Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat

di Indonesia. Diare merupakan penyakit yang paling banyak terjadi dalam

setahun sehingga dianggap sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dikarenakan

disertai dengan kematian yang tinggi, terutama di Indonesia Bagian Timur.

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, menunjukkan bahwa penyakit diare

merupakan penyebab utama kematian pada balita (Kemenkes RI, 2012).

Diare adalah keadaan buang-buang air dengan banyak cairan

(mencret) dan merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu atau

gangguan lain. Pada diare terdapat gangguan dari resorpsi, sedangkan selresi

getah lambung-usus dan motilitas usus meningkat. Diare dapat disebabkan

oleh mikroorganisme, penyakit, obat dan kercunan makanan (Tjay,2007).

Peningkatan motilitas saluran cerna dan penurunan absorpsi cairan

merupakan faktor utama diare. Obat-obat antidiare meliputi agen-agen

antimotilitas, penyerap (absorben), dan obat-obat yang mengubah transpor

cairan dan elektrolit (Harvey, 2013).


I. 2 Maksud dan Tujuan

I.2.1 Maksud percobaan

Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui efek obat

antidiare dan mekanisme kerja obat pada hewan coba.

I.2.2 Tujuan percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui efek obat

antidiare dan mekanisme kerja obat pada hewan coba

I.3 Prinsip Percobaan

Pengujian aktivitas antidiare obat Loperamide, Diapet dan Hiosin

dengan parameter frekuensi defekasi, bobot feses dan konsistensi feses pada

hewan coba (mencit) yang diinduksi Oleum ricini.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Diare

Diare diartikan sebagai buang air besar (defekasi) dengan feses yang

terbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), dengan demikian

kandungan air pada feses lebih banyak daripada biasanya (Priyanto &

Sri,2009). Pada diare terdapat gangguan dari resorpsi, sedangkan sekresi

getah lambung-usus dan motilitas usus meningkat. Menurut teori klasik diare

disebabkan oleh meningkatnya peristaltik usus tersebut, sehingga pelintasan

chymus sangat dipercepat dan masih mengandung banyak air pada saat

meninggalkan tubuh sebagai tinja (Tjay, 2015).

II.3 Patofisiologi dan Mekanisme Diare

Terdapat 4 kelompok sebagai berikut (Tjay,2015):

1. Diare osmotik : isi usus yang hipertonik menyebabkan air ditarik ke rongga

usus.

2. Diare sekretik : sekresi air dan elektrolit di usus (oleh toksin kuman).

3. Diare yang disebabkan oleh gangguan motilitas usus yang disertai

peningkatan kontraksi otot.

4. Diare yang disebabkan oleh peradangan mukosa usus yang

mengakibatkan peningkatan permeabilitas (mis. Colitis ulcerosa).


II.3 Penggolongan Diare

Bersadarkan penyebabnya dapat dibedakan beberapa jenis

gastroenteritis dan diare sbb (Tjay, 2015):

1. Diare akibat virus, misalnya “influenza perut” dan “travelers diarrhoea” yang

disebabkan antara lain oleh rotavirus dan adenovirus. Virus melekat pada

sel-sel mukosa usus yang menjadi rusak sehingga kapasitas resorpsi

menurun dan sekresi air dan elektrolit memegang peranan. Diare yang

terjadi bertahan terus sampai beberapa hari sesudah virus lenyap dengan

sendirinya, biasanya dalam 3-6 hari. Menurut taksiran 90% dari semua

diare wisatawan disebabkan virus atau kuman E. coli spec (tak ganas).

