Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SKOLIOSIS


DI POLI ORTHO RSUD DR SOETOMO

Disusun oleh :

KADEK APRILIA SAVITRI


131711133066

SI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2019
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi Skoliosis
Skoliosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti lengkungan, mengandung arti
kondisi patologik. Skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke arah
samping, yang dapat terjadi pada segmen servikal (leher), thorakal (dada) maupun lumbal
(pinggang). Skoliosis merupakan penyakit tulang belakang yang menjadi bengkok ke
samping kiri atau kanan sehingga wujudnya merupakan bengkok benjolan yang dapat
dilihat dengan jelas dari arah belakang. Penyakit ini juga sulit untuk dikenali kecuali
setelah penderita meningkat menjadi dewasa (Mion,Rosmawati, 2007).
Skoliosis adalah suatu kelainan pembengkokan bentuk tulang belakang ke arah
samping kanan atau kiri. Kelainan bentuk ini terjadi akibat adanya perubahan bentuk tulang
belakang secara tiga dimensi yaitu perubahan struktur penyokong tulang belakang seperti
jaringan lunak sekitarnya dan struktur lainnya (Rahayussalim, 2007).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa skoliosis adalah suatu kelainan bentuk pada
tulang belakang dimana terjadi pembengkokan tulang belakang ke arah samping kiri atau
kanan.

1.2. Klasifikasi Skoliosis


Skoliosis dapat dibagi atas dua yaitu skoliosis struktural dan non structural (postural).
1. Skoliosis structural
Skoliosis tipe ini bersifat irreversibel ( tidak dapat diperbaiki ) dan dengan rotasi
dari tulang punggung. Komponen penting dari deformitas itu adalah rotasi vertebra,
processus spinosus memutar kearah konkavitas kurva. Terdapat tiga bentuk skoliosis
struktural yaitu :
a. Skoliosis Idiopatik adalah bentuk yang paling umum terjadi dan
diklasifikasikan menjadi 3 yakni Infantile (dari lahir sampai 3 tahun), anak-
anak (3 tahun sampai ± 10 tahun), remaja (muncul setelah usia 10 tahun)
b. Skoliosis Kongenital adalah skoliosis yang menyebabkan malformasi satu atau
lebih badan vertebra
c. Skoliosis Neuromuskuler merupakan jenis skolisosis yang diderita anak dnegan
penyakit neuromuskuler (seperti paralisis otak, spina bifida, atau distrofi
muskuler) yang secara langsung menyebabkan deformitas.
2. Skoliosis nonstruktural (Postural)
Skoliosis tipe ini bersifat reversibel (dapat dikembalikan ke bentuk semula),dan
tanpa perputaran (rotasi) dari tulang punggung. Pada skoliosis postural,deformitas
bersifat sekunder atau sebagai kompensasi terhadap beberapakeadaan diluar tulang
belakang, misalnya dengan kaki yang pendek, atau kemiringan pelvis akibat
kontraktur pinggul, bila pasien duduk atau dalamkeadaan fleksi maka kurva tersebut
menghilang.

Ada tiga tipe-tipe utama lain dari skoliosis :


1. Functional
Pada tipe skoliosis ini, spine adalah normal, namun suatu lekukan abnormal
berkembang karena suatu persoalan ditempat lain di dalam tubuh. Ini dapat
disebabkan oleh satu kaki adalah lebih pendek daripada yang lainnya atau oleh
kekejangan-kekejangan di punggung.
2. Neuromuscular
Pada tipe skoliosis ini, ada suatu persoalan ketika tulang-tulang dari spine terbentuk.
Baik tulang-tulang dari spine gagal untuk membentuk sepenuhnya, atau mereka gagal
untuk berpisah satu darilainnya.
3. Degenerative
Tidak seperti bentuk-bentuk lain dari skoliosis yangditemukan pada anak-anak dan
remaja-remaja, degenerative skoliosis terjadi pada dewasa-dewasa yang lebih tua.
4. Lain-Lain
Ada penyebab-penyebab potensial lain dari skoliosis, termasuk tumor-tumor spine
seperti osteoid osteoma. Ini adalah tumor jinak yang dapat terjadi pada spine dan
menyebabkan nyeri/sakit.Nyeri menyebabkan orang-orang untuk bersandar pada sisi
yang berlawanan untuk mengurangi jumlah dari tekanan yang diterapkan pada tumor.
Ini dapat menjurus padasuatu kelainan bentuk spine
1.3. Etiologi Skoliosis
Skoliosis dibagi dalam dua jenis yaitu non struktural dan structural.
1. Skoliosis non struktural disebabkan oleh :
a. Tabiat yang tidak baik seperti membawa tas yang berat pada sebelah bahusaja

