Anda di halaman 1dari 7

CASE STUDY

NUTRISI DAN PAKAN TERNAK

PENCERNAAN DAN METABOLISME KARBOHIDRAT, SENYAWA NITROGEN


DAN LEMAK PADA TERNAK RUMINANSIA

Disusun oleh

KELOMPOK 2
MUTIARA ARUM SARI 215050101111011
INDISSA REGINA NAZARIAH 215050101111013
VIRA FEBIOLA 215050101111019
RANDALI IRFANDI 215050101111021
KHOIRIYAH 215050101111042
KHOIROTUN NISSAK 215050101111043
AQIDAH HANIFA ZAHRA 215050101111068
M. NUR FATHIR 215050101111082
ADNAN IZZAN ASHORIN* 215050101111110
ALWIYAH SYAHRBANU 215050101111136
QIBTI ALIA SOFA 215050101111143
OCZARETA LAVINA LENA YUDIANTO 215050101111198
DIYAH LESTARY SINTHA DEWY 215050101111206

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA MALANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pakan adalah kebutuhan mutlak yang harus selalu diperhatikan dalam pemeliharaan
ternak ruminansia yaitu sapi, kerbau, kambing dan domba. Penyediaan pakan ternak yang
berkualitas merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan industri peternakan dan
menjadi komponen terbesar dalam kegiatan usaha tersebut, yaitu sebanyak 50-70%. Bahan
pakan sumber protein merupakan sumber zat makanan esensial bagi ternak ruminansia.
Komponen protein mempunyai peran yang penting dalam suatu formula pakan ternak karena
terlibat dalam pembentukan jaringan tubuh dan terlibat aktif dalam metabolisme vital seperti
enzim, hormon, antibodi dan lain sebagainya.

Pemberian urea sebagai Non protein nitrogen (NPN) pada saat amoniasi adalah cara
untuk perbaikan mutu pakan. Amoniasi pada umumnya menggunakan limbah pertanian
contohnya seperti jerami padi kering. Tujuannya penambahan adalah untuk meningkatkan
kandungan protein dalam ransum, sehingga mutu pakan dapat ditingkatkan. Perlu
diperhatikan bahwa pemberian NPN harus digunakan hanya dalam jumlah sedikit, karena
kalau berlebihan akan berakibat fatal bagi ternak. Sapibagus, (2021) menyatakan dalam 100
kilogram (kg) bahan pakan yang akan kita gunakan, biasanya hanya boleh dicampurkan urea
sebanyak 0,3% atau sekitar 250 gram dan harus dilakukan proses fermentasi.

1.2 Rumusan Masalah

 Bagaimana praktek pemberian jerami amoniasi yang benar?


 Bagaimana cara menghindari terjadinya kasus keracunan NPN?

1.3 Tujuan
 Mengetahui cara pemberian jerami amoniasi yang benar
 Mengetahui cara menghindari keracunan/kematian ternak akibat pemberian NPN
yang tidak tepat
BAB II
PEMBAHASA
N

2.1 NPN
Non-Protein Nitrogen (NPN) merupakan senyawa bukan protein yang berasal dari
katabolisme protein dan asam nukleat yang mengandung nutrisi nitrogen, seperti asam
nukleat, asam amino bebas, amonia, trimetilamina (TMA), dimetilamina (DMA), nitral, dll.
Pemberian pakan alternatif berupa limbah pertanian seperti jerami jagung, jerami padi, dan
sebagainya memiliki kandungan nutrsi yang rendah sehingga memerlukan pengolahan pakan
untuk meningkatkan nutrisi dan daya cerna ternak salah satunya dengan penggunaan NPN.
Non protein nitrogen digunakan oleh mikroba rumen untuk proses sintesis protein mikroba.
Kandungan NPN akan menghasilkan amonia (NH3) dalam rumen yang digunakan
mikroorganisme rumen untuk menghasilkan asam amino (Nadeem, 2014 dalam Tadele,
2015). Urea mengandung 46,7% nitrogen dibandingkan dengan protein sebesar 16%. Ketika
pakan nabati, seperti bungkil kedelai, harga relatife mahal, penggunaan urea sebagai
suplemen protein dinilai lebih ekonomis (Tadele, 2015). Penggunaan NPN untuk pakan
ternak akan berjalan dengan baik apabila ransum yang diberikan kepada ternak cukup dan
sesuai dengan kebutuhan ternak.

