal di
Dunia mencapai 11,3 per 1.000 per tahun. Insiden fraktur pada pria adalah 11.67
dalam 1.000 per tahun, sedangkan pada wanita 10,65 dalam 1.000 per tahun.

10. Bagaimana patofisiologi dari penyakit nenek siti?


Pada
kondisi degenerasi tulang (osteoporosis) atau keganasan tulang paha yang
menyebabkan fraktur patologis dengan tidak adanya riwayat trauma yang memadai
untuk memathkan tulang femur. Kerusakan neurovaskular akan memberikan
manifestasi peningkatan risiko syok, baik syok hipovolemik karena kehilangan darah
banyak kedlam jaringan, maupun syok neurogenik disebabkan rasa nyeri yang snagat
hebat yang dialami oleh pasien. Kerusakan fragmen tulang femur akan diikuti dengan
adanya spasme otot paha yang memberikan manifestasi deformitas khas pada paha
yaitu pemendekan tungkai bawah, dan apabila kondisi ini berlanjut tanpa dilakukan
intervensi yang optimal maka akan memberikan risiko terjadinya malunion pada
tulang femur Saat terjadi terpeleset pada nenek siti,otot yang melekat pada ujung
tulang dapat terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur
keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat bahkan
mampu menggeser tulang besar, seperti femur maka akan terjadilah diskontinuitas
pada tulang femur yang kita sebut dengan fraktur.

11. Apa saja jenis-jenis fraktur?


Lokasi anatomi : subskapitalis ( sering terjadi)
Transervikal & basisservikal
Fraktur trauma langsung / tidak langsung
4: faraktur,oblik, spiral, & transversal
Fraktur terbuka, tertutup,

12. Apa saja perubahan musculoskeletal?


Akibat perubahan : nyeri sendi, gerakan terbatan, dan terjadinya fraktur Kehilangan
kandungan mineral tulak, resiko fraktur karn aterjatuh Jaringan kartilago mengalami
granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata, kemudia kemampuan kartilago
untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung ke arah progresif.
Akibat perubahan tersebut sendi mengalami peradangan, kekakuan, nyeri,
keterbatasan gerak, dan terganggunya aktivitas sehari-hari

13. Penurunan kesadaran ekstrinsik dan instrinsik?


Faktor intrisik : neuro pskiatrik

14. Bagaiman prosedur tirah baring yang di lakukan pada nenek siti?
prosedur :
1. Pastikan pasien dalam posisi yang nyaman, dengan posisi tubuh yang stabil.
Pasien harus berada dalam posisi yang tidak menimbulkan tekanan pada bagian
yang terluka.
2. Pastikan agar pasien mendapatkan obat pereda nyeri yang diresepkan oleh dokter.
Obat ini akan membantu mengurangi rasa sakit dan memudahkan pasien untuk
tidur.
3. Letakkan bantal di bawah kepala pasien untuk memberikan dukungan kepala dan
leher.
4. Letakkan bantal di bawah lengan yang cedera untuk memberikan dukungan dan
meminimalkan gerakan yang tidak diinginkan.
5. Jika tulang kaki atau betis yang patah, pastikan untuk menopang kaki dengan
bantal atau guling.
6. Pastikan pasien dalam keadaan hangat dengan memberikan selimut atau bantal
yang lembut.
7. Pastikan pasien dalam keadaan terhidrasi dengan memberikan minuman yang
cukup, jika memungkinkan.
8. Selama tirah baring, pastikan pasien dalam kondisi bersih dan sehat dengan
menjaga kebersihan kulit dan mengganti pakaian yang kotor.
9. Jangan lupa untuk mengikuti instruksi dokter terkait perawatan dan pengobatan
fraktur tulang yang tepat.
15. Bagaimana tatalaksana untuk penyakit nenek siti?
a. Rekognisi, mengetahu dengan jelas riwayat kecelakaan dan tingkat keparahan
fraktur.
b. Reduksi, tindakan usaha untuk memanipulasi fragmen tulang yang patah sedapat
mungkin kembali lagi seperti letak asalnya.
c. Retensi,dapat dikatakan sebagai immobilisasi upaya yang dilakukan untuk
menahan fragmen tulang sehingga akan kembali seperti semula secara optiomal.
d. Rehabilitasi, diarahkan untuk penyembuhan tulang dan jaringan lunak.

Penatalaksanaan awal
Evaluasi awal : airway, breathing, circulation, disability, dan exposure
Penilaian klinis
Pemberian medikamentosa
(4R), yaitu: recognition, reduction, retention, dan rehabilitation
Penatalaksanaan

16. Apa saja komplikasi penyakit nenek siti?


Kerusakan arteri sindrom kopartmn

17. Bagai mana edukasi yang di klakukan pada nenek siti?


Edukasi keluarga untuk menjaga nenek agar tidak terjadi
Pemberian vitamin D

18. Bagaimana prognosis dari penyakit nenek siti?


dengan tatalaksana kegawatdaruratan & teknik bedah yang baik prognosisnya bisa
bonam tergantung dari tingkat frakturnya. fraktur femur proksimal dapat mengarah
pada nekrosis head & mungkin membutuhkan hip arthroplasty.
IV. Analisis Masalah
1. Apa makna kelinis pasien masih bisa melakukan aktivitas ?
Melakukan aktivitas sehari-hari seperti makan, berpakaian, dan mandi sendiri pada
nenek siti, menunjukkan tingkat kemandirian nenek siti tergolong mandiri dalam
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (activity of daily living).
Semakin lanjut usia seseorang maka kemampuan fisiknya akan semakin menurun,
sehingga dapat mengakibatkan kemunduran pada peran-peran sosialnya. Hal ini
mengakibatkan pula timbulnya gangguan dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya,
sehingga dapat meningkatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain.
Apabila ketergantungan tidak segera diatasi, maka akan menimbulkan beberapa
akibat seperti gangguan system tubuh, yaitu penyakit menurunnya “Activity of Daily
Living (ADL)”1

Terdapat hirearki dalam penurunan kemandirian dalam aktivitas seiring dengan


penurunan fungsi kognitif menurut hipotesis Katz, yaitu:2
a. Aktivitas dasar yang dipelajari terakhir dalam tahap perkembangan manusia
merupakan yang paling pertama terganggu ketika terjadi penurunan fungsi
kognitif. Kemampuan untuk mandi sendiri merupakan kemampuan yang paling
banyak ditemukan dalam fase awal penurunan fungsi kognitif.
b. Kemudian diikuti oleh kemampuan berpakaian, menggunakan toilet dan
berpindah tempat.
c. Kemampuan untuk makan sendiri masih dapat dilakukan walaupun terjadi
penurunan fungsi kognitif

Aktivitas keseharian seperti makan, berpakaian, dan tidak sulit berkomunikasi


termasuk tipe memori prosedural, dan berdasarkan sebuah studi tahun 2021 oleh
Liselotte de Wit, Michael Marsiske, dan lainnya menemukan bahwa pembelajaran
dan memori prosedural tampaknya tetap utuh dalam fase demensia MCI (Mild
Cognitive Impairment) dan Alzheimer Disease. 3,4
2. Apa makna klinis kesadaran nenek siti saat jatuh?
Kesadaran nenek siti masih baik ketika dia jatuh, sehingga dia masih dapat mengingat
dengan baik kronologis saat dia jatuh. Hal ini menunjukan bahwa nenek siti tidak
mengalami cidera pada kepalanya. Dilihat dari usia nenek siti yang telah berusia 76
tahun, nenek siti sudah termasuk kedalam usia lanjut dengan resiko. Untuk nenek
seusia ini, biasanya sudah mengalami kendala terhadap ingatannya. Namun tidak
begitu dengan nenek siti, dimana ingatanya masih baik dan dapat mengingat dengan
baik apa yang telah terjadi.
Beberapa faktor risiko yang bisa sebabkan terjadinya penurunan kesadaran antara
lain:
 Usia
 Merokok
 Alkohol
 Seseorang yang memiliki riwayat gangguan metabolik, tapi tidak mendapatkan
pengobatan secara tepat
 Trauma

