Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DASAR

EFEK OBAT ANALGETIK PADA HEWAN UJI DAN EFEK


OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA HEWAN UJI

Disusun Oleh :

SHINTIA NABILLA (F16022070)

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
EFEK OBAT ANALGETIK PADA HEWAN UJI

Hasil
1. Data volume pemberian obat pada mencit
Kelompok No. Mencit Berat badan Volume pemberian (ml)
mencit (gr) peroral intraperitanial
Ibuprofen 3 35 gram 1,75 ml 0,26 ml
Aquadest 2 34 gram 1,7 ml 0,25 ml
Parasetamol 5 31 gram 1,5 ml 0,2 ml

2. Data pengamatan jumlah geliatan mencit

No. Jumlah Geliatan Mencit


Kelompok Durasi
Mencit 10’ 20’ 30’ 40’ 50’ 60’

Ibuprofen 3 8 18 30 8 17 8 60 menit

Parasetamol 5 13 28 34 37 12 15 60 menit

Aquadest 2 35 44 44 43 42 39 60 menit

Pembahasan
Analgetika adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk
mengurangi atau menghalau rasa sakit atau nyeri. Tujuan dari percobaan kali
ini adalah mengenal, mempraktikkan, dan membandingkan daya analgetika
dari obat parasetamol dan asetosal menggunakan metode rangsang kimia.
Percobaan ini dilakukan terhadap hewan percobaan, yaitu tikus. Metode
rangsang kimia digunakan berdasarkan atas rangsang nyeri yang ditimbulkan
oleh zat-zat kimia yang digunakan untuk penetapan daya analgetika.
Pada kegiatan praktikum ini menggunakan 3 jenis bahan obat yaitu
Paracetamol, antalgin, dan Ibuprofen. Hewan uji yang digunakan adalah mencit
dengan berat yang berada pada rentang 31-35 gram. Kegiatan akan diamati dari
hewan uji tersebut adalah jumlah geliat yang terbentuk setelah obat diinjeksikan
secara oral dan intraperitanial pada masing-masing hewan uji. Tujuannya akan
menganalisa efek obat analgetik untuk membandingkan kemampuan tiap obat
analgetik dalam meredakan nyeri pada mencit yang diinduksi rasa nyeri secara
kimia secara oral dan intraperitanial. Pada kelompok ibuprofen volume pemberian
peroral sebanyak 1,75 ml, dan volume pemberian secara intraperitanial sebanyak
0,26 ml, pada kelompok aquadest volume pemberian peroral sebanyak 1,7 ml, dan
volume pemberian secara intraperitanial sebanyak 0,25 ml, pada kelompok
parasetamol volume pemberian peroral sebanyak 1,5 ml, dan volume pemberian
secara intraperitanial sebanyak 0,25 ml.
Pada praktikum ini menggunakan ibuprofen, parasetamol, dan aquadest
dengan durasi selama 60 menit. Pada ibuprofen jumlah geliat pada 10’ yaitu 8.
pada 20’yaitu 18, pada 30’ yaitu 30, pada 40’ yaitu 8, pada 50’ yaitu 17, dan pada
60’ yaitu 8. Pada parasetamol jumlah geliat pada 10’ yaitu 13. pada 20’yaitu 28,
pada 30’ yaitu 34, pada 40’ yaitu 37, pada 50’ yaitu 13, dan pada 60’ yaitu 15.
Pada aquadest jumlah geliat pada 10’ yaitu 35. pada 20’yaitu 44, pada 30’ yaitu
44, pada 40’ yaitu 43, pada 50’ yaitu 42, dan pada 60’ yaitu 39. Hal ini
menunjukkan bahwa pada aquadest jumlah geliat mencit yang dihasilkan lebih
besar daripada dengan menggunakan ibuprofen dan parasetamol.
Percobaan ini menggunakan metode geliat yang nantinya akan
menimbulkan geliat pada mencit sehingga dapat diamati respon mencit ketika
menahan nyeri pada kontraksi otot yang terputus-putus, kaki kebelakang, dan
kepala tertarik kearah belakang. Dengan pemberian obat analgetik Paracetamol,
antalgin, dan Ibuprofen akan mengurangi respon tersebut. Pemberian obat-obat
analgetik pada mencit dilakukan secara peroral setiap mencit diberikan larutan
yang berbeda-beda. 
Ibuprofen yang memiliki analgetik-antipiretik ini bekerja dengan cara
menghambat enzim siklooksigenase pada biosintesis prostaglandin, sehingga
konversi asam arakidonat menjadi PG-G2 terganggu. Ibuprofen bersifat analgesik
dengan daya anti inflamasi yang tidak terlalu kuat, sehingga menjadi pilihan
dikalangan medis dalam penggunaannya. Efek samping yang tersering terjadi
pada saluran gastrointestinal adalah induksi gastroulcerative yang terkadang
disertai anemia sekunder akibat pendarahan saluran cerna hingga perforasi
gastrointestinal (Mediansyah dan Rahmanisa, 2017).
Paracetamol merupakan senyawa obat yang juga golongan non narkotik
yakni turunan anilin (golongan fenasetin). Parasetamol adalah obat analgetik
untuk pasien yang yang tidak tahan terhadap asetosal (dikenal dengan nama
popular : aspirin). Parasetamol adalah derivet p-aminofenol yang mempunyai sifat
antipiretik/analgetik karena gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga
berdasarkan efek sentral. Sifat analgetik parasetamol dapat mrnghilangkan rasa
nyeri ringan sampai sedang (Bebenista dan Nowak, 2014).

