Anda di halaman 1dari 74

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 20

Tutor : dr. Mega,Sp.PD


Disusun oleh: Kelompok B2
Kelas Beta 2016
Rizka Dwi Patriawati (04011181621016)
Yorisda Septi Ayu (04011181621020)
Iza Netiasa Haris (04011181621060)
Vezi (04011181621066)
Alda Trie Amelia (04011181621067)
Aira Priamas Silitonga (04011281621073)
Retno Putri Nusantari (04011281621096)
Nauval Togi Prasetyo (04011281621113)
Arindi Maretzka (04011281621117)
Emilia Intan Sari (04011281621146)
Ully Febra Kusuma (04011281621155)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang
berjudul “Laporan Tutorial Skenario B2 Blok 20” sebagai tugas kompetensi
kelompok.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna.Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur,
hormat, dan terima kasih kepada :
1. Tuhan yang Maha Esa, yang telah merahmati kami dengan kelancaran
diskusi tutorial,
2. dr. Mega, Sp.PD selaku tutor kelompok B2
3. Teman-teman sejawat FK Unsri, terutama kelas PSPD Beta 2016
Semoga Tuhan memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan
tutorial ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan.Semoga
kita selalu dalam lindungan Tuhan.

Palembang, 10 Desember 2018

Kelompok B2

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................iii
Kegiatan Diskusi ................................................................................................1
Skenario ..............................................................................................................2
I. Klarifikasi Istilah.....................................................................................6
II. Identifikasi Masalah.................................................................................6
III. Analisis Masalah......................................................................................8
IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan............................................................33
V. Sintesis...................................................................................................34
VI. Kerangka Konsep...................................................................................70
VII. Kesimpulan............................................................................................71
Daftar Pustaka...................................................................................................72

iii
KEGIATAN DISKUSI

Tutor : dr. Mega, Sp.PD


Moderator : Vezi
Sekretaris Laporan LI : Ully Febra Kusuma
Sekretaris Laporan Anmal : Aira Priamas Silitonga
Sekretaris PPT LI : Emilia Intan Sari
Sekretaris PPT Anmal : Nauval Togi Prasetyo
Pelaksanaan : 10 dan 13 Desember 2018
10.00-12.30 WIB

Peraturan selama tutorial:


1. Semua peserta wajib aktif dalam kegiatan diskusi
2. Mengangkat tangan sebelum menyampaikan pendapat.
3. Menjawab dan menyampaikan pendapat apabila telah diizinkan oleh moderator.
4. Tidak langsung menyanggah pendapat orang lain.
5. Tidak diperbolehkan mengoperasikan hp setelah tahap klarifikasi istilah.
6. Meminta izin terlebih dahulu dari moderator jika hendak keluar

4
SKENARIO B BLOK 20 TAHUN 2018

Ny. A, seorang wanita berusia 67 tahun datang ke IGD RSMH dengan keluhan nyeri
pangkal paha kanan sejak 2 jam yang lalu, akibat terjatuh di rumahnya ketika sedang berjalan.
Pasien mengeluh nyeri hebat di pangkal pahanya terutama ketika digerakkan. Pasien menjadi
tidak dapat berdiri dan berjalan karena nyeri. Sejak 3 tahun yang lalu, pasien sering
mengeluhkan rasa ngilu dan nyeri di tulang-tulangnya, terutama daerah tulang belakang. Nyeri
dan ngilu dirasakan tidak bertambah hebat dan pasien masih dapat beraktivitas seperti biasa.

Pemeriksaan fisik, ditemukan status generalisata dalam batas normal. Didapatkan


deformitas pada regio femur dextra yaitu flexi dan eksternal rotasi sendi panggul dextra. Femur
dextra lebih pendek dibandingkan sinistra dengan Limb Length Discrepancy 3 cm.
Neurovaskular distal dalam batas normal. Range of motion hip joint dextra terbatas karena
nyeri. Range of motion knee joint dextra dalam batas normal. Dari pemeriksaan radiologi,
didapatkan adanya fraktur collum femur dextra.

Dokter IGD melakukan imobilisasi dengan skin traction menggunakan beban 5 kg dan
pemeberian analgetik. Selanjutnya pasien akan dilakukan Partial Hip Replacment

5
I. Klarifikasi Istilah
No
Istilah Pengertian
.
1. Deformitas Perubahan bentuk tubuh atau bagian tubuh secara umum.
2. Fleksi Tindakan membengkokan atau dibengkokan.
Eksternal rotasi Istilah anatomi gerak yang mengacu pada rotasi menjauh
3.
dari pusat tubuh.
Range of Motion Kisaran, diukur dengan derajat lingkaran dimana sendi
4.
dapat diekstensikan dan difelksikan.
Hips Joint Persendan sferoid antara kaput femoris dan acetabullum
5.
os.coxae.
Limb Lenght Perbedaan ukuran antara panjang lengan atau panjang kaki
6.
Discrepancy rasa ngilu: nyeri pada tulang.
7. Rasa ngilu Nyeri pada tulang.
8. Knee Joint Persendian gabungan antara femur, patela dan tibia.
Nyeri Perasaan sendi, menderita atau agoni yang disebabkan oleh
9.
ujung syaraf khusus.
Skin Traction Tindakan menarik atau memberikan gaya tarik pada bagian
10. tubuh yang ditahan dengan alat yag dilekatkan dengan
balutan ke permukaan tubuh.
Imobilisasi Tindakan untuk membuat tidak bisa digerakan seperti
11.
dengan gips atau bidai.
Partial Hip Prosedur alat yang digunakan dengan cara membuang dan
12.
Replacemnt menggantikan sebagian dari hip joint.
II. Identifikasi Masalah
No. Pernyataan Kesesuaian Konsen
Ny. A, seorang wanita berusia 67
tahun datang ke IGD RSMH dengan
Tidak Sesuai
1. keluhan nyeri pangkal paha kanan ***
Harapan
sejak 2 jam yang lalu, akibat terjatuh
di rumahnya ketika sedang berjalan.
Pasien mengeluh nyeri hebat di
pangkal pahanya terutama ketika
Tidak Sesuai
2. digerakkan. Pasien menjadi tidak **
Harapan
dapat berdiri dan berjalan karena
nyeri.
3. Sejak 3 tahun yang lalu, pasien sering Tidak Sesuai **
mengeluhkan rasa ngilu dan nyeri di Harapan
tulang-tulangnya, terutama daerah
tulang belakang. Nyeri dan ngilu

6
dirasakan tidak bertambah hebat dan
pasien masih dapat beraktivitas
seperti biasa
Pemeriksaan fisik, ditemukan status
generalisata dalam batas normal.
Didapatkan deformitas pada regio
femur dextra yaitu flexi dan eksternal
rotasi sendi panggul dextra. Femur
dextra lebih pendek dibandingkan
4. sinistra dengan Limb Length Tidak Sesuai
*
Discrepancy 3 cm. Neurovaskular Harapan
distal dalam batas normal. Range of
motion hip joint dextra terbatas karena
nyeri. Range of motion knee joint
dextra dalam batas normal. Dari
pemeriksaan radiologi, didapatkan
adanya fraktur collum femur dextra
Dokter IGD melakukan imobilisasi
dengan skin traction menggunakan
Tidak Sesuai
5. beban 5 kg dan pemeberian analgetik. *
Harapan
Selanjutnya pasien akan dilakukan
Partial Hip Replacment

7
III. Analisis masalah
1. Ny. A, seorang wanita berusia 67 tahun datang ke IGD RSMH dengan keluhan
nyeri pangkal paha kanan sejak 2 jam yang lalu, akibat terjatuh di rumahnya
ketika sedang berjalan.
a) Apa hubungan usia dan jenis kelamin pada keluhan yang dialami Ny.A?
Usia
Angka kejadian osteoporosis pada wanita pasca menopouse lebih tinggi
dibandingkan pada laki-laki yang seusia. Menurut teori setiap peningkatan umur 1
dekade setara dengan peningkatan risiko osteoporosis 1,4- 1,8 kali. Berdasarkan
tipe osteoporosis primer, osteoporosis primer tipe I lebih sering pada usia 50-75
tahun sedangkan tipe II lebih sering pada pasien usia > 70 tahun.
Jenis Kelamin
Baik osteoporosis primer dan sekunder, rasio perbandingan kejadian fraktur
tulang femur pada wanita dan laki-laki karena osteoporosis adalah 2:1. Berdasarkan
tipe osteoporosis primer, perbandingan wanita dan pria untuk tipe I adalah 6:1
sedangkan untuk tipe II 2:1.
Diperkirakan 40% wanita tua dan 15% pria yang berusia lebih dari 50 tahun
mengalami patah tulang akibat osteoporosis.
b) Apa saja diagnosa banding yang terjadi akibat terjatuh pada Ny.A?
- Fraktur fisiologis collum femoris
- Fraktur fisiologis corpus femoris
- Fraktur patologis collum femoris
- Fraktur patologis corpus femoris
- Dislokasi hip joint
c) Bagaimana anatomi dari hip joint dan femur?
Anatomi

8
Hip Joint dibentuk oleh 2 tulnag besar yakni: Tulang Panggul dan Os.Femoris
Tulang panggul terdiri dari 2 tulang besar yakni:tulang pelvis (os.Sacrum dan os.
Coxae) an bagian anterior dibentuk oleh tulang panggunl (hip bone).
a. Os. Pelvis

b. Os. Femoris

9
Ligament: ada 3 ligamen yang ebrfungsi memperkuat hubungan dari tulang panggul
dan tulang femur yakni: Illiofemoral, pubofemoral, ischiofemoral.

Persarafan: berasal dari percabangan saraf femoralis, siatik dan obturator


Vaskularisasi: peredaran darah dimulai dari arteri obturator yang kemudian
bercabang membentuk arteri circumfelxa femoris.

10
Fungsi Hip Joint
Berbagai gerakan dimungkinkan di pinggul karena ball and socket joint:
- Fleksi (0–120 °): iliacus dan psoas secara dominan. Rectus femoris, sartorius
dan pectineus pada tingkat yang lebih rendah.
- Ekstensi (0-20 °): gluteus maximus dan paha belakang.
- Adduksi (0–30°): adduktor magnus, longus dan brevis terutama. Gracilis dan
pektineus pada tingkat yang lebih rendah.
- Abduksi (0–45 °): gluteus medius, gluteus minimis dan tensor fasciae latae.
- Rotasi lateral (0–45 °): piriformis, obturator, gemelli, quadratus femoris dan
gluteus maximus.
- Rotasi medial (0-45 °): tensor fasciae latae, gluteus medius dan gluteus minimis.
- Circumduction: ini adalah kombinasi dari semua gerakan yang memanfaatkan
semua kelompok otot yang disebutkan
d) Bagaimana histology dan remodelling tulang?
Histologi Tulang
Secara mikroskopis tulang tersusun atas tulang kompakta yang memiliki struktur
kanalikuli dan sistem harvefsian yang dikelilingi oleh lamella (lempengan yang
mengandung osteosit dalam lakuna):

11
- sel tulang seperti osteoblas (sel pembentuk tulang, dan mensintesis jaringan
kolagen dan komponen organik matrik, banyak ditemukan di periosteumand
endosteum), osteosit (sel tulang dewasa, yang memiliki sifat keras dan kuat
terhadap tahanan), dan osteoklas (berfungsi reabsorpsi tulang lama, agar terjadi
remodelling tulang baru, letaknya di endosteum).
- matriks kolagen ekstraseluler (25% matriks, 25% collagen fiber, dan 50% garam
yang mengkristal: kalsium fosfat. Untuk matriks terdiri dari serta kolagen fibers,
proteoglikans (glycoprotein) dan hydroxyapatite: garam calcium dan fosfor.

Fisiologi Bone Maintenance

- Bone Resorption: Osteoklas akan mendegradasi/menghancurkan tulang yang


lama
- Bone Fromation: Aktiviasi aktivitas dari osteoblas untuk mebentuk tulang baru
- Bone Remodelling: pembaharuan arsitektur tulang internal

12
e) Bagaimana histopatologi hip joint dan femur pada Ny.A?
Apabila dilihat dengan mikroskop ditemukan adanya perubahan struktur tulang
menjadi lebih kecil dan densitas/kepadatan tulang terlihat longgar.

f) Bagaimana tatalaksana awal di rumah dan di rumah sakit untuk Ny.A?


Di rumah
- Periksan ABCDE (Airways, Breathing, Circulating, Dsiability, and Exposure).
- Imobilisasi dengan dilakukan pembidaian untuk mengurangi pergerakan yang
dapat memperburuk keadaan fraktur.

