Anda di halaman 1dari 67

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH KRONIS

DI RSJ

DISUSUN OLEH :

LUFI FUADAH AZAR NASFA

1814401071

TINGKAT II REGULER II

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN TANJUNGKARANG

TAHUN AJARAN 2019/2020


LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Harga diri rendah kronis adalah penilaian negatif seseorang terhadap
diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak
langsung (Towsend, 1998 dalam Fitriah 2009). Harga diri rendah juga dapat
diartikan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya percaya
diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, 1998 dalam
Fitriah 2009). Harga diri rendah kronis menurut Nanda (2005) adalah
evaluasi diri/perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif dan
dipertahankan dalam waktu yang lama.

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari
harga diri rendah situsional yang tidak diselesaikan atau dapat juga terjadi
karena individu tidak pernah mendapat feed back dari lingkungan tentang
perilaku klien sebelumnya bahkan mungkin kecenderungan lingkungan yang
selalu memberi respon negatif mendorong individu menjadi harga diri
rendah.
Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya
individu berada pada suatu yang penuh dengan stressor (krisis), individu
berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak tuntas sehingga timbul pikiran
bahwa diri tidak mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan peran.
Penilaian individu terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi
dan peran adalah kondisi harga diri rendah situsional, jika lingkungan tidak
memberi dukungan positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi
secara terus menerus akan mengakibatkan individu mengalami harga diri
rendah kronis.
1. Predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri

Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua tidak realistis,


kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab
personal, ketergantungan pada orang lain, dan idealdiri yang tidak
realistis.

b. Faktor yang mempengaruhi peran

Dimasyarakat umumnya peran seseorang disesuai dengan jenis


kelaminnya. Misalnya seseorang wanita dianggap kurang mampu,
kurang mandiri, kurang obyektif dan rasional sedangkan pria
dianggap kurang sensitif, kurang hangat, kurang ekspresif
dibandimg wanita. Sesuai dengan standar tersebut, jika wanita
atau pria berperan tidak sesuai lazimnya maka dapat menimbulkan
konflik diri maupun hubungan sosial. Misal: seorang istri yang
berperan sebagai kepala rumah tangga atau seorang suami yang
mengerjakan pekerjaan rumah, akan menimbulkan masalah.
Konflik peran dan peran tidak sesuai muncul dari faktor biologis
dan harapan masyarakat terhadap wanita atau pria. Peran yang
berlebihan muncul pada wanita yang mempunyai sejumlah peran.

c. Faktor yang mempengaruhi identitas diri

Meliputi ketidakpercayaan, tekanan dari teman sebaya dan


perubahan struktur sosial. Orang tua yang selalu curiga pada anak
akan menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri, ragu dalam
mengambil keputusan dan dihantui rasa bersalah ketika akan
melakukan sesuatu. Kontrol orang tua yang berat pada anak
remaja akan menimbilkan perasaan benci pada orang tua. Teman
sebaya merupakan faktor lain yang berpengaruh pada identitas.
Remaja ingin diterima, dibutuhkan, dan diakui oleh kelompoknya.

d. Faktor biologis

Adanya kondisi sakit fisik secara yang dapat mempengaruhi kerja


hormon secara umum, yang dapat pula berdampak pada keseimbangan
neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin yang menurun dapat
mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi
kecenderungan harga diri rendah kronis semakin besar karena klien
lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.

2. Faktor presipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap
situasi yang dihadapi individu dan ia tidak mampu
menyesuaikan. Situasi atas stresor dapat mempengaruhi
komponen.

Stresor yang dapat mempengaruhi gambaran diri adalah


hilangnya bagian tubuh, tindakan operasi, proses patologi
penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh
kembang, prosedur tindakan dan pengobatan. Sedangkan stresor
yang dapat mempengaruhi harga diri dan ideal diri adalah
penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang tua dan orang
yang berarti, pola asuh yang tidak tepat misalnya selalu dituntut,
dituruti, persaingan dengan sodara, kesalahan dan kegagalan
berulang, cita- cita tidak terpenuhi dan kegagalan bertanggung
jawab sendiri.

Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal atau


eksternal:

1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau


menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.

2. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang


diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi.
Ada tiga jenis transisi peran:

1) . Transisi peran perkembangan adalah perubahan


normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini
termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu
atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai, serta
tekanan untuk menyesuaikan diri.
2) . Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau
kematian.
3) . Transisi peran sehat-sakit terjadi akibat pergeseran
dari keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini dapat
dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran,
bentuk, penampilan, atau fungsi tubuh, perubahan fisik yang
berhubungan dengan tumbuh kembang normal. Perubahan
tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri
yaitu gambaran diri, identitas diri, peran dan harga diri.

