Anda di halaman 1dari 14

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.

07/R0

Fakultas : MIPA Pertemuan Ke :5


Prodi : Farmasi Handout Ke :1
Nama MK : Analisis Makanan & Kosmetik Jumlah Halaman : 13
Kode MK : 61323054 Mulai Berlaku : Pebruari 2013

Pertemuan 5

Analisis Protein: kandungan protein dalam pangan, arti penting analisis protein, prinsip dan
aplikasi metode analisis untuk penentuan kandungan protein.

Pengantar
Protein merupakan salah satu komponen vital untuk menunjang proses biologis dan
struktur pada sel. Protein tersusun atas rangkaian kompleks asam amino dan beberapa
rantai samping tertentu, sehingga memiliki berat molekul yang cukup besar, antara 5000 s/d
jutaan dalton. Protein bisa terdiri atas unsur C (50%), H (7%), O (23%), N (16%), S (0-3%),
P (0-3%).
Hingga saat ini telah diketahui ada 20 jenis asam amino sebagai penyusun protein
yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Unsur nitrogen memegang peranan penting
dalam analisis protein. Karena beberapa metode analisis protein berdasarkan jumlah
nitrogen yang terkadung dalam produk pangan tersebut. Kandungan nitrogen dalam pangan
bervariasi antara 13,4 – 19,1 %, tergantung pada variasi dan jumlah asam amino yang
terkandung dalam pangan tersebut. Protein yang kaya akan asam amino, semakin besar
pula kandungan nitrogennya.
Sampai saat ini telah banyak dikembangkan metode analisis protein pangan yang
berdasarkan penentuan jumlah nitrogen, ikatan peptida, asam amino aromatis, kapasitas
pengikatan warna (dye-binding capacity), penyerapan sinar UV, dan penghamburan cahaya
(light scattering).
Metode analisis kadar protein yang prinsipnya berdasarkan perhitungan jumlah unsur
nitrogen, memiliki kekurangan karena adanya kemungkinan ikut terhitungnya unsur nitrogen
yang bukan berasal dari protein (positif palsu), seperti asam amino bebas, peptida, asam
nukleat, fosfolipid, gula amino, porfirin, dan beberapa vitamin, alkaloid, asam urat, urea, dan
ion amonium.
Selain itu komponen pangan lain seperti lipid maupun KH juga dapat mengganggu
analisis protein pada pangan. Pemilihan metode mana yang paling tepat tentu tetap
mempertimbangkan faktor seperti sensitivitas, akurasi, presisi, waktu, biaya, dan matriks
sampel.

Versi: 1 Revisi: 0 Hal 1 dari 14


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Ikatan peptida  menghubungkan 2 asam amino


Tripeptida  2 ikatan peptida (3 asam amino)

Denaturasi protein:
Struktur protein (sekunder, tersier, dan kuartener) dapat berubah dengan teknik
denaturasi oleh panas, asam, basa, urea (8,0 M), guanidin-HCl (6,0 M), pelarut organik, dan
deterjen. Pengaruh denaturasi:
 Kelarutan protein pun dapat berubah (berkurang)
 Merubah ukuran dan bentuk
 Meningkatkan reaktivitas
 Menurunkan aktivitas biologis
 Merubah nilai gizi

Versi: 1 Revisi: 0 Hal 2 dari 14


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Protein dalam pangan:


Kadungan protein dalam produk pangan sangatlah bervariasi. Pangan yang kaya
akan protein biasanya berasal dari produk hewan dan tanaman kacang-kacangan/ polong
(legumen) seperti pada tabel berikut:

Versi: 1 Revisi: 0 Hal 3 dari 14


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Arti penting analisis protein dalam produk pangan:


1. Informasi tabel nilai nutrisi pangan
2. Penentuan harga produk pangan
3. Penentuan karakteristik (fungsi) bahan pangan, seperti gliadin dan glutenin pada
tepung untuk penentuan baik tidaknya roti yang dihasilkan, casein dalam susu untuk
proses koagulasi menjadi produk keju, dan albumin pada telur untuk pengembang.
4. Penentuan aktivitas biologis, seperti kandungan enzim proteolitik pada daging.
5. Analisis protein dibutuhkan, apabila kita hendak mengetahui:
a. Kandungan protein total
b. Kandungan protein dalam campuran
c. Kadungan protein pada proses isolasi dan pemurnian protein
d. Jumlah nitrogen non-protein
e. Komposisi asam amino
f. Nilai gizi protein

Metode analisis:
1. Metode Kjeldahl
2. Metode Dumas (pembakaran nitrogen)
3. Metode Spektroskopi IR
4. Metode Biuret
5. Metode Lowry
6. Metode pengikatan warna (Dye-binding)
a. Metode pengikatan warna anionik
b. Metode pengikatan warna bradford
7. Metode asam bicinchoninic
8. Metode spektofotometri pada lamda 280 nm
9. Metode HPLC

Metode kjeldahl, dumas, dan spektroskopi IR merupakan metode standar dari AOAC
yang umum digunakan untuk pelabelan nilai gizi dan kontrol kualitas produk pangan,
sedangkan metode lainnya digunakan untuk penelitian protein pada skala laboratorium.

Versi: 1 Revisi: 0 Hal 4 dari 14


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Metode Kjeldahl
Prinsip:
 Sampel pangan (protein) digesti menggunakan asam sulfat (bisa dengan
penambahan katalis logam) sehingga menghasilkan amonium sulfat. Larutan lalu
dinetralkan dengan alkali dan didestilasi ke dalam larutan asam borat. Anion borat
yang terbentuk dititrasi dengan larutan baku asam, yang jumlahnya setara dengan
unsur nitrogen dalam sampel.
 Jumlah nitrogen yang dihasilkan menggambarkan kadar crude protein pangan,
karena nitrogen non-protein juga ikut terhitung.
 Total nitrogen dikonversi menjadi kadar protein menggunakan faktor konversi.

Langkah umum dalam metode kjeldahl: (metode asli oleh Johann Kjeldahl, 1883)
1. Digesti  menggunakan asam sulfat + serbuk kalium permanganat
(menyempurnakan oksidasi dan pengubahan nitrogen menjadi amonium sulfat).
2. Netralisasi & destilasi  larutan encer hasil digesti didestilasi ke dalam larutan baku
asam (volume diketahui) yang mengandung kalium iodida dan iodat.
3. Titrasi  iodin yang dihasilkan pada langkah sebelumnya, dititrasi dengan larutan
baku natrium tiosulfat.

(http://en.wikipedia.org/wiki/Kjeldahl_method)
Modifikasi metode kjeldahl:
1. Penambahan katalis logam (merkuri, tembaga, selenium, titanium) 
menyempurnakan digesti.
2. Kalium sulfat digunakan untuk meningkatkan titik didih asam sulfat  meningkatkan
digesti.
3. Sulfida atau natrium tiosulfat ditambahkan ke dalam larutan encer digesti  melepas
nitrogen dari merkuri yang dapat mengikat amonium.

Versi: 1 Revisi: 0 Hal 5 dari 14


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

4. Amoniak didestilasi dalam larutan asam borat, lalu dititrasi dengan larutan baku
asam.
5. Metode kolorimetri Nesslerization, atau kromatografi penukar ion dapat digunakan
untuk pengukuran amoniak (setelah dilakukan digesti).

Aplikasi  AOAC 955.04; 976.06; 976.05; 960.52

Preparasi sampel:
 Sampel padat digerus hingga dapat melewati saringan ukuran 20 mesh.
 Dihomogenkan

Prosedur umum dan reaksi:


1. Digesti
a. Timbang sampel secara akurat, masukkan ke dalam labu kjeldahl.
b. Tambahkan asam dan katalis.
c. Digesti hingga larutan jernih, nitogen berubah menjadi ion amonium, karbon
dan hidrogen berubah menjadi CO2 dan H2O.
d. Diperoleh amonium sulfat, dari reaksi nitrogen dan asam sulfat.