13
Di rumah sakit
- Pemberian cairan infus dan tranfusi darah apabila pasien mengalami kekurangan
darah
- Lakukan skin traction untuk imobilisasi lanjutan (pemeberian beban disesuaikan
dengan keparahan fraktur)
- Selama masa dilakukan skin traction diberikan analgetik sebelum
operasi/pembedahan (jika pembedahan memang diperlukan)
Pilihan: NSAID berupa ibuprofen oral, 400 mg 3x/hari. Hati-hati jika pasien ada
mengalami gangguan saluran pencernaan dan ginjal.

g) Apa saja komplikasi yang terjadi apabila keluhan tersebut tidak ditangani
dengan cepat?
- Syok hipovolemik
- Gangguan perfusi jaringan
- Emboli lemak (karena di dalam sumsum tulang ditemuakn banyak lipid, apabila
terjadi fraktur maka lipid akan masuk ke dalam saluran vaskularisasi.)
- Gangguan Mobilitas Fisik
- Kerusakan Integritas Kulit
2. Pasien mengeluh nyeri hebat di pangkal pahanya terutama ketika digerakkan.
Pasien menjadi tidak dapat berdiri dan berjalan karena nyeri.
a) Apa makna dari kalimat diatas?
Makna kalimat tersebut adalah kemungkinan pasien mengalami fraktur pada area
collum femoris yang merangsang proses inflamasi (bukan dikarenakan oleh agen
infeksi), karena area ini sangat rentan fraktur karena trauma.
b) Apakah bagian pangkal paha merupakan area rawan?
Ya. Menurut hasil penelitian ditemukan bahwa collum femuris sangat rawan fraktur
akibat trauma.
c) Bagaimana mekanisme nyeri pangkal paha sesuai kasus?
Pasien ostoporosis terjatuh  fraktur collum femoris  cidera jaringan sekitar
tulang, kerusakan jaringan lunak, pergeseran fragmen tulang  merangsang serabut
saraf perifer  merangsang serabut syaraf sensorik nosireseptor tidak bermielin
(serabut C dan A delta)  penerusan ransgangan nyeri ke sistem saraf pusat di
kornu dorsalis medulla spinalis  persepsi nyeri di hipotalamus otak
3. Sejak 3 tahun yang lalu, pasien sering mengeluhkan rasa ngilu dan nyeri di
tulang-tulangnya, terutama daerah tulang belakang. Nyeri dan ngilu dirasakan
tidak bertambah hebat dan pasien masih dapat beraktivitas seperti biasa.

14
a) Apa makna dari kalimat “Sejak 3 tahun yang lalu, pasien sering mengeluhkan
rasa ngilu dan nyeri di tulang-tulangnya, terutama daerah tulang belakang “?
Ngilu dan nyeri tulang merupakan tanda-tanda kemungkinan Ny.A menderita
osteoporosis. Nyeri berasal dari adanya fraktur mikro pada tulang, sehingga saraf
yang ada di kanal havers yang merupakan tempat jalur lewatnya persarafan
tersangsang
b) Apa makna dari kalimat “Nyeri dan ngilu dirasakan tidak bertambah hebat
dan pasien masih dapat beraktivitas seperti biasa?
Maksudnya adalah osteoporosis mempunyai suatu gejala klinis yaitu nyeri pada
daerah punggung, namun pada kasus ini nyeri tersebut tidak bertambah berat,
kemungkinannya nyeri yang terjadi berada di fase ringan dari osteoporosis yang
belum mengarah terjadinya fraktur (fase berat), sehingga Ny. A masih dapat
beraktivitas seperti biasa.
c) Bagaimana anatomi dari tulang belakang?
Tulang belakang terdiri dari 5 bagian yakni: os cervicalis verterbrae, os thoracalis
vertebrae, os. Lumbalis vertebrae, os sacralis vertebrae dan os coxigeum.

1. Tulang belakang cervical: terdiri atas 7 tulang yang memiliki bentuk tulang
yang kecil dengan spina atau procesus spinosus (bagian seperti sayap pada

15
belakang tulang) yang pendek kecuali tulang ke-2 dan ke-7. Tulang ini
merupakan tulang yang mendukung bagian leher.

2. Tulang belakang thorax: terdiri atas 12 tulang yang juga dikenal sebagai tulang
dorsal. Procesus spinosus pada tulang ini terhubung dengan tulang rusuk.
Kemungkinan beberapa gerakan memutar dapat terjadi pada tulang ini.

3. Tulang belakang lumbal: terdiri atas 5 tulang yang merupakan bagian paling
tegap konstruksinya dan menanggung beban terberat dari tulang yang lainnya.
Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh dan beberapa
gerakan rotasi dengan derajat yang kecil.

4. Tulang sacrum: terdiri atas 5 tulang dimana tulang-tulangnya tidak memiliki


celah dan bergabung (intervertebral disc) satu sama lainnya. Tulang ini
menghubungkan antara bagian punggung dengan bagian panggul.

5. Tulang belakang coccyx: terdiri atas 4 tulang yang juga tergabung tanpa celah
antara 1 dengan yang lainnya. Tulang coccyx dan sacrum tergabung menjadi
satu kesatuan dan membentuk tulang yang kuat

d) Bagaimana hubungan nyeri di tulang belakang sejak 3 tahun yang lalu dengan
nyeri di pangkal paha kanan?
Nyeri tulang belakang yang dialami Ny A sejak 3 tahun yang lalu merupakan
pertanda bahwa Ny A terdiagnosis osteoporosis. Tulang pada pasien osteoporosis
sangat rapuh dan rentan patah/mengalami farktur akibat trauma kecil. Itulah yang
menjadi penyebab nyeri pangkal paha kanan Ny. A.
e) Apa hubungan jenis kelamin dan usia dengan rasa nyeri dan ngilu pada tulang
belakang?

16
Jenis kelamin dan usia merupakan faktor risiko dari osteoporosis, dimana
osteoporosis ini adalah penyebab dari nyeri dan ngilu pada Ny.A.
f) Bagaimana mekanisme ngilu pada tulang belakang?
Pasien ostoporosis terjatuh  fraktur collum femoris  cidera jaringan sekitar
tulang, kerusakan jaringan lunak, pergeseran fragmen tulang  merangsang serabut
saraf perifer  merangsang serabut syaraf sensorik nosireseptor tidak bermielin
(serabut C dan A delta)  penerusan ransgangan ngilu ke sistem saraf pusat di
kornu dorsalis medulla spinalis  persepsi ngilu di hipotalamus otak.

g) Apa diagnosis banding dari nyeri dan ngilu pada tulang belakang?

Fraktur kompresi Riwayat trauma (kecuali osteoporosis), titik nyeri di


tulang belakang, nyeri memburuk saat fleksi, dan
menarik dari telentang ke posisi duduk dan dari duduk
ke posisi berdiri.

Hernia nukleus Nyeri kaki lebih besar daripada nyeri punggung dan
pulposus (HNP) memburuk ketika duduk; rasa sakit dari akar saraf L1-
L3 menyebar sampai pinggul dan / atau paha anterior,
rasa sakit dari akar saraf L4-S1 menyebarkan ke bawah
lutut

Lumbal tegang/ Sakit punggung yang menyebar dengan atau tanpa


Keseleo nyeri bokong, nyeri memburuk saat bergerak dan
membaik saat istirahat

Stenosis Tulang Nyeri kaki lebih besar daripada nyeri punggung; nyeri
Belakang memburuk saat berdiri dan berjalan, dan membaik saat
istirahat atau ketika tulang belakang fleksi; nyeri dapat
bersifat unilateral (stenosis foraminal) atau bilateral
(stenosis foraminal pusat atau bilateral)

Spondylolisthesis Nyeri kaki lebih besar dari nyeri punggung; nyeri


memburuk saat berdiri dan berjalan, dan meningkatkan
dengan istirahat atau ketika tulang belakang fleksi;

17
nyeri dapat bersifat unilateral atau bilateral

Spondylolysis Sakit punggung pada remaja, meskipun belum jelas


apakah hal itu menyebabkan nyeri punggung pada
orang dewasa; nyeri memburuk saat ekstensi tulang
belakang dan beraktivitas

Inflammatory Nyeri intermiten pada malam hari, rasa sakit dan


spondyloarthropath kekakuan pada pagi hari, ketidakmampuan untuk
y membalikkan dari lordosis lumbal ke fleksi lumbal

4. Pemeriksaan fisik, ditemukan status generalisata dalam batas normal.


Didapatkan deformitas pada regio femur dextra yaitu flexi dan eksternal rotasi
sendi panggul dextra. Femur dextra lebih pendek dibandingkan sinistra dengan
Limb Length Discrepancy 3 cm. Neurovaskular distal dalam batas normal. Range
of motion hip joint dextra terbatas karena nyeri. Range of motion knee joint dextra
dalam batas normal. Dari pemeriksaan radiologi, didapatkan adanya fraktur
collum femur dextra.
a) Bagaimana intepretasi dari hasil pemeriksaan fisik di atas?

Hasil Nilai Normal Interpretasi Makna


Pemeriksaan

Status Status Normal Fraktur collumm


generalisata generalisata femoris tidak memberi
normal normal efek sistemik. Terdapat
kemungkinan bahwa
fraktur tdak
menimbulkan
perdarahann dalam
yang masif sehinnga
tidak terjadi kehilangan
volume cairan
intravaskuler yang
harus membuat tubuh
memberi kompensasi
sistemik.

Deformitas pada Tidak ada Abnormal Fraktur collumna


regio femur deformitas femoris

18
dextra yaitu flexi
dan external
rotasi sendi
panggul dextra

Femur dextra Panjang femur Abnormal Fraktur collumna


lebih pendek dekstra et sinistra femoris
dibandingkan sama
dengan sinistra
dengan limb
length
discrepancy 3 cm

Neurovascular Neurovascular Normal Fraktur tidak mengenai


distal dalam batas distal dalam batas saraf dan pembuluh
normal normal darah besar

ROM hip joint ROM hip joint Abnormal Fraktur collumna


dextra terbatas normal femoris
karena nyeri

ROM knee joint ROM knee joint Normal Tidak ada trauma pada
dalam batas normal knee joint
normal

Pemeriksaan Tidak terdapat Abnormal Fraktur collumna


radiologi : fraktur fraktur femoris
collum dextra

b) Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan fisik di atas?


Mekanisme terjadinya faktur
Faktor risiko (wanita pasca menopouse)  Osteoporosis (karena taruma akibat
jatuh)  fraktur (hasil pemeriksaan radiologi ditemukan fraktur collumna femoralis
dextra)  deformitas, limb length discrepancy pada kaki kanan lebih pendek 3 cm
dari kaki kiri, ROM hipjoint dextra terbatas

19
20
c) Bagaimana gambaran abnormal pada hasil pemeriksaan radiologi?

5. Dokter IGD melakukan imobilisasi dengan skin traction menggunakan beban 5 kg


dan pemberian analgetik. Selanjutnya pasien akan dilakukan Partial Hip
Replacment
a) Apa indikasi dilakukannya imobilisasi dengan Skin Traction?
- Fraktur tulang yang terdapat banyak otot-oto besar dan kuat seperti tungkai atas
dan bawah. Hal ini diakrenakn saat terjadinya fraktur, otot-otot di sekitar area
menjadi tertarik ke origo (mengkerut) sehingga untuk merenggangkan kembali
otot tersebut diperlukan beban yang sesuai (beban tergantung dari seberapa
panajng fraktur yang terjadi, semakin panjang fraktur maka pemebrian beban
semakin berat).
- Pada reduksi tertutup dimana manipulasi dan imobilisasi tidak dapat dilakukan
b) Apa kemungkinan obat analgetik yang diberikan pada pasien ini?
NSAID, Ibuprofen 400 mg, 3x/hari. Hati-hati pada pasien yang mengalami
gangguan fungsi ginjal dan saluran pencernaan.
c) Apa indikasi dilakukan Partial Hip Replacement?
Indikasi dilakukanya Partial Hip Replacemnt adalah ketika pasien mengeluh
mengalami nyeri hebat, pembengkakan dan kekakuan pada sendi pinggul sehingga
mobilitas berkurang sehingga mengganggu kualitas hidup dan tidur, tugas sehari-
hari, seperti berbelanja atau keluar dari kamar mandi.
d) Bagaimana hasil gambaran radiologi setelah dilakukan Partial Hip
Replacement?

21
6. Diagnosa Kerja
Ny.A berusia 67 tahun mengalami fraktur collum femoris dextra tertutup et causa
osteoporosis pasca menopouse.
a. Apa saja pemeriksaan penunjang tambahan yang diperlukan untuk
menegakan diagonis?
- Osteoporosis
o Pemeriksaan Biokimia Tulang

o Pemeriksaan Densitas Tulang: BMD (Bone Mineral Density)


Untuk menilai hasil pemeriksaan densitometri tulang, digunakan kriteria
kelompok WHO:
- Normal, bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai
densitas massa tulang orang dewasa muda (T-Score)
- Osteopenia, bila densitas massa tulang dianatra -1 SD dan -2,5 SD
dari T-score.
- Osteoporosis, bila densitas massa tulang -2,5 SD dari T score atau
kurang
- Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai farktur

22
- Fraktur: Untuk fraktur tidak diperlukan pemeriksaan tambahan untuk
menegakkan diagnosis. Cukup dengan hasil X-rays sudah mampu menegakkan
diagnosis fraktur tertutup
b. Apa saja diagnosis banding kasus?
Fraktur kompresi Riwayat trauma (kecuali osteoporosis), titik nyeri di
tulang belakang, nyeri memburuk saat fleksi, dan
menarik dari telentang ke posisi duduk dan dari duduk
ke posisi berdiri.

