Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 13

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 9

Tutor: dr. Budi Santoso, M.Kes

Muhammad Galang Samudra 04011181520028


Dara Prameswari 04011181520032
Hadia Ubee Sulo Faomasiu Gea 04011181520054
Faadhillah Muhammad Yusuf 04011181520063
Rizka Aulia 04011181520075
Rahma Nur Islami 04011181520177
Neubrina Raseuky Sukamto 04011181520079
Michael Chandra 04011281520149
M. Fitra Rwananda P. 04011281520165
Muhammad Syahrul Ramadhan 04011281520167
Muhammad Ikbar Fauzan 04011281520173
Radyat Fachreza 04011281520174

PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial
Skenario B Blok 13 Tahun 2016” dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami mendapat banyak bantuan, bimbingan,
dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada:

1. Allah SWT, yang telah memberi nafas kehidupan,


2. Tutor kelompok 9, Bapak dr. Budi Santoso, M.Kes
3. Teman-teman kelompok 9 dan sejawat FK Unsri,
4. Semua pihak yang telah membantu kami.

Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini masih mempunyai kekurangan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di
masa mendatang.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala bantuan yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat
bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan untuk membuka wawasan yang lebih luas
lagi. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin.

Palembang, November 2016

Kelompok 9

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…............................................................................................. i
DAFTAR ISI…………................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
I. Kegiatan Tutorial............................................................................................... 1
BAB II ISI...................................................................................................................... 2
I. Skenario A Blok 12........................................................................................... 2
II. Klarifikasi Istilah.............................................................................................. 3
III. Identifikasi Masalah......................................................................................... 4
IV. Analisis Masalah…........................................................................................... 5
V. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan.......….........….......................……………… 15
VI. Topik Pembelajaran......................................................................................... 16
1. Anemia Mikrositik Hipokrom.………..................................................... 16
2. Anemia Defisiensi Besi...…………………………………….................. 24
3. Patofisiologi Keluhan.........…………………………………….............. 26
4. Pemeriksaan Fisik................................................………………...……... 29
5. Pemeriksaan Lab...................................................................................... 32
6. Apusan Darah Tepi................................................................................... 34
7. Pemeriksaan Feses.................................................................................... 38
VII. Kerangka Konsep............................................................................................. 40
VIII. Resume............................................................................................................. 41
BAB III PENUTUP...................................................................................................... 42
I. Kesimpulan........................................................................................................ 42
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………… 43

ii
BAB I
PENDAHULUAN

I. Kegiatan Tutorial
Tutor : dr. Budi Santoso, M.Kes
Moderator : Muhammad Galang Samudra
Sekretaris : Rizka Aulia
Dara Prameswari
Waktu : 1. Selasa, 15 November 2016
Pukul 07.30 – 10.00 WIB
2. Kamis, 17 November 2016
Pukul 07.30 – 10.00 WIB
Peraturan selama tutorial:
1. Diperbolehkan untuk minum dan dilarang untuk makan
2. Diperbolehkan permisi ke toilet
3. Pada saat ingin berbicara terlebih dahulu mengacungkan tangan, lalu setelah diberi
izin moderator baru bicara
4. Tidak boleh memotong pembicaraan orang lain

1
BAB II
ISI

I. Skenario
Mira, 36 tahun, memiliki lima orang anak. Mira bekerja sebagai buruh cuci pakaian
sedangkan suaminya bekerja sebagai tukang kebun. Sehari-hari Mira sekeluarga hanya
makan dengan nasi, kecap, dan kerupuk, sesekali dengan tambahan telur atau tempe.

Mira datang ke Puskesmas dengan keluhan mudah lelah yang disertai pandangan berkunang-
kunang sejak 2 minggu lalu. Mira juga mengeluh sering sakit kepala dan napas terengah-
engah saat mencuci pakaian atau melakukan pekerjaan berat lainnya.

Dari anamnesis juga diketahui ternyata sejak 5 tahun terakhir Mira sering mengeluh nyeri di
ulu hati, mual, dan perut kembung yang timbul bila terlambat makan. Selama ini Mira
mengatasinya dengan minum obat promag yang dibeli di warung.
Dokter kemudian melakukan beberapa pemeriksaan.

Pemeriksaan Fisik:
TD: 110/70, HR: 94x/menit, RR: 24x/menit, T: 36,6oC
Konjungtiva palpebra: anemis
Cheilitis (+), Lidah: atropi papil
Koilonychia (+)
Abdomen: hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (+)
Tidak ditemukan perbesaran KGB

Laboratorium:
Hb: 7,6 g/dL, Ht: 22 vol%, RBC: 3.055.000/mm3, WBC: 7.400/mm3, Trombosit:
386.000/mm3, Diff. count: 0/2/5/59/30/4, LED 40 mm/jam.
Besi serum 30 µg/L, TIBC 560 µg/dL, Feritin 5 ng/mL

Gambaran apusan darah tepi:


 Eritrosit: mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis, cigar-shaped cell, pencil cell
 Leukosit: jumlah cukup, morfologi normal

2
 Trombosit: jumlah cukup, penyebaran merata, morfologi normal
Kesan: anemia mikrositik hipokrom suspek defisiensi besi

Feses:
Darah samar: positif

II. Klarifikasi Istilah


NO. ISTILAH DEFINISI
1. Ulu hati Daerah perut bagian tengah dan atas yang terletak di antara
angulus sterni (Dorland)
2. Mual Sensasi tidak menyenangkan yang samar pada epigastrium
dan abdomen dengan kecenderungan untuk muntah
(Dorland)
3. Perut kembung Kondisi ketika perut terasa penuh, kencang, dan terlihat
membesar (alodokter)
4. Obat promag Obat yang mengandung antacid (zat yang berfungsi untuk
menetralisir asam lambung) dan antiflatulen (untuk
membuang gas berlebih)
5. Cheilitis Peradangan pada bibir (Dorland)
6. Koilonychia Kelainan pada kuku dimana kuku berbentuk seperti sendok
(kamuskedokteran)
7. Besi serum Zat besi yang diperlukan untuk pembuatan hemoglobin,
yang membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh
berasal/diserap dari makanan kemudian diikat dan diangkut
ke seluruh tubuh oleh transferin serum
8. TIBC (Total Iron Tes darah untuk melihat berapa banyak besi dalam darah
Binding Capacity) (medlineplus.gov)
9. Feritin Kompleks besi-apoferitin yang merupakan bentuk utama
penyimpanan besi di dalam tubuh
10. Anisopoikilositosis Eritrosit yang ukurannya berbeda-beda dan bentuknya
abnormal di dalam darah (Dorland)
11. Cigar-shaped cell Sel yang memiliki bentuk seperti rokok/pensil yang berada
pada apusan darah tepi (Clinical Hematology and
Oncology)
12. Pencil cell Jenis sel darah merah yang berbentuk elips, berwarna lebih
pucat, dengan ujungnya yang panjang seperti pensil
(Morphology Update of Erythrocyte)

3
13. Darah samar Pemeriksaan untuk mengetahui adanya darah yang tidak
dapat terlihat melalui kedua pemeriksaan baik makroskopik
ataupun mikroskopik

III. Identifikasi Masalah


1. Mira, 36 tahun, memiliki lima orang anak, bekerja sebagai buruh cuci pakaian
sedangkan suaminya bekerja sebagai tukang kebun. Sehari-hari mereka hanya makan
dengan nasi, kecap, dan kerupuk, sesekali dengan tambahan telur atau tempe. (VVV)
2. Mira datang ke Puskesmas dengan keluhan mudah lelah yang disertai pandangan
berkunang-kunang sejak 2 minggu lalu dan juga ia mengeluh sering sakit kepala dan
napas terengah-engah saat melakukan pekerjaan berat (VVVVV)
3. Mira sering mengeluh nyeri di ulu hati, mual, dan perut kembung yang timbul bila
terlambat makan sejak 5 tahun terakhir, dan selama ini Mira mengatasinya dengan
minum obat promag yang dibeli di warung. (VVVV)
4. Pemeriksaan Fisik:
TD: 110/70, HR: 94x/menit, RR: 24x/menit, T: 36,6oC
Konjungtiva palpebra: anemis
Cheilitis (+), Lidah: atropi papil
Koilonychia (+)
Abdomen: hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (+)
Tidak ditemukan perbesaran KGB (V)
5. Laboratorium:
Hb: 7,6 g/dL, Ht: 22 vol%, RBC: 3.055.000/mm3, WBC: 7.400/mm3, Trombosit:
386.000/mm3, Diff. count: 0/2/5/59/30/4, LED 40 mm/jam.
Besi serum 30 µg/L, TIBC 560 µg/dL, Feritin 5 ng/mL (VV)
6. Gambaran apusan darah tepi:
 Eritrosit: mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis, cigar-shaped cell, pencil cell
 Leukosit: jumlah cukup, morfologi normal
 Trombosit: jumlah cukup, penyebaran merata, morfologi normal
Kesan: anemia mikrositik hipokrom suspek defisiensi besi (VV)
7. Feses:
Darah samar: positif (V)

IV. Analisis Masalah

4
1. Mira, 36 tahun, memiliki lima orang anak, bekerja sebagai buruh cuci pakaian
sedangkan suaminya bekerja sebagai tukang kebun. Sehari-hari mereka hanya
makan dengan nasi, kecap, dan kerupuk, sesekali dengan tambahan telur atau
tempe.
a. Apa hubungan pekerjaan Mira dan suaminya dalam kasus ini?
Pekerjaan Mira sebagai buruh cuci pakaian dan suaminya sebagai tukang kebun menandakan
bahwa mereka memiliki keadaan sosioekonomi yang buruk, sehingga asupan gizi sehari-
sehari tidak terpenuhi

b. Apakah hubungan makanan yang dikonsumsi dengan kasus?


