Anda di halaman 1dari 105

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK DENGAN GANGGUAN


KEBUTUHAN AKTIVITAS
PATOLOGIS DARI SISTEM
PERSYARAFAN DAN
MUSKULOSKELETAL

disusun oleh :
Marlin siep (1863030004)
Khansa maura lutfiah (1863030012)
Maria magdalena sagala (1863030015)
Defri saputra (1863030025)
LATAR BELAKANG
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana
manusia memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup
Latihan adalah aktivitas yang dilakukan seseorang untuk
meningkatkan atau memelihara kebugaran
Gangguan aktivitas dan latihan diartikan sebagai suatu aksi
energetic atau keadaan bergerak, kehilangan kemampuan bergerak
walaupun pada waktu yang singkat memerlukan tindakan-tindakan yang
tepat baik oleh klien maupun perawat.
CEREBRAL PALSY
• Cerebral (otak) Palsy (Kelumpuhan) adalah suatu kelainan otak yang
ditandai dengan gangguan mengontrol hingga timbul kesulitan dalam
bergerak dan meletakkan posisi tubuh disertai gangguan fungsi tubuh lainnya
(Organization[WHO], 2014)
Akibat kerusakan atau kelainan fungsi bagian otak tertentu pada bayi atau anak
dapat terjadi ketika bayi dalam kandungan,
saat lahir atau setelah lahir, sering disertai dengan ketidaknormalan bicara,
penglihatan, kecerdasan kurang, buruknya pengendalian otot, kekakuan,
kelumpuhan dan gangguan saraf lainnya. (Ningtiyas, 2017).
Etiologi
• Dibagi menjadi tiga
1. Prenatal
Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada
janin misalnya oleh lues, toksoplasmosis, rubela dan penyakit
inklusi 7 sitomegalik. Kelainan yang mencolok biasanya gangguan
pergerakan dan retardasi mental. Anoksia dalam kandungan,
terkena radiasi sinar-X dan keracunan kehamilan dapat
menimbulkan “Palsi Serebral”.
1. Perinatal
• Anoksia/hipoksia
• Perdarahan otak
• Prematuritas
• Ikterus
• Meningitis purulenta
3. Pascanatal
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu
perkembangan dapat menyebabkan CP, misalnya pada trauma
kapitis, meningitis, ensefalitis dan luka parut pada otak pasca-
operasi, dan juga kern ikterus seperti kasus pada gejala sekuele
neurogik dan eritroblastosis fetal atau defisiensi enzim hati
(Tjasmani, 2016).
Klasifikasi
1. Cerebral Palsy Spastik
• Merupakan bentukan CP Anatomi yang mengalami kerusakan pada kortex cerebellum yang
menyebabkan hiperaktive reflex dan stretch reflex terjadi terbanyak (70-80%).

• Otot mengalami kekakuan dan secara permanen akan menjadi kontraktur.

• Jika kedua tungkai mengalami spastisitas pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai
tampak bergerak kaku dan lurus. Cerebral Palsy spastik dapat dikelompokkan menurut
kelainan pokoknya (Kemala, 2014),
2. Cerebral Palsy athetosis/diskenetik/koreoatetosis
• Bentuk CP ini menyerang kerusakan pada bangsal banglia yang
mempunyai karakteristik gerakan menulis yang tidak terkontrol dan
perlahan 10 (Kemala, 2014).
• Kondisi ini melibatkan sistem ekstrapiramidal.
• Karakteristik yang ditampakkan adalah gerakan-gerakan yang involunter
dengan ayunan yang melebar.
• Gerakan abnormal ini mengenai lengan atau tungkai dan pada sebagian
besar kasus, otot muka dan lidah menyebabkan anak-anak menyeringai dan
selalu mengeluarkan air liur.
• Gerakan sering meningkat selama periode peningkatan stress dan hilang
pada saat tidur.
3. Cerebral Palsy ataksid/ataxia
• Penderita yang terkena sering menunjukkan koordinasi yang buruk,
berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar, meletakkan
kedua kaki dengan posisi saling berjauhan, berjalan gontai kesulitan dalam
melakukan gerakan cepat dan tepat, misalnya menulis, atau
mengancingkan baju (Kemala, 2014).

4. Palsy campuran

• Seseorang mempunyai kelainan dua atau lebih dar tipe-tipe kelainan di atas.
Tingkat Derajat Kecacatan

1. Minimal

• Perkembangan motrik normal hanya terganggu secara kualitatif


• Gejala : kelainan tonus sementara, reflex primitif menetap tidak terlalu
lama, kelainan postur ringan, gangguan motoric kasar dan halus,
misalnya clumpsy.
• Penyakit penyerta gangguan komunikasi, dan gangguan belajar spesifik.
2. Ringan
• Perkembangan motoric Berjalan usia 24 bulan -36 bulan , penderita
masih bisa melakukan pekerjaan atau aktvitas sehari-hari sehingga sama
sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus
• Gejala : beberapa kelainan pada pemeriksaan neurologis, perkembangan
refleks primitive abnormal,respon postural terganggu, gangguan
motorik(tremor), gangguan koordinasi.
• Penyakit penyerta gangguan komunikasi, dan gangguan belajar spesifik
• Sedang
• Perkembangan motoric : berjalan usia >3 tahun, anak berjalan dengan atau tanpa
alat bantu ,kadang memerlukan bracing untuk ambulasi seperti tripod atau tongkat.
• Gejala : Berbagai kelainan neurologis, refleks primitif menetap dan kuat, respon
postural melambat
• Penyakit penyerta tingkat kecerdasan ,gangguan belajar, komunikasi, kadang
disertai kejang.
• Berat
• Perkembangan motoric : Penderita sama sekali tidak bisa
melakukan aktivitas fisik(berjalan) atau berjalan dengan alat
bantu khusus seperti kursi roda kadang perlu operasi. Gejala :
neurolgis dominan, refleks primitif menetap dan respon postural
tidak muncul (RI., 2014) :
Faktor Resiko
1. Letak sungsang.
2. Proses persalinan sulit Masalah vascular atau respirasi bayi selama persalinan merupakan
tanda awal yang menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak
berkembang secara normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan otak
permanen.
3. Apgar Score Apgar score yang rendah hingga 10-20 menit setelah kelahiran
4. BBLR dan prematus
5. Kehamilan ganda
Manifestasi Klinis

