07/R0
Pertemuan 5
Analisis Protein: kandungan protein dalam pangan, arti penting analisis protein, prinsip dan
aplikasi metode analisis untuk penentuan kandungan protein.
Pengantar
Protein merupakan salah satu komponen vital untuk menunjang proses biologis dan
struktur pada sel. Protein tersusun atas rangkaian kompleks asam amino dan beberapa
rantai samping tertentu, sehingga memiliki berat molekul yang cukup besar, antara 5000 s/d
jutaan dalton. Protein bisa terdiri atas unsur C (50%), H (7%), O (23%), N (16%), S (0-3%),
P (0-3%).
Hingga saat ini telah diketahui ada 20 jenis asam amino sebagai penyusun protein
yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Unsur nitrogen memegang peranan penting
dalam analisis protein. Karena beberapa metode analisis protein berdasarkan jumlah
nitrogen yang terkadung dalam produk pangan tersebut. Kandungan nitrogen dalam pangan
bervariasi antara 13,4 – 19,1 %, tergantung pada variasi dan jumlah asam amino yang
terkandung dalam pangan tersebut. Protein yang kaya akan asam amino, semakin besar
pula kandungan nitrogennya.
Sampai saat ini telah banyak dikembangkan metode analisis protein pangan yang
berdasarkan penentuan jumlah nitrogen, ikatan peptida, asam amino aromatis, kapasitas
pengikatan warna (dye-binding capacity), penyerapan sinar UV, dan penghamburan cahaya
(light scattering).
Metode analisis kadar protein yang prinsipnya berdasarkan perhitungan jumlah unsur
nitrogen, memiliki kekurangan karena adanya kemungkinan ikut terhitungnya unsur nitrogen
yang bukan berasal dari protein (positif palsu), seperti asam amino bebas, peptida, asam
nukleat, fosfolipid, gula amino, porfirin, dan beberapa vitamin, alkaloid, asam urat, urea, dan
ion amonium.
Selain itu komponen pangan lain seperti lipid maupun KH juga dapat mengganggu
analisis protein pada pangan. Pemilihan metode mana yang paling tepat tentu tetap
mempertimbangkan faktor seperti sensitivitas, akurasi, presisi, waktu, biaya, dan matriks
sampel.
Denaturasi protein:
Struktur protein (sekunder, tersier, dan kuartener) dapat berubah dengan teknik
denaturasi oleh panas, asam, basa, urea (8,0 M), guanidin-HCl (6,0 M), pelarut organik, dan
deterjen. Pengaruh denaturasi:
Kelarutan protein pun dapat berubah (berkurang)
Merubah ukuran dan bentuk
Meningkatkan reaktivitas
Menurunkan aktivitas biologis
Merubah nilai gizi
Metode analisis:
1. Metode Kjeldahl
2. Metode Dumas (pembakaran nitrogen)
3. Metode Spektroskopi IR
4. Metode Biuret
5. Metode Lowry
6. Metode pengikatan warna (Dye-binding)
a. Metode pengikatan warna anionik
b. Metode pengikatan warna bradford
7. Metode asam bicinchoninic
8. Metode spektofotometri pada lamda 280 nm
9. Metode HPLC
Metode kjeldahl, dumas, dan spektroskopi IR merupakan metode standar dari AOAC
yang umum digunakan untuk pelabelan nilai gizi dan kontrol kualitas produk pangan,
sedangkan metode lainnya digunakan untuk penelitian protein pada skala laboratorium.
Metode Kjeldahl
Prinsip:
Sampel pangan (protein) digesti menggunakan asam sulfat (bisa dengan
penambahan katalis logam) sehingga menghasilkan amonium sulfat. Larutan lalu
dinetralkan dengan alkali dan didestilasi ke dalam larutan asam borat. Anion borat
yang terbentuk dititrasi dengan larutan baku asam, yang jumlahnya setara dengan
unsur nitrogen dalam sampel.
Jumlah nitrogen yang dihasilkan menggambarkan kadar crude protein pangan,
karena nitrogen non-protein juga ikut terhitung.
Total nitrogen dikonversi menjadi kadar protein menggunakan faktor konversi.
Langkah umum dalam metode kjeldahl: (metode asli oleh Johann Kjeldahl, 1883)
1. Digesti menggunakan asam sulfat + serbuk kalium permanganat
(menyempurnakan oksidasi dan pengubahan nitrogen menjadi amonium sulfat).
2. Netralisasi & destilasi larutan encer hasil digesti didestilasi ke dalam larutan baku
asam (volume diketahui) yang mengandung kalium iodida dan iodat.
3. Titrasi iodin yang dihasilkan pada langkah sebelumnya, dititrasi dengan larutan
baku natrium tiosulfat.
