PRAKTIKUM FITOKIMIA
Disusun Oleh :
2022
i
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat
dan anugerahNya sehingga dapat menyelesaikan laporan ini tentang “Isolasi
Curcumin dari Rimpang Kunyit” tepat pada waktunya. Laporan ini disusun
berdasarkan data-data yang diambil sebagai hasil percobaan.
Akhir kata, semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Amin.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................II
DAFTAR ISI..........................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian......................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
2.1 Rimpang Kunyit.........................................................................................4
2.3 fraksinasi dan isolasi ekstrak......................................................................5
2.4 Penafisan fitokimia.....................................................................................8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...........................................................8
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................................8
3.2 Alat dan Bahan...........................................................................................9
3.3 Prosedur....................................................................................................11
BAB IV DATA HASIL PENGAMATAN.........................................................12
4.1. Hasil Data Penelitian...............................................................................12
4.2. Pembahasan.............................................................................................21
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................35
5.1 Kesimpulan...............................................................................................35
5.2 Saran.........................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................36
LAMPIRAN..........................................................................................................38
iii
BAB I
PENDAHULUAN
iv
respon biologi sehingga keberadaan dan kandungannya mempengaruhi tingkat
mutu dan khasiat ekstrak rimpang kunyit.
Genus Curcuma ini diketahui mengandung kurkuminoid sebagai metabolit
sekunder yang memiliki banyak aktivitas farmakologis. Beberapa tanaman yang
mengandung kurkuminoid antara lain Curcuma aromatic salisb, Curcuma amada
roxb, Curcuma zedoaria rosc, Curcuma xanthorrhiza roxb, dan Curcuma longa
(Verghese, 1993). Curcuma longa atau yang lebih dikenal sebagai kunyit ini
menurut (Verghese, 1993) banyak digunakan karena harganya lebih murah
dengan kandungan kurkuminoid sekitar 2,5-8% dari rimpang tanaman. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Kocaadam and Sanlier (2017). Curcuminoid terdiri
dari demethoxycurcumin (17%), bidemethoxycurcumin (3%) dan curcumin
(77%). Senyawa tersebut dapat dilihat pada gambar 1.1, 1.2 dan 1.3. Setelah
dilakukan penelitian, ditemukan bahwa kurkumin adalah komponen yang paling
aktif dan memiliki banyak manfaat sehingga banyak dilakukan isolasi kurkumin
dari rimpang kunyit.
Kurkumin memiliki warna kuning jingga dan rasa yang khas sehingga
banyak digunakan sebagai pewarna alami dalam kosmetik, makanan, obatobatan
maupun tekstil dan juga sebagai perasa pada makanan dalam kehidupan sehari-
hari. Selain sebagai pewarna dan perasa makanan, kurkumin telah lama digunakan
v
untuk pengobatan tradisional di berbagai negara termasuk Indonesia. Kunyit yang
memiliki kandungan kurkumin ini telah dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia
sebagai salah satu komponen dalam berbagai pembuatan jamu (Mutiah, 2015).
Selain Indonesia, kurkumin juga telah digunakan sekitar 2500 tahun di Asia dalam
pengobatan tradisional di Cina (Gupta et al., 2013). Selain itu, bahan aktif
kandungan kunyit juga digunakan sebagai sistem pengobatan di Indian dan Siddha
dalam pengobatan Ayurveda dan pengobatan terhadap inflamatori (Agrawal and
Goel, 2013).
Curcumin (1,7-bis(4′ hidroksi-3 metoksifenil)-1,6 heptadien, 3,5-dion
merupakan komponen penting dari Curcuma longa Linn. yang memberikan warna
kuning yang khas (Jaruga et al., 1998 dan Pan et al., 1999). Curcumin termasuk
golongan senyawa polifenol dengan struktur kimia mirip asam ferulat yang
banyak digunakan sebagai penguat rasa pada industri makanan (Pan et al., 1999).
Polifenol adalah kelompok senyawa alami yang terkandung dalam tumbuh-
tumbuhan dan memiliki beragam manfaat kesehatan.
vi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
vii
Kunyit memiliki kandungan kurcumin yang merupakan campuran dari tiga
curcuminoids yaitu 71,5% curcumin (kurkumin I), 19,4% demethoxycurcumin
(kurkuminII),dan 9,1% bisdemethoxycurcumin (kurkumin III) (Li et al., 2011).
kurkumin sangat peka terhadap cahaya oleh karena itu sebaiknya sampel yang
mengandung kurkumin dapat terlindung cahaya (Prasad et al., 2014).
viii
fraksinasi lainnya yaitu fraksinasi yang dilakukan dengan menggunakan kolom
kromatografi, yakni berupa gelas pipa yang dilengkapi dengan kran dan penyaring
didalamnya ukuran kolom yang digunakan dapat disesuaikan dengan banyaknya
sampel yang akan dipisahkan. Glass wool atau kapas biasanya digunakan untuk
menahan penyerap yang diletakkan di dalam kolom pengisian kolom dilakukan
dengan homogen (Harborne, 1996).
Salah satu metode fraksinasi pemisahan secara kromatografi adalah
kromatografi vacuum cair atau vacuum liquid kromatografi (VLC). VLC
merupakan kromatografi yang dijalankan pada kolom dengan menggunakan
vacum untuk mempercepet aliran eluen. Kolom pada VLC dapat kering kembali
setelah fraksi dikumpulkan. VLC banyak digunakan pada bidang bahan alam
terutama untuk fraksinasi karea pengoperasiannya yang relative mudah.
Pemisahan dapat dilakukan hingga 30 gram ekstrak. Silika gel banyak digunakan
sebagai fasa diam dengan eluen yang sering digunakan adalah n-heksana dengan
peningkatan proporsi etil asetat, Prinsip kerja dari VLC adalah adanya adsorpsi
atau serapan, sedangkan pemisahannya didasarkan pada senyawa-senyawa yang
akan dipisahkan terdistribusi di antara fase diam dan fase gerak dalam
perbandingan yang berbeda-beda. Fase gerak dengan gradien polaritas diharapkan
mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan polaritas yang berbeda
(Sastrohamidjojo, 2005).
Pada VLC, kolom dikemas kering dalam keadaan vacum agar diperoleh
kerapatan absorben (berupa silika gel) maksimum. Sampel dibuat serbuk bersama
dengan absorben (impregnasi) dan dimasukkan kebagian atas kolom kemudian
dihisap perlahan-lahan menggunakan vacum. Kolom selanjutya dielusi
menggunakan pelarut yang sesuai, dimulai dengan pelarut non polar. Kolom di
vacum hingga kering pada setiap pengumpulan fraksi. Vacum dihentikan ketika
kering dan kolom dapat digunakan kembali jika kolom tidak retak atau turunnya
eluen sudah rata dengan kolom (Raymond, 2006).