Makanan yang dikonsumsi Mira sehari-hari tidak mengandung asupan zat besi yang cukup
sehingga terjadilah defisiensi zat besi yang berujung pada anemia

c. Apa hubungan gender terkait kasus?


Risiko terkena anemia pada perempuan lebih besar karena menstruasi menyebabkan
kehilangan besi hingga dua kali jumlah kehilangan besi laki-laki (Brody 1994). Apabila
darah yang keluar saat menstruasi cukup banyak, berarti jumlah zat besi yang hilang dari
tubuh juga cukup besar.

d. Apa hubungan jumlah anak terkait kasus?


Ketika Mira hamil, artinya ia memerlukan pasokan besi yang lebih banyak dari jumlah biasa,
hal ini dikarenakan selain dirinya, besi itu juga akan dipakai oleh janin yang dikandungnya.
Dalam kasus ini, Mira melakukan diet rendah besi yang menyebabkan asupan besinya tidak
tercukupi. Karena inilah, makin banyak jumlah anak yang dilahirkan Mira, makin tinggi
risiko Mira mengalami anemia defisiensi besi.

2. Mira datang ke Puskesmas dengan keluhan mudah lelah yang disertai pandangan
berkunang-kunang sejak 2 minggu lalu dan juga ia mengeluh sering sakit kepala
dan napas terengah-engah saat melakukan pekerjaan berat
a. Bagaimana mekanisme pandangan berkunang-kunang pada kasus?
Pada kasus terjadi defisiensi zat besi akibat kurangnya asupan zat besi, malabsorbsi zat besi,
maupun pengeluaran zat besi yang berlebihan (kehamilan, menstruasi, dll). Hal ini
menyebabkan terjadinya penurunan dalam pembentukan hemoglobin akibat menurunnya zat
besi, yang berujung pada anemia. Hal ini dibuktikan dengan kadar Hb pasien yang sangat

5
rendah yaitu 7,6 gr/dL. Zat besi dalam hemoglobin sel darah merah berperan dalam
membawa oksigen untuk dialirkan ke seluruh tubuh. Dengan kadar Hb yang rendah
menyebabkan terjadinya penurunan suplai oksigen yang sangat dibutuhkan tubuh, terutama
otak. Hal ini menyebabkan tubuh mengalami gangguan dan segera melakukan kompensasi,
salah satunya dengan mematikan saraf dan mengistirahatkan organ-organ vital guna
menghemat energi, yaitu dengan menjadikan fokus menurun dan mata berkunang-kunang.

b. Bagaimana mekanisme sakit kepala pada kasus?


Hemogloblin berfungsi untuk mengikat partikel oksigen yg diperlukan sel tubuh (termasuk
sel otak) agar dapat berfungsi dengan baik. Apabila jumlah hemoglobin berkurang maka sel
otak otomatis akan mengalami kekurangan pasokan oksigen. Kurangnya oksigen yang
dihantarkan olah darah juga menyebabkan pembuluh darah melebar terutama di area kepala. 
Pembengkakan dan pelebaran pembuluh darah inilah akan menimbulkan rasa sakit di kepala.

c. Bagaimana mekanisme napas terengah-engah pada kasus?


Perubahan morfologi seperti menjadi mikrositik dan hipokromik anemia akan menyebabkan
distribusi oksigen ke jaringan menjadi terganggu dan tubuh melakukan metabolisme secara
anaerob. Peningkatan metabolisme anaerob akan menyebabkan penumpukan asam laktat
yang kemudian menyebabkan asidosis metabolik yaitu keasaman darah yang berlebihan,
ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman
melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring dengan
menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh
untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon
dioksida

d. Bagaimana mekanisme mudah lelah pada kasus?


Anemia disebabkan oleh menurunnya kadar hemoglobin dalam eritrosit. Dengan kadar
hemoglobin turun, kadar oksigen pun turun. Kadar oksigen yang turun menyebabkan
terjadinya peningkatan metabolisme anaerob yang berakibat pada penumpukan asam laktat
sehingga seseorang mudah merasa lelah
3. Mira sering mengeluh nyeri di ulu hati, mual, dan perut kembung yang timbul bila
terlambat makan sejak 5 tahun terakhir, dan selama ini Mira mengatasinya dengan
minum obat promag yang dibeli di warung.
a. Bagaimana mekanisme nyeri di ulu hati, mual, dan perut kembung pada kasus?

6
- Nyeri ulu hati: disebabkan oleh rangsangan pada saraf sensoris di daerah yang memiliki
daerah persarafan yang sama yaitu ulu hati diakibatkan oleh iritasi, infeksi, ataupun
stimulus-stimulus yang dapat diartikan sebagai rasa nyeri. Dalam kasus ini stimulus
berupa asam lambung yang mengenai epitel. Stimulus dibawa oleh saraf sensoris di
daerah epigastrium menuju ke pusat nyeri di otak (thalamus)/(korteks somatosensoris)
- Mual: Di dalam tubuh kita terjadi peradangan lambung akibat kita makan-makanan yang
mengandung alcohol, aspirin, steroid, dan kafein sehingga menyebabkan terjadi iritasi
pada lambung dan menyebabkan peradangan di lambung yang diakibatkan oleh
tingginya asam lambung. Setelah terjadi peradangan lambung maka tubuh akan
merangsang pengeluaran zat yang di sebut vas aktif yang menyebabkan permeabilitas
kapilier pembuluh darah naik sehingga menyebabkan lambung menjadi edema (bengkak)
dan merangsang reseptor tegangan dan merangsang hypothalamus untuk mual
- Perut kembung: asam lambung yang naik ke kerongkongan akan menyebabkan sering
bersendawa dan menelan udara lebih banyak. Terlalu banyak udara (gas) di dalam perut
bisa menyebabkan terjadinya perut kembung.

b. Bagaimana farmakologi dari obat promag?


Dalam tiap tablet promag terkandung:
 Hydrotalcite 200 mg
 Mg(OH)2 150 mg
 Simethicone 50 mg
Hydrotalcite adalah kompleks yang mengandung aluminium dan magnesium. Kombinasi
Hydrotalcite dan Mg(OH)2 merupakan antasida yang bekerja untuk menetralkan asam
lambung, sehingga meringankan gejala dispepsia seperti nyeri ulu hati dan mual akibat iritasi
oleh asam lambung dan pepsin.
Simethicone mengurangi gelembung-gelembung gas yang berlebihan dalam lambung,
sehingga meringankan rasa kembung.

c. Apakah tindakan Mira minum obat promag sudah tepat?


Tidak tepat

4. Pemeriksaan Fisik:
TD: 110/70, HR: 94x/menit, RR: 24x/menit, T: 36,6oC

7
Konjungtiva palpebra: anemis
Cheilitis (+), Lidah: atropi papil
Koilonychia (+)
Abdomen: hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (+)
Tidak ditemukan perbesaran KGB
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?
Nilai/Status Nilai/Status
Jenis Pemeriksaan Interpretasi
Skenario Normal
110-120/70-80
Tekanan Darah 110/70 mmHg Normal
mmHg
Heart Rate 94 x/menit 60-100 x/menit Normal
Respiratory Rate 24 x/menit 16-24 x/menit Normal
Temperature 36,6oC 36,5o-37,5oC Normal
Konjungtiva palpebra Anemis Berwarna merah Abnormal
Bibir cheilitis Positif Negatif Abnormal
Papil Lidah Atrofi papil Berukuran normal Abnormal
Kuku Koilonychia Positif Negatif Abnormal
Hepar Tidak teraba Tidak teraba Normal
Lien Tidak teraba Tidak teraba Normal
Nyeri tekan
Positif Negatif Abnormal
epigastrium
KGB Tidak membesar Tidak membesar Normal

5. Laboratorium:
Hb: 7,6 g/dL, Ht: 22 vol%, RBC: 3.055.000/mm3, WBC: 7.400/mm3, Trombosit:
386.000/mm3, Diff. count: 0/2/5/59/30/4, LED 40 mm/jam.
Besi serum 30 µg/L, TIBC 560 µg/dL, Feritin 5 ng/mL
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan lab?
MCV = Ht / E x 10 fL
= 22 / 3.055 x 10 fL
= 72,01 fL
MCH = Hb / E x 10 pg
= 7,6 / 3.055 x 10 pg
= 24,9 pg
MCHC = Hb / Ht x 1000 g/dL
= 7,6 / 22 x 100 g/dL
= 34,54 g/dL

Hasil Nilai rujukan Interpretasi

8
Hemoglobin 7,6 g/dL L:14.0 – 17.4 g/dL Rendah
P: 12.3 – 15.7
g/dL

Hematokrit 22 vol % L: 42 – 52 vol% Rendah


P: 37 – 46 vol%

RBC 3.055.000 / mm3 L: 4.4 – 5.7 jt/ Rendah


3
mm P: 4.0 – 5.2 jt/
mm3

MCV 72,01 fL 80 – 100 fL Mikrositik

MCH 24,9 pg 27 – 31 pg Hipokrom

MCHC 34,54 g/dL 30 – 35 pg Normal

WBC 7.400 / mm3 4 – 10 ribu/ mm3 Normal

Trombosit 386.000 / mm3 130 – 400 ribu/ Normal


mm3

Diff. count

Basofil 0 0-3 Normal

Eosinofil 2 0-8 Normal

N. batang 5 0-5 Normal

N. segmen 59 45-75 Normal

Limfosit 30 16-46 Normal

Monosit 4 4-11 Normal

LED 40 mm/jam L: <6 mm/jam Tinggi


P: < 10 mm/jam

Status besi

Besi serum 30 µg/L 60 – 178 µg/L Rendah

TIBC 560 µg/L 251 - 460 µg/L Tinggi

Ferritin 5 ng/mL 10 – 250 ng/mL Rendah

b. Bagaimana metabolisme besi?


a. Fase Luminal
Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi non-heme. Besi
heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya tinggi. Besi

9
non-heme berasal dari sumber nabati, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya rendah. Besi
dalam makanan diolah di lambung (dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain) karena
pengaruh asam lambung. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri (Fe3+) ke fero
(Fe2+) yang dapat diserap di duodenum.
b. Fase Mukosal
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal.
Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan terkendali. Besi
heme dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam lambung. Pada brush border
dari sel absorptif (teletak pada puncak vili usus, disebut sebagai apical cell), besi feri
direduksi menjadi besi fero oleh enzim ferireduktase, mungkin dimediasi oleh protein
duodenal cytochrome b-like (DCYTB). Transpor melalui membran difasilitasi oleh divalent
metal transporter (DMT 1). Setelah besi masuk dalam sitoplasma, sebagian disimpan dalam
bentuk feritin, sebagian diloloskan melalui basolateral transporter ke dalam kapiler usus.
Pada proses ini terjadi konversi dari feri ke fero oleh enzim ferooksidase (antara lain oleh
hephaestin). Kemudian besi bentuk feri diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus.
Sementara besi non-heme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin membentuk
kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel mukosa dibantu oleh DMT
1. Besi non-heme akan dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen usus
(Zulaicha, 2009).

