DOSEN PENGAJAR :
DISUSUN OLEH:
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan nikmat
sehat-Nya, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas
kelompok dari mata kuliah Keperawatan Anak dengan judul “konsep askep pada anak
dengan gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas patologis sistem persyarafan dan
muskuloskeletal”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak kesalahaan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen
pengajar kami Ibu Ns. Sugiarti, M.Kep., Sp.Kep.An. yang telah membimbing kami dalam
mempelajari materi ini. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.Terimakasih.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………… 2
2.2 Etiologi…………………………………………………………………………………….. 2
2.3 Patofisiolog………………………………………………………………………………... 3
BAB IV PENUTUP………………………………………………………………………….. 23
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Etiologi
Penyebab Skoliosis tergantung pada jenisnya. Ini tidak disebabkan oleh karena membawa
benda-benda berat (seperti tas sekolah yang berat pada satu bahu), olahraga atau aktivitas fisik,
postur berdiri atau tidur yang buruk, atau kekurangan kalsium dalam gizi. Berikut jenis-jenis
skoliosis dan penyebabnya.
a. Skoliosis Kongenital, akibat cacat lahir kongenital di tulang belakang dan sering
dikaitkan dengan cacat organ tubuh lainnya
b. Skoliosis Degeneratif, disebabkan oleh degenerasi cakram yang memisahkan vertebra
atau artritis dalam persendian yang menautkannya. Jenis Skoliosis ini terjadi pada usia
lanjut.
c. Skoliosis neuromuscular (Gangguan saraf dan otot), akibat hilangnya kendali saraf atau
otot yang menunjang tulang belakang (umumnya akibat Cerebral Palsy atau Muscular
Dystrophy).
d. Skoliosis dari Penyebab yang Tidak Diketahui (Idiopathic), salah satu bentuk skoliosis
paling umum, yang biasanya terjadi pada masa kanak-kanak atau remaja.
2
2.3 Patofisiologi
3
2.4 Manifestasi Klinik
4
Gejala skoliosis dapat berbeda, sesuai tingkat keparahan kondisinya. Gejala yang
umumnya timbul antara lain:
5) Nyeri punggung jangka panjang yang biasanya dialami oleh orang dewasa yang saat kecil
sudah mengidap kondisi skoliosis.
Lengkungan yang parah dapat menimbulkan rasa tidak nyaman pada punggung. Tulang
belakang juga dapat berputar sehingga lengkungan bertambah parah dan salah satu tulang iga
tampak menonjol dibanding sisi lainnya. Ketika kondisinya makin parah, skoliosis dapat
menyebabkan gangguan pernapasan.
a) Informed Consent
Pasien diberikan penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan, termasuk indikasi
dan risiko pemeriksaan. Pada kondisi gawat darurat, dimana informed consent secara
langsung tidak dapat dilakukan, maka dapat diwakilkan kepada keluarga pasien atau
yang mewakili.
5
Sebelum dilakukan rontgen tulang belakang, perlu dilakukan pemeriksaan label terkait
data nama lengkap, tempat tanggal lahir, nomor rekam medis, tanggal pemeriksaan,
posisi dan letak pemeriksaan yang diminta. Persiapan lain yang perlu dilakukan agar
kualitas foto baik antara lain melepas pakaian, memakai gaun pemeriksaan, melepas
perhiasan, kawat bra (pada wanita), dan segala jenis logam yang bisa menjadi artefak.
a) Pemeriksaan MRI memanfaatkan medan magnet yang kuat. Maka pasien harus
melepaskan semua aksesori yang terbuat dari logam. Adapun pasien yang memiliki
implan logam, misalnya alat pacu jantung, tidak diperkenankan menjalani MRI kecuali
atas arahan dari dokter.
b) Kunci utama dalam pemeriksaan MRI adalah ketenangan. Pasien harus tenang
sebelum, saat, hingga sesudah MRI agar proses berjalan lancar dan hasilnya dapat
dimanfaatkan. Bila merasa gugup, pasien harus memberi tahu dokter. Kadang
diperlukan obat penenang agar pasien merasa relaks. Ini terutama bagi pasien yang
memiliki klaustrofobia atau ketakutan berlebih terhadap ruangan yang sempit dan
tertutup. Sebab, dalam proses MRI, pasien akan berada di dalam mesin tertutup yang
bisa memantik klaustrofobia.