3. Peniliaian terhadap stressor (Rentang Respon)

Respons Adaptif Respons


Maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kerancuan


diri positif rendah kronis identitas
Depersonalisasi

Keterangan:
1. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif
dengan latar belakang pengalaman yang nyata yang sukses dan
diterima.
2. Konsep diri positif apabila individu memiliki pengalaman yang positif
dalam beraktualisasi diri.
3. Harga diri rendah adalah transisi antara respon konsep diri adaptif
dengan konsep diri maladaptif.
4. Identitas kacau adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek-
aspek identitas masa kanak-kanak ke dalam kematangan aspek
psikisosial kepribadian pada masa dewasa yang harmonis.
5. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap
diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak
dapat membedakan dirinya dengan orang lain.

Harga diri rendah merupakan episode deperesi mayor dimana aktivitas


merupakan bentuk hukuman atau punishment ( Stuart & Laraia, 2005).
Depresi adalah emosi normal manusia, tapi secara klinis dapat bermakna
patologik apabila menganggu perilaku sehari-hari, menjadi pervasif dan
muncul bersama penyakit lain. Menurut Nanda (2005), tanda dan gejala
yang dimunculkan sebagai perilaku telah dipertahankan dalam waktu yang
lama atau kronik yang meliputi hal yang negatif tentang diri sendiri dalam
waktu lama dan terus menerus, mengekspresikan sikap malu/minder/rasa
bersalah, kontak mata kurang/tidak ada, selalu mengatakan ketidakmampuan
/kesulitan untuk mencoba sesuatu, bergantung pada orang lain, tidak asertif,
pasif dan hipoaktif, bimbang dan ragu-ragu serta menolak umpan balik dan
membesarkan umpan balik negatif mengenai dirinya.

Mekanisme koping jangka pendek yang biasa dilakukan klien harga


diri rendah adalah kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis,
misalnya pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonton TV terus menerus.
Kegiatan mengganti aktivitas sementara, misalnya ikut kelompok sosial,
keagamaan dan politik. Kegiatan yang memberi dukungan sementara, seperti
mengikuti suatu kompetisi atau kontes popularitas. Kegiatan mencoba
menghilangkan anti identitas sementara, seperti penyalahgunaan obat-
obatan.

Jika mekanisme koping jangka pendek tidak memberi hasil yang


diharapkan individu akan mengembangkan mekanisme koping jangka
panjang, antara lain menutup identitas, dimana klien terlalu cepat
mengadopsi identitas yang disenangi dari orang-orang yang berarti tanpa
mengindahkan hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri. Identitas negatif,
dimana asumsi yang bertentangan dengan nilai dan harapan masyarakat.
Sedangkan mekanisme pertahanan ego yang sering digunakan adalah
fantasi, regresi, diasasosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihkan marah berbalik
pada diri sendiri dan orang lain. Terjadinya gangguan konsep diri harga diri
rendah kronis juga dipengaruhi beberapa faktor predisposisi seperti faktor
biologis, psikologis, sosial, dan kultural.

Faktor biologis biasanya karena ada kondisi sakit fisik secara yang
dapat mempengaruhi kerja hormon secara umum, yang dapat pula
berdampak pada keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh kadar
serotonin yang menurun dapat mengakibatkan klien mengalami depresi dan
pada pasien deperesi kecenderungan harga diri rendah kronis semakin besar
karena klien lebih dikuasi oleh pikiran –pikiran negatif dan tidak berdaya.

Peplau dan Sulivan dalam Fitriah (2009) mengatakan bahwa pengalaman


interpersonal di masa atau tahap perkembangan dari bayi sampai lanjut usia
yang tidak menyenangkan seperti good me, bad me, not me, merasa sering
dipersalahkan, atau merasa tertekan, akan menimbulkan rasa aman yang tidak
terpenuhi. Hal ini dapat menimbulkan perasaan ditolak oleh lingkungan dan
apabila koping yang digunakan tidak efektif dapat menyebabkan harga diri
rendah kronis.
Caplan dalam Fitriah (2009) mengatakan bahwa lingkungan sosial,
pengalaman individu, dan adanya perubahan sosial seperti perasaan
dikucilkan, ditolak, serta tidak dihargai akan mempengaruhi individu.
Keadaan seperti ini dapat menyebabkan stress dan menimbulkan
penyimpangan perilaku seperti harga diri rendah kronis.

4. Sumber koping
Semua orang tanpa memperhatikan gangguan prilakunya, mempunyai
beberapa bidang kelebihan personal yang meliputi : Aktifitas olah raga
dan aktifitas diluar rumah, hobi dan kerajinan tangan, seni yang
ekspresif, kesehatan dan perwatan diri, pendidikan atau pelatihan,
pekerjaan, vokasi atau posisi, bakat tertentu, kecerdasan, imajinasi dan
kreatifitas, hubungan interpersonal. ( Stuart & Gail,2007 ).

5. Mekanisme koping
Baik faktor predisposisi maupun presipitasi bila telah mempengaruhi
seseorang baik dalam berfikir, bersikap maupun bertindak, maka dianggap
telah mempengaruhi koping individu tersebut sehingga menjadi tidak efektif
(mekanisme koping individu tidak efektif). Bila kondisi klien dibiarkan tanpa
ada intervensi lebih lanjut, dapat menyebabkan kondisi dimana klien tidak
memiliki kemauan untuk bergaul dengan orang lain (isolasi sosial). Klien
yang mengalami isolasi sosial dapat membuat klien asik dengan dunia dan
pikirannya sendiri sehingga dapat muncul resiko prilaku kekerasan.

C. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA PENDUKUNG


1. Masalah keperawatan
a. Risiko perilaku kekerasan
b. Perubahan sensori perseptual: halusinasi
c. Isolasi sosial: menarik diri
2. Data yang perlu dikaji
a. Risiko perilaku kekerasan
Data Subyektif:
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif:
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
Data Subjektif:
Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata
1) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
2) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
3) Klien merasa makan sesuatu
4) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
5) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
6) Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif:
1) Klien berbicara dan tertawa sendiri
2) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
3) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
4) Disorientasi
c. Isolasi sosial: menarik diri
Data Subyektif :
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.

Data Obyektif:
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi
sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada
saat tidur, Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan

D. POHON MASALAH

Resiko tinggi perilaku kekerasan

Effect perubahan persepsi sensori: halusinasi

Isolasi social

Core problem harga diri rendah kronis

Causal koping individu tidak efektif

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Harga diri rendah kronis.


2. Koping individu tidak efektif.
3. Isolasi sosial.
4. Perubahan persepsi sensori : halusinasi.
5. Resiko perilaku kekerasan

F. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Perencanaan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan umum, tujuan


khusus, dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus
pada penyelesaian permasalahan dari diagnosis tertentu. Tujuan umum
dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah tercapai. Tujuan
khusus berfokus pada penyelesaian etiologi dari diagnosis tertentu.
Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan yang perlu dicapai atau
dimilki klien (Direja, 2011).

1. Harga diri rendah kronis.


Tum : Klien dapat meningkatkan harga dirinya.
Tuk :

1. Klien mampu membina hubungan saling percaya.

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.

3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.

4. Klien dapat merancang kegiatan sesuai dengan kemampuan


yang dimilki.
5. Klien dapat melakukan kegiatan.

Intervensi :

a. Bina hubungan terapeutik.


b. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang masih
dimilki klien.
c. Beri kesempatan klien untuk mencoba.

d. Setiap bertemu klien hindarkan penilaian agresif.

e. Utamakan memberikan pujian realistik.

f. Diskusikan dengan klien kegiatan yang masih bisa


digunakan.
g. Rencanakan bersama.

h. Beri reinforcement positif atas usaha klien.

2. Koping individu tidak efektif

Tuk : Klien dapat meningkatkan koping individu tidak


efektif.
Tik :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan


perawat
2. Klien dapat mengenali dan mengekspresikan emosinya

3. Klien dapat memodifikasi pola kognitif yang negatif

4. Klien dapat meyakini tentang manfaat mekanisme koping


5. Klien dapat melakukan kegiatan yang menarik, dan
aktivitas yang terjadwal
Intervensi :

1. Lakukan pendekatan yang hangat, menerima klien apa


adanya dan bersifat empati
2. Mawas diri dan cepat mengendalikan perasaan dan reaksi
diri perawat sendiri (Misalnya : Rasa marah, frustasi,
simpati)
3. Sediakan waktu untuk berdiskusi dan bina hubungan yang
suportif
4. Beri waktu untuk klien berespon pujian
5. Tunjukkan respon emosional dan menerina klien apa adanya

6. Gunakan tehnik komunikasi terapeutik


7. Bantu klien mengekspresikan perasaanya
8. Bantu mengidentifikasi area situasi kehidupannya yang tidak
berada dalam kemampuannya untuk mengontrol
9. Diskusikan masalah yang dihadapi klien
10. Kuatkan ide bahwa kesehatan fisik berhubungan dengan
kesehatan emosional
11. Beri klien aktivitas yang produktif
12. Beri latihan fisik sesuai bakatnya
13. Bersama klien buat jadwal aktivitas yang dapat dilakukan
sehari – hari
14. Libatkan keluarga dan sistem pendukung lainnya

3. Isolasi sosial.
Tum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.

Tuk :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.


2. Klien dapat mengetahui keuntungan dan kerugian
berhubungan dengan orang lain.
3. Klien dapat mengidentifikasi penyebab isolasi sosial.
4. Klien dapat berkenalan.
5. Klien dapat menentukan topik pembicaraan.
6. Klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
berkenalan dengan orang lain (perawat).
7. Klien dapat berinteraksi dengan secara bertahap berkenalan
dengan orang kedua (pasien lain).

Intervensi :
1. Beri salam dan panggil nama klien.
2. Sebutkan nama perawat dan sambil berjabat tangan.
3. Jelaskan tujuan interaksi.
4. Jelaskan kontrak yang akan dibuat.
5. Beri rasa aman dan tunjukan sikap empati.
6. Beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya
7. Bantu klien mengungkapkan alasan klien dibawa ke rumah
sakit.
8. Beri kesempatan klien mengatakan keuntungan berhubungan
atau berinteraksi.
9. Beri kesempatan klien untuk mengatakan kerugian berhubungan
atau berinteraksi dengan orang lain.
10. Beri kesempatan klien mencontohkan teknik berkenalan.
11. beri kesempatan klien menerapkan teknik berkenalan.
12. Beri kesempatan klien dan bantu klien menentukan topik
pembicaraan.

