Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA PERTEMUAN 4

SKRINING FITOKIMIA EKSTRAK

OLEH:
I GUSTI AYU PUSPASARI 2209484010103
I KADEK EDI ERAWAN 2209484010104
I KETUT ARYADI 2209484010105
I KETUT ADI PUTRA 2209484010106
I KOMANG SUDA DIATMIKA 2209484010107
I MADE ARDIKAYASA 2209484010108

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2023
SKRINING FITOKIMIA EKSTRAK

I. Tujuan Praktikum
Memahami metode dan mampu melakukan analisis golongan senyawa kimia
dalam tumbuhan secara reaksi tabung.
II. Teori Dasar
Dalam mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder dalam suatu ekstrak
atau simplisia, dapat dilakukan melalui tahapan skrining fitokimia. Skrining fitokimia
dilakukan untuk mengetahui kandungan kelompok senyawa metabolit sekunder dalam
ekstrak secara kualitatif. Skrining fitokimia merupakan suatu metode yang digunakan
untuk mempelajari komponen senyawa aktif yang terdapat pada sampel, yaitu mengenai
struktur kimianya, biosintesisnya, penyebarannya secara alamiah dan fungsi biologisnya,
isolasi dan perbandingan komposisi senyawa kimia dari bermacam-macam jenis tanaman.
Hasil skrining fitokimia menunjukkan hasil positif (+) ditandai dengan perubahan warna
atau terbentuknya endapan atau terbentuknya busa setelah penambahan reagen pada
ekstrak uji. Sedangkan hasil negatif (-) ditandai dengan tidak adanya perubahan warna
atau terbentuknya endapan atau terbentuknya busa setelah penambahan reagen pada
ekstrak uji
(Agustina, et al, 2016).
2.1 Senyawa Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa organik yang paling banyak ditemukan, karena
sebagian besar zat alkaloida berasal dari tanaman. Pada umumnya alkaloida memiliki
satu buah atom nitrogen atau lebih dengan sifat basa sehingga disebut alkaloid. Alkaloid
berfungsi untuk pelindung tanaman dari penyakit, serangan hama, sebagai pengatur
perkembangan, dan sebagai basa mineral untuk mengatur keseimbangan ion pada
bagian-bagian tanaman, alkaloida yang ditemukan dan dihasilkan oleh tanaman termasuk
dalam bagian kelompok metabolit sekunder (Maniur dan Reinhard, 2017). Berdasarkan
dengan kerangka karbonnya, alkaloid diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Alkaloid sebenarnya (True alkaloid)
Alkaloid jenis ini memiliki kerangka cincin heterosiklik yang mengandung atom nitrogen.
Biosintesis alkaloid jenis ini berasal dari asam amino-asam amino. Contoh: Atrophine,
Nicotine, Morphine
2. Protoalkaloid
Alkaloid jenis ini tidak memiliki cincin heterosiklik yang mengandung atom nitrogen
dan merupakan turunan dari asam amino Contoh: Ephedrine, mescaline, adrenaline

3. Pseudoalkaloid
Alkaloid jenis ini mengandung cincin heterosiklik yang mengandung atom nitrogen,
namun bukan merupakan turunan dari asam amino Contoh: Caffeine, theobromine,
theophylline

Dalam melakukan pengujian terhadap alkaloid dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a. Pereaksi Dragendorff, hasil positif memberikan warna kuning kecoklatan dengan latar
belakang warna kuning dari pereaksi
b. Pereaksi Iodoplatinat, hasil positif memberikan warna yang beragam
c. Pereaksi Marquis, hasil positif memberikan warna kuning hingga ungu.
2.2 Senyawa Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder penting pada tumbuhan.
Flavonoid merupakan kelompok polifenol dan diklasifikasikan berdasarkan struktur kimia
serta biosintesisnya (Seleem et al., 2017). Struktur dasar flavonoid terdiri dari dua gugus
aromatik yang digabungkan oleh jembatan karbon (C6-C3-C6). Secara umum klasifikasi
flavonoid terdiri dari flavon, flavonol, flavanol, flavanone, ansotianidin, dan kalkon.
Klasifikasi flavonoid ini tergantung pada perbedaan substitusi struktur flavonoid dan
perbedaan ini menyebabkan aktivitas farmakologi yang beragam. Perbedaan aktivitas
farmakologi flavonoid diantaranya adalah sebagai anti-inflamasi, anti-oksidan, anti-
diabetes, dan anti-bakteri.
a. Kalkon

