Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 20

Oleh: KELOMPOK G2
Tutor: dr. Tia Sabrina

Saphira Nada Khalishah 04011381722156


Nys Salsabila Hamidah 04011381722160
Brizka Sunardi 04011381722166
Nabila Rizki Sakinah 04011381722168
Natasha Yosephany M. H. 04011381722182
Maurizka Juwita Siregar 04011381722185
Sella Vanessa Lie 04011381722188

Ari Milian Saputra 04011381722190


Nursarah Salsabila Khansa 04011381722193
Fakhri Abdurrahman 04011381722207
Muhammad Farhan F. 04011381722209
Prasetya Dwi Anugrah 04011381722210

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul
“Laporan Tutorial Skenario B Blok 20” sebagai tugas kompetensi kelompok.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa
mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan
saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih
kepada :
1. Tuhan yang Maha Esa, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi
tutorial,
2. Selaku tutor kelompok G2, dr. Tia Sabrina,
3. Teman-teman sejawat FK Unsri, terutama kelas PSPD GAMMA 2017
Semoga Tuhan memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada
semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat
bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan
Tuhan.

Palembang, 11 Desember 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………….. 2

Daftar Isi…………………………………………………………………… 3

Kegiatan Diskusi………………………………………………………….... 4

Skenario……………………………………………………………………. 5

I. Klarifikasi Istilah………………………………………………………. 7

II. Identifikasi Masalah……………………………………………………. 9

III. Analisis Masalah………………………………………………………. 11

IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan.............................................................. 31

V. Kerangka Konsep..................................................................................... 32

VI. Sintesis…………………......…………………...................................... 33

VII. Kesimpulan………………………………………………………........ 60

Daftar Pustaka……………………………………………………………... 61

3
KEGIATAN DISKUSI

Tutor : dr. Tia Sabrina


Moderator : Nabila Rizki Sakinah
Sekretaris 1 : Prasetya Dwi Anugrah
Sekretaris 2 : Nursarah Salsabila Khansa
Presentan : Saphira Nada Khalishah
Pelaksanaan : Senin, 9 Desember 2019 (10.00 – 12.30 WIB)
Rabu, 11 Desember 2019 (10.00 – 12.30 WIB)

Peraturan selama tutorial:


1. Jika bertanya atau mengajukan pendsapat harus mengangkat tangan terlebih dahulu,
2. Jika ingin keluar dari ruangan izin dengan moderator terlebih dahulu,
3. Boleh minum,
4. Tidak boleh ada forum dalam forum,
5. Tidak memotong pembicaraan orang lain,
6. Menggunakan handphone saat diperlukan.

4
SKENARIO B BLOK 20 TAHUN 2019

Seorang wanita berusia 65 tahun datang ke poli orthopaedi dengan keluhan nyeri di daerah
tulang belakang sejak 3 bulan yang lalu yang dirasakan semakin lama semakin bertambah.
Nyeri terutama dirasakan pada perubahan posisi (duduk ke berdiri). Nyeri juga dirasakan pada
daerah costae (tulang rusuk atau iga) terutama pada saat batuk atau mengejan sehingga
mengganggu pasien pada waktu bernafas. Nyeri disertai rasa kesemutan di kedua telapak kaki
dan pasien merasa tinggi badannya semakin memendek dan membungkuk. Nyeri tidak
menjalar ke arah tungkai bawah. Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai 4
orang anak dan telah mengalami menopause 5 tahun yang lalu. Riwayat trauma, demam dan
operasi sebelumnya disangkal. Riwayat konsumsi obat rheumatic atau konsumsi obat yang
lama juga disangkal.

Pemeriksaan Fisik:

A. Pemeriksaan Fisik
 Status generalis: dalam batas normal, dengan skala nyeri 7-8
 Status lokalis:
1. Gait:
o Pada waktu berdiri dan berjalan
o Penderita duduk dikursi roda
2. Inspeksi:
o Terlihat kyphotic deformity setinggi vertebrae thoracolumbal junction
3. Palpasi:
o Kulit dalam batas normal tidak ada hiperemis, teraba bagian kyphotic keras,
nyeri (+), hangat (-), fluktuasi (-)
o Pada daerah setinggi Iga ke-12, teraba nyeri dengan tes valsava (+)
4. ROM (Range of Motion) : Motorik Ekstremitas Superior dan Inferior 5/4
5/4(karena nyeri)
o Vegetatif kesan dalam batas normal
o Sensasi kesan dalam batas normal
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
 Kalsium normal, ureum normal, kreatinin 1,02, elektroforesis protein
normal, SGOT SGPT normal, alkali fosfatase menurun, leukosit
normal, CRP normal.
5
2. Radiologi
 Thorax foto : dalam batas normal
 X-Ray vertebra thoracolumbal :
o Terdapat kyphotic deformity setinggi vertebra thoraco 12/L1
o Fraktur kompresi L1
 BMD (Bone Mineral Density) T Score : -2,0

6
I. Klarifikasi Istilah
No. Istilah Pengertian
1. Menopause Berakhirnya siklus menstruasi secara
alami yang biasanya terjadi saat wanita
memasuki usia 45 hingga 55 tahun
2. Costae Tulang panjang yang melengkung dan
membentuk rongga rusuk serta
melindungi dada
3. Mengejan Mengadakan tekanan didalam tubuh
bagian bawah (seperti hendak buang air
besar atau melahirkan)
4. Trauma Cedera yang parah dan sering
membahayakn jiwa yang terjadi ketika
seluruh atau suatu bagian tubuh terkena
pukulan atau tiba tiba terbentur
5. Rheumatic Penyakit yang menimbulkan rasa nyeri
akibat otot atau persendian yang
mengalami peradangan dan
pembengkakan
6. Ortopedi Cabang ilmu kedokteran yang
mempelajari studi, diagnosis dan
pengobatan bagi gangguan
musculoskeletal
7. Kyphotic deformity Kelengkungan torakal tulang belakang
yang berlebihan saat dilihat dari samping
8. Tes valsava Pembuangan nafas paksa dengan
menutup bibir dan hidung untuk
mendesak udara masuk ke telinga dalam
ketika saluran tuba eustachius terbuka
9. BMD (Bone Mineral Density) Jumlah mineral tulang dalam jaringan
tulang
10. Fraktur kompresi Struktur diskontinuitas pada kolumna
vertebrae
11. Alkali fosfatase Salah satu enzim hydrolase yang

7
terutama ditemukan pada sebagian besar
organ tubuh, terutama dalam jumlah
besar di hati, tulang dan plasenta. Enzim
ini berfungsi untuk memindahkan gugus
fosfat (biasanya untuk mendeteksi
penyakit hati atau tulang)
12. ROM (Range Of Motion) Gerakan dalam keadaan normal yang
dapat dilakukan oleh sendi yang
bersangkutan

8
II. Identifikasi Masalah

No. Fakta Ketidaksesuaian Prioritas


1. Seorang wanita berusia 65 tahun datang ke poli
orthopaedi dengan keluhan nyeri di daerah
tulang belakang sejak 3 bulan yang lalu yang
dirasakan semakin lama semakin bertambah.
Nyeri terutama dirasakan pada perubahan posisi
(duduk ke berdiri). Nyeri juga dirasakan pada
daerah costae (tulang rusuk atau iga) terutama Tidak sesuai VVVV
pada saat batuk atau mengejan sehingga
mengganggu pasien pada waktu bernafas. Nyeri
disertai rasa kesemutan di kedua telapak kaki
dan pasien merasa tinggi badannya semakin
memendek dan membungkuk. Nyeri tidak
menjalar ke arah tungkai bawah.
2. Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang
mempunyai 4 orang anak dan telah mengalami
menopause 5 tahun yang lalu. Riwayat trauma,
Tidak sesuai VVV
demam dan operasi sebelumnya disangkal.
Riwayat konsumsi obat rheumatic atau konsumsi
obat yang lama juga disangkal.
3. Pemeriksaan Fisik:
A. Pemeriksaan Fisik
 Status generalis: dalam batas normal,
dengan skala nyeri 7-8
 Status lokalis:
1. Gait:
o Pada waktu berdiri dan Tidak sesuai VV
berjalan
o Penderita duduk dikursi roda
2. Inspeksi:
o Terlihat kyphotic deformity
setinggi vertebrae
thoracolumbal junction

9
3. Palpasi:
o Kulit dalam batas normal tidak
ada hiperemis, teraba bagian
kyphotic keras, nyeri (+),
hangat (-), fluktuasi (-)
o Pada daerah setinggi Iga ke-
12, teraba nyeri dengan tes
valsava (+)
4. ROM (Range of Motion) :
Motorik Ekstremitas Superior dan
Inferior 5/4 5/4(karena nyeri)
o Vegetatif kesan dalam batas
normal
o Sensasi kesan dalam batas
normal
4. B. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
 Kalsium normal, ureum normal,
kreatinin 1,02, elektroforesis
protein normal, SGOT SGPT
normal, alkali fosfatase menurun,
leukosit normal, CRP normal.
2. Radiologi
Tidak sesuai VV
 Thorax foto : dalam batas normal
 X-Ray vertebra thoracolumbal :
o Terdapat kyphotic deformity
setinggi vertebra thoraco
12/L1
o Fraktur kompresi L1
 BMD (Bone Mineral Density)
T Score : -2,0

Alasan Prioritas:
Karena hal tersebut yang membuat pasien datang ke poli orthopaedi.

10
III. Analisis Masalah
1. Seorang wanita berusia 65 tahun dating ke poli orthopaedi dengan keluhan nyeri
di daerah tulang belakang sejak 3 bulan yang lalu yang dirasajab semakin lama
semakin bertambah. Nyeri terutama dirasakan pada perubahan posisi (duduk ke
berdiri). Nyeri juga dirasakan pada daerah costae (tulang rusuk atau iga)
terutama pada saat batuk atau mengejan sehingga mengganggu pasien pada
waktu bernafas. Nyeri disertai kesemutan di kedua telapak kaki dan pasien
merasa tinggi badannya semakin memendek dan membungkuk. Nyeri tidak
menjalar kearah tungkai bawah.
a. Bagaimana hubungan jenis kelamin dan usia pada kasus?
Wanita diketahui memiliki risiko terkena osteoporosis lebih tinggi secara
signifikan dibanding pria. Setengah (50%) dari wanita paska menopause akan
mengalami fraktur akibat osteoporosis selama sepanjang sisa hidupnya. 25%
dari angka tersebut akan mengalami deformitas vertebra, dan 15% akan
mengalami fraktur hip.10 Sementara itu pada pria >50 tahun, 21% nya akan
mengalami fraktur terkait osteoporosis. Laki-laki memiliki prevalensi yang
lebih tinggi terhadap kejadian osteoporosis sekunder, dimana 45-60% dari
jumlah tersebut adalah akibat hipogonadisme, alkoholisme, ataupun kelebihan
glukortikoid. Hanya 35-40% kejadian osteoporosis pada pria merupakan kasus
primer. Secara umum perbandingan kejadian osteoporosis pada wanita dan pria
adalah 4:1.