Hernia nukleus Nyeri kaki lebih besar daripada nyeri punggung dan
pulposus (HNP) memburuk ketika duduk; rasa sakit dari akar saraf L1-
L3 menyebar sampai pinggul dan / atau paha anterior,
rasa sakit dari akar saraf L4-S1 menyebarkan ke bawah
lutut

Lumbal tegang/ Sakit punggung yang menyebar dengan atau tanpa


Keseleo nyeri bokong, nyeri memburuk saat bergerak dan
membaik saat istirahat

Stenosis Tulang Nyeri kaki lebih besar daripada nyeri punggung; nyeri
Belakang memburuk saat berdiri dan berjalan, dan membaik saat
istirahat atau ketika tulang belakang fleksi; nyeri dapat
bersifat unilateral (stenosis foraminal) atau bilateral
(stenosis foraminal pusat atau bilateral)

Spondylolisthesis Nyeri kaki lebih besar dari nyeri punggung; nyeri


memburuk saat berdiri dan berjalan, dan meningkatkan
dengan istirahat atau ketika tulang belakang fleksi;
nyeri dapat bersifat unilateral atau bilateral

Spondylolysis Sakit punggung pada remaja, meskipun belum jelas


apakah hal itu menyebabkan nyeri punggung pada
orang dewasa; nyeri memburuk saat ekstensi tulang
belakang dan beraktivitas

Inflammatory Nyeri intermiten pada malam hari, rasa sakit dan


spondyloarthropath kekakuan pada pagi hari, ketidakmampuan untuk
y membalikkan dari lordosis lumbal ke fleksi lumbal

c. Apa diagnosis kerja kasus?

23
Fraktur tertutup collumna femoralis dextra karena osteoporosis tipe I
d. Bagaimana algoritme penegakan diagnosis pada kasus?

e. Bagaimana alur diagnosis kasus?


Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang (Laboratorium dan foto
polos os.femur)
f. Apa definisi?
Osteoporosis adalah National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru
osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised
bone strength sehingga tulang mudah patah.
Fraktur adalah kerusakan atau patah tulang yang disebabkan oleh adanya trauma
ataupun tenaga fisik. (Garner, 2008; Price & Wilson, 2006).
g. Bagaimana epidemiologi?
Angka kejadian pasien patah tulang akibat osteoporosis di seluruh dunia lebih dari
200 juta setiap tahun dan 1,6 juta diantaranya merupakan fraktur panggul.
Estimasi jumlah lokasi fraktur osteoporosis pada pria dan wanita umur ≥ 50 tahun
pada 2000, menurut regio WHO.

24
Perkiraan jumlah lokasi fraktur (ribuan) Semua fraktur
osteoporosis
Regio Panggul Vertebra Proksimal Lengan Jumlah %
WHO Humerus Bawah
Afrika 8 12 6 16 75 0,8
Amerika 311 214 111 248 1.406 15,7
Asia 221 253 121 306 1.562 17,4
Tenggara
Erofa 620 490 250 574 3.119 34,8
Mediterania 35 43 21 52 261 12,9
Timur
Pasifik 432 405 197 464 2.536 28,6
a
Barat
Total 1.672 1.416 706 1.660 8.959 100

h. Apa saja faktor risiko pada kasus?


Faktor Resiko Osteoporosis

Umur
Setiap peningkatan umur 1 dekade berhubungan dengan peningkatan
risiko 1,4-1 ,8
Pengurangan penyerepan kalsium
Kenaikan kadar hormon paratiroid
Penurunan kalsitonin
Genetik
Etnis (Kaukasus/Oriental > orang hitam/Polinesia
Gender (Perempuan > Laki-laki)
Riwayat keluarga
Lingkungan
Makanan (asupan kalsium rendah, tinggi natrium, tinggi kafein, tinggi
protein hewani)
Aktifitas fisik dan pembebanan mekanik
Obat-obatan, misalnya kortikosteroid, anti konvulsan, heparin
Merokok
Alkohol
Jatuh (Trauma)
Hormon endogen dan penyakit kronik

25
Defisiensi estrogen
Defisiensi androgen
Gastrektomi, sirosis, tirotoksikosis, hiperkortisolisme
Sifat fisik tulang
Densitas massa tulang
Ukuran dan geometri tulang
Mikroarsitektur tulang
Komposisi Tulang

i. Apa etiologi pada kasus?


Kemungkinan Etiologi pada kasus adalah defesiensi estrogen (wanita pasca
menopouse).

j. Bagaimana pathogenesis kasus?

26
k. Bagaimana patofisiologi kasus?

l. Apa saja klasifikasi kasus?

27
Klasifikasi Osteoporosis berdasarkan etiologi penyebab
1) Osteoporosis Primer
Osteoporosis Primer adalah Osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya.
Terbagi menjadi 2 tipe
- Tipe 1 adalah osteoporosis yang terjadi pasca menopouse karena
defesiensi estrogen pasca menopouse.
- Tipe 2 adalah osteoporosis senilis, yang disebabkan oleh gangguan
absorbsi kalsium di susu sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme
sekunder. Namun baru-baru ini ternyata osteoporosis primer tipe 2 juga
berkaitan dengan hormon estrogen.

Berikut perbedaan Karateristik Osteoporosis Primer Tipe I dan II.

2) Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis Sekunder adalah Osteoporosis yang diketahui penyebabnya
Klasifikasi Osteoporosis berdasarkan derajat keparahan dengan pengukuran
T-score

Klasifikasi T-score
Normal -1 atau lebih besar
Low bone mass (osteopenia) Antara -1 dan -2,5
Osteoporosis -2,5 atau kurang (tanpa fraktur)
Osteoporosis berat -2,5 atau kurang dan fraktur fragilitas

m. Apa saja manisfestasi klinis kasus?


Osteoporosis adalah silent disease, sehingga manifestasi klinis tidak akan timbul
kecuali apabila pasien sudah mulai mengalami komplikasi yang diakibatkan oleh
osteoporosis itu sendiri seperti fraktur.
n. Bagaimana tatalaksana farmakologi dan non farmakologi?
Tatalaksana medikamentosa Osteoporosis

28
- Bifosfat: riserdonat 5 mg/hari, dimakan dalam perut kosong, kemudian
minum air 2 gelas lalu berdiri sampai 30 menit
- Raloksifen 60 mg/ hari, dikonsumi sebelum/sesudah makan.
- Terapi hormonal: estrogen terkonjugasi 0,3125-1,25 mg/hari +
medroksiprogesteron asetat 2,5-10 mg/hari, setiap hari secara kontinu.
- Strontium renalat 2g/hari, dilarutkan dalam air dan diberikan pada malam
hari sebelum tidur atau 2 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan

Setiap dilakukan pemilihan terapi osteoporosis perlu ditambahkan 500 IU


kalsiferol dan 500 mg kalsium

Tatalaksana Fraktur
Di rumah
- Periksan ABCDE (Airways, Breathing, Circulating, Dsiability, and Exposure).
- Imobilisasi dengan dilakukan pembidaian untuk mengurangi pergerakan yang
dapat memperburuk keadaan fraktur.
Di rumah sakit
- Pemberian cairan infus dan tranfusi darah apabila pasien mengalami
kekurangan darah
- Lakukan skin traction untuk imobilisasi lanjutan (pemeberian beban
disesuaikan dengan keparahan fraktur)
- Selama masa dilakukan skin traction diberikan analgetik sebelum
operasi/pembedahan (jika pembedahan memang diperlukan)
Pilihan: NSAID berupa ibuprofen oral, 400 mg 3x/hari. Hati-hati jika pasien
ada mengalami gangguan saluran pencernaan dan ginjal.
o. Bagaimana edukasi dan pencegahan kasus?
Edukasi dan Pencegahan Osteoporosis dan Fraktur
1. Anjurkan penderita untuk melakukan aktivitas fisik yang teratur untuk
memelihara kekuatan, kelenturan, dan koordinasi sistem neuromuskular serta
kebugaran, sehingga dapat mencegah risiko terjatuh. Latihan dapat berupa
berjalan 30-60 menit/hari, bersepeda amaupun berenang. Latihan fisik dapat
mencegah perburukan osteoporosis karena adanya rangsangan
bioelektrokemikal yang akan meningkatkan remodelling tulang.
2. Jaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, baik melalui makanan sehari-hari
maupun suplementasi.

29
3. Hindari merokok dan minum lakohol
4. Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap defesiensi testoteron pad alaki-
laki dan menopouse pada wanita
5. Kenali berabgai penyakit dan obat-obatan yang dapat menimbulkan
osteoporosis
6. Hindari mengangkat barang-barang yang berat
7. Hindari berbagai hal yang memiliki risiko besar untuk terjatuh, misalnya
berjalan di lantai licin, konsums obat hipertensi yang dapat menyebabkan
hipotensi ortostatik
8. Hindari defesiensi Vitamin D. Jika terjadi defesiensi maka berika suplementasi
Vitamin D 400 IU/hari atau 800 IU/hari . namun pertimbangkan pada pasien
yang mengalami gangguan fungsi ginjal.
9. Hidnari peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi asupan
natrium sampai 3 gram/hari. Jika ekskresi kalsium urin >300 mg/hari maka
berikan diuretik tiazid dosis rendah (HCT 25 mg/hari)

30
10. Apabila sedangk dalam masa pengobatan yang menggunakan glukokortikoid
pertimbangkan untuk pemebrian glukokortikoid dosis rendah dan sesingkat
mungkin
Apabila dicurigai pasien ada osteoporosis pada area korpus vertebra, maka
dapat diberikan alat bantu berupa korset lumbal, tongkat, alat abntu jalan yang
lain terutama pada pasien yang mengalami gangguan keseimbangan. Perlu
diperhatikan untuk alat bantu yang memiliki risiko besar untuk membuat pasien
jatuh sperti alat abntu dengan roda.
p. Apa saja komplikasi kasus?
Komplikasi Osteoporosis: fraktur
Komplikasi Awal Fraktur: syok, kerusakan arteri, sindrom kompartemen, infeksi,
avaskular nekrosis, sindrom emboli lemak
Komplikasi Lama Fraktur: Delayed Union, Non Union, Malunion
q. Bagaimana prognosis kasus
Osteoporosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : malam
Fraktur Tertutup
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad bonam
r. Apa SKDI kasus?
Osteoporosis
3A: Bukan Gawat Darurat
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter misalnya pemeriksaan lab atau x-
ray. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke
spesialis yang relevan.

Fraktur tertutup

3B: Gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan pendahuluan


pada kedaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa dan mencegah keparahan
dan atau kecacatna pada pasien. Lulusan dokter mampu mebuat rujukan yang tepat

31
bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti
sesudah kembali dari rujukan.

32
IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan

Pokok What I don’t What I have to How will I


No What I Know
Bahasan know prove learn
Anatomi Anatomi Anatomi Sendi
1. Fungsi Sendi
Sendi Sendi Dasar Lengkap
Bone
Histofisologi
2. - Hsitologi Sendi Remodelling
Sendi
Process
Metabolisme Metabolisme
3. Vitamin D - Vitamin D dan -
dan Calsium Calsium di tubuh
 Algoritma
Penegakan
Jurnal
diagnosis
 Pemeriksaan  Pathogenesis
Textbook
penunjang  Patofisiologi
 Definisi
 Etiologi  Edukasi dan
 Manifestasi Organisasi
4. Osteoporosis  Epidemiologi pencegahan
Klinis (Pakar Ahli)
 Diagnosa  Komplikasi
Banding  Prognosis
 Tatalaksana
 SKDI

Pemeriksaan  Definisi  Indikasi  Prosedur


5.
Fisik Pemeriksaan Pemeriksaan

33
V. Sintesis
1. Anatomi hip joint, femur dan tulang belakang
a. Anatomi Tulang Panggul

b. Anatomi Tulang Femur

Femur atau tulang paha merupakan tulang yang memanjang dari panggul ke
lutut dan merupakan tulang terpanjang dan terbesar di dalam tubuh, panjang femur

34
dapat mencapai seperempat panjang tubuh. Femur dapat dibagi menjadi tiga bagian
yaitu ujung proksimal, batang, dan ujung distal. Ujung proksimal bersendi dengan
asetabulum tulang panggul dan ujung distal bersendi dengan patella dan tibia. Ujung
proksimal terdiri dari caput femoris, fores capitis femoris, collum femoris, trochanter
mayor, fossa trochanterica, trochanter minor, trochanter tertius, linea intertrochanter,
dan crista intertrochanterica. Batang atau corpus femur merupakan tulang panjang
yang mengecil di bagian tengahnya dan berbentuk silinder halus dan bundar di
depannya. Linea aspera terdapat pada bagian posterior corpus dan memiliki dua
komponen yaitu labium lateral dan labium medial. Labium lateral menerus pada rigi
yang kasar dan lebar disebut tuberositas glutea yang meluas ke bagian belakang
trochanter mayor pada bagian proksimal corpus, sedangkan labium medial menerus
pada linea spirale yang seterusnya ke linea intertrochanterica yang menghubungkan
antara trochanter mayor dan trochanter minor. Pada ujung distal terdapat bangunan-
bangunan seperti condylus medialis, condylus lateralis, epicondylus medialis,
epicondylus lateralis, facies patellaris, fossa intercondylaris, linea intercondylaris,
tuberculum adductorium, fossa dan sulcus popliteus, linea intercondylaris, tuberculum
adductorium, fossa dan sulcus popliteus. Condylus memiliki permukaan sendi untuk
tibia dan patella.
Caput femur merupakan masa bulat berbentuk 2/3 bola, mengarah ke medial,
kranial, dan ke depan. Caput femur memiliki permukaan yang licin dan ditutupi oleh
tulang rawan kecuali pada fovea, terdapat pula cekungan kecil yang merupakan
tempat melekatnya ligamentum yang menghubungkan caput dengan asetabulum os
coxae. Persendian yang dibentuk dengan acetabulum disebut articulation coxae. Caput
femurs tertanam di dalam acetabulum bertujuan paling utama untuk fungsi stabilitas
dan kemudian mobilitas. 24 Collum femur terdapat di distal caput femur dan
merupakan penghubung antara caput dan corpus femoris. Collum ini membentuk
sudut dengan corpus femur ± 125º pada laki-laki dewasa, pada anak sudut lebih besar
dan pada wanita sudut lebih kecil.