(http://en.wikipedia.org/wiki/Kjeldahl_method)
Modifikasi metode kjeldahl:
1. Penambahan katalis logam (merkuri, tembaga, selenium, titanium)
menyempurnakan digesti.
2. Kalium sulfat digunakan untuk meningkatkan titik didih asam sulfat meningkatkan
digesti.
3. Sulfida atau natrium tiosulfat ditambahkan ke dalam larutan encer digesti melepas
nitrogen dari merkuri yang dapat mengikat amonium.
4. Amoniak didestilasi dalam larutan asam borat, lalu dititrasi dengan larutan baku
asam.
5. Metode kolorimetri Nesslerization, atau kromatografi penukar ion dapat digunakan
untuk pengukuran amoniak (setelah dilakukan digesti).
Preparasi sampel:
Sampel padat digerus hingga dapat melewati saringan ukuran 20 mesh.
Dihomogenkan
3. Titrasi
a. Ion borat (ekuivalen dnegan jumlah nitrogen) dititrasi dengan larutan baku
HCl.
b. Dilakukan titrasi blanko (tanpa sampel).
H2BO3- + H+ H3BO3
Perhitungan:
𝑀𝑜𝑙 𝐻𝐶𝑙 = 𝑚𝑜𝑙 𝑁𝐻3 = 𝑚𝑜𝑙 𝑁 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Karena umumnya protein mengandung 16% N, maka faktor konversi Nitrogen ke protein
yaitu:
100
= 6,25
16
Kelebihan:
Bisa digunakan untuk semua jenis pangan
Relatif tidak mahal
Akurat untuk kadar crude protein
Telah dimodifikasi mikro kjeldahl mikrogram protein
Kekurangan:
Mengukur total nitrogen organik, bukan hanya nitrogen protein
Tidak cocol untuk sampel yang mengandung nitrogen dalam bentuk nitro, azo,
pyridin Nitrogen of these compounds does not change to Ammonium sulphate
under the conditions of this method.
Waktu relatif lama (2 jam)
Presisi kurang baik, dibandingkan biuret
Pereaksi korosif
Kelebihan:
Bisa digunakan untuk semua jenis pangan
Tidak memerlukan bahan kimia yang berbahaya
Dapat dilakukan dalam waktu 3 menit
Dapat menganalisis sampel yang banyak pada satu waktu
Kekurangan:
Alat perlu dikalibrasi dengan senyawa murni yang telah diketahui jumlah nitrogennya,
sperti EDTA (= 9,59 %N)
Alat relatif mahal
Mengukur total nitrogen organik, bukan hanya nitrogen protein, termasuk kandungan
nitrat/ nitrit.
Ukuran sampel yang kecil menyulitkan mendapatkan sampel yang representatif.
Metode Spektroskopi IR
Prinsip:
Pengukuran penyerapan sinar IR oleh gugus molekul protein dan peptida pada
pangan.
Mid-IR 6,47 μm
Near-IR 3300-3500 nm; 2080-2220 nm; 1560-1670 nm.
Metode Biuret
Prinsip:
Adanya reaksi kompleks antara ikatan peptida dengan ion tembaga pada kondisi
alkali, menghasilkan warna violet.
Warna yang dihasilkan sebanding dengan kadar protein dalam sampel.
Absorbansi larutan dibaca pada lamda 540 nm.
Reagen biuret tembaga sulfat + NaOH + kalium natrium tartrate.
Prosedur:
1. A 5-ml biuret reagent is mixed with a 1-ml portion of protein solution (1–10mg
protein/ml).
2. After the reaction mix is allowed to stand at room temperature for 15 or 30 min, the
absorbance is read at 540 nm against a reagent blank.
3. Filtration or centrifugation before reading absorbance is required if the reaction
mixture is not clear.
4. A standard curve of concentration versus absorbance is constructed using bovine
serum albumin (BSA).
Aplikasi:
Penentuan kadar protein pada:
Sereal
Daging
Soybean
Produk isolasi protein
Makanan hewan (uji kualitatif) AOAC 935.11
Kelebihan:
Less expensive than the Kjeldahl method; rapid (can be completed in less than 30
min); simplest method for analysis of proteins.
Color deviations are encountered less frequently than with Lowry, ultraviolet (UV)
absorption, or turbidimetric methods.
Very few substances other than proteins in foods interfere with the biuret reaction.
Tidak bereaksi dengan nitrogen non-peptida maupun non-protein.
Kekurangan:
Not very sensitive as compared to the Lowry method; requires at least 2–4mg protein
for assay.
Absorbance could be contributed from bile pigments if present.
High concentration of ammonium salts interfere with the reaction.
Color varies with different proteins; gelatin gives a pinkish-purple color.