b. Apa saja yang dapat menyebabkan nyeri di daerah tulang belakang secara
umum?
a) Low back pain traumatik
Lesi traumatik dapat disamakan dengan lesi mekanik. Pada daerah
punggung bawah, semua unsur susunan neuromuskoletal dapat terkena
oleh trauma. LBP ini dibagi 2 menjadi :
- Trauma pada unsur miofasial
Setiap hari banyak orang mendapat trauma miofasial, mengingat
banyaknya pekerja kasar yang gizinya kurang baik dengan kondisi
kesehatan badan yang kurang optimal. Juga di kalangan sosial yang
serba cukup atau berlebihan keadaan tubuh tidak optimal karena
kegemukan, terlalu banyak duduk dan terlalu kaku karena tidak
mengadakan gerakan-gerakan untuk mengendurkan ototnya.
11
- Trauma pada komponen keras
Akibat trauma karena jatuh fraktur kompresi dapat terjadi di
vertebrata torakal bawah atau vertebra lumbal atas. Fraktur
kompresi dapat terjadi juga pada kondisi tulang belakang yang
patalogik. Karena trauma yang ringan (misal jatuh terduduk dari
kursi pendek), kolumna vertebralis yang sudah osteoporotik mudah
mendapat fraktur kompresi.
b) Low back pain akibat proses degeneratif
- Spondilosis
Perubahan degeneratif pada vertebra lumbo sakralis dapatterjadi
pada corpus vertebra berikut arcus dan processus artikularis serta
ligamenyang menghubungkan bagian-bagian ruas tulang belakang
satu dengan yang lain. Pada proses spondilosis terjadi rarefikasi
korteks tulang belakang, penyempitan discus dan osteofit-osteofit
yang dapat menimbulkan penyempitan dari foramina
intervetebralis.
- Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
Perubahan degeneratif dapat juga mengenai annulus fibrosus discus
intervertebralisyang bila pada suatu saat terobek dapat disusul
dengan protusio discus intervertebralis yang akhirnya
menimbulkan hernia nukleus pulposus (HNP). HNP paling sering
mengenai discus intervertebralis L5-S1 dan L4-L5.
- Osteoatritis
Unsur tulang belakang lain yang sering dilanda proses degeneratif
ialah kartilago artikularis nya, yang dikenal sebagai osteoatritis.
Pada osteoatritis terjadi degenerasi akibat trauma kecil yang terjadi
berulang-ulang selama bertahun-tahun. Terbatasnya pergerakan
sepanjang columna vertebralis pada osteoartritis akan
menyebabkan tarikan dan tekanan pada otot atau ligamen pada
setiap gerakan sehingga menimbulkan nyeri punggung bawah.
c) Low back pain akibat penyakit inflamasi
- Artritis rematoid
Artritis rematoid termasuk penyakit autoimun yang menyerang
persendian tulang. Sendi yang terjangkit mengalami peradangan,
sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan kemudian sendi
12
mengalami kerusakan. Akibat sinovitis(radang pada sinovium) yang
menahun, akan terjadi kerusakan pada tulang rawan, sendi, tulang,
tendon, dan ligamen di sendi.
- Spondilitis angkilopoetika
Kelainan pada artikus sakroiliaka yang merupakan bagian dari
poliartritis rematoid yang juga didapatkan di tempat lain. Rasa
nyeri timbul akibat terbatasnya gerakan pada kolumna vertebralis ,
artikulus sakroiliaka, artikulus kostovertebralis dan penyempitan
foramen intervertebralis.
d) Low back pain akibat gangguan metabolisme
Osteoporosis merupakan satu penyakit metabolik tulang yang ditandai
oleh menurunnya massa tulang, oleh karena berkurangnya matriks dan
mineral tulang disertai dengan kerusakan mikro arsitektur dari jaringan
tulang,Nyeri punggung bawah pada orang tua dan jompo, terutama
kaum wanita, seringkali disebabkan oleh osteoporosis. Sakitnya
bersifat pegal. Nyeri yang tajam atau radikular merupakan keluhan.
Dalam hal itu terdapat fraktur kompresi yang menjadi komplikasi
osteoporosis tulang belakang.
e) Nyeri Punggung Bawah Akibat Neoplasma
- Tumor benigna
Osteoma osteoid yang bersarang di pedikel atau lamina
vertebradapat mengakibatkan nyeri hebat yang dirasakan terutama
pada malam hari. Hemangioma merupakan tumor yang berada di
dalam kanalis vertebralis dan dapat membangkitkan nyeri
punggung bawah. Meningioma merupakan suatu tumor intadural
namun ekstramedular. Tumor ini dapat menjadi besar sehingga
menekanpada radiks-radiks. Maka dari itu tumor ini seringkali
membangkitkan nyeri hebat pada daerah lumbosakral.
- Tumor maligna
Tumor ganas di vertebra lumbosakralis dapat bersifat primer dan
sekunder. Tumor primer yang sering dijumpai adalah mieloma
multiple. Tumor sekunder yaitu tumor metastatik mudah bersarang
di tulang belakang, oleh karena tulang belakang kaya akan
pembuluh darah. Tumor primernya bisa berada di mamae, prostate,
ginjal, paru dan glandula tiroidea.
13
f) Low back pain sebagai Referred Pain
Walaupun benar bahwa nyeri punggung bawah dapat dirasakan
seorang penderita ulkus peptikum, pankreatitis, tumor lambung,
penyakit ginjal dan seterusnya, namun penyakit penyakit visceral
menghasilkan juga nyeri abdominal dengan manifestasi masing-
masing organ yang terganggu. LBP yang bersifat referred pain
memiliki ciri khas yaitu :
 Nyeri hanya dirasakan berlokasi di punggung bawah.
 Daerah lumbal setempat tidak memperlihatkan tanda-tanda
abnormal, yakni tidak ada nyeri tekan, tidak ada nyeri gerak,
tidak ada nyeri isometrik dan modalitas punggung tetap
baik. Walaupun demikian sikap tubuh mempengaruhi
bertambah atau meredanya referred pain.
 Dalam tahap klinis dan selanjutnya, penyakit
visceraldidapatkan adanya keadaan patologik melalui
manifestasi gangguan fungsi dan referred pain di daerah
lumbal.
g) Low back pain psikogenik
Beban psikis yang dirasakan berat oleh penderita, dapat pula
bermanifestasi sebagai nyeri punggung karena menegangnya otot-otot.
Nyeri punggung bawah karena problem psikogenik misalnya
disebabkan oleh histeria, depresi, atau kecemasan. Nyeri punggung
bawah karena masalah psikogenik adalah nyeri punggung bawah yang
tidak mempunyai dasar organik dan tidak sesuai dengan kerusakan
jaringan atau batas-batas anatomis, bila ada kaitan nyeri punggung
bawah dengan patologi organik maka nyeri yang dirasakan tidak sesuai
dengan penemuan gangguan fisiknya.
h) Infeksi
Infeksi dapat dibagi ke dalam akut dan kronik. Nyeri punggung bawah
yang disebabkan infeksi akut misalnya kuman pyogenik (stafilokokus,
streptokokus). Nyeri punggung bawah yang disebabkan infeksi kronik
misalnya spondilitis TB.

14
c. Apa saja yang dapat menyebabkan nyeri di daerah costae secara umum?
a) Kelainan kulit
Nyeri daerah dada dapat disebabkan sebatas kelainan kulit dada. Infeksi
pada kulit, jerawat, atau bisul dapat menimbulkan rasa nyeri. Kelainan kulit
lainnya dengan gejala utama nyeri adalah penyakit herpes. Jenis herpes
tertentu menyerang kulit dan hanya pada satu sisi saja (sisi kiri saja atau
sisi kanan saja). Biasanya nyeri akibat kelainan kulit memiliki sensasi
tajam, seperti ditusuk-tusuk. Letak nyeri akan mudah ditunjuk oleh satu jari
dan biasanya tampak adanya kelainan pada kulit yang mudah ditemukan.
b) Muscle spasm
Lapisan setelah kulit adalah otot. Tegang otot atau muscle spasm dapat
terjadi tiba-tiba, menimbulkan rasa nyeri pada dada, dan berlangsung
dalam hitungan menit atau hilang-timbul hingga berhari-hari. Muscle
spasm adalah penyebab nyeri dada yang paling sering disangka oleh kita
sebagai nyeri dada akibat jantung. Muscle spasm dapat timbul setelah
olahraga maupun setelah aktivitas fisik sehari-hari, seperti mengangkat
barang. Muscle spasm juga sering dialami oleh anak-anak yang aktif. Nyeri
dada yang ditimbulkan oleh otot biasanya dapat dilokalisasi. Orang
tersebut akan mudah menunjukkan lokasinya dengan hanya satu jarinya.
Nyeri akibat otot berubah-ubah intensitasnya oleh gerakan tubuh. Nyeri
terkadang terasa lebih sakit pada suatu gerakan atau posisi tertentu, misal
nyeri bertambah sakit saat mengangkat lengan kiri, saat menarik napas
dalam-dalam, dan sebagainya. Sifat nyerinya juga tajam, sensasi seperti
ditusuk-tusuk.
c) Memar tulang
Memar tulang atau dalam bahasa medis disebut kontusio tulang juga
merupakan penyebab tersering nyeri dada. Memar tulang umumnya terjadi
akibat terkena pukulan atau trauma langsung pada dinding dada. Tulang
yang sering mengalami memar di dada ialah tulang rusuk. Sifat nyeri yang
disebabkan oleh tulang mirip dengan nyeri karena otot. Nyeri akan terasa
bertambah saat bagian memar tersebut ditekan.
d) Penyakit paru-paru
Hampir semua penyakit pada paru-paru, seperti TBC, radang paru,
bronkitis, memar paru, tumor paru, dapat menimbulkan gejala nyeri dada.
Nyeri biasanya bersifat tumpul dan tidak terlokalisasi, seperti halnya nyeri
15
akibat jantung. Namun, nyeri akibat paru-paru tidak diiringi gejala simpatis
(berkeringat dingin, laju jantung cepat, mual, muntah). Umumnya nyeri
dada akibat paru-paru tidak berdiri sendiri, melainkan bersama gejala
penyakit paru-paru lainnya, seperti batuk, demam, dan sesak napas.
e) Diseksi aorta
Diseksi aorta juga merupakan kondisi khusus dengan karaktersitik nyeri
yang mirip dengan nyeri akibat jantung. Aorta sebenarnya adalah bagian
dari jantung yang merupakan pembuluh darah besar yang berfungsi
menyaluran darah keluar dari jantung. Diseksi aorta ialah adanya robekan
pada aorta dan ancaman terputusnya pembuluh darah aorta. Keadaan ini
dapat diakibatkan benturan dari luar, tekanan darah yang sangat tinggi, atau
kondisi dimana dinding pembuluh darah aorta orang tersebut tipis. Ciri
khas nyeri dada akibat diseksi aorta ialah sensasi nyeri yang sangat berat,
seperti teriris pisau. Nyeri biasanya dirasakan pada dada kiri bagian atas.
Orang yang mengalami diseksi aorta akan tampak lemas, berdebar-debar,
berkeringat dingin, gelisah, hingga pingsan. Bila diukur, tekanan darah
akan turun. Untuk menegakkan diagnosis diseksi aorta harus dilakukan
foto radiologi dada.
f) Maag
Lambung, organ tubuh penyebab sakit maag, terletak tepat di bawah
jantung dan paru-paru kiri. Tidak hanya di ulu hati, sering kali sakit maag
menimbulkan rasa sakit hingga di dada. Data menunjukkan bahwa maag
merupakan salah satu penyakit yang gejalanya sering kali dianggap
penderita sebagai sakit jantung. Sebuah penelitian memperlihatkan 30-40
persen pasien yang berobat dengan keluhan nyeri dada ternyata diakibatkan
oleh sakit maag. Sensasi yang paling umum dirasakan adalah rasa terbakar
dan panas di dada bagian tengah. Keluhan tersebut muncul akibat produksi
asam lambung yang meningkat hingga asam lambung naik ke atas. Asam
lambung tersebut mengiritasi saluran makan di daerah dada sehingga
menimbulkan rasa panas di dada. Maag juga menimbulkan rasa mual yang
juga bisa ditemukan pada nyeri dada akibat jantung. Namun, bila keluhan
disertai gejala lambung lainnya, seperti sering bersendawa, perut terasa
kembung, begah, dan keluhan membaik setelah konsumsi obat maag, maka
kemungkinan besar rasa dada terbakar tersebut berasal dari sakit maag.
g) Penyakit pada payudara
16
Pada wanita terdapat organ payudara pada dada. Organ payudara tak jarang
menjadi sumber dari rasa nyeri di dada. Pada beberapa wanita, bila sedang
menstruasi payudara akan terasa sakit hingga ke dalam dada. Sejumlah
penyakit lain pada payudara, seperti infeksi, sumbatan saluran susu, tumor
dapat menyebabkan nyeri hingga ke dada. Namun, biasanya nyeri hanya
terlokalisasi di sekitar parudara yang dengan penekanan akan terasa lebih
sakit.

d. Apa saja yang dapat menyebabkan nyeri di telapak kaki secara umum?
a) Plantar faciitis
Plantar faciitis merupakan kondisi di mana plantar fasia (lapisan tebal yang
terletak di sepanjang telapak kaki dan menghubungkan tulang tumit ke
telapak kaki bagian depan) mengalami peradangan. Peradangan dapat
dipicu oleh beberapa faktor, seperti penuaan, kehamilan, obesitas, serta
kegiatan sehari-hari yang banyak melibatkan penggunaan kaki untuk
berjalan, lari, atau berdiri.
b) Metatarsalgia
Alasan kenapa telapak kaki sakit juga bisa dipicu oleh metatarsalgia.
Singkatnya, kondisi medis ini dipicu oleh meradang atau membengkaknya
telapak kaki (metatarsal) akibat bantalan lemak yang berkurang hingga
kebiasaan mengenakan sepatu yang terlalu sempit.
c) Gout arthritis
Gout arthritis mengacu peradangan pada sendi yang diakibatkan oleh
menumpuknya kristal asam urat. Umumya, penyakit ini ditandai oleh
beberapa gejala, seperti telapak kaki yang terasa sakit serta timbulnya
sensasi panas pada persendian.
d) Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis, atau dikenal juga dengan istilah rematik, merupakan
penyakit auto-imun yang ditandai dengan meradangnya persendian di kaki
dan tangan.
e) Tegang otot atau keseleo
Alasan kenapa telapak kaki sakit yang lain adalah karena otot yang terlalu
tegang, atau keseleo. Pada wanita, biasanya dua hal ini disebabkan oleh
penggunaan sepatu hak tinggi yang terlalu sering.
f) Kapalan

17
Kapalan merupakan reaksi alami tubuh untuk melindungi telapak kaki
akibat terlalu sering bergesekan dengan sepatu. Caranya adalah dengan
memproduksi lapisan kulit yang tebal dan keras.

e. Bagaimana makna pasien merasa tinggi badan memendek dan membungkuk?