35
c. Hip Joint

Pengetahuan anatomis suplai darah ke kepala femoral menjelaskan mengapa


avaskular nekrosis kepala femur dapat terjadi setelah fraktur leher femur. Pada orang
muda, epiphysis kepala femur dipasok oleh cabang kecil dari arteri obturator, yang
masuk ke kepala sepanjang ligamen kepala femoral. Bagian atas leher femur
menerima suplai darah yang banyak dari arteri femoralis sirkumfleksa medial.

36
Cabang-cabang ini menembus kapsul dan naik ke leher sampai ke membran sinovial.
Selama kartilago epifisis tetap, tidak ada komunikasi terjadi antara dua sumber darah.
Pada orang dewasa, setelah kartilago epiphyseal menghilang, anastomosis antara dua
sumber suplai darah terbentuk. Fraktur leher femoral mengganggu atau benar-benar
mengganggu suplai darah dari akar leher femoralis ke kepala femoral. Aliran darah
yang sedikit di sepanjang arteri kecil yang menyertai ligamen bundar mungkin tidak
cukup untuk mempertahankan kelangsungan hidup kepala femoral, dan nekrosis
iskemik secara bertahap terjadi.
Fraktur leher tulang paha adalah umum dan terdiri dari dua jenis, subcapital dan
trochanteric. Fraktur subcapital terjadi pada orang tua dan biasanya disebabkan oleh
trauma minor. Fraktur leher femur subkapitalis sangat umum pada wanita setelah
menopause. Predisposisi gender ini karena penipisan tulang kortikal dan trabekuler
yang disebabkan oleh defisiensi estrogen. Nekrosis avaskular kepala femur merupakan
komplikasi umum. Otot-otot paha, termasuk femoris rektus, otot adduktor, dan otot
hamstring, menarik fragmen distal ke atas, sehingga kaki menjadi lebih pendek
(sebagaimana diukur dari spina iliaka anterior superior ke adductor tubercle atau
maleolus medial). Gluteus maximus, piriformis, internus obturator, gemelli, dan
femoris quadratus memutar fragmen distal secara lateral, seperti yang terlihat oleh
jari-jari kaki menunjuk ke lateral.

Suplai saraf: berasal dari cabang saraf femoralis, siatik dan obturator.

Berbagai gerakan dimungkinkan di pinggul karena ball and socket joint:

a. Fleksi (0–120 °): iliacus dan psoas secara dominan. Rectus femoris, sartorius dan
pectineus pada tingkat yang lebih rendah.
b. Ekstensi (0-20 °): gluteus maximus dan paha belakang.
c. Adduksi (0–30°): adduktor magnus, longus dan brevis terutama. Gracilis dan
pektineus pada tingkat yang lebih rendah.
d. Abduksi (0–45 °): gluteus medius, gluteus minimis dan tensor fasciae latae.
e. Rotasi lateral (0–45 °): piriformis, obturator, gemelli, quadratus femoris dan
gluteus maximus.
f. Rotasi medial (0-45 °): tensor fasciae latae, gluteus medius dan gluteus minimis.
g. Circumduction: ini adalah kombinasi dari semua gerakan yang memanfaatkan
semua kelompok otot yang disebutkan.

37
d. Anatomi Tulang Belakang

- Tulang belakang cervical: terdiri atas 7 tulang yang memiliki bentuk tulang
yang kecil dengan spina atau procesus spinosus (bagian seperti sayap pada
belakang tulang) yang pendek kecuali tulang ke-2 dan ke-7. Tulang ini
merupakan tulang yang mendukung bagian leher.(Snell, 2012)
- Tulang belakang thorax: terdiri atas 12 tulang yang juga dikenal sebagai tulang
dorsal. Procesus spinosus pada tulang ini terhubung dengan tulang rusuk.
Kemungkinan beberapa gerakan memutar dapat terjadi pada tulang ini.
- Tulang belakang lumbal: terdiri atas 5 tulang yang merupakan bagian paling
tegap konstruksinya dan menanggung beban terberat dari tulang yang lainnya.
Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh dan beberapa
gerakan rotasi dengan derajat yang kecil.
- Tulang sacrum: terdiri atas 5 tulang dimana tulang-tulangnya tidak memiliki
celah dan bergabung (intervertebral disc) satu sama lainnya. Tulang ini
menghubungkan antara bagian punggung dengan bagian panggul.
- Tulang belakang coccyx: terdiri atas 4 tulang yang juga tergabung tanpa celah
antara 1 dengan yang lainnya. Tulang coccyx dan sacrum tergabung menjadi
satu kesatuan dan membentuk tulang yang kuat

38
2. Histologi tulang
Jaringan tulang mempunyai banyak komponen jaringan :
 Jaringan tulang keras
 Jaringan fibrosa
 Cartilage.
 Jaringan vaskuler
 Jaringan limfe
 Jaringan lemak
 Jaringan saraf

Bagian tulang :
 Substantia spongiosa (berongga):trabeculae
 Substantiacompacta(padat)

Penyusun tulang:
Sepertinya halnya jaringan pengikat pada umumnya, jaringan tulang juga terdiri atas
unsur-unsur : sel, substansi dasar, dan komponen fibrilerTulang adalah jaringan yang
tersusun oleh sel dan didominasi oleh matrix kolagen ekstraselular, Matrix25%
water25% collagen fibers50% garam yg mengkristal : kalsium fosfat
Sel tulang :
 Osteoblas
 Sel pembentuk tulang.
 Mensintesis jar kolagen dan komponen organik matrik
 Ditemukan periosteumand endosteum
 Osteosit : sel-sel tulang dewasa

39
 Osteoklas
 Sel penghancur tulang,
 Di endosteum
 Matrix:
 serat collagen fibers
 proteoglycans (glycoproteins)
 Hydroxyapatite: garam calcium dan phosphorus

Jaringan tulang berbeda dari tulang rawan, jaringan tulang memiliki matriks padat
(anorganik kalsium dan fosfor). Hal ini memungkinkan tulang untuk memiliki
bentuk kaku. Serat organik memberikan ketahanan dan ketahanan terhadap stress.
3. Bone Maintenance
Pembentukan tulang dan resorpsi berlanjut sebagai proses seumur hidup yang memberikan
kontribusi untuk pertumbuhan tulang dan pemodelan. Kedua proses ini dikoordinasikan
secara hati-hati sebagai bagian dari siklus remodeling yang berfungsi untuk menjaga
integritas tulang. Mereka juga diaktifkan selama perbaikan setelah cedera, misalnya
setelah patah tulang.
a. Bone resorption
Resorpsi tulang dilakukan oleh osteoklas di bawah pengaruh sel-sel stroma (termasuk
osteoblas) serta aktivator lokal maupun sistemik. Meskipun telah lama diketahui
bahwa hormon paratiroid (PTH) meningkatkan resorpsi tulang, osteoklas tidak
memiliki reseptor untuk PTH. Hormon seperti PTH bertindak secara tidak langsung
melalui efeknya pada 1,25- (OH)2D3 dan osteoblas. Proliferasi sel progenitor osteoklas
membutuhkan kehadiran osteoclast differentiating factor yang dihasilkan oleh
osteoblas setelah stimulasi oleh, misalnya, PTH, glukokortikoid atau sitokin pro-
inflamasi. Sekarang diketahui bahwa osteoclast differentiating factor ini berupa
aktivator reseptor dari ligan faktor-ќβ nuklir (RANKL), dan harus terikat dengan
reseptor RANK pada prekursor osteoklas dengan adanya macrophage colony-
stimulating factor(M-CSF) sebelum pematangan penuh dan resorpsi osteoklastik dapat
dimulai. Osteoprotegerin (OPG), yang diekspresikan oleh osteoblas, mampu
menghambat diferensiasi prekursor osteoklas dengan cara berikatan secara khusus
dengan RANKL (bertindak sebagai reseptor 'umpan') dan dengan demikian
mengurangi resorpsi tulang dengan mencegah RANKL dari pengikatan dengan
reseptornya pada osteoklas.
Sebelum osteoklas dewasa mulai menyerap tulang, osteoblas 'mempersiapkan' situs
resorpsi dengan menghilangkan osteoid dari permukaan tulang sementara konstituen

40
matriks lainnya bertindak sebagai penarik osteoklas. Selama resorpsi, masing-masing
osteoklas membentuk perlekatan ke permukaan tulang sehingga asam klorida dan
enzim proteolitik disekresikan. Pada pH rendah ini, mineral dalam matriks dilarutkan
dan komponen organik dihancurkan oleh enzim lisosom. Cathepsin K (degradasi
matriks organik) dan karbonat anhidrase II, saluran klorida CLC-7 dan pompa proton
ATPase (sekresi asam hidroklorat), semuanya penting untuk proses ini. Ion kalsium
dan fosfat diserap ke dalam vesikula osteoklas lalu masuk ke dalam cairan
ekstraseluler dan, akhirnya, ke aliran darah.
b. Bone formation
Pembentukan tulang dilakukan oleh osteoblas, yang direkrut ke permukaan tulang
atau sistem haversia dan melanjutkan untuk mengeluarkan osteoid yang tersusun dari
fibril kolagen tipe I, yang terdeposit pada permukaan tulang. Mineral pada tulang,
dalam bentuk kristal hidroksiapatit, kemudian disimpan di ruang antara fibril kolagen.
Pembentkan kristal hidroksiapatit bergantung pada produk kalsium dan fosfat yang
cukup dalam cairan ekstraseluler.
Seperti resorpsi tulang, pembentukan tulang diatur oleh kombinasi faktor sistemik dan
diproduksi secara lokal untuk menginduksi diferensiasi osteoblas. Bisa dibilang
faktor-faktor lokal yang paling penting dalam mengatur diferensiasi osteoblas adalah
protein morfogenetik tulang (BMP) dan sistem pensinyalan Wnt, yang keduanya
terdiri dari sistem kompleks berbagai ligan, reseptor permukaan sel, jalur sinyal
intraseluler dan inhibitor endogen.
c. Bone remodelling
Aktivitas osteoblas dan osteoklas dikoordinasikan selama remodeling tulang, yang
menggambarkan proses di mana tulang yang terbentuk sebelumnya dihilangkan dan
kemudian diganti dengan tulang baru. Proses ini, yang menentukan arsitektur tulang
internal, terjadi tidak hanya selama pertumbuhan tetapi sepanjang hidup. Remodeling
tulang berfungsi untuk beberapa tujuan penting: ‘tulang tua’ secara terus-menerus
digantikan oleh ‘tulang baru’ dan dengan cara ini rangka dilindungi dari akumulasi
akumulasi kelelahan yang berlebihan dan risiko kegagalan menghadapi stress.
Osteoklas berkumpul di permukaan tulang yang bebas dan melanjutkan untuk
menggali rongga. Setelah 2-4 minggu resorpsi berhenti; osteoklas mengalami
apoptosis dan bersifat fagositosis. Ada periode diam yang pendek, lalu rongga yang
terbentuk ditutupi dengan osteoblas dan untuk 3 bulan berikutnya, osteoid ditetapkan
dan termineralisasi untuk meninggalkan 'paket' tulang (atau osteon) baru. Seluruh
siklus renovasi mengambil dari 4 hingga 6 bulan dan pada akhirnya batas antara

41
tulang ‘lama’ dan ‘baru’ ditandai dengan 'garis semen' yang dapat diidentifikasi secara
histologis.
Hormon sistemik dan faktor pertumbuhan lokal terlibat dalam koordinasi proses ini;
memang, kemungkinan PTH dan 1,25- (OH) 2D terlibat dalam memulai pembentukan
dan resorpsi. Banyak faktor lain yang mempengaruhi remodeling tulang, termasuk
hormon sistemik lainnya seperti steroid seks, faktor makanan, dan tekanan mekanis.
Bersama-sama hal-hal ini memengaruhi faktor-faktor regulasi lokal yang diuraikan di
atas yang mengatur aktivitas osteoblas dan osteoklas.