13. Latih berhubungan sosial secara bertahap dengan perawat.


14. Masukan dalam jadwal kegiatan klien.
15. Latih cara berkenalan dengan dua orang atau lebih dengan
teman satu ruangan atau sesama pasien.
16. Masukan dalam jadwal kegiatan klien.

4. Perubahan sensori persepsi : halusinasi

Tum : Klien dapat mengontrol halusinasi


Tuk :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.


2. Klien dapat mengenal halusinasi.
3. Klien dapat mengontrol halusinasi.
4. Klien memilih cara mengatasi seperti yang telah didiskusikan.
5. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinansi.
6. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.

Kriteria Hasil :

1. Ekspresi wajah bersahabat


2. Menunjukan rasa senang
3. Ada kontak mata
4. Mau berjabat tangan
5. Mau menyebutkan nama
6. Mau menjawab salam
7. Klien mau duduk berdampingan dengan perawat

8. Mau mengutarakan masalah yang dihadapinya


9. Klien dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata
10. Klien dapat menyebutkan waktu, isi, dan frekuensi timbulnya
halusinasi
11. Klien dapat menyebutkan tindakan yang dilakukan untuk
mengontrol halusinasinya.
12. Klien dapat menjalin hubungan saling percaya dengan perawat.
13. Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda, dan
tindakan untuk mengendalikan halusinasi.
14. Klien dan keluarga mampu menyebutkan manfaat, dosis, dan
efek samping.
15. Klien dapat menginformasikan manfaat dan efek samping obat.
16. Klien dapat memahami akibat pemakaian obat tanpa
konsultasi.
17. Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.

Intervensi :

1. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan


prinsip komunikasi terapeutik.
2. Sapa klien dengan ramah
3. Perkenalkan diri dengan sopan.
4. Tanya nama lengkap klien.
5. Jelaskan tujuan pertemuan.
6. Jujur dan tepati janji.
7. Tujukan sikap empati.
8. Beri perhatian kepada klien.
9. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasi.
10. Bantu klien mengenal halusinasi.
11. Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan
halusinansi.
12. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan
jika terjadi halusinasi.
13. Diskusikan manfaat yang dilakukan klien dan beri pujian
pada klien.
14. Bantu klien melatih cara memutus halusinansi.
15. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dilatih
16. Cara merawat halusinansi dirumah, beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri.
17. Cara merawat halusinasi di rumah, beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri.
18. Beri reinforcement karena sudah berinteraksi.
19. Diskusikan dengan klien keluarga tentang dosis, frekuensi
dan manfaat obat.
20. Anjurkan klien minta obat sendiri pada perawat dan
merasakan manfaat.
21. Anjurkan klien bicara minta pada dokter tentang manfaat,
efek samping obat
22. Bantu klien minum obat.
(Sumber Yosep, 2011)

5. Resiko perilaku kekerasan

Tum : Klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasaan


baik secara fisik, sosial, verbal, dan spiritual.

Tuk :
1. Bina hubungan saling percaya.
2. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan.

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.


4. Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan.

Intervensi :

1. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan


komunikasi terapeutik.
2. Bantu klien mengungkapkan perasaan.
3. Bantu klien untuk mengungkapkan tanda perilaku kekerasan.
4. Diskusikan dengan klien keuntungan dan kerugian perilaku
kekerasan.
5. Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku
kekerasan.
6. Anjurkan klien mempraktekan latihan

DAFTAR PUSTAKA

Azis R, dkk. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : RSJD Dr.


Amino Gondoutomo. 2003

Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric Nursing : Contemporary Practice.


Philadelphia : Lipincott-Raven Publisher. 1998

Keliat BA. Proses Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999

Stuart GW, Sundeen SJ. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta :
EGC. 1998
Tim Direktorat Keswa. Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Edisi 1. Bandung : RSJP Bandung. 2000

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

DI RSJ

DISUSUN OLEH :

LUFI FUADAH AZAR NASFA

1814401071

TINGKAT II REGULER II

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN TANJUNGKARANG

TAHUN AJARAN 2019/2020


LAPORAN PENDAHULUAN

Masalah Utama: Perilaku kekerasan.