• Tanda awal Cerebral Palsy biasanya tampak pada usia kurang dari 3 tahun.
• Orangtua sering mencurigai ketika kemampuan perkembangan 14 motorik
anak tidak normal (Sitorus, 2016)
• Bayi dengan CP sering kelambatan perkembangan, misalnya tengkurap,
duduk, merangkak, atau berjalan.
Karakteristik
• Kemampuan motorik
• Kemampuan sensoris
• Kemampuan intelektual
• Kemampuan persepsi
• Kemampuan berbicara dan komunikasi
• Kemampuan Emosi dan penyesuaian Sosial
Patofisilogis
• Pada CP terjadi kerusakan pada pusat motorik dan menyebabkan terganggunya fungsi
gerak yang normal.
• Pada kerusakan korteks cerebri terjadi kontraksi otak yang terus menerus dimana
disebabkan karena tidak terdapatnya inhibisi langsung pada lengkung reflex.
• Bila terdapat cidera berat pada system ekstra pyramidal dapat menyebabkan gangguan
pada semua gerak atau hypotonic, termasuk kemampuan bicara.
• Namun bila hanya cedera ringan maka gerakan gross motor dapat dilakukan tetapi tidak
terkoordinasi dengan baik dan gerakan motorik halus sering kali tidak dapat dilakukan.
• Gangguan proses sensorik primer terjadi di sereblum yang mengakibatkan terjadinya
ataksia. Pada keterbatasan gerak akibat fungsi motor control akan berdampak juga pada
proses sensorik (Herdiman, 2013).
• Cerebral palsy dapat didiagnosis menggunakan kriteria Levine (POSTER)
(Burkhardt, 2017). POSTER terdiri dari :
• P – Posturing/Abnormal Movement (Gangguan Posisi Tubuh atau Gangguan
Bergerak).
• O – Oropharyngeal Problems (Gangguan Menelan atau Fokus di Lidah).
• S – Strabismus (Kedudukan Bola Mata Tidak Sejajar)
• T – Tone (Hipertonus atau Hipotonus).
• E – Evolution Maldevelopment (Refleks Primitif Menetap atau Refleks Protective
Equilibrium Gagal Berkembang).
• R – Reflexes (Peningkatan Refleks Tendon atau Refleks Babinski menetep).
Abnormalitas empat dari enam kategori diatas dapat menguatkan diagnosis CP
1. pemeriksaan penunjang lainnya dapat dilakukan dengan :
• Electroencephalogram (EEG)
• Elektromiografi (EMG) dan Nerve Conduction Velocity (NCV)
• Tes Laboratorium
• Penatalaksanaan Medis secara garis besar adalah sebagai berikut :
1. Aspek medis
• Aspek medis umum
• Gizi
• Medikamentosa Pemberian obat-
• Terapi okupasi
• Ortotik
• Terapi Wicara
• Psikolog
Komplikasi
• Retardasi mental
Epilepsi
Nutrisi dan pertumbuhan
Gangguan mikturisi
Gangguan defekasi
Gangguan istirahat/ tidur
Hipersalivasi
Kelainan (gangguan) penglihatan
Kelainan ortopedik
Diagnosa Keperawatan

• Gangguan mobilitas fisik b.d spasme dan kelemahan otot.


• Perubahan tumbuh dan kembang b.d gangguan neurovaskular.
• Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan neurovaskular dan kesukaran dalam
artikulasi
• Resiko aspirasi b.d gangguan neuromuskular
• Resiko Injury b.d spasme, pergerakan yang tidak terkontrrol dan kejang
HIDROSEFALUS

• Definisi Hidrosefalus
• Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang
meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209).
• Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi
cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit
atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala
menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al,
2007:328).
• Penyebab Hidrosefalus
• Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah
satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi
dalam ruang subarakhnoid.
• Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak (Allan H.
Ropper, 2005:360) :
• Kelainan bawaan (kongenital)
1. Stenosis akuaduktus sylvii
2. Spina bifida dan kranium bifida
3. Sindrom Dandy-Walker
4. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
• Infeksi Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat penebalan
jaringan piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Penyebab lain
infeksi adalah toxoplasmosis.
• Neoplasma Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap
tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan
ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma
yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III
disebabkan kraniofaringioma.
• Perdarahan Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain
penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.
Klasifikasi Hidrosefalus

• Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya,


berdasarkan:
• Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan
hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).
• Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
• Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
• Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.
• Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal
menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks
• Hidrosefalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:
1. Kongenital
• Merupakan hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan,
sehingga:
• Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil.
• Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan
intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.
2. Didapat
• Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya
adalah penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang
otak dimana pengobatannya tidak tuntas.
• Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi
kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.
Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital dengan di dapat terletak pada
pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan prognosisnya.
• Berdasarkan letak obstruksi CSS (cairan serebrospinal), hidrosefalus pada
bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu:
• Hidrosefalus komunikan Apabila obstruksinya terdapat pada rongga
subarachnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSS dalam sistem ventrikel
sampai ke tempat sumbatan.
• Hidrosefalus non komunikan Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam
sistem ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSS.
• Hidrosefalus bertekanan normal (Normal Pressure Hidrocephalus) Di tandai
pembesaran sister basilar dan ventrikel disertai dengan kompresi jaringan
serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal,
gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi; dimentia, ataxic gait,
incontinentia urine.
Patofisiologi Hidrosefalus

• Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal, hidrosefalus secara teoritis terjadi
sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu produksi likuor yang berlebihan,
peningkatan resistensi aliran likuor, dan peningkatan tekanan sinus venosa.
• Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi.
• Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda
tiap saat selama perkembangan hidrosefalus.
• Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari kompresi sistem serebrovaskuler, redistribusi
dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler, perubahan mekanis dari otak,
efek tekanan denyut likuor serebrospinalis, hilangnya jaringan otak, dan pembesaran
volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial. (Darsono, 2005:212).
Manifestasi Klinis

• Hidrosefalus Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada derajat ketidakseimbangan
kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang menonjol
merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial.
• Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
1. Hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
• Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada
masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran
lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan.
2.Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
• Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi
hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai
keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus.
Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien
hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang
progresif dari ukuran kepala.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Rontgen foto kepala Dengan prosedur ini dapat diketahui:
• Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran
sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio
digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
• Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto
rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.
2. Transimulasi
• Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini
dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3
menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber
adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar
1-2 cm.
• Lingkaran kepala Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika
penambahan lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart
(jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu.
Ventrikulografi
• Yaitu dengan memasukkan kontras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan
alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam
ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras
mengisi ruang ventrikel yang melebar.
Ultrasonografi
• Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar
CT Scan kepala
• Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran
dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih
besar dari occipital horns pada anak yang besar
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
• Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan
menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat
bayangan struktur tubuh.
 
