Anda di halaman 1dari 10

Teori Dasar

Eliksir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap, selain obat
mengandung juga zat tambahan seperti gula atau zat pemanis lain, zat warna, zat pewangi dan
zat pengawet dan digunakan sebagai obat. Sebagai pelarut utama eliksir adalah etanol yang
dimaksudkan mempertinggi kelarutan obat. Dapat ditambahkan gliserol, sorbitol dan
propilenglikol. Sirop gula dapat digunakan sebagai pengganti gula. Eliksir supaya disimpan
dalam wadah tertutup rapat (Moh. Anief, 2010 : 95).
Eliksir adalah sediaan cair yang mengandung bahan obat dan digunakan air dan etanol
sebagai pelarut. Eliksir juga disebut juga larutan hidrolakohol. Kecuali dinyatakan lain, maka
kadar etanol yang digunakan untuk sediaan eliksir adalah 5 – 10%. Pada sediaan eliksir,
biasanya juga ditambah bahan tambahan seperti pemanis, pengawet, pewarna, dan pengaroma
(Moh.Anief, 2006).
Data Preformulasi Zat Aktif
1. Paracetamol (Dirjen POM, 1979: 37)
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa pahit.
Polimorfisme : Amorf
Bobot Jenis : 271,4
pKa : 9,5 pada 25˚C
pH Larutan : 5,2 - 6,5
Titik Lebur : 169˚-172˚C
Stabilitas : Peningkatan suhu dapat mempercepat degradasi obat, terhadap
cahaya lebih mudah terurai dengan cahaya, terhadap udara
lebih mudah terurai dengan adanya dari luar.
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P;
dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan
dalam 9 bagian propilenglikol P; larut dalam larutan alkali
hidroksida.
Data Preformulasi Bahan Tambahan
1. Aquadest (Dirjen POM, 1979: 96; Rowe et al, 2009: 766)
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak mempunyai rasa, tidak
berbau.
Titik Didih/ Titik Lebur : 100˚C/ 0˚C
Stabilitas : Secara kimiawi air stabil terhadap semua bentuk fisik (es, cair,
uap). Dalam penyimpanannya air dilindungi terhadap masuknya
fisik partikel asik dan mikroorganisme.
Inkompatibilitas : Air dapat bereaksi dengan obat dan eksipien lain yang rentan
terhadap hidrolisis (dekomposisi dengan adanya air/ uap air) pada
suhu kamar dan suhu tinggi. Air dapat bereaksi dengan garam
anhidrat untuk membentuk hidrat dan berbagai komposisi dan
dengan bahan organik tertentu dan kalsium karbida.

2. Gliserol (Dirjen POM, 1979: 271; Rowe et al, 2009: 283)


Pemerian : Cairan seperti sirup; jernih, tidak berwarna; tidak berbau; manis
diikuti rasa hangat. Higroskopik. Jika disimpan beberapa lama pada
suhu rendah dapat memadat membentuk massa hablur tidak berwarna
yang tidak melebur hingga suhu mencapai lebih kurang 200.
Bobot Jenis : 1,25 g/mol.
Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P,67565 praktis tidak
larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam minyak lemak.
Stabilitas : Gliserin adalah higroskopis. Gliserin murnitidak rentan terhadap oksidasi oleh
suasana dibawah kondisi penyimpanan biasa tetapi terurai pada pemanasan. Campurandari
gliserin dengan air, etanol (95%), dan propilen glikol secarakimiawi stabil. Gliserin dapat
mengkristal jika disimpan padasuhu rendah sedangkan Kristal tidak meleleh untuk 208° C.
Inkompatibilitas: Dapat meledak jika dicampur dengan zat pengoksidasi kuat seperti trioksida
kromium, kalium permanganat.

