PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial
Skenario B Blok 13 Tahun 2016” dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami mendapat banyak bantuan, bimbingan,
dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada:
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini masih mempunyai kekurangan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di
masa mendatang.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala bantuan yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat
bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan untuk membuka wawasan yang lebih luas
lagi. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin.
Kelompok 9
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…............................................................................................. i
DAFTAR ISI…………................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
I. Kegiatan Tutorial............................................................................................... 1
BAB II ISI...................................................................................................................... 2
I. Skenario A Blok 12........................................................................................... 2
II. Klarifikasi Istilah.............................................................................................. 3
III. Identifikasi Masalah......................................................................................... 4
IV. Analisis Masalah…........................................................................................... 5
V. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan.......….........….......................……………… 15
VI. Topik Pembelajaran......................................................................................... 16
1. Anemia Mikrositik Hipokrom.………..................................................... 16
2. Anemia Defisiensi Besi...…………………………………….................. 24
3. Patofisiologi Keluhan.........…………………………………….............. 26
4. Pemeriksaan Fisik................................................………………...……... 29
5. Pemeriksaan Lab...................................................................................... 32
6. Apusan Darah Tepi................................................................................... 34
7. Pemeriksaan Feses.................................................................................... 38
VII. Kerangka Konsep............................................................................................. 40
VIII. Resume............................................................................................................. 41
BAB III PENUTUP...................................................................................................... 42
I. Kesimpulan........................................................................................................ 42
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………… 43
ii
BAB I
PENDAHULUAN
I. Kegiatan Tutorial
Tutor : dr. Budi Santoso, M.Kes
Moderator : Muhammad Galang Samudra
Sekretaris : Rizka Aulia
Dara Prameswari
Waktu : 1. Selasa, 15 November 2016
Pukul 07.30 – 10.00 WIB
2. Kamis, 17 November 2016
Pukul 07.30 – 10.00 WIB
Peraturan selama tutorial:
1. Diperbolehkan untuk minum dan dilarang untuk makan
2. Diperbolehkan permisi ke toilet
3. Pada saat ingin berbicara terlebih dahulu mengacungkan tangan, lalu setelah diberi
izin moderator baru bicara
4. Tidak boleh memotong pembicaraan orang lain
1
BAB II
ISI
I. Skenario
Mira, 36 tahun, memiliki lima orang anak. Mira bekerja sebagai buruh cuci pakaian
sedangkan suaminya bekerja sebagai tukang kebun. Sehari-hari Mira sekeluarga hanya
makan dengan nasi, kecap, dan kerupuk, sesekali dengan tambahan telur atau tempe.
Mira datang ke Puskesmas dengan keluhan mudah lelah yang disertai pandangan berkunang-
kunang sejak 2 minggu lalu. Mira juga mengeluh sering sakit kepala dan napas terengah-
engah saat mencuci pakaian atau melakukan pekerjaan berat lainnya.
Dari anamnesis juga diketahui ternyata sejak 5 tahun terakhir Mira sering mengeluh nyeri di
ulu hati, mual, dan perut kembung yang timbul bila terlambat makan. Selama ini Mira
mengatasinya dengan minum obat promag yang dibeli di warung.
Dokter kemudian melakukan beberapa pemeriksaan.
Pemeriksaan Fisik:
TD: 110/70, HR: 94x/menit, RR: 24x/menit, T: 36,6oC
Konjungtiva palpebra: anemis
Cheilitis (+), Lidah: atropi papil
Koilonychia (+)
Abdomen: hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (+)
Tidak ditemukan perbesaran KGB
Laboratorium:
Hb: 7,6 g/dL, Ht: 22 vol%, RBC: 3.055.000/mm3, WBC: 7.400/mm3, Trombosit:
386.000/mm3, Diff. count: 0/2/5/59/30/4, LED 40 mm/jam.
Besi serum 30 µg/L, TIBC 560 µg/dL, Feritin 5 ng/mL
2
Trombosit: jumlah cukup, penyebaran merata, morfologi normal
Kesan: anemia mikrositik hipokrom suspek defisiensi besi
Feses:
Darah samar: positif
3
13. Darah samar Pemeriksaan untuk mengetahui adanya darah yang tidak
dapat terlihat melalui kedua pemeriksaan baik makroskopik
ataupun mikroskopik
4
1. Mira, 36 tahun, memiliki lima orang anak, bekerja sebagai buruh cuci pakaian
sedangkan suaminya bekerja sebagai tukang kebun. Sehari-hari mereka hanya
makan dengan nasi, kecap, dan kerupuk, sesekali dengan tambahan telur atau
tempe.
a. Apa hubungan pekerjaan Mira dan suaminya dalam kasus ini?
Pekerjaan Mira sebagai buruh cuci pakaian dan suaminya sebagai tukang kebun menandakan
bahwa mereka memiliki keadaan sosioekonomi yang buruk, sehingga asupan gizi sehari-
sehari tidak terpenuhi
2. Mira datang ke Puskesmas dengan keluhan mudah lelah yang disertai pandangan
berkunang-kunang sejak 2 minggu lalu dan juga ia mengeluh sering sakit kepala
dan napas terengah-engah saat melakukan pekerjaan berat
a. Bagaimana mekanisme pandangan berkunang-kunang pada kasus?
Pada kasus terjadi defisiensi zat besi akibat kurangnya asupan zat besi, malabsorbsi zat besi,
maupun pengeluaran zat besi yang berlebihan (kehamilan, menstruasi, dll). Hal ini
menyebabkan terjadinya penurunan dalam pembentukan hemoglobin akibat menurunnya zat
besi, yang berujung pada anemia. Hal ini dibuktikan dengan kadar Hb pasien yang sangat
5
rendah yaitu 7,6 gr/dL. Zat besi dalam hemoglobin sel darah merah berperan dalam
membawa oksigen untuk dialirkan ke seluruh tubuh. Dengan kadar Hb yang rendah
menyebabkan terjadinya penurunan suplai oksigen yang sangat dibutuhkan tubuh, terutama
otak. Hal ini menyebabkan tubuh mengalami gangguan dan segera melakukan kompensasi,
salah satunya dengan mematikan saraf dan mengistirahatkan organ-organ vital guna
menghemat energi, yaitu dengan menjadikan fokus menurun dan mata berkunang-kunang.