Kelemahan struktur tulang belakang menyebabkan perubahan sudut tulang
yang nampak seperti “kyphosis” yang progresif akan menimbulkan penurunan
tinggi badan.
Berkurangnya massa tulang  kerapuhan tulang  merununkan keseluruhan
integritas dari vertebra dengan pengurangan densitas dari pusat tulang
kanselus pada vertebra  kompresi pada bagian depan corpus vertebralis
yang tertekan dan membentuk patahan irisan  perubahan bentuk tulang
belakang  penurunan tinggi badan

f. Apa makna nyeri disertai kesemutan di kedua telapak kaki serta bagaimana
mekanismenya?
Nyeri dan kesemutan pada pasien merupakan hasil dari kerusakan atau
kompresi pada saraf tibialis posterior. Hal ini ditunjukan oleh saat pemeriksaan
fisik pasien datang menggunakan kursi roda bermakna telah terjadi parasthesia
( namun masih ada kekuatan motorik). Kompresi langsung terhadap nervus
tibialis posterior menyebabkan neuropatic pain pada pasien ditandai dengan
kelemahan pada tonus, parastesia, nyeri dengan karakter tajam,menusuk,dan
seperti tersetrum. Biasanya tidak ada penyebaran karena sesuai inervasi saraf
perifer mana yang terganggu.

g. Mengapa nyeri tidak menjalar ke arah tungkai bawah?


Nyeri tidak menjalar ke arah tungkai bawah kemungkinan karena tidak
timbulnya nyeri radikuler. Hal ini bisa terjadi karena jaras saraf masih baik,
atau adanya gangguan namun masih terlalu kecil untuk timbulnya suatu nyeri
menjalar. Selain itu nyeri tidak menjalar dapat dikarenakan masalah yang
timbulnya tidak terjadi pada dermatome yang mempersarafi bagian tungkai
bawah.

18
h. Bagaimana patofisiologi nyeri pada kasus?
Nyeri dimediasi oleh nosiseptor, neuron sensorik periferal khusus yang
mengingatkan kita terhadap rangsangan yang berpotensi merusak kulit dengan
mentransduksi rangsangan ini menjadi sinyal listrik yang diteruskan ke pusat
otak yang lebih tinggi. Nociceptor adalah neuron somatosensori primer
pseudo-unipolar dengan tubuh neuronalnya yang terletak di dorsal root
ganglion. Mereka adalah bifurcate axon: cabang perifer menginervasi kulit dan
cabang sentral sinaps pada neuron orde kedua di dorsal horn medula spinalis.
Neuron orde kedua memproyeksikan ke mesencephalon dan thalamus, yang
pada gilirannya terhubung ke somatosensori dan kortikal cingulate anterior
untuk memandu masing-masing fitur sensori-diskriminatif dan afektif-kognitif
nyeri. dorsal root ganglion adalah situs utama integrasi informasi
somatosensori dan terdiri dari beberapa populasi interneuron yang membentuk
jalur penghambatan dan fasilitasi yang menurun, mampu memodulasi transmisi
sinyal nosiseptif. Jika stimulus berbahaya tetap ada, proses sensitisasi perifer
dan sentral dapat terjadi, mengubah nyeri dari akut menjadi kronis. Sensitisasi
sentral ditandai dengan peningkatan rangsangan neuron dalam sistem saraf
pusat, sehingga input normal mulai menghasilkan respons abnormal. Ini
bertanggung jawab untuk allodynia taktil, yaitu rasa sakit yang ditimbulkan
oleh menyikat kulit secara ringan, dan untuk penyebaran nyeri hipersensitivitas
di luar area kerusakan jaringan. Sensitisasi sentral terjadi pada sejumlah
gangguan nyeri kronis, seperti gangguan temporomandibular, Lower back
pain, osteoartritis, fibromyalgia, sakit kepala, dan epicondylalgia lateral.
Meskipun peningkatan pengetahuan tentang proses yang mengarah ke
sensitisasi pusat, masih sulit untuk diobati. Sensitisasi perifer dan sentral
memiliki peran penting dalam kronifikasi lower back pain. Faktanya,
perubahan minimal pada postur dapat dengan mudah mendorong peradangan
jangka panjang pada persendian, ligamen, dan otot yang terlibat dalam
stabilitas kolom punggung bawah, berkontribusi pada sensitisasi perifer dan
sentral. Selain itu, sendi, cakram, dan tulang dipersarafi oleh serat delta yang
stimulasi berkelanjutannya dapat dengan mudah berkontribusi pada sensitisasi
sentral.

19
i. Apa makna nyeri dirasakan pada saat perubahan posisi, batuk dan mengejan?
Menandakan adanya fraktur kompresi yang menyebabkan nyeri pada saat
perubahan posisi, batuk, dan mengejan.

j. Mengapa nyeri semakin lama semakin bertambah?


Osteoporosis adalah silent disease, dimana penyakit ini tidak memberikan
gejala selama proses berlangsung. Gejala yang timbul pada pasien osteoporosis
baisnaya merupakan gejala dari komplikasi yang ditimbulkan dari fraktur.

2. Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai 4 orang anak dan
telah mengalami menopause 5 tahun yang lalu. Riwayat trauma, demam dan
operasi sebelumnya disangkal. Riwayat konsumsi obat rheumatic atau konsumsi
obat yang lama juga disangkal.
a. Bagaimana makna dari pasien adalah seorang ibu rumah tangga?
Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga berisiko tiga kali lebih tinggi untuk
mengonsumsi kalsium di bawah kecukupan yang dianjurkan dibandingkan
wanita yang tidak hanya sebagai ibu rumah tangga, selain itu ibu rumah tangga
juga berisiko tinggi mengalami osteoporosis karena memiliki indeks massa
tubuh yang rendah dan jumlah paritas lebih dari atau sama dengan tiga.

b. Bagaimana hubungan menopause dengan keluhan yang dialami?


Setelah menopause, terjadi penurunan produksi estrogen oleh ovarium, maka
resorpsi tulang akan meningkat, terutama dekade awal pasca menopause,
sehingga insiden fraktur meningkat, terutama fraktur vertebra dan fraktur
radius distal. Estrogen berperan dalam menurunkan produksi berbagai sitokin
oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononuklear seperti IL-1, IL-6 dan
TNF alfa yang berperan meningkatkan kerja osteoklas, estrogen juga
meningkatkan sekresi TGF beta, yang merupakan satu-satunya faktor
pertumbuhan yang merupakan mediator untuk menarik sel osteoblas ke tempat
lubang yang sudah diresorpsi oleh osteoklas. Dengan demikian penurunan
kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin
tersebut, sehingga aktifitas osteoklas meningkat dan menurunkan sekresi TGF
beta, sehingga aktifitas osteoblas menurun.
Selain itu, estrogen mempengaruhi proses diferensiasi, aktivasi, maupun
apoptosi dari osteoklas. Dalam diferensiasi dan aktivasinya estrogen menekan
20
ekspresi RANK-L, M-CSF dari sel stroma osteoblas, dan mencegah terjadinya
ikatan kompleks antara RANK-L dan RANK, dengan memproduksi OPG,
yang berkompetisi dengan RANK. Sehingga penurunan estrogen akan
menyebabkan peningkatan RANK-L dan M-CSF yang juga akan
meningkatkan aktifitas dari osteoklas.
Penurunan kadar estrogen akan memacu aktivitas remodeling tulang yang
makin tidak seimbang karena osteoblast tidak dapat mengimbangi kerja
osteoklas, sehingga massa tulang akan menurun dan tulang menjadi
osteoporotik.

c. Penyakit apa yang paling sering muncul pada pasien yang sudah mengalami
menopause?
a) Diabetes
Estrogen rendah dapat meningkatkan resistensi insulin dan memicu keinginan
untuk makan dapat menyebabkan kenaikan berat badan, sehingga besar
kemungkinan untuk menderita diabetes. Pasien akan lebih rentan terkena diabetes
jika sudah memiliki faktor keturunan untuk diabetes, riwayat Polycystic Ovary
Syndrome (yang berhubungan dengan resistensi insulin), diabetes gestasional, atau
memiliki berat badan berlebih. American Diabetes Association
merekomendasikan agar para wanita melakukan tes kesehatan secara rutin setiap 3
tahun, dimulai pada usia 45 tahun, terutama jika kelebihan berat badan.
b) Kondisi autoimun
Wanita lebih mungkin menderita gangguan autoimun dibandingkan dengan laki-
laki, dan wanita menopause sangat rentan terkena kondisi tersebut. Risiko
pengembangan penyakit autoimun seperti lupus, rheumatoid arthritis, penyakit
Graves, scleroderma, dan tiroiditis meningkat pasca menopause, menurut sebuah
studi dalam jurnal Expert Review of Obstetrics and Gynecology, meskipun
alasannya tidak jelas. Meski para ahli ahli tidak tahu pasti mengapa, namun
penelitian baru-baru ini berfokus kepada subset sel imun yang memompa keluar
antibodi, dan mengikat serta menyerang jaringan tubuh. Hasilnya, menurut sebuah
studi tahun 2011, telah ditemukan kadar yang lebih tinggi pada tikus betina dan
pada orang dengan penyakit autoimun.
c) Nyeri sendi
Menurut North American Menopause Society, sendi yang kaku dan pegal akan
terjadi seiring dengan penuaan, namun keluhan ini cenderung dialami oleh orang
pasca menopause. Inflamasi yang disebabkan oleh perubahan hormon bisa
menjadi penyebabnya. Estrogen memiliki efek anti-inflamasi, sehingga ketika
21
tubuh kekurangan estrogen akan timbul respon inflamasi yang lebih besar.
Hubungan antara estrogen dan inflamasi telah dinyatakan dalam studi, sehingga
terapi penggantian hormon akan dapat meringankan nyeri sendi.
d) Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Estrogen memainkan peran yang cukup besar pada sistem kandung kemih, dengan
mempertahankan elastisitas jaringan dan memperkuat sel-sel dinding kandung
kemih untuk mencegah bakteri keluar. Jadi, ketika estrogen berkurang, Anda
mungkin dapat mengalami gejala kencing tertentu, termasuk risiko yang lebih
tinggi dari ISK. Sebuah studi tahun 2013 dari Washington University School of
Medicine, menegaskan bahwa ISK lebih umum terjadi setelah menopause, dengan
¼ wanita mengalami infeksi berulang.
e) Penyakit jantung dan pembuluh darah
Ketika kadar estrogen menurun, risiko mengidap penyakit jantung akan semakin
meningkat. Penyakit jantung adalah penyebab utama kematian pada wanita
maupun pria. Jadi, penting untuk mendapatkan latihan rutin, makan makanan
yang sehat, dan menjaga berat badan normal.
f) Atrofi vagina
Tanpa estrogen, ada kemungkinan dapat mengalami penipisan, pengeringan, dan
radang pada dinding vagina, atau disebut sebagai atrofi vagina. Gejala yang
terjadi termasuk vagina terasa panas, gatal, dan seks terasa menyakitkan,
ditambah lagi urgensi buang air kecil dan buang air kecil terasa menyakitkan.
g) Inkontinensia urin
Ketika jaringan vagina dan uretra kehilangan elastisitas, akan timbul kemungkin
untuk sering mengalami dorongan kuat buang air kecil secara tiba-tiba. Hal itu
biasanya diikuti dengan keluarnya urin tanpa kendali (inkontinensia urin), atau
keluarnya urin saat batuk, tertawa atau mengangkat sesuatu (stres inkontonensia).
h) Penyakit gusi
Karena kadar estrogen menurun selama satu dekade pasca menopause,
wanita cenderung akan kehilangan tulang, termasuk gigi mereka. Hal itu
dapat berisiko tinggi untuk penyakit gusi yang parah, dan dapat kehilangan
gigi jika tidak diobati. Menurut penelitian, kadar estrogen yang lebih
rendah dapat menyebabkan perubahan inflamasi pada tubuh yang dapat
menyebabkan radang gusi, suatu keadaan awal penyakit gusi.

d. Apa makna dari riwayat trauma, demam dan operasi sebelumnya disangkal?
a) Trauma

22
Trauma pada penderita osteoporosis dapat menyebabkan fraktur di area
tulang yang mengalami Loss Bone Density. Tidak adanya riwayat trauma
menandakan pasien ini mengalami fraktur kompresi bukan disebabakan
oleh trauma.
b) Demam
Demam berhubungan dengan adanya sitokin pro-inflamasi. Dalam
remodeling tulang, sitokin (IL-1, TNF) menjadi faktor yang dapat
mempengaruhi kerja osteoblas maupun osteokla sehingga demam dapat
menjadi penyebab terjadinya Loss Bone Density akibat inflamasi. Tidak
adanya riwayat demam menandakan bahwa peningkatan sitokin-sitokin
yang mempengaruhi Loss Bone Density pada pasien ini bukan karena
demam (Osteoporosis akibat inflamasi disagkal)
c) Operasi
Tidak adanya riwayat operasi menandakan pasien ini mangalami keluhan
tanpa pengaruh dari operasi. Tindakan operasi abdomen dapat
mempercepat proses berkurangnya massa tulang. Operasi abdomen dapat
menyebabkan Loss Bone Density karena penyerapan kalsium berkurang di
usus.
e. Apa makna riwayat konsumsi obat rheumatic atau konsumsi obat yang lama
disangkal?
Untuk menyingkirkan salah satu etiologinya adalah penyakit rheumatic dan
ada beberapa golongan obat yang meningkatkan hilangnya matriks tulang
seperti kortikosteroid dan antikonvulsan.

