Anda di halaman 1dari 15

Nama: Dina Venia Dewanty

Nim: 04011181621049
Kelas: Beta 2016

NYERI
Pengertian
Nyeri menurut IASP (Internastional Assosiation for the Study of Pain) adalah pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan atau yang
cenderung merusak jaringan.

Klasifikasi Nyeri
Berdasarkan waktu durasi nyeri dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri
akut berlangsung dalam waktu kurang dari 3 bulan secara mendadak akibat trauma atau
inflamasi, dan tanda respon simpatis. Nyeri kronik apabila nyeri lebih dari 3 bulan, hilang timbul
atau terus menerus dan merupakan tanda respon parasimpatis.

Menurut etiologinya dibagi ke dalam nyeri nosiseptik serta nyeri neuropatik. Nyeri
nosiseptik ialah nyeri yang ditimbulkan oleh mediator nyeri, seperti pada pasca trauma-operasi
dan luka bakar. Nyeri neuropatik yaitu nyeri yang ditimbulkan oleh rangsang kerusakan saraf
atau disfungsi saraf seperti pada diabetes mellitus dan herpes zoster.

Menurut lokasinya nyeri dibagi menjadi 6 tipe. Nyeri superfisial yaitu nyeri pada kulit,
nyeri pada subkutan, bersifat tajam, serta nyeri terlokasi. Nyeri viseral yakni nyeri yang berasal
dari organ internal atau organ pembungkusnya, seperti nyeri kolik gastrointestinal dan kolik
ureter. Nyeri alih adalah nyeri masukan dari organ dalam pada tingkat spinal disalah artikan oleh
penderita sebagai masukan dari daerah kulit pada segmen spinal yang sama. Nyeri proyeksi
misalnya pada herpes zoster, kerusakan saraf menyebabkan nyeri yang dialihkan ke sepanjang
bagian tubuh yang diinervasi oleh saraf yang rusak tersebut. Nyeri phantom yaitu persepsi
dihubungkan dengan bagian tubuh yang hilang seperti pada amputasi ekstrimitas.

Berdasarkan intensitas nyeri dibagi menjadi skala visual analog score : 1-8 dan skala
wajah Wong Baker menjadi tanpa nyeri, nyeri ringan, sedang, berat, dan tak tertahankan.
Pengukuran nyeri unidimensional dapat menggunakan beberapa skala. Cara yang paling mudah
yaitu menggunakan Visual Analog Scale (VAS). VAS merupakan skala berupa suatu garis lurus
yang panjangnya biasaya 10 cm (atau 100 mm), dengan penggambaran verbal pada masing-
masing ujungnya, seperti angka 0 (tanpa nyeri) sampai angka 100 (nyeri terberat). Nilai VAS 0 -
10 mm = tidak nyeri, 11-44 mm = nyeri ringan, 45-74 mm = nyeri sedang, dan 75-100 mm =
nyeri berat. Penilaian tersebut dilakukan sendiri oleh pasien. Pasien dengan penglihatan
terganggu, anak anak, serta orang dewasa dengan kognitif yang terganggu tidak dapat
menggunakan skala ini.

Gambar 1. Visual analog scale

Tingkatan Nyeri

Tingkatan nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi nyeri paska
pembedahan yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien digunakan untuk menilai
derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini mungkin selama pasien dapat berkomunikasi
dan menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan.

Ada beberapa skala penilaian nyeri pada pasien sekarang ini

1. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale


Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai dari senyuman
sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien dengan gangguan
komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang kebingungan atau pada pasien yang
tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat.

Gambar 2.7-1. Wong Baker Faces Pain Rating Scale

2. Verbal Rating Scale (VRS)

Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan berdasarkan skala lima poin ; tidak
nyeri, ringan, sedang, berat dan sangat berat.

Gambar 2.7-2. Verbal Rating Scale

3. Numerical Rating Scale (NRS)


Pertama sekali dikemukakan oleh Downie dkk pada tahun 1978, dimana pasien ditanyakan
tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan menunjukkan angka 0 – 5 atau 0 – 10, dimana
angka 0 menunjukkan tidak ada nyeri dan angka 5 atau 10 menunjukkan nyeri yang hebat.