2.2 Pemanfaatan NPN


Hewan ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing memperoleh asupan nitrogen dari
proses fermentasi makanan bukan protein ( non-protein) oleh bakteri yang terdapat dalam
sistem pencernaan. Non-Protein Nitrogen dimanfaatkan untuk pembentukan protein mikroba
sebagai protein pakan dalam rumen. Kombinasi bahan pakan dengan urea sebagai sumber
NPN yang dapat digunakan adalah produk amoniasi seperti amoniasi dengan penambahan
molasses (King et al 1957; Preston et al, 1976; Brown, 1990; Yitbarek and Tamir, 2014).
Ruminansia berbeda dengan mamalia yang tidak memiliki enzim yang diperlukan
untuk mencerna serat atau mengkonversi non-protein nitrogen (NPN) menjadi protein secara
efisien. Kontribusi tunggal terbesar mikrobia rumen adalah kemampuannya untuk
memfermentasi bahan-bahan berserat. Fermentasi ini menghasilkan energi, protein, dan
vitamin B pada ternak. Secara umum dapat dikatakan bahwa ruminansia makan untuk
memberi makan mikrobia dan mikrobia memberi makan untuk ruminansia. Hubungan
simbiosis klasik.
Mikrobia dapat secara efektif menggunakan sumber nitrogen non protein (seperti
biuret dan urea, yang merupakan sumber amonia) karena memiliki enzim dan sistem
metabolik untuk membentuk asam amino dan protein dari amonia. Sumber NPN yang paling
sering digunakan dalam pakan ternak adalah urea karena sumber NPN lainnya memiliki
toksisitas lebih bersar, biaya lebih tinggi dan palatabilitas lebih rendah(Dass and Kundu,
1994; Sarnklong et al., 2010). Proses degradasi dan pembentukan protein kembali memiliki
dampak positif dan negatif pada ruminansia. Dampak negatifnya, tidak semua amonia yang
dibebaskan dari pakan dapat dimanfaatkan oleh mikrobia. Amonia dapat lolos dan melalui
dinding rumen dan memasuki aliran darah kemudian keluar melalui urin dan terbuang.
Dampak positifnya, protein yang dibentuk oleh mikrobia untuk dimanfaatkan oleh mikrobia
lainnya berkualitas tinggi dan menghasilkan nutrisi berupa protein murni untuk ruminansia
jika mikrobia lolos ke dalam usus halus. Sebagai tambahan, protein mikrobia berkualitas
tinggi dapat dihasilkan dari NPN. Kamampuan rumninansia untuk memanfaatkan NPN
secara efektif memungkinkan suplementasi protein dengan biaya yang lebih ekonomis.
2.3 Praktek Pemberian Jerami Amoniasi
Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak di Indonesia masih kurang maksimal
yaitu hanya berkisar antara 31-39%, untuk industri 7-16% dan sisanya 36- 62% dibiarkan
sebagai limbah (Hidanah, 2007).
Amoniasi jerami merupakan metode memperbaiki nutrisi jerami padi dengan
merusak ikatan ligninhemisellulosa sehingga mudah dicerna mikroba rumen.
Jerami amoniasi merupakan upaya mengurangi pengaruh negatif lignin dan silika
menggunakan bahan kimia agar dinding sel (serat kasar) mudah dicerna oleh enzim mikroba
di dalam rumen. Tujuan dilakukan jerami amoniasi adalah untuk Menghidrolisis ikatan
hidrogen antara selulosa dan hemiselulosa dgn lignin dan silika, esterifikasi gugus asetil
dengan membentuk asam uronat. Jerami amoniasi juga bisa meningkatkan daya larut Selulosa
& Hemiselulosa melalui pengembangan jaringan serat dan struktur sel lebih terbuka sehingga
enzim mikroba lebih mudah mencerna Selulosa dan Hemiselulosa.

Jerami padi urea amoniasi adalah pemeraman jerami padi dalam tempat tertutup (silo)
dan tidak anaerob dengan menggunakan gas amonia yang berasal dari urea. Jerami padi urea
amoniasi bisa dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara basah dengan perbandingan
jerami dan air 1:1. Untuk pembuatan jerami padi urea amoniasi system basah, tidak
membutuhkan tambahan enzim urease (sumber enzim urease) krn dengan adanya kontak
antara laruran urea dan jerami padi, maka bakteri ureolitis pada jerami akan mensekresikan
enzim urease.

