Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dalam kaidah farmakologi, suatu obat pasti memiliki efek

samping. Yang membedakan antara obat sintesis dengan obat

tradisional adalah besarnya frekuensi dan beratnya efek samping

yang timbul akibat pemberian obat tersebut.

Hal ini dapat dimengerti karena obat sintetis merupakan

senyawa aktif murni, sedangkan obat tradisional merupakan ekstrak

yang terdiri dari banyak senyawa dengan kadar kandungan kimia

tertentu. Berdasarkan inilah kemudian masyarakat banyak mulai

menggunakan obat tradisional untuk mengobati penyakit atau

mencegah penyakit.

Dalam kehidupan sehari-hari, kejadian diare banyak dijumpai di

masyarakat. Oleh sebab itu banyak obat diare yang dijual bebas di

pasaran diantaranya obat herbal dan obat modern. Obat herbal itu

contohnya daun jambu biji, daun salam, daun seledri dan masih

banyak diantaranya itu. Obat modern contohnya loperamid,

dicyclomine, hyoscamine. Penyebab diare dapat berasal dari luar dan

dalam tubuh, faktor dari dalam adalah keadaan emosi sedangkan

faktor dari luar dapat berupa makanan, bateri atau virus dan salah

satu penyebab utama kematian bayi adalah kejadian diare. Dalam


bidang farmasi, antidiare merupakan obat yang dapat menanggulangi

atau mengobati penyakit diare yang disebakan oleh bakteri atau virus.

Pada percobaan kali ini mahasiswa diharapkan mampu

mengetahui perbandingan infus daun jambu biji dengan obat

loperamid menggunakan hewan uji dengan perlakuan peroral.

I.2 Maksud Percobaan

Mengetahui perbandingan efek antidiare obat loperamide tablet

dan infus tanaman obat pada hewan uji mencit (Mus musculus).

I.3 Tujuan Percobaan

1. Untuk menganalisa efek antidiare dari Loperamide tablet dan infuse

tanaman daun jambu biji.

2. Untuk membandingkan efek antidiare dan infus tanaman daun

jambu biji dengan konsentrasi 10% dengan loperamide tablet.

I.4 Prinsip Percobaan

Perbandingan efek antidiare dan loperamide tablet dan infus

tanaman daun jambu biji terhadap mencit yang telah diinduksi dengan

oleum ricini secara peroral dengan mengamati frekuensi defekasi dan

berubahnya konsistensi fases tiap 15 menit selama 2 jam


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori

Diare merupakan suatu kondisi dimana seseorang buang air

besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapar berupa air

saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih)

dalam satu hari. Diare terdiri dari dua jenis, yaitu diare akut dan diare

persisten/kronik. Diare akut berlangsung kurang dari 14 hari. Diare

kronik berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat diklasifikasikan

dalam tiga kelompok, yaitu osmotik, sekretori, dan eksudatif.

1. Diare osmotik terjadi ketika terlalu banyak air ditarik dari tubuh

ke dalam usus. Jika seseorang minum cairan dengan gula atau

garam berlebihan, ini bisa menarik air dari tubuh ke dalam

usus dan menyebabkan diare osmotik.

2. Diare sekretori (noninflammatory) terjadi ketika tubuh

melepaskan air ke usus saat hal itu tidak seharusnya. Banyak

infeksi, obat-obatan, dan kondisi lain menyebabkan sekresi

diare. Diare jenis ini terjadi saat racun menstimulasi sekresi

klorida dan mengurang penyerapan garam dan air (disebabkan

oleh V. Cholera) atau organisme lainnya yang menghambat

fungsi absorpsi dari villus di usus halus.


3. Diare eksudatif terjadi jika ada darah dan nanah dalam tinja.hal

ini terjadi dengan penyakit radang usus, seperti penyakit Crohn

atau kolitis ulseratif (Sumampouw, 2017).

Penggolongan obat diare beserta mekanisme kerjanya:

1. Kemoterapeutika

Untuk terapi kausal, yakni memusnahkan bakteri penyebab diare,

digunakan obat golongan sulfonamida atau antibiotika.

