DI RSJ
DISUSUN OLEH :
1814401071
TINGKAT II REGULER II
A. DEFINISI
Harga diri rendah kronis adalah penilaian negatif seseorang terhadap
diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak
langsung (Towsend, 1998 dalam Fitriah 2009). Harga diri rendah juga dapat
diartikan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya percaya
diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, 1998 dalam
Fitriah 2009). Harga diri rendah kronis menurut Nanda (2005) adalah
evaluasi diri/perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif dan
dipertahankan dalam waktu yang lama.
d. Faktor biologis
2. Faktor presipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap
situasi yang dihadapi individu dan ia tidak mampu
menyesuaikan. Situasi atas stresor dapat mempengaruhi
komponen.
Keterangan:
1. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif
dengan latar belakang pengalaman yang nyata yang sukses dan
diterima.
2. Konsep diri positif apabila individu memiliki pengalaman yang positif
dalam beraktualisasi diri.
3. Harga diri rendah adalah transisi antara respon konsep diri adaptif
dengan konsep diri maladaptif.
4. Identitas kacau adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek-
aspek identitas masa kanak-kanak ke dalam kematangan aspek
psikisosial kepribadian pada masa dewasa yang harmonis.
5. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap
diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak
dapat membedakan dirinya dengan orang lain.
Faktor biologis biasanya karena ada kondisi sakit fisik secara yang
dapat mempengaruhi kerja hormon secara umum, yang dapat pula
berdampak pada keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh kadar
serotonin yang menurun dapat mengakibatkan klien mengalami depresi dan
pada pasien deperesi kecenderungan harga diri rendah kronis semakin besar
karena klien lebih dikuasi oleh pikiran –pikiran negatif dan tidak berdaya.
4. Sumber koping
Semua orang tanpa memperhatikan gangguan prilakunya, mempunyai
beberapa bidang kelebihan personal yang meliputi : Aktifitas olah raga
dan aktifitas diluar rumah, hobi dan kerajinan tangan, seni yang
ekspresif, kesehatan dan perwatan diri, pendidikan atau pelatihan,
pekerjaan, vokasi atau posisi, bakat tertentu, kecerdasan, imajinasi dan
kreatifitas, hubungan interpersonal. ( Stuart & Gail,2007 ).
5. Mekanisme koping
Baik faktor predisposisi maupun presipitasi bila telah mempengaruhi
seseorang baik dalam berfikir, bersikap maupun bertindak, maka dianggap
telah mempengaruhi koping individu tersebut sehingga menjadi tidak efektif
(mekanisme koping individu tidak efektif). Bila kondisi klien dibiarkan tanpa
ada intervensi lebih lanjut, dapat menyebabkan kondisi dimana klien tidak
memiliki kemauan untuk bergaul dengan orang lain (isolasi sosial). Klien
yang mengalami isolasi sosial dapat membuat klien asik dengan dunia dan
pikirannya sendiri sehingga dapat muncul resiko prilaku kekerasan.
Data Obyektif:
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi
sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada
saat tidur, Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan
D. POHON MASALAH
Isolasi social
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Intervensi :
3. Isolasi sosial.
Tum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
Tuk :
Intervensi :
1. Beri salam dan panggil nama klien.
2. Sebutkan nama perawat dan sambil berjabat tangan.
3. Jelaskan tujuan interaksi.
4. Jelaskan kontrak yang akan dibuat.
5. Beri rasa aman dan tunjukan sikap empati.
6. Beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya
7. Bantu klien mengungkapkan alasan klien dibawa ke rumah
sakit.
8. Beri kesempatan klien mengatakan keuntungan berhubungan
atau berinteraksi.
9. Beri kesempatan klien untuk mengatakan kerugian berhubungan
atau berinteraksi dengan orang lain.
10. Beri kesempatan klien mencontohkan teknik berkenalan.
11. beri kesempatan klien menerapkan teknik berkenalan.
12. Beri kesempatan klien dan bantu klien menentukan topik
pembicaraan.
Kriteria Hasil :
Intervensi :
Tuk :
1. Bina hubungan saling percaya.
2. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan.
Intervensi :
DAFTAR PUSTAKA
Stuart GW, Sundeen SJ. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta :
EGC. 1998
Tim Direktorat Keswa. Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Edisi 1. Bandung : RSJP Bandung. 2000
LAPORAN PENDAHULUAN
DI RSJ
DISUSUN OLEH :
1814401071
TINGKAT II REGULER II
A. DEFINISI
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan
perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Towsend,1998).