Besar kecilnya besi yang ditahan dalam enterosit atau diloloskan ke basolateral diatur oleh
“set point” yang sudah diatur saat enterosit berada pada dasar kripta. Kemudian pada saat

10
pematangan, enterosit bermigrasi ke arah puncak vili dan siap menjadi sel absorptif. Adapun
mekanisme regulasi set-point dari absorbsi besi ada tiga yaitu, regulator dietetik, regulator
simpanan, dan regulator eritropoetik (Bakta, 2006).
c. Fase Korporeal
Besi setelah diserap melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus. Kemudian
dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Satu molekul transferin dapat
mengikat maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada transferin (Fe2-Tf) akan
berikatan dengan reseptor transferin (transferin receptor = Tfr) yang terdapat pada permukaan
sel, terutama sel normoblas. Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan terlokalisir pada suatu cekungan
yang dilapisi oleh klatrin (clathrin-coated pit). Cekungan ini mengalami invaginasi sehingga
membentuk endosom. Suatu pompa proton menurunkan pH dalam endosom sehingga terjadi
pelepasan besi dengan transferin. Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke sitoplasma
dengan bantuan DMT 1, sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor transferin mengalami
siklus kembali ke permukaan sel dan dapat dipergunakan kembali.

c. Apa indikasi pemeriksaan status besi?


- Guna melengkapi pemeriksan hematologi pada anemia
- Pemantauan cadangan besi dalam tubuh
- Mengetahui risiko diabetes pada kehamilan (khususnya Ferritin)
- Pemantauan pasien penerima transfusi darah terus-menerus/kelebihan
- Pemantauan pasien yang mendapatkan terapi besi

6. Gambaran apusan darah tepi:


 Eritrosit: mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis, cigar-shaped cell, pencil cell
 Leukosit: jumlah cukup, morfologi normal
 Trombosit: jumlah cukup, penyebaran merata, morfologi normal
Kesan: anemia mikrositik hipokrom suspek defisiensi besi
a. Bagaimana interpretasi apusan darah tepi?
Eritrosit:
- mikrositik: tidak normal, ini merupakan bentuk kompensasi sel agar dapat lebih mudah
kontak dengan oksigen dengan kadar hemoglobin terbatas
- Hipokrom: tidak normal, warna eritrosit pucat
- Anisopoikilositosis: tidak normal, bentuk dan ukuran sel bervariasi

11
- Cigar shaped cell: tidak normal, biasa terjadi pada anemia defisiensi besi
- Pencil cell: tidak normal, biasa terjadi pada anemia defisiensi besi
Leukosit: normal
Trombosit: normal

b. Apa indikasi dilakukan pemeriksaan apusan darah tepi?


- Memperkirakan jumlah sel darah
- Menentukan/memperkirakan penyebab penyakit
- Mengetahui perjalanan penyakit
- Pemantauan penyakit
- Pemantauan proses pengobatan

c. Bagaimana gambaran dari mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis, cigar-shaped cell,


pencil cell?

Anemia mikrositik hipokrom Anisopoikilositosis

Cigar shaped cell

12
d. Apakah ada pemeriksaan penunjang lain terkait kasus dalam menegakkan diagnosis
pasti?
Nilai MCV, MCH, dan MCHC perlu dihitung untuk mendukung diagnosis anemia
mikrositik hipokrom. Ferritin serum merupakan indikator yang sangat baik untuk
menggambarkan penyimpanan besi dan telah menggantikan penilaian penyimpanan besi di
sumsum tulang sebagai “gold standard” untuk diagnosis ADB, disamping pemeriksaan status
besi lainnya. Pemeriksaan lainnya: reseptor transferrin serum (meningkat pada ADB, tidak
pada anemia mikrositik hipokrom lainnya)

e. Bagaimana penatalaksanaan untuk anemia mikrositik hipokrom suspek defisiensi besi


pada kasus beserta resep?
Ada 2 cara pemberian preparat sediaan besi kepada mira oral maupun parenteral( IV/IM),
namun dikarenakan tingkat keparahan yang sudah cukup parah dengan hb 7,6 g/dl maka
terapi parenteral lebih efektif dibandingkan oral, Preparat yang tersedia ialah iron dextran
complex (mengandung 50 mg besi/ml), iron sorbitol citric acid complex, dan ferric gluconate
dan iron sucrose yang lebih aman. Besi parenteral dapat diberikan secara IM atau IV pelan.
Tujuan terapibesi parenteral ialahmengembalikan kadar Hb dan mengisis besi sebesar
500mg-1000mg.

f. Bagaimana cara membuat apusan darah tepi?

13
- Sediakan beberapa kaca benda yang bersih di atas meja (bersihkan dengan alkohol) lalu
keringkan dengan kain.
- Ambillah darah kapiler (ujung jari dan hemolet di-disinfeksi terlebih dulu).
- Buatlah sediaan yang cukup tipis, tunjukkan kepada asisten apakah sudah memenuhi
syarat.
- Sediaan yang memenuhi syarat dikeringkan di udara lalu diwarnai.

7. Feses:
Darah samar: positif
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan feses?
Pada keadaan feses yang diuji darah samar positif, ini kemungkinan disebabkan oleh
Mira yang sering terlambat makan sehingga ada gangguan pada lambung dalm waktu
yang lama dan terlalu sering. Sehingga menyebabkan lambung yang terus bekerja tanpa
adanya makanan yang masuk sehingga lama-kelamaan terjadi luka pada lambung

b. Apa indikasi pemeriksaan darah samar?


- Adanya diare dan konstipasi
- Adanya darah dalam tinja
- Adanya lendir dalam tinja
- Adanya ikterus
- Adanya gangguan pencernaan
- Kecurigaan penyakit gastrointestinal

V. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan


How I
Topik What I Don’t What I Have
No What I Know Will
Pembelajaran Know to Prove
Learn
1. Anemia Definisi Patofisiologi, Kaitannya Jurnal
Mikrositik diagnosis terhadap kasus Textbook
Hipokrom banding, Internet
metabolism Pakar
besi
2. Anemia Definisi Faktor risiko, Kaitannya
Defisiensi Besi tata laksana terhadap kasus

14
3. Patofisiologi Definisi Mekanisme
Keluhan
4. Pemeriksaan Definisi Mekanisme Interpretasi
Fisik abnormalitas
5. Pemeriksaan Lab Definisi Mekanisme Interpretasi
abnormalitas
6. Apusan Darah Definisi Interpretasi Cara membuat
Tepi hasil, Indikasi apusan darah
pemeriksaan tepi
ADT
7. Pemeriksaan Definisi Indikasi Interpretasi
Feses pemeriksaan

VI. Topik Pembelajaran

1. ANEMIA MIKROSITIK HIPOKROM


ERITROPOIESIS
Eritropoiesis adalah proses pembentukan eritrosit (sel darah merah). Pada janin dan
bayi proses ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas
hanya pada sumsum tulang.
Eritropoiesis adalah proses pembentukan eritrosit yang terjadi di sumsum tulang hingga
terbentuk eritrosit matang dalam darah tepi yang dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon
eritropoietin. Eritropoietin adalah hormon glikoprotein yang terutama dihasilkan oleh sel-sel
interstisium peritubulus ginjal, dalam respon terhadap kekurangan oksigen atas bahan globulin
plasma, untuk digunakan oleh sel-sel induk sumsum tulang. Eritropoietin mempercepat
produksi eritrosit pada semua stadium terutama saat sel induk membelah diri dan proses
pematangan sel menjadi eritrosit. Di samping mempercepat pembelahan sel, eritropoietin juga
memudahkan pengambilan besi, mempercepat pematangan sel dan memperpendek waktu yang
dibutuhkan oleh sel untuk masuk dalam sirkulasi. 

b. Siklus Eritropoesis

15
1. Rubiblast
Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast, merupakan sel termuda dalam sel
eritrosit.Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Ukuran sel
rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum
tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti.
2. Prorubrisit
Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Ukuran lebih kecil dari
rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.
3. Rubrisit
Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik.Inti sel ini
mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak
daerah-daerah piknotik.Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil
daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena asam
ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena hemoglobin.Jumlah sel ini dalam
sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.
4. Metarubrisit
Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik.Inti sel ini kecil
padat dengan struktur kromatin yang menggumpal.Sitoplasma telah mengandung lebih banyak
hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari
RNA.Jumlahnya dalah keadaan normal adalah 5-10%.
5. Retikulosit
Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel,
masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini
berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Setelah dilepaskan
dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Dalam darah
normal terdapat 0,5 – 2,5% retikulosit.
6. Eritrosit
Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran diameter 7-8
mikron dan tebal 1,5- 2,5 mikron.Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan
pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung

16
hemoglobin. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai
umurnya oleh limpa.