Penatalaksanaan Medis
• Penanganan hidrosefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang berarti
penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah
secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip
pengobatan hidrosefalus harus dipenuhi yakni:
• mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan
tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang
menghambat pembentukan cairan serebrospinal, memperbaiki hubungan antara tempat
produksi caira serebrospinal dengan tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel
dengan subarachnoid, dan pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial,
yakni: drainase ventrikule-peritoneal, drainase lombo-peritoneal, drainase ventrikulo-
pleural, drainase ventrikule-uretrostomi, dan drainase ke dalam anterium mastoid.
• Ada 2 macam terapi pintas/”shunting”
• Eksternal dengan cara CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat
hanya sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi
hidrosefalus tekanan normal.
• Secara internal, CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain
dengan cara: ventrikulo-sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-
Kjeldsen); ventrikulo-atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior;
ventrikulo-bronkhial, CSS dialirkan ke bronkus; ventrikulo-mediastinal, CSS
dialirkan ke mediastinum; ventrikulo-peritoneal, CSS dialirkan ke rongga
peritoneum. “Lumbo Peritoneal Shunt” dengan cara CSS dialirkan dari
Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi terbuka
atau dengan jarum Touhy secara perkutan.
Komplikasi
• Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi dan
malfungsi. Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau perpindahan didalam
ventrikel dari bahan – bahan khusus (jaringan /eksudat) atau ujung distal dari
thrombosis sebagai akibat dari pertumbuhan.
• Obstruksi VP shunt sering menunjukan kegawatan dengan manifestasi klinis
peningkatan TIK yang lebih sering diikuti dengan status neurologis buruk.
• Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya akibat
dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik,
Endokarditis bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis.
Diagnosa KEPERAWATAN
• Resiko tinggi peningktan tekana intracranial b.d peningkatan jumlah cairan
serebrospinal
• Nyeri yang berhubunngan dengan peningkatan tekanan intracranial
• Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
perubahan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolism.
• Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan meningkatnya volume
cairan serebrospinal, meningkatnya tekanan intra karnial
• Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan dengan kurang informasi dalam
keadaan krisis.
• Resiko tinggi terjadinya kerusakn intregasi kulit sehubungan dengan penekanan
• dan ketidakmampuan untuk menggerakan kepala.
SKOLIOSIS

Definisi
• Skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke arah
samping, yang dapat terjadi pada segmen servikal (leher), torakal (dada)
maupun lumbal (pinggang). Sekitar 4% dari seluruh anak-anak yang
berumur 10-14 tahun mengalami skoliosis; 40-60% diantaranya ditemukan
pada anak perempuan Skoliosis adalah kelainan tulang belakang yang
berubah bentuk dari lurus menjadi melengkung yang cenderung akan
berbentuk seperti huruf S.
Patofisiologi

• Kelainan bentuk tulang punggung yang disebut skoliosis ini berawal dari
adanya syaraf yang lemah atau bahkan lumpuh yang menarik ruas-ruas
tulang belakang. Tarikan ini berfungsi untuk menjaga ruas tulang belakang
berada pada garis yangnormal yang bentuknya seperti penggaris atau lurus.
Etiologi

• a. Kongenital (bawaan), biasanya berhubungan dengan suatu kelainan dalam


pembentukan tulang belakang atau tulang rusuk yang menyatu. Penyebab penyakit
skoliosis ini adalah bisa dari bawaan yang disebabkan oleh tulang belakang yang
tidak tumbuh dengan normal saat bayi dalam kandungan di dalam rahim. Hal ini
mungkin terjadi karena kurang perhatian dalam menjaga rahim yang ada di dalam,
sehingga bentuk tulang bayi yang akan lahir akan terjadi tidak secara normal.Maka
dari itu, sangat perlu diketahui bagi masyarakat saat ini, baik yang usia
• b. Neuromuskuler, pengendalian otot yang buruk atau kelemahan otot atau
kelumpuhan akibat penyakit berikut :Cerebral palsy, Distrofi otot, Polio,
Osteoporosis juvenile.
• c. Idiopatik,Jenis penyakit skoliosis yakni salah satunya skoliosis idiopatik. Kasus
skoliosis yang tidak diketahui penyebab pastinya disebut idiopatik. Menurut
penelitian yang telah dilakukan, sekitar sepertiga penderita skoliosis idiopatik
terkait faktor genetika yang dialami individu tersebut. Skoliosis idiopatik diderita
sebanyak 80 persen dari jumlah penderita skoliosis.
• . Skoliosis degenerative Selain idiopatik, ada juga skoliosis degenratif dalam
jenisnya. Skoliosis degeneratif terjadinya akibat kerusakan pada bagian tulang
belakang yang terjadi secara perlahan-lahan. Skoliosis dari tipe ini sering terjadi
pada orang dewasa sebab seiring bertambahnya usia, beberapa bagian tulang
belakang menjadi sangat mudah lemah dan menyempit.
Manifestasi Klinis
• Seringnya mengalami rasa pegal dan sakit pada salah satu sisi pinggang (selalu sisi yang sama)
• Payudara yang tidak simetris (pada wanita)
• Cara berjalan yang terlihat limbung
• Tinggi Pundak yang tidak simetris 
• tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping
• bahu dan pinggul kiri & kanan tak sama tingginya
• nyeri punggung
• kelelahan pada tulang belakang sesudah duduk / berdiri lama
• Skoliosis yg berat (dgn kelengkungan yg lebih besar dari 60%) bisa menyebabkan Gangguan
pernafan
Komplikasi

• Kerusakan paru-paru dan jantung; ini boleh berlaku jika tulang belakang membengkok
melebihi 60 derajat. Tulang rusuk akan menekan paru-paru dan jantung, menyebabkan
penderita sukar bernafas dan cepat capai. Justru, jantung juga akan mengalami kesukaran
memompa darah. Dalam keadaan ini, penderita lebih mudah mengalami penyakit paru-
paru dan pneumonia.
• Sakit tulang belakang; Semua penderita, baik dewasa atau kanak-kanak, berisiko tinggi
mengalami masalah sakit tulang belakang kronik. Jika tidak dirawat, penderita mungkin
akan menghidap masalah sakit sendi. Tulang belakang juga mengalami lebih banyak
masalah apabila penderita berumur 50 atau 60 tahun.
Pencegahan
• Duduk dengan posisi yang benar
• Hilangkan kebiasaan bertopang dagu
• Berolahraga teratur, terutama olahraga yang menggunakan kedua sisi tubuh
secara aktif seperti berenang.
• Periksa di depan cermin tinggi pundak dan tinggi panggul anda. Apabila
tinggi ada kelainan segeralah berkonsultasi dengan dokter Ortophedi atau
Rehabilitasi Medik.
Pemeriksaan fisik

• Tanda hump (punuk) pada punggung.