A. DEFINISI
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan
perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Towsend,1998).
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko
menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain
(Carpenito, 2000)

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


a. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan 
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang
dijelaskan  oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
1. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
a) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls 
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi
atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan
sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada
gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada
lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan,
kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik
terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat
otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
b) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan
fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang
respons terhadap stress.
c) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku
agresif dengan genetik karyotype XYY.
d) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku
agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang
menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang 
menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis,
dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2. Teori Psikologik
a) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak  terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti  dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa  ketidakberdayaan dan rendahnya
harga diri.
b) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru
karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika
perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki
persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan
orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau
mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan
hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah
dewasa.
3. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan
struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang
secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk
menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada
perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut
dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial
dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.

b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan  dengan (Yosep, 2009):
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
a. Peniliaian terhadap stressor (Rentang Respon)
Rentang Respon
Rentang adaptif Respon Maladaptif

Asertif frustasi pasif agresif kekerasan

Keterangan :
a. Asertif
individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain
dan memberikan ketenangan.
b. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kupuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternative
c. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaanya
d. Agresif
Prilaku yang menyertai marah terhadap dorongan untuk menuntut tetapi
masih terkontrol
e. Kekerasan
Perasan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya control
Perbandingan antara prilaku asertif, pasif, agrsif / kekerasan
Pasif Asertif Agresif

Isi Negatif menurun Positif dan Menyombongkan diri,


pembicar menandakan diit, menwarkan diri, memindahkan orang lain
aan contoh contoh : contoh
“dapatkah saya?” “saya dapat…. “ kamu selalu….”
“Dapatkah “saya akan…. “kamu tidak pernah…”
kamu ?”
Tekanan Cepat lambat , Sedang Keras dan mengotot
suara mengeluh.
Posisi Menundukan Tegap dan santai Kaku, cenderung
badan kepala
Jarak Menjaga jarak Mempertahankan Siap dengan jarak dan
dengan sikap acuh jarak yang nyaman menyerang orang lain
mengabaikan
Penampil Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam posisi
an tenang menyerang
Kontak Sedikit/ sama Mepmpertahankan Mata melotot dan di
mata sekali tidak kontak mata sesuai pertahankan
dengan hubungan

C. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku Kekerasan/amuk
Core Problem

Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah

Koping individu tidak efektif


D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
1. Masalah keperawatan:
b. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
c. Perilaku kekerasan / amuk
d. Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
2. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :

1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.


2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :

1) Mata merah, wajah agak merah.


2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perilaku kekerasan / amuk
Data Subyektif :

1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.


2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif

1) Mata merah, wajah agak merah.


2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
c. Gangguan harga diri : harga diri rendah
Data subyektif:

Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data obyektif:

Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih


alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

F. RENCANA TINDAKAN
Diagnosa 1: perilaku kekerasan
TujuanUmum: Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
b. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
c. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
a. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
b. Observasi tanda perilaku kekerasan.
c. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami
klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
a. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
c. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
c. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Tindakan :
a. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
b. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika
sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
c. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
d. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Bantu memilih cara yang paling tepat.
b. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
c. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
e. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel /
marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
b. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
a. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping).
b. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien,
obat, dosis, cara dan waktu).
c. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
Diagnosa II: Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Tujuan Umum : Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
c. Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri
dan keluarga
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
ke rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan
yang dimiliki
Tindakan :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan.
b. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
c. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta:


EGC

Stuart GW, Sundeen. 1998.Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th


ed.). St.Louis Mosby Year Book

Townsend, M.C. 1998. Buku saku Diagnosa Keperawatan pada Keoerawatan


Psikiatri, edisi 3. Jakarta: EGC.

Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
1999

Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.


Amino Gonohutomo, 2003

Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,


RSJP Bandung, 2000
LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI

DI RSJ

DISUSUN OLEH :

LUFI FUADAH AZAR NASFA

1814401071

TINGKAT II REGULER II

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN TANJUNGKARANG

TAHUN AJARAN 2019/2020


LAPORAN PENDAHULUAN

MASALAH UTAMA
Perubahan sensori perseptual : halusinasi.
A. DEFINISI
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan
stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat & Akemat, 2010).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis,
2005).
Halusinasi adalah pengalaman sensorik tanpa rangsangan eksternal
terjadi pada keadaan kesadaran penuh yang menggambarkan hilangnya
kemampuan menilai realitas.(Sunaryo, 2004).
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. faktor predisposisi
a. biologis
abnormalitas perkambangan syaraf berhubungan dengan respon
neorologis yang maladaftif baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian sebagai berikut:
a. penelitian pencitraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofren
b. beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neorotransmiter yang
berlebihan
c. pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia.
b. Psikolagis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keaadan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. sosial budaya
kondisi ini mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti :
kemiskinan, perang, kerusuhan, bencana alam dan kehidupan yang
terisolasi
2. faktor presipitasi
secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian induvidu terhadap
stressor dan maslah koping dapat mengindikasi kemungkinnan
kekambuhan (kelliat,2006).
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :

a. biologis
ganngguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnomalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak akibat ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Sterss lingkungan
Ambang toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap stresor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
3. rentang penilaian stressor (Rentan respon Halusinasi)