3. Pemeriksaan Fisik:
 Status generalis: dalam batas normal, dengan skala nyeri 7-8
 Status lokalis:
1) Gait:
k. Pada waktu berdiri dan berjalan
l. Penderita duduk dikursi roda
2) Inspeksi:
m. Terlihat kyphotic deformity setinggi vertebrae thoracolumbal
junction
3) Palpasi:

23
n. Kulit dalam batas normal tidak ada hiperemis, teraba bagian
kyphotic keras, nyeri (+), hangat (-), fluktuasi (-)
o. Pada daerah setinggi Iga ke-12, teraba nyeri dengan tes valsava
(+)
4) ROM (Range of Motion) : Motorik Ekstremitas Superior dan Inferior
5/4 5/4(karena nyeri)
p. Vegetatif kesan dalam batas normal
q. Sensasi kesan dalam batas normal
a. Bagaimana interpretasi dari status generalis?
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Interpretasi
Status Generalis Dalam batas normal Normal
Skala Nyeri 7–8 Severe Pain

b. Bagaimana interpretasi dari status lokalis?


Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Interoretasi
Pada waktu berdiri dan berjalan
Gait Abnormal
Penderita duduk dikursi roda
Terlihat kyphotic deformity setinggi
Inspeksi Abnormal
vertebrae thoracolumbal junction
Kulit dalam batas normal tidak ada
Normal
hiperemis
Nyeri (+) Abormal
Teraba bagian kyphotic
Palpasi Hangat (-) Normal
keras
Fluktuasi (-) Normal
Pada daerah setinggi Iga ke-12, teraba
Abnormal
nyeri dengan tes valsava (+)
ROM (Range Motorik Ekstremitas Superior dan
Abnormal
of Motion) Inferior 5/4 5/4(karena nyeri)
Vegetatif kesan dalam batas normal Normal
Sensasi kesan dalam batas normal Normal

24
c. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari status lokalis?
- Nyeri disebabkan oleh fraktur pada kompresi L1 yang telah mengalami
osteoporosis. Fraktur mengakibatkan terangsangnya saraf nyeri di sekitar
area tulang yang fraktur sehingga terasa nyeri.
- Penderita duduk di kursi roda karena nyeri yang menghambat mobilisasi pasien.
- Deformitas kifosis
Dengan adanya penekanan/ kompresi yang berlangsung lama
menyebabkan jaringan terputus akibatnya daerah disekitar fraktur
dapat mengalami edema atau hematoma. Kompresi akibatnya sering
menyebabkan iskemia otot. Gejala dan tanda yang menyertai
peningkatan tekanan kompartemental mencakup nyeri, kehilangan
sensasi dan paralisis. Hilangnya tonjolan tulang yang normal,
pemendekan atau pemanjangan tulang dan kedudukan yang khas
untuk dislokasi tertentu menyebabkan terjadinya perubahan bentuk
(deformitas).
- Kifotik: Keras (+) & Nyeri (+)
Keras karena tonjolan tulang, dan nyeri karena tempat terjadinya fraktur.
- Motorik ekstremitas superior dan inferior: 5/4 dan 5/4: karena nyeri

d. Bagaimana cara pemeriksaan skala nyeri?


Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan
oleh seseorang, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual.Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin
adalah menggunakan respons fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri,
namun pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran
pasti tentang nyeri itu sendiri.Penatalaksaan nyeri memerlukan penilaian dan
usaha yang cermat untuk memahami pengalaman nyeri pasien.Pasien dapat
menunjukan lokasi nyeri dengan menunjuk bagian tubuh atau menandakannya
di gambaran tubuh manusia. Pengukuran intensitas nyeri menunjukan tingkat
nyeri post operasi secara teratur. Pengukuran ini penting untuk menyusun
program penghilangan nyeri pasca operasi. Derajat nyeri dapat diukur dengan
berbagai macam cara yang sering digunakan untuk menilai intensitas nyeri
pasien adalah skala numerik dan skala verbal. Skala numerik terdiri dari dua
bentuk yaitu verbal dan tulisan.
o Verbal Descriptive Scale (VDS)
25
Verbal Descriptive Scale merupakan pengukuran derajat nyeri yang
sering digunakan. VDS merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga
sampai lima kata yang mendeskripsikan perasaan nyeri, tersusun
dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Kata-kata yang digunakan
untuk mendeskripsikan tingkat nyeri di urutkan dari tidak terasa nyeri
sampai nyeri yang tidak tertahankan

o Faces Pain Rating Scale


Skala penilaian wajah biasanya digunakan untuk mengukur intensitas
nyeri pada anak-anak. Foto wajah seorang anak yang menunjukkan
rasa tidak nyaman dirancang sebagai petunjuk untuk memberi
pengertian kepada anak-anak sehingga dapat memahami makna dan
tingkat keparahan nyeri.Skala tersebut terdiri dari enam wajah dengan
profil kartun yang menggambarkan wajah dari mulai gambar wajah
yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri) kemudian secara bertahap
meningkat menjadi wajah kurang bahagia (sangat nyeri).Saat ini para
peneliti mulai menggunakan skala wajah ini pada orang-orang dewasa
atau pasien yang kesulitan dalam mendeskripsikan intensitas nyerinya,
dan orang dewasa yang memiliki gangguan kognitif.

o Visual Analog Scale (VAS)


Skala numerik merupakan alat bantu pengukur intensitas nyeri pada
pasien yang terdiri dari skala horizontal yang dibagi secara rata
menjadi 10 segmen dengan nomor 0 sampai 10. Pasien diberi
pengertian yang menyatakan bahwa angka 0 bermakna intensitas nyeri
yang minimal (tidak ada nyeri sama sekali) dan angka 10 bermakna
nyeri yang sangat (nyeri paling parah yang dapat mereka bayangkan).
Pasien kemudian dimintai untuk menandai angka yang menurut

26
mereka paling tepat dalam mendeskripsikan tingkat nyeri yang dapat
mereka rasakan pada suatu waktu.

e. Bagaimana cara pemeriksaan tes valsava?


Pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien duduk kemudian pasien diminta
mengejan dan menahan nafas. Tes dinyatakan positif bila muncul nyeri
radikuler. Hasil dari pemeriksaan positif.

f. Bagaimana cara pemeriksaan ROM?


Pemeriksaan Range of motion hip joint dan knee joint
a. Tujuan pemeriksaan : Untuk menilai gerak aktif dan pasif organ gerak
b. Prosedur Pemeriksaan
1) Pemeriksa mencuci tangan dan melengkapi diri dengan alat
perlengkapan diri
2) Apabila baju pasien menghalangi jalnannya proses pemeriksaan,
minta pasien untuk menyingkapkan bajunya.
3) Pasien diminta untuk berbaring atau dalam posisi supinasi
4) Kemudian lakukan pemeriksaan gerakan aktif (pemeriksa meminta
pasien untuk menggerakan organ gerak sesuai intruksi) dan pasif
(pemeriksa sendiri yang menggerakan organ gerak pasien)
5) Lakukan penilaian berupa:
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Mengerakan tungkai ke
Rentang 90-120°
depan dan atas,
Ekstensi Menggerakan kembali ke
Rentang 90-120°
samping tungkai yang lain,
Hiperekstensi Mengerakan tungkai ke
Rentang 30-50°
belakang tubuh,

27
Abduksi Menggerakan tungkai ke
Rentang 30-50°
samping menjauhi tubuh,
Adduksi Mengerakan tungkai
kembali ke posisi media
Rentang 30-50°
dan melebihi jika
mungkin,
Rotasi dalam Memutar kaki dan tungkai
Rentang 90°
ke arah tungkai lain,
Rotasi luar Memutar kaki dan tungkai
Rentang 90°
menjauhi tungkai lain,
Sirkumduksi Menggerakan tungkai
-
melingkar

4. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
 Kalsium normal, ureum normal, kreatinin 1,02, elektroforesis protein
normal, SGOT SGPT normal, alkali fosfatase menurun, leukosit normal,
CRP normal.
2) Radiologi
 Thorax foto : dalam batas normal
 X-Ray vertebra thoracolumbal :
r. Terdapat kyphotic deformity setinggi vertebra thoraco 12/L1
s. Fraktur kompresi L1
 BMD (Bone Mineral Density) T Score : -2,0
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium?
Pemeriksaan Kasus Normal Interpretasi
8,8 – 10,4
Kalsium Normal Normal
mg/dL
Ureum Normal 6-20 mg/dL Normal
Kreatinin 1,02 mg/dL 0,5-1,1 mg/dL Normal
Elektroforesis protein Normal 2.6-4.6 g/dL Normal
SGOT Normal 8 – 40 IU/L Normal
SGPT Normal 3 – 60 IU/L Normal
Alkali Fosfat ↓ 10 – 32 IU/L Abnormal

28
5000 –
Leukosit Normal Normal
10000/mm3
CRP Normal < 3.0 mg/L Normal

b. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan radiologi?


Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Interpretasi
Thorax photo Dalam batas Normal Normal
Terdapat kyphotic deformity
X-Ray vertebra Abnormal
setinggi vertebra thorako 12/L1
thorakolumbal
Fraktur kompresi L1 Abnormal
BMD (Bone Mineral
T-score: -2,0 (osteopenia) Abnormal
Density)

c. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari penurunan alkali fosfatase?


a) Posmenopausal
Bertambahnya umur  Sekresi GH & IGF-1 Menurun  Fungsi osteoblas
terganggu  Proses formasi menjadi tidak adekuat  Alkali fosfatase
menurun
b) Senile
Penurunan Estrogen  Fusngi osteoblast terganggu  Alkali fosfatase
menurun

d. Bagaimana gambaran dari x-ray vertebra thoracolumbal pada kasus?


Terdapat kyphotic deformity setinggi vertebra thoraco 12/L1 dan fraktur
kompresi L1

29
e. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari pemeriksaan radiologi?
Adanya kyphotic deformity setinggi vertebra thoraco 12/L1 dan fraktur
kompresi L1 disebabkan adanya breaking down bone karena proses
osteoporosis. Terjadinya abnormalitas remodeling tulang di mana resorpsi
tulang melebihi formasi tulang mengakibatkan hilangnya massa tulang.