Gejala Penurunan Kesadaran


Gejala-gejala yang akan muncul ketika seseorang mengalami penurunan kesadaran
bisa jadi berbeda-beda. Berikut ini adalah gejala yang timbul sebelum atau sewaktu
seseorang mengalami penurunan kesadaran:
 Kehilangan keseimbangan.
 Sulit berjalan
 Mudah terjatuh
 Tidak bisa mengontrol buang air kecil dan besar
 Jantung berdebar
 Berkeringat
 Demam
 Berkunang-kunang
 Kaki, tangan, dan wajah terasa lemas
 Kejang
Jadi, pada nenek siti ini dapat di pastikan bahwa penyebab ia terjatuh bukan karena
penurunan kesadaran ataupun gangguan keseimbangan.5

3. Apa hubungan tidak ada keluhan sakit kepala,mual,& muntah dengan alur penegakan
diagnosis?
Keluhan sakit kepala dan mual muntah setelah jatuh dapat terjadi jika adanya cedera
kepala seperti commotio cerebri(gegar otak) dan contosio cerebri(memar
otak).Karena keluhannya tidak ada sehingga diagnosis cedera kepala dapat kita
singkirkan.6

Tanda dan gejala dari cedera kepala antara lain:7


a. Commotio Cerebri
Commusio cerebri atau gegar otak merupakan keadaan pingsan yang berlangsung
kurang dari 10 menit setelah trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan
otak. Pasien mungkin akan mengeluh nyeri 8 kepala, vertigo, mungkin muntah dan
pucat
1) Tidak sadar selama kurang atau sama dengan 10 menit
2) Mual dan muntah
3) Nyeri kepala (pusing)
4) Nadi, suhu, tekanan darah menurun atau normal

b. Contosio cerebri
Contusio atau luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimana
pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit
tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan.
1) Tidak sadar lebih 10 menit
2) Amnesia anterograde
3) Mual dan muntah
4) Penurunan tingkat kesadaran
5) Gejala neurologi, seperti parese
6) Perdarahan

4. Pemeriksaan fisik apa yang dilakukan dokter pada nenek sisti?


1. Pemeriksaan TTV dan head to toe
TTV: Tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu, BB dan TB
Head to toe : pemeriksaan kesadaran, konjungtiva enemis, pucat, pembesaran KGB
servikalis, pemeriksaan thorak meliputi jantung dan paru, pemeiksaan abdomen,
pemeriksaan ekstremitas.
2. Pemeriksaan status lokalis
Pemeriksaan ekstremitas bawah meliputi: Perubahan warna kulit, kebiruan, edem dan
nyeri tekan. Karena pada pasien ini deidapati fraktur, maka tidak memungkinkan
dilakukan pemeriksaan move.

5. Pemeriksaan penunjang apa dan bagaimana inter pretasinya?


Pemeriksaan Penunjang7
1. Pemeriksaan Radiologi
- Pencitraan  sinar rontgen (x-ray)  proyeksi AP atau PA dan lateral (untuk
dapatkan gambaran 3 dimensi)
- Yang dibaca : bayangan jaringan lunak, titpis/tebalnya korteks sebagai akibat
reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi, trobukulasi ada tidaknya rare
function, sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
- Selain x-ray : Tomografi, myelografi, arthrografi, CT-Scan

2. Pemeriksaan Laboratorium
- Kalsium serum dan Fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang
- Alkalin fosfat  meningkat pd kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastic dalam membentuk tulang
- Enzim otot  kreatinin kinase, laktat dehydrogenase (LDH-5), aspartate amino
transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang
3. Pemeriksaan lain-lain
- Pemeriksaan BMD  untuk osteoporosis
Pemeriksaan darah lengkap
 Hemoglobin (Hb)

Hemoglobin merupakan protein yang terkandung dalam sel darah merah dan
berfungsi membawa oksigen ke seluruh tubuh. Nah, kandungan oksigen dalam
darah ini lah yang membuat darah berwarna merah. Adanya perubahan
hemoglobin dalam darah bisa jadi pertanda kalau kamu tengah mengidap
gangguan kesehatan.

 Hematokrit (Ht)

Tes kadar hematokrit merupakan bagian dari pemeriksaan darah lengkap yang
digunakan untuk mendeteksi anemia. Selain itu, pemeriksaan hematokrit juga
dilakukan guna mengetahui reaksi tubuh terhadap pengobatan yang tengah
dijalani.

 Trombosit

Proses pembekuan darah dapat terganggu ketika kadar trombosit tidak normal.
Gangguan yang terjadi biasanya meliputi pembekuan sampai penggumpalan darah.
Karena sifatnya dapat membekukan darah, trombosit berfungsi untuk menutup dan
menyembuhkan luka. Trombosit juga berfungsi untuk menghentikan pendarahan
ketika terjadi luka

 Sel Darah Merah

Sel darah merah mempunyai fungsi membawa oksigen dan nutrisi ke seluruh
tubuh. Penyakit tersebut meliputi anemia, perdarahan, serta kekurangan cairan atau
dehidrasi.

 Leukosit

Sel darah putih mempunyai fungsi untuk melindungi tubuh dari segala serangan
penyakit. Sel darah putih juga bertugas untuk mendeteksi dan membasmi
mikroorganisme asing, seperti virus, bakteri, maupun parasit yang membawa
penyakit atau infeksi ke dalam tubuh.

 Gula Darah

Tes gula darah dilakukan guna mengetahui kadar gula dalam darah. Selain untuk
mendeteksi diabetes, tes gula darah dilakukan untuk memastikan kadar gula darah
pengidap diabetes dalam tahap normal.8

6. Bagaiman alur penegakan diagnosis pada nenek siti?


Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di bagian
tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), gangguan fungsi
muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan neurovaskuler.
Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnose fraktur dapat ditegakkan
walaupun jenis konfigurasinya belum dapat ditentukan.

Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan
kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau fraktur
sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi,
merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.

Pemeriksaan fisik dilakukan tiga hal penting, yakni


 inspeksi / look: deformitas (angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan),bengkak.
 Palpasi / feel (nyeri tekan, krepitasi). Status neurologis dan vaskuler di bagian
distalnya perlu diperiksa.
 Pemeriksaan gerakan / moving dinilai apakah adanya keterbatasan pada pergerakan
sendi yang berdekatan dengan lokasi fraktur
 Pemeriksaan trauma di tempat lain meliputi kepala, toraks, abdomen, pelvis.