2. Diare bakterial invasif (bersifat menyerbu) agak sering terjadi, tetapi mulai

berkurang berhubungan semakin meningkatnya derajat higiene dari

masyarakat. Kuman pada keadaan tertentu menjadi invasif dan menyerbu

ke dalam mukosa, di mana terjadi perbanyakan diri sambal membentuk

toksin. Enterotoksin ini dapat diresorpsi ke dalam darah dan menimbulkan

gejala hebat, seperti demam tinggi, nyeri kepala dan kejang-kejang. Selain

itu mukosa usus yang telah dirusak mengakibatkan mencret berdarah dan

berlendir. Penyebab terkenal dari pembentuk enterotoksin ialah bakteri E.

coli spec, Shigella, Salmonella dan Campyobacter. Diare ini bersifat “self-

limiting”, artinya akan sembuh dengan sendirinya dalam k.l 5 hari tanpa

pengobatan, setelah sel-sel yang rusak diganti dengan sel-sel mukosa

baru.
3. Diare parasiter akibat protozoa seperti Entamoeba histolytica dan Giardiea

lamblia, yang terutama terjadi di daerah (sub)tropis. Yang pertama

membentuk enterotoksin pula. Diare akibat parasit ini biasanya bercirikan

mencret cairan yang intermiten dan bertahan lebih lama dari satu minggu.

Gejala lainnya dapat berupa nyeri perut, demam, anoreksia, nausea,

muntah-muntah dan rasa letih umum (malaise).

4. Akibat penyakit, misalnya colitis ulcerosa, p. Crohn, Irritable Bowel

Syndrome (IBS), kanker colon dan infeksi-HIV. Juga akibat gangguan-

gangguan seperti alergi terhadap makanan/minuman, protein susu sapi

dan gluten (coeliakie) serta intoleransi untuk lakotosa karena defisiensi

enzim laktase.

5. Akibat obat, yaitu digoksin, kinidin, garam-Mg dan litium, sorbitol, beta-

blockers, perintang-ACE, reserpine, sitostastika dan antibiotika

berspektrum luas (ampisilin, amoksisilin, sefalosporin, klindamisin,

tetrasiklin). Semua obat ini dapat menimbulkan diare “baik” tanpa kejang

perut dan pendarahan. Adakalanya juga akibat penyalahgunaan laksansia

dan penyinaran dengan sinar X (radioterapi).

6. Akibat keracunan makanan sering terjadi misalnya pada waktu perhelatan

anak-anak sekolah atau karyawan peusahaan dan biasanya disertai pula

dengan muntah-muntah. Keracunan makanan didefinisikan sebagai

penyakit yang bersifat infeksi atau toksis yang diperkirakan atau

disebabkan oleh mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar.


Penyebab utamanya adalah tidak memadainya kebersihan pada waktu

pengolahan, penyimpanan dan distribusi dari makanan/minuman dngan

akibat pencemaran meluas. Kuman-kuman Gram-negatif yang lazimnya

menyebabkan keracunan makanan dengan toksinnya.

II.4 Antidiare

Obat-obat antidiare meliputi agen-agen antimotilitas, penyerap

(absorben) dan obat-obat yang mengubah transport cairan dan elektrolit

(Harvey,2013).

1. Agen-agen antimotilitas

Dua obat yang digunakan secara luas untuk mengendalikan diare adalah

diphenoylate dan loperamide. Keduanya merupakan analog meperidine dan

memiliki kerja mirip-opioid pada usus, mengaktifkan reseptor opioid prasinaps

dalam sistem saraf enterik untuk menghambat pelepasan asetilkolin dan

menurunkan peristaltik. Pada dosis lazim, obat ini kurang berefek analgesia.

Efek samping meliputi mengantuk, kram perut, dan pusing. Karena obat ini

dapat menyebabkan megacolon toksik, obat ini tidak boleh digunakan pada

anak kecil atau pasien dengan colitis berat.

2. Penyerap

Agen-agen penyerap seperti bismuth subsalicylate, methylellulose, dan

aluminium hydroxide digunakan untuk mengendalikan diare. Diperkirakan,

agen ini bekerja dengan menyerap racun atau mikroorganisme instestinal


dan/atau dengan melapisi atau melindungi mukosa usus. Agen-agen ini dapat

menganggu absorpsi obat-obat lain.

3. Agen-agen yang mengubah transport cairan dan elektrolit

Bismuth subsalicylate, digunakan untuk traveles diarrhea menurunkan

sekresi cairan dalam usus. Kerjanya dapat disebabkan akibat komponen

salisilatnya dan kerja pelapisannya.