FAKTOR PEMBENTUKAN ERITROPOESIS


Ada 3 faktor yang mempengaruhi eritropoiesis:
a) eritropoietin
Penurunan penyaluran 02 ke ginjal merangsang ginjal darah untuk mengeluarkan hormon
eritropoietin ke dalam darah, dan hormon ini kemudian merangsang eritropoiesis di
sumsum tulang.Eritropoietin bekerja pada turunan sel-sel bakal yang belum
berdiferensiasi yang telah berkomitmen untuk menjaadi sel darah merah, yaitu
merangsang proliferasi dan pematangan mereka.
b) kemampuan respon sumsum tulang (anemia , perdarahan)
c) intergritas proses pematangan eritrosit
PATOFISIOLOGI
Sel darah merah manusia dibuat dalam sumsum tulang. Dalam keadaan biasa (tidak
ada anemi, tak ada infeksi, tak ada penyakit sumsum tulang), sumsum tulang memproduksi
500x109 sel dalam 24 jam. Hb merupakan unsur terpenting dalam plasma eritrosit. Molekul
Hb terdiri dari 1.globin, 2. protoporfirin dan 3. besi (Fe). Globin dibentuk sekitar ribosom
sedangkan protoporfirin dibentuk sekitar mitokondria. Besi didapat dari transferin. Dalam
keadaan normal 20% dari sel sumsum tulang yang berinti adalah sel berinti pembentuk
eritrosit. Sel berinti pembentuk eritrosit ini biasanya tampak berkelompok-kelompok dan
biasanya tidak masuk ke dalam sinusoid. Pada permulaan sel eritrosit berinti terdapat reseptor
transferin.
Gangguan dalam pengikatan besi untuk membentuk Hb akan mengakibatkan
terbentuknya eritrosit dengan sitoplasma yang kecil (mikrositer) dan kurang mengandung Hb
di dalamnya (hipokrom). Tidak berhasilnya sitoplasma sel eritrosit berinti mengikat Fe untuk
pembentukan Hb dapat disebabkan oleh rendahnya kadar Fe dalam darah. Hal ini dapat
disebabkan oleh 1. kurang gizi, 2. gangguan absorbsi Fe (terutama dalam lambung), 3.
kebutuhan besi yang meningkat akan besi (kehamilan, perdarahan dan dalam masa
pertumbuhan anak). Sehingga menyebabkan rendahnya kadar transferin dalam darah. Hal ini
dapat dimengerti karena sel eritrosit berinti maupun retikulosit hanya memiliki reseptor
transferin bukan reseptor Fe.
Anemia karena kekurangan zat besi biasanya terjadi secara bertahap, melalui beberapa
stadium, gejalanya baru timbul pada stadium lanjut.

17
1. Stadium 1: Kehilangan zat besi melebihi asupannya, sehingga menghabiskan
cadangan dalam tubuh, terutama di sumsum tulang. Kadar ferritin (protein yang
menampung zat besi) dalam darah berkurang secara progresif.
2. Stadium 2: Cadangan besi yang telah berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan
untuk pembentukan se darah merah, sehingga sel darah merah yang dihasilkan
jumlahnya lebih sedikit.
3. Stadium 3: Mulai terjadi anemia.Pada awal stadium ini, sel darah merah tampak
normal, tetapi jumlahnya lebih sedikit. Kadar hemoglogin dan hematokrit menurun.
4. Stadium 4: Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi dengan
mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah dengan ukuran yang
sangat kecil (mikrositik), yang khas untuk anemia karena kekurangan zat besi.
5. Stadium 5: Dengan semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia, maka
akan timbul gejala-gejala karena kekurangan zat besi dan gejala-gejala karena anemia
semakin memburuk.

METABOLISME BESI
Absorbsi Besi Untuk Pembentukan Hemoglobin
Menurut Bakta (2006) proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
a. Fase Luminal
Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi non-heme. Besi
heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya tinggi. Besi
non-heme berasal dari sumber nabati, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya rendah. Besi
dalam makanan diolah di lambung (dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain) karena
pengaruh asam lambung. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri (Fe3+) ke fero
(Fe2+) yang dapat diserap di duodenum.
b. Fase Mukosal
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal.
Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan terkendali. Besi
heme dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam lambung. Pada brush border
dari sel absorptif (teletak pada puncak vili usus, disebut sebagai apical cell), besi feri
direduksi menjadi besi fero oleh enzim ferireduktase, mungkin dimediasi oleh protein
duodenal cytochrome b-like (DCYTB). Transpor melalui membran difasilitasi oleh divalent
metal transporter (DMT 1). Setelah besi masuk dalam sitoplasma, sebagian disimpan dalam
bentuk feritin, sebagian diloloskan melalui basolateral transporter ke dalam kapiler usus.

18
Pada proses ini terjadi konversi dari feri ke fero oleh enzim ferooksidase (antara lain oleh
hephaestin). Kemudian besi bentuk feri diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus.
Sementara besi non-heme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin membentuk
kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel mukosa dibantu oleh DMT
1. Besi non-heme akan dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen usus
(Zulaicha, 2009).

Absorbsi Besi di Usus Halus (sumber: Andrews, N.C., 2005. Understanding Heme Transport.
N Engl J Med; 23: 2508-9).
Besar kecilnya besi yang ditahan dalam enterosit atau diloloskan ke basolateral diatur oleh
“set point” yang sudah diatur saat enterosit berada pada dasar kripta. Kemudian pada saat
pematangan, enterosit bermigrasi ke arah puncak vili dan siap menjadi sel absorptif. Adapun
mekanisme regulasi set-point dari absorbsi besi ada tiga yaitu, regulator dietetik, regulator
simpanan, dan regulator eritropoetik (Bakta, 2006).

19
Regulasi Absorbsi Besi (sumber: Andrews, N.C., 1999. Disorders of Iron Metabolism. N
Engl J Med; 26: 1986-95).
c. Fase Korporeal
Besi setelah diserap melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus. Kemudian
dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Satu molekul transferin dapat
mengikat maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada transferin (Fe2-Tf) akan
berikatan dengan reseptor transferin (transferin receptor = Tfr) yang terdapat pada permukaan
sel, terutama sel normoblas. Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan terlokalisir pada suatu cekungan
yang dilapisi oleh klatrin (clathrin-coated pit). Cekungan ini mengalami invaginasi sehingga
membentuk endosom. Suatu pompa proton menurunkan pH dalam endosom sehingga terjadi
pelepasan besi dengan transferin. Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke sitoplasma
dengan bantuan DMT 1, sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor transferin mengalami
siklus kembali ke permukaan sel dan dapat dipergunakan kembali.

20
Siklus Transferin (sumber: Andrews, N. C., 1999. Disorders of Iron Metabolism. N Engl J
Med; 26: 1986-95).
Besi yang berada dalam sitoplasma sebagian disimpan dalam bentuk feritin dan sebagian
masuk ke mitokondria dan bersama-sama dengan protoporfirin untuk pembentukan heme.
Protoporfirin adalah suatu tetrapirol dimana keempat cincin pirol ini diikat oleh 4 gugusan
metan hingga terbentuk suatu rantai protoporfirin. Empat dari enam posisi ordinal fero
menjadi chelating kepada protoporfirin oleh enzim heme sintetase ferrocelatase. Sehingga
terbentuk heme, yaitu suatu kompleks persenyawaan protoporfirin yang mengandung satu
atom besi fero ditengahnya (Murray, 2003).

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


Pemeriksaan anemia mikrositik hipokrom mencakup pemeriksaan apus darah untuk melihat
eritrosit yang lebih kecil dan lebih pucat; penghitungan MCV, MCH, dan MCHC; dan
pemeriksaan kadar besi serum, kadar ferritin, dan kapasitas total pengikatan besi (TIBC).
Diagnosis ditegakkan jika nilai MCV, MCH, dan MCHC di bawah normal. Pemeriksaan
kadar besi serum, ferritin, dan TIBC digunakan untuk menentukan penyebab anemia
mikrositik hipokrom, yang sebagian besar terjadi akibat defisiensi besi.

DIAGNOSIS BANDING
1. Diagnosis Banding

21
a. Anemia Pada Penyakit Kronik
- Sering terjadi pada penyakit keganasan dan radang kronik
- Umumnya normositik normokrom meskipun banyak pasien mempunyai gambaran
hipokron dengan MCHC <31 g/dL dan beberapa mikrositer dengan MCV <80 fL.
Mekanisme:

b. Anemia Sideroblastik
- Ditemukan 15% atau lebih gambaran sideroblas cincin pada eritroblas dalam sumsum
tulang
- Sideroblas cincin adalah eritroblas abnormal yang mengandung banyak granula besi
yang tersusun dalam suatu bentuk cincin yang mengelilingi inti
- Gangguan sintesis heme, mutasi tersering pada gen ALA-Synthase
- Penyebab lainnya dijumpai defek mitokondria, responsive tiamin, dan defek autosom
lain

22
c. Hemoglobinopati
Hemoglobinopati adalah kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis globin akibat
mutasi di dalam atau dekat gen globin. Mutasi gen globin ini dapat menimbulkan dua
perubahan rantai globin:
1) Thalassemia
Disebabkan karena penurunan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi satu atau
lebih rantai globin α atau β, ataupun rantai globin lainnya, dapat menimbulkan satu
defisiensi parsial atau komplit rantai globin.
2) Hemoglobinopati Struktural
Disebabkan karena salah satu asam amino yang lazim pada rantai globin digantikan
oleh asam amino lainnya, menyebabkan produksi rantai globin tidak efektif dan terjadi
anemia.Misalnya pada sickle cell atau Hb S, asam amino valin pada posisi ke-6 gen
globin β digantikan oleh glutamat.