b. Flavon

c. Flavonol

d. Antosianin

e. Isoflavon
2.3 Senyawa Triterpenoid/Steroid
Triterpenoid adalah senyawa metabolit sekunder turunan terpenoid yang kerangka
karbonnya berasal dari enam satuan isoprena (2-metilbuta-1,3-diene) yaitu kerangka
karbon yang dibangun oleh enam satuan C5 dan diturunkan dari hidrokarbon C30
asiklik, yaitu skualena. Terpenoid adalah turunan terdehidrogenasi dan teroksidasi dari
senyawa terpen. Terpen adalah kelompok hidrokarbon, terutama diproduksi oleh
tumbuhan dan beberapa hewan seperti serangga. Rumus molekul terpena adalah
(C5H8)n. Terpenoid disebut juga isoprenoid. Hal ini karena kerangka karbonnya sama
dengan senyawa isoprena. Secara kimia, terpenoid adalah campuran unit isoprena, yang
dapat berupa rantai terbuka atau siklik, dan dapat mengandung ikatan rangkap, gugus
hidroksil, gugus karbonil, atau gugus fungsional lainnya. Adapun turunan dari senyawa
terpenoid yaitu triterpenoid. Steroid adalah golongan triterpenoid yang mengandung inti
siklopentana perhidrofenantrena, yang terdiri dari tiga cincin sikloheksana dan satu
cincin siklopentana. Steroid memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan
garam, mengendalikan metabolisme dan meningkatkan fungsi organ seksual dan
perbedaan fungsi biologis lainnya antara jenis kelamin. Steroid pada tanaman telah
menunjukkan efek penurun kolesterol dan anti kanker.
Perbedaan steroid dan terpenoid terletak pada molekul penyusunnya dan
keberadaannya di alam. Steroid dan terpenoid termasuk ke dalam golongan lipid. Lipid
merupakan kelompok senyawa biomolekul yang mempunyai berbagai macam fungsi.
Steroid dan terpenoid merupakan jenis lipid yang tidak terhidrolisis (Nasrudin, 2017).
2.4 Senyawa Tanin
Tanin adalah suatu senyawa fenolik yang memberikan rasa pahit dan sepat/kelat,
dapat bereaksi dan menggumpalkan protein atau senyawa organic lainnya yang
mengandung asam amino dan alkaloid. Tanin dikelompokkan menjadi dua bentuk
senyawa yaitu:
1. Tanin Terhidrolisis
Tanin dalam bentuk ini adalah tannin yang terhidrolisis oleh asam atau enzim
menghasilkan asam galat dan asam elagat. Secara kimia, tannin terhidrolisis dapat
merupakan ester atau asam fenolat. Asam galat dapat ditemukan dalam cengkeh
sedangkan asam elagat ditemukan dalam daun Eucalyptus. Senyawa tannin bila
direaksikan dengan feri klorida akan menghasilkan perubahan warna menjadi biru atau
hitam.
2. Tannin terkondensasi
Tanin jenis ini resisten terhadap reaksi hidrolisis dan biasanya diturunkan dari senyawa
flavonol, katekin, dan flavan-3,4-diol. Pada penambahan asam atau enzim, senyawaan ini
akan terdekomposisi menjadi plobapen.
Identifikasi Tanin dapat dilakukan dengan cara:
1. Diberikan larutan FeCl3, berwarna biru tua/hijau violet/hitam kehijauan.
2. Ditambahkan Kalium Ferrisianida + amoniak, berwarna coklat.