II.5 Uraian Bahan

1. Na-CMC (Dierjen POM, 1997)

Nama Resmi : NATRII CARBOXYMETHIL CELLULOSUM

Nama Lain : Natriu karboksimetil sellulosa

Pemerian : Serbuk atau butiran putih atau kuning gading,

tidak berbau dan bersifat higroskopik.

Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk

suspense koloida, tidak larut dalam etanol.

Kegunaan : Sebagai kontrol.

2. OLEUM RICINI (Dirjen POM, 1997)

Nama Resmi : OLEUM RICINI

Nama Lain : Minyak jarak

Pemerian : Cairan kental, jernih, kuning pucat atau hampir

bau, rasa manis kemudian agak pedas, umumnya

memualkan.

Kelarutan : Larut dalam 2,5 bagian etanol (90%) P; mudah


larut dalam etanol mutlak P dan dalam asam

asetat glasial P.

Kegunaan : Laksativum

3. Diapet ( ISO, 2014)

Indikasi : Mengobati mencret dan memadatkan kembali

feces yang cair; mengatasi rasa mulas (hindari

makanan / minuman yang asam dan pedas

selama belum sembuh).

Kandungan : Ekstrak Psidii folium 23,5%, ekstrak Curcumae

domesticate rhizome 12,5%, ekstrak Coix lacrima

jobi semen 18%, ekstrak Phellodendri radix 23%,

ekstrak Coptidis rhizome 23%.

4. Loperamide HCl (Dirjen POM, 2014)

Nama Resmi : LOPERAMIDA HIDROKLORIDA

Nama Lain : Loperamide hydrocloide

Pemerian : Serbuk putih sampai agak kuning, melebur pada

suhu lebih kurang 225°C disertai peruraian.

Kelarutan : Mudah larut dalam methanol, dakan isopropil

alkohol dan kloroform, sukar larut dalam air dan

dalam asam encer.

Kegunaan : Antidiare.
5. Hiosin (Dirjen POM, 2014)

Nama Resmi : HYOSCINI HYDROBROMIDUM

Nama Lain : Hiosiana hidrobromida

Pemerian : Hablur rombik tidak berwarna atau serbuk hablur

putih, tidak berbau, sangat pahit. Sangat beracun.

Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 2 bagian air, dalam lebih

kurang 20 bagian etanol (95%) P, sangat sukar

larut dalam kloroform P, praktis tidaak larut dalam

eter P.

Kegunaan : Antidiare.
BAB III

METODE PRAKTIKUM

III.1 Alat

Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah, baskom kecil,

canula, handscoon, kertas saring, lap kasar, dan spoit 1cc.

III.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah, Na-CMC,

Loperamide, Diapet dan Oleum ricini.

III.3 Skema Kerja

Timbang kertas saring

Hewan coba diberi perlakuan


1. Na-CMC (kontrol negatif)
2. Loperamide
3. Diapet
4. Hiosin

Ditempatkan pada tempat khusus


yang telah dilapisi kertas saring

Diberikan minyak jarak secara oral


0,01 mL/ g BBHC

Amati jumlah defekasi, bobot feses


dan konsistensi feses
III.4 Perhitungan Dosis

1. Loperamide
Dosis untuk mencit 𝐷𝐸 𝐾𝑚 𝑚𝑎𝑛𝑢𝑠𝑖𝑎
= 𝑥
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑎𝑛𝑢𝑠𝑖𝑎 𝐾𝑚 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡

2𝑚𝑔 37
= 𝑥
60𝑘𝑔 3

= 0,406𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵

Dosis untuk mencit 20g 0,406𝑚𝑔


= 𝑥 2𝑂𝑔
𝑘𝑔𝐵𝐵

0,406𝑚𝑔
= 𝑥 20𝑔
1000𝑔

= 0,008𝑚𝑔/20𝑔𝐵𝐵𝐻𝐶

2. Diapet

Dosis untuk mencit 𝐷𝐸 𝐾𝑚 𝑚𝑎𝑛𝑢𝑠𝑖𝑎


= 𝑥
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑎𝑛𝑢𝑠𝑖𝑎 𝐾𝑚 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡

200𝑚𝑔 37
= 𝑥
60𝑘𝑔 3

= 41,095𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵

Dosis untuk mencit 20g 41,095𝑚𝑔


= 𝑥 20𝑔
𝑘𝑔

41,095𝑚𝑔
= 𝑥 20𝑔
1000𝑔

= 0,821𝑚𝑔/20𝑔𝐵𝐵𝐻𝐶
3. Hiosin

Dosis untuk mencit 𝐷𝐸 𝐾𝑚 𝑚𝑎𝑛𝑢𝑠𝑖𝑎


= 𝑥
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑎𝑛𝑢𝑠𝑖𝑎 𝐾𝑚 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡

10𝑚𝑔 37
= 𝑥
60𝑘𝑔 3

= 2,046𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵

Dosis untuk mencit 20g 2,046𝑚𝑔


= 𝑥 20𝑔
𝑘𝑔

2,046𝑚𝑔
= 𝑥 20𝑔
1000𝑔

= 0.040𝑚𝑔/20𝑔𝐵𝐵𝐻𝐶
BAB IV

HASIL PERCOBAAN

IV.1 Tabel Pengamatan

Jumlah Konsistensi
Obat Hewan Uji Bobot Feses
Defekasi Feses

Na-CMC 1 1 1,8g 1

1 5 0.011g 1

Loperamide 2 2 0,078g 1

Rata-rata 3,5 0,0445g -

1 2 1,22g 1

Diapet 2 2 1,72g 1

Rata-rata 2 2,94g -

1 0 0 -

Hiosin 2 0 0 -

Rata-rata 0 0 -

IV.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan uji aktivitas antidiare dari obat

Loperamide, Diapet Dan Hiosin pada hewan coba (mencit) yang diinduksikan

Oleum ricini. Oleum ricini merupakan trigliserida dari asam risinoleat yang
dapat terhidrolisis dalam usus oleh lipase menjadi gliserin dan asam risinoleat.

Sebagai surfaktan anionik zat ini bekerja mengurangi absorpsi neto cairan dan

elektrolit serta menstimulasi peristaltik usus, sehingga Oleum ricini dapat

menyebabkan diare. Parameter yang diamati adalah frekuensi defekasi, bobot

feses dan konsistensi feses. Pengamatan type konsistensi feses pada

praktikum ini menggunakan parameter The Bristol Stool Form Scale yang

tercantum pada buku Student Survival Skills “Clinical Skills For Nurse”.

Gambar tertera pada lampiran.

Pada perlakuan pertama hewan coba diberikan Na-CMC sebagai

kontrol negatif. Pemberian Na-CMC sebagai kontrol negatif ini bertujuaan

untuk menjadi pebanding dengan efek obat. Digunakan Na-CMC sebagai

kontrol negatif, karena Na-CMC juga digunakan sebagai pelarut pada obat-

obat untuk kontrol positif. Pada pemberian Na-CMC pada sau mencit, hasil

yang dapat adalah jumlah feses sebanyak 1, bobot feses 1,8g dan konsistensi

feses adalah type 1. Mencit masih mengalami diare dikarenakan Na-CMC yang

diberikan tidak memilik efek antidiare.

Pada perlakuan kedua hewan coba diberikan obat Loperamide,

menurut Tjay (2015) mekanisme loperamide yaitu zat ini mampu

menormalisasi keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa yaitu

memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hiperskresi ke keadaan

resorpsi normal kembali. Hasil yang didapatkan yaitu rata-rata jumlah defekasi

3,5 , rata-rata bobot feses 0,0445g dan konsisensi feses type 1. Pada
pemberian obat loperamide ini mencit masih mengalami diare dikarenakan

Oleum ricini akan menstimulasi peristaltik usus yang meyebabkan diare

sedangkan loperamide hanya mengurangi frekuensi diare.