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan antara lain


 Laboratorium meliputi darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-
test, dan urinalisa
 Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two: dua gambaran,
anteroposterior (AP) dan lateral, memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur,
memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang tidak
terkena cedera (pada anak) dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah
tindakan.
 Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta
gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis, atau neurotmesis. 9

7. Diagnsis banding & diagnosis kerja dari penyakit nenek siti?


Diagnosis banding :
• Dislokasi pinggul:perpindahan kepala femoralis dari acetabulum
• Fraktur intertrokanter:garis fraktur lebih distal dan terletak di antara trokanter
mayor dan minor
• Fraktur subtrokanter:garis fraktur berjarak 5 cm distal dari trokanter minor
• Fraktur femur:garis fraktur berada di dalam diafisis femoralis
• Osteoartritis:nyeri yang lebih kronis. Biasanya, pasien mengeluhkan nyeri
pangkal paha. Nyeri yang memburuk dengan aktivitas atau tangga10

Diagnosis : Fraktur patologis tertutup femur dextra e.c osteoporosis


o Keluhan utama yang biasanya didapatkan ialah nyeri dan ketidakmampuan
menggunakan anggota gerak tubuhnya.
o Nenek siti mengeluh nyeri pada pinggul kanan setelah terpeleset di kamar mandi
sekitar dua jam yang lalu. Nenek Siti tidak dapat berdiri dan berjalan sendiri setelah
terjatuh.
o Juga ditemukan adanya fraktur pada tulang femur kanan. 11,12

8. Bagaimana etiologi dari penyakit nenek siti?


Prempuan lebih sering freaktur yang berhubungan dengan insiden osteoporosis,
penyebab terbanyak karena kecelakaan
Berdasarkan jenisnya, penyebab fraktur dibedakan menjadi : 13
1. Cedera traumatic
Cedera traumatic pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patahan melintang atau
miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang yang jauh dari ditempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan

2. Fraktur patologik14
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur, seperti :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas), yaitu pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali atau progresif.
b. Infeksi seperti mosteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D.
d. Sress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran e.
osteoporosis
f.osteogenesis imperfecta
d.penyakit Paget

9. Bagaimana epidemiologi dari penyakit nenek siti?


Menurut International Osteoporosis Foundation osteoporosis mempengaruhi sekitar
200 juta wanita di seluruh dunia, dengan estimasi 1/10 pada wanita usia 60 tahun; 1/5
pada wanita usia 70 tahun; 2/5 pada wanita usia 80 tahun; dan 2/3 pada wanita usia 90
tahun. Di sini terlihat bahwaprevalensi osteoporosis di dunia cukup tinggi.
Osteoporosis Foundation, insiden fraktur osteoporosis per tahun pada wanita lebih
tinggi dibandingkan angka insiden gabungan antara serangan jantung, stroke, dan
kanker payudara. Sedangkan menurut World Health Organization (WHO)
osteoporosis merupakan penyakit kedua setelah penyakit kardiovaskular sebagai
masalah global dan studi menunjukkan bahwa perempuan berusia 50 tahun memiliki
risiko meninggal karena hipfracture yang sama dengan kanker payudara. International
Osteoporosis Foundation mencatat 20% pasien patah tulang osteoporosis meninggal
dalam jangka waktu satu tahun. Sepertiga diantaranya harus terus berbaring di tempat
tidur, sepertiga lainnya harus dibantu untuk dapat berdiri dan berjalan. Hanya
sepertiga yang dapat sembuh dan beraktivitas optimal. 15

10. Bagaimana patofisiologi dari penyakit nenek siti?


Pada kondisi trauma, diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan batang
femur individu dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi karena trauma langsung dan
tidak langsung pada pria muda yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau
jatuh dari ketinggian. Kondisi degenerasi tulang (osteoporosis) atau keganasan tulang
paha yang menyebabkan fraktur patologis tanpa riwayat trauma, memadai untuk
mematahkan tulang femur.
Kerusakan neurovaskular menimbulkan manifestasi peningkatan risiko syok, baik
syok hipovolemik karena kehilangan darah banyak ke dalam jaringan maupun syok
neurogenik karena nyeri yang sangat hebat yang dialami klien. Respon terhadap
pembengkakan yang hebat adalah sindrom kompartemen. Sindrom kompartemen
adalah suatu keadaan terjebaknya otot, pembuluh darah, jaringan saraf akibat
pembengkakan lokal yang melebihi kemampuan suatu kompartemen/ruang lokal
dengan manifestasi gejala yang khas, meliputi keluhan nyeri hebat pada area
pembengkakan, penurunan perfusi perifer secara unilateral pada sisi distal
pembengkakan, CRT (capillary refill time) lebih dari 3 detik pada sisi distal
pembengkakan, penurunan denyut nadi pada sisi distal pembengkakan.
Kerusakan fragmen tulang femur menyebabkan gangguan mobilitas fisik dan
diikuti dengan spasme otot paha yang menimbulkan deformitas khas pada paha, yaitu
pemendekan tungkai bawah. Apabila kondisi ini berlanjut tanpa dilakukan intervensi
yang optimal akan menimbulkan risiko terjadinya malunion pada tulang femur. 16
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika
ambang fraktursuatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya retak
saja bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka tulang
dapat pecah berkeping-keping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung
tulang dapat terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur
keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat bahkan
mampu menggeser tulang besar, seperti femur. Walaupun bagaian proksimal dari
tulang patah tetap pada tempatnya, namun bagian distal dapat bergerser karena faktor
penyebab patah maupun spasme pada otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat
bergeser ke samping, pada suatu sudut (membentuk sudut), atau menimpa segmen
tulang lain. Fragmen juga dapat beotasi atau berpindah.
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari tulang
yang patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan sering terjadi cedera jaringan
lunak. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera pada tulang itu
sendiri. Pada saluran sumsum (medulla), hematoma terjadi diantara fragmen-fragmen
tulang dan dibawah periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan
menciptakan respon peradangan yang hebat sehingga akan terjadi vasodilatasi,
edema, nyeri, kehilangan fungsi, eksudasi plasma dan leukosit. 17
Secara normal di tubuh kita terjadi suatu tahapan yang disebut remodeling tulang,
yaitu suatu proses pergantian tulang yang sudah tua untuk di ganti dengan tulang
yang baru. Hal ini sudah terjadi pada saat pembentukan tulang mulai berlangsung
sampai selama kita hidup. Setiap Saat Terjadi remodeling tulang di tulang manusia.
Proses remodeling ini dimulai dengan terjadinya resorpsi atau penyerapan atau
penarikan tulang oleh sel tulang yaitu osteoklas, kemudian tulang yang sudah di serap
akan diisi oleh tulang yang baru dengan bantuan sel tulang yaitu osteoblas. Proses
resorpsi oleh osteoklas dan formasi oleh osteoblas dipengaruhi oleh banyak faktor,
seperti faktor humoral (sitokin, prostaglandin, faktor pertumbuhan), dan faktor
sistemik (kalsitonin, estrogen, kortikosteroid, tiroksin). Sitokin yang meningkatkan
kerja osteoklas ialah granulocyte-macrophage colony-stimula-ting factors (GM-CSF),
macrophage colony-stimulating factors (M-CSF), tumor necrosis factor α (TNF-α),
interleukin-1 (IL-1) dan interleukin-6 (IL-6); sedangkan faktor lokal yang
meningkatkan kerja osteoblas ialah IL-4, dan transforming growth factor β (TGF-β).
Estrogen menghambat resorbsi tulang dengan menghambat PTH, menekan produksi
IL-1, IL-6 dan TNFα, dan menghambat interaksi RANK-RANKL dengan
menstimulasi sel stroma menghasilkan OPG. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya
estrogen replacement therapy pada wanita pasca menopause untuk mencegah
terjadinya osteoporosis pasca menopause (post menopause osteoporosis). 18