3. Diendapkan dengan garam Cu, Pb, Sn, dan larutan Kalium Bikromat, berwarna coklat
2.5 Senyawa Saponin
Saponin merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam
tanaman. Menurut (Dumanau dkk, 2015) jenis senyawa ini tergolong kelompok
komponen organik yang memiliki kapasitas steroid yang baik. Semua organ tumbuhan
seperti buah, bunga, daun, batang dan akar dapat ditemukan senyawa metabolic sekunder
saponin. Struktur molekul saponin yang terdiri dari rangkaian atom C dan H membuat
senyawa ini memiliki aktivitas biologis sebagai anti bakteri yang pada umumnya
diaplikasikan dalam pembuatan sabun (Adawiyah, 2012). Saponin dapat dikembangkan
dalam berbagai bidang seperti bidang pertanian, industri kosmetik, sampo, makanan
maupun obatobatan. Senyawa saponin diaplikasikan dalam dunia obat-obatan karena
diketahui memiliki aktifitas sebagai obat antifungal, antibakteri serta anti tumor (Bintoro
dkk, 2017). Pengujian identifikasi saponin yang sederhana ialah dengan mengocok
ekstrak alkohol-air dari tumbuhan dalam tabung reaksi. Reaksi pengenalan saponin ini
didasarkan pada sifatnya yang mampu memberikan busa pada pengocokan dan persistein
pada penambahan sedikit asam atau pada pendiaman.
2.6 Senyawa Kuinon
Senyawa kuinon umumnya merupakan turunan para benzokuinon. Pengenalan
senyawa ini didasarkan pada kemampuannya membentuk garam berwarna antara
hidrokuinon dengan larutan alkali kuat (NaOH atau KOH). Untuk memastikan adanya
suatu pigmen termasuk kuinon atau bukan, reaksi warna sederhana masih tetap berguna.
Reaksi yang khas ialah reduksi bolak balik yang mengubah kuinon menjadi senyawa
tanwarna, kemudian warna kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara.
III. Prosedur
III.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah:
Ekstrak, aquades, alkohol klorhidrat, amil alkohol, serbuk Mg, Pereaksi Dragendorff,
Pereaksi mayer, larutan FeCl3 1%, Pereaksi Liebermann Burchard, larutan NaOH 1N.
3.2 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah:
Tabung reaksi, pipet tetes, kertas saring, corong, beker glass, kaca arloji, cawan porselin,
pembakar spiritus, kaki tiga.
3.3 Prosedur
IV. Hasil Pengamatan
Golongan Metoda ekstraksi Pereaksi Pengamatan Reaksi Hasil Dokumentasi Kegiatan
Kimia
Positif Pengamatan
Alkaloid 500 mg ekstak + 1 ml  3 ml larutan Terbentuk endapan (+)
HCl 2N, + 9 ml air, dimasukkan ke dalam oranye/merah coklat
panaskan di atas tabung reaksi,
penangas air selarna 2 ditambah 2 tetes
menit, dinginkan dan pereaksi Dragendorff
saring. Keterangan:
Pengujian alkaloid dengan dengan kontrol dan pereaksi
Dragendorff menunjukkan hasil yang positif ditandai dengan
endapan merah coklat

 3 ml larutan Terbentuk endapan (+)


dimasukkan ke dalam putih atau kuning yang
tabung reaksi, larut dalam metanol
ditambah 2 tetes
pereaksi Mayer.