Jerami padi urea amoniasi juga bisa dilakukan dengan cara kering dengan
perbandingan jerami:air adalah 100kg:100l air. Jerami padi urea amoniasi kering
memerlukan Enzim urease atau sumber enzim urease seperti daun glirisidia, lamtoro, tepung
kedelai, feses ternak ruminansia sebesar 2% yg dimasukkan ke dalam larutan urea. Enzim
urease tersebut akan menghidrolisis urea menjadi NH3 karena jerami padi tidak dicampur
secara langsung dengan larutan urea.

2.4 Teknik Pemberian NPN yang Benar

Pemberian urea banyak digunakan untuk penambahan dalam ransum pada ternak
ruminansia karena urea mudah didapat serta harganya yang murah. Karakteristik urea yang
biasa digunakan untuk ditambahkan pada pakan ternak yaitu berwarna putih dan berbentuk
Kristal padat (Wulandari, dkk. 2018). Teknik penambahan urea dalam pakan yang dilakukan
dengan tidak berhati hati dapat menimbulkan dampak negatif seperti turunnya palatabilitas
pakan, terganggunya proses fermentasi dalam rumen dan keracunan. (Nururrozi, dkk. 2018)

Urea juga dapat menjadi zat toksik bagi ruminansia, apabila pemberiannya tidak
memperhatikan batas penggunaan dan tanpa dicampur dengan bahan pakan lain atau pemberian
tunggal sebagai sumber protein (Kristiyani, dkk. 2016). Ketika menambahkan urea tidak boleh
lebih dari 1% dari konsentrat dan tidak boleh dicampur dengan hijauan atau limbah pertanian
ataupun pakan sumber energi. Bila pemberian urea berlebihan dapat mengakibatkan produksi
amonia rumen sangat cepat sehingga tidak dapat digunakan untuk kepentingan sintesis protein
mikroba rumen.

Degradasi protein di dalam rumen menghasilkan amonia, VFA dan CO2. Menurut
Roseler et al. (1993), konsentrasi urea darah yang tinggi menyebabkan ternak tidak efisien
dalam memanfaatkan energi yang dikonsumsinya.
Hal ini dikarenakan semakin tinggi kadar urea darah, maka semakin besar pula energi yang
dibutuhkan untuk mengkonversikan konsentrasi amonia rumen yang tinggi menjadi amonia
darah yang selanjutnya disekresikan dalam bentuk urea dalam urin (Purbowati, 2007). 

Amonia yang meningkat menyebabkan tingkat penyerapannya melebihi kapasitas hati


untuk menyerap amonia dari darah portal. maka kerja hati akan melampaui batas, sel-sel hati
yang normal menjadi rusak. Organ hati yang rusak menjadikan fungsi hati yang merombak
senyawa berbahaya bagi tubuh tidak bekerja maksimal. Amonia yang dirombak tidak maksimal
menyebabkan pH dan konsentrasi amonia meningkat, sehingga ternak mengalami keracunan
bahkan sampai mengalami kematian. (Yulianto dan Saparinto, 2010)