6
- Nyeri ulu hati: disebabkan oleh rangsangan pada saraf sensoris di daerah yang memiliki
daerah persarafan yang sama yaitu ulu hati diakibatkan oleh iritasi, infeksi, ataupun
stimulus-stimulus yang dapat diartikan sebagai rasa nyeri. Dalam kasus ini stimulus
berupa asam lambung yang mengenai epitel. Stimulus dibawa oleh saraf sensoris di
daerah epigastrium menuju ke pusat nyeri di otak (thalamus)/(korteks somatosensoris)
- Mual: Di dalam tubuh kita terjadi peradangan lambung akibat kita makan-makanan yang
mengandung alcohol, aspirin, steroid, dan kafein sehingga menyebabkan terjadi iritasi
pada lambung dan menyebabkan peradangan di lambung yang diakibatkan oleh
tingginya asam lambung. Setelah terjadi peradangan lambung maka tubuh akan
merangsang pengeluaran zat yang di sebut vas aktif yang menyebabkan permeabilitas
kapilier pembuluh darah naik sehingga menyebabkan lambung menjadi edema (bengkak)
dan merangsang reseptor tegangan dan merangsang hypothalamus untuk mual
- Perut kembung: asam lambung yang naik ke kerongkongan akan menyebabkan sering
bersendawa dan menelan udara lebih banyak. Terlalu banyak udara (gas) di dalam perut
bisa menyebabkan terjadinya perut kembung.
4. Pemeriksaan Fisik:
TD: 110/70, HR: 94x/menit, RR: 24x/menit, T: 36,6oC
7
Konjungtiva palpebra: anemis
Cheilitis (+), Lidah: atropi papil
Koilonychia (+)
Abdomen: hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (+)
Tidak ditemukan perbesaran KGB
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?
Nilai/Status Nilai/Status
Jenis Pemeriksaan Interpretasi
Skenario Normal
110-120/70-80
Tekanan Darah 110/70 mmHg Normal
mmHg
Heart Rate 94 x/menit 60-100 x/menit Normal
Respiratory Rate 24 x/menit 16-24 x/menit Normal
Temperature 36,6oC 36,5o-37,5oC Normal
Konjungtiva palpebra Anemis Berwarna merah Abnormal
Bibir cheilitis Positif Negatif Abnormal
Papil Lidah Atrofi papil Berukuran normal Abnormal
Kuku Koilonychia Positif Negatif Abnormal
Hepar Tidak teraba Tidak teraba Normal
Lien Tidak teraba Tidak teraba Normal
Nyeri tekan
Positif Negatif Abnormal
epigastrium
KGB Tidak membesar Tidak membesar Normal
5. Laboratorium:
Hb: 7,6 g/dL, Ht: 22 vol%, RBC: 3.055.000/mm3, WBC: 7.400/mm3, Trombosit:
386.000/mm3, Diff. count: 0/2/5/59/30/4, LED 40 mm/jam.
Besi serum 30 µg/L, TIBC 560 µg/dL, Feritin 5 ng/mL
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan lab?
MCV = Ht / E x 10 fL
= 22 / 3.055 x 10 fL
= 72,01 fL
MCH = Hb / E x 10 pg
= 7,6 / 3.055 x 10 pg
= 24,9 pg
MCHC = Hb / Ht x 1000 g/dL
= 7,6 / 22 x 100 g/dL
= 34,54 g/dL
8
Hemoglobin 7,6 g/dL L:14.0 – 17.4 g/dL Rendah
P: 12.3 – 15.7
g/dL
Diff. count
Status besi
9
non-heme berasal dari sumber nabati, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya rendah. Besi
dalam makanan diolah di lambung (dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain) karena
pengaruh asam lambung. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri (Fe3+) ke fero
(Fe2+) yang dapat diserap di duodenum.
b. Fase Mukosal
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal.
Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan terkendali. Besi
heme dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam lambung. Pada brush border
dari sel absorptif (teletak pada puncak vili usus, disebut sebagai apical cell), besi feri
direduksi menjadi besi fero oleh enzim ferireduktase, mungkin dimediasi oleh protein
duodenal cytochrome b-like (DCYTB). Transpor melalui membran difasilitasi oleh divalent
metal transporter (DMT 1). Setelah besi masuk dalam sitoplasma, sebagian disimpan dalam
bentuk feritin, sebagian diloloskan melalui basolateral transporter ke dalam kapiler usus.
Pada proses ini terjadi konversi dari feri ke fero oleh enzim ferooksidase (antara lain oleh
hephaestin). Kemudian besi bentuk feri diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus.
Sementara besi non-heme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin membentuk
kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel mukosa dibantu oleh DMT
1. Besi non-heme akan dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen usus
(Zulaicha, 2009).
Besar kecilnya besi yang ditahan dalam enterosit atau diloloskan ke basolateral diatur oleh
“set point” yang sudah diatur saat enterosit berada pada dasar kripta. Kemudian pada saat
10
pematangan, enterosit bermigrasi ke arah puncak vili dan siap menjadi sel absorptif. Adapun
mekanisme regulasi set-point dari absorbsi besi ada tiga yaitu, regulator dietetik, regulator
simpanan, dan regulator eritropoetik (Bakta, 2006).
c. Fase Korporeal
Besi setelah diserap melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus. Kemudian
dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Satu molekul transferin dapat
mengikat maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada transferin (Fe2-Tf) akan
berikatan dengan reseptor transferin (transferin receptor = Tfr) yang terdapat pada permukaan
sel, terutama sel normoblas. Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan terlokalisir pada suatu cekungan
yang dilapisi oleh klatrin (clathrin-coated pit). Cekungan ini mengalami invaginasi sehingga
membentuk endosom. Suatu pompa proton menurunkan pH dalam endosom sehingga terjadi
pelepasan besi dengan transferin. Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke sitoplasma
dengan bantuan DMT 1, sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor transferin mengalami
siklus kembali ke permukaan sel dan dapat dipergunakan kembali.
11
- Cigar shaped cell: tidak normal, biasa terjadi pada anemia defisiensi besi
- Pencil cell: tidak normal, biasa terjadi pada anemia defisiensi besi
Leukosit: normal
Trombosit: normal
12
d. Apakah ada pemeriksaan penunjang lain terkait kasus dalam menegakkan diagnosis
pasti?
Nilai MCV, MCH, dan MCHC perlu dihitung untuk mendukung diagnosis anemia
mikrositik hipokrom. Ferritin serum merupakan indikator yang sangat baik untuk
menggambarkan penyimpanan besi dan telah menggantikan penilaian penyimpanan besi di
sumsum tulang sebagai “gold standard” untuk diagnosis ADB, disamping pemeriksaan status
besi lainnya. Pemeriksaan lainnya: reseptor transferrin serum (meningkat pada ADB, tidak
pada anemia mikrositik hipokrom lainnya)
13
- Sediakan beberapa kaca benda yang bersih di atas meja (bersihkan dengan alkohol) lalu
keringkan dengan kain.
- Ambillah darah kapiler (ujung jari dan hemolet di-disinfeksi terlebih dulu).
- Buatlah sediaan yang cukup tipis, tunjukkan kepada asisten apakah sudah memenuhi
syarat.
- Sediaan yang memenuhi syarat dikeringkan di udara lalu diwarnai.
7. Feses:
Darah samar: positif
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan feses?