2. Obstipansia

Untuk terapi simptomatis dengan tujuan untuk menghentikan

diare, yaitu dengan cara :

a. Zat-zat penekan peristaltik sehingga memberikan lebih banyak

waktu untuk resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus, yaitu

candu dan alkaloidnya, derivat petidin (loperamida) dan

antikolinergika (atropine, ekstrak belladonna).

b. Adstringensia, yang menciutkan selaput lender usus, misalnya

(tannin) dan tannalbumin, garam-garam bismuth dan

aluminium.

c. Adsorbensia, misalnya karbo adsorben pada permukaannya

dapat menyerap (adsorpsi) zat-zat beracun yang dihasilkan

oleh bakteri atau yang adakalanya berasal dari makanan

(udang, ikan). Zat-zat lendir yang menutupi selaput lendir usus

dan luka-lukanya dengan suatu lapisan pelindung, misalnya

kaolin, pekti,garam-garam bismuth dan aluminium.


3. Spasmolitika, zat yang dapat melemaskan kejang-kejang otot

yangh seringkali mengakibatkan nyeri perut pada diare, misalnya

papaverin.(Tjay.2017)

Protokol penapisan terarah aktivitas antidiare ditunjukkan

terbatas pada aktivitas obat yang dapat memperlambat peristaltik

usus, sehingga mengurangi frekuensi defekasi dan memperbaiki

konsistensi feses. Dua metode uji yang bisa digunakan, yaitu :

a. Metode transit inTesinal. Pada metode ini, gerakan peristaltik

usus diukur dengan menggunakan suatu marker, semakin

tinggi gerakan peristaltik usus, maka semakin seringpula

terjadi defakasi yang ditandai dengan semakin besar pula jarak

yang ditempuh oleh marker. Obat diare akan mengurangi

peristalik usus sehingga akan memperkecil rasio, sedangkan

obat laksansia akan memperbesar rasio, sehingga metode ini

juga digunakan pula pada protokol penapisan terarah aktivitas

laksansia.

b. Metode proteksi terhadap diare yang disebabkan oleh oleum

ricini. Pada metode ini hewan coba diinduksi dengan oleum

ricini untuk menyebabkan diare, lalu diberikan suatu obat anti

diare dan diamati onset defakasi, perubahan jumlah defakasi

dan konsistensi feses. Oleum ricini (minyak jarak) merupakan

trigliserida yang berkhasiat sebagai laksansia. Di dalam usus

halus, minyak ini mengalami hidrolisis dan menghasilkan asam


risinolat yang merangsang mukosa usus, sehingga

mempercepat gerak peristaltik dan mengakibatkan

pengeluaran isi usus dengan cepat. Dosis oleum ricini adalah 2

sampai 3 sekali makan (15 – 30 ml), diberikan sewaktu perut

kosong. Efeknya timbul 1 sampai 6 jam setelah pemberian,

berupa pengeluaran buang air besar berbentuk encer (Stevani,

2016).
II.2 Uraian Bahan

1. Aqua Destillata (Dirjen POM RI.2014)

Nama Resmi : AIR MURNI

Nama Lain : Purified Water

Berat Molekul : 18,02

Rumus Moleku : H2O

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna; tidak berbau.

Wadah dan : Dalam wadah tertutup rapat

Penyimpanan

2. Natrium CMC (Dirjen POM RI, 2014)

Nama Resmi : NATRII CARBOXIMETHYL CELLULOSUM

Nama Lain : Natrium karboksimethil selulosa

Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau putih

kekuningan, tidak berbau atau hapir tidak

berbau.

Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air membentuk

suspensi koloid, tidak larut dalam etanol

(95%) P dalam eter P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

3. Oleum Ricini (Dirjen POM RI, 2014)

Nama Resmi : OLEUM RICINI

Nama Lain : Minyak jarak

Pemerian : Cairan kental, transparan, kuning


pucat atau hampir tidak berwarna; bau lemah,

bebas dari bau asingdan tengik; rasa khas.

Kelarutan : Larut dalam etanol; dapat bercampur dengan

etanol mutlak, dengan asam asetat glasial,

dengankloroform dan dengan eter.

Khasiat : Laksativum

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, dan hindarkan

dari panas berlebihan.


II.3 Uraian Obat

 Loperamide (Team Medical Mini Notes, 2017)

Indikasi : Pengobatan simptomatik diare akut sebagai

tambahan terapi rehidrasi pada dewasa

dengandiare akut.