• Asimetri pundak dan tinggi pinggul.
• Asimetri pada ukura payudara/ kontur lipatan pinggang.
• Pemeriksaan neurologis umumnya normal. Pemeriksaan defisit
neurologis perlu diperiksa bila dicurigai scoliosis degenerative.
• Pada pemeriksaan fisik penderita biasanya diminta untuk membungkuk
kedepan sehingga pemeriksa dapat menentukan kelengkungan yang
terjadi.Pemeriksaan neurologis (saraf) dilakukan untuk menilai kekuatan,
sensasi atau reflex.
Pemeriksaan penunjang
• Skoliometer adalah sebuah alat untuk mengukur sudut kurvaturai.
• Rontgen tulang belakangFoto polos : Harus diambil dengan posterior dan lateral penuh
terhadaptulang belakang dan krista iliaka dengan posisi tegak, untuk menilaiderajat
kurva dengan metode Cobb dan menilai maturitas skeletal denganmetode Risser.
• Derajat Risser adalah sebagai berikut :
• Grade 0 : tidak ada ossifikasi, grade 1 : penulangan mencapai 25%, grade 2 : penulangan
mencapai 26-50%, grade3 : penulangan mencapai 51-75%, grade 4 : penulangan mencapai
76% grade 5 : menunjukkan fusi tulang yang komplit.3.
• MRI jika di temukan kelainan saraf atau kelainan pada rontgen. Pada keadaan tertentu
seperti adanya defisit neurologis, kekakuan pada leher, atau sakit kepala dapat
dilakukan pemeriksaan MRI.
Diagnosa Keperawatan

• 1. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan paru.


• 2. Nyeri berhubungan dengan posisi tubuh  miring ke lateral.
• 3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan postur tubuh yang tidak
seimbang.
• 4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa
nyaman.
POLIOMYELITIS
• Polio, kependekan dari poliomyelitis, adalah penyakit yang dapat merusak sistem
saraf dan menyebabkan paralysis. Penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak
di bawah umur 2 tahun. Infeksi virus ini mulai timbul seperti demam yang disertai
panas, muntah dan sakit otot. Kadang-kadang hanya satu atau beberapa tanda
tersebut, namun sering kali sebagian tubuh menjadi lemah danlumpuh (paralisis).
Klasifikasi
• Ada 2 klasifikasi yaitu :
• Polio non-paralisis Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut,
lesu, dansensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung. Otot terasa lembek
jika disentuh.
• Polio Paralisis Kurang dari 1% orang yang terinfeksi virus polio berkembang
menjadi polio paralisis atau menderita kelumpuhan. Polio paralisis dimulai dengan
demam.
• Polio paralisis dikelompokkan sesuai dengan lokasi terinfeksinya,yaitu:
Polio SpinalStrain
• Polio SpinalStrain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang,
menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan padabatang
tubuh dan otot tungkai.
• Bulbar Polio
• Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga
batang otak ikut terserang.
Etiologi

• Penyebab poliomyelitis Family Pecornavirus dan Genus virus, dibagi 3 yaitu :


• 1. Brunhilde
• 2. Lansing
• 3. Leon ; Dapat hidup berbulan-bulan didalam air, mati dengan pengeringan /oksidan. Masa
inkubasi : 7-10-35 hari
• Klasifikasi virus :
• Golongan: Golongan IV ((+)ssRNA)
• Familia: Picornaviridae
• Genus: Enterovirus
• Spesies: Poliovirus
Secara serologi virus polio dibagi menjadi 3 tipe, yaitu:
• Tipe I Brunhilde
• Tipe II Lansing dan
• Tipe III Leoninya
Tipe I yang paling sering menimbulkan epidemi yang luas dan ganas, tipe II kadang-
kadang menyebabkan wajah yang sporadic sedang tipe III menyebabkan epidemic ringan.
Penularan virus terjadi melalui :
• 1. Secara langsung dari orang ke orang
• 2. Melalui tinja penderita
• 3. Melalui percikan ludah penderita
• Virus masuk melalui mulut dan hidung,berkembang biak didalam tenggorokan dan
saluran pencernaan,lalu diserap dan disebarkan melalui system pembuluh darah dan
getah bening
• Resiko terjadinya Polio:
• a) Belum mendapatkan imunisasi
• b) Berpergian kedaerah yang masih sering ditemukan polio
• c) Usia sangat muda dan usia lanjut
• d) Stres atau kelehahan fisik yang luar biasa(karena stress emosi dan fisik
dapat melemahkan system kekebalan tubuh).
Manifestasi Klinis

• Poliomielitis Asimtomatis: Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala
karena daya tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali.
• Poliomielitis Abortif: Timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa
hari. Gejala berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri
kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen.
• Poliomielitis Non Paralitik: Gejala klinik hampir sama dengan poliomyelitis abortif,
hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari
kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau
masuk ke dalam fase ke-2 dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini dengan
hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan
kolumna posterior.
• Poliomielitis Paralitik: Gejala sama pada poliomyelitis non paralitik disertai kelemahan satu
atau lebih kumpulan otot skelet atau cranial. Timbul paralysis akut pada bayi ditemukan
paralysis fesika urinaria dan antonia usus. Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain :
• Bentuk spinal: Gejala kelemahan/paralysis atau paresis otot leher, abdomen, tubuh,
diafragma, thorak dan terbanyak ekstremitas.
• Bentuk bulbar: Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa
gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.
• Bentuk bulbospinal: Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulbar.
• Kadang ensepalitik: Dapat disertai gejala delirium, kesadaran menurun, tremor dan
kadang kejang.
Patofisiologi
• Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat
terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya
terkena poliomyelitis ialah :
• Medula spinalis terutama kornu anterior.
• Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta formasio retikularis yang
mengandung pusat vital
• Sereblum terutama inti-inti virmis.
• Otak tengah “midbrain” terutama masa kelabu substansia nigra dan kadang-kadang nucleus rubra.
• Talamus dan hipotalamus.
• Palidum.
• Korteks serebri, hanya daerah motorik.
Komplikasi
• Hiperkalsuria
• Melena
• Pelebaran lambung akut
• Hipertensi ringan
• Pneumonia
• Ulkus dekubitus dan emboli paru
• Psikosis
Pencegahan
Cara pencegahan dapat dilalui melalui :
1. Imunisasi
2. Jangan masuk daerah endemis
3. Jangan melakukan tindakan endemis
Diagnosa Keperawatan

• Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah.
• Hipertermi b/d proses infeksi.
• Resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas b/d
paralysis otot.
• Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf.
• Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis
• Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit.
CTEV
Definisi
• CTEV adalah suatu kelainan bawaan yang sering ditemukan pada bayi yang baru lahir (Arif
Muttaqin,2008).