Opalescence could occur in the final solution if high levels of lipid or carbohydrate are
present.
Not an absolute method: color must be standardized against known protein (e.g.,
BSA) or against the Kjeldahl nitrogen method.
Metode Lowry
Prinsip:
Menggabungkan reaksi biuret dengan reduksi reagen Folin-Ciocalteau phenol
(phosphomolybdic-phosphotungstic acid) oleh residu tirosin dan triptofan dalam
protein.
Dihasilkan warna biru, dibaca pada lamda 750 nm (sensitivitas tinggi untuk kadar
protein rendah menghasilkan puncak besar) atau 500 nm (sensitivitas rendah
untuk kadar protein tinggi menghasilkan puncak kecil).
Kelebihan:
Sangat sensitif (50-100 kali lebih sensitif dibandingkan metode biuret)
Sedikit/ tidak dipengaruhi oleh kekeruhan sampel (tidak perlu dilakukan ekstraksi
protein dalam sampel)
Lebih spesifik
Relatif sederhana, dapat dikerjakan 1-1,5 jam
Kekurangan:
Perlu distandarisasi, variasi warna dapat berbeda, tergantung kadar proteinnya.
Warna yang dihasilkan tidak proporsional dengan kadar protein
Reaksi dapat terganggu oleh adanya sukrosa, lipid, buffer fosfat, monosakasida, dan
heksoamin.
Kadar gula-reduksi, amonium sulfat, sulfidril yang tinggi dapat mengganggu reaksi.
Metode pengikat-warna
Prinsip:
Sejumlah sampel dicampur dengan zat warna anionik berlebih (jumlah yang
ditambahkan diketahui secara tepat) dalam larutan buffer.
Protein akan berikatan dengan zat warna tersebut, membentuk kompleks tak larut.
Jumlah zat warna sisa (tidak berikatan dengan protein) yang diukur berbanding
terbalik dengan kadar protein dalam sampel.
Zat warna anionik (asam sulfonat, asam orange 12, orange G, amido black 10B
berikatan dengan gugus kation pada residu asam amino (seperti histidin, arginin,
dan lisin) dan asam amino terminal pada protein.
Protein + zat warna (berlebih) kompleks (protein-zat warna) + zat warna (sisa)
Kelebihan:
Cepat, tidak mahal, relatif akurat
Tidak menggunakan bahan kimia korosif
Tidak mengukur nitrogen non-protein
Lebih teliti dibandingkan metode kjeldahl
Kekurangan:
Tidak sensitif (membutuhkan sejumlah mg protein)
Kapasitas pengikatan berbeda pada masing-masing protein (berbeda asam
aminonya)
Tidak cocok untuk hidrolisis protein, akan berikatan dengan N-terminal asam amino
Amilum, kalsium, atau fosfat dapat berikatan dengan zat warna, sehingga
pemeriksaan menjadi bias beberapa logam dapat dihilangkan dengan larutan
buffer asam oksalat.
Sebagian besar teknik uv-vis membutuhkan larutan sampel yang encer dan jernih, serta
tidak mengandung senyawa kontaminan yang dapat mengabsorbsi atau memantulkan
cahaya. Oleh karena itu, sebagian besar tahapan preparasi sampel membutuhkan langkah
seperti homogenisasi, ekstraksi, sentifugasi, filtrasi, dsb. Tahapan ini menjadi krusial apabila
proterin dalam produk pangan yang akan dianalisis terikat kuat secara kovalen dengan
senyawa lain.
Except for the Dumas and Kjeldahl methods, and the UV method for purified proteins, all
methods require the use of a standard or reference protein or a calibration with the Kjeldahl
method.
In the methods using a standard protein, proteins in the samples are assumed to
have similar composition and behavior compared with the standard protein. The selection
of an appropriate standard for a specific type of food is important.
Tugas 5:
1. A dehydrated precooked pinto bean was analyzed for crude protein content in
duplicate using the Kjeldahl method. The following data were recorded:
Moisture content = 8.00%
Wt of Sample 1 = 1.015 g
Wt of Sample 2 = 1.025 g
Normality of HCl used for titration = 0.1142 N
HCl used for Sample 1 = 22.0 ml
HCl used for Sample 2 = 22.5 ml
HCl used for reagent blank = 0.2 ml
Calculate crude protein content on both wet and dry weight basis of the pinto bean,
assuming pinto bean protein contains 17.5% nitrogen.
2. A 20 ml protein fraction recovered from a column chromatography was analyzed for
protein using the bicinchoninic acid (BCA) method. The following data were the
means of a duplicate analysis using BSA as a standard:
The average absorbance of a 1-ml sample was 0.44. Calculate protein concentration
(mg/ml) and total protein quantity of this column fraction.