Gambar 1 Pada aktivasi resorpsi tulang, lapisan permukaan dari osteoid yang tidak termineralisasi
dihilangkan dan resorpsi tulang oleh osteoklas dimulai. Ketika resorpsi tulang selesai, garis semen
diletakkan selama fase pembalikan. Osteoid yang belum termineralisasi disintesis oleh osteoblas mengisi
rongga resorpsi. Osteoid kemudian termineralisasi, permukaan tulang akhirnya ditutupi oleh sel-sel
lapisan dan lapisan tipis osteoid yang tidak termineralisasi.
4. Keterkaitan Vitamin D dan Calsium
a. Pengertian vitamin D
Vitamin D tergolong vitamin yang mudah larut dalam lemak dan merupakan
prohormon jenis sterol. Vitamin D merupakan kelompok senyawa sterol yang terdapat
di alam, terutama pada hewan, tetapi juga ditemuikan di tumbuhan maupun ragi.
Vitamin D terdiri dari dua jenis, yaitu vitamin D2 (ergokalsiferol) dan vitamin D3
(kholekalsiferol). Ergokalsiferol biasanya terdapat dalam steroid tanaman, sedangkan
kholekalsiferol terdapat pada hewan. Kedua jenis vitamin D tersebut memiliki struktur
kimia berbeda, namun fungsinya identik.
Sebenarnya, terdapat lebih kurang 10 derivat sterol yang memiliki aktivitas
vitamin D, namun ergosterol dan 7α-dehidrokolesterol, merupakan provitamin D
utama yang menghasilkan secara berturut-turut D2 dan D3. Pada tuimbuhan, iradiasi
ergosterol menyebabkan terbentuknya ergokalsiferol (vitamin D2). Pada hewan,
iradiasi 7α-dehidrokolesterol menghasilkan kholekalsiferol (vitamin D3).
b. Struktur Kimia Vitamin D

42
Vitamin D termasuk dalam grup sterol. Nama vitamin D adalah nama umum dari
semua steroid yang secara kualitatif memperlihatkan aktivitas kholekalsiferol.
c. Sifat-sifat Vitamin D
Kholekalsiferol tidak larut dalam air, larut dalam larutan organik dan minyak tumbuh-
tumbuhan. Cairan aseton akan menyebabkan Kholekalsiferol berbentuk kristal halus
putih. Kholekalsiferol dirusak oleh sinar ultraviolet yang berlebihan dan oleh
peroksida dengan adanya asam lemak tidak jenuh yang tengik. Bahan pangan
campuran yang cukup kandungan vitamin E dan antioksidan bisa melindungi rusaknua
vitamin D.
d. Manfaat Vitamin D
Vitamin D2 dan D3, memiliki nilai antirachitis yang sama untuk manusia,
anjing, babi, tikus dan ruminansia, namun pada unggas, D3 lebih bermanfaat daripada
D2.
Vitamin D berfungsi dalam homeostasis kalsium-fosfor bersama-sama dengan
parathormon dan calcitonin. Kalsium darn fosfor sangat diperlukan pada proses-proses
biologik. Kalsium penting untuk kontraksi otot, transmisi impul syaraf, pembekuan
darah dan struktur membran. Vitamin D juga berperan sebagai kofaktor bagi enzim-
enzim, seperti lipase dan ATP-ase. Fosfor memegang peranan penting sebagai
komponen DNA dan RNA, fosforilasi protein-protein untuk pengaturan jalur-jalur
metabolik. Kalsium dan Fosfor serum pada kadar tertentu penting untuk mineralisasi
tulang secara normal .
e. Metabolisme Vitamin D
Vitamin D dari makanan diserap pada bagian proksimal usus halus. Baik anak-
anak maupun orang dewasa dapat menyerap sampai 80% dari jumlah vitamin D yang
dikonsumsi, tergantung faktor-faktor yang membantu atau menghambat penyerapan.
Setelah diserap, vitamin D digabungkan dengan kilomikron dan diangkut dalam
sistem limfatik. Dari sistem limfatik, vitamin D dilepaskan, dari kilomikron dan
masuk ke saluran darah. Di dalam plasma darah, vitamin D diikat oleh suatu protein
pentransport, yaitu vitamin D-binding protein (DBP) atau globulin. Melalui saluran
darah tersebut, vitamin D ditransportasikan ke hati dan oleh mikrosom/mitokondria
hati, vitamin D3 dihidroksilasi pada posisi ke-25, menjadi kalsidiol (calcidiol, atau
25-hidroksi-kolekalsiferol/ 25-hidroksi vitamin D3 ) dengan bantuan enzim 25-D3-
hidroksilase. Selanjutnya 25-hidroksi vitamin D3 memasuki sirkulasi menuju ginjal.
Bila kadar kalsium darah rendah, kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon
parathormon yang akan merubah kalsidiol menjadi kalsitriol. Proses ini terjadi di
mitokondria tubulus proksimalis ginjal, dimana 25-hidroksi vitamin D3 mengalami

43
hidroksilasi pada posisi ke-1 menjadi 1α- 25-dihidroksi vitamin D3, dengan bantuan
enzim 1α-hidroksilase. Senyawa 1α-25-dihidroksi vitamin D3 inilah yang merupakan
metabolit vitamin D3 yang paling kuat dan berperan dalam meningkatkan absorbsi
kalsium dalam usus dan reabsorbsi kalsium dalam ginjal. Bila kadar kalsium darah
tinggi, kelenjar gondok (tiroid) mengeluarkan hormon kalsitonin (calcitonin) yang
akan mengubah kalsidiol menjadi 24,25-dihidroksi vitamin D 3 dengan adanya peran
enzim 24-hidroksilase yang menghidrolisis 25-hidroksi vitamin D3 pada posisi 24.
Metabolit 24,25-dihidroksi vitamin D3 ini adalah bentuk vitamin D inaktif,
berkepentingan dalam peningkatan absorbsi kalsium dari usus, tetapi menurunkan
kalsium dan fosfor serum untuk meningkatkan mineralisasi tulang.

5. Osteoporosis dengan komplikasi Fraktur


a. Diagnosis Banding
Fraktur kompresi Riwayat trauma (kecuali osteoporosis), titik nyeri di
tulang belakang, nyeri memburuk saat fleksi, dan
menarik dari telentang ke posisi duduk dan dari duduk
ke posisi berdiri.

Hernia nukleus Nyeri kaki lebih besar daripada nyeri punggung dan
pulposus (HNP) memburuk ketika duduk; rasa sakit dari akar saraf L1-
L3 menyebar sampai pinggul dan / atau paha anterior,
rasa sakit dari akar saraf L4-S1 menyebarkan ke bawah

44
lutut

Lumbal tegang/ Sakit punggung yang menyebar dengan atau tanpa


Keseleo nyeri bokong, nyeri memburuk saat bergerak dan
membaik saat istirahat

Stenosis Tulang Nyeri kaki lebih besar daripada nyeri punggung; nyeri
Belakang memburuk saat berdiri dan berjalan, dan membaik saat
istirahat atau ketika tulang belakang fleksi; nyeri dapat
bersifat unilateral (stenosis foraminal) atau bilateral
(stenosis foraminal pusat atau bilateral)

Spondylolisthesis Nyeri kaki lebih besar dari nyeri punggung; nyeri


memburuk saat berdiri dan berjalan, dan meningkatkan
dengan istirahat atau ketika tulang belakang fleksi;
nyeri dapat bersifat unilateral atau bilateral

Spondylolysis Sakit punggung pada remaja, meskipun belum jelas


apakah hal itu menyebabkan nyeri punggung pada
orang dewasa; nyeri memburuk saat ekstensi tulang
belakang dan beraktivitas

Inflammatory Nyeri intermiten pada malam hari, rasa sakit dan


spondyloarthropath kekakuan pada pagi hari, ketidakmampuan untuk
y membalikkan dari lordosis lumbal ke fleksi lumbal

45
b. Algoritme Penegakan Diagnosis

c. Definisi
Pada tahun 2001, National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru
osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone
strength sehingga tulang mudah patah.
Fraktur adalah kerusakan atau patah tulang yang disebabkan oleh adanya trauma
ataupun tenaga fisik. Pada kondisi normal, tulang mampu menahan tekanan, namun
jika terjadi penekanan ataupun benturan yang lebih besar dan melebihi kemampuan
tulang untuk bertahan, maka akan terjadi fraktur (Garner, 2008; Price & Wilson,
2006).
d. Epidemiologi

46
Osteoporosis merupakan masalah kesehatan utama global yang menyebabkan
lebih dari 200 juta patah tulang osteoporosis di seluruh dunia setiap tahun, termasuk
1,6 juta fraktur panggul. Di Amerika Serikat pada tahun 2005, ada sekitar dua juta
patah tulang diperkirakan terkait osteoporosis, termasuk sekitar 547.000 patah tulang
belakang, 297.000 patah tulang pinggul (hip), 397.000 patah tulang pergelangan
tangan, 135.000 patah tulang panggul (pelvic), dan 675.000 patah tulang di tempat
lain. Jumlah seluruh patah tulang di Amerika Serikat diproyeksikan mencapai lebih
dari 3 juta tahun 2025. Meskipun hanya sekitar seperempat sampai sepertiga dari
patah tulang belakang yang terbukti secara klinis, ini dapat menyebabkan hilangnya
tinggi badan, kyphosis, penyakit paru restriktif, distensi perut dan meningkatkan angka
kematian. Fraktur pinggul (hip) adalah fraktur paling banyak yang terkait dengan
osteoporosis. Sekitar 50% dari pasien yang patah tulang pinggul kehilangan
kemampuan untuk berjalan secara mandiri, sekitar 24% wanita dan 30% pria
meninggal dalam satu tahun pertama.
Osteoporosis menyebabkan lebih dari 8,9 juta kasus fraktur setiap tahun di
dunia, dimana 4,5 juta kasus terjadi di Amerika dan Eropa. Saat ini diperkirakan ada
sekitar 0,3 juta fraktur panggul pertahun di Amerika Serikat dan 1,7 juta di Eropa.
Hampir semua peristiwa ini dikaitkan dengan osteoporosis, baik primer atau sekunder.
Rasio wanita dan pria pada fraktur pinggul 2:1. Insiden fraktur pergelangan tangan di
Inggris dan Amerika berkisar 400-800 per 100.000 wanita. Fraktur kompresi tulang
belakang jauh lebih sulit untuk diperkirakan karena sering tanpa gejala. Diperkirakan
lebih dari satu juta wanita pasca menopause Amerika akan mengalami patah tulang
tulang belakang dalam perjalanan satu tahun. Diperkirakan 40% wanita dan 13% pria
berusia 50 tahun dan lebih tua akan mengalami patah tulang osteoporosis pada
kehidupan mereka. Ada kecenderungan angka kematian di masa depan akan
meningkat menjadi 47% untuk wanita dan 22% untuk pria
e. Etiologi
- Hormon Estrogen
- Penggunaan Obat-Obatan (khususnya Steroid)
- Lingkungan (Diet, Aktivitas berat)
- Pasca Inflamasi Kronik
f. Faktor Risiko
Faktor Resiko Osteoporosis

Umur
Setiap peningkatan umur 1 dekade berhubungan dengan peningkatan

47
risiko 1,4-1 ,8
Pengurangan penyerepan kalsium
Kenaikan kadar hormon paratiroid
Penurunan kalsitonin
Genetik
Etnis (Kaukasus/Oriental > orang hitam/Polinesia
Gender (Perempuan > Laki-laki)
Riwayat keluarga
Lingkungan
Makanan (asupan kalsium rendah, tinggi natrium, tinggi kafein, tinggi
protein hewani)
Aktifitas fisik dan pembebanan mekanik
Obat-obatan, misalnya kortikosteroid, anti konvulsan, heparin
Merokok
Alkohol
Jatuh (Trauma)
Hormon endogen dan penyakit kronik
Defisiensi estrogen
Defisiensi androgen
Gastrektomi, sirosis, tirotoksikosis, hiperkortisolisme
Sifat fisik tulang
Densitas massa tulang
Ukuran dan geometri tulang
Mikroarsitektur tulang
Komposisi Tulang

g. Patogenesis
Kehilangan massa tulang pada menopause
Pada awalnya, proses remodeling ini berlangsung seimbang, sehingga tidak ada
kekurangan maupun kelebihan massa tulang. Tetapi dengan bertambahnya umur,
proses formasi menjadi tidak adekuat sehingga mulai terjadi defisit massa tulang.
Proses ini diperkirakan mulai pada dekade ketiga kehidupan atau beberapa tahun
sebelum menopause. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti, apa penyebab

