Anda di halaman 1dari 6

VI PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini membahas tentang kecepatan


disolusi yang bertujuan untuk menentukan kecepatan disolusi
suatu zat, dengan menerapkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat yaitu kecepatan
pengadukan dan suhu. Kecepatan disolusi adalah suatu ukuran
yang menyatakan banyaknya suatu zat terlarut pada pelarut
tertentu dengan setiap satuan waktu. Tujuan dari percobaan ini
sendiri yaitu untuk Menerangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat, menentukan
kecepatan disolusi suatu zat , dan agar dapat menggunakan alat
penentu kecepatan disolusi.
Pada prosedur pengaruh suhu dan pengaruh kecepatan
pengadukan terhadap kecepatan disolusi. Percobaan dengan
suhu beragam yaitu 30˚C, 37˚C dan 45˚C serta kecepatan
pengadukan yang digunakan tetap yaitu 50 rpm. Sedangkan
pada prosedur pengaruh kecepatan pengadukan dilakukan
percobaan dengan kecepatan yang beragam yaitu 50 rpm, 100
rpm dan150 rpm serta suhu yang digunakan tetap yaitu 30 ˚C.
Alat yang digunakan adalah alat uji tipe dayung, dimana
dayung diletakan ditengah tengah media agar tidak terjadi
turbulensi aliran. Alat yang digunakan untuk menguji
kecepatan disolusinya disebut dengan Dissolution Tester yang
menggunakan alat uji kecepatan disolusi tipe 2 yaitu tipe
paddle (dayung). Karena menggunakan alat uji tipe paddle,
maka pengujian ini tidak memperhatikan luas permukaan zat
padat karena luas permukaan zat padat yang kontak dengan
pelarut tidak dipertahankan konstan seperti pada alat uji tipe.
Senyawa yang digunakan dalam percobaan kali ini adal
ah asam salisilat. Asam salisilat memiliki rumus molekul
C7H6O3. Asam salisilat memiliki gugus polar dan nonpolar.
Gugus polar dari asam salisilat adalah OH - dan gugus nonpolar
adalah gugus cincin benzene. Struktur tersebut menyebabkan
asam salisilat larut pada sebagian pelarut polar dan sebagian
pada pelarut nonpolar. Namun karena asam salisilat memiliki
gugus polar dan gugus nonpolar dalam satu gugus
menyebabkan asam salisilat sukar larut pada pelarut polar saja
atau nonpolar saja. Metode yang digunakan yaitu metode
suspensi, dimana serbuk Asam salisilat yang akan ditentukan
kecepatan disolusinya dimasukkan kedalam pelarut. Dengan
metode ini luas permukaan zat padat tidak ditentukan secara
pasti. (Dirjen POM, 2014)
6.1 Pengaruh Suhu terhadap Kecepatan Disolusi Zat
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pegaruh
suhu terhadap kecepatan disolusi zat. Pertama, labu disolusi
atau bejana diisi dengan 900 mL air suling, air digunakan
sebagai media disolusi karena air merupakan cairan
penyusun utama dalam tubuh manusia, jadi diumpamakan
obat berdisolusi di dalam tubuh. Adapun volume yang
digunakan yaitu 900 mL, hal tersebut dilakukan karena
disolusi terjadi dalam organ lambung dan 900 mL
menunjukan volume cairan di lambung. Setelah itu jika suhu
air didalam bejana sudah mencapai 30℃ kemudian
dimasukkan 2 gram asam salisilat. Dipasang thermostat pada
suhu 30℃ bertujuan untuk menyesuaikan dengan suhu
fisiologis tubuh manusia. Asam salisilat digunakan karena
memiliki suasana asam yang dimana menggambarkan