c) Tidak ada aturan pasti harus puasa sebelum MRI. Namun dokter umumnya akan
memberitahukan aturan makan dan minum ketika konsultasi sebelum MRI
berlangsung. Pasien juga sebaiknya bersiap dengan datang lebih awal ke lokasi
pemeriksaan setidaknya 30 menit sebelum jadwal pemeriksaan.
3) CT Scan
Proses pemeriksaan dilakukan untuk mendapatkan gambaran kerangka tulang dalam
bentuk 3 dimensi.
6
2.6 Penatalaksanaan Medis
1) Observasi
Pemantauan dilakukan jika derajat skoliosis tidak begitu berat, yaitu 25 derajat pada
tulang yang masih tumbuh atau 50 derajat pada tulang yang sudah berhenti
pertumbuhannya. Rata-rata tulang berhenti tumbuh pada saat usia 19 tahun.
2) Orthosis
Ini merupakan penggunaan alat penyangga yang dikenal dengan nama brace. Biasanya
indikasi pemakaian alat ini adalah derajat pembengkokan sekitar 30-40 derajat,
terdapat progresifitas peningkatan derajat sebanyak 25 derajat. Braces merupakan
terapi konservatif yang sering digunakan pada pasien dengan spine curvature disorder.
Terdapat perdebatan mengenai efektivitas dari penggunaan braces ini, maka dari itu
Scoliosis Research Society membuat suatu kriteria untuk menstandarisasi penggunaan
Brace pada pasien Adolescent Idiopathic Scoliosis, kriteria yang dimaksud adalah usia
10 tahun atau lebih, kelengkungan primer 30-40 derajat, belum pernah dilakukan terapi
apapun, dan untuk pasien wanita dilakukan pada premenarch atau kurang setahun dari
postmenarchal.
3) Operasi
Tidak semua skoliosis memerlukan operasi. Indikasi dilakukannya operasi pada
skoliosis adalah progresifitas peningkatan derajat pembengkokan 40-45 derajat pada
anak yang sedang tumbuh, terdapat kegagalan setelah dilakukan pemakaian alat
orthosis, terdapat derajat pembengkokan 50 derajat pada orang dewasa.
4) Terapi skoliosis pada anak-anak
Pengobatan belum diperlukan untuk skoliosis yang ringan, mengingat tulang
belakangnya masih dapat kembali lurus saat usia anak-anak bertambah. Meski
demikian, perkembangan penyakit perlu terus diamati oleh dokter. Dengan
pemeriksaan rutin ke dokter, dapat diketahui perkembangan kondisi tulang yang
melengkung. Dokter juga bisa melakukan pemeriksaan foto Rontgen untuk
7
memantaunya. Pada skoliosis yang lebih parah, anak akan diminta untuk mengenakan
penyangga tulang belakang. Penyangga ini tidak dapat meluruskan tulang kembali,
namun dapat mencegah lengkungan tulang belakang bertambah parah. Penyangga
biasanya terbuat dari plastik yang dikenakan di bawah lengan, sekitar tulang rusuk,
serta bagian bawah punggung dan pinggul. Bentuknya disesuaikan dengan bentuk
tubuh sehingga hampir tidak terlihat jika mengenakan pakaian. Agar lebih efektif,
penyangga ini perlu dikenakan sepanjang hari, kecuali saat anak berolahraga.
Pemakaian penyangga dapat dihentikan saat pertumbuhan tulang belakang berhenti,
yaitu:
1. Dua tahun setelah anak perempuan mulai mengalami menstruasi.
2. Saat kumis atau jenggot pada wajah anak laki-laki mulai tumbuh.
3. Saat tidak ada penambahan tinggi badan lagi.
5) Pemberian obat pereda nyeri
Untuk meredakan peradangan dan nyeri, dokter akan memberikan obat antiinflamasi
nonsteroid, seperti ibuprofen.