Isolasi Ekstrak
Isolasi adalah proses pengambilan atau pemisahan senyawa bahan alam
dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Djamal, 2008). Sejak abad ke-17 orang
telah dapat memisahkan berbagai jenis senyawa dari sumber-sumber organik.
ix
Senyawa-senyawa tersebut dapat berupa senyawa metabolit primer dan senyawa
metabolit sekunder (Lenny, 2006)
Isolasi dilakukan dengan proses maserasi menggunakan pelarut Metanol.
Ekstrak Metanol diuapkan dengan rotary evaporator untuk memperoleh ekstrak
kental yang kemudian di fraksinasi menggunakan Etil asetat. Fraksi Etil asetat
dipisahkan dengan kromatografi kolom, didapatkan senyawa murni yang akan
diidentifikasi menggunakan Spektrofotometer UV-Vis dan Spektrofotometer
Inframerah. Uji potensi antibiotika dilakukan dengan metode dilusi.
Beberapa tahap yang perlu diperhatikan dalam isolasi yaitu tahap
pemisahan senyawa berupa ekstraksi, fraksinasi dengan cara kromatografi,
pemurnian senyawa, penentuan struktur dan uji bioaktivitas.
Metode pemisahan campuran senyawa berdasarkan perbedaan kelarutan
komponen zat terlarut dalam suatu pelarut sering disebut sebagai ekstraksi.
Pemisahan tersebut didasarkan pada prinsip distribusi komponen zat ke suatu
pelarut yang dikenal sebagai like dissolve like berdasarkan perbedaan kepolaran
yaitu senyawa yang non polar akan larut dalam pelarut non polar dan senyawa
yang polar akan larut dalam pelarut polar maka komponen atau senyawa yang
diinginkan dapat dipisahkan dari campurannya secara selektif dalam pelarut yang
digunakan. Syarat suatu pelarut yang digunakan untuk ekstraksi diantaranya harus
mampu melarutkan komponen senyawa, mudah untuk dipisahkan atau mudah
menguap, dan sifatnya inert. Pelarut yang akan digunakan harus didistilasi terlebih
dahulu untuk menghilangkan pengotor. Kepolaran pelarut ditentukan dari nilai
perbedaan momen dipolnya.
Ekstraksi dibagi menjadi dua berdasarkan wujud sampelnya yaitu ekstraksi
cair-cair dan ekstraksi padat-cair. Pemisahan senyawa bahan alam umumnya
menggunakan ekstraksi padat-cair. Beberapa metode ekstraksi jenis ini adalah
Metode maserasi yaitu suatu teknik ekstraksi dengan cara perendaman
bahan yang telah dihaluskan pada temperatur kamar dalam wadah tertutup
dengan pelarut yang sesuai supaya zat-zat dapat larut secara sempurna.
Sesuai untuk sampel tidak tahan panas. Prinsipnya pelarut akan masuk ke
dalam sel melewati membran sel. Senyawa dalam sel yang konsentrasinya
tinggi keluar sel dan digantikan oleh pelarut. Ekstraksi diakhiri saat
x
mencapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa pada ekstrak maupun
dalam sel sampel. Selanjutnya, residu dari sampel dipisahkan dari ekstrak.
Hasil ekstrak yang didapat akan dipekatkan atau dipisahkan dari pelarut
menggunakan rotary vacuum evaporator.
Metode perkolasi adalah cara ekstraksi dalam pelarut yang sesuai dengan
dialirkan perlahan ke suatu perkolator yaitu bejana berisi sampel
dilengkapi kran untuk mengeluarkan ekstrak pada bagian bawahnya
sehingga pelarut yang digunakan selalu baru dan lebih banyak
(Pavia,1990). Proses ekstraksi dilakukan sampai seluruh senyawa
metabolit habis terekstrak, pengamatan sederhana dilihat dari warna
pelarut, bila pelarut sudah tidak berwarna biasanya metabolit sudah
terekstrak. Waktu kontak pelarut dengan sampel serta temperatur dari
pelarut mempengaruhi efektifitas ekstraksi. Pelarut dengan suhu tinggi
akan meningkatkan kualitas ekstraksi namun perlu diperhatikan agar tidak
terjadi dekomposisi senyawa.
Metode sokletasi, yaitu ekstraksi kontinu dengan menggunakan alat soklet.
Pelarut pada labu bulat dipanaskan hingga menjadi uap, kemudian uap
pelarut naik ke bagian atas soklet dan mengalami kondensasi menjadi
embun kembali setelah sampai di kondensor, selanjutnya bersama ekstrak
turun kembali ke dalam labu bundar. Proses ini berlangsung terus menerus
sehingga dapat menghemat pelarut dan dapat mengekstrak senyawa lebih
banyak (J.P. Cannell, 1998).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
xi
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi
Lokasi di laboratorium Universitas BTH
Waktu
Waktu setiap hari selasa tanggal 23 februari 2022 - 31 mei 2022
Bahan
xii
Etanol 70%
Asam Klorida 2N serbuk silica gel
Aquadest pasir
Gelatin 1% kapas
Serbuk Zn kertas saring
Larutan Alkohol asam Klorida (1:1) eluen 1 Kloroform : Metanol (95:5)
NaOH eluen 2 kloroform : methanol (80 : 20)
Eter sub-fraksi
Pereaksi anisaldehid-asam sulfat FeCl3 10%
Vanillin asam sulfat Isolat
N-heksana Metanol
Etil asetat isolat ekstraksi kunyit hasil klt dua
ekstrak kental dimensi
fraksi polar aquadest
fraksi semi polar
fraksi non-polar
Isolat kristal
xiii
3.3 Prosedur
Ekstrak+etanol (dievaporasi)
Ekstrak+etanol (dievaporasi)
Ekstrak kental
Residu Skrining Fiokimia
(polifenol)
ECC
Air N-Hexan
Etil Asetat
Kromatografi Kolom
25 Fraksi (fraksi no 8)
KLT Preparatif
xiv
BAB IV
DATA HASIL PENGAMATAN
2. Skrining Fitokimia
HCl 2N + pereaksi -
Dragendorf
xv
2. Saponin Ekstrak simplisia + +
dipanaskan, lalu dikocok
3. Ekstraksi Cair-Cair
xvi
kosong
Bobot cawan 76,6318 gram 32,600 gram 46,8624 gram
+ ekstrak