48
penurunan formasi tulang pada usia dewasa, mungkin berhubungan dengan penurunan
aktivitas individu yang bersangkutan, atau umur osteoblas yang memendek, atau umur
osteoklas yang memanjang atau sinyal mekanik dari osteosit yang abnormal.
Defisiensi estrogen pada wanita menopause telah lama diketahui memegang
peran yang penting pada pertumbuhan tulang dan proses penuaan. Penurunan kadar
estrogen akan memacu aktivitas remodeling tulang yang makin tidak seimbang karena
osteoblas tidak dapat mengimbangi kerja osteoklas, sehingga massa tulang akan
menutrun dan tulang menjadi osteoporotik. Aktivitas osteoklas yang meningkat akan
mennyebabkan terbentuknya lakuna Howship yang dalam dan putusnya trabekula,
sehingga kekuatan tulang akan mwnjadi turun dan tulang mudah fraktur.
Selain itu, defisiensi estrogenjuga akan meningkatkan osteoklastogenesis
dengan mekanisme yang belum sepenuhnya dimengeri. Lingkungan mikro di dalam
sumsum tulang memegang peranan yang sangat penting pada osteoklastogenesis,
karena disini dihasilkan berbagai sitokin seperti tumour necrosis factors (TNF) dan
berbagai macam interleukin. Faktor-faktor sistemik yang turut menunjang suasana ini
adalah berbagai hormon seperti hormon paratiroid (PTH), estrogen dan
1,25(0H)2vitamin D 3 yang turut berperan merangsang osteoklastogenesis melalui
perangsangan reseptor pada permukaan sel turunan osteoblas. Osteoblas diketahui
menghasilkan berbagai faktor yang dapat menghambat maupun merangsang
osteoklastogenesis. Osteoprotegerin adalah anggota superfamili TNF yang larut yang
dihasilkan oleh osteblas yang dapat menghambat osteoklastogenesin. Sedangkan
faktor yang merangsang osteoklastogenesis yang dihasilkan osteoblas adalah reseptor
nuklearfactor K-8 (RANK) ligand (RANKL), yang akan melekat pda reseptor RANK
pada permukaan osteoklas. Selain itu, osteoblas dan sel stromal sumsum tulang j uga
menghasilkan macrophage colony stimulating factor (M-CSF) yang akan
meningkatkan proliferasi sel prekursor osteoklas.
Ekspresi yang berlebih dari osteoprotegerin akan menghasilkan tulang yang
sangat keras yang disebut osteopetrosis, sedangkan ablasi genetik osteoprotegerin
akan menghasilkan osteoporosis, karena tidak ada penghambat osteoklastogenesis.
Sebaliknya ablasi genetik RAN KL dan RANK juga akan akan menghasilkan
osteopetrosis, karena tidak ada osteoklastogenesis.
Defisiensi estrogen pada laki-laki juga berperan pad a kehilangan massa tulang.
Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan
osteoporosis. Falahati-Nini dkk menyatakan bahwa estrogen pada laki-laki berfungsi
mengatur resorpsi tulang, sedangkan estrogen dan progesteron mengatur formasi
tulang. Kehilangan massa tulang trabekular pada laki-laki berlangsung linier, sehingga

49
terjadi penipisan trabekula, tan pa disertai putusnya trabekula seperti pada wanita.
Penipisan trabekula pada laki-laki terjadi karena penurunan formasi tulang, sedangkan
putusnya trabekula pada wanita disebabkan karena peningkatan resorpsi yang
berlebihan akibat penurunan kadar estrogen yang drastis pada waktu menopause.
Peningkatan remodeling tulang akan menyebabkan kehilangan massa tulang
yang telah termineralisasi secara sempurna (mineralisasi primer dan sekunder) dan
akan digantikan tulang baru yang mineralisasinya belum sempurna (hanya
mineralisasi primer). Pemeriksan densitometri tulang tidak dapat nmembedakan
penurunan densitas akibat penurunan massa tulang yang termineralisasi atau
remodeling yang berlebih sehingga tulang terdiri dari campuran tulang tua yang sudah
mengalami mineralisasi sekunder dan tulang muda yang baru meng-alami mineralisasi
primer.
Secara biomekanika, derajat mineralisasi memegang peran yang sangat penting
terhadap fragilitas dan kekuatan tulang karena tulang yang terlalu keras akibat
mineralisasi yang lanjut akan menjadi getas, sebaliknya tulang yang belum sempurna
mineralisasinya akan menjadi kurang keras.

PATOGENESIS OSTEOPOROSIS TIPE I

50
Setelah menopause, maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada
dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra
dan radius distal meningkat. Penurunan densitas tulang terutama pada tulang
trabekular, karena memiliki permukaan yang luas dan hal ini dapat dicegah dengan
terapi sulih estrogen. Petanda resorpsi tulang dan formasi tulang, keduanya meningkat
menunjukkan adanya peningkatan bone turnover. Estrogen juga berperan menurunkan
produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells/ dan sel-sel mononuklear,
seperti IL-1, IL-6 dan TNF-a yang berperan meningkatkan kerja osteoklas. Dengan
demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi
berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas meningkat. Selain peningkatan
aktivitas osteoklas, menopause juga menurunkan absorpsi kalsium di usus dan
meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal.
Selain itu, menopause juga menurunkan sintesis berbagai protein yang
membawa 1,25(0H)2D, sehingga pemberian estrogen akan meningkatkan konsentrasi
1,25(0H) 2 D di dalam plasma. Tetapi pemberian estrogen transdermal tidak akan
meningkatkan sintesis protein tersebut, karena estrogen transdermal tidak diangkut
melewati hati. Walaupun demikian, estrogen transdermal tetap dapat meningkatkan
absorpsi kalsium di usus secara langsung tanpa dipengaruhi vitamin D. Untuk
mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH akan
meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada
menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini
disebabkan oleh menurun-nya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan
bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin danjuga kadar
kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause
terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis
respiratorik. Walaupun terjadi peningkatan kadar kalsium yang terikat albumin dan
kalsium dalam garam kompleks, kadar ion kalsium tetap sama dengan keadaan
premenopausal.

PATOGENESIS OSTEOPOROSIS TIPE II

Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42%
dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke delapan dan sembilan
kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang
meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan
menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan

51
peningkatan risiko fraktur. Peningkatan resorpsi tulang merupakan risiko fraktur yang
independen terhadap BMD. Peningkatan osteokalsin seringkali didapatkan pada orang
tua, tetapi hal ini lebih menunjukkan peningkatan turnover tulang dan bukan
peningkatan formasi tulang. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti pebnyebab
penurunan fungsi osteoblas pada orang tua, diduga karena penurunan kadar estrogen
dan IGF-1.

Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini
disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi
dan papa ran sinar matahari yang rendah. Akibat defisiensi kalsium, akan timbul
hiperparatiroidisme sekunder yang persisten sehingga akan semakin meningkatkan
resorpsi tulang dan kehilangan massa tulang, terutama pada orang-orang yang tinggal
di daerah 4 musim.

Aspek nutrisi yang lain adalah defisiensi protein yang akan menyebabkan
penurunan sintesis IGF-1.

Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan


meningkatkan karboksilasi protein tulang, misalnya osteokalsin. Defisiensi estrogen,
ternyatajuga merupakan masalah yang penting sebagai salah satu penyebab
osteoporosis pada orang tua, baik pada laki-laki maupun perempuan. Demikianjuga
kadar terstosteron pada laki-laki. Defisiensi estrogen pada laki-laki juga berperan pada
kehilangan massa tulang. Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki
akan menyebabkan osteoporosis. Karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause
{penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa tulang yang
besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Falahati-Nini dkk menyatakan bahwa
estrogen pada laki-laki berfungsi mengatur resorpsi tulang, sedangkan estrogen dan
progesteron mengatur formasi tulang. Kehilangan massa tulang trabekular pada laki-
laki berlangsung linier, sehingga terjadi penipisan trabekula, tanpa disertai putusnya
trabekula seperti pada wanita. Penipisan trabekula pada laki-laki terjadi karena
penurunan formasi tulang, sedangkan putusnya trabekula pada wanita disebabkan
karena peningkatan resorpsi yang berlebihan akibat penurunan kadar estrogen yang
drastis pada waktu menopause.

Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun


sedangkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan
SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks
yang inaktif. Laki-laki yang menderita kanker prostat dan diterapi dengan antagonis

52
androgen atau agonis gonadotropin juga akan mengalami kehilangan massa tulang dan
peningkatan risiko fraktur.

Penurunan hormon pertumbuhan (GH) dan IGF-1,juga berperan terhadap


peningkatan resorpsi tulang. Tetapi penurunan kadar androgen adrenal (DHEA dan
DHEA-S) ternyata menunjukkan hasiol yang kontroversial terhadap penurunan massa
tulang pada orang tua.

Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada
orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan,
imobilisasi lama).

Dengan bertambahnya umur, remodeling endokortikal dan intrakortikal akan


meningkat, sehingga kehilangan tulang terutama terjadi pada tulang kortikal dan
meningkatkan risiko fraktor tulang kortikal, misalnya pada femur proksimal. Total
permukaan tulang untuk remodeling tidak berubah dengan bertambahnya umur, hanya
berpindah dari tulang trabekular ke tulang kortikal. Pada laki-laki tua, peningkatan
resorpsi endokortikal tulang panjang akan diikuti peningkatan formasi periosteal,
sehingga diameter tulang panjang akan meningkat dan menurunkan risiko fraktur pada
laki-laki tua.

Risiko fraktur yangjuga harus diperhatikan adalah risiko terjatuh yang lebih
tinggi pada orang tua dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural,
gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata dan lain sebagainya. Pada
umumnya, risiko terjatuh pada orang tua tidak disebabkan oleh penyebab tung gal.

53
h. Patofisiologi Nyeri pada Osteoporosis
Karena sifat yang sangat dinamis dari proses perbaikan tulang, mekanisme yang
berbeda kemungkinan akan terlibat dalam sinyal nyeri selama penyembuhan fraktur.
Distorsi mekanik periosteum telah disarankan untuk menjadi sumber utama rasa sakit
tajam dan intens langsung yang dirasakan pada fraktur. Diperkirakan bahwa
mekanotransduser yang diekspresikan oleh serabut saraf yang menyuntikkan
periosteum secara padat diaktifkan dan menandakan nyeri fraktur awal. Pada manusia,
reposisi dan stabilisasi tulang yang retak dalam orientasi normal ditunjukkan untuk
secara signifikan mengurangi rasa sakit. Nyeri diaktifkan kembali oleh gerakan dan
distorsi mekanik tulang yang retak, mendukung peran mechanosensitivity serabut
saraf yang menginervasi tulang. Setelah stabilisasi, rasa sakit tajam dan intens awal
digantikan oleh nyeri tumpul dan nyeri yang timbul akibat aktivasi dan sensitisasi baik
A-delta dan C-serat yang mempersarafi periosteum, sumsum tulang dan tulang
termineralisasi.
i. Klasifikasi
1) Klasifikasi Osteoporosis
Osteoporosis dlbagi 2 kelompok, yaitu osteoporosis primer (involusional)
dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak

54
diketahui penyebabnya, sedangkan osteoporosis sekunder adalah osteoporosis
yang diketahui penyebabnya. Pada tahun 1940-ary Albright mengemukanan
pentingnya estrogenpada patogenesis osteoporosis. Kemudian pada tahun 1983,
Riggs dan Melton, membagi osteoporosis primer atas osteoporosis tipe I dan tipe
II.
Osteoporosis tipe I, disebut juga osteoporosis pasca menopause, disebabkan
oleh defisiensi estrogen akibat menopause. Osteoporosis tipe II, disebut juga
osteoporosis senilis, disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsium di usus sehingga
menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya
osteoporosis. Belakangan konsep itu berubah, karena ternyata peran estrogen juga
menonjol pada osteoporosis tipe II. Selain itu pemberian kalsium dan vitamin D
pada osteoporosis tipe II juga tidak memberikan hasil yang adekuat. Akhimya
pada tahun 1990-an, Riggs dan Melton memperbaiki hipotesisnya dan
mengemukakan bahwa estrogen menjadi faktor yang sangat berperan pada
timbulnya osteoporosis primel baik pasca menopause maupun senilis.
Karakteristik osteoporosis Tipe I dan II

Karakteristik Tipe I Tipe II


Umur (tahun) 50-75 >70
Wanita : pria 6:1 2:1
Tipe kerusakan tulang Terutama trabekular Trabekular dan kortikal
Bone turnover Tinggi Rendah
Lokasi fraktur terbanyak Vertebra, radius distal Vertebra, kolum femoris
Fungsi paratiroid Menurun Meningkat
Efek estrogen Terutama skeletal Ekstra skeletal
Etiologi utama Defisiensi estrogen Penuaan, defisiensi estrogen
Ada empat kategori diagnosis massa tulang (densitas tulang) berdasarkan T-score
adalah sebagai berikut :

1. Normal: nilai densitas atau kandungan mineral tulang tidak lebih dari 1 standar
deviasi di bawah rata-rata orang dewasa, atau kira-kira 10% di bawah rata-rata
orang dewasa atau lebih tinggi (T-score lebih besar atau sama dengan -1 SD).
2. Osteopenia (massa tulang rendah): nilai densitas atau kandungan mineral
tulang lebih dari 1 standar deviasi di bawah rata-rata orang dewasa, tapi tidak
lebih dari 2,5 standar deviasi di bawah rata-rata orang dewasa, atau 10-25% di
bawah rata-rata (T-score antara -1 SD sampai -2,5 SD).