• Congenital Talipes Equino Varus adalah deformitas kaki yang tumitnya terpuntir ke dalam garis
tungkai dan kaki mengalami plantar fleksi (Smeltzer, 2002)

Etiologi
• Teori tentang etiologi CTEV antara lain:

• a. Faktor mekanik intrauteri

• Teori tertua oleh Hipokrates.Dikatakan bahwa kaki bayi ditahan pada posisi equinovarus karena
kompresi eksterna uterus.Parker (1824) dan Browne (1939) mengatakan bahwa oligohidramnion
mempermudah terjadinya penekanan dari luar karena keterbatasan gerak fetus.
Defek neuromuskular
• Beberapa peneliti percaya bahwa CTEV selalu karena adanya defek neuromuskular, tetapi banyak
penelitian tidak menemukan adanya kelainan histologis dan elektromiografi
Defek sel plasma primer
• Setelah melakukan pembedahan pada 11 kaki CTEV dan 14 kaki normal; Irani & Sherman
menemukan bahwa pada kasus CTEV, leher talus selalu pendek, diikuti rotasi bagian anterior ke arah
medial dan plantar; diduga karena defek sel plasma primer.
• d. Perkembangan fetus terhambat
• e. Herediter
• Adanya faktor poligenik mempermudah fetus terpapar faktor-faktor eksternal, seperti infeksi Rubella
dan pajanan talidomid (Wynne dan Davis).
Vaskular
• Atlas dkk.(1980) menemukan abnormalitas vaskulatur berupa hambatan vascular setinggi sinus tarsalis
pada kasus CTEV. Pada bayi dengan CTEV didapatkan muscle wasting di bagian ipsilateral, mungkin
karena berkurangnya perfusi arteri tibialis anterior selama masa perkembangan
• Klasifikasi
• Literature medis menguraikan tiga kategori utama clubfoot,
yaitu :
• Clubfoot ringan atau postural dapat membaik secara spontan atau memerlukan latihan
pasif atau pemasangan gips serial. Tidak ada deformitas tulang, tetapi mungkin
ditemukan penencangan den pemendekan jaringan lunak secara medial dan posterior.
• Clubfoot tetralogic terkait dengan anomaly congenital seperti mielodisplasia atau
artogriposis. Kondisi ini biasanya memerlukam koreksi bedah dan memiliki insidensi
kekambuhan yang yang tinggi.
• Clubfoot idiopatik congenital, atau “clubfoot sejati” hampir selalu memerlukan
intervensi bedah karena terdapat abnormalitas tulang.
Patofisiologi CTEV

•Beberapa teori mengenai patogenesis CTEVantara lain:

• a. Terhambatnya perkembangan fetus padafase fi bular

• b. Kurangnya jaringan kartilagenosa talus

• c. Faktor neurogenik.

• Telah ditemukan adanya abnormalitas histokimiawi pada kelompok otot peroneus


pasien CTEV. Hal ini diperkirakan akibat perubahan inervasi intrauterin karena
penyakit neurologis, seperti stroke. Teori ini didukung oleh insiden CTEV pada 35%
bayi spina bifida.
• d. Retraksi fibrosis sekunder karena peningkatan jaringan fibrosa di otot dan ligamen.
e. Anomali insersi tendon (Inclan)

•Teori ini tidak didukung oleh penelitian lain; karena distorsi posisi anatomis
CTEV yang membuat tampak terlihat adanya kelainan insersi tendon.

• f. Variasi iklim

•Robertson mencatat adanya hubungan antara perubahan iklim dengan insiden


CTEV. Hal ini sejalan dengan adanya variasi serupa insiden kasus poliomyelitis di
komunitas.CTEV dikatakan merupakan sequela dari prenatal polio-like condition.Teori
ini didukung oleh adanya perubahan motor neuron pada spinal cord anterior bayi-bayi
tersebut.
• Pemeriksaan Diagnostik
Gambaran radiologis CTEV
• Dengan cara pengambilan foto radiologis lateral dengan kaki yang ditahan pada
posisi maksimal dorsofleksi
• F. Penatalaksanaan
• a) Konservatif
• Dilakukan manipulasi terhadap bagian kaki yang adduksi, equinus, varus dan
mempertahankannya dengan menggunakan gips. Dilakukan peregangan pada
jaringan yang mengerut secara bertahap tanpa kekerasan, dipertahankan 10
hitungan.Dilakukan berulang selama 10-15 menit.
Operatif
• Indikasi:
• Gagal terapi konservatif
• Kambuh setelah konservatif berhasil
• Anak sudah besar dan belum mendapat pengobatan
• Operatif dapat dilakukan pada:
• Jaringan lunak (hanya untuk usia< 5 tahun).
• Terhadap tulang
• Komplikasi CTEV
]• 1. Komplikasi dapat terjadi dari terapi konservatif maupun operatif. Pada terapi
konservatif mungkin dapat terjadi masalah pada kulit, dekubitus oleh karena gips,
dan koreksi yang tidak lengkap. Beberapa komplikasi mungkin didapat selama dan
setelah operasi. Masalah luka dapat terjadi setelah operasi dan dikarenakan tekanan
dari cast.
• Infeksi dapat terjadi pada beberapa tindakan operasi. Infeksi dapat terjadi setelah
operasi kaki clubfoot.Ini mungkin membutuhkan pembedahan tambahan untuk
mengurangi infeksi dan antibiotik untuk mengobati infeksi.
• Kaki bayi sangat kecil, strukturnya sangat sulit dilihat. Pembuluh darah dan saraf
mungkin saja rusak akibat operasi.Sebagian besar kaki bayi terbentuk oleh tulang
rawan.Material ini dapat rusak dan mengakibatkan deformitas dari kaki. Deformitas
ini biasanya terkoreksi sendir dengan bertambahnya usia
• Komplikasi bila tidak diberi pengobatan : deformitas menetap pada kaki
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko cidera berhubungan dengan adanya gips, pembengkakan jaringan,
kemungkinan kerusakan saraf
2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan cidera fisik
3. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gips
Bentuk dan Gait Tubuh

• Gaitmerupakan suatu pola dari siklus gerakan muskuloskeletal


yang mengususng tubuh untuk maju ke depan. Gait yang normal
memiliki karakteristik yang halus, simetris dan ergonomis,
dengan masing-masing kaki terdistribusi 50% pada tiap gerakan.
• Tipe-tipe Gait
• Tabetic atau Ataxic Gait

Merupakan ciri khas penyakit pada columna posterior dan timbul akibat
hilangnya sensasi proprioseptif pada ekstremitas. Pasien-pasien seperti ini
berjalan dengan langkah-langkah yang lebar, membantingkan kakinya dan
biasanya mengamati tungkainya sehingga mengetahui dimana tungkainya
berada.
• Hemiplegic Gait

Tungkai yang sakit tampak kaku dan diayunkan pada panggul dengan gerak
setengah lingkaran oleh gerakan tubuh, pasien doyong ke sisi yang sakit dan
lengan pada sisi tersebut berada dalam keadaan kaku serta semifleksi.
• Scissors Gait
• Merupakan ciri khas paraplegia spastik. Kedua tungkai adduksi, menyilang
silih berganti di depan tungkai yang satu dengan lutut saling bergesek
• Drunken atau Staggerig Gait

• Gaya berjalan tehuyung-huyung ini terlihat pada alkoholisme akut yang


dapat terjadi akibat keracunan obat, neuritis multiple, tumor otak, multiple
sclerosis atau paresis umum.
• Waddling atau Clumsy Gait