2. Netralisasi dan destilasi


a. Hasil digesti diencerkan dengan air.
b. Tambahkan basa + natrium tiosulfat  netralisasi asam sulfat
c. Amoniak didestilasi ke dalam larutan asam borat + indikator metilen blue &
metil merah.
(NH4)2SO4 + 2NaOH  2NH3 + Na2SO4 + 2H2O
NH3 + H3BO3  NH4 + H2BO3-

3. Titrasi
a. Ion borat (ekuivalen dnegan jumlah nitrogen) dititrasi dengan larutan baku
HCl.
b. Dilakukan titrasi blanko (tanpa sampel).
H2BO3- + H+  H3BO3

Versi: 1 Revisi: 0 Hal 6 dari 14


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Perhitungan:
𝑀𝑜𝑙 𝐻𝐶𝑙 = 𝑚𝑜𝑙 𝑁𝐻3 = 𝑚𝑜𝑙 𝑁 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

(𝑣𝑜𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑣𝑜𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜) 𝑥 𝑀 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝐵𝑀 𝑁


%𝑁 = 𝑥 100
𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Karena umumnya protein mengandung 16% N, maka faktor konversi Nitrogen ke protein
yaitu:
100
= 6,25
16

% (𝑐𝑟𝑢𝑑𝑒)𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 = % 𝑁 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 = % 𝑁 𝑥 6,25

Berikut adalah nilai faktor konversi beberapa produk pangan:

Kelebihan:
 Bisa digunakan untuk semua jenis pangan
 Relatif tidak mahal
 Akurat  untuk kadar crude protein
 Telah dimodifikasi  mikro kjeldahl  mikrogram protein
Kekurangan:
 Mengukur total nitrogen organik, bukan hanya nitrogen protein
 Tidak cocol untuk sampel yang mengandung nitrogen dalam bentuk nitro, azo,
pyridin  Nitrogen of these compounds does not change to Ammonium sulphate
under the conditions of this method.
 Waktu relatif lama (2 jam)
 Presisi kurang baik, dibandingkan biuret
 Pereaksi korosif

Versi: 1 Revisi: 0 Hal 7 dari 14


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Metode Dumas (pembakaran nitrogen) (Jean-Baptiste Dumas, 1831)


Prinsip:
 Sampel pangan (protein) dibakar pada suhu tinggi (700-1000oC), sehingga
dilepaskannya nitrogen dalam bentuk gas (N2 dan NO). Nitrogen oksida direduksi
menjadi nitrogen menggunakan reduktor tembaga pada suhu 600oC.
 Total nitrogen (organik & an-organik/ nitrat, nitrit) yang dihasilkan, dialirkan menuju
kromatografi gas menggunakan detektor termal (TCD).
 Total nitrogen dikonversi menjadi kadar protein menggunakan faktor konversi.
Prosedur:

Kelebihan:
 Bisa digunakan untuk semua jenis pangan
 Tidak memerlukan bahan kimia yang berbahaya
 Dapat dilakukan dalam waktu 3 menit
 Dapat menganalisis sampel yang banyak pada satu waktu

Kekurangan:
 Alat perlu dikalibrasi dengan senyawa murni yang telah diketahui jumlah nitrogennya,
sperti EDTA (= 9,59 %N)
 Alat relatif mahal
 Mengukur total nitrogen organik, bukan hanya nitrogen protein, termasuk kandungan
nitrat/ nitrit.
 Ukuran sampel yang kecil menyulitkan mendapatkan sampel yang representatif.

Metode Spektroskopi IR
Prinsip:
 Pengukuran penyerapan sinar IR oleh gugus molekul protein dan peptida pada
pangan.
 Mid-IR  6,47 μm
 Near-IR  3300-3500 nm; 2080-2220 nm; 1560-1670 nm.