Rentan Respon Neurobiologis

Respon Adaptif Respon Maladaptif

1. Pikiran logis 1. Kadang proses pikir 1. Gangguan proses pikir


2. Persepsi akurat terganggu (waham)
3. Emosi konsisten dengan 2. Ilusi 2. Halusinasi
pengalaman 3. Emosi 3. Kerusakan proses emosi
4. Perilaku sesuai berlebihan/kurang 4. Perilaku tidak
5. Hubungan sosial 4. Perilaku tidak biasa terorganisir
(Stuart dan Laraia 2007)
harmonis 5. Menarik diri 5. Isolasi sosial
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma
social dan budaya secara umum yang berlaku didalam masyarakat, dimana
individu menyelesaikan masalah dalam batas normal yang meliputi :
1. Pikiran logis adalah segala sesuatu  yang diucapkan dan dilaksanakan oleh
individu sesuai dengan kenyataan.
2. Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra perasaan,
dimana dapat membedakan objek yang satu dengan yang lain dan mengenai
kualitasnya menurut berbagai sensasi yang dihasilkan.
3. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan individual
sesuai dengan stimulus yang datang.
4. Prilaku sesuai dengan cara berskap individu yang sesuai dengan perannya.
5. Hubungan social harmonis dimana individu dapat berinteraksi dan
berkomunkasi dengan orang lain tanpa adanya rasa curiga, bersalah dan tidak
senang.

Sedangkan mal adaptif adalah suatu respon yang tidak dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan budaya secara umum yang berlaku dimasyarakat,
dimana individu dalam menyelesaikan  masalah tidak berdasarkan norma yang
sesuai diantaranya :
a. Gangguan proses pikir / waham adalah ketidakmampuan otak untuk
memproses data secara akurat yang dapat menyebabkan gangguan proses pikir,
seperti ketakutan, merasa hebat, beriman, pikiran terkontrol, pikiran yang terisi
dan lain-lain.
b. Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan  informasi
yang diterima otak dari lima indra seperti suara, raba, bau, dan pengelihatan
c. Kerusakan proses emosi adalah respon yang diberikan Individu tidak sesuai
dengan stimulus yang datang.
d. Prilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang tidak
sesuai dengan peran
e. Isolasi social adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari
lingkungan atau tidak mau berinteraksi dengan lingkungan

4. sumber koping.
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

C. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan Akibat

Halusinasi Core
Problem

Menarik diri Penyebab

D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Masalah keperawatan
a. Perubahan sensori perseptual: halusinasi
b. Isolasi sosial: menarik diri
2. Data yang perlu dikaji
a. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
a. Data Subjektif:
1. Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata
2. Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
3. Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
4. Klien merasa makan sesuatu
5. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
6. Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
7. Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif:
1. Klien berbicara dan tertawa sendiri
2. Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
3. Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
4. Disorientasi

b. Isolasi sosial: menarik diri


Data Subyektif :
1. Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh
2. mengkritik diri sendiri
3. mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data Obyektif:
1. Klien terlihat lebih suka sendiri
2. bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan
3. ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup
4. Apatis
5. Ekspresi sedih
6. Komunikasi verbal kurang
7. Aktivitas menurun
8. Posisi janin pada saat tidur
9. Menolak berhubungan
10. Kurang memperhatikan kebersihan

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
b. Isolasi sosial : menarik diri

F. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Diagnosa I :Perubahan sensori persepsi halusinasi
Tujuan umum :Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi selanjutnya
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara:
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan:
a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
1) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan
tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-
olah ada teman bicara
2) Bantu klien mengenal halusinasinya
a) Tanyakan apakah ada suara yang didengar
b) Apa yang dikatakan halusinasinya
c) Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun
perawat sendiri tidak mendengarnya.
d) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
e) Katakan bahwa perawat akan membantu klien
3) Diskusikan dengan klien:
a) Situasi yang menimbulkan/tidak
menimbulkan halusinasi
b) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore,
malam)
4) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan
perasaannya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan:
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber
pujian
c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
1) Katakan “ saya tidak mau dengar”
2) Menemui orang lain
3) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
4) Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien tampak
bicara sendiri

d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara


bertahap:
1) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
2) Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
3) Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi
4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Tindakan:
a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan
rumah):
1) Gejala halusinasi yang dialami klien
2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi
3) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama
4) Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan:
halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik
Tindakan:
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan
manfaat minum obat
b. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping
minum obat yang dirasakan
d. Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
e. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

Diagnosa II : isolasi sosial menarik diri


Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi:
halusinasi
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru,
tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan:
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan:
1) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
a) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
b) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang
lain
c) Berireinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
2) Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain
a) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan
orang lain
b) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain
c) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan social
Tindakan:
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap:
1) K – P
2) K – P – P lain
3) K – P – P lain – K lain
4) K – Kelompok/Masyarakat
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
1) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
2) Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
3) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
4) Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
d. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain
Tindakan:
1) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
2) Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain
e. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga:
1) Salam, perkenalan diri
2) Jelaskan tujuan
3) Buat kontrak
4) Eksplorasi perasaan klien
b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
1) Perilaku menarik diri
2) Penyebab perilaku menarik diri
3) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
4) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
5) Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada
klien untuk berkomunikasi dengan orang lain
6) Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
klien minimal satu kali seminggu
7) Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai
oleh keluarga

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A., Panjaitan, R.U. (2010). Manajemen Keperawatan Jiwa Komunitas