• Gaya berjalan terombang-ambing ini terjadi akibat dislokasi sendi panggul


atau distrofi otot dengan kelemahan panggul
Steppage Gait
• Ditandai oleh gerakan lutut yang tinggi dan kaki terkulai. Bahkan kalau
tungkai diangkat, jari-jari kaki terseret sepanjang lantai, terjadipada
parasalis.
Cerebellar Gait atau Ataxia
• Ditandai oleh irregularitas dan keadaan limbung yang nyata dengan vertigo
dan cenderung terhuyung ke satu sisi.
Propulsion atau Festination Gait
• Gaya berjalan propulasi pada paralisis agitand ditandai oleh sikap tubuh
yang limbung ke depan dan langkah-langkahnya diseret, yang mula-mula
dimulai dengan perlahan dan kemudian makin menjadi cepat.
• Hyterical Gait
Gaya berjalan histerik menyerupai berbagai paralisis (misalnya monoplegia,
hemiplegia atau paraplegia) tetapi berbeda dengan bentuk-bentuk organik pada gejala
yang lebih nyata dan lengkap, dengan kemampuan menggunakan tungkai tersebut
dalam keadaan darurat.
• Atasia-abasia
Ataxia histerikal dengan inkoordinasi yang aneh sehingga penderita tidak mampu
berdiri atau berjalan padahal semua tungkainya dapat digerakkan dengan normal
ketika penderita duduk atau berada di ranjang.
• Limping gait atau antalgic gait
Kalau timbul rasa nyeri ketika ekstremitas bawah harus menerima bebannya, maka
pasien kana meletakkan ektremitas yang menderita tersebut dengan perlahan-lahan
dan mengambil langkah-langkah yang pendek agar kaki yang skit secepat mungkin
bebas dari bebannya.
Macam-Macam Penyebab Gait

• Gait Akibat Nyeri


• Gait analgic adalah sebutan untuk gaji yang dilakukan untuk mengurangi rasa sakit.
• Gait Akibat Struktur

• Pasien dengan tungkai bawah yang berbeda panjangnya akan berjalan berjinjit disisi yang
lebih pendek, dengan lutut fleksi dan pinggul terkompensasi pada sisi satunya lagi.
 