2. ANEMIA DEFISIENSI BESI


TATA LAKSANA DAN PENGOBATAN
a.   Terapi kausal : yaitu terapi tehadap penyebab terjadinya anemia defisiensi besi, misalnya
pengobatan terhadap perdarahan, maka dilakukan pengobatan pada penyakit yang
menyebabkan terjadinya perdarahan kronis seperti penyakit cacing tambang, hemoroid,
menorhagia, karena jika tidak maka anemia akan akan kambuh kembali.
b.   Pemberian perparat besi untukmengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacement
therapy)
   1. Terapi besi oral
Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman.
Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat, dengan dosis anjuran 3 X 200 mg, setiap
200 mg nya mengandung 66 mg besi elemental. Dengan dosis anjuran tersebut dapat
mengabsorbsi besi 50 mg per hari yang dapat meningkatkan eritropoesis 2-3 kali normal.
Preparat lainnya ialah, ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous
succinate.
Efek samping utama : gangguan GIT pada 15-20% sehingga mengurangi kepatuhan
pasien dalam meminum obat. Keluhan dapat brupa mual, muntah, serta konstipasi.
Pengobatan diberikan 3-6 bulan, ada yang menganjurkan sampai 12 bulan, sampai kadar
HB normal untuk mengisis cadangan besi tubuh.
  2. Terapi besi parenteral

23
Sangat efektif, namun mempunyai resiko lebih besar dan harganya lebih mahal. Indikasi
pemberian :
   -   Intoleransi terhadap pemberian besi oral
   -  Kepatuhan terhadap obat yang rendah
   - Gangguan pencernaan seperti kolilitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi
   -Penyerapan besi terganggu, seperti pada gastrektomi
    -Kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup dikompensasi dengan pemberian
besi oral, seperti misalnya pada hereditary hemorrhagic teleangiectasia
    -Kebutuhan besi yang besar dalam waktu yang pendek, seperti pada kehamilan trimester
3 atau sebelum operasi
   Defisiensi fungsional relative akibat pemberian eritropoetin pada anemia gagal ginjal
kronik atau anemia akibat penyakit kronik.
Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex (mengandung 50 mg besi/ml), iron
sorbitol citric acid complex, dan ferric gluconate dan iron sucrose yang lebih aman. Besi
parenteral dapat diberikan secara IM atau IV pelan.
Tujuan terapibesi parenteral ialahmengembalikan kadar Hb dan mengisis besi sebesar
500mg-1000mg.
Efek samping : reaksi anafilaktik meskipun jaran (0,6 %), flebitis, sakit kepala, fushing,
mual, muntah, nyeri perut, dan sinkop, pada pemberian IM memberikan rasa nyeri dan
warna hitam pada kulit

FAKTOR RISIKO
- Menstruasi
Saat menstruasi terjadi pengeluaran darah dari dalam tubuh. Hal ini menyebabkan zat besi
yang terkandung dalam hemoglobin, salah satu komponen sel darah merah, juga ikut
terbuang. Semakin lama menstruasi berlangsung, maka semakin banyak pengeluaran dari
tubuh. Hal tersebut mengakibatkan pengeluaran besi meningkat dan keseimbangan zat besi
dalam tubuh terganggu (Depkes 1998). Menstruasi menyebabkan wanita kehilangan besi
hingga dua kali jumlah kehilangan besi laki-laki (Brody 1994). Apabila darah yang keluar
saat menstruasi cukup banyak, berarti jumlah zat besi yang hilang dari tubuh juga cukup
besar. Setiap orang mengalami kehilangan darah dalam jumlah yang berbeda-beda. Hal ini
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti keturunan, keadaan kelahiran, dan besar tubuh
(Affandi 1990).
- Status Gizi

24
IMT mempunyai korelasi positif dengan konsentrasi hemoglobin (Thompson 2007). Hal
tersebut sejalan dengan penelitian Permaesih dan Herman (2005) yang menunjukkan bahwa
remaja yang mempunyai IMT kurang atau tubuh kurus mempunyai risiko 1.5 kali untuk
menjadi anemia.
- Riwayat penyakit
Anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena infeksi (Permaesih dan
Herman 2005). Telah diketahui secara luas bahwa infeksi merupakan faktor yang penting
dalam menimbulkan kejadian anemia, dan anemia merupakan konsekuensi dari peradangan
dan asupan makanan yang tidak memenuhi kebutuhan zat besi (Thurnham & Northrop-
Clewes 2007). Kehilangan darah akibat schistosomiasis, infestasi cacing, dan trauma dapat
menyebabkan defisiensi zat besi dan anemia. Angka kesakitan akibat penyakit infeksi
meningkat pada populasi defisiensi besi akibat efek yang merugikan terhadap sistem imun.
Malaria karena hemolisis dan beberapa infeksi parasit seperti cacing, trichuriasis, amoebiasis,
dan schistosomiasis menyebabkan kehilangan darah secara langsung dan kehilangan darah
tersebut mengakibatkan defisiensi besi (WHO 2001).
- Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik penting untuk mengetahui apakah aktivitas tersebut dapat mengubah status zat
besi. Performa aktivitas akan menurun sehubungan dengan terjadinya penurunan konsentrasi
hemoglobin dan jaringan yang mengandung zat besi. Zat besi dalam hemoglobin, ketika
jumlahnya berkurang, secara ekstrim dapat mengubah aktivitas kerja dengan menurunkan
transpor oksigen (Beard dan Tobin 2000).
- Konsumsi Pangan
Menurut Almatsier (2001) diperkirakan hanya 5-15 persen besi makanan diabsorpsi oleh
seseorang yang berada dalam status besi baik dan jika dalam keadaan defisiensi besi, absorpsi
dapat mencapai 50 persen. Faktor bentuk besi berpengaruh terhadap absorpsi besi. Besi heme
yang terdapat dalam pangan hewani dapat diserap dua kali lipat daripada besi nonheme.
- Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Cuci tangan sebelum makan merupakan salah satu faktor determinan status anemia.
Sebagaimana diketahui bahwa cuci tangan sebelum makan merupakan salah satu perilaku
hidup sehat. Melalui membiasakan mencuci tangan sebelum makan diharapkan kuman-
kuman tersebut tidak turut masuk ke dalam mulut, selanjutnya akan menyebabkan kecacingan
sebab cacing di perut sebagai pemicu terjadinya anemia. Anak yang rutin mencuci tangan
ternyata mempunyai risiko yang lebih kecil untuk terkena anemia (Irawati et al 2000).

25
3. PATOFISIOLOGI KELUHAN
PANDANGAN BERKUNANG
Pada kasus terjadi defisiensi zat besi akibat kurangnya asupan zat besi, malabsorbsi zat besi,
maupun pengeluaran zat besi yang berlebihan (kehamilan, menstruasi, dll). Hal ini
menyebabkan terjadinya penurunan dalam pembentukan hemoglobin akibat menurunnya zat
besi, yang berujung pada anemia. Hal ini dibuktikan dengan kadar Hb pasien yang sangat
rendah yaitu 7,6 gr/dL. Zat besi dalam hemoglobin sel darah merah berperan dalam
membawa oksigen untuk dialirkan ke seluruh tubuh. Dengan kadar Hb yang rendah
menyebabkan terjadinya penurunan suplai oksigen yang sangat dibutuhkan tubuh, terutama
otak. Hal ini menyebabkan tubuh mengalami gangguan dan segera melakukan kompensasi,
salah satunya dengan mematikan saraf dan mengistirahatkan organ-organ vital guna
menghemat energi, yaitu dengan menjadikan fokus menurun dan mataberkunang-kunang.

SAKIT KEPALA
Hemogloblin berfungsi untuk mengikat partikel oksigen yg diperlukan sel tubuh (termasuk
sel otak ) agar dapat berfungsi dengan baik. Apabila jumlah hemoglobin berkurang maka sel
otak otomatis akan mengalami kekurangan pasokan oksigen. Kurangnya oksigen yg
dihantarkan olah darah juga menyebabkan pembuluh darah melebar terutama di area kepala. 
Pembengkakan dan pelebaran pembuluh darah inilah akan menimbulkan rasa sakit di kepala.

NAPAS TERENGAH-ENGAH
Perubahan morfologi seperti menjadi mikrositik dan hipokromik anemia akan
menyebabkan distribusi oksigen ke jaringan menjadi terganggu. Ketika terjadi penurunan
utilisasi glukosa oleh jaringan (kekurangan energi) dan terjadi peningkatan metabolisme
anaerob yang menghasilkan energi lebih sedikit serta penumpukan asam laktat. Dapat pula
disebabkan oleh ketosis yang kemudian menyebabkan : asidosis metabolik yaitu keasaman
darah yang berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila
peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi
asam.
Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat
sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara
menurunkan jumlah karbon dioksida, pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi
keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih.

26
Anemia menyebabkan menurunnya RBC , di mana RBC bertugas mengangkut glukosa
ke seluruh jaringan tubuh. Ketika terjadi penurunas suplai glukosa ke jaringan tubuh . tubuh
melakukan usaha kompensasi berupa respirasi anaerob yang berujung kepada penumpukan
asam laktat dan terjadila asidosis. Terjadinya asidosis menyebabkan keseimbangan asam
basah tubuh bergeser, lalu timbul lah nafas terengah- engah.