(menyebabkan sebelah bahu menjadi tinggi), postur badan yang tidak bagus
(seperti selalu membongkok atau badan tidak seimbang).
b. Kaki tidak sama panjang.
2. Skoliosis struktural disebabkan oleh pertumbuhan tulang belakang yang tidak normal

seperti :
a. Bahu tidak sama tinggi
b. Garis pinggang tidak sama tinggi
c. Badan belakang menjadi bongkok sebelah
d. Sebelah pinggul lebih tinggi
e. Badan kiri dan kanan menjadi tidak simetri.

Terdapat 3 penyebab umum dari skoliosis:


1. Kongenital (bawaan) : Biasanya berhubungan dengan suatu kelainan dalam
pembentukan tulang belakang atau tulang rusuk yang menyatu.
2. Neuromuskuler : Pengendalian otot yang buruk atau kelemahan otot ataukelumpuhan
akibat penyakit berikut :mCerebral palsy, Distrofi otot, Polio,Osteoporosis juvenile.
3. Idiopatik : penyebabnya tidak diketahui

1.4. Patofisiologi Skoliosis


Kelainan tulang belakang disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah
idiopatik, kongenital, posisi duduk yang salah serta cara mengangkat beban yang salah.
Kelainan ini dapat terjadi kongenital apabila terdapat gangguan pembentukan tulang
belakang atau adanya pembentukan yang abnormal pada saat dalam kandungan. Kelainan
ini biasanya terjadi pada minggu ke-5 kehamilan. Sehingga pada saat bayi lahir maka
terdapat kelainan pada tulang belakangnya.
Selain akibat kelainan selama masa kehamilan, kelainan ini juga disebabkan oleh
posisi duduk yang salah dan berlangsung terus menerus terutama selama masa
pertumbuhan berlangsung. Oleh karena itu, jika kelainan ini terjadi di masa 16
pertumbuhan maka pengobatan secepatnya harus dilakukan agar postur tubuh kembali
normal.
Penyakit neuromuskuler, ataupun tumor di tulang belakang juga bisa menyebabkan
kelainan pada tulang belakang. Mengangkat beban yang berat namun tidak dalam posisi
yang tidak sesuai dengan posisi anatomis juga dapat menyebabkan kelainan pada tulang
belakang akibat penarikan tulang belakang yang terjadi terus-menerus.
Akibat adanya kelainan ini, maka dapat mengganggu system dalam tubuh. Kelainan
ini dapat menyebabkan penekanan pada rongga thoraks sehingga penderita dapat
mengurangi ekspansi paru dan pemasukan O₂ dalam tubuh dapat semakin sedikit. Selain
menekan paru, penekanan pada rongga thoraks juga dapat menekan jantung sehingga
jantung tidal dapat memompa darah secara maksimal. Hal ini juga dapat menyebabkan
aliran O₂ ke seluruh sel tubuh ridak terpenuhi sehingga juga bisa mengganggu proses
metabolism dan perkembangan. Kelainan ini juga dapat menekan lambung sehingga
lambung mudah penuh dan menyebabkan mual karena asam lambung mudah penuh dan
refluks. Hal ini dapat menyebabkan penderita tidak nafsu makan sehingga asupan nutrisi
dalam tubuh ya juga berkurang. Kelainan tulang belakang ini juga dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari karena kesulitan dalam mengkoordinasikan gerakan. Sehingga dapat
terjadi pembatasan gerak pada penderitanya.
1.5. WOC Skoliosis
1.6. Manifestasi Klinis Skoliosis
Pola makan yang buruk Posisi duduk yang salah Faktor kongenital Faktor Hormonal

