Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN

I,1 Prinsip Percobaan Hewan percobaan yang diinduksi oleh ol.Ricini dapat menyebabkan diare kemudian dihambat oleh obat antidiare.

I.2 Tujuan Percobaan Untuk mengetahui adanya aktivitas obat antidiare yang bekerja menghambat diare pada hewan percobaan yang telah diinduksi dngan ol. Ricini.

Mempraktekkan uji antidiare dengan menggunakan metode proteksi oleum ricini.

BAB II LANDASAN TEORI


Dengan memilih secara teliti rute pemberian obat dan rancangan secara tepat produk obat, maka bioavailabilitas obat aktif dapat diubah dari absorpai yang sangat cepat dan lengkap menjadi lambat, kecepatan absorpsi yang diperlambat atau bahkan sampai tidak terjadi absorpsi sistemik berbagai proses fisiologik normal yang berkaitan dengan distribusi dan eliminasi biasanya tidak dipengaruhi oleh formulasi obat. Absorpsi sistemik suatu obat dari tempat ekstravaskular dipengaruhi oleh sifat-sifat anatomik dan fisiologik tempat absorpsi serta sifat-sifat fisiokimia atau produk obat. Biofarmasetika berusaha mengendalikan variabel-variabel tersebut melalui rancangan suatu produk obat dengan tujuan terapetik tertentu. Oleh karena faktor-faktor tersebut terlibat didalam bioavailibilitas obat, khususnya pada absorpsi dalam saluran cerna, maka kadar obat sesudah pemakaian enteral lebih bervariasi dibandingkan kadar obat setelah pemakaian parenteral. Menurut teori klasik, diare disebabkan oleh meningkatnya peristaltik usus, hingga pelintasan chymus sangat dipercepat dan masih mengandung banyak air pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja. Diare viral dan diare akibat enterotoksin pada hakikatnya sembuh dengan sendirinya sesudah lebih kurang 5 hari, setelah sel-sel epitel mukosa yang rusak diganti oleh sel-sel baru. Hanya pada infeksi oleh bakteri invasif perlu diberikan suatu obat kemoterapeutik yang bersifat mempenetrasi baik ke dalam jaringan, seperti amoksisiklin dan tetrasiklin, sulfa usus dan furazolidon (Tjay, 2005). Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja dijaringan atau organ, obat tersebut harus melewati berbagai macam membran sel. Terdapat beberapa teori mengenai struktur yang pasti dari membran sel, termasuk model unit membran dan model mosaik cair (dinamik). Pada umumnya membran sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid semipermeabel. Berbagai penyelidikan telah dilakukan menggunakan berbagai obat dengan

berbeda strukturdan sifat fisikokimia dan dengan bermacam-macam membran sel, sebagai hasilnya diketahui mekanisme pengangkutan beberapa obat lewat membran sel (Shargel & Andrew, 1988). Dalam farmakokinetik, absorpsi didefinisikan sebagai jumlah obat yang mencapai sirkulasi umum dalam bentuk tidak berubah. Apabila suatu obat tidak diberikan secara langsung ke dalam pembuluh darah, maka obat tersebut harus diangkut ke sirkulasi umum sebelum obat itu dapat dihitung. Oleh karena itu, obat yang dimetabolisme atau secara kimia diubah pada tempat pemakaian atau dalam persinggahannya, menurut definisi berarti tidak diabsorpsi. Definisi ini terutama timbul diluar keperluan, karena keterbatasan eksperimen dan fisiologis dalam mengukur manifestasi absorpsi pada hewan atau manusia yang menggunakan obat tersebut. Dalam hal ini, laju dan besarnya absorpsi obat sama dengan bioavailibilitas obat. Obat paling sering diberikan dengan cara oral. Walaupun beberapa obat yang digunakan secara oral dimaksudkan larut dalam mulut, sebagian besar obat yang digunakan secara oral adalah ditelan. Dibandingkan dengan cara-cara lainnya, cara oral dianggap paling alami, tidak sulit, menyenangkan dan aman dalam hal pemberian obat. Hal-hal yang tidak menguntungkan pada pemberian secara oral termasuk respon obat yang lambat (bila dibandingkan dengan obatobat yang diberika secara parenteral) kemungkinan absorpsi obat yang tidak teratur, yang tergantung pada faktor-faktor seperti perbaikan yang mendasar, jumlah atau jenis makanan dalam saluran cerna, dan perusakan beberapa obat oleh reaksi dari lambung atau oleh enzim-enzim dari saluran cerna (Ansel, 1989). Pemberian subkutan (hipodemik) dari obat-obat meliputi injeksi melalui lapisan kulit kedalam jaringan longgar dibawah kulit. Injeksi subkutan biasanya diberikan pada lengan depan, pangkal lengan, paha atau nates. Jika pasien akan menerima suntikan yang berulang-ulang, paling baik tempat penyuntikan berganti-ganti untuk mengurangi perangsangan pada jaringan (Ansel, 1989).