Pada keadaan feses yang diuji darah samar positif, ini kemungkinan disebabkan oleh
Mira yang sering terlambat makan sehingga ada gangguan pada lambung dalm waktu
yang lama dan terlalu sering. Sehingga menyebabkan lambung yang terus bekerja tanpa
adanya makanan yang masuk sehingga lama-kelamaan terjadi luka pada lambung
14
3. Patofisiologi Definisi Mekanisme
Keluhan
4. Pemeriksaan Definisi Mekanisme Interpretasi
Fisik abnormalitas
5. Pemeriksaan Lab Definisi Mekanisme Interpretasi
abnormalitas
6. Apusan Darah Definisi Interpretasi Cara membuat
Tepi hasil, Indikasi apusan darah
pemeriksaan tepi
ADT
7. Pemeriksaan Definisi Indikasi Interpretasi
Feses pemeriksaan
b. Siklus Eritropoesis
15
1. Rubiblast
Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast, merupakan sel termuda dalam sel
eritrosit.Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Ukuran sel
rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum
tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti.
2. Prorubrisit
Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Ukuran lebih kecil dari
rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.
3. Rubrisit
Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik.Inti sel ini
mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak
daerah-daerah piknotik.Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil
daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena asam
ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena hemoglobin.Jumlah sel ini dalam
sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.
4. Metarubrisit
Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik.Inti sel ini kecil
padat dengan struktur kromatin yang menggumpal.Sitoplasma telah mengandung lebih banyak
hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari
RNA.Jumlahnya dalah keadaan normal adalah 5-10%.
5. Retikulosit
Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel,
masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini
berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Setelah dilepaskan
dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Dalam darah
normal terdapat 0,5 – 2,5% retikulosit.
6. Eritrosit
Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran diameter 7-8
mikron dan tebal 1,5- 2,5 mikron.Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan
pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung
16
hemoglobin. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai
umurnya oleh limpa.
17
1. Stadium 1: Kehilangan zat besi melebihi asupannya, sehingga menghabiskan
cadangan dalam tubuh, terutama di sumsum tulang. Kadar ferritin (protein yang
menampung zat besi) dalam darah berkurang secara progresif.
2. Stadium 2: Cadangan besi yang telah berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan
untuk pembentukan se darah merah, sehingga sel darah merah yang dihasilkan
jumlahnya lebih sedikit.
3. Stadium 3: Mulai terjadi anemia.Pada awal stadium ini, sel darah merah tampak
normal, tetapi jumlahnya lebih sedikit. Kadar hemoglogin dan hematokrit menurun.
4. Stadium 4: Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi dengan
mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah dengan ukuran yang
sangat kecil (mikrositik), yang khas untuk anemia karena kekurangan zat besi.
5. Stadium 5: Dengan semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia, maka
akan timbul gejala-gejala karena kekurangan zat besi dan gejala-gejala karena anemia
semakin memburuk.
METABOLISME BESI
Absorbsi Besi Untuk Pembentukan Hemoglobin
Menurut Bakta (2006) proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
a. Fase Luminal
Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi non-heme. Besi
heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya tinggi. Besi
non-heme berasal dari sumber nabati, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya rendah. Besi
dalam makanan diolah di lambung (dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain) karena
pengaruh asam lambung. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri (Fe3+) ke fero
(Fe2+) yang dapat diserap di duodenum.
b. Fase Mukosal
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal.
Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan terkendali. Besi
heme dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam lambung. Pada brush border
dari sel absorptif (teletak pada puncak vili usus, disebut sebagai apical cell), besi feri
direduksi menjadi besi fero oleh enzim ferireduktase, mungkin dimediasi oleh protein
duodenal cytochrome b-like (DCYTB). Transpor melalui membran difasilitasi oleh divalent
metal transporter (DMT 1). Setelah besi masuk dalam sitoplasma, sebagian disimpan dalam
bentuk feritin, sebagian diloloskan melalui basolateral transporter ke dalam kapiler usus.
18
Pada proses ini terjadi konversi dari feri ke fero oleh enzim ferooksidase (antara lain oleh
hephaestin). Kemudian besi bentuk feri diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus.
Sementara besi non-heme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin membentuk
kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel mukosa dibantu oleh DMT
1. Besi non-heme akan dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen usus
(Zulaicha, 2009).
Absorbsi Besi di Usus Halus (sumber: Andrews, N.C., 2005. Understanding Heme Transport.
N Engl J Med; 23: 2508-9).
Besar kecilnya besi yang ditahan dalam enterosit atau diloloskan ke basolateral diatur oleh
“set point” yang sudah diatur saat enterosit berada pada dasar kripta. Kemudian pada saat
pematangan, enterosit bermigrasi ke arah puncak vili dan siap menjadi sel absorptif. Adapun
mekanisme regulasi set-point dari absorbsi besi ada tiga yaitu, regulator dietetik, regulator
simpanan, dan regulator eritropoetik (Bakta, 2006).
19
Regulasi Absorbsi Besi (sumber: Andrews, N.C., 1999. Disorders of Iron Metabolism. N
Engl J Med; 26: 1986-95).
c. Fase Korporeal
Besi setelah diserap melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus. Kemudian
dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Satu molekul transferin dapat
mengikat maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada transferin (Fe2-Tf) akan
berikatan dengan reseptor transferin (transferin receptor = Tfr) yang terdapat pada permukaan
sel, terutama sel normoblas. Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan terlokalisir pada suatu cekungan
yang dilapisi oleh klatrin (clathrin-coated pit). Cekungan ini mengalami invaginasi sehingga
membentuk endosom. Suatu pompa proton menurunkan pH dalam endosom sehingga terjadi
pelepasan besi dengan transferin. Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke sitoplasma
dengan bantuan DMT 1, sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor transferin mengalami
siklus kembali ke permukaan sel dan dapat dipergunakan kembali.
20
Siklus Transferin (sumber: Andrews, N. C., 1999. Disorders of Iron Metabolism. N Engl J
Med; 26: 1986-95).
Besi yang berada dalam sitoplasma sebagian disimpan dalam bentuk feritin dan sebagian
masuk ke mitokondria dan bersama-sama dengan protoporfirin untuk pembentukan heme.
Protoporfirin adalah suatu tetrapirol dimana keempat cincin pirol ini diikat oleh 4 gugusan
metan hingga terbentuk suatu rantai protoporfirin. Empat dari enam posisi ordinal fero
menjadi chelating kepada protoporfirin oleh enzim heme sintetase ferrocelatase. Sehingga
terbentuk heme, yaitu suatu kompleks persenyawaan protoporfirin yang mengandung satu
atom besi fero ditengahnya (Murray, 2003).
DIAGNOSIS BANDING
1. Diagnosis Banding
21
a. Anemia Pada Penyakit Kronik
- Sering terjadi pada penyakit keganasan dan radang kronik
- Umumnya normositik normokrom meskipun banyak pasien mempunyai gambaran
hipokron dengan MCHC <31 g/dL dan beberapa mikrositer dengan MCV <80 fL.