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko
menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain
(Carpenito, 2000)
b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
a. Peniliaian terhadap stressor (Rentang Respon)
Rentang Respon
Rentang adaptif Respon Maladaptif
Keterangan :
a. Asertif
individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain
dan memberikan ketenangan.
b. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kupuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternative
c. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaanya
d. Agresif
Prilaku yang menyertai marah terhadap dorongan untuk menuntut tetapi
masih terkontrol
e. Kekerasan
Perasan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya control
Perbandingan antara prilaku asertif, pasif, agrsif / kekerasan
Pasif Asertif Agresif
C. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Perilaku Kekerasan/amuk
Core Problem
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
F. RENCANA TINDAKAN
Diagnosa 1: perilaku kekerasan
TujuanUmum: Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
b. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
c. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
a. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
b. Observasi tanda perilaku kekerasan.
c. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami
klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
a. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
c. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
c. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Tindakan :
a. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
b. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika
sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
c. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
d. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Bantu memilih cara yang paling tepat.
b. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
c. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
e. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel /
marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
b. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
a. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping).
b. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien,
obat, dosis, cara dan waktu).
c. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
Diagnosa II: Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Tujuan Umum : Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
c. Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri
dan keluarga
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
ke rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan
yang dimiliki
Tindakan :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan.
b. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
c. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
1999
Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
DI RSJ
DISUSUN OLEH :
1814401071
TINGKAT II REGULER II
MASALAH UTAMA
Perubahan sensori perseptual : halusinasi.
A. DEFINISI
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan
stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat & Akemat, 2010).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis,
2005).
Halusinasi adalah pengalaman sensorik tanpa rangsangan eksternal
terjadi pada keadaan kesadaran penuh yang menggambarkan hilangnya
kemampuan menilai realitas.(Sunaryo, 2004).
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. faktor predisposisi
a. biologis
abnormalitas perkambangan syaraf berhubungan dengan respon
neorologis yang maladaftif baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian sebagai berikut:
a. penelitian pencitraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofren
b. beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neorotransmiter yang
berlebihan
c. pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia.
b. Psikolagis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keaadan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. sosial budaya
kondisi ini mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti :
kemiskinan, perang, kerusuhan, bencana alam dan kehidupan yang
terisolasi
2. faktor presipitasi
secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian induvidu terhadap
stressor dan maslah koping dapat mengindikasi kemungkinnan
kekambuhan (kelliat,2006).
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
a. biologis
ganngguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnomalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak akibat ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Sterss lingkungan
Ambang toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap stresor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
3. rentang penilaian stressor (Rentan respon Halusinasi)
Sedangkan mal adaptif adalah suatu respon yang tidak dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan budaya secara umum yang berlaku dimasyarakat,
dimana individu dalam menyelesaikan masalah tidak berdasarkan norma yang
sesuai diantaranya :
a. Gangguan proses pikir / waham adalah ketidakmampuan otak untuk
memproses data secara akurat yang dapat menyebabkan gangguan proses pikir,
seperti ketakutan, merasa hebat, beriman, pikiran terkontrol, pikiran yang terisi
dan lain-lain.
b. Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan informasi
yang diterima otak dari lima indra seperti suara, raba, bau, dan pengelihatan
c. Kerusakan proses emosi adalah respon yang diberikan Individu tidak sesuai
dengan stimulus yang datang.
d. Prilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang tidak
sesuai dengan peran
e. Isolasi social adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari
lingkungan atau tidak mau berinteraksi dengan lingkungan
4. sumber koping.
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
C. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan Akibat
Halusinasi Core
Problem
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
b. Isolasi sosial : menarik diri
DAFTAR PUSTAKA
DI RSJ
DISUSUN OLEH :
1814401071
TINGKAT II REGULER II
C. POHON MASALAH
Isolasi sosial
2. Isolasi Sosial
Data subyektif:
- Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh,
- mengkritik diri sendiri
- mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
- Klien terlihat lebih suka sendiri
- bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan
- ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup
- Apatis
- Ekspresi sedih
- Komunikasi verbal kurang
- Aktivitas menurun
- Posisi janin pada saat tidur
- Menolak berhubungan
- Kurang memperhatikan kebersihan
3. Defisit Perawatan Diri
Data subyektif
- Pasien merasa lemah
- Malas untuk beraktivitas
- Merasa tidak berdaya.
Data obyektif
- Rambut kotor, acak – acakan
- Badan dan pakaian kotor dan bau
- Mulut dan gigi bau.
- Kulit kusam dan kotor
- Kuku panjang dan tidak terawatt
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2. Isolasi Sosial
3. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK
Intervensi:
1. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik,
memperkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan
yang tenang, buat kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan
waktu.
2. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak
menjawab.
3. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan
terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
b. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Intervensi
1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul
3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
4. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
c. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi:
1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
2. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
3. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Intervensi:
1) Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
2) Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
4) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
5) Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
6) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
7) Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan
DAFTAR PUSTAKA
DI RSJ
DISUSUN OLEH :
1814401071
TINGKAT II REGULER II
3. Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon sosial maladaptif menggunakan
berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme
tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik (Gail,
W Staurt 2006). Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian
antisosial antara lain proyeksi, splitting dan merendahkan orang lain,
koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang splitting,
formasi reksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang
lain dan identifikasi proyeksi.
C. POHON MASALAH
Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
- Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh
Data Obyektif:
- Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh
Data obyektif:
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi sosial: menarik diri
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
Tujuan Khusus :
Tujuan Umum :
DAFTAR PUSTAKA