Gambar 2.7-3. Numerical Rating Scale

4. Visual Analogue Scale (VAS)

Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele pada tahun 1948 yang merupakan skala
dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak ada nyeri dan akhir garis (10)
menandakan nyeri hebat. Pasien diminta untuk membuat tanda digaris tersebut untuk
mengekspresikan nyeri yang dirasakan. Penggunaan skala VAS lebih gampang, efisien dan
lebih mudah dipahami oleh penderita dibandingkan dengan skala lainnya. Penggunaan VAS
telah direkomendasikan oleh Coll dkk karena selain telah digunakan secara luas, VAS juga
secara metodologis kualitasnya lebih baik, dimana juga penggunaannya realtif mudah, hanya
dengan menggunakan beberapa kata sehingga kosa kata tidak menjadi permasalahan.
Willianson dkk juga melakukan kajian pustaka atas tiga skala ukur nyeri dan menarik
kesimpulan bahwa VAS secara statistik paling kuat rasionya karena dapat menyajikan data
dalam bentuk rasio. Nilai VAS antara 0 – 4 cm dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah
dan digunakan sebagai target untuk tatalaksana analgesia. Nilai VAS > 4 dianggap nyeri
sedang menuju berat sehingga pasien merasa tidak nyaman sehingga perlu diberikan obat
analgesic penyelamat (rescue analgetic).
Gambar 2.7-4. Visual Analogue Scale

Nosireceptor (Reseptor Nyeri)

Nosiseptor adalah reseptor ujung saraf bebas yang ada di kulit, otot, persendian, viseral
dan vaskular. Nosiseptor-nosiseptor ini bertanggung jawab terhadap kehadiran stimulus noksius
yang berasal dari kimia, suhu (panas, dingin), atau perubahan mekanikal. Pada jaringan normal,
nosiseptor tidak aktif sampai adanya stimulus yang memiliki energi yang cukup untuk
melampaui ambang batas stimulus (resting). Nosiseptor mencegah perambatan sinyal acak
(skrining fungsi) ke SSP untuk interpretasi nyeri.

Saraf nosiseptor bersinap di dorsal horn dari spinal cord dengan lokal interneuron dan
saraf projeksi yang membawa informasi nosiseptif ke pusat yang lebih tinggi pada batang otak
dan thalamus. Berbeda dengan reseptor sensorik lainnya, reseptor nyeri tidak bisa beradaptasi.
Kegagalan reseptor nyeri beradaptasi adalah untuk proteksi karena hal tersebut bisa
menyebabkan individu untuk tetap awas pada kerusakan jaringan yang berkelanjutan. Setelah
kerusakan terjadi, nyeri biasanya minimal. Mula datang nyeri pada jaringan karena iskemi akut
berhubungan dengan kecepatan metabolisme. Sebagai contoh, nyeri terjadi pada saat beraktifitas
kerena iskemia otot skeletal pada 15 sampai 20 detik tapi pada iskemia kulit bisa terjadi pada 20
sampai 30 menit.

Tipe nosiseptor spesifik bereaksi pada tipe stimulus yang berbeda. Nosiseptor C tertentu
dan nosiseptor A-delta bereaksi hanya pada stimulus panas atau dingin, dimana yang lainnya
bereaksi pada stimulus yang banyak (kimia, panas, dingin). Beberapa reseptor A-beta
mempunyai aktivitas nociceptor-like. Serat –serat sensorik mekanoreseptor bisa diikutkan untuk
transmisi sinyal yang akan menginterpretasi nyeri ketika daerah sekitar terjadi inflamasi dan
produkproduknya. Allodynia mekanikal (nyeri atau sensasi terbakar karena sentuhan ringan)
dihasilkan mekanoreseptor A-beta.

Nosiseptor viseral, tidak seperti nosiseptor kutaneus, tidak didesain hanya sebagai
reseptor nyeri karena organ dalam jarang terpapar pada keadaan yang potensial merusak. Banyak
stimulus yang sifatnya merusak (memotong, membakar, kepitan) tidak menghasilkan nyeri bila
dilakukan pada struktur viseralis. Selain itu inflamasi, iskemia, regangan mesenterik, dilatasi,
atau spasme viseralis bisa menyebabkan spasme berat. Stimulus ini biasanya dihubungkan
dengan proses patologis, dan nyeri yang dicetuskan untuk mempertahankan fungsi.

Perjalanan Nyeri
Perjalanan nyeri termasuk suatu rangkaian proses neurofisiologis kompleks yang disebut
sebagai nosiseptif (nociception) yang merefleksikan empat proses komponen yang nyata yaitu
transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi, dimana terjadinya stimuli yang kuat diperifer
sampai dirasakannya nyeri di susunan saraf pusat (cortex cerebri).