Hanya pada infeksi oleh bakteri invasif perlu diberikan suatu obat kemoterapeutik yang bersifat memprenetasi baik ke dalam jaringan, seperti amoksisilin dan tetrasiklin, sulfa-usus dan furazolidon. Obat-obat ini sebaiknya jangan diberikan lebih dari 7-10 hari, kecuali bila setelah sembuh diarenya, pasien masih tetap mengeluarkan bakteri dalam tinja (Tjay, 2002). Kelompok obat yang sering kali digunakan pada diare adalah: 1. Kemoterapeutik untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab diare, seperti antibiotika, sulfonamida, kinolon, dan funazolidon. 2. Obstipansia untuk terapi simtomatis, yang dapat menghentikan diare dengan beberapa cara, yakni: a. Zat-zat penekan peristaltik sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus: candu dan alkaloidnya, derivat-derivat petidin (difenoksilat dan

loperamida), dan antikolinergik (atropin, ekstra belladonna). b. Adstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam semak (tanin) dan tannalbumin, garam-garam bismut, dan aluminium. c. Adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang pada permukaannya dapat menyerap (adsorpsi) zat-zat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau yang adakalanya berasal dari makanan (udang, ikan). 1. Spasmolitika,yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering kali mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin dan oksifenonium. Lini pertama pengobatan diare akut, seperti pada gastroenteritis, ialah mencegah atau mengatasi pengeluaran berlebihan cairan dan elektrolit, terutama penting bagi pasien bayi dan usia lanjut. Dehidrasi adalah suatu keadaan dimana tubuh kekurangan cairan yang dapat berakibat kematian, utamanya pada anak/bayi bila tidak segera diatasi. Oralit tidak menghentikan diare tetapi mengganti cairan

tubuh yang hilang bersama tinja. Dengan menggantikan cairan tubuh tersebut, terjadinya dehidrasi dapat dihindarkan. Oralit tersedia dalam bentuik serbuk untuk dilarutkan dan dalam bentuk larutan, diminum perlahan-lahan (Anonim, 2000). Terapi diare harus disesuaikan dengan penyebabnya. Diare perjalanan dan diare musim panas akut merupakan penyakit yang sembuh sendiri (self limiting disease) dan tidak memerlukan penanganan dengan obat-obat khusus. Penanganan terapeutik yang terpenting adalah penggantian cairan dan elektrolit secukupnya. Pada kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar, perlu diberi substitusi secara parenteral (Mutschler, 1991). Kelompok obat yang sering kali digunakan pada diare adalah: 1. Kemoterapeutika, untuk terapi kasual, yakni memberantas bakteri penyebab diare, seperti antibiotika, sulfonamida, kinolon, dan furazolidon. 2. Obstipansia, untuk terapi smomatis, yang dapat menghentikan diare dengan beberapa caya, yakni: a. Zat-zat penekan peristaltik, sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus. b. Adstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tanin) dan tannalbumin, garam-garam bismut, dan aluminium. c. Adsorbensia, misalnya carbo absorbens yang pada permukaannya dapat muenyerap (adsorpsi) zat toksin yang dihasilkan oleh bakteri atau makanan. d. Smasmolitika, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering kali mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin dan oksifenonium (Tjay, 2002). Diare akut dapat dibedakan berdasarkan penyebab terjadinya seperti diare akibat virus (Virus melekat pada sel-sel mukosa usus, yang menjadi rusak sehingga kapasitas resorpsi menurun dan sekresi air dan elektrolit memegang

