PERCOBAAN KE IV
Disusun Oleh:
2015
I. Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui
dan memahami metode Kjeldahl untuk penentuan kadar protein total.
H
R
(Lehninger, 1982).
Pada umumnya kadar protein di dalam bahan pangan menentukan
mutu bahan pangan itu sendiri (S.A. & Suwedo H., 1987). Nilai gizi dari suatu
bahan pangan ditentukan bukan saja oleh kadar nutrien yang dikandungnya,
tetapi juga oleh dapat tidaknya nutrien tersebut digunakan oleh tubuh
(Muchtadi, 1989). Salah satu parameter nilai gizi protein adalah daya
cernanya yang didefinisikan sebagai efektivitas absorbsi protein oleh tubuh
(Del Valle, 1981). Berdasarkan kandungan asam-asam amino esensialnya,
bahan pangan dapat dinilai apakah bergizi tinggi atau tidak. Bahan pangan
bernilai gizi tinggi apabila mengandung asam amino esensial yang lengkap
serta susunannya sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Protein yang terdapat dalam bahan pangan mudah mengalami perubahan-
perubahan, antara lain:
Dapat terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan.
Dapat terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman.
Dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim-enzim
proteolitik.
Dapat bereaksi dengan gula reduksi, sehingga menyebabkan
terjadinya warna coklat.
Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan
nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen.
Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai
sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat,
amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan
ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini
cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan
pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek. Metode ini kurang akurat bila
diperlukan pada senyawa yang mengandung atom nitrogen yang terikat secara
langsung ke oksigen atau nitrogen. Tetapi untuk zat-zat seperti amina,protein,dan lain
– lain hasilnya lumayan. (Addinul Ihsan, 2011)
Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam
bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah
kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi
6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan
gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka
6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16%
nitrogen. (Addinul Ihsan, 2011)
Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan
didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau
butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator.
Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan
semimakro.
1. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar
contoh 1-3 g
2. Cara semimikro Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari
300 mg dari bahan yang homogen.
Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam
bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar.
Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam
amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen
protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti
untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan. (Addinul Ihsan, 2011)
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga
tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi. (Addinul Ihsan,
2011)
1. Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi
destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO,
CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk
mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran
Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4.
Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi
sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi,
kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses
oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan
perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya. (Addinul Ihsan,
2011)
Reaksi yang terjadi selama destruksi:
HgO + H2SO4 → HgSO4 + H2O
2HgSO4 → Hg2SO4 + SO2 +2On
2. Tahap destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH 3)
dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama
destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya
gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang
dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4 %
dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih
baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam.
Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya
BCG + MR atau PP.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah:
(NH4)2SO4 + NaOH NH3 + H2O + Na2SO4
NH3 + HCl 0,1 N NH4Cl
Berlebih
3. Tahap titrasi
Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam
khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir
titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak
hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah:
HCl 0,1 N + NaOH 0,1 N NaCl + H2O
Kelebihan
Kandungan nitrogen kemudian dapat dihitung sebagai berikut:
%N = ml NaOH blanko – ml NaOH sampel × N. NaOH × 14,008 × 100%
Gram bahan x 1000
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam
borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan
asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan
perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.
Kandungan nitrogen kemudian dapat dihitung sebagai berikut:
%N = ml NaOH blanko – ml NaOH sampel × N. HCl × 14,008 × 100%
Gram bahan x 1000
Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan
suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada
persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan.
Kadar protein (%) = % N x faktor konversi
Nilai faktor konversi berbeda tergantung sampel:
1. Sereal 5,7
2. Roti 5,7
3. Sirup 6,25
4. Biji-bijian 6,25
5. Buah 6,25
6. Beras 5,95
7. Susu 6,38
8. Kelapa 5,20
9. Kacang Tanah 5,46
Apabila faktor konversi tidak diketahui, faktor 6,25 dapat digunakan . Faktor ini
diperoleh dari fakta rata-rata nitrogen dalam protein adalah 16 %.
Kadar Protein (%) = N x 100/16
= N x 6,25
(Addinul Ihsan, 2011)
gr
1000
0,1 N = 1 x
x 126,07 100
2
63,035 x 0.1
Gram Asam Oksalat =
10
Proses Titrasi
10 x 0,1
N (NaOH) =
10,5
N (NaOH) = 0,09524 N
52 x 0,09524 = 50 x N (HCl)
52 x 0,09524
N (HCl) =
50
N (HCl) = 0.0990 N
14 x ( 52−29,2 ) x (0,09524)
%N= x 100%
1 ( gr ) x 1000
% N = 3,04%
100
% Protein = x %N = 6,25 x %N
16
Hasil Titrasi Naoh dengan HCL Hasil Titrasi NaOH dengan Asam
Oksalat
VI. Pembahasan
o Tahap Dekstruksi
Pada tahap ini dilakukan oksidasi sampel, yaitu sampel kacang hijau
yang sebelumnya telah dihaluskan dan ditimbang sebanyak 1 gram.
Sampel tersebut dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan
K2SO4 sebanyak 7,5 gram. Di sini Kalium Sulfat berperan sebagai
penyerap air. Setelah itu, ke dalam labu dimasukkan HgO sebanyak
0.35 gram, zat ini berguna sebagai katalisator. Kemudian dimasukkan
15 mL H2SO4 ke dalam labu tersebu, H2SO4 berperan sebagai
oksidator. Hasil dari sestruksi ini adalah (NH4)2SO4, CO2 dan H2O.
o Tahap Destilasi
Tahap ini adalah tahap lanjutan dari tahap dekstruksi. Setelah
didekstruksi, sampel di destilasi yang sebelumnya telah ditambahkan
aquades sebanyak 100 mL, Kalium Sulfat 4% dan NaOH 50%
sebanyak 50% yang telah didinginkan did lm lemari es. Di sini NaOH
berperan sebagai alkalis kuat yang akan membebaskan amoniak dari
ammonium sulfat. Hasil dari destilasi ini didapatkan destilat sebanyak
29,2 mL.
o Tahap Titrasi
Pada tahap titrasi, yang dilakukan adalah pembakuan NaOH oleh asam
oksalat, kemudian didapat N NaOH untuk kemudian dicari mL NaOH
blanko (HCl). Setelah itu, data dari hasil tahap titrasi ini di masukkan
ke persamaan:
14 x ( mL NaOH blanko−mL NaOH titran ) x( N titran )
%N= x 100%
berat sampel ( g ) x 1000
Dan kadar Protein total yang didapat adalah 19% karena didapatkan %N =
3,04 %
VII. Kesimpulan
1. Kadar N total dari sampel yang berupa kavcang hijau yang telah
dihaluskan adalah 3,04 %
2. Kadar protein dari sampel kacang hijau halus adalah senilai 19%
DAFTAR PUSTAKA
Addinul Ihsan.2011.http://chemistryismyworld.blogspot.com/2011/03/makalah-
analisa-protein-metode-kjeldahl.html
Diakses pada 6 Maret 2015
Pukul 18:34