Proses Transduksi

Proses dimana stimulus noksius diubah ke impuls elektrikal pada ujung saraf. Suatu
stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik kimia, suhu dirubah menjadi suatu aktifitas
listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf perifer (nerve ending) atau organ-organ tubuh
(reseptor meisneri, merkel, corpusculum paccini, golgi mazoni). Kerusakan jaringan karena
trauma baik trauma pembedahan atau trauma lainnya menyebabkan sintesa prostaglandin,
dimana prostaglandin inilah yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor-reseptor nosiseptif
dan dikeluarkannya zat-zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan menimbulkan
sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi perifer.

Proses Transmisi
Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai lanjutan proses transduksi melalui
serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke medulla spinalis, dimana impuls tersebut
mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh tractus spinothalamicus dan sebagian
ke traktus spinoretikularis. Traktus spinoretikularis terutama membawa rangsangan dari organ-
organ yang lebih dalam dan viseral serta berhubungan dengan nyeri yang lebih difus dan
melibatkan emosi. Selain itu juga serabut-serabut saraf disini mempunyai sinaps interneuron
dengan saraf-saraf berdiameter besar dan bermielin. Selanjutnya impuls disalurkan ke thalamus
dan somatosensoris di cortex cerebri dan dirasakan sebagai persepsi nyeri.

Proses Modulasi

Proses perubahan transmisi nyeri yang terjadi disusunan saraf pusat (medulla spinalis dan
otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh
kita dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis merupakan proses
ascenden yang dikontrol oleh otak. Analgesik endogen (enkefalin, endorphin, serotonin,
noradrenalin) dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Dimana kornu
posterior sebagai pintu dapat terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls nyeri untuk
analgesik endogen tersebut. Inilah yang menyebabkan persepsi nyeri sangat subjektif pada setiap
orang

Persepsi

Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi, transmisi dan
modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proses subjektif yang dikenal sebagai
persepsi nyeri, yang diperkirakan terjadi pada thalamus dengan korteks sebagai diskriminasi dari
sensorik.
Gambar Pain Pathway

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan panel hematologi (hemogram) terdiri dari leukosit, eritrosit, hemoglobin,


hematokrit, indeks eritrosit dan trombosit. Pemeriksaan hitung darah lengkap terdiri dari
hemogram ditambah leukosit diferensial yang terdiri dari neutrofi l (segmented dan bands),
basofil, eosinofil, limfosit dan monosit.
Rentang nilai normal hematologi bervariasi pada bayi, anak anak dan remaja, umumnya
lebih tinggi saat lahir dan menurun selama beberapa tahun kemudian. Nilai pada orang
dewasa umumnya lebih tinggi dibandingkan tiga kelompok umur di atas. Pemeriksaan
hemostasis dan koagulasi digunakan untuk mendiagnosis dan memantau pasien dengan
perdarahan, gangguan pembekuan darah, cedera vaskuler atau trauma.

a. Trombosit
Trombosit adalah komponen sel darah yang berfungsi dalam proses menghentikan
perdarahan dengan membentuk gumpalan. Jumlah normal pada tubuh manusia adalah
150.000-400.000/mL darah, pada anak anak 150.000-450.000 sel/mm3. Biasanya
dikaitkan dengan penyakit demam berdarah.
Penurunan trombosit (trombositopenia) dapat ditemukan pada demam berdarah
dengue, anemia, luka bakar, malaria, dan sepsis. Penurunan sampai di bawah 100.000
permikroliter (mL) berpotensi terjadi perdarahan dan hambatan perm\bekuan darah.
Nilai ambang bahaya pada <30.000 sel/mL.
Peningkatan trombosit (trombositosis) dapat ditemukan pada penyakit keganasan,
sirosis, polisitemia, ibu hamil, habis berolahraga, penyakit imunologis, pemakaian
kontrasepsi oral, dan penyakit jantung. Biasanya trombositosis tidak berbahaya, kecuali
jika >1.000.000 sel/mL.
b. Hematokrit (Ht)
o Nilai normal: Pria : 40% - 50 % SI unit : 0,4 - 0,5
o Wanita : 35% - 45% SI unit : 0.35 - 0,45
 Deskripsi:
Hematokrit menunjukan persentase sel darah merah tehadap volume darah
total.
 Implikasi klinik:
a. Penurunan nilai Hct merupakan indikator anemia (karena berbagai
sebab), reaksi hemolitik, leukemia, sirosis, kehilangan banyak darah
dan hipertiroid. Penurunan Hct sebesar 30% menunjukkan pasien
mengalami anemia sedang hingga parah.
b. Peningkatan nilai Hct dapat terjadi pada eritrositosis, dehidrasi,
kerusakan paru-paru kronik, polisitemia dan syok.
c. Nilai normal Hct adalah sekitar 3 kali nilai hemoglobin.
d. Satu unit darah akan meningkatkan Hct 2% - 4%.
 Hal yang harus diwaspadai
Nilai Hct <20% dapat menyebabkan gagal jantung dan kematian; Hct >60%
terkait dengan pembekuan darah spontan