11. Apa saja jenis-jenis fraktur?


Klasifikasi fraktur
• Garden : sistem yang paling banyak digunakan untuk mengkomunikasikan jenis
fraktur.
A) type I : fraktur inkomplit, termasuk fraktur abduksi dimana caput femoris miring
ke arah valgus yang berhubungan dengan collum femoris.
B) type II :f fraktur komplit, namun tidak terdapat pergeseran,
C) type III : fraktur komplit, disertai pergeseran parsial
D) Type IV : fraktur komplit dengan pergeseran keseluruhan

• Pauwel : berdasarkan sudut fraktur dari garis horizontal


A) tipe I : >30 derajat
B) tipe II : >50 derajat
C) tipe III : >70 derajat
Besarnya kekuatan dengan sudut yang besar akan mengarah kepada fraktur yang
tidak stabil.19

 Klasifikasi fraktur secara umum:7


1. Berdasarkan tempat
(Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst).
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
1. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang).
2. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang
tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur Komunitif fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.
4. Berdasarkan posisi fragmen:
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3; cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Fraktur
terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu:
1) Grade 1: luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
2) Grade II: luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif
3) Grade III sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak
ekstensif.
6. Berdasarkan bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma:
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Ohlik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya:
a. Tidak adanya dislokasi
b. Adanya dislokasi
o At axim: membentuk sudut.
o At lotus fragmen tulang berjauhan.
o At longitudinal: berjauhan memanjang.
o At lotus cum contractiosnum: berjauhan dan memendek.
8. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
9. Fraktur Kelelahan : Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
10. Fraktur Patologis : Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

 Klasifikasi Fraktur Femur20


1. Fraktur intrakapsuler femur/ fraktur collum femoris
Fraktur collum femoris adalah fraktur yang terjadi di sebelah proksimal linea
intertrichanterica pada daerah intrakapsular sendi panggul.
2. Fraktur subtrochanter
Fraktur subtrochanter merupakan fraktur yang terjadi antara trochanter minor dan
di dekat sepertiga proksimal corpus femur. Fraktur dapat meluas ke proksimal
sampai daerah intertrochanter. Fraktur ini dapat disebabkan oleh trauma berenergi
tinggi pada pasien muda atau perluasan fraktur intertrochanter kearah distal pada
pasien manual.
3. Fraktur intertrochanter femur
Fraktur intertrochanter adalah fraktur yang terjadi diantara trochanter major dan
minor sepanjang linea intertrichanterica, diluar kapsul sendi. Trauma berenergi tinggi
dapat menyebabkan fraktur tipe ini pada pasien muda. Pada keadaan ini, fraktur
introchanter biasanya menyertai fraktur compus (shaft) femoralis.
4. Fraktur corpus femoris / fraktur batang femur.
Fraktur corpus femoris adalah fraktur diafisis femur yang tidak melibatkan daerah
artikular atau metafisis. Fraktur ini sering berhubungan dengan trauma jaringan lunak
yang berat dan pada saat yang bersamaan terjadi luka terbuka.
Batang femur didefinisikan sebagai bagian yang memanjang dari trokanter hingga
kondil. Sebagian besar fraktur batang femur disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas
atau trauma industri, khususnya kecelakaan yang melibatkan kecepatan tinggi atau
kekuatan besar.
5. Fraktur suprakondilar femur
Fraktur femur suprakondilar melibatkan aspek distal atau metafisis femur. Daerah
ini mencakup 8 sampai 15 cm bagian distal femur. Fraktur ini sering melibatkan
permukaan sendi. Pada pasien berusia muda, fraktur ini biasanya disebabkan oleh
trauma berenergi tinggi seperti tertabrak mobil Fraktur suprakondilar femur lebih
jarang dibandingkan fraktur batang femur.

12. Apa saja perubahan musculoskeletal?


Otot yang tidak aktif akan mengalami kehilangan kekuatan 3% per hari, dan dalam hal ini
tanpa defisit neuromuscular primer kadang-kadang memerlukan beberapa. Minggu/bulan
untuk dapat berfungsi kembali, stretching dapat terjadi seperti kehilangan tonus otot atau
seperti excessive strain (wirst drop/foot drop)dapat terjadi karena kerusakan jaringan/
atropi otot yang general menyebabkan penurunan kekuatan otot dan kekuatan pada
persendian. Kekakuan sendi dan perlekatan sendi serta otot.

Tahapan terjadinya atrofi otot dimulai dengan berkurangnya tonus otot. Hal ini
menyebabkan:
(1) Myostatin:
regulator negative untuk pertumbuhan otot: termasuk family TGF- . Myostatin
menyebabkan atrofi otot melalui penghambatan pada proses translasi protein
sehingga menurunkan kecepatan sintesis protein.

(2) NF-κB
merupakan family dari 5 faktor transkripsi [p65(Rel A), Rel B, c-Rel, p52, and
p50].NF-κB menginduksi atrofi dengan aktivasi transkripsi dan ubiquinasi protein.
Jika otot tidak digunakan menyebabkan peningkatan aktivitas transkripsi dari NF- B.

(3) Reactive
Oxygen Species (ROS) pada otot yang mengalami atrofi. Otot yang tidak
mendapatkan pembebanan akan meningkatkan produksi Cu, Zn Superoksida
Dismutase yang menyebabkan kerusakan yang ditambah lagi dengan menurunya
catalase, glutathioneperoksidase, dan mungkin Mn, superoksida dismutase, yaitu
sistem yang akan memetabolisme kelebihan ROS.

ROS menyebabkan peningkatan kerusakan protein, menurunnya ekspresi myosin, dan


peningkatan espresi komponen jalur ubiquitine proteolitik proteosome. Ketiadaan beban
pada otot menyebabkan menurunnya sintesis protein. Translasi mRNA menjadi protein
meliputi tiga tahapan yaitu, inisiasi, elongasi dan terminasi. Proses pertama lebih banyak
dipengaruhi pada atrofi.4E-BP-1 merupakan faktor inisiasi translasi yang dalam keadaan
tidak terfosforilasi bekerja sebagai faktor inhibitor translasi yang kuat dengan mengikat
faktor inisiasi pengikatan eukariotik ((eIF)-4E). Pada keadaan tidak terpakai selama 14
hari, ikatan 4E-BP-1 dengan (eIF)-4E m. gastocnemius (tikus) meningkat, sehingga
proses translasi akan menurun, sistem proteolitik pada atrofi otot akibat tidak terpakai.
Protein yang berperan pada pembentukan dan pelipatan protein myofibril adalah substrate
calpain: titin, vinculin, nebulin, dan lain-lain. Aktivasi calpain akan menyebabkan dis-
integrasi dan lepasnya myofibril dari susunannya. Miofibril yang terlepas kemudian akan
mengalami degradasi oleh system ubiquitin (Ub;c)- proteosomedependent ATP, dan
masuk ke dalam lisosom untuk dihancurkan.

Akibat dari hal tersebut


 kekuatan otot menurun 4-5% perminggu
 Atrofi otot dengan cepat (primer: bedrest, gips pada tungkai dan sekunder:
polineuropathy dan myopathy)
 Grup otot yang paling cepat terkena adalah otot-otot yang dipergunakan untuk
mempertahankan postur
 Satu hari bedrest memerlukan 2 minggu rekondisi untuk mengembalikan
kekuatan otot.21
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang terdiri dari tulang, sendi, dan otot. Sistem
tersebut paling erat kaitannya dengan mobilitas fisik individu. Seiring bertambahnya
usia, terdapat berbagai perubahan yang terjadi pada sistem musculoskeletal yang terdiri
dari tulang, otot, sendi, dan saraf.