3. Aethanolum (Dirjen POM, 1979: 65; Rowe et al, 2009: 17)


Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak;
bau khas; rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan dalam eter P.
Titik Didih : 78,15˚C
Bobot Jenis : 0,8119-0,8139
Stabilitas : Etanol dapat disterilkan dengan autoklaf/filtrasi dan harus disimpan
dalam wadah kedap udara, ditempat yang dingin.
Inkompatibilitas : Dalam kondisi asam etanol dapat bereaksi dengan bahan
pengoksidasi campuran dengan alkali dapat menyebabkan perubahan warna karena reaksi
dengan jumlah sisa aldehid. Etanol juga inkompatibilitas dengan wadah alumunium dan dapat
berinteraksi dengan beberapa obat.

4. Propilenglikol (Dirjen POM, 1979: 534; Rowe et al, 2009: 594)


Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis,
dan higroskopis.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan etanol (95%) P dan dengan
kloroform P, larut dalam 6 bagian eter P, tidak dapat campur dengan eter minyak tanah P dan
dengan minyak lemak.
Titik Didih : 118˚C-118,5˚C
Titik Leleh : -96,7˚C
Bobot Jenis : 1,04 g/cm3
Stabilitas : Pada suhu rendah stabil, pada suhu tinggi atau di tempat terbuka
cenderung untuk mengoksidasi.
Inkompatibilitas : Tidak sesuai dengan reagen pengoksidasiseperti sebagai kalium
permanganat.

Alat dan Bahan


Alat Bahan
1. Batang pengaduk 1. Aquadest
2. Botol 100 mL 2. Asam sitrat
3. Buret 3. Etanol
4. Corong 4. Gliserin
5. Erlenmeyer 5. Paracetamol
6. Gelas kimia 6. Propilenglikol
7. Gelas ukur
8. Gelas ukur plastik
9. Hanheld homogenizer
10. Kertas perkamen
11. Mortar dan stamper
12. pH meter
13. Piknometer
14. Sendok tanduk
15. Spatel
16. Statip
17. Sudip
18. Timbangan
19. Viskometer Hoopler

Perhitungan dan Penimbangan


Perhitungan Bahan
120 𝑚𝑔
1. Paracetamol = dibuat 50 mL
5 𝑚𝐿
120 𝑚𝑔
= x 50 mL= 1200 mg= 1,2 gram
5 𝑚𝐿
4
2. Gliserin = x 100 mL=4 mL
100
10
3. Propilenglikol = x 100 mL = 10 mL
100
Aqua ad 100 mL

Penimbangan

Nama Zat Konsentrasi Volume untuk 1 botol Volume untuk 2


botol

Paracetamol 120 mg/5mL 120 𝑚𝑔 1200 mg x2= 2400


x 50 mL= 1200
5 𝑚𝐿
mg
mg= 1,2 g

Gliserin 4% 4 4 mL x2= 8 mL
x 100 mL=4 mL
100

Propilenglikol 10% 10
x 100 mL = 10 mL 10 mLx2= 20 mL
100

Prosedur

A. Prosedur Titrasi

Ditimbang paracetamol, lalu dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 120


mg/mL atau 1200 mg sebanyak 50 mL. Setelah itu dilakukan titrasi menggunakan
etanol sampai larutan menjadi bening. Dicatat volume etanol yang dipakai, lalu
dihitung konstanta dielektrik berdasarkan konstanta dielektrik pelarut campur.

B. Prosedur Pembuatan

Cara I:
Disiapkan alat dan bahan, lalu dikalibrasi botol 100 mL. Ditimbang zat aktif
dan bahan pembantu. Dibuat pelarut sampur antara air, gliserin, dan propilenglikol
dalam beaker glass lalu diaduk. Dilarutkan paracetamol dalam pelarut campur lalu
diaduk dan dimasukkan ke dalam botol. Ditambahkan aquadest ad 100 mL, dikocok
hingga homogen lalu dikemas.

Cara II:

Paracetamol dilarutkan pada salah satu pelarut dengan kelarutan zat aktif lebih
besar yaitu propilenglikol, lalu ditambahkan air dan gliserin sekaligus, dikocok hingga
homogen. Ditambahkan aquadest ad 100 mL, dikocok hingga homogen lalu dikemas.

C. Prosedur Evaluasi

1. Organoleptik

Evaluasi meliputi uji kejernihan, bau, rasa, dan warna.