30
IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan
What I
Learning What I Have How I
What I Know Don’t
Issues to Prove Learn
Know
Definisi
Etiologi
Epidemiologi
Klasifikasi
Patofisiologi
Pemeriksaan Fisik
Osteoporosis Pemeriksaan penunjang - -
Jurnal,
Komplikasi
Textbook,
Tatalaksana,
Internet.
Prognosis
Manifestasi klinis
Pemeriksaan fisik
SKDI
Pemeriksaan Indikasi
Standar Cara pemeriksaan - -
Ortopedi Interpretasi

31
V. Kerangka Konsep

32
VI. Sintesis
1. Osteoporosis
A. Definisi
Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya massa
tulang dan adanya perubahan mikro-arsitektur jaringan tulang yang berakibat
menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang, sehingga
tulang mudah patah. Osteoporosis atau keropos tulang merupakan suatu penyakit
metabolik tulang yang ditandai dengan penurunan kepadatan dan kualitas struktur
tulang yang bersifat progresif. Osteoporosis sering dijuluki “silent thief” mencuri
massa tulang secara diam-diam dan juga “silent disease” menimbulkan gejala bila
penurunan densitas tulang lebih dari 30% dan biasa gejala yang ditimbulkan
berupa fraktur. Seseorang dikatakan osteoporosis, jika T-score hasil pemeriksaan
gold standard-nya yaitu DXA <-2,5.
B. Etiologi
Penyebab primer dari osteoporosis adalah defisiensi estrogen dan perubahan
yang berhubungan dengan penuaan, sedangkan penyebab sekundernya terdapat
predisposisi, seperti:
a. Riwayat keluarga. Riwayat keluarga memengaruhi penyakit ini, pada
keluarga yang mempunyai sejarah osteoporosis, anak-anak yang
dilahirkannya cenderung akan mempunyai penyakit yang sama.
b. Gangguan endokrin, contohnya: hiperparatiroidism, hipogonadism,
hipertiroidism, DM, penyakit Cushing, prolaktinoma, akromegali,
insufisiensi adrenal.
c. Gangguan nutrisi dan gastrointestinal, meliputi: inflamatory bowel
disease, celiac disease, malnutrisi, riwayat pembedahan gastric bypass,
penyakit hati kronis, anoreksia nervosa, vitamin D atau kalsium
defisiensi.
d. Penyakit ginjal, meliput: gagal ginjal kronis dan idiopatik
hiperkalsiuria.
e. Penyakit rheumatic, meliputi: rheumatoid arthritis, ankylosing
spodylitis, lupus eritematus sistemik.
f. Gangguan hematologi, meliputi: multiple myeloma, talasemia,
leukemia, limfoma, hemofilia, sickle cell disease dan mastositosis
disease.
33
g. Gangguan genetik, meliputi: cystic fibrosis, osteogenesis imperfekta,
homocystinuria, sindrom Ehlers-Danlos, sindrom Marfan,
hemokromatosis, hipofosfatasia.
h. Gangguan lain, meliputi: porfiria, sarcoid, imobiliasasi,
kehamilan/laktasi, COPD, nutrisi parenteral, HIV/AIDS.
i. Obat-obatan. Ada beberapa obat yang meningkatkan kehilangan
matriks tulang, seperti: kortikosteroid, antikonvulsan, heparin,
kemoterapetik/obat-obat transplantasi, hormonal/terapi endokrin, litium
dan aromatase inhibitors.
C. Epidemiologi
Secara global, hingga saat ini osteoporosis merupakan penyakit metabolik
tulang yang paling banyak dijumpai, dengan jumlah lebih dari 200 juta orang di
seluruh dunia. Diperkirakan 75 juta penderita osteoporosis ada di Eropa, Amerika,
serta Jepang.10 Prevalensi osteoporosis semakin meningkat sejalan dengan
meningkatnya angka harapan hidup dan populasi usia tua. Usia merupakan salah
satu faktor risiko independen dari osteoporosis dan fraktur osteoporotik (fraktur
akibat trauma ringan). Berdasarkan data dari National Health and Nutrition
Examination Survey (NHANES), prevalensi osteoporosis berdasarkan penurunan
densitas tulang pangkal paha sebesar 4% pada wanita usia 50-59 tahun hingga
44% pada usia 80 tahun keatas. Osteoporosis senilis paling sering dijumpai di usia
> 70 tahun, sedangkan osteoporosis sekunder dapat dijumpai pada usia berapa
saja. Frekuensi osteoporosis paska menopause paling sering dijumpai pada usia
50-70 tahun. Kondisi osteoporosis biasanya tidak disadari secara klinis oleh
pasien hingga terjadinya fraktur. Fraktur pergelangan tangan (Colles fracture)
paling sering terjadi di usia 50-69 tahun, sedangkan fraktur hip lebih sering
dijumpai pada usia > 70 tahun. Risiko osteopororis diketahui lebih tinggi pada
wanita kulit putih (khususnya Eropa Utara) dan Asia. Pada abad selanjutnya,
diperkirakan 50% fraktur hip akan terjadi di Asia. Wanita diketahui memiliki
risiko terkena osteoporosis lebih tinggi secara signifikan dibanding pria. Setengah
(50%) dari wanita paska menopause akan mengalami fraktur akibat osteoporosis
selama sepanjang sisa hidupnya. 25% dari angka tersebut akan mengalami
deformitas vertebra, dan 15% akan mengalami fraktur hip. Sementara itu pada
pria >50 tahun, 21% nya akan mengalami fraktur terkait osteoporosis. Laki-laki
memiliki prevalensi yang lebih tinggi terhadap kejadian osteoporosis sekunder,
dimana 45-60% dari jumlah tersebut adalah akibat hipogonadisme, alkoholisme,
34
ataupun kelebihan glukortikoid. Hanya 35-40% kejadian osteoporosis pada pria
merupakan kasus primer. Secara umum perbandingan kejadian osteoporosis pada
wanita dan pria adalah 4:1.
D. Klasifikasi
a. Osteoporosis Primer
Sekitar 65-80% wanita dan 45-60% pria dengan osteoporosis menderita
osteoporosis primer. Pada wanita dengan fraktur kompresi karena
osteoporosis primer didapat masa tulang kortikal dan trabekular yang kurang.
Jumlah trabekula yang kurang dan pertanda biokimiawi serta histologik
merupakan bukti terjadinya resorpsi tulang yang meningkat dibandingkan
kontrol pada umur yang sama. Hormon estron dan androstendion berkurang
secara bermakna pada wanita dengan osteoporosis, dan hal ini merupakan
sebagian sebab didapatkannya resorpsi tulang yang bertambah banyak dan
pengurangan masa tulang. Absorbsi kalsium pada wanita dengan kondisi ini
menjadi lebih rendah. Osteoporosis primer dibagi lagi menjadi:
- Osteoporosis tipe 1,disebut juga postemenoposal osteoporosis.
Osteoporosis tipe ini bisa terjadi pada dewasa muda dan usia tua, baik
laki-laki maupun perempuan. Pada perempuan usia antara 51-75 tahun
beresiko 6 kali lebih banyak daripada laki-laki dengan kelompok umur
yang sama. Tipe osteoporosis iniberkaitan dengan perubahan hormon
setelah menopause dan banyak dikaitkan dengan patah tulang pada
ujung tulang pengumpil lengan bawah. Pada osteoporosis jenis ini
terjadi penipisan bagian keras tulang yang paling luar (kortek) dan
perluasan rongga tulang.
- Osteoporosis tipe 2, disebut juga senile osteoporosis (involutional
osteoporosis).
Tipe 2 inibanyak ditemui padausiadi atas 70 tahun dan dua kali
lebihbanyak pada wanita dibanding laki-laki pada umur yang sama.
Kelainan pertulangan terjadi pada bagian kortek maupun di bagian
trabikula. Tipe ini sering dikaitkan dengan patah tulang kering dekat
sendi lutut, tulang lengan atas dekat sendi bahu, dan patah tulang paha
dekat sendi panggul. Osteoporosis jenis ini, terjadi karena gangguan
pemanfaatan vitamin D oleh tubuh, misalnya karena keadaan kebal
terhadap vitamin (vit D resisten) atau kekurangan dalam pembentukan

35
vitamin D (vit D synthesa) dan bisa juga disebabkan karena kurangnya
sel-sel perangsang pembentukan vitamin D (vit D reseptor).
b. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder lebih jarang ditemukan, hanya 5% dari seluruh
osteoporosis. Osteoporosis sekunder terdapat pada 20-35% wanita dan 40-
55% pria, dengan gejalanya berupa fraktur pada vertebra dua atau lebih.
Diantara kelainan ini yang paling sering terjadi adalah pada pengobatan
dengan steroid, mieloma, metastasis ke tulang, operasi pada lambung, terapi
antikonvulsan, dan hipogonadisme pada pria. Osteoporosis sekunder ini
disebabkan oleh faktor di luar tulang diantaranya: Karena gangguan hormon
seperti hormon gondok, tiroid, dan paratiroid, insulin pada penderita diabetes
melitus dan glucocorticoid, Karena zat kimia dan obat-obatan seperti
nikotin,rokok,obat tidur, kortikosteroid, alkohol. Penyebab lain seperti
istirahat total dalam waktu lama, pcnyakit gagal ginjal, penyakit hati,
gangguan penyerapan usus, penyakit kanker dan keganasan lain,sarcoidosis,
penyakit sumbatan saluran paru yang menahun, berkurangnya daya tarik
bumi dalam waktu lama seperti pada awak pesawat ruang angkasa yang
berada di luar angkasa sampai berbulan-bulan.
c. Osteoporosis juvenil idiopatik
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya belum diketahui.Hal
ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi
hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki
penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

E. Patofisiologi
a. Osteoporosis tipe I
Setelah menopause, terjadi penurunan produksi estrogen oleh ovarium,
maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama dekade awal pasca
menopause, sehingga insiden fraktur meningkat, terutama fraktur vertebra
dan fraktur radius distal. Estrogen berperan dalam menurunkan produksi
berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononuklear
seperti IL-1, IL-6 dan TNF alfa yang berperan meningkatkan kerja osteoklas,
estrogen juga meningkatkan sekresi TGF beta, yang merupakan satu-satunya
faktor pertumbuhan yang merupakan mediator untuk menarik sel osteoblas ke
tempat lubang yang sudah diresorpsi oleh osteoklas. Dengan demikian
36
penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi
berbagai sitokin tersebut, sehingga aktifitas osteoklas meningkat dan
menurunkan sekresi TGF beta, sehingga aktifitas osteoblas menurun.
Selain itu, estrogen mempengaruhi proses diferensiasi, aktivasi,
maupun apoptosi dari osteoklas. Dalam diferensiasi dan aktivasinya estrogen
menekan ekspresi RANK-L, M-CSF dari sel stroma osteoblas, dan mencegah
terjadinya ikatan kompleks antara RANK-L dan RANK, dengan
memproduksi OPG, yang berkompetisi dengan RANK. Sehingga penurunan
estrogen akan menyebabkan peningkatan RANK-L dan M-CSF yang juga
akan meningkatkan aktifitas dari osteoklas.

b. Osteoporosis tipe II
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab penurunan
fungsi osteoblas pada orang tua, diduga akibat penurunan kadar estrogen dan
IGF-1. Defisiensi kalsium dan vitamin D sering didapatkan pada orang tua,
hal ini dapat disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang,
anoreksia, malabsorbsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Akibat
defisiensi kalsium dapat menyebabkan timbulnya hiperparatiroidisme

37
sekunder yang persisten sehingga akan meningkatkan proses resorpsi tulang
dan kehilangan massa tulang. Aspek nutrisi yang lain adalah defisiensi
protein yang akan menyebabkan penurunan sintesis IGF-1. Defisiensi vitamin
K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan
karboksilasi protein tulang, misalnya osteokalsin.
Aktivitas osteoklas ditandai dengan terjadinya pengeluaran
hidroksiprolin dan piridinolincrosslink melalui kencing, serta asam fosfat
dalam plasma. Hormon paratiroid dan 1,25 (OH)2 vitamin D3 mengaktifkan
osteoklas sedangkan kalsitonin dan estradiol menghambat kerja osteoklas.
Resopsi tulang menyebabkan mobilisasi kalsium dan hal ini menyebabkan
berkurangnya sekresi hormon paratiroid akibatnya pembentukkan 1,25 (OH) 2
vitamin D3 serta absorpsi kalsium oleh usus berkurang.
Defisiensi estrogen juga merupakan masalah yang penting sebagai
salah satu penyebab osteoporosis pada orang tua, baik pria maupun wanita.
Begitu juga dengan kadar testosteron pada pria. Penurunan kadar estradiol di
bawah 40 pMol/L pada pria akan menyebabkan osteoporosis. Dengan
bertambahnya usia, kadar testosteron akan menurun sedangkan kadar sex
hormone binding globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG ini
akan meningkatkan pengikatan estrogen dan progesteron membentuk
komplek yang inaktif. Penurunan hormon pertumbuhan (GH) dan IGF-1, juga
berperan terhadap peningkatan resopsi tulang.
Osteoporosis dapat terjadi pada penggunaan glukokortikoid dalam
jangka yang lama. Sekitar 30-50% pasien dengan terapi glukokortikoid yang
berlebihan akan terjadi keropos tulang. Meskipun dosis harian glukokortikoid
telah digunakan untuk menilai risiko kehilangan massa tulang, kumulatif
dosis kumulatif (dalam gram/ tahun) lebih prediktif untuk tujuan ini. Pasien
dengan dosis kumulatif tinggi ( > 30 g prednison per tahun), memiliki insiden
osteoporosis yang sangat tinggi (78%) dan patah tulang (53%).
Faktor lain yang ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada
lansia adalah faktor genetic dan lingkungan (seperti merokok, alkohol, obat-
obatan, imobilisasi lama). Risiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah
risiko terjatuh lebih tinggi pada orang tua dibandingkan pada orang muda.
F. Manifestasi Klinis