1. Perubahan Fisiologis Tulang


Sistem skeletal pada manusia tersusun dari 206 tulang termasuk dengan sendi yang
menghubungkan antar keduanya. Kerangka yang dibentuk dari susunan tulang
tersebut sangat kuat namun relatif ringan. Fungsi utama sistem skeletal ini adalah
memberikan bentuk dan dukungan pada tubuh manusia. Selain itu, sistem ini
juga berperan untuk melindungi tubuh, misalnya tulang tengkorak yang melindungi
otak dan mata, tulang rusuk yang melindungi jantung, serta tulang belakang yang
melindungi sumsum tulang belakang. Struktur pada kerangka ini juga terdapat
tendon otot yang mendukung adanya pergerakan.
Tulang mencapai kematangan pada saat waktu dewasa awal tetapi terus melakukan
remodeling sepanjang kehidupan.Secara umum, perubahan fisiologis pada tulang
lansia adalah kehilangan kandungan mineral tulang. keadaan tersebut bedampak pada
meningkatnya risiko fraktur dan kejadian terjatuh. Selain itu, terjadi juga penurunan
massa tulang atau disebut dengan osteopenia. Jika tidak ditangani segara osteopenia
bisa berlanjut menjadi osteoporosis yang ditandai dengan karakteristik
berkuranganya kepadatan tulang dan meningkatkan laju kehilangan tulang.

Perubahan-perubahan lain yang terjadi antara lain:


 Meningkatnya resorbsi tulang (misalnya, pemecahan tulang diperlukan untuk
remodeling)
 Arbsorbsi kalsium berkurang
 Meningkatnya hormon serum paratiroid
 Gangguan regulasi dari aktivitas osteoblast
 Gangguan formasi tulang sekunder untuk mengurangi produksi osteoblastik
dari matriks tulang
 Menurunnya estrogen pada wanita dan testosterone pada laki-laki.

Perubahan Fisiologis Otot


Selain tulang, otot yang dikontrol oleh neuron motorik secara
langsung berdampak pada kehidupan sehari-hari. Perubahan fisilogis pada otot
yang terjadi pada lansia disajikan dalam tabel berikut.
Perubahan Efek Fungsional
Peningkatan variabilitas dalam ukuran Peningkatan heterogenitas jarak
serat otot kapiler, karena kapiler dapat hanya
terletak di tepi seraf  berdampak
negatif terhadap oksigenasi jaringan

Kehilangan massa otot Penurunan kekuatan dan tenaga


Serabut otot (fiber) tipe II menurun Terjatuh
Infiltrasi lemak Kerapuhan atau otot melemah

Secara keseluruhan akibat dari perubahan kondisi otot yang berhubungan dengan
bertambahnya usia disebut sarkopenia. Sarkopenia adalah kehilangan masa,
kekuatan dan ketahanan otot.
Perubahan pada Sendi dan Jaringan Ikat
Proses degeneratif memengaruhi tendon, ligamen, cairan synovial. Perubahan-
perubahan yang terjadi pada sendi meliputi :

Organ/Jarin Perubahan Fisiologis Efek


gan
Sendi Menurunnya viskositas cairan Menurunnya perlindungan ketika
synovial bergerak
 Erosi tulang Menghambat pertumbuhan
 Mengecilnya kartilago tulang
 Degenerasi gen dan sel Penurunan elastisitas,
elastin. fleksibilitas, stabilitas, dan
 Ligamen memendek imobilitas
 Fragmentasi struktur
fibrosa di jaringan ikat.
 Pembentukan jaringan
parut di kapsul sendi dan
jaringan ikat
Penurunan kapasitas gerakan, Gangguan fleksi dan ekstensi
seperti: penurunan rentang sehingga kegiatan sehari-hari
gerak pada lengan atas, fleksi menjadi terhambat.
punggung bawah, rotasi
eksternal pinggul, fleksi lutut,
dan dorsofleksi kaki
Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan kolagen pada jaringan penyambung
meningkat secara progresif. Efek perubahan pada sendi ini adalah gangguan fleksi
dan ekstensi, penurunan fleksibilitas struktur berserat, berkurang perlindungan
dari kekuatan gerakan, erosi tulang, berkurangnya kemampuan jaringan ikat,
inflamasi, nyeri, penurunan mobilitas sendi, dan deformitas.

Perubahan pada Saraf


Proses degeneratif memengaruhi gerak refleks, sensasi, dan posisi sendi.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada saraf meliputi:
Organ/Ja Perubahan Fisiologis Efek
ringan
Saraf  Penurunan gerakan  Berjalan lebih lambat.
refleks.  Berkurangnya respon terhadap
 Gangguan proprioception rangsangan lingkungan.
terutama pada wanita.
 Berkurangnya rasa sensasi
getaran dan posisi sendi
pada ektremitas bagian
bawah.
Perubahan kemampuan visual Perubahan pemeliharaan dalam posisi
tegak
Perubahan kontrol postural Peningkatan goyangan tubuh yang
merupakan tolak ukur dari gerakan
tubuh saat berdiri.

Adapun ringkasan perubahan fisiologis pada sistem muskuloskeletal digambarkan


dalam gambar berikut 22
Gambar 122
Perubahan Muskuloskeletal

13. Penurunan keseimbangan ekstrinsik dan instrinsik?


Faktor intrinsik :
Faktor lokal dan faktor sistemik.
Faktor intrinsik lokal antara lain : adanya osteoarthritis genung ataupun vertebra
lumbal, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, gangguan pada alat
keseimbangan seperti vertigo yang dapat ditimbulkan oleh gangguan aliran darah ke
otak akibat hiperkoagulasi, hiperagregasi atau osteoartritis servical. Kelemahan otot
kuadrisep femoris turut berperan untuk terjadinya jatuh karena ketidakmampuan
mengangkat tungkai secara optimal, saat berjalan dan mengangkat tubuh saat bangun
dari duduk.

Faktor intrinsik sistemik antara lain : berupa berbagai penyakit yang dapat memicu
timbulnya gangguan keseimbangan dan jatuh seperti penyakit paru obstruktif kronik
/ppok, pneumonia, infrak miokard akut, gagal jantung, infeksi saluran kemih,
demikian pula gangguan metabolik seperti hiponatremia, hipoglikemi, hiperglikemia,
maupun hipoksia serta adanya gangguan aliran darah ke otak seperti pada keadaan
hiperkoagulasi stroke dan transient ischemic attact/ TIA.