Keterangan:
Pengujian alkaloid dengan kontrol dan alkaloid dengan
perekasi Mayer menunjukkan hasil yang positif ditandai
dengan terbentuk endapan putih kuningan
Golongan Metoda ekstraksi Pereaksi Pengamatan Reaksi Hasil Dokumentasi Pengamatan
Kimia
Positif Pengamatan
Flavonoid 500 mg ekstrak + 50 ml 3 ml lar. + 0,3 g serbuk Terbentuk warna dalam (+)
air panas, didihkan (lempeng) Mg + 1 ml amil alkohol (merah,
selama 5 menit, saring, alkohol klorhidrat kuning atau jingga)
filtrat digunakan untuk (campuran HCl 37% dan
percobaan berikutnya. etanol 95% dengan
volume sama), +2 mL
Keterangan:
amil alkohol, kocok kuat- Pengujian flavonoid dengan pereaksi campuran HCl 37% dan
kuat, biarkan memisah etanol 95% positif mengandung flavonoid, ditandai
dengan terbentuk warna kuning
Saponin Digunakan filtrat yang 10 ml larutan Terbentuk busa yang (+)
diperoleh pada uji
dimasukkan ke dalam stabil selama tidak
flavonoid.
tabung reaksi, dikocok kurang dari 10 menit,
vertikal selama 10 detik. setinggi 1 cm sampai 10
cm. Pada penambahan 1
tetes asam klorida 2 N,
busa tidak hilang
Keterangan:
Pengujian saponin setelah dikocok secara vertikal selama 10
menit dan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N,
menunjukkan hasil yang positif ditandai dengan busa tidak
hilang pada tabung reaksi..
Golongan Metoda ekstraksi Pereaksi Pengamatan Reaksi Hasil Pengamatan Dokumentasi
Kimia
Positif
Tanin Digunakan filtrat yang Ke dalam masing-masing Terbentuk larutan (+)
diperoleh pada uji
3 ml larutan tambahkan berwarna hijau
flavonoid.
beberapa tetes larutan violet/hijau kecoklatan
FeCl3 1% (tanin terkondensasi)
atau biru kehitaman
(tanin terhidrolisis)

Keterangan:
Pengujian tanin menunjukkan hasil yang positif,
ditandai dengan hijau kecokelatan

Golongan Metoda ekstraksi Pereaksi Pengamatan Reaksi Hasil Pengamatan Dokumentasi


Kimia Positif
Kuinon Digunakan filtrat yang Sebanyak 3 ml larutan di Terbentuk larutan (+)
diperoleh pada uji
masukkan ke dalam berwarna merah
flavonoid.
tabung reaksi, tambahkan
beberapa tetes larutan
NaOH 1N