Mekanisme:
b. Anemia Sideroblastik
- Ditemukan 15% atau lebih gambaran sideroblas cincin pada eritroblas dalam sumsum
tulang
- Sideroblas cincin adalah eritroblas abnormal yang mengandung banyak granula besi
yang tersusun dalam suatu bentuk cincin yang mengelilingi inti
- Gangguan sintesis heme, mutasi tersering pada gen ALA-Synthase
- Penyebab lainnya dijumpai defek mitokondria, responsive tiamin, dan defek autosom
lain
22
c. Hemoglobinopati
Hemoglobinopati adalah kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis globin akibat
mutasi di dalam atau dekat gen globin. Mutasi gen globin ini dapat menimbulkan dua
perubahan rantai globin:
1) Thalassemia
Disebabkan karena penurunan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi satu atau
lebih rantai globin α atau β, ataupun rantai globin lainnya, dapat menimbulkan satu
defisiensi parsial atau komplit rantai globin.
2) Hemoglobinopati Struktural
Disebabkan karena salah satu asam amino yang lazim pada rantai globin digantikan
oleh asam amino lainnya, menyebabkan produksi rantai globin tidak efektif dan terjadi
anemia.Misalnya pada sickle cell atau Hb S, asam amino valin pada posisi ke-6 gen
globin β digantikan oleh glutamat.
23
Sangat efektif, namun mempunyai resiko lebih besar dan harganya lebih mahal. Indikasi
pemberian :
- Intoleransi terhadap pemberian besi oral
- Kepatuhan terhadap obat yang rendah
- Gangguan pencernaan seperti kolilitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi
-Penyerapan besi terganggu, seperti pada gastrektomi
-Kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup dikompensasi dengan pemberian
besi oral, seperti misalnya pada hereditary hemorrhagic teleangiectasia
-Kebutuhan besi yang besar dalam waktu yang pendek, seperti pada kehamilan trimester
3 atau sebelum operasi
Defisiensi fungsional relative akibat pemberian eritropoetin pada anemia gagal ginjal
kronik atau anemia akibat penyakit kronik.
Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex (mengandung 50 mg besi/ml), iron
sorbitol citric acid complex, dan ferric gluconate dan iron sucrose yang lebih aman. Besi
parenteral dapat diberikan secara IM atau IV pelan.
Tujuan terapibesi parenteral ialahmengembalikan kadar Hb dan mengisis besi sebesar
500mg-1000mg.
Efek samping : reaksi anafilaktik meskipun jaran (0,6 %), flebitis, sakit kepala, fushing,
mual, muntah, nyeri perut, dan sinkop, pada pemberian IM memberikan rasa nyeri dan
warna hitam pada kulit
FAKTOR RISIKO
- Menstruasi
Saat menstruasi terjadi pengeluaran darah dari dalam tubuh. Hal ini menyebabkan zat besi
yang terkandung dalam hemoglobin, salah satu komponen sel darah merah, juga ikut
terbuang. Semakin lama menstruasi berlangsung, maka semakin banyak pengeluaran dari
tubuh. Hal tersebut mengakibatkan pengeluaran besi meningkat dan keseimbangan zat besi
dalam tubuh terganggu (Depkes 1998). Menstruasi menyebabkan wanita kehilangan besi
hingga dua kali jumlah kehilangan besi laki-laki (Brody 1994). Apabila darah yang keluar
saat menstruasi cukup banyak, berarti jumlah zat besi yang hilang dari tubuh juga cukup
besar. Setiap orang mengalami kehilangan darah dalam jumlah yang berbeda-beda. Hal ini
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti keturunan, keadaan kelahiran, dan besar tubuh
(Affandi 1990).
- Status Gizi
24
IMT mempunyai korelasi positif dengan konsentrasi hemoglobin (Thompson 2007). Hal
tersebut sejalan dengan penelitian Permaesih dan Herman (2005) yang menunjukkan bahwa
remaja yang mempunyai IMT kurang atau tubuh kurus mempunyai risiko 1.5 kali untuk
menjadi anemia.
- Riwayat penyakit
Anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena infeksi (Permaesih dan
Herman 2005). Telah diketahui secara luas bahwa infeksi merupakan faktor yang penting
dalam menimbulkan kejadian anemia, dan anemia merupakan konsekuensi dari peradangan
dan asupan makanan yang tidak memenuhi kebutuhan zat besi (Thurnham & Northrop-
Clewes 2007). Kehilangan darah akibat schistosomiasis, infestasi cacing, dan trauma dapat
menyebabkan defisiensi zat besi dan anemia. Angka kesakitan akibat penyakit infeksi
meningkat pada populasi defisiensi besi akibat efek yang merugikan terhadap sistem imun.
Malaria karena hemolisis dan beberapa infeksi parasit seperti cacing, trichuriasis, amoebiasis,
dan schistosomiasis menyebabkan kehilangan darah secara langsung dan kehilangan darah
tersebut mengakibatkan defisiensi besi (WHO 2001).
- Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik penting untuk mengetahui apakah aktivitas tersebut dapat mengubah status zat
besi. Performa aktivitas akan menurun sehubungan dengan terjadinya penurunan konsentrasi
hemoglobin dan jaringan yang mengandung zat besi. Zat besi dalam hemoglobin, ketika
jumlahnya berkurang, secara ekstrim dapat mengubah aktivitas kerja dengan menurunkan
transpor oksigen (Beard dan Tobin 2000).
- Konsumsi Pangan
Menurut Almatsier (2001) diperkirakan hanya 5-15 persen besi makanan diabsorpsi oleh
seseorang yang berada dalam status besi baik dan jika dalam keadaan defisiensi besi, absorpsi
dapat mencapai 50 persen. Faktor bentuk besi berpengaruh terhadap absorpsi besi. Besi heme
yang terdapat dalam pangan hewani dapat diserap dua kali lipat daripada besi nonheme.
- Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Cuci tangan sebelum makan merupakan salah satu faktor determinan status anemia.
Sebagaimana diketahui bahwa cuci tangan sebelum makan merupakan salah satu perilaku
hidup sehat. Melalui membiasakan mencuci tangan sebelum makan diharapkan kuman-
kuman tersebut tidak turut masuk ke dalam mulut, selanjutnya akan menyebabkan kecacingan
sebab cacing di perut sebagai pemicu terjadinya anemia. Anak yang rutin mencuci tangan
ternyata mempunyai risiko yang lebih kecil untuk terkena anemia (Irawati et al 2000).
25
3. PATOFISIOLOGI KELUHAN
PANDANGAN BERKUNANG
Pada kasus terjadi defisiensi zat besi akibat kurangnya asupan zat besi, malabsorbsi zat besi,
maupun pengeluaran zat besi yang berlebihan (kehamilan, menstruasi, dll). Hal ini
menyebabkan terjadinya penurunan dalam pembentukan hemoglobin akibat menurunnya zat
besi, yang berujung pada anemia. Hal ini dibuktikan dengan kadar Hb pasien yang sangat
rendah yaitu 7,6 gr/dL. Zat besi dalam hemoglobin sel darah merah berperan dalam
membawa oksigen untuk dialirkan ke seluruh tubuh. Dengan kadar Hb yang rendah
menyebabkan terjadinya penurunan suplai oksigen yang sangat dibutuhkan tubuh, terutama
otak. Hal ini menyebabkan tubuh mengalami gangguan dan segera melakukan kompensasi,
salah satunya dengan mematikan saraf dan mengistirahatkan organ-organ vital guna
menghemat energi, yaitu dengan menjadikan fokus menurun dan mataberkunang-kunang.