Faktor risiko intrinsik


berupa :
- sinkop : Beberapa penyebab sinkop pada orang usia lanjut yang perlu dikenali
antara lain respons vasovagal, gangguan kardiovaskular [bradi dan takiaritmia,
stenosis aorta] gangguan neurologi akut [ TIA, stroke, atau kejang] emboli paru dan
gangguan metabolik.
- drop Attack : itu kelemahan tungkai bawah yang mendadak terjadinya jatuh tanpa
kehilangan kesadaran pada kondisi ini seringkali dikaitkan dengan insufisiensi
vertebrobasiler yang dipicu oleh perubahan pada posisi kepala
- diazziness : rasa tidak stabil itu merupakan keluhan yang sering diutarakan oleh
orang usia lanjut yang mengalami jatuh. Pasien yang mengeluh rasa ringan di kepala
harus dievaluasi secepat mungkin agar dapat hipotensi postural atau depresi volume
intravaskuler. Di sisi lain, vertigo merupakan gejala yang lebih spesifik walaupun
merupakan pemicu jantung yang lebih jarang. Kondisi ini dikaitkan adanya kelainan
pada telinga bagian dalam seperti labirinitis, penyakit meniere dan beningn
proxysmal prositional vertigo/BPPV, Ischemic dan infak vertebrobasiler serta infack
serebelum juga dapat menyebabkan vertigo

Faktor risiko ekstrinsik


Faktornya yang berada di luar lingkungan yang memudahkan orang usia lanjut itu
mengalami jatuh Nah dari faktor tersebut seperti :
- lampu ruangan yang kurang terang
- lantai yang licin basah
- tidak rata furnitur yang terlalu rendah atau tinggi
- tangga yang tak aman
- kamar mandi dengan bak mandi atau kloset yang terlalu rendah atau tinggi
- tak memiliki alat bantu untuk berpegangan
- tali atau kabel yang berserakan di lantai karpet yang terlipat
- benda-benda di lantai

Sehingga membuat pada lansia bisa tidak seimbang dalam berjalan atau terantuk
membuat lansia terjatuh. Terutama yang paling sering itu kamar mandi.

Obat-obat juga dapat menjadi penyebab jatuh pada lansia misalnya :


- obat diuretik yang dikonsumsi menyebabkan seseorang berulang kali harus ke
kamar kecil untuk buang air kecil atau efek mengantuk dari obat sedatif ini maka
seseorang menjadi kurang waspada saat berjalan . 23

14. Bagaiman prosedur tirah baring yang di lakukan pada nenek siti?
Tata cara :
1.Perubahan posisi setiap 2 jam dikombinasikan dengan clapping dan vibrasi untuk
relaksasi dan pengeluaran sekret atau lendir
2.menggerakkan lengan dan tungkai yang harus diperhatikan :
a.gerakan dilakukan dengan perlahan dan hati-hati
b..gerakan tidak boleh berlebihan dan harus memperhatikan Apabila ada rasa sakit
atau nyeri.
3. Bell reclining exercise yaitu meninggikan posisi bet pasien dimulai dari posisi 0
derajat. bertahap ke posisi yang lebih tinggi sehingga mencapai posisi duduk yang
tegak 90 derajat. Posisi tegak ini dapat meningkatkan volume paru dan pertukaran gas
serta mencegah terjadinya penumpukan dahak atau sputum
4. Latihan pernapasan dengan Pursed-Lips Breathing ; posisi rileks posisi rileks
yaitu tarik nafas melalui hidung lalu tahan selama 2 -3 detik. Hembuskan secara
perlahan-lahan selama 6-8 detik bibir seperti mencucu seperti[ meniup lilin] ulangi
selama beberapa kali

Hal yang perlu diperhatikan prosedur ;


1. mobilisasi dilakukan setiap 2 jam sekali dan terjadwal
2. mobilisasi bergantian
3.mempertahankan kelembaban kulit
4.dukungan keluarga kebutuhan nutrisi terpenuhi

Tujuan Tirah Baring


-Mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh
-Mengurangi nyeri, meliputi nyeri pasca operasi dan kebutuhan analgesik dengan
dosis besar
-Memungkinkan klien sakit atau lemah untuk istirahat dan mengembalikan kekuatan
-Memberi kesempatan kepada klien yang lebih untuk beristirahat tanpa terganggu.24

15. Bagaimana tatalaksana untuk penyakit nenek siti?


Penanganan fraktur geriatrik perlu dilakukan oleh tim dokter yang terdiri dari dokter
ortopedik dan juga dokter geriatrik. Komunikasi yang baik dan rencana terapi yang
tepat perlu dipersiapkan agar pasien geriatrik dapat ditangani dengan baik dan dapat
mengembalikan kualitas hidup pasien dan mencegah terjadinya disabilitas.
Penatalaksanaan yang perlu dilakukan pada pasien dengan fraktur dibagi menjadi
beberapa tahap, yaitu penatalaksanaan awal dan penatalaksanaan definitif.
Penatalaksanaan awal dilakukan untuk menstabilkan keadaan pasien yang mencakup
pertolongan pertama pada pasien dengan fraktur. Survei awal bertujuan untuk menilai
dan memberikan pengobatan sesuai dengan prioritas berdasarkan trauma yang
dialami. Fungsi vital pasien harus dinilai secara tepat dan efisien yang meliputi
airway, breathing, circulation, disability, dan exposure. Penanganan pasien harus
terdiri atas:
• evaluasi awal yang cepat serta resusitasi fungsi vital, penangan trauma dan
identifikasi keadaan yang dapat menyebabkan kematian.
• Penilaian klinis dilakukan sebelum menilai fraktur itu sendiri, apakah luka itu
luka tembus tulang, adanya trauma pembuluh darah/saraf atau adanya trauma alat-alat
dalam yang lain. Pemberian medikamentosa untuk tatalak-sana nyeri ialah
parasetamol 500mg hingga dosis maksimal 3000mg per hari. Bila respon tidak
adekuat dapat ditambahkan dengan kodein 10mg.
• Selanjutnya ialah dengan menggunakan NSAID seperti ibuprofen 400mg, 3 kali
sehari. Pada keadaan nyeri berat (terutama bila terdapat osteoporosis), kalsitonin 50-
100 IU dapat diberikan subkutan malam hari. Golongan narkotik hendaknya dihindari
karena dapat menyebabkan delirium.
• Penurunan risiko infeksi dengan pemberian antibiotik peri-operatif. Untuk
mencegah tromboemboli, pasien perlu mendapat antikoagulan selama masa
perioperatif dan dapat diberikan low molecular weight heparin (LMWH) tanpa
pengontrolan aPTT terlebih dahulu. Sebelum operasi, antikoagulan perlu dihentikan
dahulu agar perdarahan luka operasi terkendali. Setelah operasi, antikoagulan dapat
diberikan hingga 2-4 minggu atau bila pasien sudah dapat mobilisasi.
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip
pengobatan menggunakan empat (4R), yaitu: recognition, reduction, retention, dan
rehabilitation.
• Recognition meliputi diagnosis dan penilaian fraktur dengan anamnesis,
pemeriksaan klinik, dan radiologik. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan
lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan,
dan komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
• Reduction fraktur bila perlu, restorasi fragmen frakturdilakukan untuk
mendapatkan posisi yang dapat diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan
reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah
komplikasi seperti kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian
hari.
• Retention meliputi imobilisasi fraktur dan rehabilitation untuk mengembalikan
aktifitas fungsional semaksimal mungkin. Penatalaksanaan fraktur meliputi reposisi
dan imobilisasi fraktur dengan splint. Status neurologik dan vaskuler di bagian distal
harus diperiksa baik sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi.
Penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan
operasi dengan open reduction internal fixation (ORIF) maupun open reduction and
external fixation (OREF).
• Reposisi bertujuan untuk mengembalikan fragmen ke posisi anatomi. Teknik
reposisi terdiri dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup dapat dilakukan
dengan fiksasi eksterna atau traksi kulit dan skeletal sedangkan reposisi terbuka
dilakukan pada pasien yang telah mengalami gagal reposisi tertutup, fragmen
bergeser, mobilisasi dini, fraktur multipel, dan fraktur patologik.
• Imobilisasi/fiksasi bertujuan untuk mempertahankan posisi fragmen pasca
reposisi sampai terjadi union. Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan
(shortening), fraktur unstable, serta kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar. 15