peranan), diare bakterial (Bakteri yang berasal dari makanan yang terinfeksi menjadi invasif dan menyerbu ke dalam mukosa kemudian memperbanyak diri dan membentuk toksin-toksin yang diresopsi ke dalam darah dan menimbulkan gejala hebat), diare parasiter (disebabkan oleh parasit seperti Entamoeba histolytica, Giardia Llambia, Cryptosporidium, dan Cyclospora), diare akibat enterotoksin (akibat kuman-kuman yang membentuk enterotoksin. Toksin melekat pada sel-sel mukosa dan merusaknya, diare ini bersifat selfmiting yaitu akan sembuh sendiri tanpa pengobatan setelah sel mukosa yang rusak diganti dengan yang baru) (Tjay, 2002). Disamping itu, ada juga diare kronis (dapat disebabkan oleh

penyalahgunaan laksatif, intoleransi laktosa, penyakit peradangan usus, sindrom malabsorpsi, kelainan endokrin, sindrom usus iritabel, dan kelainan lain). Pengobatan diare kronik harus ditujukan untuk memperbaiki penyebab diare dan bukan meredakan gejalanya. Pengobatan dengan zat-zat antidiare nonspesifik dapat menutupi kelainan yang mendasarinya (Mutschler, 1991). Ada obat yang menimbulkan diare sebagai efek samping, misalnya antibiotikan berspektrum luas. Namun, ada pula akibat penyakit seperti kanker usus, dan beberapa penyakit cacing (misalnya cacing pita, cacing gelang) (Tjay, 2002). Pencegahan diare pada dasarnya adalah hygine, khususnya cuci tangan dengan baik sebelum makan atau mengolah makanan. Begitu pula dengan alat-alat dapur dan bahan makanan supaya dicuci dengan baik. Selain itu adapun pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah: 1. Diare wisatawan pada dasarnya dapat dicegah dengan tindakan-tindakan prevensi yang sama. Segala sesuatu yang tidak dimasak atau dikupas janganlah dimakan. 2. Profilaksis. Pencegahan dengan antibiotika pada prinsipnya tidak dianjurkan berhubung resiko terjadi resistensi. Obat yang layak digunakan adalah doksiklin 100 mg.

3. Vaksinasi dapat dilakukan untuk tifus dengan oral (Vivotif, yang mengandung basil hidup yang tidak patogen lagi, dan memberikan imunitas selama minimal 3 tahun) atau parenteral (Mutschler, 1991).

Dehidrasi
Dehidrasi adalah suatu keadaan kekurangan cairan, kekurangan kalium (hipokalemia) dan adakalanya acidosis (darah menjadi asam), yang tidak jarang berakhir dengan shock dan kematian. Keadaan ini sangat berbahaya terutama bagi bayi dan anak-anak kecil karena mereka memiliki cadangan cairan intrasel yang lebih sedikit sedangkan cairan ekstra-selnya lebih mudah lepas daripada orang dewasa. Diare sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan tubuh juga. Karena diare membuang semua virus dan bakteri yang mengganggu sistem pencernaan. Begitu juga dengan muntah. Maka dari itu jika penyakitnya belum keluar semua, kemudian diare di-stop, atau muntah di-stop, kuman akan berputar-putar di saluran cerna, berkembang biak lebih banyak, dan bisa mengakibatkan penyakit bertambah berat. Prinsipnya : cegah dehidrasi. Walau diare lebih dari 10 kali per hari tetapi tidak ada tanda-tanda dehidrasi dan anak masih sadar, tidak perlu khawatir. Tanda-tanda dehidrasi antara lain: Dehidrasi ringan:

Mata kering, saat menangis sedikit keluar air mata atau tidak ada air mata. Mulut dan bibir lebih kering. Buang air kecil sedikit lebih jarang atau sedikit lebih jarang ganti popok.

Dehidrasi sedang-berat:

Mata cekung. Tampak lemas. Tampak sangat kehausan. Semakin jarang buang air kecil atau ganti popok (popok jarang basah). Kulit kering.

Dehidrasi berat:
1. 2. 3. 4. 5.

Pada bayi di bawah usia 6 bulan, ubun-ubun terlihat cekung. Tidak mau minum. Tidak buang air kecil lebih dari delapan jam. Ketika kulit dijepit di antara dua jari sulit balik kembali ke bentuk asal. Sangat lemas sekali, bahkan bisa berkurang kesadaran.

Berikut adalah prinsip penanganan diare:

Atasi kekurangan cairan dengan memberikan cairan sebanyak mungkin setiap kali anak buang air besar. Selain ASI/susu, cairan yang dapat diberikan antara lain larutan elektrolit oral (oralit), air sup, air buah, atau air tajin.

Pada anak berusia > 6 bulan (sudah mendapatkan makanan), tetap berikan makanan dalam jumlah yang lebih sedikit namun lebih sering.

Jangan beri obat antidiare/muntah. Antibiotik tidak diperlukan kecuali bila terbukti penyebabnya adalah amuba atau bakteri jahat yang harus dibunuh dengan antibiotik.

Cairan infus hanya diberikan apabila anak mengalami dehidrasi berat. Hindari makanan tertentu bila diare disebabkan oleh gangguan absorpsi makanan.

Jaga kebersihan, cuci tangan dengan benar. Itu semua berguna untuk mengatasi penyebaran penyakit.

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Alat Percobaan Alat bedah Alat suntik 1 ml Cawan petri Penggaris Pinset Stop watch Timbangan analitik Timbangan mencit

III.2 Bahan Percobaan Ekstrak salam Kertas saring Loperamid Norit Oleum ricini

III.3 Cara Kerja A. Prosedur pengujian antidiare metode proteksi laksan 1. Ditimbang mencit sebelum digunakan percobaan, dikelompokkan secara acak menjadi 3 kelompok, masing masing kelompok 1 ekor. Kelompok I : kelompok kontrol hanya diberi ol.ricini Kelompok II : kelompok uji I, diberi loperamid dosis 0,24mg/ml Kelompok III : kelompok uji II, diberi loperamid dosis 0,48 mg/ml

2. Diberi sediaan uji sesuai dengan kelompoknya. 3. Satu jam setelah pemberian sediaan uji, semua mencit diberi 1 ml ol.ricini secara per oral 4. Diamati respon yang terjadi setiap 30 menit selama 3 jam setelah pemberian ol.ricini. 5. Parameter yang di amati adalah: waktu timbulnya diare, konsistensi diare, jumlah/bobot feses dan jangka waktu

berlangsungnya diare. 6. Hasil pengamatan dievaluasi.

B. Prosedur pengujian antidiare metode hambatan pada usus halus (transit) 1. Ditimbang mencit sebelum digunakan dalam percobaan, dikelompokkan secara acak menjadi 3 kelompok, masing masing kelompok 1 ekor. Kelompok I : kelompok kontrol, hanya diberi norit Kelompok II : kelompok uji I, diberi norit+loperamid dosis 0,24 mg/ml Kelompok III : kelompok uji II, diberi norit+loperamid dosis 0,48 mg/ml 2. Diberi sediaan uji sesuai dengan kelompoknya sesuai dengan dosis yang ditetapkan. 3. Diberi suspensi norit secara peroral sebanyak 0,1 ml/10 g BB pada semua mencit pada t = 45 menit setelah pemberian obat. 4. Dikorbankan semua mencit pada t = 65 menit 5. 6. Diikat semua kaki-kakinya pada meja bedah setelah mencit mati Dibuat guntingan midsagital sepanjang daerah abdomen dan torax dengan menggunakan gunting bedah 7. Dipotong usus mencit mulai dari pilorus sampai rektum dan dibentangkan dimeja secara perlahan

8. Diukur panjang usus yang dilalui marker dan dihitung rationya terhadap keseluruhan panjang usus

Ratio = panjang usus yang dilewati marker


panjang usus keseluruhan

x 100%

BAB IV DATA HASIL DAN PEMBAHASAN


IV.1 Data Hasil Percobaan

Kelompok Kontrol Uji I Uji II

TABEL PENGAMATAN METODE HAMBATAN PADA USUS HALUS (TRANSIT) Volume Waktu Panjang Usus BB (gram) pemberian Pemberian Ratio Dilalui marker keseluruhan obat Obat 26 25 20 0.65 mL (aq) 0.625 mL 1 mL 10.59 11.02 11.07 24.3 55 35.8 51 63.5 65.5 47.6470588 86.6141732 54.6564885

TABEL PENGAMATAN METODE PROTEKSI LAKSAN Kelompok Kontrol Uji I Uji II BB (gram) 21 22 22 Volume pemberian obat 0.5 mL (aq) 1.09 mL 1.1 mL Waktu Pemberian Obat 10.51 10.55 10.58 Waktu Pemberian Oleum Ricini 11.51 11.55 11.58 Waktu Timbulnnya diare

Efek

Konsistensi Fes 30' Padat

Pa

IV.2 Pembahasan

Praktikum kali ini mempelajari dan mempraktekkan tentang pengujian antidiare dengan menggunakan metode perlindungan oleh oleum ricini (minyak jarak atau minyak lemak dari biji Ricinus communis yang bersifat sebagai laksatif dimana pada percobaan ini mencit diinduksi oleh oleum ricini agar menjadi diare. Mekanisme kerja terjadinya diare oleh induksi oleum ricini adalah saat terjadi proses hidrolisis didalam usus halus sehingga trigliserida dari asam risinoleat yang terkandung dalam oleum ricini menjadi gliserin dan asam risinoleat oleh enzim lipase pankreas yang selanjutnya akan menstimulasi peristaltik usus sehingga diare terjadi. Metode yang digunakan pada percobaan ini ada dua, yaitu dengan metode proteksi laksan dan metode hambatan pada usus halus (transit). Pada pengujian antidiare dengan metode proteksi laksan menggunakan tiga kelompok dimana masing masing kelompok terdiri dari satu ekor mencit. Untuk mencit I yang bertindak sebagai kontrol hanya diberi aquades sebanyak 0,5 ml, kelompok II sebagai kelompok uji 1 diberikan ekstrak salam dosis 0,52 mg/ml sebanyak 1,09 ml sedangkan untuk kelompok III sebagai kelompok uji 2 diberikan ekstrak salam dosis 1,04mg/ml sebanyak 1,1 ml.. Pemberian ekstrak daun salam ini dengan tujuan agar mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa sehingga mampu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali. Setelah satu jam pemberian sediaan uji, langkah selanjutnya yaitu pemberian oleum ricini sebanyak 1 ml secara per oral, pemberian oleum ricini ini sebagai induksi agar mencit menjadi diare. Langkah selanjutnya yaitu dilakukan pengamatan setiap 30 menit selama 1 jam. Hasil pengamatan meliputi waktu timbulnya diare, konsistensi diare, jumlah atau bobot feses dan jangka waktu berlangsungnya diare. Untuk kelompok kontrol, konsistensi feses pada saat t=30 menit masih berbentuk padat dengan bobot feses sebanyak 1 gram sedangkan pada saat t=60 menit konsistensi feses masih tetap berbentuk padat dengan bobot feses sebanyak 1,03 gram. Untuk kelompok uji I, mencit tidak mengalami diare sehingga tidak ada feses yang dihasilkan. Sedangkan untuk kelompok uji II,

kelompok kami tidak melakukan pengamatannya dikarenakan mencit pada kelompok uji II mati pada saat pemberian oleum ricini secara peroral. Ini merupakan kesalahan praktikan, terjadi kesalahan pada saat mengoral baik itu sonde oralnya yang terlalu dalam ataupun oleum ricini yang dioralkan masuk ke saluran pernafasan sehingga mencit mengalami gagal nafas. Pengujian antidiare dengan metode hambatan pada usus halus (transit) dilakukan pada 3 kelompok dimana kelompok I sebagai kontrol hanya diberi aquadest saja, kelompok II sebagai hewan uji 1 diberi norit sebanyak 0.625 ml sedangkan untuk kelompok III sebagai hewan uji 2 diberi norit sebanyak 1ml. Setelah pemberian norit pada setiap kelompok, selanjtutnya pada t=60 atau 20 menit setelah pemberian obat semua mencit dikorbankan dan dilakukan pembedahan untuk diamati ususnya, mulai dari pilorus sampai rektum. Dari hasil yang di telah didapatkan, pada kelompok I atau kontrol panjang usus yang dilalui marker yaitu 24,3cm sedangkan panjang usus keseluruhan yaitu 51cm dengan ratio sebesar 47.6470588%, untuk hewan uji I panjangnya usus yang dilalui marker yaitu 55 cm, panjang usus keseluruhan sepanjang 63,5 cm dengan ratio sebesar 86.6141732%, sedangkan untuk hewan uji II didapatkan panjang usus yang dilewati marker sepanjang 35,8 dengan panjang usus keseluruhan 65,5 dan rationya didapatkan hasil sebanyak 54.6564885%. Dari hasil ini dapat

disimpulkan bahwa panjang usus yang dilewati marker yang paling panjang adalah pada hewan uji satu yaitu 55 cm. Hal ini menunjukkan bahwa absorpsi norit telah berlangsung cepat sehingga proses terjadinya diare pada mencit dapat segera ditangani.

BAB V KESIMPULAN
Diare merupakan suatu keadaan dimana frekuensi defekasi melebihi frekuensi normal dengan konsistensi feses yang encer. Oleum Ricini yang bersifat laksan digunakan untuk menginduksi diare.

DAFTAR PUSTAKA
o Ganiswara, S.G. (1995). Farmakologi dan Terapi. Edisi keempat. Universitas Indonesia. Jakarta o o Ditjen POM, 1995, Farmakope Indonesia, ed. 4, Depkes RI, 896. Guyton, A.C., 1990, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, terjemahan P. Andrianto, ed 3, BCG, Jakarta, 573583, 601603, 605 606. o Muscthler, E., 1991, Dinamika Obat, terjemahan M. B. Widianto dan A. S. Ranti, P o Tjay, T. dan Rahardja, K., 1986, Obat-Obat Penting, Pangeran Jayakarta, Jakarta, 195-198. enerbit ITB, Bandung, 542544.

LAMPIRAN

Taksonomi Daun Salam Nama : Eugenia polyantha

Nama : Eugenia polyantha Sinonim : Syzygium polyanthum Lokal : Daun salam Klasifikasi :

Kingdom Division

: Plantae : Spermatophyta

Subdivision : Magnoliophytina Class Subclass Ordo Family Genus : Magnoliate : Rosidae : Myrtales : Myrtaceae : Eugenia

Deskripsi : Morfologi

Daun : berbentuk simpel, bangun daun jorong, pangkal daunnya tidak bertoreh dengan bentuk bangun bulat telur (ovatus), runcing pada ujung daun, pangkal daun tumpul (obtusus), terdapat tulang cabang dan urat daun, daun bertulang menyirip (penninervis), tepi daun rata (integer). Daun majemuk menyirip ganda (bipinnatus) dengan jumlah anak daun yang ganjil, daging daun seperti perkamen (perkamenteus), daunnya duduk, letak daun penumpu yang bebas terdapat di kanan kiri pangkal tangkai daun disebut daun penumpu bebas (stipulae liberae), tangkai daunnya menebal di pangkal dan ujung, beraroma wangi dan baru dapat digunakan bila sudah dikeringkan. Batang : tinggi berkisar antara 60 kaki hingga 90 kaki,bercabang-cabang,biasanya tumbuh liar di hutan. Arah tumbuh batang tegak lurus (erectus), berkayu (lignosus) biasanya keras dan kuat, bentuk batangnya bulat (teres), permukaan batangnya beralur (sulcatus), cara percabangannya monopodial karena batang pokok selalu tampak jelas, arah tumbuh cabang tegak (fastigiatus) sebab sudut antar batang dan cabang amat kecil, termasuk dalam tumbuhan menahun atau tumbuhan keras karena dapat mencapai umur bertahun-tahun belum juga mati. Akar : termasuk akar tunggang (radix primaria), berbentuk sebagai tombak (fusiformis) karena pangkalnya besar dan meruncing ke ujung dengan serabutserabut akar sebagai percabangan atau biasa disebut akar tombak, sifatnya adalah akar tunjang karena menunjang batang dari bagian bawah ke segala arah.

1. Mekanisme terjadinya diare akibat induksi ol.ricini

Jawab : terjadi proses hidrolisis didalam usus halus sehingga trigliserida dari asam risinoleat yang terkandung dalam oleum ricini menjadi gliserin dan asam risinoleat oleh enzim lipase pankreas yang selanjutnya akan menstimulasi peristaltik usus sehingga diare terjadi. 2. Senyawa lain yang dapt digunakan untuk menginduksi diare Jawab :

Anda mungkin juga menyukai