SAKIT KEPALA
Hemogloblin berfungsi untuk mengikat partikel oksigen yg diperlukan sel tubuh (termasuk
sel otak ) agar dapat berfungsi dengan baik. Apabila jumlah hemoglobin berkurang maka sel
otak otomatis akan mengalami kekurangan pasokan oksigen. Kurangnya oksigen yg
dihantarkan olah darah juga menyebabkan pembuluh darah melebar terutama di area kepala.
Pembengkakan dan pelebaran pembuluh darah inilah akan menimbulkan rasa sakit di kepala.
NAPAS TERENGAH-ENGAH
Perubahan morfologi seperti menjadi mikrositik dan hipokromik anemia akan
menyebabkan distribusi oksigen ke jaringan menjadi terganggu. Ketika terjadi penurunan
utilisasi glukosa oleh jaringan (kekurangan energi) dan terjadi peningkatan metabolisme
anaerob yang menghasilkan energi lebih sedikit serta penumpukan asam laktat. Dapat pula
disebabkan oleh ketosis yang kemudian menyebabkan : asidosis metabolik yaitu keasaman
darah yang berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila
peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi
asam.
Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat
sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara
menurunkan jumlah karbon dioksida, pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi
keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih.
26
Anemia menyebabkan menurunnya RBC , di mana RBC bertugas mengangkut glukosa
ke seluruh jaringan tubuh. Ketika terjadi penurunas suplai glukosa ke jaringan tubuh . tubuh
melakukan usaha kompensasi berupa respirasi anaerob yang berujung kepada penumpukan
asam laktat dan terjadila asidosis. Terjadinya asidosis menyebabkan keseimbangan asam
basah tubuh bergeser, lalu timbul lah nafas terengah- engah.
MUAL
- Di dalam tubuh kita terjadi peradangan lambung akibat kita makan-makanan yang
mengandung alcohol, aspirin, steroid, dan kafein sehingga menyebabkan terjadi iritasi
pada lambung dan menyebabkan peradangan di lambung yang diakibatkan oleh
tingginya asam lambung
- Setelah terjadi peradangan lambung maka tubuh akan merangsang pengeluaran zat yang
di sebut vas aktif yang menyebabkan permeabilitas kapilier pembuluh daran naik
- Sehingga menyebabkan lambung menjadi edema (bengkak) dan merangsang reseptor
tegangan dan merangsang hypothalamus untuk mual
PERUT KEMBUNG
a. Produksi gas yang berlebihan, biasanya disebabkan oleh bakteri, melalui 3mekanisme.
Pertama, jumlah gas yang dihasilkan oleh setiap individut idak sama sebab ada bakteri
tertentu yang menghasilkan banyak gas sementara yang lainnya tidak. Kedua, makanan
yang sulit dicerna dan diabsorbsi di usus halus menyebabkan banyaknya makanan yang sampai
di usus besar sehingga makanan yang harus dicerna bakteri akanbertambah dan gas yang
dihasilkan bertambah banyak. Contohnya adalah pada kelainan intoleransi laktosa,
sumbatan pancreas, dan saluran empedu.Ketiga, karena keadaan tertentu bakteri tumbuh
dan berkembang di usus halus dimana biasanya seharusnya di usus besar. Biasanya hal
ini berpotensi meningkatkan flatus (buang angin/kentut)
27
b. Sumbatan mekanis. Sumbatan dapat terjadi di sepanjang lambung sampai rectum, jika
bersifat sementara dapat menyebabkan kembung yang bersifat sementara. Contohnya
adalah adanya parut di katub lambung yang dapat mengganggu aliran dari lambung ke
usus. Sesudah makan makanan bersama udara tertelan, kemudian setelah 1-2 jam
lambung mengeluarkan asam dan cairan dan bercampur dengan makanan untuk
membantu pencernaan. Jika terdapat sumbatan yang tidak komplit makan makanan dan
hasil pencernaan dapat masuk ke usus dan dapat mengatasi kembung. Selain itu kondisi feses
yang terlalu keras juga dapat menjadi sumbatan yang dapat memperparah kembung.
c. Sumbatan fungsional. Yang dimaksud sumbatan fungsional adalah akibat kelemahan yang
tejadi pada otot lambung dan usus sehingga gerakan dari saluran cerna tidak baik yang
menyebabkan pergerakan makanan menjadilambat sehingga terjadi kembung. Hal ini bisa
terjadi pada penyakit gastroparesis, Irritable Bowel Syndrome (IBS) dan Hirschprung's.
Selain itu faktor makanan seperti lemak juga akan memperlambat pergerakan makanan,
gas, dan cairan ke saluran cerna bawah yang juga berakibat kembung. Serat yang digunakan
untuk mengatasi sembelit juga dapat menyebabkan kembung tanpa adanya peningkatan jumlah
gas, namunadanya kembung ini disebabkan oleh melambatnya aliran gas ke usus
kecilakibat serat.
d. Hipersensitifitas saluran cerna. Beberapa orang ada yang memang hipersensitif terhadap
kembung, mereka merasakan kembung padahal jumlah makanan, gas, dan cairan di
saluran cerna dalam batas normal,biasanya bila mengkonsumsi makanan yang
mengandung lemak.(Richard,1999 dan Kurt,1999)
4. PEMERIKSAAN FISIK
INTERPRETASI
Nilai/Status Nilai/Status
Jenis Pemeriksaan Interpretasi
Skenario Normal
110-120/70-80
Tekanan Darah 110/70 mmHg Normal
mmHg
Heart Rate 94 x/menit 60-100 x/menit Normal
Respiratory Rate 24 x/menit 16-24 x/menit Normal
Temperature 36,6oC 36,5o-37,5oC Normal
Konjungtiva palpebra Anemis Berwarna merah Abnormal
Bibir cheilitis Positif Negatif Abnormal
Papil Lidah Atrofi papil Berukuran normal Abnormal
Kuku Koilonychia Positif Negatif Abnormal
Hepar Tidak teraba Tidak teraba Normal
Lien Tidak teraba Tidak teraba Normal
28
Nyeri tekan
Positif Negatif Abnormal
epigastrium
KGB Tidak membesar Tidak membesar Normal
CHEILITIS
Banyak pendapat yang mengemukakan tentang etiologi dari Angular cheilitis, Angular
Cheilitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor
A. Agen Infeksi
Agen infeksi merupakan penyebab utama dari lesi, dimana sebagian besar adalah
candida albican dan staphylococcus aureus. Candida diperkirakan sebagai factor utama
terjadinya angular cheilitis yang disebabkan oleh oral candidiasis. Selain candida ada
pula staphylococcus, streptococcus dan mikroorganisme lainnya yang dapat
menyebabkan terjadinya angular cheilitis.