keadaan didalam lambung.
Kemudian, air didalam bejana diambil sebanyak 20
ml pada selang waktu 1, 5, 10, 15, dan 20 menit.
Pengambilan dalam waktu yang berbeda-beda ditujukan
untuk mengetahui pada menit ke berapakah asam salisilat
dapat telarut secara maksimal. Setiap pengambilan 20 ml air
digantikan kembali 20 ml air yang baru ke bejana. Hal ini di
lakukan agar volume awal tetap terjaga atau konstan.
Pengambilan air dari bejana dimaksudkan untuk mengetahui
konsentrasi asam salisilat pada setiap waktu pengambilan
dengan metode titrasi. Setelah itu dilakukan percobaan yang
sama pada suhu 37ºC dan 45ºC. Suhu 37ºC diibaratkan
sebagai suhu tubuh, sedangkan suhu 45ºC diibaratkan
sebagai suhu dimana tubuh sedang demam (sakit).
Selanjutnya dilakukan penentuan kadar asam salisilat
terlarut dari setiap sampel dengan metode titrasi asam basa k
arena senyawa yang diuji memiliki sifat asam yaitu asam
salisilat dan titrannya adalah NaOH 0,05 N. Indikator
fenolftalein ditambahkan untuk menentukan titik akhir titrasi
dengan adanya perubahan warna dari tidak berwarna
menjadi merah muda, hal ini terjadi karena titrasi telah
mencapai titik ekivalen, titik ekivalen terjadi karena saat
basa NaOH dan Asam salisilat berada pada jumlah yang
sama larutan jernih lalu kelebihan basa NaOH berubah
warna, ketika titrasi telah dicapai dan titik akhir terjadi
karena indikator berubah warna. Titrasi ini dilakukan untuk
mengetahui kadar asam salisilat yang terlarut dalam
aquadest. Kemudian dihitung faktor koreksi konsentrasi
asam salisilat yang diperoleh setiap selang waktu
pengenceran yang dilakukan karena penggantian larutan
sampel dengan air suling. Perhitungan faktor koreksi
dilakukan untuk meminimalisir kesalahan, dimana
seharusnya hasil perhitungan antara faktor koreksi dengan
perhitungan konsentrasi tidak jauh berbeda.
Pada hasil perhitungan konsentrasi Asam salisilat
pada suhu 30 ºC dengan 50 rpm hasil yang didapatkan
terlihat bahwa pada menit ke 1 sampai menit ke 20 terjadi
kenaikan konsentrasi Asam Salisilat urutannya, yaitu 0,010
%, 0,021%, 0,041%, 0,080%, dan 0,087% . Pada hasil
perhitungan konsentrasi Asam salisilat pada suhu 37 ºC
dengan rpm 50 hasil yang didapatkan terlihat bahwa pada
menit ke 1 sampai menit ke 20 terjadi kenaikan konsentrasi
Asam Salisilat urutannya, yaitu 0,031%, 0,048%, 0,055%, 0,
083%, dan 0,111%. Pada hasil perhitungan konsentrasi
Asam salisilat pada suhu 45 ºC dengan rpm 50 hasil yang
didapatkan terlihat bahwa pada menit ke 1 sampai menit ke
20 terjadi kenaikan konsentrasi Asam Salisilat urutannya, ya
itu 0,048%, 0,066%, 0,090%, 0,123%, dan 0,176%. Dapat di
lihat pada suhu 30 ºC persen konsentrasinya lebih kecil dari
pada suhu 37 ºC dan persen konsetrasi pada suhu 37 ºC lebih
kecil daripada suhu 45ºC. Hal ini sesuai literatur karena
suhu yang tinggi atau semakin meningkatnya suhu dapat
menurunkan viskositas suatu larutan dan menambah
kecepatan disolusi suatu zat. Ini disebabkan karena suhu
akan memperbesar kelarutan zat yanag bersifat endotermik
dan memperbesar koefisien suatu zat.
6.2. Pengaruh Kecepatan Pengadukan terhadap Kecepatan Disolusi
Zat