Intake nutrisi  Kerja otot pada ruas tulang Kekurangan Asam Sekresi melatonin
belakang  Folat pada Ibu pada malam hari
Hamil
Defisit Vit.D & Ca
Progresivitas
Ketegangan otot
Gangguan berkurang
pembentukan tulang
Abnormalitas
belakang pada janin
perkembangan spinal Perkembangan otot tulang
belakang terganggu

Hemispina
Kelainan tulang
Otot menjadi lemah
belakang saat bayi
dilahirkan
Deformitas Tulang
Belakang Ruas tulang belakang
melemah

MK : Tulang belakang bengkok ke samping kanan atau kiri


Ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh SKOLIOSIS

Deviasi lateral corpus spinal Kelelahan tulang dan sendi Tulang belakang membelok,
dada kanan menonjol dan
scapula tampak lebih tinggi
Kaku otot
Derajat deviasi semakin 

Menghambat pergerakan
Herniasi cincin tulang Klien cemas dengan Area paru tertekan
belakang perubahan tubuhnya
MK : Hambatan Mobilitas
Fisik
MK : Nyeri Akut Pergerakan rusuk
MK : Ansietas dan paru terhambat

Ekspansi paru

MK : Harga diri Dipsnea


rendah situasional
MK :
Ketidakefektifan
pola nafas

MK : Gangguan
Citra Tubuh
Gejala dari skolisis dapat berupa:
a. Tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping
b. Bahu dan/atau pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya
c. Nyeri punggung
d. Kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama
e. Skoliosis yang berat (dengan kelengkungan yang lebih besar dari 60) bisa
menyebabkan gangguan pernafasan.
Kebanyakan pada punggung bagian atas, tulang belakang membengkok ke kanan dan pada
punggung bagian bawah, tulang belakang membengkok ke kiri; sehingga bahu kanan lebih
tinggi dari bahu kiri. Pinggul kanan juga mungkin lebih tinggi dari pinggul kiri.

1.7. Penatalaksanaan Skoliosis


Tujuan dilakukannya tatalaksana pada skoliosis meliputi 4 hal penting :
1. Mencegah progresifitas dan mempertahankan keseimbangan
2. Mempertahankan fungsi respirasi
3. Mengurangi nyeri dan memperbaiki status neurologis
4. Kosmetik
Penatalaksanaan skoliosis dibagi sesuai dengan klasifikasinya, yakni sebagai berikut :
A. Non Struktural (Postural)
Adapun pilihan terapi yang dapat dipilih, dikenal sebagai “The three O’s” adalah :
a. Observasi
Pemantauan dilakukan jika derajat skoliosis tidak begitu berat, yaitu <25 o pada
tulang yang masih tumbuh atau <50o pada tulang yang sudah berhenti
pertumbuhannya. Rata-rata tulang berhenti tumbuh pada saar usia 19 tahun.
Pada pemantauan ini, dilakukan kontrol foto polos tulang punggung pada
waktu-waktu tertentu.Foto kontrol pertama dilakukan 3 bulan setelah kunjungan
pertama ke dokter.Lalu sekitar 6-9 bulan berikutnya bagi yang derajat >20.
b. Orthosis
Orthosis dalam hal ini adalah pemakaian alat penyangga yang dikenal dengan
nama brace. Biasanya indikasi pemakaian alat ini adalah :
1. Pada kunjungan pertama, ditemukan derajat pembengkokan sekitar 30-
40 derajat
2. Terdapat progresifitas peningkatan derajat sebanyak 25 derajat.
Jenis dari alat orthosis ini antara lain :
1. Milwaukee
2. Boston