Pada perlakuan ketiga hewan coba diberikan obat Diapet yang

merupakan obat herbal yang mengandung Psidium guajava dimana salah satu

kandungan dari Psidium guajava adalah tannin. Menurut Tjay (2015), tannin

bersifat mengendapkan zat putih telur dan berkhasiat adstringens, yaitu dapat

meringankan diare dengan menciutkan selaput lendir usus. Hasil yang

didapatkan yaitu rata-rata frekuensi feses 2, rata-rata bobot feses 2,94g dan

konsistensi feses type 1. Pada pemberian Diapet mencit masih mengalami

diare dikarenakan, obat Diapet hanya meringankan diare.

Pada perlakuan dengan obat Hiosin, tidak ada mencit yang mengalami

defekasi. Hal ini dikarenakan pemberian Oleum ricini sebagai penginduksi

menstimulasi usus menyebabkan terjadinya diare dan Hiosin berkerja

menghambat kejang-kejang pada usus sehingga akan menghentikan stimulasi

peristaltik usus oleh Oleum ricini sehingga tidak terjadi diare.

Adapun faktor kesalahan pada praktikum ini yaitu, volume pemberian

obat yang tidak sesuai, volume penginduksi yang tidak sesuai dan kurang

telitinya praktikan dalam mengamati.


BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa, mekanisme dari

loperamide yaitu mampu menormalisasi keseimbangan resorpsi-sekresi dari

sel-sel mukosa yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan

hiperskresi ke keadaan resorpsi normal kembali sehingga hanya mengurangi

frekuensi defekasi. Diapet yang mengandung tannin hanya meringankan diare.

Hiosin mekanisme kerjanya untuk menghentikan kejang-kejang usus sehingga

mampu menghentikan diare. Hiosin merupakan obat yang paling baik untuk

mengatasi diare pada mencit yang diinduksi Oleum ricini dibanding obat

Loperamide dan Diapet.

V.2 Saran

V.2.1 Saran Untuk Laboratorium

Sebaiknya alat serta bahan di dalam Laboratorium dilengkapi.

V.2.2 Saran Untuk Asisten

Sebaiknya asisten terus mendampingi praktikan saat melakukan

praktikum agar praktikan tidak melakukan kesalahan saat praktikum.

V.2.3 Saran Untuk Dosen

Sebaiknya Dosen ikut hadir dalam praktikum untuk mengawasi asisten

dan praktikan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta.

Boyd, Claire. 2013. Student Survival Skills “Clinical Skills For Nurse”. John
Wiley & Sons, Ltd, UK.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Kesehatan Indonesia


Tahun 2011. Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.

Harvey, R.A dan Champe , P.C. 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar. Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Ikatan Apoteker Indoensia, 2013. Informasi Spesialite Obat Indonesia.PT ISFI


Penerbitan, Jakarta.

Priyanto, Agus dan Sri Lestari. 2009. Endoskopi Gastrontestinal. Penerbit


Salemba Medika, Jakarta.

Suherman, Linda P. Faizal Hermanto dan Moehmmad Luthufi Pramukti. 2013.


Efek Antidiare Ekstrak Etanol Daun Mindi (Melia azedarach Linn) Pada
Mencit Swiss Webster Jantan. Kartika Jurnal Ilmiah Farmasi. Fakultas
Farmasi, Universitas Jenderal Achmad Yani.

Tjay, T.H dan Rahardja, K. 2015. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan
Efek-efek Sampingnya Edisi Keenam. PT Elex Media Komputindo
Kelompok Gramedia, Jakarta.
LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI 1

“ANTIDIARE”

OLEH:

KELOMPOK 2 GOLONGAN 1

STIFA D 2018

ASISTEN : DEVITA MANGANGANTUNG

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR

MAKASSAR

2019

LAMPIRAN

Keterangan : Jumlah defekasi dan konsistensi feses.


Keterangan : Penimbangan bobot feses mencit.

Keterangan : Parameter Type Konsistensi Feses

Anda mungkin juga menyukai