6) Suntik kortikosteroid di rongga tulang belakang
Suntikan kortikosteroid diberikan jika penderita mengalami tekanan pada saraf tulang
belakang, sehingga menimbulkan rasa nyeri, kaku, atau kesemutan. Suntikan ini hanya
bekerja dalam jangka waktu yang pendek, yaitu sekitar beberapa minggu atau beberapa
bulan.
8
BAB III
1) Anamnesis
Pertama yang harus ditanyakan kepada pasien adalah riwayat penyakitnya, termasuk onset
deformitas serta perkembangannya, terapi yang telah dilakukan, keluhan pasien : deformitas,
nyeri, gejala neurologis, gejala kardiopulmonari atau komplikasi fungsional, pengaruh
deformitas pada pasien, kondisi kesehatan umum pasien, dan riwayat scoliosis pada keluarga.
Apabila ada rasa nyeri yang menyertai maka perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap
nyeri, termasuk apabila nyeri yang ada menggangu aktivitas sehari-hari. Pada anak, deformitas
pada umumnya tidak disertai dengan rasa nyeri, namun pada orang dewasa dapat terjadi gejala
nyeri yang sering terjadi tanpa adanya deformitas pada tulang belakang.
2) Pemeriksaan Fisik
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang.
Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis.
Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya
menandakan adanya patah tulang.
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan,
adanya kekakuan sendi.
9
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot.
Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih
pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan caraberjalan
abnormal (misalnya cara berjalan spastic hemiparesis -stroke, cara berjalan selangkah-
selangkah– penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya
dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu
dan waktu denyut perifer, dan waktu pengisian kapiler.
a. Pola napas tidak efektif b.d scoliosis yang menghambat ekspansi paru
Intervensi:
Intervensi:
Intervensi:
4) Beri harapan yang realistik dan buat sasaran jangka pendek untuk memudahkan pencapaian
11
5) Beri penghargaan untuk tugas yang dilakukan
Intervensi:
3) Jelaskan tentang pengobatan: nama, jadwal, tujua jadwal, tujuan, dosis, dan efek
sampingnya, dosis, dan efek sampingnya
Intervensi :
Asuhan Keperawatan Nyeri Pada An. K Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman
Nyaman Dengan Diagnosis Medis Skoliosis
1. PENGKAJIAN
a. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. K
Umur : 12 Tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa-Lampung
b. IDENTITAS KELUARGA
Ibu Bapak
Pekerjaan : Guru SD
13
c. DIAGNOSIS MEDIS
Skoliosis
d. KELUHAN UTAMA
Klien mengatakan punggungnya nyeri saat tidur, sehingga klien tidak tidur dengan nyenyak.
klien mengatakan nyeri hilang timbul, nyeri lebih terasa saat digerakkan Ibu klien mengamati
punggung atau bagian tulang belakang klien miring ke kanan dan tidak simetris. informasi
yang telah mengetahui hal ini sejak 1 tahun terakhir Namun karena klien tidak memiliki
keluhan yang berarti, Ibu klien baru membawa pasien Rumah Sakit 1 minggu yang lalu. lain
Tulang belakangnya yang miring masihan hanya mengeluhkan adanya nyeri ringan pada
punggungnya saat tidur namun hal ini tidak muncul setiap hari. aktivitas sehari-hari pasien
baik di rumah atau di sekolah tidak mengalami hambatan berarti akibat penyakit yang
dideritanya sekarang.
j. RIWAYAT PERINATAL
Kehamilan 40 sampai 41 Minggu,
kelahiran melalui operasi caesar oleh dokter spesialis atas indikasi hidramnion dan
suspek gawat janin di RS daerah di Lampung Timur
pasien di anastesi umum
warna dan bau air ketuban tidak tahu
keadaan bayi setelah dilahirkan tidak tahu BB lahir 1800 kg dan panjang badan lahir
tidak tahun
k. RIWAYAT IMUNISASI
Imunisasi lengkap
15
Bubur susu : 1-2 tahun
Nasi : 4 tahun
m. ACTIVITY DAILY LIVING
Makan: normal
Berpakaian: normal
Istirahat tidur: klien mengatakan mengalami sulit tidur karena nyeri yang dirasakannya saat
tidur. Klien hanya tidur + - 5 jam sehari.
2. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan umum : klien tampak lemas, pucat dan mengatuk
TTV :
Nadi : 88x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 36,8
Nyeri : klien mengatakan nyeri hilang timbul, nyeri lebih terasa saat
digerakkan, skala nyeri 2.
Anatropometri :
BB : 39 Kg
16
TB : 149 cm
Kepala / leher :
Thorax :
Abdomen :
- Inspeksi : datar
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, Hepar tidak teraba
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : bising usus normal
Status lokalis :
Look :
Feel :
Move :
17
Pada posisi Adam forward bending test ( AFBT), didapatkan salah satu sisi punggung
menonjol.
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
CT scan : hasil skoliosis pada korpus vertebra thorakolumbal
4. DATA FOKUS
1) Data subjektif
- Klien mengatakan nyeri punggung saat tidur
- Klien mengatakan tidur tidak nyenyak dan sering terbangun karena nyeri yang
dirasakan
- Klien mengatakan kurang tidur
- Nyeri bertambah saat digerakkan
- Nyeri bersifat hilang tmbul
2) Data Objektif
- klien tampak mengantuk
- klien tidur 5 jam sehari
- konjungtiva anemis
- skala nyeri : 2
- TTV :
Nadi : 88x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 36,8
5. ANALISA DATA
18
-Klien mengatakan nyeri scoliosis skleteal scoliosis
punggung saat tidur
DO:
-skala nyeri 2
- TTV
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 88x/menit
RR : 22x/menit
Suhu: 36,8
19
2. DS : Nyeri saat tidur Gangguan pola tidur b.d
nyeri
-Klien mengatakan tidur
tidak nyenyak dan sering
terbangun karena nyeri
yang dirasakan
DO:
- TTV
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 88x/menit
RR : 22x/menit
Suhu: 36,8
6. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
20
7. INTERVENSI KEPERAWATAN
21
5. Kolaborasi
peberian
analgetik, jika
perlu.
8. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
9. EVALUASI KEPERAWATAN
22
18 1 S : Klien mengatakan nyerinya berkurang setelah minum
Januari obat
2020/
O : skala nyeri 0
10.00
TTV :
TD : 110/80 mmHg
Suhu: 36,4
RR : 22x/menit
N : 87x/menit
P : hentikan intervensi
18 2 S: Klien mengatakan tidurnya lebih nyenyak
Januari
O : Klien tampak lebih segar
2020/
19.00 TTV :
TD : 110/80 mmHg
Suhu: 36,6
RR : 22x/menit
N : 88x/menit
A: Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
23
Skoliosis yang merupakan kelengkungan lateral pada vertebrata bisa disebabkan sejumlah
abnormalitas pada vertebrata sendiri (struktural) atau karena vertebrata tergantung miring
(postural). Berbeda dengan bungkuk, penyakit skoliosis merupakan kelainan pada rangka
tulang belakang yang melengkuk ke samping secara tidak normal atau berbentuk huruf S.
24
DAFTAR PUSTAKA
J.E. Lonstein, R.B. Winter, D.S.Bradford, J.W. Ogilvie. Textbook of Scoliosis and Other Spinal
Deformities. W.B. Sounders Company: 1995.
Irianto, Komang Agung. Yazid, Hizbillah. 2019. “Congenital Scoliosis: An Article Review”:
Journal Orthopaedi And Traumatology Volume 8 No.1. Surabaya: Faculty of Medicine
Universitas Airlangga.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
https://en.wikipedia.org/wiki/Scoliosis
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/scoliosis/symptoms-causes/syc-20350716
Pratama, d. H. (n.d.). Teknik Rontgen Tulang Belakang. Retrieved from ALOMEDIKA:
https://www.alomedika.com/tindakan-medis/radiologi/rontgen-tulang-belakang/teknik