c. Hemoglobin (Hb)
 Nilai normal : Pria : 13 - 18 g/dL SI unit : 8,1 - 11,2 mmol/L
 Wanita: 12 - 16 g/dL SI unit : 7,4 – 9,9 mmol/L
Penetapan anemia didasarkan pada nilai hemoglobin yang berbeda secara individual
karena berbagai adaptasi tubuh (misalnya ketinggian, penyakit paru-paru, olahraga). Secara
umum, jumlah hemoglobin kurang dari 12 gm/dL menunjukkan anemia. Pada penentuan status
anemia, jumlah total hemoglobin lebih penting daripada jumlah eritrosit.

Implikasi klinik :
a. Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama anemia karena kekurangan zat
besi), sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan asupan cairan dan kehamilan.
b. Peningkatan nilai Hb dapat terjadi pada hemokonsentrasi (polisitemia, luka bakar),
penyakit paru-paru kronik, gagal jantung kongestif dan pada orang yang hidup di daerah
dataran tinggi.
c. Konsentrasi Hb dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan anemia, respons
terhadap terapi anemia, atau perkembangan penyakit yang berhubungan dengan anemia.

Hal yang harus diwaspadai


Implikasi klinik akibat kombinasi dari penurunan Hb, Hct dan sel darah merah. Kondisi
gangguan produksi eritrosit dapat menyebabkan penurunan nilai ketiganya.
Nilai Hb <5,0g/dL adalah kondisi yang dapat memicu gagal jantung dan kematian. Nilai
>20g/dL memicu kapiler clogging sebagai akibat hemokonsenstrasi

d. Eritrosit
 Nilai normal: Pria: 4,4 - 5,6 x 106 sel/mm3 SI unit: 4,4 - 5,6 x 1012 sel/L
 Wanita: 3,8-5,0 x 106 sel/mm3 SI unit: 3,5 - 5,0 x 1012 sel/L
• Deskripsi:
Fungsi utama eritrosit adalah untuk mengangkut oksigen dari paru-
paru ke jaringan tubuh dan mengangkut CO2 dari jaringan tubuh ke paru-
paru oleh Hb. Eritrosit yang berbentuk cakram bikonkaf mempunyai area
permukaan yang luas sehingga jumlah oksigen yang terikat dengan Hb
dapat lebih banyak. Bentuk bikonkaf juga memungkinkan sel berubah
bentuk agar lebih mudah melewati kapiler yang kecil. Jika kadar oksigen
menurun hormon eritropoetin akan menstimulasi produksi eritrosit.
• Implikasi klinik :
1. Secara umum nilai Hb dan Hct digunakan untuk memantau derajat
anemia, serta respon terhadap terapi anemia
2. Jumlah sel darah merah menurun pada pasien anemia leukemia,
penurunan fungsi ginjal, talasemin, hemolisis dan lupus
eritematosus
e. Leukosit
Nilai normal : 3200 – 10.000/mm3 SI : 3,2 – 10,0 x 109/L
 Deskripsi:
Fungsi utama leukosit adalah melawan infeksi, melindungi tubuh dengan memfagosit
organisme asing dan memproduksi atau mengangkut atau mendistribusikan antibodi. Ada dua
tipe utama sel darah putih:
• Granulosit: neutrofi, eosinofi dan basofi
• Agranulosit: limfosit dan monosit
Leukosit terbentuk di sumsum tulang (myelogenous), disimpan dalam jaringan limfatikus
(limfa, timus, dan tonsil) dan diangkut oleh darah ke organ dan jaringan. Umur leukosit adalah
13-20 hari. Vitamin, asam folat dan asam amino dibutuhkan dalam pembentukan leukosit.
Sistem endokrin mengatur produksi, penyimpanan dan pelepasan leukosit.