3. Charleston bending brace

Alat ini dapat memberikan hasil yang


cukup signifikan jika digunakan secara teratur 23 jam dalam sehari hingga 2
tahun setelah menarche. Brace dari Milwaukee & Boston efektif dalam
mengendalikan progresivitas skoliosis, tetapi harus dipasang selama 23
jam/hari sampai masa pertumbuhan anak berhenti. Brace tidak efektif
digunakan pada skoliosis kongenital maupun neuromuskular. Jika
kelengkungan mencapai 40 atau lebih, biasanya dilakukan pembedahan
c. Operasi
Pembedahan untuk meluruskan kembali dan menyatukan vertebra. Jika
lengkungan lebih dari 40 derajat dan /atau bracing tidak diperlukan biasanya
diselesaikan dengan penanaman tulang dan pamakaian alat atau instrumentasi
batang berington, duyer dan luque. (Suratun, 2008). Tidak semua skoliosis
dilakukan operasi. Indikasi dilakukannya operasi pada skoliosis adalah :
1. Terdapat derajat pembengkokan >50 derajat pada orang dewasa
2. Terdapat progresifitas peningkatan derajat pembengkokan >40-45
derajat pada anak yang sedang tumbuh
3. Terdapat kegagalan setelah dilakukan pemakaian alat orthosis

B. Struktural (Kongenital)
1. Konservatif
Observasi, monitoring dan evaluasi terhadap progresifitas harus dilakukan
secara komprehensif. Intervensi dengan penggunaan alat ortotik dilakukan
sesuai dengan derajat deformitas.
2. Intervensi bedah
Merupakan pengobatan paling efektif untuk mengatasi skoliosis congenital,
bedah koreksi dilakukan untuk mencegah progresifitas terutama apabila dengan
penatalaksanaan ortotik tidak tidak menurunkan progresifitas secara optimal.
Intervensi bedah dilakukan sesuai derajat dari skoliosis. Intervensi tersebut
meliputi hal-hal berikut:
a) Convex growth arrest
b) Posterior fusion
c) Combined anterior and posterior fusion
d) Hemivertebra excision
e) Vertebrectomy (Helmi, 2013)

1.8. Pemeriksaan Penunjang


Pada pemeriksaan fisik penderita biasanya diminta untuk membungkuk ke depan sehingga
pemeriksa dapat menentukan kelengkungan yang terjadi. Pemeriksaan neurologis (saraf)
dilakukan untuk menilai kekuatan, sensasi atau refleks. Pemeriksaan lainnya yang biasa
dilakukan:
a) Skoliometer
Merupakan sebuah alat untuk mengukur sudut kurvaturai. Cara pengukuran dengan
skoliometer dilakukan pada pasien dengan posisi membungkuk, kemudian atur posisi
pasien karena posisi ini akan berubah-ubah tergantung pada lokasi kurvatura, sebagai
contoh kurva dibawah vertebra lumbal akan membutuhkan posisi membungkuk lebih
jauh dibanding kurva pada thorakal. Kemudian letakkan skoliometer pada apeks
kurva, biarkan skoliometer tanpa ditekan, kemudian baca angka derajat kurva. Pada
screening, pengukuran ini signifikan apabila hasil yang diperoleh lebih besar dari 50,
hal ini biasanya menunjukkan derajat kurvatura > 200 pada pengukuran cobb’s angle
pada radiologi sehingga memerlukan evaluasi yang lanjut.