Desa Siaga: CMHN (Intermediate Course). Jakarta: EGC
Maramis, W.F.(2005). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi Ketujuh. Surabaya :
Airlangga Universitas Press
Stuart & Laraia. (2005). Principle and Practice of Psychiatric Nursing Eighth
Edition. Mosby-Year Book Inc, St. Louis-USA
Stuart, GW.( 2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Terjemahan dari Pocket Guide
to Psychiatric Nursing Alih bahasa Kapoh. Jakarta: EGC
Yosep, Iyus. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama
LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

DI RSJ

DISUSUN OLEH :

LUFI FUADAH AZAR NASFA

1814401071

TINGKAT II REGULER II

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN TANJUNGKARANG

TAHUN AJARAN 2019/2020


LAPORAN PENDAHULUAN

Masalah Utama: Defisit Perawatan Diri


A. DEFINISI
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu
keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan
fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak
mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan
Wartonah 2000).
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Faktor Predisposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang
kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
1. Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang
mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi
personal hygiene adalah:
a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial
Pada anak–anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan
uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

C. POHON MASALAH

Kebersihan diri tidak adekuat (BAB/BAK, Makan minum dan


berdandan)

Defisit perawatan diri

Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

Isolasi sosial

D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Data subyektif:
- Klien mengatakan saya tidak mampu mandi, tidak bisa melakukan apa-
apa,
Data obyektif:
- Klien terlihat lebih kurang memperhatikan kebersihan, halitosis, badan
bau, kulit kotor

2. Isolasi Sosial
Data subyektif:
- Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh,
- mengkritik diri sendiri
- mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
- Klien terlihat lebih suka sendiri
- bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan
- ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup
- Apatis
- Ekspresi sedih
- Komunikasi verbal kurang
- Aktivitas menurun
- Posisi janin pada saat tidur
- Menolak berhubungan
- Kurang memperhatikan kebersihan
3. Defisit Perawatan Diri
Data subyektif
- Pasien merasa lemah
- Malas untuk beraktivitas
- Merasa tidak berdaya.
Data obyektif
- Rambut kotor, acak – acakan
- Badan dan pakaian kotor dan bau
- Mulut dan gigi bau.
- Kulit kusam dan kotor
- Kuku panjang dan tidak terawatt
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2. Isolasi Sosial
3. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK

F. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Diagnosa 1 :Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Tujuan Umum :Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk
memperhatikan kebersihan diri
Tujuan Khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Intervensi:
1. Berikan salam setiap berinteraksi.
2. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat
berkenalan.
3. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
4. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
5. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
6. Buat kontrak interaksi yang jelas.
7. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
8. Penuhi kebutuhan dasar klien.
b. Klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.
Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
2. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara
menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
3. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
4. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien
terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
5. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara
kebersihan diri.
6. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti
kebersihan diri.
7. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali
pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan
sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.
c. Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Intervensi
1. Motivasi klien untuk mandi.
2. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk
mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
3. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
4. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
5. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas
perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
6. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri
seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.
d. Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.
Intervensi:
Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan
untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.
e. Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
Intervensi:
Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.
f. Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.
Intervensi:
1. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga
kebersihan diri.
2. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien
selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah
dialami di RS.
3. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap
kemajuan yang telah dialami di RS.
4. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam
menjaga kebersihan diri klien.
5. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan
diri.
6. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga
kebersihan diri.
7. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya:
mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-
lain.

Diagnosa 2 : Isolasi sosial


Tujuan Umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi
Tujuan Khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya

Intervensi:
1. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik,
memperkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan
yang tenang, buat kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan
waktu.
2. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak
menjawab.
3. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan
terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
b. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Intervensi
1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul
3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
4. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
c. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi:
1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
2. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
3. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Intervensi:
1) Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
2) Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
4) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
5) Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
6) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
7) Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan

4. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan


orang lain
Intervensi:
1) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
2) Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain

Diagnosa 3 : Defisit Perawatan Diri: kebersihan diri, berdandan,


makan, BAB/BAK
Tujuan Umum : Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri
Tujuan Khusus :
a. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
b. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
c. Pasien mampu melakukan makan dengan baik
d. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
Intervensi
a. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
1) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
2) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
3) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
4) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
b. Melatih pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Berhias
c. Melatih pasien makan secara mandiri
1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
2) Menjelaskan cara makan yang tertib
3) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
4) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
d. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
1) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
3) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta: EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.Kaplan Sadoch. 1998.
Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta: EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI. Jakarta: EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.
Yogyakarta: Momedia
Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon
Masalah Keperawatan. Jakarta: CV Sagung Seto
LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

DI RSJ

DISUSUN OLEH :

LUFI FUADAH AZAR NASFA

1814401071

TINGKAT II REGULER II

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN TANJUNGKARANG

TAHUN AJARAN 2019/2020


LAPORAN PENDAHULUAN

Masalah Utama : Isolasi social


A. DEFINISI
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dari orang lain (Rawlins, 1993).
Terjadinya perilaku menarik diri dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan
faktor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor
predispoisi terjadinya perilaku menarik diri. Kegagalan perkembangan dapat
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu,
takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain,
menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa
tertekan. Keadaan menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan
orang lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri,
kegiatan sehari-hari hampir terabaikan.