CARA MELAKSANAKAN LATIHAN ROM Range Of Motion
 
LATIHAN R O M
Tujuan :
• Mempertahankan / memelihara kekuatan otot
• Memelihara mobilitas persendian
• Menstimulasi sirkulasi
Ada dua jenis latihan Range of Motion
• Latihan pasif
• Latihan aktif
Latihan pasif biasanya dilakukan pada :
• Pasien semikoma dan tidak sadar
• Pasien lansia dengan mobilitas terbatas
• Pasien bedrest
• Pasien dengan paralysis ekstremitas tepat
Latihan Aktif biasanya dilakukan pada :
• Klien dengan paralysis ekstremitas sebagian
• Klien bedrest / tirah baring (tanpa kontraindikasi)
Definisi istilah – istilah Range of Motion
• Fleksi : menekuk persendian
• Ekstensi : meluruskan persendian
• Abduksi : gerakan suatu anggota tubuh ke arah aksis tubuh
•   Adduksi : gerakan suatu anggota tubuh menjauhi aksis tubuh
• Rotasi : memutar atau menggerakkan suatu bagian melingkar
• Pronasi : memutar ke bawah
•   Supinasi : memutar ke atas
• Infersi : menggerakkan ke dalam
• Efersi : menggerakkan ke luar
• Range of motion harus dilakukan sekitar 7-10 kali dan dikerjakan sekurang-
kurangnya dua kali sehari. Lakukan pelan-pelan dan hati-hati dan tidak melelahkan
klien.
• Dalam merencanakan suatu program latihan, perhatikan umur klien, diagnosa,
tanda-tanda vital dan lama bedrest (tirah baring).
• Latihan seringkali diprogramkan dokter dan dikerjakan oleh para terapis fisik.
• Bagian tubuh yang akan dilakukan latihan range of motion adalah: leher, jari,
lengan, siku, bahu, tumit, kaki, pergelangan kaki.
• Latihan terapeutik dilakukan, dapat dikerjakan pada semua persendian tubuh atau
hanya pada bagian-bagian yang dicurigai mengalami proses penyakit.
• Waktu melakukan latihan yang tepat misalnya setelah memandikan atau perawatan.
Pelaksanaan
• Kaji klien dan rencanakan program latihan yang sesuai untuk klien
• Memberitahu klien tentang tindakan yang akan dilakukan, area yang akan
digerakkan dan peran klien dalam latihan
• Jaga privacy klien
• Jaga/atur pakaian yang menyebabkan hambatan pergerakan
• Angkat selimut sebagaimana diperlukan
• Anjurkan klien berbaring dalam posisi yang nyaman
• Lakukan latihan sebagaimana dengan cara berikut
• Kaji pengaruh/efek latihan pada klien
• Atur klien pada posisi yang nyaman
• Benahi selimut dan linen
• Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
• Atur posisi lengan klien menjauhi sisi tubuh dengan siku menekuk dengan lengan
• Pegang tangan klien dengan satu tangan dan tangan lainnya memegang pergelangan
tangan klien
• Tekuk tangan klien ke depan sejauh mungkin
LATIHAN R O M PASIF
• Latihan pasif seringkali dilakukan oleh perawat epada klien yang menderita
paralysis atau lemah otot pada salah satu bagian tubuh. Pemilihan latihan yang
spesifik tergantung batas kemampuan klien.
Petunjuk dalam melakukan latihan pasif terdiri dari :
• Pastikan bahwa klien mengerti alasan dilakukannya latihan ROM
• Gunakan body mekanik yang baik sewaktu melakukan ROM, untuk mencegah
keseleo atau injury pada perawat atau klien
• Gerakkan hanya bagian yang akan dilatih untuk menghindari klien merasa malu
• Tahan persendian untuk menghindari injury dengan menggunakan telapak tangan
• Gerakkan bagian otot tersebut dengan lembut, perlahan dan teratur
• Hindari melakukan gerakan yang pasien tersebut tidak mampu karena injury bisa
saja terjadi.
• Leher – gerakan berputar
• Flexi : Gerakkan kepala dari posisi tegak lurus ke arah depan sehingga dagu menempel
pada dada. Jarak normal yaitu 45o dari garis tengah tubuh. Otot utama adalah
sternocleidomastoideus.
• Extensi : Gerakkan kepala dari posisi ditekuk ke posisi tegak lurus. Jarak normal yaitu
45 o dari garis tengah tubuh. Otot utama adalah trapezius.
• Hiperextensi : Gerakkan kepala dari posisi tedak lurus ke belakang sejauh mungkin.
Jarak normal yaitu 10o. Otot utama adalah trapezius.
• Flexi lateral : Gerakkan kepala secara lateral ke kanan dan ke kiri bahu, sedangkan wajah
tetap menghadap ke depan. Jarak normalnya yaitu 40o dari garis tengah tubuh. Otot utama
adalah sternocleidomastoideus.
• Rotasi : Putar kepala sejauh mungkin ke kiri dan ke kanan. Jarak normal yaitu 80 o dari
garis tengah tubuh. Otot utama adalah sternocleidomastoideus dan trapezius.
• Bahu – sendi peluru
• Flexi : Angkat tangan dari arah depan dan atas ke posisi samping kepala. Jarak normal
yaitu 180o dari sisi tubuh. Otot utama adalah pectoralis major, coracobrachialis, dan
deltoideus.
• Extensi : Gerakkan tangan dari posisi vertical di samping kepala ke atas dan ke bawah
pada posisi istirahat di samping tubuh. Jarak normal yaitu 180 o dari posisi vertical di
samping kepala. Otot utama adalah latissimus dorsal, deltoideus, dan teres major.
• Hiperextensi : Gerakkan masing-masing tangan ke belakang tubuh. Jarak normal yaitu
50o dari sisi. Otot utama adalah latissimus dorsi, deltoideus, dan teres major.
• Abduksi : Gerakkan tiap lengan dari posisi istirahat ke atas, di samping kepala, telapak
tangan menghadap keluar. Jarak normal yaitu 180o. Otot utama adalah deltoideus dan
supraspinatus.
• Anterior addukasi : Gerakkan tiap lengan dari samping kepala ke bawah secara lateral
dan ke arah depan tubuh sejauh mungkin. Jarak normal yaitu 230 o. Otot utama adalah
pectoralis major, dan teres major.
• Abduksi posterior : Gerakkan tiap lengan dari posisi di samping kepala ke bawah
samping dan ke arah samping sejauh mungkin. Jarak normal yaitu 230 o. Otot utama
adalah latissimus dorsi dan teres major.
• Fleksi horizontal (adduksi – horizontal) : Lebarkan tiap lengan ke arah lateral dengan
berat badan pada bahu dan pindahkan melalui garis horizontal menyilang depan tubuh
sejauh mungkin. Jarak normal : 130o – 135o. Otot utama : pectoralis major dan
coracobrachialis.
• Ekstensi horizontal (abduksi horizontal) : Lebarkan tiap lengan secara lateral dengan
berat badan pada bahu dan pindahkan melalui garis horizontal ke sebelah tubuh sejauh
mungkin. Jarak normal : 360o. Otot utama : latissimus dorsi, teres major dan deltoideus.
• Cirkumduksi : Pindahkan tiap lengan ke depan atas, belakang dan atas secara berputar.
Jarak normal : 360o. Otot utama : deltoideus, coracobrachialis, latissimus dorsi dan teres
major.
• Rotasi eksternal : Tiap lengan ditahan sehingga bahu dan siku dapat ditekuk pada sendi
yang tepat, jari mengarah ke bawah, pindahkan lengan ke atas sehingga jari mengarah ke
atas. Jarak normal : 90o. Otot utama : infranfinatus dan teres minor.
• Rotasi internal : Tiap lengan ditahan sehingga bahu dan siku dapat ditekuk pada sendi
yang tepat, jari mengarah ke atas, angkat lengan ke atas dan ke bawah. Jarak normal : 90 o.
Otot utama : subscapularis, pectoralis major, latissimus dorsi dan teres major.
• Sendi engsel
• Fleksi : Angkat tangan mendekati bahu. Jarak normal : 150o. Otot utama : biceps brachii,
brachialis dan brachioradialis.
• Ekstensi : Gerakkan lengan bawah ke depan dan menurun kemudian lurus. Jarak normal:
150o. Otot utama : triceps brachii.
• Hiperekstensi : Gerakkan lengan bawah dipindah ke belakang dari posisi lurus. Jarak
normal : 0 – 15o. Otot utama : triceps brachii.
• Rotasi untuk supinasi : Putar tangan dan lengan bawah sehingga telapak tangan
menghadap ke atas. Jarak normal : 70 – 90o. Otot utama : biceps brachii dan supinator.
• Rotasi untuk pronasi : putar tangan dan lengan bawah sehingga telapak tangan
menghadap ke bawah. Jarak normal : 70 -90o. Otot utama : promator teres dan pronator
quadratus.
• Sendi Condyloid pada pergelangan tangan
• Fleksi : Gerakkan jari tangan menghadap ke dalam pada lengan bawah. Jarak normal: 80
– 90o. Otot utama : flexor carpi radialis dan flexor carpi ulnaris.
• Ekstensi : Luruskan tangan sejajar. Jarak normal : 80 – 90o. Otot utama : extensor carpi
radialis longus, extensor carpi radialis brevis dan extensor carpi ulnaris.
• Hiperekstensi : Tekuk jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin. Jarak normal : 70 –
90o. Otot utama : extensor carpi radialis longus, extensor carpi radialis brevis, dan
extensor carpi ulnaris.
• Abduksi (Fleksi radialis) : Tekuk pergelangan tangan secara menyamping ke dalam ibu
jari di samping dengan tangan supinasi. Jarak normal : 0 – 20 o. Otot utama : extensor
carpi radialis.
• Abduksi (Fleksi ulnaris) : Tekuk pergelangan tangan menyamping ke dalam kelima jari
dengan tangan supinasi. Jarak normal : 30 – 50o. Otot utama : extensor carpi ulnaris.
• Tangan dan jari – jari
• Fleksi : Buat kepalan tangan. Jarak normal : 90o. Otot utama : interossei dorsalis manus
dan flexor digitarum superfisialis.
• Ekstensi : Luruskan jari-jari tangan. Jarak normal : 90o. Otot utama : extensor indicis dan
extensor digitiminmi.
• Hiperekstensi : Tekuk jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin. Jarak normal : 30 o.
Otot utama : extensi radialis dan extensor digitiminimi.
• Abduksi : Regangkan jari-jari tangan. Jarak normal : 20o. Otot utama : interossei dorsalis
manus, abduabduktor digiti minimi manus dan oppones digiti manus.
• Adduksi : Rapatkan jari-jari tangan. Jarak normal : 20o. Otot utama : interossei palmares.
• Sendi Ibu jari
• Fleksi : Gerakkan ibu jari menyilang permukaan palmar di atas kelima jari. Jarak normal :
90o. Otot utama : flexi pollicicis brevis dan opponens pollicis.
• Ekstensi : Gerakkan tiap ibu jari menjauhi tangan. Jarak normal : 90 o. Otot utama :
extensor pollicis brevis dan extensor pollicis longus.
• Abduksi : Gerakkan ibu jari ke arah lateral. Jarak normal : 30 o. Otot utama : abductor
pollicis brevis dan abductor pollicis longus.
• Adduksi : Gerakkan ibu jari ke belakang. Jarak normal : 30o. Otot utama : adductor
pollicis.
• Oposisi : Gerakkan ibu jari dan sentuhkan ke tiap jari pada tangan yang sama. Gerakan
ibu jari meliputi adduksi, rotasi dan fleksi. Otot utama : opponens pollicis dan flexor
opponens brevis.
• Sendi Peluru (Ball & Socket)
• Fleksi : Gerakkan kaki ke depan dan ke atas, lutut mengulur atau melentur. Lutut
menekuk dengan sudut 90o dan melentur dengan sudut 120o. Otot utamanya adalah psoas
major dan iliacus.
• Extensi : Gerakkan kaki ke sebelah kaki lainnya. Jarak normal : 90 – 120 o. Otot utama :
gluteus maximus, adductor magnus, semitendinosus, dan semimembranosus.
• Hiperextensi : Gerakkan setiap kaki ke belakang tubuh. Jarak normal : 30 – 50 o. Otot
utama : gluteus maximus semitendinosus, semimembranosus.
• Abduksi : Gerakkan masing-masing kaki ke samping luar. Jarak normal : 45 – 50 o. Otot
utama : gluteus medius, gluteus minimus.
• Adduksi : Gerakkan masing-masing kaki ke belakang dan ke depan melebihi kaki yang
lain. Jarak normal : 20 – 30o. Otot utama : adductor magnus, adductor brevis, adductor
longus.
• Sirkumduksi : Gerakkan masing-masing kaki memutar ke belakang atas, samping, dan
ke bawah secara melingkar. Jarak normal : 360o. Otot utama : psoas major, gluteus
maximus, gluteus medius, adductor magnus.
• Rotasi dalam : Angkat telapak kaki dan putar ke arah dalam dan ibu jari sebagai
tumpuan. Jarak normal : 90o. Otot utama : gluteus minimus, tensor fascialatae.
• Rotasi luar : Angkat telapak kaki dan putar ke luar dan ibu jari sebagai tumpuan. Jarak
normal : 90o. Otot utama : obturator externus, obturator internus, quadratus femoris.
•  
• Sendi Lutut
• Fleksi : Bengkokkan kaki ke belakang, dekatkan ke paha. Jarak normal : 120 – 130 o. Otot
utama : rectus femoris, vastus lateralis, vastus mdialis, vastus intermedius.
• Extensi : Lururskan masing-masing kaki kembali ke posisi semula di samping kaki yang
lain. Jarak normal : 120 -130o. Otot utama : biceps femoris, semitendinosus,
semimembranosus.
• Hiperekstensi : Beberapa orang dapat hiperekstensi lutut 10o. Otot utama : rectus femoris,
vastus lateralis, vastus medialis, vastus intermedius.
•  
• Sendi Mata Kaki
• Extensi : Tekuk telapak kaki ke bawah. Jarak normal : 45 – 50o. Otot utama :
gastronemius,soleus.
• Fleksi : Tekuk telapak kaki ke atas. Jarak normal : 20o. Otot utama : peroneus tertius,
tibialis anterior.
• Sendi Jari Kaki
• Eversi : Putar masing-masing telapak kaki ke samping. Jarak normal : 30o. Otot utama :
peroneus longus, peroneus brevis.
• Inversi : Putar masing-masing telapak kaki ke tengah. Jarak normal : 5o. Otot utama :
tibialis posterior, tibialis anterior.
• Fleksi : Gerakkan masing-masing ibu jari ke bawah. Jarak normal : 35 -60 o. Otot utama :
flexor hallucis brevis, lumbricales pedis, flexor digitorum brevis.
• Ekstensi : Luruskan ibu jari kaki. Jarak normal : 35 – 60o. Otot utama : extensor
digitorum longus, extensor digitorum brevis, extensor hallucis longus.
• Abduksi : Regangkan masing-masing jari kaki. Jarak normal : 0 -15o. Otot utama :
interossei dorsalis pedis, abductor hallucis.
• Adduksi : Rapatkan masing-masing jari kaki bersamaan. Jarak normal : 0 – 15 o. Otot
utama : adductor hallucis, interossei plantares.
• Sendi – sendi tubuh
• Fleksi : Bungkukkan tubuh ke arah jari kaki. Jarak normal : 70 – 90 o. Otot utama : rectus
abdominis, psoas major, psoas minor.
• Extensi : Luruskan tubuh dari posisi fleksi. Jarak normal : 70 – 90 o. Otot utama :
longissimus thoracis, iliocostalis thoracis, iliocostalis lumborum, erector spinae,
longissimus cervicis.
• Hiperekstensi : Bungkukkan tubuh ke arah belakang. Jarak normal : 20 – 30 o. Otot utama :
longissimus thoracis, iliocostalis thoracis, iliocostalis lumborum, erector spinae,
longissimus cervicis.
• Fleksi lateral : Lekukkan tubuh ke kanan dan ke kiri. Jarak normal : 30o dari samping. Otot
utama : Quadratus lumborum.
• Rotasi : Lekukkan tubuh dari bagian atas, dari samping ke samping. Jarak normal : 30 – 45 o
dari samping. Otot utama : erector spinae.
Prosedur Pengukuran Kekuatan Otot Tangan