NYERI ULU HATI


Nyeri ulu hati yang disebabkan oleh rangsangan pada saraf sensoris di daerah yang memiliki
daerah persarafan yang sama yaitu ulu hati diakibatkan oleh iritasi, infeksi, ataupun stimulus-
stimulus yang dapat diartikan sebagai rasa nyeri. Dalam kasus ini stimulus berupa asam
lambung yang mengenai epitel. Stimulus dibawa oleh saraf sensoris di daerah epigastrium
menuju ke pusat nyeri di otak (thalamus)/(korteks somatosensoris)

MUAL
- Di dalam tubuh kita terjadi peradangan lambung akibat kita makan-makanan yang
mengandung alcohol, aspirin, steroid, dan kafein sehingga menyebabkan terjadi iritasi
pada lambung dan menyebabkan peradangan di lambung yang diakibatkan oleh
tingginya asam lambung
- Setelah terjadi peradangan lambung maka tubuh akan merangsang pengeluaran zat yang
di sebut vas aktif yang menyebabkan permeabilitas kapilier pembuluh daran naik
- Sehingga menyebabkan lambung menjadi edema (bengkak) dan merangsang reseptor
tegangan dan merangsang hypothalamus untuk mual

PERUT KEMBUNG
a. Produksi gas yang berlebihan, biasanya disebabkan oleh bakteri, melalui 3mekanisme.
Pertama, jumlah gas yang dihasilkan oleh setiap individut idak sama sebab ada bakteri
tertentu yang menghasilkan banyak gas sementara yang lainnya tidak. Kedua, makanan
yang sulit dicerna dan diabsorbsi di usus halus menyebabkan banyaknya makanan yang sampai
di usus besar sehingga makanan yang harus dicerna bakteri akanbertambah dan gas yang
dihasilkan bertambah banyak. Contohnya adalah pada kelainan intoleransi laktosa,
sumbatan pancreas, dan saluran empedu.Ketiga, karena keadaan tertentu bakteri tumbuh
dan berkembang di usus halus dimana biasanya seharusnya di usus besar. Biasanya hal
ini berpotensi meningkatkan flatus (buang angin/kentut)

27
b. Sumbatan mekanis. Sumbatan dapat terjadi di sepanjang lambung sampai rectum, jika
bersifat sementara dapat menyebabkan kembung yang bersifat sementara. Contohnya
adalah adanya parut di katub lambung yang dapat mengganggu aliran dari lambung ke
usus. Sesudah makan makanan bersama udara tertelan, kemudian setelah 1-2 jam
lambung mengeluarkan asam dan cairan dan bercampur dengan makanan untuk
membantu pencernaan. Jika terdapat sumbatan yang tidak komplit makan makanan dan
hasil pencernaan dapat masuk ke usus dan dapat mengatasi kembung. Selain itu kondisi feses
yang terlalu keras juga dapat menjadi sumbatan yang dapat memperparah kembung.
c. Sumbatan fungsional. Yang dimaksud sumbatan fungsional adalah akibat kelemahan yang
tejadi pada otot lambung dan usus sehingga gerakan dari saluran cerna tidak baik yang
menyebabkan pergerakan makanan menjadilambat sehingga terjadi kembung. Hal ini bisa
terjadi pada penyakit gastroparesis, Irritable Bowel Syndrome (IBS) dan Hirschprung's.
Selain itu faktor makanan seperti lemak juga akan memperlambat pergerakan makanan,
gas, dan cairan ke saluran cerna bawah yang juga berakibat kembung. Serat yang digunakan
untuk mengatasi sembelit juga dapat menyebabkan kembung tanpa adanya peningkatan jumlah
gas, namunadanya kembung ini disebabkan oleh melambatnya aliran gas ke usus
kecilakibat serat.
d. Hipersensitifitas saluran cerna. Beberapa orang ada yang memang hipersensitif terhadap
kembung, mereka merasakan kembung padahal jumlah makanan, gas, dan cairan di
saluran cerna dalam batas normal,biasanya bila mengkonsumsi makanan yang
mengandung lemak.(Richard,1999 dan Kurt,1999)

4. PEMERIKSAAN FISIK
INTERPRETASI

Nilai/Status Nilai/Status
Jenis Pemeriksaan Interpretasi
Skenario Normal
110-120/70-80
Tekanan Darah 110/70 mmHg Normal
mmHg
Heart Rate 94 x/menit 60-100 x/menit Normal
Respiratory Rate 24 x/menit 16-24 x/menit Normal
Temperature 36,6oC 36,5o-37,5oC Normal
Konjungtiva palpebra Anemis Berwarna merah Abnormal
Bibir cheilitis Positif Negatif Abnormal
Papil Lidah Atrofi papil Berukuran normal Abnormal
Kuku Koilonychia Positif Negatif Abnormal
Hepar Tidak teraba Tidak teraba Normal
Lien Tidak teraba Tidak teraba Normal

28
Nyeri tekan
Positif Negatif Abnormal
epigastrium
KGB Tidak membesar Tidak membesar Normal

CHEILITIS

Banyak pendapat yang mengemukakan tentang etiologi dari Angular cheilitis, Angular
Cheilitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor
A. Agen Infeksi
Agen infeksi merupakan penyebab utama dari lesi, dimana sebagian besar adalah
candida albican dan staphylococcus aureus. Candida diperkirakan sebagai factor utama
terjadinya angular cheilitis yang disebabkan oleh oral candidiasis. Selain candida ada
pula staphylococcus, streptococcus dan mikroorganisme lainnya yang dapat
menyebabkan terjadinya angular cheilitis.
B. Faktor mekanik.
Pada pasien yang menggunakan gigi tiruan yang tidak pas. Biasanya sering terjadi pada
orang tua. Dapat pula terjadi pada pasien yang edentulous yang tidak memakai gigi
tiruan atau yang menggunakan gigi tiruan tapi tidak pas sehingga overhang pada bibir
atas bawah pada sudut mulut sehingga menghasilkan lipat lengkung miring pada sudut
mulut, lipatan yang dalam ini menyebabkan saliva mengalir keluar sehingga tercipta
suatu lingkungan yang basah terus menerus. Keadaan ini yang memungkinkan
lingkungan yang ideal bagi mikroorganisme untuk tumbuh berkembang. Selain pada
orang tua, anak-anak pun sering terjadi angular cheilitis disebabkan karena kebiasaan
buruk seperti menjilat sudut bibir, menghisap ibu jari dan menggunakan dot. Refrensi
lain mengatakan penyebab angular cheilitis yang terjadi pada anak adalah kebiasaan
bernafas melalui mulut, membasahi bibir dengan air ludah, menjilati samping mulut dan
sering mengeluarkan air liur hal ini menyebabkan jaringan pada sudut mulut akan
terlumasi oleh ludah dan terbentuklah lingkungan yang sesuai untuk poliferasi

29
organisme. Keadaan ini dapat menjadi lebih parah dengan membiarkan bibir basah
dikeringkan oleh angin dan sinar matahari. Biasanya pada anak angular cheilitis sering
diikuti dengan demam.
C. Defisiensi Nutrisi
Kekurangan gizi merupakan penyebab terjadinya angular cheilitis. Kekurangan vitamin
B-2 (riboflavin), vitamin B-3 (niacin), Vitamin B-6 (pyridoxine), atau vitamin B-12
(cyanocobalamin) dan kekurangan zat besi dapat menyebabkan seorang anak mengalami
angular cheilitis. Penyebab angular cheilitis yang menonjol pada anak-anak adalah defisiensi nutrisi.
Defisiensi nutrisi yang dimaksud biasanya disebabkan kurangnya asupan vitamin B
kompleks (riboflavin), zat besi dan asam folat. Dalam menimbulkan angular cheilitis,
setiap faktor etiologi terutama defisiensi nutrisi berkorelasi dengan kondisi lingkungan,
pada anak sekolah yang paling berpengaruh adalah kondisi lingkungan dalam keluarga
dan di sekolah.  Kondisi lingkungan yang dimaksud dapat berupa tingkat sosial ekonomi
keluarga, pengaruh adat dalam keluarga, kebiasaan atau pola makan anak dan
pengetahuan gizi. Kekurangan gizi paska masa anak- anak selalu dihubungkan dengan
vitamin dan mineral yang spesifik, yang berhubungan dengan mikronutrien tertentu.
Konsekuensi defisiensi mikronutrien selama masa anak- anak sangat berbahaya.

KOILONYCHIA

Koilonikia dikenal sebagai salah satu manifestasi klinis pada anemia defi siensi besi,
meskipun tidak patognomonik. Koilonikia dapat didasari oleh banyak etiologi lain, bahkan
dapat terjadi secara fisiologis, terutama pada kuku jari kaki anak-anak berusia di bawah 5
tahun. Selain anemia defisiensi besi, koilonikia juga dapat ditemukan pada defisiensi protein
(sistein dan methionin), hemokromatosis, Plummer Vinson Syndrome, skleroderma, dan juga
dapat berhubungan dengan trauma, baik trauma fisik maupun trauma kimiawi yang sering
berhubungan dengan pekerjaan, terutama yang tergolong pekerjaan basah (wet work).

30
Defisiensi besi dalam waktu yang lama juga dapat menyebabkan gangguan dari
perkembangan kuku di jari sehingga akan menyebabkan terjadinya koilonychia. Jaringan
kuku menjadi lunak sehingga ketika diberikan dengan tekanan ringan pada ujung kuku
seperti ketika menulis dengan menggunakan pen dapat menyebabkan deformitas
bentuk kuku menjadi konkaf. Kelainan ini sering terjadi pada kuku jari pertama, hal ini
disebabkan karena populasi orang dengan dominan tangan kanan lebih banyak
dibandingkan tangan kiri.

KONJUNGTIVA PALPEBRA ANEMIS


Anemia defisiensi besi menyebabkan kurangnya
oksigenasi pada beberapa bagian tubuh, diawali
dari bagian perifer terlebih dahulu, salah satunya
adalah Konjungtiva. Hal ini menyebabkan
Konjungtiva tampak anemis.

ATROFI PAPIL
Kurangnya oksigenasi juga berarah pada beberapa sel pada
bagian tubuh dan akan berakibat juga atrofi pada papil
lidah.

NYERI TEKAN EPIGASTRIUM


Epigastrium adalah salah satu regio tengah atas pada abdomen, organ yang dominan pada
regio tersebut adalah Gaster. Pada anemia defisiensi besi, didapatkan ciri khas yaitu atrofi
mukosa lambung yang disebabkan oleh hipoksia jaringan. Oleh karena itu akan ada esensi
mual pada lambung dan rasa nyeri pada saat ditekan.