2. Kejernihan Larutan

3. Pengukuran Viskositas Bahan

Dimasukkan bola yang sesuai lalu ditambahkan cairan sampai penuh dan
tabung ditutup. Pengukuran dilakukan dengan menghitung waktu dibutuhkan oleh
bola untuk menempuh jarak tertentu melalui cairan tabung. Setelah itu dihitung
bobot jenis cairan dengan menggunakan piknometer. Viskositas cairan dihitung
dengan rumus: η = B (ρ1- ρ2).t

4. Penetapan Bobot Jenis Cairan

Digunakan piknometer yang bersih dan kering, lalu ditimbang piknometer


kosong (w1), setelah itu diisi dengan aquadest, bagian luar piknometer dilap
sampai kering dan ditimbang (w2). Dibuang aquadest tersebut, dikeringkan
piknometer lalu diisi dengan cairan yang akan diukur bobot jenisnya dan
w3−w1
ditimbang (w3). Lalu dihitung bobot jenis cairan dengan rumus: dt = w2−w1

5. Pengukur pH Larutan
Diukur pH cairan menggunakan indikator universal.
6. Volume yang Terpindahkan
Dituang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah
dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang
diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan
pembentukkan gelembung udara pada waktu penuangan dan didiamkan
selama tidak lebih dari 30 menit. Jika telah bebas dari gelembung udara,
diukur volume dari tiap campuran.

Data Pengamatan

Organoleptis Volume
Sediaan pH BJ Kejernihan η
Warna Bau Rasa Terpindahkan

Tidak Tidak
Botol 1 Pahit 6 1,3025 Jernih 0,2732 100%
berwarna berbau

Tidak Tidak Agak


Botol 2 Pahit 6 1, 0297 0,2654 101%
Berwarna berbau jernih

Perhitungan % Volume Air

Volume etanol = 6,5 mL

Volume air = 50 mL
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟
% 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟+𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 x 100 %

50 𝑚𝐿
= 50 𝑚𝐿+6,5 𝑚𝐿x100%

= 88,495 %
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
% 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙+𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟 x 100 %

6,5 𝑚𝐿
= 6,5 𝑚𝐿+50 𝑚𝐿 x100%

= 11,51 %
KD pelarut campur = (%Air. KD Air) + (%etanol. KD etanol)

= 88,49. 78,5 +11,51. 25,7

= 72,41

KD pelarut campur = (%Air-%Gliserin). KD Air+ (% Propilenglikol. KD Propilenglikol)+


(%Gliserin. KD Gliserin)

72,41 = (90%-a). 78,5+ (10%.32)+ (a. 42,5)

72,41 = (70,65-78,52)+ 3,2+42,5a

72,41 = 73,85-36a

72,41 - 73, 85 =-36a

a = 0,04= 4% (Gliserin)

Perhitungan BJ
w3−w1
dt = w2−w1

Keterangan: (w1) = bobot piknometer kosong.

(w2) = bobot piknometer yang diisi dengan aquadest, bagian luar.

(w3) = bobot piknometer lalu diisi dengan cairan yang akan diukur bobot
jenisnya.

W1= 20,0406 g

W2= 30, 8563 g

W31= 31, 2081

W32= 31,1782 g

Botol 1 Botol 2
𝑊3−𝑊1 31,2081 𝑔−20,0406𝑔 𝑊3−𝑊1 31,1782 𝑔−20,0406𝑔
dt = 𝑊2−𝑊1=30,8563𝑔−20,0406 𝑔 dt = 𝑊2−𝑊1=30,8563𝑔−20,0406 𝑔