B. Faktor mekanik.
Pada pasien yang menggunakan gigi tiruan yang tidak pas. Biasanya sering terjadi pada
orang tua. Dapat pula terjadi pada pasien yang edentulous yang tidak memakai gigi
tiruan atau yang menggunakan gigi tiruan tapi tidak pas sehingga overhang pada bibir
atas bawah pada sudut mulut sehingga menghasilkan lipat lengkung miring pada sudut
mulut, lipatan yang dalam ini menyebabkan saliva mengalir keluar sehingga tercipta
suatu lingkungan yang basah terus menerus. Keadaan ini yang memungkinkan
lingkungan yang ideal bagi mikroorganisme untuk tumbuh berkembang. Selain pada
orang tua, anak-anak pun sering terjadi angular cheilitis disebabkan karena kebiasaan
buruk seperti menjilat sudut bibir, menghisap ibu jari dan menggunakan dot. Refrensi
lain mengatakan penyebab angular cheilitis yang terjadi pada anak adalah kebiasaan
bernafas melalui mulut, membasahi bibir dengan air ludah, menjilati samping mulut dan
sering mengeluarkan air liur hal ini menyebabkan jaringan pada sudut mulut akan
terlumasi oleh ludah dan terbentuklah lingkungan yang sesuai untuk poliferasi
29
organisme. Keadaan ini dapat menjadi lebih parah dengan membiarkan bibir basah
dikeringkan oleh angin dan sinar matahari. Biasanya pada anak angular cheilitis sering
diikuti dengan demam.
C. Defisiensi Nutrisi
Kekurangan gizi merupakan penyebab terjadinya angular cheilitis. Kekurangan vitamin
B-2 (riboflavin), vitamin B-3 (niacin), Vitamin B-6 (pyridoxine), atau vitamin B-12
(cyanocobalamin) dan kekurangan zat besi dapat menyebabkan seorang anak mengalami
angular cheilitis. Penyebab angular cheilitis yang menonjol pada anak-anak adalah defisiensi nutrisi.
Defisiensi nutrisi yang dimaksud biasanya disebabkan kurangnya asupan vitamin B
kompleks (riboflavin), zat besi dan asam folat. Dalam menimbulkan angular cheilitis,
setiap faktor etiologi terutama defisiensi nutrisi berkorelasi dengan kondisi lingkungan,
pada anak sekolah yang paling berpengaruh adalah kondisi lingkungan dalam keluarga
dan di sekolah. Kondisi lingkungan yang dimaksud dapat berupa tingkat sosial ekonomi
keluarga, pengaruh adat dalam keluarga, kebiasaan atau pola makan anak dan
pengetahuan gizi. Kekurangan gizi paska masa anak- anak selalu dihubungkan dengan
vitamin dan mineral yang spesifik, yang berhubungan dengan mikronutrien tertentu.
Konsekuensi defisiensi mikronutrien selama masa anak- anak sangat berbahaya.
KOILONYCHIA
Koilonikia dikenal sebagai salah satu manifestasi klinis pada anemia defi siensi besi,
meskipun tidak patognomonik. Koilonikia dapat didasari oleh banyak etiologi lain, bahkan
dapat terjadi secara fisiologis, terutama pada kuku jari kaki anak-anak berusia di bawah 5
tahun. Selain anemia defisiensi besi, koilonikia juga dapat ditemukan pada defisiensi protein
(sistein dan methionin), hemokromatosis, Plummer Vinson Syndrome, skleroderma, dan juga
dapat berhubungan dengan trauma, baik trauma fisik maupun trauma kimiawi yang sering
berhubungan dengan pekerjaan, terutama yang tergolong pekerjaan basah (wet work).
30
Defisiensi besi dalam waktu yang lama juga dapat menyebabkan gangguan dari
perkembangan kuku di jari sehingga akan menyebabkan terjadinya koilonychia. Jaringan
kuku menjadi lunak sehingga ketika diberikan dengan tekanan ringan pada ujung kuku
seperti ketika menulis dengan menggunakan pen dapat menyebabkan deformitas
bentuk kuku menjadi konkaf. Kelainan ini sering terjadi pada kuku jari pertama, hal ini
disebabkan karena populasi orang dengan dominan tangan kanan lebih banyak
dibandingkan tangan kiri.
ATROFI PAPIL
Kurangnya oksigenasi juga berarah pada beberapa sel pada
bagian tubuh dan akan berakibat juga atrofi pada papil
lidah.
5. PEMERIKSAAN LAB
MCV = Ht / E x 10 fL
= 22 / 3.055 x 10 fL
= 72,01 fL
MCH = Hb / E x 10 pg
= 7,6 / 3.055 x 10 pg
= 24,9 pg
MCHC = Hb / Ht x 1000 g/dL
= 7,6 / 22 x 100 g/dL
= 34,54 g/dL
31
Hasil Nilai rujukan Interpretasi
Diff. count
Status besi
MEKANISME ABNORMALITAS HB
a. Kehilangan darah secara kronis
32
Pada pria dewasa, sebagian besar kehilangan darah disebabkan oleh proses perdarahan akibat
penyakit atau akibat pengobatan suatu penyakit. Sementara pada wanita, terjadi kehilangan
darah secara alamiah setiap bulan. Jika darah yang keluar selama haid sangat banyak akan
terjadi anemia defisiensi zat besi.
b. Asupan dan serapan tidak adekuat
Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah bahan makanan yang berasal dari daging
hewan. Selain banyak mengandung zat besi, serapan zat besi dari sumber makanan tersebut
mempunyai angka keterserapan sebesar 20-30%. Sebagian besar penduduk di negara yang
sedang berkembang tidak mampu menghadirkan bahan makanan tersebut. Kebiasaan
konsumsi makanan yang dapat mengganggu penyerapan zat besi seperti kopi dan teh secara
bersamaan pada waktu makan menyebabkan serapan zat besi semakin rendah.
c. Peningkatan kebutuhan
Asupan zat besi harian diperlukan untuk mengganti zat besi yang hilang melalui tinja, air seni
dan kulit. Berdasarkan jenis kelamin, kehilangan zat besi untuk pria dewasa mendekati 0,9
mg dan 0,8 untuk wanita. Sebagian peningkatan ini dapat terpenuhi dari cadangan zat besi,
serta peningkatan adaptif jumlah persentase zat besi yang terserap melalui saluran cerna.
Namung, jika cadangan zat besi sangat sedikit sedangkan kandungan dan serapan zat besi
dalam dan dari makanan sedikit, pemberian suplementasi pada masa- masa ini menjadi sangat
pentin
33
Sediaan apus darah tepi adalah suatu cara yang sampai saat ini masih digunakan pada
pemeriksaan di laboratorium. Prinsip pemeriksaan sediaan apus ini adalah dengan
meneteskan darah lalu dipaparkan di atas objek glass, kemudian dilakukan pengecatan dan
diperiksa dibawah mikroskop.