5. PEMERIKSAAN LAB
MCV = Ht / E x 10 fL
= 22 / 3.055 x 10 fL
= 72,01 fL
MCH = Hb / E x 10 pg
= 7,6 / 3.055 x 10 pg
= 24,9 pg
MCHC = Hb / Ht x 1000 g/dL
= 7,6 / 22 x 100 g/dL
= 34,54 g/dL

31
Hasil Nilai rujukan Interpretasi

Hemoglobin 7,6 g/dL L:14.0 – 17.4 g/dL Rendah


P: 12.3 – 15.7
g/dL

Hematokrit 22 vol % L: 42 – 52 vol% Rendah


P: 37 – 46 vol%

RBC 3.055.000 / mm3 L: 4.4 – 5.7 jt/ Rendah


3
mm P: 4.0 – 5.2 jt/
mm3

MCV 72,01 fL 80 – 100 fL Mikrositik

MCH 24,9 pg 27 – 31 pg Hipokrom

MCHC 34,54 g/dL 30 – 35 pg Normal

WBC 7.400 / mm3 4 – 10 ribu/ mm3 Normal

Trombosit 386.000 / mm3 130 – 400 ribu/ Normal


mm3

Diff. count

Basofil 0 0-3 Normal

Eosinofil 2 0-8 Normal

N. batang 5 0-5 Normal

N. segmen 59 45-75 Normal

Limfosit 30 16-46 Normal

Monosit 4 4-11 Normal

LED 40 mm/jam L: <6 mm/jam Tinggi


P: < 10 mm/jam

Status besi

Besi serum 30 µg/L 60 – 178 µg/L Rendah

TIBC 560 µg/L 251 - 460 µg/L Tinggi

Ferritin 5 ng/mL 10 – 250 ng/mL Rendah

MEKANISME ABNORMALITAS HB
a. Kehilangan darah secara kronis

32
Pada pria dewasa, sebagian besar kehilangan darah disebabkan oleh proses perdarahan akibat
penyakit atau akibat pengobatan suatu penyakit. Sementara pada wanita, terjadi kehilangan
darah secara alamiah setiap bulan. Jika darah yang keluar selama haid sangat banyak akan
terjadi anemia defisiensi zat besi.
b. Asupan dan serapan tidak adekuat
Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah bahan makanan yang berasal dari daging
hewan. Selain banyak mengandung zat besi, serapan zat besi dari sumber makanan tersebut
mempunyai angka keterserapan sebesar 20-30%. Sebagian besar penduduk di negara yang
sedang berkembang tidak mampu menghadirkan bahan makanan tersebut. Kebiasaan
konsumsi makanan yang dapat mengganggu penyerapan zat besi seperti kopi dan teh secara
bersamaan pada waktu makan menyebabkan serapan zat besi semakin rendah.
c. Peningkatan kebutuhan
Asupan zat besi harian diperlukan untuk mengganti zat besi yang hilang melalui tinja, air seni
dan kulit. Berdasarkan jenis kelamin, kehilangan zat besi untuk pria dewasa mendekati 0,9
mg dan 0,8 untuk wanita. Sebagian peningkatan ini dapat terpenuhi dari cadangan zat besi,
serta peningkatan adaptif jumlah persentase zat besi yang terserap melalui saluran cerna.
Namung, jika cadangan zat besi sangat sedikit sedangkan kandungan dan serapan zat besi
dalam dan dari makanan sedikit, pemberian suplementasi pada masa- masa ini menjadi sangat
pentin

MEKANISME ABNORMALITAS STATUS BESI


Feritin merupakan tempat penyimpanan zat besi terbesar dalam tubuh. Fungsi feritin
adalah sebagai penyimpanan zat besi terutama di dalam hati,limpa,dan sumsum tulang.Zat
besi yang berlebihan akan disimpan dan bila diperlukan dapat dimobilisasi kembali.Hati
merupakan tempat penyimpanan feririn terbesar di dalam tubuh dan berperan dalam
mobilisasi feritin serum.Pada penyakit hati akut maupun kronik kadar feritin serum
meningkat,ini disebabkan pengambilan feritin dalam sel hati terganggu dan terdapat
pelepasan feritin dari sel hati yang rusak.Pada penyakit keganasan sel darah kadar feritin
serum meningkat disebabkan meningkatnya sintesis feritin oleh sel leukemia.

6. APUSAN DARAH TEPI

33
Sediaan apus darah tepi adalah suatu cara yang sampai saat ini masih digunakan pada
pemeriksaan di laboratorium. Prinsip pemeriksaan sediaan apus ini adalah dengan
meneteskan darah lalu dipaparkan di atas objek glass, kemudian dilakukan pengecatan dan
diperiksa dibawah mikroskop.
Guna pemeriksaan apusan darah:
1. Evaluasi morfologi dari sel darah tepi (eritrosit, trombosit, dan leukosit)
2. Memperkirakan jumlah leukosit dan trombosit
3. Identifikasi parasit (misal : malaria. Microfilaria, dan Trypanosoma).
Sediaan apus darah tepi dapat diwarnai dengan berbagai macam metode termasuk
larutan-larutan yang sederhana antara lain: pewarnaan Giemsa, pewarnaan acid fast,
pewarnaan garam, pewarnaan wright, dan lain-lain. Pewarnaan Giemsa disebut juga
pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak digunakan untuk mempelajari
morfologi sel-sel darah, sel-sel lien, sel-sel sumsum dan juga untuk mengidentifikasi parasit-
parasit darah misal Tripanosoma, Plasmodia dan lain-lain dari golongan protozoa. (Maskoeri,
2008)
Pewarnaan Giemsa (Giemsa Stain) adalah teknik pewarnaan untuk pemeriksaan
mikroskopis yang namanya diambil dari seorang peneliti malaria yaitu Gustav Giemsa.
Pewarnaan ini digunakan untuk pemeriksaan sitogenetikdan untuk diagnosis histopatologis
parasit malaria dan juga parasit jenis lainnya. (Jason and Frances, 2010 )
Dasar dari pewarnaan Giemsa adalah presipitasi hitam yang terbentuk dari penambahan
larutan metilen biru dan eosin yang dilarutkan di dalam metanol. Yaitu dua zat warna yang
berbeda yaitu Azur B ( Trimetiltionin ) yang bersifat basa dan eosin y ( tetrabromoflurescin )
yang bersifat asam seperti kromatin, DNA dan RNA. Sedangkan eosin y akan mewarnai
komponen sel yang bersifat basa seperti granula, eosinofili dan hemoglobin. Ikatan eosin y
pada azur B yang beragregasi dapat menimbulkan warna ungu, dan keadaan ini dikenal
sebagai efek Romanowsky giemsa. Efek ini terjadi sangat nyata pada DNA tetapi tidak terjadi
pada RNA sehingga akan menimbulkan kontras antara inti yang berwarna dengan sitoplasma
yang berwarna biru. ( Arjatmo Tjokronegoro, 1996)
Pewarnaan giemsa adalah teknik pewarnaan yang paling bagus dan sering digunakan
untuk mengidentifikasi parasit yang ada di dalam darah ( blood-borne parasite ). ( Ronald dan
Richard , 2004 )
Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler atau vena,
yang dihapuskan pada kaca obyek. Pada keadaan tertentu dapat pula digunakan EDTA
(Arjatmo Tjokronegoro, 1996)

34
Jenis apusan darah :
1. Sediaan darah tipis
Ciri- ciri apusan sediaan darah tipis yaitu lebih sedikit membutuhkan darah untuk
pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah tebal, morfologinya lebih jelas. Bentuk
parasit plasmodium berada dalam eritrosit sehingga didapatkan bentuk parasit yang utuh dan
morfologinya sempurna. Serta lebih mudah untuk menentukan spesies dan stadium parasit
dan perubahan pada eritrosit yang dihinggapi parasit dapat dilihat jelas.
2. Sediaan darah tebal
Ciri- ciri apusan sediaan darah tebal yaitu membutuhkan darah lebih banyak untuk
pemeriksaan dibanding dengan apusan darah tipis, sehingga jumlah parasit yang ditemukan
lebih banyak dalam satu lapang pandang, sehingga pada infeksi ringan lebih mudah
ditemukan. Sediaan ini mempunyai bentuk parasit yang kurang utuh dan kurang begitu
lengkap morfologinya. (Sandjaja, 2007)

MEMBUAT PREPARAT APUS DARAH TEPI


Alat-alat:
1. alkohol 70% 9. Wright stain
2. kapas 10. pipet tetes 6 buah
3. hemolet 11. sol buffer
4. kaca objek 12. kertas saring
5. rak pengecatan 13. mikroskop
6. methyl alkohol 14. minyak imersi
7. Giemsa stain 15. xylol
8. aquadest 16. kain pembersih
17. gelas ukur 10 cc
Cara membuat preparat apus:
1. Sediakan beberapa kaca benda yang bersih di atas meja (bersihkan dengan alkohol) lalu
keringkan dengan kain.
2. Ambillah darah kapiler (ujung jari dan hemolet di-disinfeksi terlebih dulu).
3. Buatlah sediaan yang cukup tipis, tunjukkan kepada asisten apakah sudah memenuhi
syarat.
4. Sediaan yang memenuhi syarat dikeringkan di udara lalu diwarnai.