Kontra Indikasi : Hiperesensitif, diare bercampur darah, diare

disertaidemam tinggi, diare disertai infeksi,

pseudomembranous colitis, pada pasien

dimana kontipasi harus dihindari, nyeri perut

tanpa diare, usia <2 tahun.

Efek Samping : Kembung, nyeri perut, konstipasi, nausea,

pusing, lemas, mulut kering, erupsi bullosa,

ruam, flatus.

Interaksi Obat : Cotrimoxazole dapat meningkatkan kadar

loperamide.

Dosis : Dewasa = Dosis awal 4 mg, dilanjutkan 2 mg

setaip BAB. Dosis maksimal 16 mg/hari.

Hentikan penggunaan obat bila tidak ada

perbaikan dalam waktu 48 jam.


II.4 Uraian Tanaman

 Klasifikasi Tanaman (Sutrisna.2016)

Jambu Biji (Psidium guajava)

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtacecae

Genus : Psidium

Species : Psidium guajava L.

 Morfologi Tanaman (Sutrisna.2016)

Tumbuhan berbatang keras atau kayu warna coklat muda,

dikolom daun bertangkai, bertulang dan menyirip, berbuah dengan

kuli buah berwarna hijau dan daging buah merah atau putih. Biji

buah kecil-kecil.
II.5 Uraian Hewan Uji

 Klasifikasi (Akbar,Budi.2010)

Mencit (Mus musculus)

Sistem taksonomi mencit adalah sebagai berikut:

Kingkom : Animal

Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

 Karakteristik (Arief,Reymond dkk. 2016)

Mencit memiliki beberapa data biologis, diantaranya:

Pubertas : 35 hari

Masa beranak : Sepanjang tahun

Lama hamil : 19 – 20 hari

Lama hidup : 2-3 tahun

Masa tumbuh : 6 bulan

Suhu tubuh (0C) : 37,9 – 39,2

Tekanan darah : 147/106


 Morfologi (Akbar Budhi,2010).

Mencit (Mus musculus) memiliki bentuk tubuh kecil,

berwarna putih, memiliki siklus estrus teratur yaitu 4-5 hari. Mencit

betina dewasa dengan umur 35-60 hari memiliki berat badan 18-

35g. lama hidupnya 1-2 tahun, dapat mencapai 3 tahun. Masa

reproduksi mencit betina berlangsung 1,5 tahun. Mencit betina

ataupun jantan dapat dikawinkan pada umur 8 minggu. Lama

kebuntingan 19-20 hari. Jumlah anak mencit rata-rata 6-15 ekor

dengan berat lahir antara 0,5-1,5 g.


BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan yang digunakan

III.1.1 Alat yang digunakan

Alat yang digunakan yaitu batang pengaduk, gelas kimia,

kandang restrain, spoit oral, stopwatch, timbangan analitik

dan wadah mencit.

III.1.2 Bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan yaitu aquadest, infus daun jambu

biji, loperamide, masker, Na.CMC, Oleum ricini, sarung

tangan (hanscond) dan tissue.

III.2 Hewan Uji

Hewan yang digunakan adalah mencit jantan, dengan berat

badan 20 g - 30 g berumur antara 6 - 8 minggu.


III.3 Cara Kerja

III.3.1 Cara Pembuatan Bahan

a. Na.CMC 1%

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Larutan

CMC 1% dibuat sejumlah 200 ml, maka CMC yang

ditimbang adalah sebesar 1% dari total volume yaitu 2

gram. Dipanaskan aquadest 200 ml kemudian ditimbang

Na.CMC 2 gram, lalu dimasukkan air panas kedalam

lumpang. Setelah itu ditaburkan Natrium CMC lalu

didiamkan hingga Natrium CMC mengembang selama ±30

menit kemudian digerus sampai homogen.

III.3.2Cara Pembuatan Larutan Obat

a.Suspensi Loperamid

Disiapkan alat dan bahan, kemudian diambil tablet

loperamide lalu diserbukkan dan ditimbang sebanyak 562

mg lalu dimasukkan kedalam gelas kimia kemudian

diitambahkan 100 ml Na CMC untuk melarutkan lalu

diaduk.

b.Infus daun jambu biji

Disiapkan alat dan bahan, dipotong daun jambu bji

dan ditimbang sebanyak 10 gram, setelah itu diukur

aquadest sebanyak 100 ml. Daun jambu biji kemudian

dimasukkan kedalam panci dan ditambahkan aquadest


setelah itu direbus hingga mencapai suhu 90°C selama 15

menit.