16. Apa saja komplikasi penyakit nenek siti?


Terdapat beberapa komplikasi dari imobilisasi antara lain :
a. Trombosis vena
dalam merupakan salah satu gangguanvaskular perifer yang penyebabnya
multifaktorial, meliputi faktor genetik dan lingkungan.Terdapat tiga faktor yang
meningkatkan risiko trombosis vena dalam yaitu karena adanya luka di vena dalam
karena trauma atau pembedahan, sirkulasi darah yang tidak baik pada vena dalam
,dan berbagai kondisi yang meningkatkan resiko pembekuan darah. Beberapa kondisi
yang dapat menyebabkan sirkulasi darah tidak baik di vena dalam meliputi gagal
jantung kongestif, imobilisasi lama, dan adanya gumpalan darah yang telah timbul
sebelumnya.Gejala trombosis vena bervariasi, dapat berupa rasa panas, bengkak,
kemerahan, dan rasa nyeri pada tungkai.
b. Emboli Paru
dapat menghambat aliran darah keparu dan memicu refleks tertentu yang dapat
menyebabkan panas yang mengakibatkan nafas berhenti secara tiba-tiba. Sebagian
besar emboli paru disebabkan oleh emboli karena trombosis vena dalam. Berkaitan
dengan trombosis vena dalam, emboli paru disebabkan oleh lepasnya trombosis yang
biasanya berlokasi pada tungkai bawah yang pada gilirannya akan mencapai
pembuluh darah paru dan menimbulkan sumbatan yang dapat berakibat fatal. Emboli
paru sebagai akibat trombosis merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada
pasien lanjut usia.
c. Kelemahan Otot
Imobilisasi lama akan menyebabkan atrofi otot dengan penurunan ukuran dan
kekuatan otot. Penurunan kekuatan otot diperkirakan 1-2% sehari. Kelemahan otot
pada pasien dengan imobilisasi sering kali terjadi dan berkaitan dengan penurunan
fungsional, kelemahan, dan jatuh.
d. Kontraktur Otot dan Sendi
Pasien yang mengalami tirah baring lama berisiko mengalami kontraktur karena
sendi-sendi tidak digerakkan. Akibatnya timbul nyeri yang menyebabkan seseorang
semakin tidak mau menggerakkan sendi yang kontraktur tersebut.
E. Osteoporosis
timbul akibat ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan pembentukan tulang.
Imobilisasi meningkatkan resorpsi tulang, meningkatkan kalsium serum, menghambat
sekresi PTH, dan produksi vitamin D3 aktif. Faktor utama yang menyebabkan
kehilangan masa tulang pada imobilisasi adalah meningkatnya resorpsi tulang.
F. Ulkus Dekubitus
Luka akibat tekanan merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada pasien
usia lanjut dengan imobilisasi. Jumlah tekanan yang dapat mempengaruhi mikro
sirkulasi kulit pada usia lanjut berkisar antara 25 mmHg. Tekanan lebih dari 25
mmHg secara terus menerus pada kulit atau jaringan lunak dalam waktu lama akan
menyebabkan kompresi pembuluh kapiler. Kompresi pembuluh dalam waktu lama
akan mengakibatkan trombosis intra arteri dan gumpalan fibrin yang secara permanen
mempertahankan iskemia kulit. Relief bekas tekanan mengakibatkan pembuluh darah
tidak dapat terbuka dan akhirnya terbentuk luka akibat tekanan.
G. Hipotensi Postural
penurunan tekanan darah sebanyak 20 mmHg dari posisi berbaring keduduk dengan
salah satu gejala klinik yang sering timbul adalah iskemia serebral, khususnya sinkop.
Pada posisi berdiri, secara normal 600-800 ml darah dialirkan kebagian tubuh inferior
terutama tungkai. Penyebaran cairan tubuh tersebut menyebabkan penurunan curah
jantung sebanyak 30%. Pada orang normal sehat, mekanisme kompensasi
menyebabkan tekanan darah tidak turun. Pada lansia, umumnya fungsi baroreseptor
menurun.Tirah baring total selama paling sedikit 3 minggu akan mengganggu
kemampuan seseorang untuk menyesuaikan posisi berdiri.
H. Pneumonia dan Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Akibat imobilisasi retensi sputum dan aspirasi lebih mudah terjadi pada pasien
geriatri. Pada posisi berbaring otot diafragma dan interkostal tidak berfungsi dengan
baik sehingga gerakan dinding dada juga menjadi terbatas yang menyebabkan sputum
sulit keluar dan pasien mudah terkena pneumonia. Aliran urin juga terganggu akibat
tirah baring menyebabkan infeksi saluran kemih. Inkontinensia urin juga sering
terjadi pada usia lanjut disebabkan ketidakmampuan ke toilet, berkemih yang tidak
sempurna, gangguan status mental, dan gangguan sensasi kandungkemih.
I. Gangguan Nutrisi (Hipoalbuminemia)
Imobilisasi akan mempengaruhi sistem metabolik dan endokrin yang akibatnya akan
terjadi perubahan terhadap metabolisme zat gizi. Salah satu yang terjadi adalah
perubahan metabolisme protein. Kadar plasma kortisol lebih tinggi pada usia lanjut
yang imobilisasi sehingga menyebabkan metabolisme menjadi katabolisme. Keadaan
tidak beraktifitas dan imobilisasi selama 7 hari akan meningkatkan ekskresi nitrogen
urin sehingga terjadi hipoproteinemia
J. Konstipasi dan Skibala
Imobilisasi lama akan menurunkan waktu tinggal feses di kolon. Semakin lama
fesestinggal di usus besar, absorpsi cairan akan lebih besar sehingga feses akan
menjadi lebih keras. Asupan cairan yang kurang, dehidrasi, dan penggunaanobat-
obatan juga dapat menyebabkan konstipasi pada pasien imobilisasi. 25

17. Bagaimana edukasi yang dilakukan pada nenek siti?


Informasi tentang kemungkinan komplikasi, pembatasan fisik, latihan, dan
rehabilitasi. Relaksasi dalam mengatasi nyeri, pengaturan posisi, ambulansi,
menghindari pembebanan di daerah cedera.
Pencegahan fraktur yang dapat dilakukan ialah pemberian suplementasi kalsium dan
vitamin D, menghindari faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti merokok dan
konsumsi alkohol, penggunaan pelindung pinggul, serta melakukan skrining dan
mengurangi risiko jatuh. Pemberian suplemen kalsium dapat dilakukan dengan
pemberian makanan mengandung kalsium misalnya susu atau dalam bentuk kalsium
sitrat untuk memenuhi kebutuhan kalsium sekitar 1200 mg per hari. Untuk mencapai
dosis harian yang direkomendasikan 800-1000 IU vitamin D sering dibutuhkan
tambahan multivitamin selain produk kombinasi kalsium dan vitamin D, yang
umumnya hanya mengandung 200 IU per tablet. Edukasi gaya hidup perlu ditekankan
kepada pasien mengenai pentingnya nutrisi yang baik dan olahraga teratur untuk
kesehatan tulang sepanjang hidup mereka. Pasien juga perlu mempertahankan berat
badan ideal, karena kekurangan berat badan berkorelasi dengan peningkatan insiden
osteoporosis dan fraktur.26

18. Bagaimana prognosis dari penyakit nenek siti?


Dengan tatalaksana kegawatdaruratan & teknik bedah yang baik prognosisnya bisa
bonam tergantung dari tingkat frakturnya. fraktur femur proksimal dapat mengarah
pada nekrosis head & mungkin membutuhkan hip arthroplasty.27 Risiko komplikasi
pasca operasi, nyeri,lama rawat, dan kematian dapat berkurang bila pasien lansia
ditatalaksana operatif dalam kurun waktu tidak lebih dari 24-48 jam, namun akan
meningkat pada pasien lanjut usia dengan faktor-faktor risiko dan komplikasi.
Perawatan bedah mengurangi mortalitas dan nyeri kronis serta mening- katkan
kualitas hidup dibandingkan dengan manajemen medis. Secara keseluruhan mortalitas
fraktur pelvis pada kelompok lanjut usia ialah 9- 30%.28

Learning Issue:
Fase Penyembuhan Fraktur
Fase-fase dalam penyembuhan tulang dibagi menjadi 4 fase, yaitu fase inflamasi,
proliferasi, pembentukan kalus, dan remodelling:
1. Inflamasi
Segera setelah terjadi patah tulang, terbentuk bekuan darah dalan subperiosteum dan
jaringan lunak. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya
pasokan darah. Tempat cedara kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah
putih besar) yang akan membersihkan daerah tersebut dari zat asing, pada saat ini
terjadi inflamasi dan nyeri. Fase ini merupakan neovaskularisasi dan awal pengaturan
bekuan darah. Tahap ini berlangsung hari kesatu sampai hari ketujuh dan hilang
dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
2. Proliferasi Sel
Dalam sekitar lima hari, hematoma akan megalami organisasi. Terbentuk benang-
benang fibrin pada darah dan membentuk jaringan untuk revaskularisasi, serta ivasi
fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblas (berkembang dari osteosit, sel
endostel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteglikan sebagai
matriks kolagen pada patahan tulang terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan
(osteoid). Dari periosteum tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan
tersebur dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Namun,
gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif
tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.
3. Pembentukan Kalus
Kalus mampu bereaksi terhadap gerakan ditempat fraktur. Kalus berfungsi
menstabilkan fragmen secepat mungkin suatu pra syarat yang diperlukan untuk
proses pembentukan jembatan tulang. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran
tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen
patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan serat tulang
imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek
secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu
waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan
atau jaringan fibrus. Secara klinis, fragmen tulang tak bisa lagi digerakan.
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga minggu
patah tulang melalui proses penulangan endokondrial. Mineral terusmenerus
ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Permukaan kalus
tetap bersifat elektronegatif. Pada patahan tulang panjang orang dewasa normal,
penulangan memerlukan waktu tiga sampai empat bulan.
4. Remodelling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan
reorganisasi tulang baru ke susunan structural sebelumnya. Remodeling memerlukan
waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun tergantung pada beratnya modifikasi
tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan stress fungsional pada tulang (pada kasus
yang melibatkan tulang kompak dan kanselus). Tulang kanselus mengalami
penyembuhan dan remodelling lebih cepat dari pada tulang kortikal kompak,
khususnya pada titik kontak langsung. Ketika remodelling telah sempurna, muatan
permukaan patah tulang tidak lagi negatif.29
DAFTAR PUSTAKA

1. Purba EP, Veronika A, Ambarita B, Sinaga D. Tingkat Kemandirian Lansia Dalam


Pemenuhan Activity Daily Living (ADL) di Panti Pemenang Jiwa. Heal J Ilm Kesehat.
2022;1(1):27–35.
2. Rini SS, Kuswardhani T, Aryana S. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Gangguan Kognitif pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya
Denpasar. Udayana Journal of Internal Medicine. 2018;2(2):32-37
3. Budson AE. Understanding memory dysfunction [Internet]. The neurologist. U.S.
National Library of Medicine; 2009 [cited 2022Apr7]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8170590/
4. De Wit L, Marsiske M, O'Shea D, Kessels RPC, Kurasz AM, DeFeis B, et al.
Procedural learning in individuals with amnestic mild cognitive impairment and
alzheimer's dementia: A systematic review and meta-analysis [Internet].
5. Martono hadi, dkk. 2009. Buku ajar boedhi-darmojo "GERIATRI". Jakarta : Fakultas
kedokteran universitas Indonesia.
6. Manurung, N. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Konsep, Mind Mapping dan
NANDA NIC NOC. Jakarta: TIM.
7. Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta : EGC
8. Mawardi R, Kamal A. (2020). Kapita Selekta (5th ed). Jawa Barat: Media
Aesculapius.
9. Mahartha GRA, Maliawan S, Kawiyana KS. Manajemen Fraktur Pada Trauma
Muskuloskeletal. e-Jurnal Med Udayana [Internet]. 2017;2(3):548–60.
10. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537347/
11. Mendelson DA, Friedman SM. Principles of comanagement and geriatric fracture
center. Clin Geriatr Med. 2014;30:183- 9.
12. Ellis FEC, Smit RS, van der Velde D, et al. Geriatric Fracture Center: a
multidisciplinary treatment approach for older patients with a hip fracture improved
quality of clinical care and short-term treatment outcomes. Geriatric Orthopaedic
Surgery & Rehabilitation. 2012;3(2):59-67.
13. Abd.wahid. (2013). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta: CV Sangung Seto
14. Ningsih, L. N. (2009). Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
15. Apley A. G., Solomon: Apley’s System of Orthopaedic and Fractures, 17th ed,
Butterworth Heinemann, 1993, 544-5.
16. Mutaqqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
17. Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta: SalembaEmban
Patria.
18. Sihombing dkk. (2012). Peran Estrogen Pada Remodeling Tulang. Jurnal Biomedik,
4(3), S18-28.
19. Wedro, B. MedicineNet (2021). Broken Bone (Types of Bone Fractures).
20. Hoppenfeld, S., & Murthy, V.L. 2011. Terapi dan Rehabilitasi Fraktur. New York :
Lippincott Williams & Wilkins.
21. Ujang Rohman.PERUBAHAN FISIOLOGIS TUBUH SELAMA IMMOBILISASI
DALAM WAKTU LAMA. Journal Sport Area, 4 (2),367-378.
22. Miller, C.A (2012). Nursing Care of Older Adult: Theory And Practices.
Philadelphia:JB. Lippincott Company.
23. Siti setiati, purwita .Laksmi.Gangguan keseimbangan jatuh dan fraktur: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI.Jakarta : Internal Publishing. 2017. Hal 3753-
3754
24. HCU ASTER (IRNA BEDAH) Instalasi Promosi Kesehatan Rumah Sakit RSUD Dr.
Soetomo 2022
25. Setiati S, Roosheroe A G. Imobilisasi pada Usia Lanjut. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI.Jakarta : Internal Publishing. 2014. Hal 3761
26. Nurulhuda, U. Pengaruh Edukasi Suportif Terstruktur terhadap Mobilisasi Pasien
Fraktur dengan Fiksasi Ekstremitas Bawah di RSUP Fatmawati Jakarta. Univ.
Indones. (2018).
27. Mawardi R, Kamal A. (2020). Kapita Selekta (5th ed). Jawa Barat: Media
Aesculapius.
28. Kepel FR, Lengkong AC. Fraktur geriatrik.2019
29. Helmi, Zairin N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba
medika

Anda mungkin juga menyukai