Guna pemeriksaan apusan darah:
1. Evaluasi morfologi dari sel darah tepi (eritrosit, trombosit, dan leukosit)
2. Memperkirakan jumlah leukosit dan trombosit
3. Identifikasi parasit (misal : malaria. Microfilaria, dan Trypanosoma).
Sediaan apus darah tepi dapat diwarnai dengan berbagai macam metode termasuk
larutan-larutan yang sederhana antara lain: pewarnaan Giemsa, pewarnaan acid fast,
pewarnaan garam, pewarnaan wright, dan lain-lain. Pewarnaan Giemsa disebut juga
pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak digunakan untuk mempelajari
morfologi sel-sel darah, sel-sel lien, sel-sel sumsum dan juga untuk mengidentifikasi parasit-
parasit darah misal Tripanosoma, Plasmodia dan lain-lain dari golongan protozoa. (Maskoeri,
2008)
Pewarnaan Giemsa (Giemsa Stain) adalah teknik pewarnaan untuk pemeriksaan
mikroskopis yang namanya diambil dari seorang peneliti malaria yaitu Gustav Giemsa.
Pewarnaan ini digunakan untuk pemeriksaan sitogenetikdan untuk diagnosis histopatologis
parasit malaria dan juga parasit jenis lainnya. (Jason and Frances, 2010 )
Dasar dari pewarnaan Giemsa adalah presipitasi hitam yang terbentuk dari penambahan
larutan metilen biru dan eosin yang dilarutkan di dalam metanol. Yaitu dua zat warna yang
berbeda yaitu Azur B ( Trimetiltionin ) yang bersifat basa dan eosin y ( tetrabromoflurescin )
yang bersifat asam seperti kromatin, DNA dan RNA. Sedangkan eosin y akan mewarnai
komponen sel yang bersifat basa seperti granula, eosinofili dan hemoglobin. Ikatan eosin y
pada azur B yang beragregasi dapat menimbulkan warna ungu, dan keadaan ini dikenal
sebagai efek Romanowsky giemsa. Efek ini terjadi sangat nyata pada DNA tetapi tidak terjadi
pada RNA sehingga akan menimbulkan kontras antara inti yang berwarna dengan sitoplasma
yang berwarna biru. ( Arjatmo Tjokronegoro, 1996)
Pewarnaan giemsa adalah teknik pewarnaan yang paling bagus dan sering digunakan
untuk mengidentifikasi parasit yang ada di dalam darah ( blood-borne parasite ). ( Ronald dan
Richard , 2004 )
Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler atau vena,
yang dihapuskan pada kaca obyek. Pada keadaan tertentu dapat pula digunakan EDTA
(Arjatmo Tjokronegoro, 1996)
34
Jenis apusan darah :
1. Sediaan darah tipis
Ciri- ciri apusan sediaan darah tipis yaitu lebih sedikit membutuhkan darah untuk
pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah tebal, morfologinya lebih jelas. Bentuk
parasit plasmodium berada dalam eritrosit sehingga didapatkan bentuk parasit yang utuh dan
morfologinya sempurna. Serta lebih mudah untuk menentukan spesies dan stadium parasit
dan perubahan pada eritrosit yang dihinggapi parasit dapat dilihat jelas.
2. Sediaan darah tebal
Ciri- ciri apusan sediaan darah tebal yaitu membutuhkan darah lebih banyak untuk
pemeriksaan dibanding dengan apusan darah tipis, sehingga jumlah parasit yang ditemukan
lebih banyak dalam satu lapang pandang, sehingga pada infeksi ringan lebih mudah
ditemukan. Sediaan ini mempunyai bentuk parasit yang kurang utuh dan kurang begitu
lengkap morfologinya. (Sandjaja, 2007)
35
Pengecatan (menurut Wright):
1. Ratakan 10 tetes Wright stain di atas sediaan, biarkan 2-3 menit, kalau akan mengering
tetesi lagi catnya.
2. Tambahkan tetesan sol buffer yang sama jumlahnya dengan tetesan Wright yang
dipakai sampai rata bercampur dengan (1), biarkan 5-10 menit. Warna hijau mengkilat
menunjukkan pengecatan telah cukup.
3. Siram dengan aquadest 30 detik lalu siram dengan air mengalir
4. Keringkan miring di udara pada kertas saring
Pemeriksaan Sediaan:
1. Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaan lemah (10 x /LPF) untuk melihat apakah
pengecatan memuaskan:
36
a. bila nukleus (inti) belum ter-cat, ulangi pengecatan seperti di atas.
b. bila ada presipitasi, tambahkan cat Wright dan segera dibilasi aquadest.
c. bila nukeus (inti) belum ter-cat kontras dengan sitoplasma, granula eosinofil ter-cat
kemerahan dan sitoplasma eritrosit ter-cat merah muda, berarti pengecatan sempurna
2. Periksa dengan minyak imersi mulai dari daerah sediaan yang tipis, apakah sediaan dan
pengecatan sudah memenuhi syarat.
3. Sediaan yang baik diberi etiket dengan:
o nama penderita
o tanggal pembuatan
7. PEMERIKSAAN FESES
– Pemeriksaan makroskopik (dapat dilihat dengan mata telanjang: konsistensi, warna, darah,
lendir). Adanya darah dan lendir menandakan infeksi yang harus segera diobati, yaitu infeksi
karena amuba atau bakteri shigella.
– Pemeriksaan mikroskopik (hanya dapat dilihat melalui mikroskop: leukosit, eritrosit, epitel,
amilum, telur cacing dan amuba). Adanya amuba menandakan adanya infeksi saluran cerna
terhadap amuba tersebut, dan adanya telur cacing menandakan harus diobatinya pasien dari
infeksi parasit tersebut.
- Pemeriksaan kimia : untuk mengetahui adanya Darah Samar, Urobilin, Urobilinogen,
Bilirubin dalam feses / tinja
Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap darah samar. Tes
terhadap darah samar untuk mengetahui adanya perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan
37
secara makroskopik atau mikroskopik. Adanya darah dalam tinja selalu abnormal.
Pemeriksaan darah samar dalam tinja dapat dilakukan dengan menggunakan tablet reagens.
Tablet Reagens banyak dipengaruhi beberapa faktor terutama pengaruh makanan yang
mempunyai aktifitas sebagai peroksidase sering menimbulkan reaksi positif palsu seperti
daging, ikan sarden dan lain lain. Menurut kepustakaan, pisang dan preparat besi seperti
Ferrofumarat dan Ferro Carbonat dapat menimbulkan reaksi positif palsu dengan tablet
reagens. Maka dianjurkan untuk menghindari makanan tersebut diatas selama 3-4 hari
sebelum dilakukan pemeriksaan darah samar. Prinsip pemeriksaan ini hemoglobin yang
bersifat sebagai peroksidase akan menceraikan hidrogen peroksida menjadi air dan 0 nascens
(On). On akan mengoksidasi zat warna tertentu yang menimbulkan perubahan warna.