• Segala bentuk pengukuran yang dilakukan tidak akan terlepas dari yang namanya prosedur tes dan
pengukuran. Prosedur merupakan aturan yang harus ditaati oleh orang coba dalam melakukan
proses pengukuran. Berikut adalah prosedur pelaksanaan Tes dan Pengukuran Kekuatan Otot
Tangan :
• Orang Coba berdiri tegak dengan posisi kaki dibuka selebar bahu.
• Tangan memegang Grip Strenght Dynamometer lurus disamping badan.
• Telapak tangan menghadap ke paha, sedangkan skala dynamometer menghadap ke luar.
• Grip Strenght Dynamometer diperas dengan sekuat tenaga.
• Tangan yang memegang Grip Strenght Dynamometer tidak boleh bersentuhan dengan benda lain.
• Tes yang dilakukan sebanyak tiga kali dan dipilih yang hasil yang terbaik dari tiga kali percobaan.
• Hasil perasan dapat dilihat pada skala Dynamometer.
Gambar 1 Teknik Grip Strenght 
Sumber : (Adiatmika dan Santika, 2015)
Diakses pada 04/03/2020 pukul 23:50
Norma Kekuatan Otot Tangan
• Kekuatan Otot Tangan

Tabel 1.1 Norma Kekuatan Otot Tangan Kanan


Sumber : Adiatmika dan Santika, 2015
Diakses pada 04/03/2020 pukul 23:59
• Kekuatan Otot Tangan Kiri

Tabel 1.2 Norma Otot Tangan Kiri


Sumber : Adiatmika dan Santika, 2015
Diakses pada : 04/03/2020 pukul 23:59

Anda mungkin juga menyukai