Keterangan:
Pengujian kuionon menunjukkan hasil yang
positif ditandai dengan terbentuk larutan berwarna
merah
Triterpenoid/ 50 mg ektrak Ke dalam residu Terbentuk warna merah (+)
Steroid dimasukkan ke dalam
ditambahkan 2-3 tetes jingga/ungu
erlenmeyer, di tambah
20 ml N-heksana, mulut pereaksi Liebermann (triterpenoid) atau
erlenmeyer ditutup
Burchard hijau-biru (steroid)
dengan aluminium foil,
erlenmeyer
digoyangkan selama 30
menit, kemudian
disaring ke dalam
cawan penguap, biarkan
pelarut N-heksan Keterangan:
menguap, hingga Pengujian triterpenoid/steroid
tinggal residu. menunjukkan hasil positif mengandung
triterpenoid
V. Pembahasan
Pada praktikum pertemuan kali ini dilakukan percobaan skrining fitokimia. Pada
praktikum kali ini sampel yang digunakan adalah rimpang temu hitam atau yang biasa
dikenal pula dengan rimpang ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) Adapun tujuan
dilakukannya praktikum kali ini adalah untuk mengetahui metode, mampu melakukan
analisis golongan senyawa kimia dalam tumbuhan secara reaksi tabung dan mengetahui
senyawa apa saja yang terkandung di dalam ekstrak temu ireng. Pada penelitian yang
dilakukan oleh (Rika, 2020), berdasarkan hasil skrining fitokimia serbuk simplisia
rimpang temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb) terdapat kandungan senyawa alkaloid,
flavonoid, saponin, tanin dan steroid/triterpenoid.
1. Skrining Fitokimia Senyawa Alkaloid
Skrining fitokimia senyawa alkaloid pada ekstrak temu ireng, menggunakan HCl
2N yang bertujuan untuk menarik alkaloid dari dalam simplisia, alkaloid bersifat basa
sehingga dengan penambahan HCl akan terbentuk garam, lalu dipanaskan dengan tujuan
memecahkan ikatan antara alkaloid yang bukan dalam bentuk garamnya, lalu
didinginkan, kemudian dilakukan reaksi pengendapan dengan menggunakan pereaksi.
Pengujian alkaloid dapat dilakukan dengan menggunakan 3 pereaksi, yaitu mayer,
dragendorff, dan bouchardat. Hasil positif senyawa alkaloid pada pereaksi mayer
ditunjukkan dengan terbentuknya endapan putih hingga kekuningan. Senyawa alkaloid
akan berinteraksi dengan ion tetraiodomerkurat (II) sehingga membentuk senyawa
komplek dan mengendap. Hal ini dikarenakan ion merkuri merupakan ion logam berat
yang mampu mengendapkan senyawa alkaloid yang bersifat basa. Pada pereaksi
dragendorf, senyawa alkaloid ditunjukkan dengan terbentuk endapan merah bata.
Sedangkan jika suatu senyawa mengandung alkaloid, maka pada pengujian dengan
reagen Dragendorff akan membentuk endapan berwarna coklat orange, atau jingga,
karena senyawa alkaloid akan berinteraksi dengan ion tetraiodobismutat (III). Hasil
positif pada uji bauchardat ditandai dengan terbentuknya endapan coklat. Endapan yang
terbentuk terjadi karena adanya ikatan kovalen koordinasi antara ion logam K+ dengan
alkaloid sehingga terbentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap (Nafisah et al,
2014).
Pada praktikum kali ini hanya menggunakan dua pereaksi yaitu pereaksi mayer dan
dragendorf. Pada percobaan dengan menggunakan pereaksi Mayer diperoleh hasil positif
dengan terbentuknya endapan putih atau kuning. Sedangkan pada penambahan pereaksi
Dragendorff diperoleh hasil yang positif dengan terbentuknya merah kecokelatan. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Lia Marliani et al., 2021) bahwa
pada identifikasi alkaloid ekstrak temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.), menunjukkan
hasil positif mengandung senyawa alkaloid dengan terbentuknya endapan merah
kecokelatan pada penambahan pereaksi Dragendorff dan terbentuknya endapan kuning
jingga pada penambahan reaksi mayer.
2. Skrining Fitokimia Senyawa Flavonoid
Skrining fitokimia senyawa flavonoid pada ekstrak temu ireng, diuji dengan
menggunakan bantuan Mg dan HCl pekat. Penambahan Mg dan HCl, dilakukan pada
estrak hingga terjadi perubahan warna. Hal ini menunjukkan bahwa sampel tersebut
mengandung flavonoid. Senyawa flavonoid akan tereduksi dengan Mg dan HCl sehingga
menghasilkan warna merah, kuning atau jingga. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh (Lia Marliani et al., 2021) bahwa pada identifikasi flavonoid ekstrak temu
ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.), dikatakan positif aabila terbentuk larutan berrwarna
kuning.
3. Skrining Fitokimia Senyawa Saponin
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang mudah terdeteksi melalui
kemampuannya dalam membentuk busa. Komponen ikatan glikosida yang terdapat
didalam saponin menyebabkan senyawa ini cenderung bersifat polar. Keberadaan saponin