Bobot ekstrak 2 gram 2 gram 2 gram
Bobot ekstrak 26,076 gram 0,0879 gram 3,6861 gram
fraksi
RENDEMEN 1303,8% 4,395 % 184,3 %
Perhitungan Rendemen
1) Senyawa Polar (Air)
Bobot fraksi
% Rendemen = ×100 %
Bobot ekstrak
26,076 gram
× 100 %=1303,8 %
2 gram
2) Senyawa semi polar (Etil Asetat)
Bobot fraksi
% Rendemen = ×100 %
Bobot ekstrak
0,0879 gram
× 100 %=4,395 %
2 gram
3) Senyawa Non Polar (N-hexana)
Bobot fraksi
% Rendemen = ×100 %
Bobot ekstrak
3,6861 gram
×100 %=184,3 %
2 gram
xvii
0,322
3 Rf3 = Kuning 0,419 Hijau 0,419 Kuning
0,419
4 Rf4 = Kuning 0,564 Hijau 0,564 Kuning
0,564
1 Rf1 = Kuning 0,17 Hijau 0,17 Kuning
N-hexan 0,17
2 Rf2 = Kuning 0,322 Hijau 0,322 Kuning
0,322
3 Rf3 = Kuning 0,645 Hijau 0,645 Kuning
0,645
5. Kromatografi Kolom
xviii
18 Kuning
19 Bening
20 Bening agak hijau
21 Bening
22 Bening kuning/hijau
23 Bening hijau tua
24 Bening kuning
25 Bening kuning kehijauan
6. KLT Sub-Fraksi
xix
20 2 0,10 ; 0,14
21 2 0,13 ; 0,17
22 1 0,14
23 1 0,11
24 1 0,11
25 1 0,14
xx
7. KLT Preparatif
Perhitungan nilai Rf :
4,8
Pita1= =0,26
18
8
Pita2= =0,44
18
13,5
Pita3= =0,75
18
xxi
9. Spektrofotometri IR
Kurva Perbandingan
xxii
Isolat Bilangan Gelombang Kemungkinan
gugus
Sukadana Karimah,dkk Creswell,dkk Sirvestei,dkk
(2010) salimi, (2019) (1981) (1984), salimi
dkk (2007) Salimi,dkk (247)
(2017)
3354 3000-3500 3700-3000 3000-3750 3550-3200 Unsur OH
terikat
(stretching gugus
fenol)
2919 2800-2950 2840 2700-3000 2830-2695 Unsur C-H
alifatik (CH
Alifatik)
1735 - - - - C-H Asimetris
(CH3)
1589 1700-1725 - 1500-1675 1870-1540 Unsur C=C
Aromatis
stretching
1510 1400-1650 1644 1675-1500 1675-1560 Unsur C=O,
C=C stretching
1053 - - - - C=O Stretching,
trans -CH
Benzene
792 - - - - Cis-CH
aromatis, C=C
stretching
xxiii
Wavenumber Keterangan
3354 O-H Stretching gugus fenol
2919 C-H Stretching
1735 C-H Asimetris (CH3)
1589 C=C aromatis stretching
1510 C=O, C=C stretching
1053 C=O stretching, trans -CH benzene
792 Cis-CH aromatis, C=C stretching
4.2. Pembahasan
1. Ekstraksi Cair-Padat
Pada praktikum ini penyiapan sampel dan cara ekstraksi adalah hal
yang paling utama dilakukan sebelum melanjutkan pada tahap evaporasi
serta tahap penyiapan sampel akan mempengaruhi hasil penguapan dari
suatu sampel yang akan diuji. Penguapan merupakan proses pemekatan
cairan dengan memberikan panas pada cairan tersebut dan menggunakan
energi yang intensif yaitu sejumlah uap sebagai sumber panas. Tujuan
penguapan ekstrak cair adalah untuk memisahkan solvent dari larutan
sehingga menghasilkan larutan yang lebih pekat atau ekstrak kental yaitu
menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia dengan
menggunakan etanol 70% sebagai pelarut.
Adapun proses penguapan pada simplisia kunyit adalah pemisahan
ekstrak dari etanol sebagai cairan penyarinya dengan pemanasan yang
dipercepat oleh putaran dari labu, cairan penyari dapat menguap dibawah
titik didihnya disebabkan karena adanya penurunan tekanan. dengan
bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke
kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul & molekul cairan
pelarut murni yang ditampung dalam labu penampung. Prinsip ini
membuat pelarut dapat dipisahkan dari zat terlarut didalamnya tanpa
pemanasan yang tinggi. Penguapan pada rotary evaporator dimaksudkan
untuk mendapatkan.
xxiv
Proses pertama yaitu ekstrasi dengan metode refluks yaitu ekstraksi
dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan
jumlah pelarut yang relative konstan dengan adanya pendinginan balik.
Prosedurnya dengan menimbang simplisia, masukkan ke dalam labu
ekstraksi, masukkan pelarut, dan batu didih untuk mencegah bumping.
Pada saat ekstraksi berlangsung tidak boleh ditinggal karena
dikhawatirkan terjadi bumping, jika hal ini terjadi maka suhu dikecilkan.
Pasan kondensor, nyalakan heating mantle dengan suhu titik didih pelarut
dan tunggu hingga mendidih. Setelah mendidih dihitung waktunga selama
2 jam. Matikan heating mantle, tunggu hingga dingin, hasil refluks
disaring menggunakan kertas saring. Ekstrak cair siap diproses ke tahap
selanjutnya yaitu evaporasi.
Ekstraksi ini menggunakan pelarut etanol 70% yang bersifat polar
karena kurkumin yang akan diisolasi bersifat nonpolar, sehingga senyawa
yang polar akan larut dalam etanol sedangkan senyawa lain tidak larut
dalam etanol tersebut. Pada proses refluks suhu direntang 70℃
dikarenakan bila terlalu tinggi suhu akan terjadinya bumping.
Selanjutnya proses pengentalan ekstrak (evaporasi) tahap 1 yaitu
memasukkan ekstrak kental ke dalam labu ekstraksi, dan set suhu.
Jalankan rotary evaporator, hentikan hingga pelarut menguap sepertiganya.
Hasil ekstrak encer pekat. Pada proses ini menggunakan alat rotary
evaporator, penggunaan alat ini menggunakan suhu 50℃ selama 30 menit
dan didapatkan hasil ekstrak encer pekat. Lalu proses pengentalan ekstrak
(evaporasi) tahap 2 dengan menimbang cawan kosong, tuangkan hasil
eaporasi 1 menggunakan evaporator ke dalam cawan uap. Set suhu,
biarkan hingga ekstrak menjadi kental. Konsistensi kental volume terlihat
stabil dan seperti gulali/krim. Timbang cawan berisi ekstrak kental, untuk
perhitungan rendemen ekstrak.