55
3. Osteoporosis: nilai densitas atau kandungan mineral tulang lebih dari 2,5
standar deviasi di bawah nilai rata-rata orang dewasa, atau 25% di bawah rata-
rata atau kurang (T-score di bawah -2,5 SD).
4. Osteoporosis lanjut: nilai densitas atau kandungan mineral tulang lebih dari 2,5
standar deviasi di bawah rata-rata orang dewasa, atau 25% di bawah rata-rata
ini atau lebih, dan disertai adanya satu atau lebih patah tulang osteoporosis (T-
score di bawah -2,5 SD dengan adanya satu atau lebih patah tulang
osteoporosis).
Klasifikasi diagnostik osteoporosis (WHO study group 1994).

Klasifikasi T-score
Normal -1 atau lebih besar
Low bone mass (osteopenia) Antara -1 dan -2,5
Osteoporosis -2,5 atau kurang (tanpa fraktur)
Osteoporosis berat -2,5 atau kurang dan fraktur fragilitas

2) Klasifikasi Fraktur Collumna Femur

j. Manifestasi Klinis
Osteoporosis adalah Silent Disease, dimana penyakit ini tidak memberikan gejala
selama proses berlangsung. Gejala yang timbul pada pasien osteoporosis baisnaya
merupakan gejala dari komplikasi yang ditimbulkan dari fraktur.
k. Pemeriksaan Tambahan
1) Pemeriksaan Biokimia Tulang
Pemeriksaan biokimia tulang terdiri dari kalsium total dalam serum, ion
kalsium, kadar fosfor di dalam serum, kalsium urin, fosfat urin, osteokalsin serum,
piridinolin urin, dan bila perlu hormon paratiroid dan Vitamin D.
Kalsium serum terdiri dari 3 fraksi, yaitu kalsium yang terikat dengan
albumin (40%), terikat dengan ion (48%), dan kalsium kompleks (12%). Kalsium

56
yang terikat pada albumin tidak dapat difiltrasi di glomerulus. Keadaan-keadaan
yang memepengaruhi kadar albumin serum, seperti sirosis heaptik dan sindrom
nefrotik akan mempengaruhi kadar kalsium total serum, Ikatan kalsium pada
albumin sangat abik terjadi pada pH 7-8. Peningkatan dan penurunan pH 0,1
secara akut akan menaikkan atau menurunkan ikatan kalsium pada albumin sekitar
0,12mg/dl.
Ion kalsium urin 24 jam juga harus diperhatikan walaupun tidak secara
langsung menunjukkan kelainan metabolisme tulang. Pada orang dewasa dengan
asupan kalsium 600-800 mg/hari, akan mengekskresikan kalsium kurang dari 100
mg/24 jam, harus dipikirkan kemungkinan adanya malabsorbsi atau
hiperparatiroidisme akibat retensi kalsium oleh ginjal.
Untuk menentukan turnover tulang, dapat diperiksa Bone Spesific alkali
phospatase (BSAP), Osteokalsin (OC), Procollagen type I C –propeptide (PICP)
dan Procollagen Type I N-propeptide (PINP)
Alkaline fosfatase merupakan enzim yang diekspresikan oleh membran sel
hepar , tulangm ginjal, dan plasenta. Sumber utama alkaline fosfatase adlaah hati
dan tulang. Alkali fosfatase diproduksi oleh osteoblas dan prekusor osteoblas dan
sangat berperan pada mineralisasi tulang. Dengan perkembangan pemeriksaan
secara antibodi monoklonal, saat ini sudah dapat diperiksa alkali fosfatase yang
spesifik berasal dari tulang yang disebut Bone Spesific Alkali Phospatase.
Osteokalsin (Bone gla Protein, BGA) merupakan polipeptida yang hanya
diproduksi oleh osteoblas atas pengaruh 1,25 dihidroksivitamin D3. Walaupun
osteokalsin dan alkaline fofatse merupakan turnover tulang yang sangat baik,
tetapi peningkatan tidak selalu pararel. Apda penyakit Paget, peningkatan alkaline
fosfatase jauh melebihi peningkatan osteokalsin,sehingga pada penyakit ini,
alkaline fosfatase merupakan indikator aktivitas penyakit yang sensitive
Untuk menilai reabsorbsi tulang dapat diukur ekskresi Hidroksiprolin
(HYP), Pyridinoline (PYD) and Deoxypyridinoline (DPD) cross link, di dalam
urin atau N-terminal cross linking telopeptaide of type I collagen (NTX) dan
C-terminal cross linking telopeptide of type I collagen (CTX) di dalam serum
atau urin.
Pyridinoline cross links berfungsi mengikat beberapa molekul monomer
kolagen menajdi serat kolagen. Ikatan piridinium ini hanya dapat dilepas pada
degradasi serat kolagen selama proses resorbsi tulang da ekskresi piridinolin di
dalam urin dapat dipakai sebagai ukuran resorbsi tulang. Ekskresi piridinolin urin
berkolerasi dengan gambaran histomorfometrik tulang. Secara kimiawi, ada 2

57
bentuk piridinolin yaitu Hidroksilisilpiridinolin (Piridinolin sederhana, PYD) dan
lisilpiridinolin (deoksipiridinolin, DPD). Secra teoritis, penggunaan ekskresi DPD
dalam urin sebagai petanda resorbsi tulang, lebih sensitif daripada ekskresi PYD
urin.

2) Pemeriksaan Densitas Tulang


Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuata tulang dan risiko fraktur.
Berbagai penelitian menunjukkan peningkatan risiko fraktu pada penurunan
densitas massa tulang secara progresif dan terus menerus.
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan tepat dalam
menilai densitas massa tulang. Sehingga dapat digunakan untuk menilai faktor
prognosis, prediksi fraktur dan bahkan diagnosis osteoporosis. Berbagai metode
yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang adalah single photon
absorptiometry (SPA) dan single energy dual photon absorptiometry (SPX) untuk
mengukur lengan bawah dan tumit, Dual photon abroptiometry (DPA) dan dual
energy X-ray abroptiometry (DPX) untuk mengukur lumbal dan proksimal femur
dna quantitative computed tomography (QCT).
Untuk menilai hasil pemeriksaan densitometri tulang, digunakan kriteria
kelompok WHO:
- Normal, bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas
massa tulang orang dewasa muda (T-Score)
- Osteopenia, bila densitas massa tulang dianatra -1 SD dan -2,5 SD dari T-
score.
- Osteoporosis, bila densitas massa tulang -2,5 SD dari T score atau kurang
- Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai farktur.

Indikasi densitometri tulang:

1. Wanita dengan defesiensi estrogen, untuk menilai penurunan densitas massa


tulang dan keputusan pemeberian terapi pengganti hormonal

58
2. Penderita dengan abnormalitas tulang belakang ataus ecara radiologi
didapatkan osteopenia, untuk mendiagnosa osteoporosis spinal dan menetukan
langkah diagnosis dan terapi selanjutnya
3. Penderita yang memperoleh glukokortikoid jangka panjangm untuk
mendiagnosis penurunan densitas massa tulang dan penetuan langkah terapi
selanjutnya
4. Pada penderita dengan hiperparatiroidisme primer asimtomatik untuk menilai
penurunan densitas massa tulang dan menentukan tindakan pembedahan pada
paratiroid
5. Evaluasi penderita-penderita
6. Tidak reponsif terhadap terapi yang diberikan
- Penurunan densitas massa tulang yang cepat
- Evaluasi penderita-penderita dengan risiko tinggi osteoporosis
- Amenore
- Hiperparatiroidisme primer
- Anoreksi nervosa
- Alkoholisme
- Terapi antikonvulsan
- Fraktur multiple atraumatik

l. Tatalaksana Non Farmakologi dan Farmakologi


Tatalaksana Farmakologi dan Non Farmakologi Osteoporosis
Algoritma Tatalaksana Osteoporosis

59
1. Bifosfat
Indiaksi penggunaan apabila pasien mengalami kontraindikasi terapi hormonal
atau pada pasien laki-laki.
Cara konsumsi: karena absorbsinya yang buruk, maka obat ini harus dimakan
dalam keadaan prut kosong dan dibarengi dengan meminum 2 gelas air putih dan
setelah itu pasien harus dalam posisi tegak selama 30 menit.
Cara kerja bifosfat adalah menghambat proses osteoklas.
Efek samping: untuk bifosfat generasi I dapat menyebabkan gangguan
mineralisasi tulang, untuk generasi I, II dan III dapat juga menyebabkan
hipokalsemia dan refleks esofaginitis

60
Pilihan Obat:
o Generasi II: Obat yang poten untuk penanganan osteoporosis adalah
alendronat dengan dosis 10 mg/hari secara kontinu (obat ini tidak
mengganggu mineralisasi tulang). Namun efek samping gastrointestinal
bermakna.
o Generasi III: obat yang poten adalah riserdonat dengan dosis terapi
osteoporosis 5 mg/hari secara kontinu. Baik digunakan untuk orang yang
berisiko fraktur pada pasien wanita pasca menopouse
2. Raloksifen
Cara kerja: antiestrogen yang mempunyai efek estrogen di tulang dan lipid
(selective estrogen receptor modulator) sehingga menghambat diferensiasi
osteoklas dan hilangnya massa tulang.
Kontraindikasi: pada pasien wanita hamil atau berencana untuk hamil.
Cara konsumsi: dapat dikonsumsi setelah atau sebelum makan
Dosis: untuk terapi osteoporosis 60 mg/hari.
3. Terapi Hormonal
a. Pada wanita pasca menopouse: estrogen terkonjugasi 0,3125-1,25 mg/hari +
medroksiprogesteron asetat 2,5-10 mg/hari, setiap hari secara kontinu.
Beberapa penilitian menmukan peningkatan risiko infark miokard, stroke,
kanker payudara, emboli paru dan trombosis vena pada pasien yang
mendapat terapi ini.
b. Pada wanita pra-menopouse: estrogen terkonjugasi pada hari 1-25 siklus
haid, dilanjutkan midroksiprogesteron yang diberikan pada hari 15-25 siklus
haid, kemudian diberhentikan pemberiannya pada hari 26-28 siklus haid. Dan
pada tanggal 29 dihitung sebagai hari 1 siklus haid yang baru.
c. Pada laki-laki: pemberian testoteron.

61
4. Kalsitonin
Cara Kerja: Meningkatkan reabsorbsi tulang
Dosis: 200 IU, intranasal, selama 5 tahun  terbukti menurunkan risiko fraktur
vertebral sebesar 21 % namun belum ada bukti untuk menurunkan risiko fraktur
non-vertebral
5. Strontium Ranelat
Cara Kerja: perangsangan Calsium sensing receptor (CaSR) meningkatkan kerja
osteoblas dan menghambat osteoklas sehingga tulang endosteal terbentuk dan
volume trabelar meningkat.
Dosis: 2 gram/hari, dilarutkan dalam air dan diberikan pada malam hari sebelum
tidur atau 2 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan.
Efek samping: dispepsia, tromboemboli vena dan reaksi obat (eosinofilia)
6. Vitamin D
Indikasi: pada pasien kegiatannnya jarang terpapar matahari.
Cara Kerja: meningkatkan reabsorbsi calsium di usus.
Dosis: 500 IU kalsiferol + 500 mg kalsium mampu menurunkan risiko fraktur non
vertebra sampai 50%
7. Kalsiterol
Indiaksi: pada pasien hipokalsemia yang tidak menunjukkan perbaikan dengan
pemebrian kalsium peroral. Bukan pilihan pertama untuk pasien osteoporosis
pasca menopouse.
Dosis: 0,25 ug, 1-2x/hari
8. Kalsium
Tidak bisa sebagai monoterapi
Pilihan Obat: Kalsium carbonat (Kalsium elemen 400 mg/gram), kalsium fosfat
(kalsium elemen 230 mg/gram), kalsium sitrat (Kalsium elemen 211 mg/gram),
kalsium laktat (kalsium elemen 130 mg/gram), dan kalsium glukonat (Kalsium
elemen 90 mg/gram)
9. Fitoestrogen
Cara kerja: efek estrogenik
Namun belum ada bukti penelitian bahwa fitoestrogen mampu mencegah
terjadinya fraktur pada pasien osteoporosis.