positif karena sampel yang diuji membentuk busa setinggi 1-10cm dengan selang waktu
±10 menit. Skrining fitokimia senyawa saponin pada ekstrak temu ireng dengan cara
memasukkan sejumlah ekstrak ke dalam tabung reaksi ditambahkan 10 mL air panas,
didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Adapun hasil yang didapat
positif mengandung saponin karena terbentuk busa setinggi 1 cm tidak kurang 10 menit
dan pada penambahan 1 tetes HCl 2 N, busa tidak hilang. Busa yang dihasilkan saponin
tidak terpengaruh oleh asam sehingga setelah ditambah HCl 2 N tetap stabil dan busa tidak
hilang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Lia Marliani et al., 2021)
bahwa ekstrak yang positif mengandung saponin ditandai dengan terbentuknya busa
meskipun telah mengalami pengocokan secara vertikal. Hal ini karena saat digojok, gugus
hidrofil akan berikatan dengan air sedangkan gugus hidrofob akan berikatan dengan udara
sehingga membentuk buih.
4. Skrining Fitokimia Senyawa Tanin
Pengujian tanin dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan uji reaksi warna
dengan penambahan FeCl3 dan dengan uji gelatin. Jika uji reaksi warna terjadi warna biru
atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Marjoni, 2016). Jika dengan
penambahan larutan gelatin 1% dalam natrium klorida 10% akan terjadi endapan warna
putih menunjukkan adanya tannin (Hanani, 2015). Skrining fitokimia senyawa tanin pada
ekstrak temu ireng dengan cara sejumlah ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi
ditambahkan 10 ml air panas kemudian dididihkan selama 5 menit kemudian filtratnya
ditambahkan FeCl3 3-4 tetes. Tanin merupakan senyawa fenolik yang cenderung larut
dalam air dan pelarut polar tujuan penambahan FeCl3 untuk menentukan apakah esktrak
temu ireng mengandung gugus fenol, adanya gugus fenol ditunjukkan dengan warna hijau
kehitaman dan biru kehitaman setelah ditambahkan FeCl3. Hasil yang didapat positif
mengandung tanin. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Pratiwi, 2014)
bahwa ekstrak yang positif mengandung tanin, jika berwarna hijau biru (hijau-hitam)
berarti positif adanya tanin katekol sedangkan jika berwarna biru hitam berarti positif
adanya tanin pirogalol.
5. Skrining Fitokimia Senyawa Triterpenoid/ Steroid
Uji Steroid dilakukan dengan pengujian Liebermann-Burchard. Pada uji
Liebermann-Burcha jika terbentuk warna merah atau ungu menunjukkan adanya
triterpenoid. Sedangkan jika terbentuk warna hijau menunjukkan adanya steroid. Skrining
fitokimia senyawa Triterpenoid/ Steroid pada ekstrak temu ireng dengan cara 50 mg
ekstrak dimasukkan ke dalam erlenmeyer, di tambah 20 ml N-heksana, mulut erlenmeyer
ditutup dengan aluminium foil, erlenmeyer digoyangkan selama 30 menit, kemudian
disaring ke dalam cawan penguap, biarkan pelarut N-heksan menguap, hingga tinggal
residu. Terbentuk warna merah jingga/ungu (triterpenoid) atau hijau-biru (steroid). Pada
praktikum kali ini terbentuk warna merah ungu yang menandakan positif mengandung
triterpenoid. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Nurcholis et al,,
2023), dari hasil uji triterpenoid seluruh sampel menunjukkan hasil positif dengan adanya
endapan berwarna merah. Hal tersebut menunjukkan bahwa telah terjadinya kondensasi
atau pelepasan H2O dan penggabungan karbokation. Sedangkan pada penelitian yang
dilakukan oleh (Lia Marliani et al., 2021) senyawa steroid/triterpenoid hanya terdeteksi
pada ekstrak temu putih dan temulawak.
6. Skrining Fitokimia Senyawa Kuinon
Skrining fitokimia senyawa kuinon pada ekstrak temu ireng, akan membentuk
warna merah menunjukan adanya kuinon. Pada praktikum kali ini, ekstrak temu ireng
positif mengandung kuinon. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lia
Marliani et al., (2021), bahwa senyawa kuinon terkandung pada ekstrak temu hitam.
VI. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum kali ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Skrining fitokimia senyawa metabolit sekunder pada ekstrak temu ireng pada
penelitian ini bertujuan untuk menganalisa secara kualitatif kandungan dari
ekstrak temu ireng.
2. Skrining fitokimia merupakan tahapan awal untuk mengetahui adanya
kandungan metabolit sekunder dalam sampel uji yang sebagian besar
merupakan reaksi pengujian warna dengan suatu pereaksi warna. Pengujian
yang dilakukan pada ekstrak temu ireng kali ini meliputi uji alkaloid,
flavonoid, saponin, tannin, kuinon dan steroid/triterpenoid.
3. Kandungan metabolit sekunder pada ekstrak temu ireng berdasarkan hasil
praktikum kali ini mengandung Alkaloid, Flavonoid, Saponin, Tanin,
Triterpenoid dan Kuinon.