III.3.3 Perlakuan Terhadap Hewan Uji

Siapkan hewan uji sebanyak 6 ekor yang telah

dipuasakan selama 7-8 jam, lalu dibagi menjadi tiga kelompok

dan diberi kode, dua ekor dengan kode berwarna merah, dua

ekor dengan kode berwarna biru dan dua ekor dengan kode

berwarna hitam. Mencit ditimbang berat badannya dan hitung

volume pemberian secara per oral untuk kontrol negatif

(Natrium CMC 1%), infus tanaman jambu biji 10%, suspensi

loperamid serta untuk induksi oleum ricini 0,01 ml/gr BB.

Pada setiap hewan uji (mencit) diberi induksi oleum ricini

0,01 ml/grBB pemberian secara per oral sesuai perhitungan

pemberian volume dengan menggunakan spoit oral. Lalu

aktifkan stopwatch dengan waktu ± 2 jam sampai efeknya

timbul berupa pengeluaran BAB berbentuk encer.

Setiap kelompok diberikan perlakuan secara per oral

pada kelompok 1 ( Merah ) hewan uji diberikan natrium CMC,

pada kelompok 2 ( Biru ) hewan uji diberikan suspensi

loperamide dan pada kelompok 3 ( Hitam ) hewan uji diberikan

infus tanaman daun jambu biji kemudian diamati frekuensi

BAB dan konsistensi tinja yang dikeluarkan mencit setiap 15


menit selama 120 menit dengan menggunakan stopwatch

serta catat hasil pengamatan.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Tabel Pengamatan Konsistensi Feses

Kelompok Hewan Pengamatan Konsistensi Feses


Dosis Uji 15’ 30’ 45’ 60’ 75’ 90’ 105’ 120’
Kontrol (-)
M.1 2 3 3 3 3 3 3 3
Natrium
M.2 3 3 3 3 3 3 3 3
CMC
Kontrol (+) B.1 - - - - - - - -
Loperamid B.2 - - - - - - - -
Infus Daun H.1 - 3 - - 3 3 - -
Jambu Biji H.2 - - 3 - - - 3 3

Keterangan
3 = Encer
2 = Lunak
1 = Padat

IV.2 Data Pengamatan Frekuensi Feses

Kelompok Hewan Pengamatan Konsistensi Feses


Dosis Uji 15’ 30’ 45’ 60’ 75’ 90’ 105’ 120’
Kontrol (-)
M.1 2 3 3 3 3 3 3 3
Natrium
M.2 3 3 3 3 3 3 3 3
CMC
Kontrol (+) B.1 - - - - - - - -
Loperamid B.2 - - - - - - - -
Infus Daun H.1 - 3 - - 3 3 - -
Jambu Biji H.2 - - 3 - - - 3 3

IV.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini akan menganalisis efek antidiare pada

mencit (Mus musculus) dari loperamide, infus tanaman daun

jambu biji serta membandingkan efek antidiare dari infus tanaman

daun jambu biji dengan konsentrasi 10% dengan tablet loperamide.

Pada setiap hewan uji (mencit) diberi induksi oleum ricini

0,01 ml/grBB secara per oral kepada hewan uji sesuai perhitungan

pemberian volume dengan menggunakan spoit oral. Hewan uji

diinduksi dengan oleum ricini untuk menyebabkan diare, lalu

diberikan suatu obat antidiare dan diamati onset defakasi,

perubahan jumlah defakasi dan konsistensi feses. Oleum ricini

(minyak jarak) merupakan trigliserida yang berkhasiat sebagai

laksansia. Didalam usus halus, minyak ini mengalami hidrolisis dan

menghasilkan asam risinolat yang merangsang mukosa usus,


sehingga mempercepat gerak peristaltic dan mengakibatkan

pengeluaran isi usus dengan cepat.