Kesimpulan
Percobaan ini menggunakan metode geliat yang nantinya akan
menimbulkan geliat pada mencit sehingga dapat diamati respon mencit ketika
menahan nyeri pada kontraksi otot yang terputus-putus, kaki kebelakang, dan
kepala tertarik kearah belakang. Dengan pemberian obat analgetik Paracetamol,
antalgin, dan Ibuprofen akan mengurangi respon tersebut. Parasetamol adalah
derivet p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik/analgetik karena gugus
aminobenzen dan mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral. Sifat analgetik
parasetamol dapat mrnghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang.

Saran

Saat penyuntikan dilakukan, praktikan harus fokus dan teliti agar tidak
terjadi kesalahan pada saat penyuntikan yang menyebabkan mencit kelebihan
dosis sehingga mati.

Daftar Pustaka

Bebenista, M. J. dan J. Z. Nowak. (2014). Paracetamol: Mechanism Of Action,


Applications and Safety Concern. Polish Pharmaceutical Society. Vol. 71,
No. 1: 11-23.
Mediansyah, A. dan S. Rahmanisa. (2017). Hubungan Ibuprofen terhadap Ulkus
Gaster. Majority. Vol. 6, No. 1: 6-10.
EFEK OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA HEWAN UJI

Hasil

1. Data pengamatan kadar glukosa darah mencit dengan metode pembebanan


glukosa

Kadar glukosa darah (mmHg)

No. Kadar Kadar Kadar


Kelompok Kadar
Mencit glukosa glukosa glukosa
Puasa gula
20 40 60
diabetik
menit menit menit