11,1675𝑔 11,1376 𝑔
=10,8157 𝑔 =10,8157 𝑔

= 1,0325 = 1,0297

Perhitungan Viskositas
η = B (𝜌1-𝜌2) t

Keterangan: η= Viskositas

𝜌1= BJ bola

𝜌2= BJ cairan

t = waktu

B = 0,09
t1 = 2,60 detik
t2 = 2,52 detik
𝜌1 = 2,2
𝜌21 = 1,0325
𝜌22 = 1,0297

Botol 1 Botol 2

η = B (𝜌1-𝜌2)t η = B (𝜌1-𝜌2)t

=0,09 (2,2-1,0325). 2,60 =0,09 (2,2-1,0297). 2,52

= 0,2732 Poise = 0,2654 Poise

Pembahasan
Eliksir

Pada percobaan kali ini dilakukan pembuatan eliksir dengan menggunakan zat
aktif paracetamol 120mg/5ml. Eliksir adalah sediaan cair yang mengandung bahan
obat dan digunakan air dan etanol sebagai pelarut. Dalam pembuatan sedian eliksir
biasanya dibutuhkan pelarut campur (konsolven) untuk meningkatkan kelarutan dari
zat aktifnya sehingga untuk mengetahui pelarut campur yang digunakan maka
dilakukan proses titrasi. Pada pratikum kali ini proses titrasi juga dapat digunakan
untuk memperoleh konstanta dielektrik (KD) dari pelarut campur, dimana dengan
diketahuinya KD pelarut campur dapat diketahui juga KD dari zat aktif yang
digunakan yaitu parasetamol karena KD dari pelarut campur umumnya sama dengan
atau hampir mendekati KD dari zat aktifnya. Pada percobaan pembuatan eliksir
menggunakan pelarut campur air, propilenglikol sebanyak 10 ml dan gliserin
sebanyak 4 ml. Pembuatan eliksir juga dapat dilakukan dengan 2 cara. Cara 1 dibuat
terlebih dahulu pelarut campur (air, gliserin, dan propilenglikol) lalu dilarutkan
paracetamol dalam pelarut campur, sedangkan cara 2 paracetamol dilarutkan terlebih
dahulu pada salah satu pelarut dengan kelarutan zat aktif yang lebih besar yaitu
propilenglikol, lalu ditambahkan pelarut lain (air dan gliserin) sekaligus. Setelah
sediaan eliksir jadi dilakukan prosedur evaluasi pada kedua sediaan tersebut. Prosedur
evaluasi yang dilakukan adalah organoleptik yang meliputi uji kejernihan, bau, rasa,
dan warna. Pada evaluasi organoleptic kedua sediaan tersebut sama-sama tak
berwarna dan tak berbau, namun sediaan cara 2 rasanya lebih pahit. Uji kejernihan
pada cara 1 lebih jernih dibanding dengan cara 2. Hal tersebut menunjukkan bahwa
cara yang lebih efektif untuk melarutkan zat aktif paracetamol dengan baik yaitu
dengan cara yang membuat pelarut campur terlebih dahulu. Bahas BJ, volume terpin,
pH, visko

Kesimpulan

 Eliksir dapat dibuat dengan menggunakan dua cara, yaitu cara 1 dengan
melarutkan zat aktif (parasetamol) ke dalam pelarut yang paling melarutkan
zat aktif (propilenglikol), kemudian ditambahkan pelarut lainnya sekaligus;
cara 2 dengan melarutkan zat aktif (parasetamol) ke dalam pelarut campur
yang telah dibuat terlebih dahulu.
 Dalam pembuatan eliksir cara 1 lebih efektif karena hasil yang didapatkan
lebih jernih daripada menggunakan cara 2.
A. Daftar Pustaka
Anief, Moh. 2008. Ilmu Meracik Obat. Jakarta : Gadjah Mada University Press

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, edisi III, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta, 298.

Connors, K.A., Amidon, G.L. and Stella, V.J., 1986, Chemical Stability of
Pharmaceutical, John Willey and Sons, New York, 3-26, 163-168.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979. Farmakope Indonesia, edisi III.


Jakarta : Direktorat Jenderal POM.
Lahman. L, dkk.1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi III. Jakarta : UI
Press.

Rowe C. Raymond, Paul J. Sheskey, and Marian E. Quinn. 2009. Handbook of


Pharmaceutical Excipients Sixth Edition. London: Pharmaceutical Press.

Anda mungkin juga menyukai