Proses ini menggunakan alat waterbath yaitu oven atau bisa disebut
penangas air yang fungsi utamanya untuk menciptakan suhu yang konstan,
merupakan wadah yang berisi air yang bisa mempertahakan suhu air pada
kondisi tertentu selama selang waktu yang ditentukan. Yang disebut
xxv
konstan disini, waterbath menggunakan sistem yang dimana suhu yang ada
susah sesuai dan tidak berubah-ubah, hal ini akan memudahkan dalam
proses penguapan itu sendiri. Hasil bobot akhir yaitu 182,0272gr dengan
bobot cawan kosong yaitu 117,3698gr dan bobot ekstrak 4,6574gr dari
bobot cawan akhir dikurangi bobot cawan kosong. % rendemen yaitu
2,024% dengan menghitung bobot ekstrak dibagi bbbobot simplisia
sebesar 230gr dikali 100%.
2. Skrining Fitokimia
Uji skrining fitokimia dilakukan terhadap ekstrak simplisia
rimpang kunyit. Pada praktikum kali ini dilakukan 9 uji yaitu uji
identifikasi terhadap alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan polifenol,
flavonoid, kuinon, triterpenoid dan steroid, monoterpenoid dan
seskuiterpenoid.
Berdasarkan tabel hasil uji skrining fitokimia yang telah dilakukan,
menunjukkan bahwa ekstrak simplisia rimpang kunyit negative tidak
mengandung alkaloid. Alkaloid adalah yang bersifat basa, mengandung
atom nitrogen berasal dari tumbuhan dan hewan (Harborne dan Turner,
1984). Positif mengandung alkaloid ini dibuktikan dengan ditetesi
menggunakan pereaksi Meyer menghasilkan larutan dengan endapan putih
namun ekstrak simplisia rimpang kunyit yang dihasilkan tidak ada
endapan, kemudian dengan penambahan pereaksi Dragendorf hasil yang
didaptkan adalah larutan berwarna coklat yang seharusnya ada endapan.
Pada skrining flavonoid hasil yang didapatkan yaitu positif. Hasil
yang didapatkan yaitu terdapat kuning atau jingga pada lapisan amil
alcohol. Flavonoid yang terdapat dalam rimpang kunyit yaitu curcumin.
Pada teorinya rimpang kunyit positif mengandung flavonoid. Pada
skrining saponin didapatkan hasil buih setelah dilakukan pengocokan kuat
selama 10 detik.
Pada skrining tanin dihasilkan hasil negatif. Larutan yang
dihasilkan seharusnya ada endapan putih namun saat dilakukan praktikum
tidak ada endapan setelah ditetesi gelatin 1%. Pada skrining polifenol
dihasilkan positif. Larutan yang dihasilkan berwarna biru tua atau hijau
xxvi
kehitaman. Positif mengandung polifenol ini dibuktikan dengan pereaksi
FeCl3.
Pada skrining kuinon juga didapatkan hasil yang positif yaitu
terbentuknya larutan berwarna kuning hingga merah. Positif mengandung
kuinon dibuktikan dengan ditetesi NaOH.
Pada Skrining triterpenoid hasil yang didapatkan positif. Hasil
percobaam ini terbentuknya warna ungu. Triterpenoid yang terdapat pada
rimpang kunyit yaitu curcumin. Dibuktikan positif mengandung senyawa
triterpenoid dengan penambahan larutan Lieberman-burchard. Pada
skrining steroid dihasilkan negative. Larutan yang dihasilkan seharusnya
terbentuk warna hijau biru, namun larutan yang dihasilkan berwarna ungu.
Pada skrining monoterpenoid dan seskuiterpenoid hasil yang
didapatkan positif. Hasil yang didapatkan yaitu terbentuknya warna-warni
pada pengujian. Positif monoterpenoid dan seskuiterpen bisa dibuktikan
dengan ditetesi pereaksi anisaldehid-asam sulfat. Pada literatur dinyatakan
bahwa rimpang kunyit mengandung senyawa fitokimia antara lain
flavonoid dan turunan nya, triterpenoid/steroid, alkaloid, tannin, kuinon.
3. Ekstraksi Cair-Cair
Pada praktikum kali ini, telah dilakukan percobaan uji mengenai
fraksinasi senyawa dalam sampel ekstrak rimpang kunyit menggunakan
metode ekstraksi cair-cair. Fraksinasi merupakan proses pemisahan antara
senyawa aktif dalam sampel berdasarkan tingkat kepolaran masing-masing
bahan, dimana dalam prosesnya fraksinasi ini dilakukan menggunakan
lebih dari satu pelarut. Fraksinasi yang dilakukan akan menghasilkan titik
akhir proses berupa fraksi, setelah itu fraksi yang diperoleh akan
dipisahkan dan dilakukan pengujian KLT dengan harapan menunjukan
ketebalan atau intensitas spot yang baik dan jelas.
Sampel yang digunakan dalam percobaan ekstraksi cair-cair berupa
ekstrak rimpang kunyit dengan bobot ekstrak 2 gram yang dihasilkan dari
proses metode reflux. Sedangkan untuk pelarut yang digunakan terdiri dari
tiga sifat kepolaran yang berbeda diantaranya, air sebagai pelarut yang
bersifat polar, N-hexan sebagai pelarut yang bersifat non polar dan etil
xxvii
asetat yang digunakan sebagai pelarut semi polar. Pemilihan pelarut ini
disesuaikan dengan sampel yang dipilih serta mengacu pada hasil litelatur
yang telah didapatkan.
Proses ekstraksi cair-cair ini dilakukan dengan bantuan corong
pisah. Corong pisah digunakan dengan mencampurkan dua fase pelarut
yang memiliki perbedaan kepolaran, kemudian digoyangkan searah untuk
membuat dua fase tersebut tercampur dengan sesekali membuka kran
bagian bawah corong pisah untuk mengeluarkan gas yang ada didalam
corong. Tahapan lanjutan dari proses tersebut yaitu dengan mendiamkan
terlebih dahulu corong pisah dalam posisi tegap vertikal hingga terjadi
pemisahan antara dua fase. Hasil dari perlakuan corong pisah yang
digoyangkan tadi tidak membuat kedua fase didalamnya homogen, karena
masing-masing fase memiliki tingkat kepolaran yang berbeda. Setelah
terjadi pemisahan baru kedua fase dikeluarkan dan disimpan pada bagian
yang berbeda. Pada umumnya senyawa polar akan berada di fase bawah
sedangkan senyawa yang bersifat non polar berada di fase atas. Hal ini
terjadi karena adanya perbedaan berat jenis antar pelarut.
Dalam sampel rimpang kunyit yang digunakan, senyawa target
yang terpilih untuk identifikasi lanjutan adalah curcumin. Curcumin
merupakan suatu senyawa yang biasa dihasilkan dari isolasi kunyit. Selain
itu curcumin juga termasuk kedalam golongan senyawa polifenol.
Proses fraksinasi yang dilakukan dengan tiga pelarut ini
menghasilkan tiga bobot fraksi kental yang berbeda diantaranya fraksi
polar dengan pelarut air menghasilkan bobot sebesar 26,076 gram; fraksi
semi polar dengan pelarut etil asetat menghasilkan bobot sebesar 0,0879
gram; dan fraksi non polar dengan pelarut N-hexan menghasilkan bobot
fraksi sebesar 3,6861 gram. Dari bobot fraksi yang dihasilkan, persentase
Rendemen dapat dihitung secara statistik dengan ketentuan bobot fraksi
per bobot ekstrak dalam persen. Hasil persentase Rendemen fraksi polar,
semi polar, dan non polar berturut-turut adalah 1303,8%; 4,395%; dan
184,3%. Nilai rendemen yang didapat berkaitan dengan banyaknya
kandungan bioaktif yang terkandung. Semakin tinggi rendemen maka
xxviii
semakin tinggi kandungan zat yang tertarik ada pada suatu bahan baku.
Dalam artian pada pristiwa ini persentase senyawa yang tetap ada pada
pelarut polar lebih dominan daripada keterikatannya dengan dua pelarut
lainnya.
Hasil dari tiga pemisahan fraksi yang didapatkan berlanjut pada
tahap pemantauan menggunakan metode KLT. Dimana dalam proses
lanjutan ini terdapat suatu tahapan isolasi senyawa, dalam artian maju
kedalam metode yang semakin mengerucut untuk mendapat satu senyawa
murni dari sampel yang digunakan. Fraksi yang menghasilkan nilai RF
mendekati rentang RF pembanding adalah fraksi yang dipilih untuk
tahapan percobaan selanjutnya.
4. Kromatografi Lapis Tipis Pemantauan Ekstrak
Pada praktikum ini Pengujian Kromatografi Lapis Tipis (KLT),
plat KLT harus diaktivasi terlebih dahulu pada suhu 105◦ C selama 15
menit kemudian disimpan pada desikator sampai plat KLT akan
digunakan, aktivasi plat KLT sendiri bertujuan agar dapat menghilangkan
kelembapan yang teradsorbsi didalamnya. Pemindahan plat KLT yang
sudah di aktivasi harus dipegang pada bagian tepi tanpa meninggalkan
sidik jari agar terhindar dari kotoran yang menempel pada plat KLT.
Kemudian dilakukan penjenuhan Chamber menggunakan kertas
saring yang sudah di aktivasi, lalu tunggu hingga kertas saring terelusi.
setelah chamber dijenuhkan, lakukan penotolan subfraksi pada plat KLT
lalu masukan kedalam chamber yang berisi eluen kloroform methanol
dengan perbandingan (95 : 5) tunggu hingga plat KLT terelusi oleh eluen
hingga tanda batas, apabila plat KLT sudah terelusi maka angkat dan
keringkan. Prinsip kerja dari eluen sendiri akan bergerak melewati fase
diam, dimana fase gerak akan terabsorpsi pada permukaan dan mengisi
ruang plat KLT. Pada pemisahan noda menghasilkan kecepatan yang
berbeda – beda hal tersebut karena zat aktif yang terkandung didalamnya.
Proses berikutnya yaitu visualisasi noda plat KLT pada sinar UV
254 nm dan 366 nm. Pada pemilihan sinar UV yang digunakan yaitu 254
nm dan 366 nm, karena kedua sinar UV ini telah mewakili jenis UV dekat.
xxix
Pada lampu UV 254 nm noda yang tampak berwarna gelap karena yang
berflouresensi adalah lempengnya yang mengandung indikator dan
sampelnya tidak, cahaya yang tampak pada UV 254 nm merupakan emisi
cahaya yang dipancarkan ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat
energi dasar ke tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil
melepaskan energy. Sedangkan pada lampu UV 366 nm warna noda yang
tampak adalah terang atau tampak jelas karena lempengnya tidak
berflouresensi tetapi sampelnya, karena cahaya yang tampak pada UV 366
nm merupakan emisi cahaya yang dipancarkan ketika elektron yang
tereksitasi dari tingkat energi dasar ke lebih tinggi kemudian kembali ke
keadaan semula sambil melepaskan energy, sehingga noda yang tampak
akan terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak
berfluororesensi. Nilai Rf dari Curcuma Rhizhoma dengan pembanding
(95:5) Rf etil asetat dan N-hexan di dapat 0,18 ; 0,322 ; 0,419 ; 0,564 dan
N-hexan 0,17 ; 0,322; 0,645.
5. Kromatografi Kolom
Pada percobaan kromatografi kolom Fase diam nya adalah silica
gel dan fase geraknya adalah hasil impregnasi antara ekstrak dan silica gel.
Langkah pertama yang kami lakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan
yang dibutuhkan. Lalu setelah itu melakukan prosedur yang dimana
pertama tama Siapkan Kolom yang bersih dan kering. Masukan kapas
kedalam kolom kemudian tetesi eluen hingga padat, tambahkan pasir
diatas kapas, kemudian tetesi dengan eluen hingga padat. Lalu tambahkan
adsorben (bubur silica G60) yang telah dibuat, diamkan hingga eluen dari
bubur mengalir keluar, sesekali aduk saat proses pemampatan adsorben,
hingga tidak ada gelembung udara yang terbentuk, setelah mampat,
tambahkan pasir kemudian tetesi eluen lagi hingga padat. Tambahkan
Ekstrak kental dari kunyit yang telah diaduk dengan silica, tambahkan
pasir kembali, kemudian tuangkan eluen, tampung hasil pemisahan
menggunakan vial. Ganti vial ketika terjadi perubahan warna lalu tambah
eluen secara berkelanjutan, jangan biarkan kolom kering (akan terjadi
Cracking),titik akhir saat hasil pemisahan kembali bening, lakukan
xxx
pemantauan subfraksi menggunakan KLT. Dan dimana pada kelompok
kami hasil vial yang di dapat yaitu 25 vial.
6. KLT Sub-Fraksi
Untuk selanjutnya yaitu pemantauan fraksi dengan menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT), sampel yang digunakan adalah ekstrak
kental, fraksi polar, fraksi semi polar, dan fraksi non-polar, eluen yang
digunakan adalah Kloroform : Metanol (95:5), alasan penggunaan eluen
tersebut adalah bersdasarkan pada Farmakope Herbal Indonesia Edisi II,
dari percobaan tersebut nilai Rf yang paling baik dan sesuai dengan Rf
pembanding FHI terdapat pada fraksi polar, yaitu nilai Rf nya adalah 0,63,
berdasarkan dari hasil tersebut maka fraksi polar yang akan dilanjutkan
pada tahap selanjutnya yaitu Kromatografi Kolom (KK)
Kromatografi Kolom pada percobaan ini menggunakan
Kromatografi Kolom Konvensional yang berarti mengandalkan gaya
gravitasi untuk membuat eluat turun. Kemudian pengemasan dilakukan
dengan cara basah, yaitu dengan cara silica gel dibuat suspense terlebih
dahulu sebelum dimasukan ke dalam kolom. Sampel yang digunakan yaitu
menggunakan ekstrak kental kunyit, alasan menggunakan ekstrak kental
ini dikarenakan fraksi polar yang seharusnya digunakan bobotnya tidak
mencapai minimal bobot yang harus digunakan dalam kromatografi kolom
yaitu 2g. Fase gerak atau eluen yang digunakan berdasarkan Farmakope
Herbal Edisi II yaitu kloroform : methanol (95:5), sedangkan fase diamnya
yaitu menggunakan silica gel 60 F, akan tetapi sebelum digunakan silica
gel terlebih dahulu harus di aktivasi dengan cara mengoven pada suhu 105
℃ selama 15-30 menit, selain silica gel pasir yang akan digunakan pada
kolom juga harus di aktivasi, tujuannya yaitu agar nantinya silica gel dan
pasir tidak menyerap eluen. Proses kromatografi kolom ini berjalan cukup
lama yaitu sekitar 2 minggu, dikarenakan metode yang digunakan adalah
metode konvensional yang hanya mengandalkan tekanan dan gravitasi.
Sub-fraksi yang keluar dari kolom di tampung menggunakan vial
yang sudah di kalibrasi, dan dipisahkan berdasarkan warna, proses
kromatografi kolom dihentikan ketika warna sub-fraksi yang keluar sama
xxxi
dengan warna sub-fraksi yang pertama keluar, dan dari hasil percobaan
kromatografi kolom ekstrak kental kunyit ini diperoleh 25 vial dengan
warna yang berbeda-beda (kuning muda, jingga, coklat) setelah di peroleh
sub-fraksi ini selanjutnya sub-fraksi dilakukan pemantauan kembali
dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Sebelum dilakukan Pengujian Kromatografi Lapis Tipis (KLT),
plat KLT harus diaktivasi terlebih dahulu pada suhu 105◦ C selama 15
menit kemudian disimpan pada desikator sampai plat KLT akan
digunakan, aktivasi plat KLT sendiri bertujuan agar dapat menghilangkan
kelembapan yang teradsorbsi didalamnya. Pemindahan plat KLT yang
sudah di aktivasi harus dipegang pada bagian tepi tanpa meninggalkan
sidik jari agar terhindar dari kotoran yang menempel pada plat KLT.
(Lestyo, 2011)
Kemudian dilakukan penjenuhan Chamber menggunakan kertas
saring yang sudah di aktivasi, lalu tunggu hingga kertas saring terelusi.
setelah chamber dijenuhkan, lakukan penotolan subfraksi pada plat KLT
lalu masukan kedalam chamber yang berisi eluen (kloroform : methanol,
95 : 5) tunggu hingga plat KLT terelusi oleh eluen hingga tanda batas,
apabila plat KLT sudah terelusi maka angkat dan keringkan. Prinsip kerja
dari eluen sendiri akan bergerak melewati fase diam, dimana fase gerak
akan terabsorpsi pada permukaan dan mengisi ruang plat KLT. Pada
pemisahan noda menghasilkan kecepatan yang berbeda – beda hal tersebut
karena zat aktif yang terkandung didalamnya. (Lestyo, 2011)
Proses berikutnya yaitu visualisasi noda plat KLT pada sinar UV
254 nm dan 366 nm. Pada pemilihan sinar UV yang digunakan yaitu 254
nm dan 366 nm, karena kedua sinar UV ini telah mewakili jenis UV dekat.
Pada lampu UV 254 nm noda yang tampak berwarna gelap karena yang
berflouresensi adalah lempengnya yang mengandung indikator dan
sampelnya tidak, cahaya yang tampak pada UV 254 nm merupakan emisi
cahaya yang dipancarkan ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat
energi dasar ke tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil
melepaskan energy. Sedangkan pada lampu UV 366 nm warna noda yang
xxxii
tampak adalah terang atau tampak jelas karena lempengnya tidak
berflouresensi tetapi sampelnya, karena cahaya yang tampak pada UV 366
nm merupakan emisi cahaya yang dipancarkan ketika elektron yang
tereksitasi dari tingkat energi dasar ke lebih tinggi kemudian kembali ke
keadaan semula sambil melepaskan energy, sehingga noda yang tampak
akan terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak
berfluororesensi. (Lestyo, 2011)
Yang terakhir akan dilakukan penyemprotan dengan menggunakan
FeCl3 10%, penampak bercak FeCl3 akan bereaksi terhadap gugus
hidroksi pada senyawa fenol. Konsentrasi FeCl3 yang digunakan adalah
10% karena jika konsentrasinya terlalu pekat maka dapat merusak
lempeng namun jika konsentrasinya terlalu rendah maka kemampuan
pemutusan ikatannya tidak maksimal. Deteksi senyawa fenol dengan
penambahan penampak bercak FeCl3 akan menimbulkan warna hijau,
merah, coklat, ungu, biru, atau hitam yang kuat. setelah dilakukan
penyemprotan dengan penampak bercak FeCl3 10%, pada vial 1 -3 tidak
memliki bercak sedangkan pada vial nomor 4 – 24 mempunyai bercak
berwarna coklat muda sehingga kemungkinan mengandung senyawa fenol
namun dengan kadar yang kecil. (Min, 2016)
Nilai Rf dari Curcuma Rhizhoma yaitu 0.62, sehinga hasil yang
mendekati nilai tersebut berada pada subfraksi vial 15 (0,28 ; 0,26 ; 0,63)
dan 16 (0,11 ; 0,26 ; 0,62).