Macam-macam metode tes darah samar yang sering dilakukan adalah guajac tes,
orthotoluidine, orthodinisidine, benzidin tes berdasarkan penentuan aktivitas peroksidase /
oksiperoksidase dari eritrosit (Hb).
Pada metode benzidine basa hasil dinilai dengan cara :
Negative ( - ) tidak ada perubahan warna atau samar-samar hijau
Positif ( +) hijau
Positif (2+) biru bercampur hijau
Positif (3+) biru
Positif (4+) biru tua
Ekonomi Mira 36
rendah tahun
Diet rendah Fe Kebutuhan Fe Pengeluaran Sering Telat Pekerjaan Berat
Meningkat Fe meningkat Makan
Defisiensi Fe HCl
meningkat
Kadar Ferritin ↓
Ulkus pada GI
VII. Kerangka Konsep
38Darah samar
pada feses
Anemia defisiensi Fe
(+)
(mikrositik hipokrom)
VIII. Sintesis
Mira 36 tahun seorang buruh cuci memiliki lima orang anak dan suaminya seorang
tukang kebun. Diet sehari-hari Mira sekeluarga yang rendah kandungan besi menyebabkan
asupan besi tidak mencukupi. Mira yang juga seorang wanita yang telah mengalami masa
39
pubertas berarti memiliki pengeluaran besi cukup tinggi karena menstruasi. Ia juga telah
mengandung lima orang anak sebelumnya dengan diet besi kurang sehingga kebutuhan besi
yang tinggi tidak terpenuhi. Riwayat kemungkinan maag atau ulkus GI lainnya yang dialami
Mira tanpa penatalaksanaan yang tepat menyebabkan pendarahan ringan saluran cerna yang
dibuktikan dengan tes darah samar positif pada permeriksaan feses.
Diet rendah besi, menstruasi, riwayat kehamilan, dan pendarahan GI yang berjalan
kronis menyebabkan Mira mengalami anemia defisiensi besi (ADB). Hal ini ditandai gejala
yang dialami, Hb yang rendah (7,6 g/dL), status besi yang khas pada ADB (besi serum dan
ferritin rendah dan TIBC meningkat), anemia mikrositik hipokrom, dan bentuk eritrosit
abnormal.
Pada ADB, Hb yang rendah disebabkan karena pembentukan prekursor Hb yaitu
heme terganggu akibat berkurangnya persediaan zat besi. Eritropoesis pun juga terganggu
sehingga tampak gambaran apus darah tepi seperti yang dijelaskan di atas.
Anemia defisiensi besi menyebabkan tanda-tanda cheilitis, koilonychias, dan atrofi
papil lidah karena zat besi penting dalam pertumbuhan sel-sel epitel kurang. Konjungtiva
palpebral anemis, keluhan mudah lelah, pandangan berkunang-kunang, sering sakit kepala
dan napas terengah-engah saat melakukan pekerjaan berat merupakan gejala anemia berat.
Terapi yang dapat diberikan kepada Mira adalah injeksi intra vena besi dekstran 2 ml
secara pelan satu kali per hari hingga nilai hemoglobin kembali normal.
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
40
Ibu Mira 36 tahun menderita anemia mikrositik hipokromik karena nutrisi besi yang kurang
DAFTAR PUSTAKA
41
Atmakusuma D dan Iswari S 2014. Dasar-Dasar Thalassemia: Salah Satu Jenis
Hemoglobinopati dalam Setiati S, Idrus A, Aru WS, et.al: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta: Internapublishing.
Bagian Patologi Klinik FK UNSRI. 2016. Penuntun Praktikum Patologi Klinik: Membuat
Preparat Apus Darah. Palembang: Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Bakta, I. M., Suega, K., Dharmayuda, T. G., 2006. Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Sudoyo,
A. W., penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4 Jilid II. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 644-659.
Brittenham GM. Disorders of iron homeostasis: iron deficiency and overload. In: Hoffman R,
Benz EJ Jr, Silberstein LE, et al, eds. Hematology: Basic Principles and Practice. 6th
ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2013:chap 34.
Conrad, E Marcel, 2006, “Iron Deficiency Anemia: Follow-up”, Available at
http://emedicine.medscape.com
Council for Continuing Pharmaceutical Education 2013. Tables of Normal Values. Diakses
pada 16 November 2016. http://www.ccpe-
cfpc.com/en/pdf_files/drug_lists/normal_values.pdf
Ganie, RA. 2012. Anemia Defisiensi Besi. Tersedia di
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31348/4/Chapter%20II.pdf Diakses pada
tanggal 16 November 2016.
Goljan EF. Red blood cell disorders. In: Goljan EF, ed. Rapid Review Pathology. 4th ed.
Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2014:chap 12.
Harrison., 2007. Principle of Interna Medicine. Mc-Graw Hill
Hoffbrand AV, JE Pettit, dan PAH Moss 2005. Kapita Selekta Hematologi terj. Lyana
Setiawan. Jakarta: EGC.
Iron Deficiency Anemia, http://emedicine.medscape.com/article/202333-overview#a2,
diakses tanggal 16 November 2016, pukul 16.00 WIB.
Medscape 2014. Laboratory Reference Ranges in Healthy Adults. Diakses pada 16 November
2016. http://emedicine.medscape.com/article/2172316-overview
Murray, R. K., Daryl, K. G., Peter, A. M. , Victor, W. R., 2003. Biokimia Harper --- Ed 25
---Jakarta : EGC.
Normal Vital Signs. http://emedicine.medscape.com/article/2172054-overview, diakses
tanggal 16 November 2016
42
Rosmayulia. Sediaan Apus Darah Tepi. Tersedia di digilib.unimus.ac.id/download.php?id=12
Diakses pada tanggal 16 November 2016.
Sinurat, TS. 2011. Anemia Defisiensi Besi. Tersedia di
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/4/Chapter%20II.pdf Diakses pada
tanggal 16 November 2016.
Sudoyo, A., 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 4 Jilid II. Pustaka IPD FKUI
Sudoyo, A., 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 5. Pustaka IPD FKUI: Jakarta
Zulaicha, T. M., 2009. Pengaruh Suplementasi Besi Sekali Seminggu Dan Sekali Sehari
Terhadap Status Gizi Pada Anak Sekolah Dasar, Universitas Sumatera Utara. Diunduh
dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234567 89/6261/1/09E00122.pdf.
http://www.hilab.co.id/index.php/our-advice/164-hematologi
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/144/jtptunimus-gdl-sitinurjan-7167-3-babii.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/118/jtptunimus-gdl-arumwulann-5862-2-babii.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/4/Chapter%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31348/4/Chapter%20II.pdf
43