62
Pembedahan

Dilakukan apabila penderita osteoporosis mengalami fraktur, terutama fraktur


panggul. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan pada terapi pembedahan penderita
osteoporosis:

1. Penderita osteoporosis usian lanjut denga fraktur, bila diperlukan tindakan bedah
sebaiknya segara dilakukan sehingga dapat dihindari imobilisasi lama dan
komplikasi dari fraktur lebih lanjut.
2. Tujuan terapi bedah adalah untuk mendapatkan fiksasi yang stabil, sheingga
mobilisasi oenderita dapat dilakukan seidni mugkin
3. Asupan kalsium tetap harus diperhaikan pada penderita yang menjalani tindakan
bedah, sehingga meniralisasi kalus menjadi sempurna
4. Walaupun telah dilakukan pembedahan, pengobatan medikamentosa osteoporosis
dengan bifisfonat atau raloksofen atau terapi pengganti hormonal, maupun
kalsitonin tetap harus diberikan.
Tatalaksana Farmakologi dan Non Farmakologi Fraktur
Di rumah
- Periksan ABCDE (Airways, Breathing, Circulating, Dsiability, and Exposure).
- Imobilisasi dengan dilakukan pembidaian untuk mengurangi pergerakan yang
dapat memperburuk keadaan fraktur.

Di rumah sakit

- Pemberian cairan infus dan tranfusi darah apabila pasien mengalami kekurangan
darah
- Lakukan skin traction untuk imobilisasi lanjutan (pemeberian beban disesuaikan
dengan keparahan fraktur)
- Selama masa dilakukan skin traction diberikan analgetik sebelum
operasi/pembedahan (jika pembedahan memang diperlukan)
Pilihan: NSAID berupa ibuprofen oral, 400 mg 3x/hari. Hati-hati jika pasien ada
mengalami gangguan saluran pencernaan dan ginjal.
m. Edukasi dan Pencegahan
- Anjurkan penderita untuk melakukan aktivitas fisik yang teratur untuk
memelihara kekuatan, kelenturan, dan koordinasi sistem neuromuskular serta
kebugaran, sehingga dapat mencegah risiko terjatuh. Latihan dapat berupa
berjalan 30-60 menit/hari, bersepeda amaupun berenang. Latihan fisik dapat

63
mencegah perburukan osteoporosis karena adanya rangsangan bioelektrokemikal
yang akan meningkatkan remodelling tulang.
- Jaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, baik melalui makanan sehari-hari
maupun suplementasi.

- Hindari merokok dan minum lakohol


- Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap defesiensi testoteron pad alaki-laki
dan menopouse pada wanita
- Kenali berabgai penyakit dan obat-obatan yang dapat menimbulkan osteoporosis
- Hindari mengangkat barang-barang yang berat
- Hindari berbagai hal yang memiliki risiko besar untuk terjatuh, misalnya berjalan
di lantai licin, konsums obat hipertensi yang dapat menyebabkan hipotensi
ortostatik
- Hindari defesiensi Vitamin D. Jika terjadi defesiensi maka berika suplementasi
Vitamin D 400 IU/hari atau 800 IU/hari . namun pertimbangkan pada pasien yang
mengalami gangguan fungsi ginjal.

64
- Hidnari peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi asupan
natrium sampai 3 gram/hari. Jika ekskresi kalsium urin >300 mg/hari maka
berikan diuretik tiazid dosis rendah (HCT 25 mg/hari)
- Apabila sedangk dalam masa pengobatan yang menggunakan glukokortikoid
pertimbangkan untuk pemebrian glukokortikoid dosis rendah dan sesingkat
mungkin
Apabila dicurigai pasien ada osteoporosis pada area korpus vertebra, maka dapat
diberikan alat bantu berupa korset lumbal, tongkat, alat abntu jalan yang lain
terutama pada pasien yang mengalami gangguan keseimbangan. Perlu
diperhatikan untuk alat bantu yang memiliki risiko besar untuk membuat pasien
jatuh sperti alat abntu dengan roda.
n. Komplikasi
Komplikasi Segera
1. Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Hal ini biasanya terjadi
pada fraktur. Pada beberapa kondisi tertentu, syok neurogenik sering terjadi pada
fraktur femur karena rasa sakit yang hebat pada pasien.
2. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai olrh : tidak adanya nadi; capillari
refill time menurun; sianosis bagian distal; hematoma yang lebar; serta dingin
pada ekstremitas yangdisebabkan oleh tindakan emergensi pembidaian,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
3. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi di mana terjadi terjebaknya ototo,
tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut akibat suatu
pembengkakkan dari edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf dan
pembuluh darah. Kondisi sindrom kompartemen akibat komplikasi fraktur hany
aterjadi pada fraktur yang dekat persendian dan jarang terjadi pada bagian tengah
tulang. Tada khas untuksindrom kompartemen adalah 5P yaitu pain (nyeri lokal),
paralysis (kelumpuhan tungkai), pallor (pucat bagian distal), parestesia (tidak ada
sensasi) dan pulselessness (tidak ada denyut nadi, perubahan nadi, perfusi yang
tidak baik dan CRT >3 detik pada bagian distal kaki).
4. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
ortopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Hal ini

65
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tetapi bisa juga terjadi karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin (ORIF dann OREF) atau
plat.
5. Avaskular nekreosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volk’sman iskemia.
6. Sindrom emboli lemak
Sindrom emboli lemak (fat embolism syndrom-FES) adalah komplikasi serius
yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel
lemak yang dihasilkan sumsum tulang kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernapasan, takikardi, hipertensi, takuipnea, dan demam.

Komplikasi lama
1. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk sembuh atau tersambung dengan baik. Ini
disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang. Delayed union adalah fraktur
yang tidak sembh setelah selang waktu 3-5 bulan (3 bulan untuk anggota gerak
atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah).
2. Non-union
Disebut non-union apabila fraktur tidak dapat sembuh dalam waktu antara 6-8
bulan dan tidak terjadi konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu).
Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi atau dengan infeksi yang disebut juga
infected pseudoarthrosis.
3. Mal-union
Mal-union adalah keadaan dimana frektur sembuh pada saatnya, tetapi terdapat
deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, pemendekkan, atau menyilang
misal pada fraktur radius ulna.
o. Prognosis
Osteoporosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : malam

66
Fraktur Tertutup
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad bonam
p. SKDI
Osteoporosis
3A: Bukan Gawat Darurat
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter misalnya pemeriksaan lab atau x-ray.
Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke
spesialis yang relevan.

Fraktur tertutup
3B: Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan pendahuluan pada
kedaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa dan mencegah keparahan dan atau
kecacatna pada pasien. Lulusan dokter mampu mebuat rujukan yang tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah
kembali dari rujukan.
6. Prosedur pemeriksaan Fisik
a. Limb Length Discrepancy
Ada 2 jenis pengukuran Limb Length Discrepancy yakni True Leg Discrepancy dan
Apparent Length Discrepancy.
- Tujuan Pemeriksaan: membandingkan panjang kaki kanan dan kaki kiri
- Alat dan Bahan
- Meteran
- Prosedur pemeriksaan
1. Pemeriksa mencuci tangan dan melengkapi diri dengan alat perlengkapan diri
2. Apabila baju pasien menghalangi pemeriksaan pengukuran, minta pasien
untuk menyingkapkan bajunya
3. Pasien di suruh berbaring atau dalam posisi supinasi
4. Apparent Length Discrepancy: tarik meteran dimulai dari umbilicus atau
Processus Xhipoideus hingga ke malleoulus medial dextra, lakukan
pengukuran yang sama dengan kaki sebelah kiri

67
True
Length Discrepancy: tarik meteran mulai dari SIAS kanan ke malleolus
medial dextra dan lakukan pada sisi sebelh kiri juga mulai dari SIAS kiri ke
malleolus medial sinistra.

5. Setelah itu bandingkan hasil pengukuran antara kanan dan kiri


b. Range of motion hip joint dan knee joint
- Tujuan pemeriksaan : Untuk menilai gerak aktif dan pasif organ gerak
- Prosedur Pemeriksaan
1. Pemeriksa mencuci tangan dan melengkapi diri dengan alat perlengkapan diri
2. Apabila baju pasien menghalangi jalnannya proses pemeriksaan, minta pasien
untuk menyingkapkan bajunya.
3. Pasien diminta untuk berbaring atau dalam posisi supinasi
4. Kemudian lakukan pemeriksaan gerakan aktif (pemeriksa meminta pasien
untuk menggerakan organ gerak sesuai intruksi) dan pasif (pemeriksa sendiri
yang menggerakan organ gerak pasien)
5. Lakukan penilaian berupa:

Gerakan Penjelasan Rentang

68
Fleksi Mengerakan tungkai ke depan dan rentang 90-120°
atas,

Ekstensi Menggerakan kembali ke samping rentang 90-120°


tungkai yang lain,

Hiperekstensi Mengerakan tungkai ke belakang rentang 30-50°


tubuh,

Abduksi Menggerakan tungkai ke samping rentang 30-50°


menjauhi tubuh,

Adduksi Mengerakan tungkai kembali ke


posisi media dan melebihi jika rentang 30-50°
mungkin,

Rotasi dalam   Memutar kaki dan tungkai ke arah


rentang  90°
tungkai lain,

Rotasi luar     Memutar kaki dan tungkai menjauhi


rentang 90°
tungkai lain,

Sirkumduksi Menggerakan tungkai melingkar -

6. Kemudian nilai keterbatasan gerak pasien

69
VI. Kerangka Konsep

70
KESIMPULAN Ny.A berusia 67 tahun mengalami fraktur collum femoris dextra tertutup
et causa osteoporosis primer pasca menopouse

71
DAFTAR PUSTAKA

Alves et al.. 2016. Fracture pain—Traveling unknown pathways. pp. 107-114.

Genant H.K., Lenchik L. 2001. Osteoporosis. In: Syllabus Muskuloskeletal Disease. Milan:
Springer-verlag. p.202-206.

Greenspan A. 1992. Orthopedic Radiology, a practical Approach. 2nd ed. New York: Raven
Press. p.21.1-22.6.

Jones DH, Kong YY, Penninger JM. Role of RANKL and RANK in bone loss and arthritis. Ann
Rheum Dis 2002;2:1132-9.

Junqueira L.C., J.Carneiro, R.O. Kelley. 2007. Histologi Dasar. Ed ke-8. Tambayang J,
penerjemah. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Basic Histology.

Kanis J.A. 1997. Osteoporosis. London: Blackwell. p.114-146.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1142/Menkes/Sk/Xii/2008 Tentang


Pedoman Pengendalian Osteoporosis diakses dari
https://www.persi.or.id/images/regulasi/kepmenkes/kmk11422009.pdf pada 11 desember
2018.
Kowalak, Jennifer. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Mattia et al.. 2016. Bone pain mechanism in osteoporosis: a narrative review. Clinical Cases in
Mineral and Bone Metabolism. 13(2), pp. 97-100.

Peck, Chesnut. Penyakit Tulang Dan Patah Tulang. in Darmojo RB, Martono H. Dalam Buku
Ajar Geriatri Ilmu Kesehatan Lanjut Usia. Jakarta : FKUI, 2011 : Hal 263

Sarasvati. Cara Holistik Dan Praktis Atasi Gangguan Khas Pada Kesehatan Wanita. Jakarta
Buana Ilmu Populer, 2009 ; Hal 17- 18

Setiati,Siti.2017.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed 6 Jilid III.Internal Publishing:Jakarta

72
Shanty M. Silent Killer Disease Penyakit Yang Diam-diam Mematikan. Jogjakarta : Javalitera,
2011 ; Hal 79-80

Sjamsuhidajat, & de Jong, W. J. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.
Soetiyohadi B. Penatalaksaan osteoporosis. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam, Edisi VI.
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 2014; 3458-64.
Solomon, L, Warwick, D & Nayagam, S (2010). Apley's System of Orthopaedics and Fractures.
(9th ed.). UK: Butterworths Medical Publications.

Solomon, Louis dkk. 2010. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures Ed 9

Sutton D. 2003. Textbook of Radiology and Medical Imaging, Vol 2 7th ed. New York:
Churchill Livingstone. p.1351-1369.

Sweet et al.. 2009. Diagnosis and Treatment of Osteoporosis. American Academy of Family
Physician. 79(3), pp. 193-200.

Snell, R. (2012). Clinical Anatomy by Regions. In Clinical Anatomy by Regions, Ninth Edition.
WHO Scientific Group on the Prevention and Management of Osteoporosis. (2000). Prevention
and management of osteoporosis: report of a WHO scientific group. WHO Technical
Report Series.

(WHO Scientific Group on the Prevention and Management of Osteoporosis, 2000)

73
74

Anda mungkin juga menyukai