38
Osteoporosis merupakan silent disease, dimana kehilangan massa tulang tidak
disertai gejala dan keluhan. Seseorang tidak akan menyadari bahwa mereka
mengalami osteoporosis hingga mereka jatuh, menabrak sesuatu, atau terpeleset
dan mengalami patah tulang. Akan tetapi, ada beberapa tanda yang harus
diwaspadai, antara lain seperti:
a. Deformitas
b. Nyeri dan memar yang terjadi setelah jatuh, dimana proses jatuh tanpa
terjadi banyak tekanan atau trauma.
c. Sakit punggung yang datang tiba-tiba pada tulang punggung yang
dirasakan walaupun hanya membungkuk untuk meraih sesuatu atau
tergelincir di dalam bak mandi.
G. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tinggi badan, berat badan, gaya berjalan, deformitas tulang, leg-
length inequality, nyeri spinal dan jaringan parut pada leher (bekas operasi tiroid).
Hipokalsemia ditandai oleh iritasi muskuloskeletal, yang berupa tetani. Biasanya
didapati aduksi jempol tangan, fleksi sendi metacarpaphalangeal dan ekstensi
sendi-sendi interphalangeal.
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
o Kadar serum (puasa) kalsium (Ca), fosfat (PO4) dan fosfatase alkali
o Bila ada indikasi, dianjurkan juga untuk melakukan pemeriksaan fungsi
(rutin) tiroid, hati dan ginjal.
o Pengukuran ekskresi kalsium urin 24 jam berguna untuk menentukan
pasien malabsorpsi kalsium (total ekskresi 24 jam kurang dari 100 mg)
dan untuk pasien yang jumlah ekskresi kalsium sangat tinggi (lebih dari
250 mg/24 jam) yang bila diberi suplemen kalsium atau vitamin D atau
metabolismenya mungkin berbahaya.
o Bila dari hasil klinis, darah dan urin diduga adanya hiperparatiroidisme,
maka perlu diperiksa kadar hormon paratiroid (PTH). Bila ada dugaan
ke arah malabsorpsi maka perlu diperiksa kadar 25 OH D.
b. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologis umumnya terlihat jelas apabila telah terjadi
osteoporosis lanjut, atau jika hasil BMD yang diperoleh dari
pemeriksaan dengan menggunakan alat densitometer menunjukkan
positif tinggi. Alat pengukuran BMD dengan metode Dual-Energy X-
39
ray Absorptiometry (DEXA) akan mendapatkan hasil terbaik. Hal ini
dikarenakan pinggul, punggung, atau seluruh tubuh bisa dievaluasi
menggunakan DEXA. Alat ini memberikan hasil pengukuran yang
tepat dan menggunakan radiasi yang sangat kecil. Pemeriksaan
menggunakan DEXA dapat: (1) diperoleh diagnosa osteoporosis, (2)
mendeteksi kekuatan tulang, dan (3) menilai keberhasilan pengobatan
osteoporosis.

Hasil yang didapatkan dari pengukuran BMD dengan DXA adalah


berupa nilai BMD areal dalam satuan gr/cm2, Z-score, dan T-score. Z-
score merupakan perbandingan nilai BMD pasien dengan BMD rata-
rata orang seusia pasien, dinyatakan dalam skor deviasi standard. Z-
score ini tidak banyak digunakan dalam diagnosis osteoporosis karena
banyak didapatkan hasil negatif palsu. Penggunaan Z-score untuk
diagnosis osteoporosis adalah pada anak-anak baik laki-laki maupun
wanita <20 tahun. T-score adalah perbandingan nilai BMD pasien
dengan BMD rata-rata pada orang muda normal, dinyatakan dalam skor
deviasi standard. T-score paling umum digunakan dalam diagnosis
osteoporosis. Menurut WHO, klasifikasi diagnostik osteoporosis ada 4
yaitu normal dengan T- score >-1, osteopenia dengan T-score antara -1
dan -2,5, osteoporosis dengan T- score <-2,5, osteoporosis berat dengan

40
T-score <-2,5 disertai dengan fraktur fragilitas. Hasil dari T-score ini
juga berpengaruh dalam penentuan penatalaksanaan yang diberikan.
c. Pemeriksaan densitometer (Ultrasound)
Pemeriksaan dengan densitometer untuk mengukur kepadatan tulang
(BMD), berdasarkan Standar Deviasi (SD) yang terbaca oleh alat
tersebut. Densitometer merupakan alat test terbaik untuk mendiagnosis
seseorang menderita osteopeni atau osteoporosis, namun tes ini tidak
dapat menentukan cepatnya proses kehilangan massa tulang. Dengan
demikian, jika densitometer ultrasound menunjukkan nilai rendah (T-
score dibawah -2,5), sebaiknya disarankan menggunakan densitometer
X - ray (rontgen).
Penilaian Osteoporosis dengan alat densitometer:
- Kondisi normal: Kepadatan tulang (BMD) antara +1 sampai -1
- Osteopenia: Kepadatan tulang (BMD) antara - 1 sampai -2,5
- Osteoporosis: Kepadatan tulang (BMD) < -2,5.
I. Tatalaksana
Penanganan osteoporosi mencakup 2 hal yakni: (1) Manajemen akut fraktur dan
(2) penanganan penyakit dasar.
(1) Penatalaksanaan Fraktur pada Osteoporosis
Fraktur pinggul hampir selalu memerlukan tindakan operatif agar
pasien bisa berjalan kembali. Prosedur tindakannya dapat berupa
reduksi terbuka dan fiksasi internal (ORIF) dengan menggunakan pins
dan plate, hemiartroplasti, total artroplasti. Prosedur bedah ini diikuti
dengan rehabilitasi intensif, dalam upaya mengembalikan fungsi pasien
pada kondisi pra-fraktur. Fraktur pergelangan tangan biasanya
memerlukan fiksasi internal ataupun eksternal. Fraktur lainnya
(vertebra, iga, pelvis) biasanya ditangani secara suportif tanpa prosedur
ortopode spesifik. Nyeri yang muncul karena fraktur ditangani dengan
pemberian analgesik OAINS dengan atau tanpa asetaminofen, kadang-
kadang ditambah dengan obat golongan narkotik (kodein atau
oksikodon). Injeksi perkutaneus semen artifisial (polimetilmetakrilat)
ke dalam corpus vertebra (vertebroplasti atau kifoplasti) dapat dengan
cepat meredakan nyeri yang hebat secara signifikan akibat fraktur
vertebra akut maupun subakut. Tirah baring dalam waktu yang singkat
perlu dilakukan untuk mengatasi nyeri, namun secara umum mobilisasi
41
sesegera mungkin perlu dilakukan untuk mencegah fraktur berikutnya
yang berkaitan dengan pengeroposan tulang akibat imobilisasi.
Penggunaan korset yang lembut dapat digunakan untuk mempercepat
mobilisasi. Spasme otot sering terjadi pada fraktur yang menyebabkan
kompresi akut, hal ini dapat diatasi dengan pemberian relaksan otot dan
terapi panas. Nyeri yang hebat biasanya akan sembuh dalam 6-10
minggu. Jika nyeri hebat berlangsung kronik maka dapat dipikirkan
kemungkinan adanya mieloma multipel atau kondisi metastasis tumor.
Sumber dari nyeri hebat yang kronik kemungkinan tidak berasal dari
tulang, namun sebaliknya lebih disebabkan oleh peregangan abnormal
ligamen, otot dan tendon. Fraktur yang terjadi pada osteoporosis
khususnya pada vertebra, dapat menyebabkan perubahan bentuk tubuh
(fraktur multipel), hal ini akan berdampak pada keseharian pasien,
pasien akan kehilangan percaya diri, gangguan keseimbangan, takut
terjatuh sehingga cenderung malas keluar rumah, mengalami depresi
dan isolasi. Kondisi ini dapat diatasi dengan adanya dukungan dari
keluarga dan atau psikoterapi serta obat-obatan anti depresan.
(2) Penatalaksanaan Penyakit Dasar

42
Terapi Farmakologi
- Bifosfonat, merupakan terapi pilihan utama pada tatalaksana
osteoporosis khususnya bagi pasien dengan kontraindikasi terapi
hormon, atau pada pasien laki-laki. Bifosfonat memiliki efek
penghambat osteoklas. Yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa
absorbsi bifosfonat sangat buruk, oleh karena itu harus diberikan
dalam keadaan perut kosong dengan dibarengi 2 gelas air putih dan
setelah itu penderita harus dalam posisi tegak selama 30 menit.
Efek samping bifosfonat adalah hipokalsemia dan refluks
esofagitis. Jenis-jenis bifosfonat yang tersedia saat ini antara lain:
Alendronat (oral; 10 mg/hari atau 70 mg/minggu), Risedronat (oral;
5 mg/hari atau 35 mg/minggu), Ibandronat (oral; 2,5 mg/hari atau
150 mg/bulan) dan zoledronat (merupakan bifosfonat terkuat
dengan sediaan intravena, dosis 5 mg setahun sekali dan diberikan
perlahan selama 15 menit).
- Raloksifen, merupakan salah satu dari golongan selective estrogen
receptor modulators (SERM). Obat ini disetujui oleh FDA sebagai
terapi pencegahan dan pengobatan pada osteoporosis. Mekanisme
kerja raloksifen hampir sama dengan estrogen dengan dosis 60
mg/hari. Raloksifen hanya diindikasikan pada wanita paska-
menopause < 70 tahun.
- Terapi pengganti hormonal. (1) pada wanita paska menopause:
estrogen terkonyugasi (0,3125 – 1,25 mg/hari) dikombinasi dengan

43
medroksiprogesteron asetat 2,5-10 mg/hari, setiap hari secara
kontiniu. (2) pada wanita pra-menopause: estrogen terkonyugasi
diberikan dengan penyesuaian terhadap siklus haid. (3) pada laki-
laki: Pada laki-laki yang jelas menderita defisiensi testosteron,
dapat dipertimbangkan pemberian testosteron.
- Kalsitonin, dapat diindikasikan pada kasus osteoporosis, penyakit
paget dan hiperkalsemia karena keganasan. Obat ini dapat
menurunkan resorpsi tulang. pemberiannya secara intranasal
dengan dosis 200 U per hari. Dapat juga diberika secara subkutan
- Strontium Ranelat, merupakan obat osteoporosis yang memiliki
efek ganda, yaitu meningkatkan kerja osteoblas dan menghambat
kerja osteoklas. Akibatnya tulang endosteal terbentuk dan volume
trabelar meningkat. Mekanisme kerja strontium ranelat belum jelas
benar. Diduga efeknya berhubungan dengan perangsangan Calcium
sensing receptor (CaSR) pada permukaan sel-sel tulang. Dosis
strontium ranelat adalah 2 gram/hari yang dilarutkan di dalam air
sebelum tidur atau 2 jam sebelum makanan atau 2 jam setelah
makan. Sama seperti obat osteoporosis lainnya, pemberian obat ini
harus dibarengi pemberian kalsium dan vitamin D, tetapi
pemberiannya tidak boleh bersamaan dengan strontium ranelat.
- Vitamin D, berperan dalam meningkatkan absorbsi kalsium di
usus. Lebih dari 90% vitamin D disintesis di dalam tubuh dari
prekursornya di bawah kulit oleh paparan sinar ultraviolet. Pada
orang tua, kemampuan untuk aktivasi vitamin D di bawah kulit
berkurang. Sehingga pada orang tua sering terjadi defisiensi
vitamin D. Kadar vitamin D di dalam darah diukur dengan cara
mengukur kadar 25- OH vitamin D. Pada penelitian didaptkan
suplementasi 500 IU kalsiferol dan 500 mg kalsium per-oral selama
18 bulan ternyata mampu menurunkan fraktur non-spinal sampai
50%. Vitamin D diindikasikan untuk orang tua yang tinggal di
panti weda yang kurang terpapar sinar matahari. Tetapi tidak
diindikasikan pada populasi Asia yang banyak terpapar sinar
matahari.
- Kalsitriol, saat ini tidak diindikasikan sebagai pilihan pertama
pengobatan osteoporosis paska-menopause. Kalsitriol diindikasikan
44
bila terdapat hipokalsemia yang tidak menunjukkan perbaikan
dengan pemberian kalsium peroral. Kalsitriol juga diindikasikan
untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder, baik akibat
hipokalsemia maupun akibat gagal ginjal terminal. Dosis kalsitriol
untuk pengobatan osteoporosis adalah 0,25 μg, 1-2 kali per hari.
- Kalsium. Asupan kalsium pada penduduk Asia pada umumnya
lebih rendah dari kebutuhan kalsium yang direkomendasikan oleh
Institue of Medicine, National Academy of Science yaitu sebesar
1200 mg. Kalsium sebagai monoterapi ternyata tidak mencukupi
untuk mencegah fraktur pada penderita osteoporosis. Preparat
kalsium yang terbaik adalah kalsium karbonat (kalsium elemen 400
mg/gram, dalam bentuk serbuk dosis 2-3 x 500 mg) disusul
kalsium fosfat (230 mg/gram), kalsium sitrat (211 mg/gram),
kalsium laktat (130 mg/gram) serta kalsium glukonat (90
mg/gram).
Monitoring Terapi
Evaluasi hasil pengobatan dapat dilakukan dengan mengulang
pemeriksaan densitometri setelah 1-2 tahun pengobatan dan dinilai
peningkatan densitasnya. Bila dalam waktu 1 tahun tidak terjadi
peningkatan maupun penurunan densitas massa tulang, maka
pengobatan sudah dianggap berhasil, karena resorpsi tulang sudah
dapat ditekan.
Selain mengulang pemeriksaan densitas massa tulang, maka
pemeriksaan petanda biokimia tulang juga dapat digunakan untuk
evaluasi pengobatan. Penggunaan petanda biokimia tulang, dapat
menilai hasil terapi lebih cepat yaitu dalam waktu 3-4 bulan setelah
pengobatan. Yang dinilai adalah penurunan kadar berbagai petanda
resorpsi dan formasi tulang.
Terapi Non-farmakologi
Secara umum, perlu disampaikan edukasi dan program pencegahan
terhadap pasien-pasien osteoporosis antara lain:
a. Anjurkan penderita untuk melakukan aktivitas fisik yang teratur
untuk memelihara kekuatan, kelenturan dan koordinasi sistem
neuromuskular serta kebugaran, sehingga dapat mencegah risiko