Versi: 1 Revisi: 0 Hal 8 dari 14


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Metode Biuret
Prinsip:
 Adanya reaksi kompleks antara ikatan peptida dengan ion tembaga pada kondisi
alkali, menghasilkan warna violet.
 Warna yang dihasilkan sebanding dengan kadar protein dalam sampel.
 Absorbansi larutan dibaca pada lamda 540 nm.
 Reagen biuret  tembaga sulfat + NaOH + kalium natrium tartrate.

Prosedur:
1. A 5-ml biuret reagent is mixed with a 1-ml portion of protein solution (1–10mg
protein/ml).
2. After the reaction mix is allowed to stand at room temperature for 15 or 30 min, the
absorbance is read at 540 nm against a reagent blank.
3. Filtration or centrifugation before reading absorbance is required if the reaction
mixture is not clear.
4. A standard curve of concentration versus absorbance is constructed using bovine
serum albumin (BSA).

Aplikasi:
Penentuan kadar protein pada:
 Sereal
 Daging
 Soybean
 Produk isolasi protein
 Makanan hewan (uji kualitatif) AOAC 935.11

Versi: 1 Revisi: 0 Hal 9 dari 14


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Kelebihan:
 Less expensive than the Kjeldahl method; rapid (can be completed in less than 30
min); simplest method for analysis of proteins.
 Color deviations are encountered less frequently than with Lowry, ultraviolet (UV)
absorption, or turbidimetric methods.
 Very few substances other than proteins in foods interfere with the biuret reaction.
 Tidak bereaksi dengan nitrogen non-peptida maupun non-protein.

Kekurangan:
 Not very sensitive as compared to the Lowry method; requires at least 2–4mg protein
for assay.
 Absorbance could be contributed from bile pigments if present.
 High concentration of ammonium salts interfere with the reaction.
 Color varies with different proteins; gelatin gives a pinkish-purple color.
 Opalescence could occur in the final solution if high levels of lipid or carbohydrate are
present.
 Not an absolute method: color must be standardized against known protein (e.g.,
BSA) or against the Kjeldahl nitrogen method.

Metode Lowry
Prinsip:
 Menggabungkan reaksi biuret dengan reduksi reagen Folin-Ciocalteau phenol
(phosphomolybdic-phosphotungstic acid) oleh residu tirosin dan triptofan dalam
protein.
 Dihasilkan warna biru, dibaca pada lamda 750 nm (sensitivitas tinggi untuk kadar
protein rendah  menghasilkan puncak besar) atau 500 nm (sensitivitas rendah
untuk kadar protein tinggi  menghasilkan puncak kecil).

Versi: 1 Revisi: 0 Hal 10 dari 14


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Prosedur (modifikasi oleh Hartree):


1. Proteins to be analyzed are diluted to an appropriate range (20–100 μg).
2. K Na Tartrate-Na2CO3 solution is added after cooling and incubated at room
temperature for 10 min.
3. CuSO4-K Na Tartrate-NaOH solution is added after cooling and incubated at room
temperature for 10 min.
4. Freshly prepared Folin reagent is added and then the reaction mixture is mixed and
incubated at 50oC for 10 min.
5. Absorbance is read at 650 nm.
6. A standard curve of BSA is carefully constructed for estimating protein concentration
of the unknown.

Kelebihan:
 Sangat sensitif (50-100 kali lebih sensitif dibandingkan metode biuret)
 Sedikit/ tidak dipengaruhi oleh kekeruhan sampel (tidak perlu dilakukan ekstraksi
protein dalam sampel)
 Lebih spesifik
 Relatif sederhana, dapat dikerjakan 1-1,5 jam

Kekurangan:
 Perlu distandarisasi, variasi warna dapat berbeda, tergantung kadar proteinnya.
 Warna yang dihasilkan tidak proporsional dengan kadar protein
 Reaksi dapat terganggu oleh adanya sukrosa, lipid, buffer fosfat, monosakasida, dan
heksoamin.
 Kadar gula-reduksi, amonium sulfat, sulfidril yang tinggi dapat mengganggu reaksi.