b) Rontgen tulang belakang


Foto polos harus diambil dengan posterior dan lateral penuh terhadap tulang belakang
dan krista iliaka dengan posisi tegak, untuk menilai derajat kurva dengan metode
Cobb dan menilai maturitas skeletal dengan metode Risser. Kurva structural akan
memperlihatkan rotasi vertebra, pada proyeksi posterior-anterior, vertebra yang
mengarah ke puncak prosessus spinosus menyimpang kegaris tengah; ujung atas dan
bawah kurva diidentifikasi sewaktu tingkat simetri vertebra diperoleh kembali. Cobb
Angle diukur dengan menggambar garis tegak lurus dari batas superior dari vertebra
paling atas pada lengkungan dan garis tegak lurus dari akhir inferior vertebra paling
bawah.Perpotongan kedua garis ini membentuk suatu sudut yang diukur. Maturitas
kerangka dinilai dengan beberapa cara, hal ini penting karena kurva sering bertambah
selama periode pertumbuhan dan pematangan kerangka yang cepat. Apofisis iliaka
mulai mengalami penulangan segera setelah pubertas; ossifikasi meluas kemedial dan
jika penulangan krista iliaka selesai, pertambahan skoliosis hanya minimal.
Menentukan maturitas skeletal melalui tanda Risser, dimana ossifikasi pada apofisis
iliaka dimulai dari Spina iliaka anterior superior (SIAS) ke posteriormedial.Tepi
iliaka dibagi kedalam 4 kuadran dan ditentukan kedalam grade 0 sampai 5. Derajat
Risser adalah sebagai berikut :
Grade 0 : tidak ada ossifikasi
Grade 1 : penulangan mencapai 25%,
Grade 2 : penulangan mencapai 26-50%,
Grade 3 : penulangan mencapai 51-75%,
Grade 4 : penulangan mencapai 76%
Grade 5 : menunjukkan fusi tulang yang komplit.
c) MRI
Jika di temukan kelainan saraf atau kelainan pada rontgen
d) Mielografi
Untuk melihat kondisi kolumna vertebralis dan rongga intervertebra, saraf spinal, dan
pembuluh darah.
e) Computed tomography
Untuk mendeteksi terjadinya masalah musculoskeletal terutama kolumna vertebralis.

1.9. Komplikasi Skoliosis


Walaupun skoliosis tidak mendatangkan rasa sakit, penderita perlu dirawat seawal
mungkin. Tanpa perawatan, tulang belakang menjadi semakin bengkok dan menimbulkan
berbagai komplikasi seperti :
a) Kerusakan paru-paru dan jantung.
Ini boleh berlaku jika tulang belakang membengkok melebihi 60 derajat. Tulang
rusuk akan menekan paru-paru dan jantung, menyebabkan penderita sukar bernafas
dan cepat capai. Justru, jantung juga akan mengalami kesukaran memompa darah.
Dalam keadaan ini, penderita lebih mudah mengalami penyakit paru-paru dan
pneumonia.
b) Sakit tulang belakang.
Semua penderita, baik dewasa atau kanak-kanak, berisiko tinggi mengalami masalah
sakit tulang belakang kronik. Jika tidak dirawat, penderita mungkin akan menghidap
masalah sakit sendi. Tulang belakang juga mengalami lebih banyak masalah apabila
penderita berumur 50 atau 60 tahun.

Asuhan Keperawatan Umum Pada Klien dengan Skoliosis


1.10.
A. Pengkajian
a. Data demografi : (Identitas klien, usia, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, agama,
status, dan kebangsaan)
 Rentang usia: Skoliosis idiopatik dapat melumpuhkan anak-anak (paling
banyak menyerang bayi laki-laki antara lahir sampai usia 3 tahun), 4% anak
muda (menyerang kedua jenis kelamin antara 4-10 tahun), atau orang
dewasa (biasanya menyerang perempuan usia >20 tahun), namun
kebanyakan kasus skoliosis tidak terdiagnosa sampai usia 10-14 tahun.
 Jenis kelamin: Rasio laki-laki dan perempuan pada kelainan ini saat masih
masa anak-anak<3 tahun lebih sering terjadipada laki-laki, namun 40-60%
terjadi pada wanita dewasakarena terlalu sering menggendong anak.