45
terjatuh. Berbagai latihan yang dapat dilakukan meliputi berjalan
30-60 menit/hari, bersepeda maupun berenang.
b. Jaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, baik melalui makanan
sehari-hari maupun suplementasi,
c. Hindari merokok dan minum alkohol.
d. Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap defisiensi testosteron
pada laki-laki dan menopause awal pada wanita.
e. Kenali berbagai penyakit dan obat-obatan yang dapat menimbulkan
osteoporosis,
f. Hindari mengangkat barang-barang yang berat pada penderita yang
sudah pasti osteoporosis
g. Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan penderita terjatuh,
misalnya lantai yang licin, obat-obat sedatif dan obat anti hipertensi
yang dapat menyebabkan hipotensi ortistatik.
h. Hindari defisiensi vitamin D, terutama pada orang-orang yang
kurang terpajan sinar matahari atau pada penderita dengan
fotosensitifitas, misalnya SLE. Bila diduga ada defisiensi vitamin
D, maka kadar 25(OH)D serum harus diperiksa. Bila 25(OH)D
serum menurun, maka suplementasi vitamin D 400 IU/hari atau
800 lU/hari pada orang tua harus diberikan. pada penderita dengan
gagal ginjal, suplementasi 1,25(OH)D harus dipertimbangkan.
i. Hindari peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal dengan
membatasi asupan Natrium sampai 3 gram/hari untuk
meningkatkan reabsorpsi kalsium ditubulus ginjal. Bila ekskresi
kalsium urin > 300 mg/hari, berikan diuretik tiazid dosis rendah
(HCT 25 mg/hari).
j. Pada penderita yang memerlukan glukokortikoid dosis tinggi dan
jangka panjang, usahakan pemberian glukokortikoid pada dosis
serendah mungkin dan sesingkat mungkin.
k. Pada penderita artritis reumatoid dan artritis inflamasi lainnya,
sangat penting mengatasi aktivitas penyakitnya, karena hal ini akan
mengurangi nyeri dan penurunan densitas massa tulang akibat
artritis inflamatif yang aktif.
J. Komplikasi
a. Fraktur (patah tulang) Pada Pasien Osteoporosis
46
Tingkat lanjut dari osteoporosis dapat berupa fraktur osteoporotik, yang
paling sering adalah: fraktur panggul, fraktur vertebra dan fraktur
pergelangan tangan. Sedangkan fraktur osteoporosis yang paling serius
ialah fraktur panggul (Gambar 1). Fraktur pada pasien osteoporosis
pada usia lanjut tidak hanya berpengaruh pada kualitas hidup, namun
juga mengancam jiwa (life threatening).
b. Fraktur Osteoporosis Vertebra
Kebanyakan asimtomatik atau menimbulkan gejala yang minimal untuk
itu perludilakukan anamnesis (investigasi). Antara umur 60-90 tahun,
insidennya pada wanita meningkat 20 kali lipat, dan pada laki-laki
meningkat 10 kali lipat. Lokalisasi biasanya mid thoracic atau
thoracolumbar junction (daerah paling lemah).
Kualitas hidup Pasien lebih rendah daripada Pasien dengan fraktur
pinggul. Sebanyak 4% memerlukan bantuan dalam kehidupan sehari-
hari. Beban ekonomis pada umumnya karena perawatan jalan, asuhan
keperawatan sementara, dan kehilangan waktu kerja.
Adapun konsekuensi jangka panjang dari fraktur kompresi vertebra (FKV)
adalah:
a. Gangguan fungsi
- Deformitas tulang belakang dengan nyeri yang mengganggu.
- Menurunnya mobilitas dengan akibat bertambahnya kehilangan
massa tulang.
- Penekanan pada abdomen sehingga menurunkan selera makan
- Gangguan tidur
b. Penurunan kualitas hidup
- Aktivitas menurun
- Depresi meningkat
- Kepercayaan diri menurun
- Kecemasan meningkat
- Peran sosial menuru
- Meningkatnya ketergantungan terhadap orang lain
c. Gangguan pulmoner (paru):
- Menurunkan fungsi pulmoner
- Fungsi paru (FVC, FEV 1) menurun secara signifikan

47
- Satu FKV thorakal menyebabkan kehilangan 9% forced vital
capacity
- Mortalitas pasien FKV meningkat 23 – 34% dibanding dengan
pasien tanpa FKV.
- Penyebab kematian tersering adalah penyakit paru (PPK dan
pneumonia)
K. Prognosis
Kondisi kronis merupakan salah satu penyebab kecacatan pada pria dan wanita.
Kompresi fraktur pada tulang belakang menyebabkan rasa tidak nyaman dan
mengganggu pernapasan.
Prognosis osteoporosis tergantung pada kecepatan diagnosis serta ketepatan dan
kepatuhan pasien menjalani pengobatan. Peningkatan kepadatan massa tulang
dapat tercapai dengan pengobatan yang tepat sehingga risiko fraktur juga
berkurang. Pada pasien yang mengalami fraktur osteoporosis, komplikasi berupa
disabilitas hingga kematian mungkin terjadi.

L. Kajian, Informasi, dan Edukasi


a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya terbaik serta dirasa paling murah
dan mudah. Yang termasuk dalam pencegahan primer adalah:
- Kalsium
Mengonsumsi kalsium cukup baik dari makanan sehari0hari
ataupun dari tambahan kalsium, pada umumnya aman kecuali
pada pasien dengan hiperkalsemia atau nefroliatiasis. Jenis
makanan yang cukup mengandung kalsium adalah sayuran hijau
dan jeruk sitrun. Sedangkan diet tinggi protein hewani dapat
menyebabkan kehilangan kalsium bersama urin.
- Latihan Fisik
Latihan fisik harus mempunyai unsur pembebanan pada anggota
tubuh/gerak dan penekanan pada aksis tulang seperti jalan,
joging, aerobik atau jalan naik turun bukit. Olahraga renang
tidak memberikan manfaat yang cukup berarti. Sedangkan jika
latihan berlebihan yang mengganggu menstruasi (menjadi
amenorrhea) sangat tidak dianjurkan karena akan
mengakibatkan terjadinya peningkatan kehilangan masssa
48
tulang. Hindari faktor yang dapat menurunkan absopsi kalsium,
meningkatakn resorpsi tulang, atau mengganggu pembentukan
tulang, sperti merokok, minum alkoho, dan mengonsumsi obat
yang berkaitan dengan terjaidnya osteoporosis.
Olahraga yang teratur merupakan upaya pencegahan yang
penting. Tinggalkan gaya hidup santai, mulailah berolahraga
beban yang ringan, kemudian tingkatkan intensitasnya. Yang
penting adalah melakukannya dengan teratur dan benar. Latihan
fisik atau olahraga untuk penderita osteoporosis berbeda dengan
olahraga untuk mencegah osteoporosis.
Latihan yang tidak boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis
adalah sebagai berikut:
 Latihan atau aktivitas fisik yang berisiko terjadi
benturan dan pembebanan pada tulang punggung. Hal
ini akan menambah risiko patah tulang punggung karena
ruas tulang punggung yang lemah tidak mampu
menahan beban tersebut. Hindari latihan berupa
lompatan, senam aerobik dan jogging.
 Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan
membungkuk kedepn dengan punggung melengkung.
Hal ini berbahaya karena dapat mengakibatkan cedera
ruas tulang belakang. Juga tidak boleh melakukan sit up,
meraih jari kaki, dan lain-lain.
 Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan
menggerakkan kaki kesamping atau menyilangkan
dengan badan, juga meningkatkan risiko patah tulang,
karena tulang panggul dalam kondisi lemah.
Berikut ini latihan olahraga yang boleh dilakukan oleh penderita
osteoporosis:
 Jalan kaki secara teratur, karena memungkinkan sekitar
4,5 km/jam selama 50 menit, lima kali dalam seminggu.
Ini diperlukan untuk mempertahankan kekuatan tulang.
Jalan kaki lebih cepat (6 km/jam) akan bermanfaat untuk
jantung dan paru-paru.

49
 Latihan beban untuk kekuatan otot, yaitu dengan
mengangkat ”dumbbell” kecil untuk menguatkan
pinggul, paha, punggung, lengan dan bahu.
 Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan
kesigapan.
 Latihan untuk melengkungkan punggung ke belakang,
dapat dilakukan dengan duduk dikursi, dengan atau
tanpa penahan. Hal ini dapat menguatkan otot-otot yang
menahan punggung agar tetap tegak, mengurangi
kemungkinan bengkok, sekaligus memperkuat
punggung.
Untuk pencegahan osteoporosis, latihan fisik yang dianjurkan
adalah latihan fisik yang bersifat pembebanan, terutama pada
daerah yang mempunyai risiko tinggi terjadi osteoporosis dan
patah tulang.
b. Pencegahan Sekunder
- Konsumsi Kalsium Tambahan
Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat
dilakukan dengan mengonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2
gelas susu dan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan
kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumya
tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya konsumsi
kalsium setiap hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia produktif
adalah 1000 mg kalsium per hari, sedangkan untuk lansia 1200
mg per hari (Cosman, 2009). Kebutuhan kalsium dapat
terpenuhi dari makanan sehari-hari yang kaya kalsium seperti
ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-kacangan.
Konsumsi kalsium dilanjurkan pada periode menopause, 1200 –
1500 mg per hari, untuk mencegah negative calcium balance.
Pemberian kalsium tanpa penambahan esterogen dikatakan
kurang efektif untuk mencegah kehilangan massa tulang pada
awal periode menopause. Penurunan massa terlihat jelas pada
perempuan menopause yang asupan kalsiumnya kurang dari
400 mg per hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

50
pemberian kalsium bersama dengan esterogen dapat
menurunkan dosis esterogen yang diperlukan sampai 50%.
- Esterogen Replacement Therapy (ERT)
Semua perempuan pada saat menopause mempunyai resiko
osteoporosis. Karena itu dianjurkan pemakaian ERT pada
mereka yang tidak ada kontraindikasi. ERT menurunkan resiko
fraktur sampai dengan 50% pada panggul, tulang radius, dan
vertebra.
- Pemberian Kalsitonin
Kalsitonin bekerja menghambar resoprsi tulang dan dapat
meningkatkan massa tulang apabila digunakan selama 2 tahun.
Nyeri tulang juga akan berkurang karena adanya efek
peningkatan stimulasi endorfin. Pemakaian kalsitonin tidak
diindikasikan bagi pasien yang tidak dapat menggunakan ERT,
pasien pascamenopause lebih dari 15 tahun, pasien dengan
nyeriakibat fraktur osteoporosis, dan bagi pasien yang mendapat
terapi kortikosteroid dalam waktu lama.
- Terapi
Terapi yang juga dibeirkan adalah vitamin D dan tiazid,
terganutng kebutuhan pasien. Vitamin D membantu tubuh
menyerap dan memanfaatkan kasium.
c. Pencegahan Tersier
Setelah pasien megalami fraktur osteoporosis, pasien jangan dibiarkan
imobilisasi terlalu lama. Sejak awal perawatan disusun rencana
mobilisasi mulai dari mobilisasi pasif sampai dengan aktif dan
berfungsi mandiri. Beberapa obat yang mempunyai manfaat adalah
bisfosfonat, kalsitonin, dan NSAID bila ada nyeri. Dari sudut
rehabilitasi medik, pemakaian ortose spinal/ korset dan program
fisioterapi/ okupasi terapi akan mengembalikan kemandirian pasien
secara optimal.
M. SKDI
3A. Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu

51
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

2. Pemeriksaan Standar Ortopedi


A. Anamnesis
Anamnesis terdiri dari Autoanamnesa dan Alloanamnesa.
1. Autoanamnesa
Merupakan anamnesa yang diambil langsung dari pasien yang memiliki
keluhan. Dicatat tanggal pengambilan anamnesa dari dan oleh siapa.
Ditanyakan persoalan mengapa datang, untuk apa dan kapan dikeluhkan.
Biarkan penderita bercerita tentang keluhan sejak awal dan apa yang
dirasakan sebagai ketidakberesan, bagian apa dari anggota tubuhnya /
lokalisasi perlu dipertegas sebab ada pengertian berbeda, misalnya “sakit
di kaki”, yang dimaksud kaki oleh orang awam adalah anggota gearak
bawah dan karenanya tanyakan bagian mana yang dimaksud, mungkin saja
lututnya.
Kemudian tanyakan gejala suatu penyakit atau beberapa penyakit yang
serupa sebagai pembanding. Untuk dapat melakukan anamnesis yan
demikian diperlukan pengetahuan yang luas tentang penyakit.
Ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk meminta
pertolongan,
- Sakit / nyeri
Sifat dari sakit / nyeri
 Lokasi setempat / meluas / menjalar.
 Apa ada penyebabnya. Misalnya Trauma.
 Sejak kapan dan apakah sudah pernah mendapat
pertolongan.
 Bagaimana sifatnya ; pegel / seperti ditusuk – tusuk /
rasa panas / ditarik – tarik.
 Intensitasnya ; terus – menerus / hanya waktu bergerak /
waktu istirahat, dst.
 Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering
hilang timbul
- Kekakuan / kelemahan

52
Kekakuan ; Pada umumnya mengenai persendian. Apakah
hanya kaku atau disertai nyeri sehingga pergerakan terganggu.
Kelemahan ; Apakah yang dimaksud dengan Instability atau
kekuatan otot menurun / melemah / kelumpuhan.
- Kelainan bentuk / pembengkokan.
 Angulasi / rotasi / discrepancy (pemendekan / selisih
panjang).
 Benjolan atau karena ada pembengkakan.
Dari hasil anamnesa yang baik secara aktif oleh penderita maupun aktif
(ditanya oleh pemeriksa) dipikirkan kemungkinan yang diderita oleh
pasien, sehingga apa yang didapat dari anamnesis dapat dicocokan pada
pemeriksaan fisik kemudian.
b. Alloanamnesa
Pada dasarnya sama dengan autoanamnesa, tetapi alloanamnesa didapat
dari orang lain selain penderita. Hal ini penting bila berhubungan dengan
anak kecil / bayi, orang tua yang sudah mulai demensia (pikun) atau
penderita yang tidak sadar / sakit jiwa.
B. Pemeriksaan fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Pemeriksaan Umum (Status Generalisata)
Perlu menyebutkan ;
- Keadaan umum (KU) ; baik / buruk
Yang dicatat adalah tanda – tanda vital, yaitu:
 Kesadaran penderita ; compos mentis / delirium /
soporus / coma.
 Kesakitan
 Tanda vital ; tensi, nadi, pernafasan dan suhu.
- Periksa dari mulai kepala, leher, dada (thorax), perut (abdomen
; hati, lien), kelenjar getah bening serta kelamin.
- Ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang belakang).
2. Pemeriksaan Setempat (Status Lokalis)
Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal dari anggota
tubuh terutama mengenai status neurovaskuler. Pada pemeriksaan
orthopedi / musculoskeletal yang penting adalah (appley) :

53
- Look (Inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat, antara lain :
 Sikatrik (jaringan parut, baik yang alamiah maupun
yang buatan (bekas pembedahan))
 Café au lait spot (birth mark)
 Fistulae
 Warna (kemerahan / kebiruan (livide) / hiperpigmentasi)
 Benjolan / pembengkakan / cekukan dengan hal – hal
yang tidak biasa, misalnya adanya rambut diatasnya, dst.
 Posisi serta bentuk dari ekstremitas (deformitas).
 Jalan pasien (gait, waktu masuk kamar periksa) Move (
pergerakan, terutama mengenai lingkup gerak)
- Feel ( Palpasi)
Pada waktu ingin palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki agar dimulai dari posisi netral / posisi anatomi. Pada
dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah, baik bagi pemeriksa maupun bagi penderita.
Karena itu perlu selalu diperhatikan wajah penderita atau
menanyakan perasaan penderita.
Yang dicatat adalah :
 Perubahan suhu terhadap sekitarnya serta kelembaban
kulit.
 Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi
atau hanya oedema, terutama daerah persendian.
 Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak
kelainannya (1/3 proksimal / medial / distal)
 Otot, tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi.
 Benjolan yang terdapat dipermukaan tulang atau
melekat pada tulang.
 Sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,
konsistensinya dan pergerakan terhadap permukaan atau
dasar, nyeri atau tidak dan ukurannya.
- Move / Gerak

54
Setelah memeriksa feel, pemeriksaan diteruskan dengan
menggerakan anggota gerak dan dicatat apakah terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan. Pada pemeriksaan Move,
periksalah bagian tubuh yang normal terlebih dahulu, selain
untuk mendapatkan kooperasi dari penderita, juga untuk
mengetahui gerakan normal penderita.
 Apabila ada fraktur, tentunya akan terdapat gerakan
yang abnormal didaerah fraktur (kecuali fraktur
incomplete).
 Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan
dari tiap arah pergerakan, mulai dari titik 0 (posisi
netral) atau dengan ukuran metric. Pencatatan ini
penting untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak.
 Kekakuan sendi disebut ankylosis dan hal ini dapat
disebabkan oleh factor intraarticuler atau ekstraarticuler.
 Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif
(apabila penderita sendiri yang menggerakan karena
disuruh oleh pemeriksa) dan gerak pasif (bila pemeriksa
yang menggerakan).
Selain pencatatan pemeriksaan penting untuk mengetahui
gangguan gerak, hal ini juga penting untuk melihat
kemajuan / kemunduran pengobatan.

Dibedakan istilah Contraction dan Contracture. Contraction


adalah apabila perubahan fisiologis dan contracture adalah
apabila sudah ada perubahan anatomis.

Pada pemeriksaan selain penderita duduk atau berbaring,


juga perlu dilihat waktu berdiri dan berjalan. Pada
pemeriksaan jalan, perlu dinilai untuk mengetahui apakah
adanya pincang atau tidak. Pincang dapat disebabkan oleh
karena instability, nyeri, discrepancy atau fixed deformity.
Anggota Gerak Atas
a. Sendi Bahu

55
Merupakan sendi yang bergerak seperti bumi (Global
Joint). Ada beberapa sendi yang mempengaruhi gerak
sendi bahu, yaitu :
 Gerak tulang belakang
 Gerak sendi stenoclavicula
 Gerak sendi acromioclavicula
 Gerak sendi gleno humeral
 Gerak sendi scapulo thoracal (floating joint)
Karena gerakan tersebut sukar untuk di isolasi satu
persatu, maka sebaiknya gerakan diperiksa bersamaan
kanan dan kiri. Pemeriksa berdiri dibelakang pasien,
kecuali untuk eksorotasi atau bila penderita berbaring,
maka pemeriksa ada disamping pasien.

b. Sendi Siku
c. Gerak flexi ekstensi adalah gerakan ulna humeral
(olecranon terhadap humerus).
Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari
antebrachii dengan sumbu ulna. Hal ini diperiksa pada
posisi siku 90˚ untuk menghindari gerak rotasi dari
sendi bahu.
d. Sendi Pergelangan Tangan
N. Untuk memeriksa pergerakan ini, perlu dilakukan
fixasi dan gerakan bagian lain kaki dengan
memegang tumit dan dilakukan flexi (plantar
flexi) dan extensi (dorso flexi). Abduksi dan
adduksi merupakan sebagian gerakan subtalar
(Talo calcaneal).
O. Inversi dan eversi merupakan gerakan seperti
supinasi dan pronasi dan merupakan gerakan dari
kaki / tarsalia, sedangkan jari – jari kaki seperti
juga gerakan jari tangan (MTP, PIP, DIP)
(6)Tulang Belakang
Bagian yang cukup mobile adalah daerah leher dan
pinggang. Pencatatan rotasi mungkin masih mudah

56
dicatat denganderajat, tetapi flexi extensi biasanya
selain dengan derajat, dicatat dengan metric jarak dari
dua titik tertentu. Pertambahan panjang ukuran metric
pada waktu bergerak flexi atau extensi dari dua titik
yang prominen, atau garis yang menghubungkan kanan
dan kiri yang memotong garis tegak pada ketinggian
tertentu.
Ukuran panjang dengan lingkaran (diameter)
ekstremitas perlu diukur.
C. Pemeriksaan penunjang
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan
sinar roentgen (X-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang sulit, oleh karena itu minimal diperlukan 2 proyeksi tambahan
(khusus) atas indikasi khusus untuk memperlihatkan patologi yang dicari, karena
adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan X-ray harus atas dasar
indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang tersebut dan hasilnya dibaca sesuai
dengan permintaan, misalnya :
- Untuk fraktur baru, indikasi X-ray adalah untuk melihat jenis dan
kedudukan fraktur dan karenanya perlu tampak seluruh bagian tulang
(kedua ujung persendian) karena kemungkinan terjadinya fraktur dan
dislokasi pada jenis fraktur tertentu, seperti :
 Monteggeia
 Galeazzi
 Fraktur segmental femur dengan atau tanpa dislokasi sendi
panggul yan sering meleset diagnosisnya karena discrepancy
yang terjadi bukan saja oleh frakturnya melainkan juga karena
adanya dislokasi.
- Kelainan tulang belakang, karena adanya super imposed dari iga dan
sendi bahu seperti darah cervico-thoracal atau pada fraktur acetabulum
diperlukan proyeksi oblique.
Hal yang perlu dibaca pada X-ray adalah :
 Bayangan jaringan lunak.
 Tipis tebalnya cortex sebagai akibat reaksi periost atau karena
akibat biomekanik (Wolff’s Law) atau rotasi.

57
 Trabukulasi ada tidaknya rare fraction.
 Sela sendi serta bentuk arsitektur sendi.
- Selain foto polos X-ray (plane X-ray) mungkin perlu teknik khusus :
 Tomografi
Tomografi telah berkembang lebih maju dengan adanya CT
(Computerised Tomografy) yang dapat membuat selain
potongan longitudinal juga potongan tranversal / axial.
 Atau dengan contrast, seperti :
o Myelografy
o Arthrografy
o Fistulografy
 Scintigrafy menggunakan radioisotope untuk mengetahui
penyebaran (metastasis).
 MRI / NMR (Magnectic Resonance Imaging atau Nuclear
Magnectic Resonance)
- Pemeriksaan penunjang lainnya adalah untuk mengetahui tempat
berapa jauh dari patologi musculo skeletal diakibatkan /
mengakibatkan gangguan saraf, yaitu pemeriksaan :
 EEG
 EMG
 MMT
- Untuk membedakan kekuatan otot (0 – 5) dan sensoris / sensible
deficit dengan pemeriksaan neurologist yang baik. Biofeedback
terhadap response stimulasi walaupun klinis secara kasar dapat
dibedakan antara kelainan :
 UMN
 LMN
- Pemeriksaan laboratorium penunjang lainnya adalah : Pemeriksaan
darah rutin untuk mengetahui keadaan umum, infeksi akut / menahun.
 Atas indikasi tertentu, diperlukan pemeriksaan :
o Kimia darah
o Reaksi imunologi
o Fungsi hati / ginjal
o Pemeriksaan Bone Marrow

58
o Pemeriksaan urin rutin (+Esbach, Bence jones)
o Pemeriksaan micro organism kultur dan sensitivity
test.

59
VII. Kesimpulan
Seorang wanita berusia 65 tahun datang dengan keluhan nyeri tulang belakang sejak
tiga bulan lalu menderita fraktur kompresi vertebra L1 dengan defisit neurologis et causa
osteoporosis.

60
DAFTAR PUSTAKA

Ackerman KE, and Meryl S. LeBoff MS. Chapter 13: Osteoporosis: Prevention and
treatment. In: Arnold A. editor. Disease of bone and mineral metabolisme. Updated
November 2008. Available from: http://www.endotext.org/parathyroid/
parathyroid13/parathyroidframe13.htm
Fuleihan GE, Baddoura R, Awada H, et al. Lebanese guidelines for osteoporosis
assessment and treatment. Beirut, Lebanon. 2002.

Manolagas SC, Kousteni S, Jilka RL. Sex steroids and bone. The Endocrine Society 2002.
PEROSI. Panduan diagnosis dan penatalaksanaan osteoporosis. Pengurus Besar
Perhimpunan Osteoporosis Indonesia. 2010.

Rosen C. Chapter 11: The epidemiology and pathogenesis of osteoporosis. In: Arnold A.
editor. Disease of bone and mineral metabolisme. Updated January 2011. Available
from: http://www.endotext.org/parathyroid/parathyroid11/ parathyroidframe11.htm
Setiyohadi B. Diagnosis dan penatalaksanaan osteoporosis. Dalam: Kumpulan makalah
temu ilmiah reumatologi 2009; 117-24.
Setiyohadi B. Osteoporosis. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam, Jilid II, Edisi IV,
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 2006; 1259-73.
Stevenson JC and Marsh MS. An atlas of osteoporosis. Third Edition. Informa UK Ltd,
2007.
WHO. Scientific group the assesssment of osteoporosis at primary healht care level.
Summary Meeting Report, Brussels, Belgium, 5-7 May 2004. WHO, 2007.

61

Anda mungkin juga menyukai