Metode pengikat-warna
Prinsip:
 Sejumlah sampel dicampur dengan zat warna anionik berlebih (jumlah yang
ditambahkan diketahui secara tepat) dalam larutan buffer.
 Protein akan berikatan dengan zat warna tersebut, membentuk kompleks tak larut.
 Jumlah zat warna sisa (tidak berikatan dengan protein) yang diukur berbanding
terbalik dengan kadar protein dalam sampel.
 Zat warna anionik (asam sulfonat, asam orange 12, orange G, amido black 10B 
berikatan dengan gugus kation pada residu asam amino (seperti histidin, arginin,
dan lisin) dan asam amino terminal pada protein.

Versi: 1 Revisi: 0 Hal 11 dari 14


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Protein + zat warna (berlebih)  kompleks (protein-zat warna) + zat warna (sisa)

Kelebihan:
 Cepat, tidak mahal, relatif akurat
 Tidak menggunakan bahan kimia korosif
 Tidak mengukur nitrogen non-protein
 Lebih teliti dibandingkan metode kjeldahl

Kekurangan:
 Tidak sensitif (membutuhkan sejumlah mg protein)
 Kapasitas pengikatan berbeda pada masing-masing protein (berbeda asam
aminonya)
 Tidak cocok untuk hidrolisis protein, akan berikatan dengan N-terminal asam amino
 Amilum, kalsium, atau fosfat dapat berikatan dengan zat warna, sehingga
pemeriksaan menjadi bias  beberapa logam dapat dihilangkan dengan larutan
buffer asam oksalat.

Versi: 1 Revisi: 0 Hal 12 dari 14


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Sebagian besar teknik uv-vis membutuhkan larutan sampel yang encer dan jernih, serta
tidak mengandung senyawa kontaminan yang dapat mengabsorbsi atau memantulkan
cahaya. Oleh karena itu, sebagian besar tahapan preparasi sampel membutuhkan langkah
seperti homogenisasi, ekstraksi, sentifugasi, filtrasi, dsb. Tahapan ini menjadi krusial apabila
proterin dalam produk pangan yang akan dianalisis terikat kuat secara kovalen dengan
senyawa lain.

Except for the Dumas and Kjeldahl methods, and the UV method for purified proteins, all
methods require the use of a standard or reference protein or a calibration with the Kjeldahl
method.

In the methods using a standard protein, proteins in the samples are assumed to
have similar composition and behavior compared with the standard protein. The selection
of an appropriate standard for a specific type of food is important.

Nonprotein nitrogen is present in practically all foods. To determine protein nitrogen,


the samples usually are extracted under alkaline conditions then precipitated with
trichloroacetic acid or sulfosalicylic acid.

Tugas 5:
1. A dehydrated precooked pinto bean was analyzed for crude protein content in
duplicate using the Kjeldahl method. The following data were recorded:
 Moisture content = 8.00%
 Wt of Sample 1 = 1.015 g
 Wt of Sample 2 = 1.025 g
 Normality of HCl used for titration = 0.1142 N
 HCl used for Sample 1 = 22.0 ml
 HCl used for Sample 2 = 22.5 ml
 HCl used for reagent blank = 0.2 ml
Calculate crude protein content on both wet and dry weight basis of the pinto bean,
assuming pinto bean protein contains 17.5% nitrogen.
2. A 20 ml protein fraction recovered from a column chromatography was analyzed for
protein using the bicinchoninic acid (BCA) method. The following data were the
means of a duplicate analysis using BSA as a standard:

Versi: 1 Revisi: 0 Hal 13 dari 14


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

The average absorbance of a 1-ml sample was 0.44. Calculate protein concentration
(mg/ml) and total protein quantity of this column fraction.

Versi: 1 Revisi: 0 Hal 14 dari 14

Anda mungkin juga menyukai