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Faktor Predisposisi
b. Faktor Perkembangan
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan social
berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang mulai dari usia
bayi sampai usia lanjut untuk dapat  mengembangkan hubungan social
yang positif, diharapkan setiap tahapan perkembangan dapat dilalui
dengan sukses. Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang
perkembangan respon social maladaptif.
c. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
 Sikap bermusuhan/hostilitas
 Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
 Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan
untuk mengungkapkan pendapatnya.
 Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga,
kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam
pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan
musyawarah.
 Ekspresi emosi yang tinggi
 Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
d. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh
satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari
lingkungan sosial.
e. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota
keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian
pada kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita
skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya
8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik,
diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah
dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian
karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini
dapat menimbulkan isolasi sosial.
a. Stresor Biokimia
1. Teori dopamine yaitu kelebihan dopamin pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
2. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO
adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya
MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
3. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada
pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan
karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan
maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan
tingkah laku psikotik.
4. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala
psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur
sel-sel otak.
a. Stresor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering
terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun
biologis.
b. Stresor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan
menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe
psikotik. Menurut teori psikoanalisa perilaku skizofrenia
disebabkan karena ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal
dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien
psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress.
Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan
ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan
psikologis individu terhambat.

3. Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon sosial maladaptif menggunakan
berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme
tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik (Gail,
W Staurt  2006). Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian
antisosial antara lain proyeksi, splitting dan merendahkan orang lain,
koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang splitting,
formasi reksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang
lain dan identifikasi proyeksi.

C. POHON MASALAH
Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi

Isolasi sosial: menarik diri


Core problem

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

( Budi Anna Keliat, 1999)

D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Masalah keperawatan:
a. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
b. Isolasi sosial: menarik diri
c. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
2. Data yang perlu dikaji
a. Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi
Data Subjektif:

1) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan


dengan stimulus nyata
2) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
3) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
4) Klien merasa makan sesuatu
5) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
6) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
7) Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif:

1. Klien berbicara dan tertawa sendiri


2. Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
3. Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
4. Disorientasi
b. Isolasi Sosial : menarik diri
Data Subyektif:

- Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh

- mengkritik diri sendiri

- mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.

Data Obyektif:

- Klien terlihat lebih suka sendiri

- bingung bila disuruh memilih alternative tindakan


- ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah


Data subyektif:

- Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh

- mengkritik diri sendiri

- mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.

Data obyektif:

- Klien tampak lebih suka sendiri

- bingung bila disuruh memilih alternative tindakan

- ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi sosial: menarik diri
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

F. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Diagnosa 1: Isolasi Sosial

Tujuan Umum :

Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi

Tujuan Khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya


Tindakan : Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan
komunikasi terapeutik dengan cara :

a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal


b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan
dasar klien
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan:

a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan


tanda-tandanya.
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri,
tanda-tanda serta penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :

a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan


jika terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
c. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak
berhubungan dengan orang lain
1) beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
2) diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
3) beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang laiN.
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan:

a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang


lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang
lain melalui tahap :
1) K – P
2) K – P – P lain
3) K – P – P lain – K lain
4) K – Kel/Klp/Masy
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah
dicapai.
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien
dalam mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam
kegiatan ruangan
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain
Tindakan:

a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila


berhubungan dengan orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat
berhubungan dengan orang lain.
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien
mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan:

a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :


1) Salam, perkenalan diri
2) Jelaskan tujuan
3) Buat kontrak
4) Eksplorasi perasaan klien
b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
1) Perilaku menarik diri
2) Penyebab perilaku menarik diri
3) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
4) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
c. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan
kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.
d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian
menjenguk klien minimal satu kali seminggu
e. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah
dicapai oleh keluarga

Diagnosa 2 : Harga Diri Rendah

Tujuan Umum :

Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal


Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya


Tindakan :

Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi


terapeutik dengan cara :

a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal


b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan:

a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien


b. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
c. Utamakan memberikan pujian yang realistik
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
Tindakan:

a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan


selama sakit.
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan:

a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap


hari sesuai kemampuan
1) Kegiatan mandiri
2) Kegiatan dengan bantuan sebagian
3) Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
Tindakan:

a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah


direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien.
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan:

a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat


klien dengan harga diri rendah.
b. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

DAFTAR PUSTAKA

Azis R, dkk. 2003. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD


Dr. Amino Gondoutomo.

Boyd MA, Hihart MA. 1998. Psychiatric nursing : contemporary practice.


Philadelphia : Lipincott-Raven Publisher.

Budi Anna Keliat. 1999. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial:


Menarik Diri. Jakarta : FIK UI

Keliat BA.1999. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999


Stuart GW, Sundeen SJ. 1998. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta :
EGC.

Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa.


Edisi 1. Bandung : RSJP Bandung.

Anda mungkin juga menyukai