7. KLT Preparatif
Pada praktikum selanjutnya yang dilakukan yaitu kromatografi
lapis tipis preparatif (KLTP). Tujuan dari KLTP untuk melakukan isolasi
terhadap senyawa-senyawa tunggal yang ada pada subfraksi yang dipilih,
pengambilan senyawa hasil KLTP dengan melakukan pengerokan
terhadap bercak yang tebentuk dan dipisahkan antara bagian atas
(substansi A), bagian tengah (substansi B), dan bagian bawah (substansi
C). KLTP (kromatografi lapis tipis preparatif) merupakan salah satu
metode pemisahan yang memerlukan peralatan yang sangat sederhana
dengan biaya yang murah.
xxxiii
Pada percobaan ini sampel sub fraksi yang digunakan yaitu ada
pada sub fraksi nomor 15, eluen yang digunakan yaitu kloroform : metanol
(95:5) sama seperti pada saat melakukan KLT biasa sebelumnya yang
berdasarkan pada FHI Edisi II.
Hasil pengamatan yang dilakukan didapatkan 3 rambat bercak
yang berbentuk pita dengan warna yang berbeda dan nilai Rf yang
berbeda. Pada rambat bercak yang pertama berwarna kuning dengan nilai
Rf 0,13 , kemudian rambat bercak yang kedua berwarna jingga tua dengan
nilai Rf 0,35 , untuk rambat bercak yang ketiga yaitu berwarna jingga
dengan nilai Rf 0,60. Berdasarkan hasil yang di dapat dari ketiga spot
bercak pada plat kltp, dilakukan pemilihan spot sesuai nilai Rf yang
mendekati dengan nilai Rf yang tertera pada FHI Edisi II yaitu 0,62 ,
sampel yang mendekati nilai Rf tersebut ada pada sampel nomor 3 atau
spot yang ketiga. Dari ketiga spot tersebut dilakukan pengerokan dan
dilarutkan menggunakan eluen didalam kuvet sehingga terjadi pemisahan
senyawa kembali.
8. Kromatografi Lapis Tipis 2 Dimensi (KLT 2d)
KLT 2 arah atau 2 dimensi merupakan cara yang memungkinkan
pemakaian lapisan fase diam yang lebih luas untuk memisahkan campuran
yang mengandung banyak komponen.
Adapun prinsip dari KLT multi eluen dan KLT 2 dimensi yaitu partisi dan
adsorbsi dimana partisi adalah pemisahan senyawa kimia dari
komponennya dan adsorbsi adalah penyerapan pada permukaan silika gel
yang dibantu dengan eluen atau fase gerak.
Adapun keuntungan dari penggunaan metode KLT 2 dimensi dan
multieluen adalah untuk mendapatkan resolusi yang baik dari hasil KLT.
Memfokuskan zona pemisahan, biaya yang diperlukanlebih murah dan
pengerjaannya sederhana sedangkan kekurangannya adalah membutuh
ketekunan dan kesabaran yang ekstra untuk mendapatkan bercak/noda
yang diharapkan, butuh sistem trial and eror untuk menentukan sistem
eluen yang cocok dan memerlukan waktu yang cukup lama jika dilakukan
secara tidak tekun.
xxxiv
Pada praktikum ini kita menggunakan pertama kita melakukan
KLT multi eluen disiapkan alat dan bahan, dibuat lempeng KLT dengan
ukuran 4 x 4 cmn lalu dibuat eluen Kloroform : Metanol dengan 2
perbandingan 95:5 dan 6:4 dalam 3 mL kemudian dimasukkan ke dalam
chamber dan dijenuhkan dengan cara mengoyang-goyangkan chamber,
setelah itu ditotolkan sampel dari hasil isolat KLTP. Setelah itu dielusi dan
kemudian dilihat pada sinar tampak, Uv 254 nm dan UV 366 nm.
Alasan digunakan 2 eluen untuk mengetahui eluen mana yang
efektif atau paling bagus dalam pemisahannya dalam menghasilkan
senyawa kimia yang murni sehingga digunakan 2 eluen yang berbeda-
beda.
Pada praktikum 2 dimensi disiapkan lempeng KLT dengan ukuran
4 x 4 cm dan setelah itu kita kita menotolkan sampel isolat pada lempeng
dan di elusi menggunakan eluen yang digunakan pada KLT 2 dimensi
dengan eluen Kloroform : metanol (6:4) setelah itu dilihat dibawah UV
254 nm dan Uv 366 nm setelah itu lempeng dielusi kembali dengan
lempeng diputar 90 0 setelah itu dilihat UV 254 nm dan UV 366 nm. Dan
alasan penjenuhan chamber untuk menghilangkan uap air didalam
chamber agar nantinya tidak mempengaruhi perambatan noda pada
lempeng, dan agar tekanan yang ada didalam chamber tidak
mempengaruhi proses perambatan noda dengan adanya penjenuhan
chamber. Alasan kenapa diputar 90 0
untuk memperpanjang noda yang
dihasilkan agar isolat yang dihasilkan lebih banyak.
Alasan digunakan lampu UV 254 nm ialah untuk pengamatan pada
lempeng atau dikatakan untuk melihat flouresensi pada lempeng.
Mekanisme kerja pada UV 254 nm ialah terjadinya flouresensi pada
lempeng ini dikarenakan cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya
yang dipancarkan oleh komponen tersebut. Sehingga ketika elektron
tereksitasi yakni perubahan suatu energi rendah ketingkat energi tinggi ini
dapat menyebabkan energi yang dihasilkan akan terlepas. Dan alasan
digunakan lampu UV 366 nm ialah untuk menampakkan nodanya atau
dikatakan untuk melihat flouresensi pada noda.
xxxv
9. Spektrofotometri IR
Spektrofotometri adalah salah satu teknik analisis fisiko-kimia
yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi
elektromagnetik (REM). Pada prinsipnya interaksi radiasi elektromagnetik
dengan molekul akan menghasilkan satu atau dua macam dari tiga
kejadian yang mungkin. Ketiga kejadian yang mungkin terjadi sebagai
akibat interaksi atom molekul dengan radiasi elektomagnetik berupa
hamburan (scattering), absorpsi (absorption) dan emisi (emission) radiasi
elektromagnetik oleh atom atau molekul yang diamati.
Spektroskopi inframerah merupakan suatu metode mengamati
interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada
daerah panjang gelombang 0.75 – 1.000 µm atau pada bilangan gelombang
13.000 – 10 cm−1. Daerah pada spektrum inframerah di atas 1200 cm-1
menunjukkan pita spektrum atau puncak yang disebabkan oleh getaran
ikatan kimia atau gugus fungsi dalam molekul yang ditelaah (Harborne
1987).