b. Keluhan utama
Klien dengan skoliosis berat akan mengalami sesak nafas, nyeri pada punggung,
gangguan sendi, atau kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri
terlalu lama.
c. Riwayat kesehatan
 Riwayat penyakit sekarang
Sejak kapan timbul keluhan, tanyakan apakah memiliki riwayat trauma.
Identifikasi timbulnya gejala mendadak atau perlahan, apakah ada
keterbatasan gerak saat melakukan aktivitas, dankaji klien untuk
mengungkapkan alasan klien memeriksan dirinya.
 Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kondisi kesehatan individu untuk melengkapi data mengenai
adanya efek langsung atau tidak langsung terhadap muskulokeletal,
misalnya riwayat trauma atau kerusakan tulang.
 Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit keluarga perlu diketahui untuk menentukan hubungan
genetik yang perlu diidentifikasi misalnya (penyakit diabetes melitus yang
merupakan predisposisi penyakit sendi degeneratif).
d. Riwayat diet
Identifikasi adanya kelebihan berat badan karena kondisi ini dapat mengakibatkan
stes pada sendi penyangga tubuh dan predisposisi terjadi instabilitas
ligamen,khsusnya pada punggung bagian bawah.
e. Aktivitas kegiatan sehari-hari
Identifikasi pekerjaan pasien dan aktivitas sehari-hari. Kebiasaan membawah
benda-benda berat yang dapat menimbulkan regangan otot dan trauma lainya.
Pemakaian hak sepatu yang terlalu tinggi dapat menimbulkan kontraksi pada tendon
achiles dan dapat terjadi dislokasi. Perlu di kaji pula aktivitas hidup sehari-hari, saat
ambulasi apakah ada nyeri pada sendi, apakah menggunakan alat bantu (kursi
roda,tongkat).
f. Pemeriksaan fisik
Ada dua macam pemeriksaan fisik, yaitu pemeriksaan umum (status general) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokal).
1) Status General
Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda tanda yang perlu dicatat sebagai
berikut :
a) Kesadaran klien (apatis, spoor, koma, gelisah, kompos mentis, kesakitan).
b) Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat.
c) TTV tidak normal karena ada gangguan lokal baik fungsi maupun bentuk.

2) ROS (Review of System)


a) B1 (Breathing)
Pada pemeriksaan system pernapasan didapatkan bahwa klien skoliosis
akan mengalami kelainan pernapasan. Pada palpasi teraba tulang kanan
melengkung. Pada auskultasi ditemukan suara nafas tambahan. secara
umum pasien skoliosis tidak mengalami gangguan pernapasan kecuali jika
ia telah sampai pada skoliosis berat (>60). Pada pasien dengan skoliosis
berat akan didapatkan pasien tidak leluasa untuk bernapas (Suratun dkk,
2008).
b) B2 (Blood)
Inspeksi (tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping),
palpasi (teraba tulang kanan melengkung).
c) B3 (Brain)
Tidak ada gangguan (composmentis).
d) B4 (Bladder)
Kaji keadaan urin yang meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urin
termasuk berat jenis urin. Biasanya klien skolisosis tidak mengalami
kelainan pada system ini.
e) B5 (Bowel)
Tidak ditemukan gangguan
f) B6 (Bone)
Adanya skoliosis pada tulang belakang akan mengganggu secara lokal,
baik fungsi motorik, sensorik, maupun peredaran darah. Tulang belakang
melengkung ke lateral, cara berjalan tidak seimbang, postur tubuh miring
ke samping, keterbatasan kemampuan untuk bangkit dari kursi, ketinggian
bahu tidak sama.
3) Status Lokal
a) Look
Tampak adanya bentuk tulang belakang abnormal. Pada pasien dengan
skoliosis akan tampak pakaian yang dipakai tidak pas atau menggantung,
cara berjalan tidak seimbang, postur tubuh miring ke samping, tulang
belakang melengkung ke lateral dan ketinggian bahu tidak sama (Suratun
dkk, 2008).
b) Feel
Hangat tidak ada nyeri tekan. Biasanya pada pasien skoliosis, mereka akan
mengeluh nyeri punggung akibat postur tubuh yang miring ke samping dan
akan meningkat jika skoliosis semakin berat (Suratun dkk, 2008).
c) Move
Penurunan rentang gerak sendi, penurunan kekuatan otot (nilai <5 pada
skala Lovett’s), krepitasi pada gerakan pasif. Pasien dengan skoliosis akan
mengeluh kesulitan dalam bergerak, cara berjalan tidak seimbang dan
keterbatasan kemampuan untuk bangkit dari kursi (Suratun dkk, 2008).
d) Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh
yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang
panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya
patah tulang.
e) Mengkaji tulang belakang
Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang).
f) Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,
dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi.
g) Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema
atau atropfi, nyeri otot.
h) Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan caraberjalan abnormal (misalnya cara berjalan spastic
hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower
motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
g. Pemeriksaan diagnostik
1. X-Ray
Menunjukkan ada kelainan pada tulang belakang bengkok ke samping
2. Skoliometer
Derajat rotasi aksial skoliosis menunjukkan adanya abnormalitas

B. Diagnosis Keperawatan
1. Ansietas b.d perubahan besar (status kesehatan, fungsi peran, status peran)
2. Gangguan citra tubuh b.d gangguan struktur tubuh
3. Harga diri rendah situasional b.d perubahan pada citra tubuh
4. Ketidakefektifan Pola Napas b.d gangguan musculoskeletal
5. Nyeri akut b.d cedera fisik
6. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan

mengabsorbsi nutrien
7. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan musculoskeletal

C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan :
Ansietas b.d perubahan besar (status kesehatan, fungsi peran, status peran)
SLKI SIKI
Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
selama 3x24 jam tingkat ansietas dapat gangguan dengan pencahayaan dan
diatasi, dengan kriteria hasil : suhu ruang yang nyaman
1. Klien tidak gelisah 2. Berikan informasi tertulis tentang
2. Klien tidak tegang
persiapan dan prosedur teknik relaksasi
3. Rasa khawatir klien akibat kondisi
3. Jelaskan tujuan, manfaat, Batasan, dan
yang dihadapi menurun
jenis relaksasi yang tersedia (mis :
napas dalam)
4. Anjurkan mengambil posisi nyaman
5. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
relaksasi
6. Anjurkan sering mengulangi atau
melatih teknik yang dipilih
Diagnosa Keperawatan :
Gangguan citra tubuh b.d gangguan struktur tubuh
SLKI SIKI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, 1. Identifikasi perubahan citra tubuh yang
citra tubuh klien membaik dengan kriteria mengakibatkan isolasi sosial
2. Diskusikan perubahan tubuh dan
hasil :
1. Perasaan negatif klien tentang fungsinya
3. Diskusikan perbedaan penampilan fisik
perubahan tubuh menurun
2. Kekhawatiran klien pada terhadap harga diri
4. Diskusikan kondisi stres yang
penolakan/reaksi orang lain menurun
mempengaruhi citra tubuh
5. Latih fungsi tubuh yang dimiliki

Diagnosa Keperawatan :
Harga diri rendah situasional b.d perubahan pada citra tubuh
SLKI SIKI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, 1. Monitor klien untuk terlibat dalam
maka harga diri meningkat dengan kriteria verbalisasi positif untuk diri sendiri
2. Motivasi menerima tantangan atau hal
hasil :
1. Klien tidak merasa malu baru
2. Klien percaya diri saat berbicara 3. Diskusikan kepercayaan terhadap
dengan orang lain penilaian diri
3. Klien dapat menerima dan menilai 4. Diskusikan pengalaman yang
positif terhadap diri sendiri meningkatkan harga diri
5. Jelaskan pada keluarga pentingnya
dukungan dalam perkembangan
konsep positif dari klien
6. Latih cara berfikir dan berperilaku
positif
7. Latih meningkatkan kepercayaan pada
kemampuan dalam menangani situasi
Diagnosa Keperawatan :
Ketidakefektifan Pola Napas b.d gangguan musculoskeletal
SLKI SIKI
Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Posisikan klien untuk memaksimakan
selama 2x24 jam pola nafas klien kembali ventilasi
2. Posisikan klien untuk meringankan
normal, dengan kriteria hasil :
sesak nafas
1. Suara asukultasi nafas kembali normal
3. Ajarkan klien untuk bernafas pelan dan
2. Irama pernafasan normal
3. Frekuensi pernafasan membaik dalam
4. Monitor keluhan sesak nafas klien
termasuk kegiatan yang meningkatkan
atau memperburuk sesak nafas tersebut
5. Monitor kecepatan irama, kedalaman,