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh


kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi zat. Dilakukan
percobaan yang sama pada peningkatan kecepatan 100 rpm dan
150 rpm. Tujuan dilakukan peningkatan kecepatan pengadukan
yaitu untuk melihat faktor kecepatan pengadukan yang dapat
mempengaruhi kecepatan disolusi. Pertama, labu disolusi atau beja
na diisi dengan 900 mL air suling, air digunakan sebagai media dis
olusi karena air merupakan cairan penyusun utama dalam tubuh ma
nusia, jadi diumpamakan obat berdisolusi di dalam tubuh. Adapun
volume yang digunakan yaitu 900 mL, hal tersebut dilakukan karen
a disolusi terjadi dalam organ lambung dan 900 mL menunjukan v
olume cairan di lambung. Volume yang dapat ditampung oleh
lambung sebanyak 900 mL, kemudian dipasang thermostat pada
suhu 30℃ karena masih sebagai perumpamaan pada suasana
lambung dengan suhu 30℃ . Jika sudah mencapai suhu 30℃ ,
dimasukkan Asam salisilat sebanyak 2 gram dan dihidupkan motor
penggerak pada kecepatan 100 rpm.

Selanjutnya diambil 20 mL air dari bejana setiap selang


waktu 1, 5, 10, 15, dan 20 menit setelah pengadukan, dan
pemipetan dilakukan dengan waktu yang berbeda. Pengambilan dal
am waktu yang berbeda-beda ditujukan untuk mengetahui pada me
nit ke berapakah asam salisilat dapat telarut secara maksimal. Lalu
setelah pemipetan 20 mL dimasukkan kembali 20 mL air suling
yang baru, setiap dilakukan pemipetan dari alat uji disolusi, maka
larutan yang diambil dalam alat uji disolusi harus diganti dengan
air suling sesuai dengan volume yang diambil. Hal ini dilakukan ag
ar volume awal tetap terjaga atau konstan. Pengambilan air dari bej
ana dimaksudkan untuk mengetahui konsentrasi asam salisilat pada
setiap waktu pengambilan dengan metode titrasi.

Selanjutnya dilakukan penentuan kadar asam salisilat terlar


ut dari setiap sampel dengan metode titrasi asam basa karena senya
wa yang diuji memiliki sifat asam yaitu asam salisilat dan titrannya
adalah NaOH 0,05 N. Indikator fenolftalein ditambahkan untuk me
nentukan titik akhir titrasi dengan adanya perubahan warna dari tid
ak berwarna menjadi merah muda. Hal ini terjadi karena titrasi tela
h mencapai titik ekivalen, titik ekivalen terjadi karena saat basa Na
OH dan asam salisilat berada pada jumlah yang sama larutan jernih
lalu kelebihan basa NaOH berubah warna, ketika titrasi telah dicap
ai dan titik akhir terjadi karena indikator berubah warna. Titrasi ini
dilakukan untuk mengetahui kadar asam salisilat yang terlarut dala
m aquadest. Kemudian dihitung faktor koreksi konsentrasi asam sa
lisilat yang diperoleh setiap selang waktu pengenceran yang dilaku
kan karena penggantian larutan sampel dengan air suling. Perhitun
gan faktor koreksi dilakukan untuk meminimalisir kesalahan, dima
na seharusnya hasil perhitungan antara faktor koreksi dengan perhit
ungan konsentrasi tidak jauh berbeda.

Pada hasil perhitungan konsentrasi Asam salisilat pada suh


u 30 ºC dengan 50 rpm hasil yang didapatkan terlihat bahwa pada
menit ke 1 sampai menit ke 20 terjadi kenaikan konsentrasi Asam
Salisilat. Urutannya yaitu 0,010%, 0,021%, 0,041%, 0,080%, dan 0,
087% . Pada hasil perhitungan konsentrasi Asam salisilat pada suh
u 37 ºC dengan rpm 50 hasil yang didapatkan terlihat bahwa pada
menit ke 1 sampai menit ke 20 terjadi kenaikan konsentrasi Asam
Salisilat urutannya, yaitu 0,031%, 0,090%, 0,111%, 0,128%, dan 0,
135%. Pada hasil perhitungan konsentrasi Asam salisilat pada suhu
45 ºC dengan rpm 50 hasil yang didapatkan terlihat bahwa pada me
nit ke 1 sampai menit ke 20 terjadi kenaikan konsentrasi Asam Sali
silat urutannya, yaitu 0,06%, 0,135%, 0,145%, 0,160%, dan 0,190
%. Dapat dilihat pada suhu 30 ºC persen konsentrasinya lebih kecil
daripada suhu 37 ºC dan persen konsetrasi pada suhu 37 ºC lebih k
ecil daripada suhu 45ºC. Hal ini sesuai literatur karena suhu yang ti
nggi atau semakin meningkatnya suhu dapat menurunkan viskosita
s suatu larutan dan menambah kecepatan disolusi suatu zat. Ini dise
babkan karena suhu akan memperbesar kelarutan zat yanag bersifat
endotermik dan memperbesar koefisien suatu zat.

Anda mungkin juga menyukai