Implikasi klinik:
1. Nilai krisis leukositosis: 30.000/mm3. Lekositosis hingga 50.000/mm3 mengindikasikan
gangguan di luar sumsum tulang (bone marrow). Nilai leukosit yang sangat tinggi (di
atas 20.000/mm3) dapat disebabkan oleh leukemia. Penderita kanker post-operasi
(setelah menjalani operasi) menunjukkan pula peningkatan leukosit walaupun tidak
dapat dikatakan infeksi.
2. Perdarahan, trauma, obat (mis: merkuri, epinefrin, kortikosteroid), nekrosis, toksin,
leukemia dan keganasan adalah penyebab lain leukositosis.
3. Leukopenia, adalah penurunan jumlah leukosit <4000/mm3. Penyebab leukopenia antara
lain:
a. Infeksi virus, hiperplenism, leukemia.
b. Obat (antimetabolit, antibiotik, antikonvulsan, kemoterapi)
c. Anemia aplastik/pernisiosa
d. Multipel mieloma

f. Pemeriksaan urin
 Volume urin
Volume urin bermanfaat dalam menentukan adanya gangguan faal ginjal,
kelainan dalam keseimbangan cairan badan dan berguna juga untuk menafsirkan
hasil pemeriksaan kuantitatif dari urin. Pengukuran volume urin bisa dilakukan
pada sample urin 24 jam, urin siang 12 jam, urin malam 12 jam dan urin sewaktu
(time specimen)

 Warna urin
Walaupun perubahan-perubahan urin jarang terlihat tetapi perlu
diperhatikan bila perubahan warna terjadi. Warna urin tidak hanya disebabkan
oleh penyakit yang diderita (keadaan patologis), tetapi juga dapat dipengaruhi
oleh makanan atau obat-obatan yang dimakan (non patologis). normal berwarna
kuning sampai kuning tua, tergantung dari berat jenisnya dan jumlah pigmen yang
berasal dari makanan atau darah yang memberi warna pada urin.

 Kejernihan
Cara menguji kejernihan seperti menguji warna. Dinyatakan dengan
jernih, agak keruh, keruh atau sangat keruh. Perlu dilihat kekeruhannya sewaktu
dikeluarkan atau setelah dibiarkan, karena urin normal akan menjadi agak keruh
bila dibiarkan atau didinginkan, kekeruhan ringan tersebut disebut nubeculla,
yaitu kekeruhan yang terjadi dari lender sel-sel epithel dan leukosit yang lambat
laun mengendap.
Jika kekeruhan urin terjadi langsung setelah berkemih, kemungkinan
disebabkan oleh fosfat amorf dan karbonat dalam jumlah yang besar, juga bisa
disebabkan oleh eritrosit, leukosit, sel-sel epithel, chyclus, lemak dan benda-
benda koloid. Sedangkan kekeruhan yang timbul setelah dibiarkan dapat
dipengaruhi oleh nubeculla, urat-urat amorf, fosfat amorf dan juga oleh bakteri-
bakteri.

 Busa
Urin biasanya tidak berbusa, adanya billirubin dapat menyebabkan busa
berwarna kuning, sedangkan meningkatnya kadar protein dalam urin dapat
menyebabkan busa berwarna putih.
interpretasi pemeriksaan laboratorium?

Komponen yang Hasil


Normal Keterangan
diperiksa pemeriksaan
Trombosit 140.000/mm3 150.000- Trombositopenia
400.000/mm3
Hb 10 g/dl 12 - 16 g/dl Anemia ringan
Leukosit 14.500/mm3 3.200-10.000/ Leukositosis
darah mm3 darah

Anatomi regio abdomen dan interpretasi regio yang dimaksud pada kasus
Mc Burney: Titik pada kuadran kanan bawah yang terletak 1/3 lateral garis imajiner yang
menghubungkan spina illiaca anterior superior dan umbilicus.

Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan membungkuk sambil
memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian
kanan bawah terlihat pada apendikuler abses.
Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding
abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari
lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah:

• Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan
bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
• Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri lepas
tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba
dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan dan dalam di titik Mc.
Burney.
• Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence muscular
adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale.
• Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah
apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan
oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang
berlawanan.
• Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks.
• Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan
lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal
tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium.
(Departemen Bedah UGM, 2010).

Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat peristaltik normal,
peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat apendisitis
perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi
kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan
colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12.

Anda mungkin juga menyukai