dan kesulitan bernafas


6. Kolaborasikan dengan tenaga kesehatan
lain dalam memonitor hasil foto thorax
Diagnosa Keperawatan :
Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik
SLKI SIKI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai
selama 3x24 jam, klien tidak mengalami advis dokter dan monitoring respons
nyeri dengan kriteria hasil : klien
1. Klien dapat mengontrol nyeri 2. Kendalikan faktor lingkungan yang
2. Klien dapat mengenali nyeri
dapat mempengaruhi respons klien
3. Klien mengatakan rasa nyaman setelah
terhadap ketidaknyamanan (mislanya,
nyeri berkurang
4. TTV dalam rentang normal suhu ruangan, pencahayan, ruangan
bising)
3. Ajarkan prinsip – prinsip manajemen

nyeri
4. Ajarkan teknik nonfarmakologi
(relaksasi, terapi musik, distraksi, terapi
aktivitas, massase) untuk mengurangi
nyeri
5. Ajak klien untuk mengkaji faktor yang
dapat memperburuk nyeri
6. Kaji kembali respons klien terhadap

nyeri yang dirasakan baik secara verbal


maupun non verbal
7. Monitor status TTV klien
Diagnosa Keperawatan :
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien
SIKI SLKI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Tentukan status gizi klien dan
3x 24 jam, kebutuhan nutrisi klien dapat kemampuan untuk memenuhi
terpenuhi dengan kriteria hasil : kebutuhan gizi
1. Asupan gizi yang dibeikan adekuat 2. Tentukan jumlah kalori dan jenis
2. Klien memiliki energy yang cukup
nutrisi yang dibutuhkan untuk
3. BB ideal : (TB-100)-10%(TB-100)
4. Asupan nutrisi yang diberikan secara memenuhi persyaatan gizi
3. Identifikasi adanya alergi atau
oral adekuat
intoleransi makanan yang dimiliki
klien
4. Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk
memberikan kebutuhan gizi sesuai
kebutuhan
5. Monitor kalori dan asupan makanan
6. Monitor berat badan pasien setiap hari
Diagnosa Keperawatan :
Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan musculoskeletal
SLKI SIKI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Jelaskan pada pasien bahwa perlu

hambatan mobilitas fisik membaik, dengan adanya keseimbangan ketika


kriteria hasil: melakukan aktivitas
2. Kolaborasikan dengan terapis yang lain
1. Mempertahankan keseimbangan
untuk mengembangkan kemampuan
ketika duduk tanpa support dari
latihan pasien
belakang
3. Beri kesempatan untuk mendiskusikan
2. Mempertahankan keseimbangan
faktor penyebab jatuh ketika
dengan berdiri setelah duduk
3. Mempertahankan keseimbangan melakukan latihan
4. Beri lingkungan yang aman ketika
ketika berdiri
4. Mempertahankan keseimbangan melakukan latihan
ketika berjalan 5. Dorong agar klien termotivasi untuk
5. Mempertahankan postur tubuh dengan
megikuti program latihan
baik 6. Bantu klien untuk latihan berjalan dan
melakukan ankle strengthening
7. Beri informasi mengenai memposisikan
tubuh dengan benar dan melakukan
pergerakan untuk meningkatkan
keseimbangan selama latihan maupun
dalam kehidupan sehari-hari
8. Monitor pasien saat melakukan
program latihan
9. Beri sumber yang memadai untuk
melakukan keseimbangan, latihan, dan
memberi program edukasi untuk
mengatasi jatuh saat latihan

DAFTAR PUSTAKA

Corwn, Elisabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : ECG

Helmi, Zairin Noor. 2013. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika

LeMone,P., dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Gangguan Muskuloskeletal.
Jakarta : EGC
Irnandi, Dicky Faizal. 2013. Skoliosis. http://www.bethesda-
clinic.com/id/artikel/view/id/22/url/skoliosis diakses pada tanggal 15 November 2019
pukul 20.17

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI

Anda mungkin juga menyukai