35
Pengecatan (menurut Wright):
1. Ratakan 10 tetes Wright stain di atas sediaan, biarkan 2-3 menit, kalau akan mengering
tetesi lagi catnya.
2. Tambahkan tetesan sol buffer yang sama jumlahnya dengan tetesan Wright yang
dipakai sampai rata bercampur dengan (1), biarkan 5-10 menit. Warna hijau mengkilat
menunjukkan pengecatan telah cukup.
3. Siram dengan aquadest 30 detik lalu siram dengan air mengalir
4. Keringkan miring di udara pada kertas saring

Pemeriksaan Sediaan:
1. Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaan lemah (10 x /LPF) untuk melihat apakah
pengecatan memuaskan:

36
a. bila nukleus (inti) belum ter-cat, ulangi pengecatan seperti di atas.
b. bila ada presipitasi, tambahkan cat Wright dan segera dibilasi aquadest.
c. bila nukeus (inti) belum ter-cat kontras dengan sitoplasma, granula eosinofil ter-cat
kemerahan dan sitoplasma eritrosit ter-cat merah muda, berarti pengecatan sempurna
2. Periksa dengan minyak imersi mulai dari daerah sediaan yang tipis, apakah sediaan dan
pengecatan sudah memenuhi syarat.
3. Sediaan yang baik diberi etiket dengan:
o nama penderita
o tanggal pembuatan

DIAGNOSIS BANDING ANEMIA MIKROSITIK HIPOKROM SUSPEK


DEFISIENSI BESI
Table 2 : Pemeriksaan laboratorium untuk membedakan ADB
Pemeriksaan Anemia Thalasemia Anemia
Laboratorium defisiensi Besi Minor Penyakit Kronis
MCV Menurun Menurun N/Menurun
Fe serum Menurun Normal Menurun
TIBC Naik Normal Menurun
Saturasi transferin Menurun Normal Menurun
FEP Naik Normal Naik
Feritin serum Menurun Normal Menurun

7. PEMERIKSAAN FESES
– Pemeriksaan makroskopik (dapat dilihat dengan mata telanjang: konsistensi, warna, darah,
lendir). Adanya darah dan lendir menandakan infeksi yang harus segera diobati, yaitu infeksi
karena amuba atau bakteri shigella.
– Pemeriksaan mikroskopik (hanya dapat dilihat melalui mikroskop: leukosit, eritrosit, epitel,
amilum, telur cacing dan amuba). Adanya amuba menandakan adanya infeksi saluran cerna
terhadap amuba tersebut, dan adanya telur cacing menandakan harus diobatinya pasien dari
infeksi parasit tersebut.
-  Pemeriksaan kimia : untuk mengetahui adanya  Darah Samar, Urobilin, Urobilinogen,
Bilirubin dalam feses / tinja
Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap darah samar. Tes
terhadap darah samar untuk mengetahui adanya perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan

37
secara makroskopik atau mikroskopik. Adanya darah dalam tinja selalu abnormal.
Pemeriksaan darah samar dalam tinja dapat dilakukan dengan menggunakan tablet reagens.
Tablet Reagens banyak dipengaruhi beberapa faktor terutama pengaruh makanan yang
mempunyai aktifitas sebagai peroksidase sering menimbulkan reaksi positif palsu seperti
daging, ikan sarden dan lain lain. Menurut kepustakaan, pisang dan preparat besi seperti
Ferrofumarat dan Ferro Carbonat dapat menimbulkan reaksi positif palsu dengan tablet
reagens. Maka dianjurkan untuk menghindari makanan tersebut diatas selama 3-4 hari
sebelum dilakukan pemeriksaan darah samar.  Prinsip pemeriksaan ini hemoglobin yang
bersifat sebagai peroksidase akan menceraikan hidrogen peroksida menjadi air dan 0 nascens
(On). On akan mengoksidasi zat warna tertentu yang menimbulkan perubahan warna.
Macam-macam metode tes darah samar yang sering dilakukan adalah guajac tes,
orthotoluidine, orthodinisidine, benzidin tes berdasarkan penentuan aktivitas peroksidase /
oksiperoksidase dari eritrosit (Hb).
Pada metode benzidine basa hasil dinilai dengan cara :
Negative ( - ) tidak ada perubahan warna atau samar-samar hijau
Positif ( +) hijau
Positif (2+) biru bercampur hijau
Positif (3+) biru
Positif (4+) biru tua

Ekonomi Mira 36
rendah tahun
Diet rendah Fe Kebutuhan Fe Pengeluaran Sering Telat Pekerjaan Berat
Meningkat Fe meningkat Makan

Defisiensi Fe HCl
meningkat

Kadar Ferritin ↓
Ulkus pada GI
VII. Kerangka Konsep

Gangguan Pendarahan Mual dan Perut


Eritropoesis ringan nyeri kembung
dan sintesis Hb uluhati

38Darah samar
pada feses
Anemia defisiensi Fe
(+)
(mikrositik hipokrom)
VIII. Sintesis
Mira 36 tahun seorang buruh cuci memiliki lima orang anak dan suaminya seorang
tukang kebun. Diet sehari-hari Mira sekeluarga yang rendah kandungan besi menyebabkan
asupan besi tidak mencukupi. Mira yang juga seorang wanita yang telah mengalami masa

39
pubertas berarti memiliki pengeluaran besi cukup tinggi karena menstruasi. Ia juga telah
mengandung lima orang anak sebelumnya dengan diet besi kurang sehingga kebutuhan besi
yang tinggi tidak terpenuhi. Riwayat kemungkinan maag atau ulkus GI lainnya yang dialami
Mira tanpa penatalaksanaan yang tepat menyebabkan pendarahan ringan saluran cerna yang
dibuktikan dengan tes darah samar positif pada permeriksaan feses.
Diet rendah besi, menstruasi, riwayat kehamilan, dan pendarahan GI yang berjalan
kronis menyebabkan Mira mengalami anemia defisiensi besi (ADB). Hal ini ditandai gejala
yang dialami, Hb yang rendah (7,6 g/dL), status besi yang khas pada ADB (besi serum dan
ferritin rendah dan TIBC meningkat), anemia mikrositik hipokrom, dan bentuk eritrosit
abnormal.
Pada ADB, Hb yang rendah disebabkan karena pembentukan prekursor Hb yaitu
heme terganggu akibat berkurangnya persediaan zat besi. Eritropoesis pun juga terganggu
sehingga tampak gambaran apus darah tepi seperti yang dijelaskan di atas.
Anemia defisiensi besi menyebabkan tanda-tanda cheilitis, koilonychias, dan atrofi
papil lidah karena zat besi penting dalam pertumbuhan sel-sel epitel kurang. Konjungtiva
palpebral anemis, keluhan mudah lelah, pandangan berkunang-kunang, sering sakit kepala
dan napas terengah-engah saat melakukan pekerjaan berat merupakan gejala anemia berat.
Terapi yang dapat diberikan kepada Mira adalah injeksi intra vena besi dekstran 2 ml
secara pelan satu kali per hari hingga nilai hemoglobin kembali normal.

BAB III
PENUTUP

I. Kesimpulan

40
Ibu Mira 36 tahun menderita anemia mikrositik hipokromik karena nutrisi besi yang kurang

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S., 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia

41
Atmakusuma D dan Iswari S 2014. Dasar-Dasar Thalassemia: Salah Satu Jenis
Hemoglobinopati dalam Setiati S, Idrus A, Aru WS, et.al: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta: Internapublishing.
Bagian Patologi Klinik FK UNSRI. 2016. Penuntun Praktikum Patologi Klinik: Membuat
Preparat Apus Darah. Palembang: Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Bakta, I. M., Suega, K., Dharmayuda, T. G., 2006. Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Sudoyo,
A. W., penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4 Jilid II. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 644-659.
Brittenham GM. Disorders of iron homeostasis: iron deficiency and overload. In: Hoffman R,
Benz EJ Jr, Silberstein LE, et al, eds. Hematology: Basic Principles and Practice. 6th
ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2013:chap 34.
Conrad, E Marcel, 2006, “Iron Deficiency Anemia: Follow-up”, Available at
http://emedicine.medscape.com
Council for Continuing Pharmaceutical Education 2013. Tables of Normal Values. Diakses
pada 16 November 2016. http://www.ccpe-
cfpc.com/en/pdf_files/drug_lists/normal_values.pdf
Ganie, RA. 2012. Anemia Defisiensi Besi. Tersedia di
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31348/4/Chapter%20II.pdf Diakses pada
tanggal 16 November 2016.
Goljan EF. Red blood cell disorders. In: Goljan EF, ed. Rapid Review Pathology. 4th ed.
Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2014:chap 12.
Harrison., 2007. Principle of Interna Medicine. Mc-Graw Hill
Hoffbrand AV, JE Pettit, dan PAH Moss 2005. Kapita Selekta Hematologi terj. Lyana
Setiawan. Jakarta: EGC.
Iron Deficiency Anemia, http://emedicine.medscape.com/article/202333-overview#a2,
diakses tanggal 16 November 2016, pukul 16.00 WIB.
Medscape 2014. Laboratory Reference Ranges in Healthy Adults. Diakses pada 16 November
2016. http://emedicine.medscape.com/article/2172316-overview
Murray, R. K., Daryl, K. G., Peter, A. M. , Victor, W. R., 2003. Biokimia Harper --- Ed 25
---Jakarta : EGC.
Normal Vital Signs. http://emedicine.medscape.com/article/2172054-overview, diakses
tanggal 16 November 2016

42
Rosmayulia. Sediaan Apus Darah Tepi. Tersedia di digilib.unimus.ac.id/download.php?id=12
Diakses pada tanggal 16 November 2016.
Sinurat, TS. 2011. Anemia Defisiensi Besi. Tersedia di
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/4/Chapter%20II.pdf Diakses pada
tanggal 16 November 2016.
Sudoyo, A., 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 4 Jilid II. Pustaka IPD FKUI
Sudoyo, A., 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 5. Pustaka IPD FKUI: Jakarta
Zulaicha, T. M., 2009. Pengaruh Suplementasi Besi Sekali Seminggu Dan Sekali Sehari
Terhadap Status Gizi Pada Anak Sekolah Dasar, Universitas Sumatera Utara. Diunduh
dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234567 89/6261/1/09E00122.pdf.
http://www.hilab.co.id/index.php/our-advice/164-hematologi
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/144/jtptunimus-gdl-sitinurjan-7167-3-babii.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/118/jtptunimus-gdl-arumwulann-5862-2-babii.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/4/Chapter%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31348/4/Chapter%20II.pdf

43

Anda mungkin juga menyukai