2.5 Pengobatan Kasus Keracunan NPN


Sifat toksik NPN dapat dihindari dosis jika urea digunakan dengan dosis yang tepat.
Level urea sebagai suplementasi atau bahan tambahan untuk meningkatkan nilai nutrisi
adalah 3%-5%. Pengobatan klasik pada keracunan urea adalah pemberian larutan asam asetat
5-10% secara oral segera setelah terdiagnosa. Pemberian tersebut kemudian diulang 2 sampai
3 jam dengan jumlah setengah dosis awal (Huber and Kung, 1981). Sedangkan menurut
Horner (1982), penanganan kasus keracunan urea untuk sapi dewasa adalah dengan
pemberian asam asetat 4 liter per oral dan dapat diulang setiap 20-30 menit sampai gejala
hilang. Sharma et al. (2017) dalam studi kasusnya juga menggunakan asam asetat per oral
sebagai antidotum keracunan urea pada kerbau. menurut Kertz (2010), pengobatan
menggunakan asam asetat dengan konsentrasi lebih dari 10% tidak dianjurkan karena akan
menimbulkan iritasi pada esofagus. Lebih lanjut, terapi cairan juga diberikan untuk
mengencerkan toksin yang berada dalam sirkulasi darah. Sedangkan antibiotik, antihistamin,
dan kortikosteroid diberikan untuk mencegah munculnya akibat sekunder (Sharma et
al.,2017).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Non-Protein Nitrogen (NPN) merupakan senyawa bukan protein yang berasal dari
katabolisme protein dan asam nukleat yang mengandung nutrisi nitrogen, seperti asam
nukleat, asam amino bebas, amonia, trimetilamina (TMA), dimetilamina (DMA), nitral.
Kandungan NPN akan menghasilkan amonia (NH3) dalam rumen yang digunakan
mikroorganisme rumen untuk menghasilkan asam amino. Urea mengandung 46,7% nitrogen
dibandingkan dengan protein sebesar 16%. Penggunaan NPN untuk pakan ternak akan
berjalan dengan baik apabila ransum yang diberikan kepada ternak cukup dan sesuai dengan
kebutuhan ternak. Non-Protein Nitrogen dimanfaatkan untuk pembentukan protein mikroba
sebagai protein pakan dalam rumen. Kombinasi bahan pakan dengan urea sebagai sumber
NPN yang dapat digunakan adalah produk amoniasi seperti amoniasi dengan penambahan
molasses. Mikrobia dapat secara efektif menggunakan sumber nitrogen non protein (seperti
biuret dan urea, yang merupakan sumber amonia) karena memiliki enzim dan sistem
metabolik untuk membentuk asam amino dan protein dari amonia. Sumber NPN yang paling
sering digunakan dalam pakan ternak adalah urea karena sumber NPN lainnya memiliki
toksisitas lebih bersar, biaya lebih tinggi dan palatabilitas lebih rendah. Jerami
amoniasi merupakan upaya mengurangi pengaruh negatif lignin dan silika menggunakan
bahan kimia agar dinding sel (serat kasar) mudah dicerna oleh enzim mikroba di dalam
rumen. Jerami padi urea amoniasi adalah pemeraman jerami padi dalam tempat tertutup (silo)
dan tidak anaerob dengan menggunakan gas amonia yang berasal dari urea. Jerami padi urea
amoniasi bisa dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara basah dengan perbandingan
jerami dan air 1:1. pengobatan menggunakan asam asetat dengan konsentrasi lebih dari 10%
tidak dianjurkan karena akan menimbulkan iritasi pada esofagus. Lebih lanjut, terapi cairan
juga diberikan untuk mengencerkan toksin yang berada dalam sirkulasi darah. Sedangkan
antibiotik, antihistamin, dan kortikosteroid diberikan untuk mencegah munculnya akibat
sekunder
DAFTAR PUSTAKA

Amha, N., & Tadele, Y. 2015. Use of different non protein nitrogen sources in ruminant
nutrition: a review. Advances in Life Science and Technology. Vol. 29(1): 100-105.

Bahar, S., 2016. Teknologi pengelolaan jerami jagung untuk pakan ternak ruminansia.
Buletin Pertanian Perkotaan, 6(2), pp.23-29.

Kristiyani, E., Harjanti, D. W., & Santoso, S. A. B. (2016). Pengaruh Berbagai Kandungan
Urea Dalam Pakan Terhadap Fungsi Hati Kambing Peranakan Etawa Laktasi (the
Effects of Urea Levels in Feed on the Liver Function of Etawa Crossbred). Animal
Agriculture Journal, 3(1), 95-105.

Nururrozi, A., Indarjulianto, S., Purnamaningsih, H., & Rahardjo, S. (2018). Urea: Manfaat
Pada Ruminansia. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan (Indonesian Journal of Animal
Science), 28(1), 10-34.

Sarnklong, C., Cone, J. W., Pellikaan, W. and Hendriks, W. H. 2010. Utilization of Rice
Straw and Different Treatments to Improve Its Feed Value for Ruminants: A Review.
Asian-Aust. J. Anim. Sci. 23 (5): 680-692.

Tahuk, P. K., Agustinus, A. A., & Stefanus, S. (2017). Profil Glukosa dan Urea Darah Sapi
Bali Jantan pada Penggemukan dengan Hijauan (Greenlot Fattening) di Peternakan
Rakyat. Agripet. Vol. 17(2) : 104-111

Wardhana, A.H., 2016. Black soldier fly (Hermetia illucens) sebagai sumber protein
alternatif untuk pakan ternak. Wartazoa, 26(2), pp.69-78.

WULANDARI, P. H., SUDJATMOGO, S., & Widiyanto, W. (2018). TAMPILAN


AKTIVITAS FOSFATASE ALKALIS DAN PRODUKSI SUSU AKIBAT IMBANGAN
HIJAUAN DENGAN KONSENTRAT DAN SUPLEMENTASI UREA YANG
BERBEDA PADA SAPI PERAH (Doctoral dissertation, FAKULTAS PETERNAKAN
DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Yitbarek, M.B. and Tamir, B. 2014. Silage Additives: Review. Open Journal of Applied
Sciences, 4 (5): 258-274.

Anda mungkin juga menyukai