VII. Daftar Pustaka


Adawiyah R. 2012. Analisis Kadar Saponin Ekstrak Metanol Kulit Batang Kemiri
(Aleurites Moluccana L. Willd) Dengan Metode Gravimetri. Skripsi.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar: Makasar
Alvika Meta Sari, E. V. (2016). Ekstraksi Flavonoid Dari Temu Ireng (Curcuma
aeruginosa Roxb) Dan Aplikasinya Pada Sabun Transparan. 1-7.
Bintoro, A, Ibrahim, A. M,& Situmeang, B., 2017. Analisis Dan Identifikasi
Senyawa Saponin Dari Daun Bidara (Zhizipus Mauritania L.). Jurnal
ITEKIMA, 2(1):84-94. Jurusan Kimia Sekolah Tinggi Analis Kimia
Cilegon, Banten.
Devi Amaliah. (2018). Uji Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol
Rimpang Temu Hitam (Curcuma aeruginosa Roxb). Prosiding. Kimia
FMIPAUNMUL.http://jurnal.kimia.fmipa.unmul.ac.id/index.php/prosiding/
article/view/749/476
Dumanau, J. M., Caroline A.W., Poli, A. F., 2015. Penetapan Kadar saponin Pada
Ekstrak Daun Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata Prain varietas S.
Laurentii) secara gravimetri. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, 2(2):
65-69. Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Kemenkes. Manado
Lia Marliani, Ika Kurnia Sukmawati, Dadang Juanda, Elmadhita Anjani, Ira
Anggraeni. (2021). Penapisan Fitokimia, Kadar Kurkuminoid dan Aktivitas
Antibakteri Temu Hitam (Curcuma aeruginosa (Christm) Roscoe.), Temu
Putih (Curcuma zedoaria Roxb.) dan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.). Herb Medicine Journal, 4(1).
https://www.researchgate.net/publication/350493693.
Nasrudin, N. (2017). Isolasi Senyawa Steroid Dari Kukit Akar Senggugu
(Clerodendrum Serratum L. Moon). Pharmacon, 6(3
Pratiwi, A.I. 2014. Manfaat Berkumur Sari Buah Delima Merah (Punica
granatum) Terhadap Penurunan Akumulasi Plak Gigi, Skripsi tidak
diterbitkanDenpasar, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Maharaswati.
Reinhard Hiskia Sianipar, Maniur Arianto Siahaan. 2017. PEMERIKSAAN
SENYAWA ALKALOID PADA BEBERAPA TANAMAN FAMILIA
SOLANACEAE SERTA IDENTIFIKASINYA DENGAN
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT). Jurnal Farmanesia, 4(1). http://e-
journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/2/article/view/257
Rika Puspita Sari. 2020. EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOL RIMPANG
TEMU HITAM (Curcuma aeruginosa Roxb) PADA TIKUS PUTIH
JANTAN. Jurnal Dunia Farmasi, 5(1)

Anda mungkin juga menyukai