Hasil Spektrofotometri IR menuturkan bahwa puncak lebar yang
terdapat pada 3354 cm-1 dan puncak yang tajam pada 2919 cm-1
menunjukkan adanya gugus OH. Puncak yang kuat pada 1510 cm-1
menunjukkan karakter dominan dari campuran C=C dan C=O. Pitu kuat
juga ditunjukkan pada 1589 cm-1 menunjukkan getaran regangan cincin
aromatik simetris C=C ring. Puncak 1053 cm-1 ditunjukkan sebagai C=O.
Puncak 792 cm-1 menunjukkan getaran cis-CH cincin aromatik.
Berdasarkan data interprestasi menunjukkan bahwa Data spektrum
IR tersebut menunjukan bahwa isolate kristal yang diperoleh memiliki
keseusaian gugus fungsi senyawa curcumin. Hal ini menunjukkan bahwa
senyawa curcumin terdapat pada senyawa tersebut.
Gugus fungsi yang ditentukan dari hasil panjang gelombang IR
hasil penelitian isolat murni merupakan gugus fungsi yang terdapat pada
senyawa polifenol. Dengan daerah spektra yang terbaca berkisar antara
3000-700 cm-1 dan termasuk dalam IR tengah. Sehingga isolat murni
yang didapatkan pada hasil penelitian dapat diduga merupakan senyawa
xxxvi
Polifenol, yang ditandai dengan adanya gugus fungsi -OH terikat, CH
alifatik, C=O karbonil, C=C aromatik, CO alkohol, dan CH aromatik.
xxxvii
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa pada praktikum ini dihasilkan isolat senyawa curcumin berwarna
kuning dari simplisia rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.), yang
dibuktikan dengan identifikasi secara skrining fitokimia positif flavonoid
berwarna kuning, positif kuinon berwarna kuning hingga merah, positif
triterpenoid berwarna ungu, positif monoterpenoid dengan hasil warna warni,
dan positif polifenol yang merupakan senyawa target, KLT fraksi etilasetat
dengan RF 0.54 , KLT 2 dimensi menghasilkan 1 spot berwarna kuning dan
FT-IR dengan ciri khas teridentifikasinya gugus OH fenol di gelombang ke
3354 dan 2919.
5.2 Saran
Perlu di lakukan penelitian lebih lanjut mengenali validasi atau
penetapan kemunian senyawa target yang kami cari, dengan metode
Spektrofotometri yang lebih lengkap.
Untuk itu disarankan untuk dilakukannya penelitian lanjutan terhadap
tanaman-tanaman yang telah dianalisis ini, baik itu isolasi, pemurnian,
maupun uji hayati terhadap senyawa aktifnya sehingga nantinya dapat
diaplikasikan pada bidang-bidang ilmu lain seperti kedokteran, pertanian,
farmasi dan lain-lain.
xxxviii
DAFTAR PUSTAKA
Creswell, C.J., O.A. Runquist & M.M. Campbell. 2005. Analisis Spektrum
Senyawa Organik. Edisi ke-2. Terjemahan: Kokasih Padmawinata dan Ny.
Iwang Soediro. Bandung: ITB
Departemen Kesehatan RI. 1989. Materia Medika Indonesia Jilid IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Djamil, R dan Anelia, T., 2009, Penapisan Fitokimia, Uji BSLT dan uji
Antioksidan Ekstrak Metanol beberapa jenis Papilionaceae, Jurnal Ilmu
Kefarmasian Indonesia, Vol. 7 No. 2 Hal 65-71
Farnworth, N., dkk, 1995. Cara Kromatografi Preparatif. Bandug: Penerbit ITB
Fira, M. (2015). partisi ekstrak cair-cair & cair padat. Makassar: Universitas
Hasanudin.
Faridah Abbas Farida. (2005). Phytocemical and Biologycal Activity Studies of
Cosmos Caudatus and Curcuma Mangga and the online Characterization
of Bioactive Fraction from Melicope Ptelefolia. Disertation, Uni P.M.
Malaysia.
Gritter, R.J., Bobbit, J.M., dan Swharting, A.E. 1991. Pengantar Kromatografi.
Edisi Kedua. Bandung: ITB.
xxxix
Mulyani, M, Bustanol A,. Hazil N 2013. Uji Antioksidan dan isolasi senyawa
metabolit sekunder dari daun srikaya (Annona Squamosa,1) jurnal kimia
unand. Volume 2 Nomor 1 Maret 2014.
Sari, Jayanti Fonda. 2011. “Penerapan Metode Kromatografi Lapisan Tipis (KLT)
untuk membedakan Curcuma domestica Val., Curcuma xanthorrhiza
Roxb., Curcuma zedoaria Rosc., Curcuma mangga Val. & van Zijp.,
Curcuma aeroginosa Roxb. dalam campuran.” Fakultas Farmasi
Universitas Airlangga, 1–108.
xl
LAMPIRAN
xli
Flavonoid simplisia (+) Flavonoid ekstrak (+) Triterpen(liebermen) (+)
Mono&seskui(anisaldehid)
(+)
LAMPIRAN SKRINNING FITOKIMIA
xlii
Tunggu hingga Bobot ekstrak Bobot cawan+ekstrak
membentuk 2 fase n-hexan
Bobot cawan + ekstrak Bobot cawan kosong etil Bobot cawan kosong air
air asetat
xliii
Hail vial no. 21-25 Hasil semua vial
LAMPIRAN KLT SUBFRAKSI
Hasil uv 366 2-5 Hasil uv 254 2-5 Hasil KLT sinar tampak 2-5
Hasil uv 366 6-9 Hasil uv 254 6-9 Hasil KLT sinar tampak 6-9
Hasil uv 366 10-13 Hasil uv 254 10-13 Hasil KLT sinar tampak 10-
13
Hasil uv 366 14-17 Hasil uv 254 14-17 Hasil KLT sinar tampak 14-
17
xliv
Hasil uv 366 18-21 Hasil uv 254 18-21 Hasil KLT sinar tampak 18-
21
Hasil uv 366 22-25 Hasil uv 254 22-25 Hasil KLT sinar tampak 22-
25
LAMPIRAN KLT PREPARATIF
xlv
Hasil sinar tampak eluen Hasil sinar uv 245 eluen Hasil sinar uv 366 eluen 1
1 1
Hasil sinar tampak eluen Hasil sinar uv 254 eluen Hasil sinar uv 366 eluen 2
2 2
LAMPIRAN SPEKTRO INFRA RED
xlvi