Kontrol 2 108 101 128 137 138

Glibenklamid 1 174 158 182 168 140

Akarbose 4 151 180 227 184 218

Metformin 3 146 190 198 169 178


HCL

Pembahasan
Diabetes adalah gangguan kronis yang khususnya menyangkut
metabolisme glukosa dalam tubuh. Glukosa yang diserap di jaringan otot
ditimbun sebagai glikogen atau dirombak menjadi asam laktat sedangan jaringan
lemak juga menggunakan glukosa sebagai sumber energi dan substrat sintesis
trigliserida.
Penyebab diabetes adalah kekurangan hormon insulin yang berfungsi
memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi. Akibatnya, glukosa menjadi
bertumpuk dalam darah (hiperglikemia) dan akhirnya diekskresikan melalui urin
tanpa digunakan (glikosuria). Hal ini menyebabkan produksi kemih pasien sangat
meningkat, merasa sangat haus, dan berat badan menurun. Untuk memperingan
gangguan-gangguan yang ditimbulkan akibat diabetes, maka dibutuhkan obat-obat
hipoglikemia yang bekerja meningkatkan sekresi insulin (Ramadhan, dkk., 2015).
Insulin mengatur metabolisme glukosa dengan memfosforilasi substrat reseptor
insulin (IRS) melalui aktivitas tirosin kinase subunit β pada reseptor insulin. IRS
terfosforilasi memicu serangkaian reaksi kaskade yang efek nettonya adalah
mengurangi kadar glukosa dalam darah. Metabolisme glukosa oleh insulin diatur
melalui berbagai mekanisme kompleks yang efeknya adalah peningkatan kadar
glukosa dalam darah. Oleh karena itu, penderita diabetes mellitus yang jumlah
insulinnya tidak mencukupi atau bekerja tidak efektif akan mengalami
hiperglikemia.
Hewan percobaan dibagi menjadi 4 kelompok dan masing–masing
kelompok terdiri dari 1 ekor. Sebelum penelitian dilakukan mencit dipuasakan
terlebih dahulu untuk mengosongkan lambung dan usus mencit tetap diberikan air
minum dan diberi makanan standar, lalu. Sebelum melakukan pengambilan darah
yang diambilnya melalui pembuluh darah yang ada di vena ekor dengan cara di
potong ekor mencit tersebut ± 0,5 cm dari ujung ekor dengan menggunakan
gunting yang telah digunakan dengan alkohol 70%. Darah yang keluar di teteskan
pada strip glukometer yang terpasang pada alat. Kadar glukosa darah yang muncul
pada alat-alat kemudian dicatat sebagai kadar glukosa puasa. Setelah kadar
glukosa puasa pada mencit, kemudian semua diberikan glukosa 10% dengan dosis
yang telah dihitung kemudian diukur kadar glukosa darahnya sebagai kadar
glukosa setelah pembebanan (Shrestha, dkk., 2017). 
Pada perlakuan kontrol, kadar gula diabetik 101. Pada menit ke 20 mencit
kadar glukosa mencit menjadi 128, menit ke 40 setiap mencit kadar glukosa
mencit menjadi 137, dan menit ke 60 setiap mencit kadar glukosa mencit menjadi
138. Pada perlakuan Glibenklamid, kadar gula diabetik 158. Pada menit ke 20
mencit kadar glukosa mencit menjadi 182, menit ke 40 setiap mencit kadar
glukosa mencit menjadi 168, dan menit ke 60 setiap mencit kadar glukosa mencit
menjadi 140. Pada perlakuan Akarbose, kadar gula diabetik 180. Pada menit ke
20 mencit kadar glukosa mencit menjadi 227, menit ke 40 setiap mencit kadar
glukosa mencit menjadi 182, dan menit ke 60 setiap mencit kadar glukosa mencit
menjadi 218, dan pada perlakuan Metformin HCL, kadar gula diabetik 190. Pada
menit ke 20 mencit kadar glukosa mencit menjadi 198, menit ke 40 setiap mencit
kadar glukosa mencit menjadi 169, dan menit ke 60 setiap mencit kadar glukosa
mencit menjadi 178,

Kesimpulan
Untuk memperingan gangguan-gangguan yang ditimbulkan akibat
diabetes, maka dibutuhkan obat-obat hipoglikemia yang bekerja meningkatkan
sekresi insulin. Insulin mengatur metabolisme glukosa dengan memfosforilasi
substrat reseptor insulin (IRS) melalui aktivitas tirosin kinase subunit β pada
reseptor insulin. IRS terfosforilasi memicu serangkaian reaksi kaskade yang efek
nettonya adalah mengurangi kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa darah
yang muncul pada alat-alat kemudian dicatat sebagai kadar glukosa puasa. Setelah
kadar glukosa puasa pada mencit, kemudian semua diberikan glukosa 10% dengan
dosis yang telah dihitung kemudian diukur kadar glukosa darahnya sebagai kadar
glukosa setelah pembebanan. 

Saran

Saat penyuntikan dilakukan, praktikan harus fokus dan teliti agar tidak
terjadi kesalahan pada saat penyuntikan yang menyebabkan mencit kelebihan
dosis sehingga mati.

Daftar Pustaka
Ramadhan, A. M., L. Rijai, dan J. M. Liu. 2015. Kajian Penggunaan Obat
Hipoglikemik Oral Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Puskesmas
Temindung Samarinda. Jurnal Sains Dan Kesehatan.
Vol. 1, No. 3: 105-110.

Shrestha, J. T. M., H. Shrestha, M. Prajapati, A. Karkee, dan A. Maharjan. 2017.


Adverse Effects of Oral Hypoglycemic Agents and Adherence to them
among Patients with Type 2 Diabetes Mellitus in Nepal. Journal Lumbini
Medical Coll. Vol. 5, No. 1: 34-40.

Anda mungkin juga menyukai