Setiap kelompok diberikan perlakuan secara per oral pada

kelompok 1 (Merah) hewan uji diberikan natrium CMC sebagai

control negative karena natrium CMC digunakan untuk melarutkan

zat pembanding (loperamide), pada kelompok 2 (Biru) hewan uji

diberikan suspensi loperamide sebagai control positif karena

loperamide mempunyai indikasi sebagai antidiare dan pada

kelompok 3 (Hitam) hewan uji diberikan infus tanaman daun jambu

biji yang berkhasiat sebagai antidiare dengan tingkatan dosis yang

ditentukan sesuai berat badan hewan uji. Kemudian amati frekuensi

BAB dan konsistensi tinja yang dikeluarkan mencit setiap 15 menit

selama 120 menit dengan menggunakan stopwatch serta catat

hasil pengamatan.

Hasil pengamatan pada kelompok kontrol (+) loperamide

yang tidak pernah mengalami BAB selama 120 menit telah sesuai

dengan mekanisme kerjanya, yaitu menekan kecepatan gerak

peristaltik usus. Pada kelompok infus daun jambu biji dari menit ke

15 pada mencit (Hitam 1) tidak mengalami BAB dan menit ke 30

mengalami 3 kali BAB dengan konsistensi encer, menit ke 45 dan

60 tidak mengalami BAB, menit ke 75 mengalami 2 kali BAB

dengan konsistensi encer, menit ke 90 mengalami 3 kali BAB

dengan konsistensi encer dan menit ke 105 dan 120 tidak


mengalami BAB. Pada Mencit (Hitam 2) menit ke 15 dan 30 tidak

mengalami BAB, pada menit ke 45 mengalami 3 kali BAB dengan

konsistensi encer, menit ke 60,75 dan 90 tidak mengalami BAB,

pada menit ke 105 mengalami 4 kali BAB dengan konsistensi

encer, dan menit ke 120 mengalami 2 kali BAB dengan konsistensi

encer. Data yang didapatkan tidak sesuai dengan khasiat daun

jambu biji sebagai antidiare, hal ini terjadi karena factor kesalahan

yaitu infus daun jambu biji tidak masuk semua saat pemberian

akibatnya efeknya kurang baik. Pada kontol negative yang hanya

diberikan natrium CMC selalu mengalami BAB setiap 15 menit

dengan konsistensi encer, hal ini sesuai dengan teori karena

natrium CMC tidak mempunyai aktivitas sebagai antidiare

Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa efek obat

loperamide dan infus daun jambu biji memiliki khasiat antidiare

yang efektif untuk digunakan oleh masyarakat, baik untuk

pengobatan secara tradisional maupun modern, setelah

dibandingkan dengan control negative yang hanya diberikan

natrium CMC dan telah diketahui bahwa natrium CMC tidak

mempunyai aktifitas sebagai antidiare.

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dalam praktikum

farmakologi dapat disimpulkan bahwa:

1. Efek obat loperamide dan infus tanaman daun jambu biji

memiliki khasiat sebagai antidiare yang efektif untuk digunakan

oleh masyarakat.

2. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa efek obat loperamide

lebih efektif dibandingkan dengan infus daun jambu biji karena

saat pemberian infus daun jambu biji tidak semuanya masuk

jadi efeknya kurang baik dibandingkan dengan obat loperamide.

V.2 Saran

Untuk praktikum selanjutnya sebaiknya praktikan membawa

mencit yang terstandar, yang kondisinya terbukti baik secara

keseluruhan dan fisiologinya. Agar dalam percobaan memberikan

hasil yang baik dalam pemberian obat sesuai dengan rute

pemberiannya.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar Budhi. 2010.Tumbuhan dengan Kandungan Senyawa Aktif yang


Berpotensi Sebagai Bahan Antifertilitas. Adabia Press: Jakarta.
Arife,Raymond dkk. 2016.Buku Praktis Farmasi Aplikasi Dalam Teori Dan
Praktik Ilmu Farmasi.Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Depkes RI.2014.Farmakope Indonesia Edisi V. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta.
Stevani.2016.Praktikum Farmakologi. Pusdik SDM Kesehatan: Jakarta.
Sumampouw. 2017.Pemberantasan Penyakit Menular. Deepublish:
Yogyakarta.
Sutrisna. 2016.Herbal Medicine. Suatu Tinjauan Farmakologis.
Muhammadiyah University Press
Team Medical Mini Notes. 2017.Basic Pharmacology & Drug Notes. MMN
Publishing: Makassar
Tjay.2017.Obat-obat Penting Edisi VII. Elex Media Komputindo: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai