Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II
SEMESTER IV TA 2021/2022
ANTIPIRETIK

Disusun Oleh:

Febriana Ardiyanti 20484085


Latifah Nisa Fiqoh 20484087
Riswanda Nur Anggi Azizah 20484095

LABORATORIUM FARMAKOLOGI II
PROGRAM STUDI D-3 FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN BHAKTI SETYA INDONESIA
2022
ANTIPIRETIK

A. TUJUAN
Menganalisis efek antipiretik dari parasetamol, ibu profen dan antalgin pada hewan tikus
wistar jantan
B. PENDAHULUAN
Demam merupakan kondisi tubuh dimana suhu tubuh diatas suhu normal. Yang dapat
diukur menggunakan termometer melalui mulut, dubur, ketiak atau rongga telinga. Suhu
merupakan hasil metabolisme tubuh yang dibutuhkan supaya aliran darah lancar dan
menjaga agar reaksi kimia berjalan dengan baik. Suhu tubuh diatur oleh suatu mekanisme
yang menyangkut susunan saraf, biokimia, dan hormonal. Hipotalamus menerima
informasi suhu tubuh bagian dalam dari suhu darah yang masuk ke otak dan informasi
suhu luar tubuh dari reseptor panas di kulit. Termostat dalam hipotalamus diatur pada set-
point sekitar suhu 37°C dengan rentang sekitar 1°C, dan suhu dipertahankan dengan
menjaga keseimbangan pembentukan atau pelepasan panas.
Susunan saraf, biokimia, dan hormonal merupakan mekanisme yang mengatur suhu
tubuh. Suhu tubuh bagian dalam dari suhu darah yang masuk ke otak dan informasi suhu
luar tubuh dari reseptor panas kulit diterima oleh hipotalamus. Hipotalamus anterior
merupakan pusat pengatur pengeluaran panas. Demam merupakan akibat kenaikan set
point (oleh sebab infeksi) atau oleh adanya ketidakseimbangan antara produksi panas dan
pengeluarannya. Suhu diatas 38,5°C menyebabkan rasa tidak nyaman, aliran darah cepat,
jumlah darah untuk mengaliri organ vital (otak, jantung, paru) bertambah, sehingga
volume darah ke ekstremitas dikurangi, akibatnya ujung kaki/tangan terasa dingin.
Demam yang tinggi memacu metabolisme yang sangat cepat, jantung dipompa lebih kuat
dan cepat, frekuensi napas lebih cepat. (Pediatri, 2000)
1. PARACETAMOL
● Mekanisme kerja :
Paracetamol merupakan obat analgetik-antipiretik yang bekerja pada sistem pusat
pengatur suhu di hipotalamus untuk menurunkan suhu tubuh atau antipiretik serta
menghambat sintesis prostaglandin.
● Dosis :
Dewasa: 500-1.000 mg atau 10–15 mg/kgBB, tiap 4–6 jam. Dosis maksimal
4.000 mg per hari.
Bayi dan anak-anak: 10–15 mg/kgBB, tidak 4–6 jam. Dosis tidak boleh lebih dari
15 mg/kgBB per dosis.
● Bentuk sediaan :
Tablet, sirop, tetes, suppositoria, dan infus.
● Efek samping :
Reaksi hipersensitifitas/alergi, penggunaan jangka lama dan dosis besar
menyebabkan kerusakan hati
● Interaksi obat :
✔ Peningkatan risiko terjadinya perdarahan jika digunakandengan warfarin
✔ Penurunan kadar paracetamol dalam darah jika digunakan dengan
carbamazepine, colestiramine, phenobarbital, phenytoin, atau primidone
✔ Peningkatan risiko terjadinya efek samping obat busulfan
✔ Peningkatan penyerapan paracetamol jika digunakan dengan
metoclopramide,domperidone, chloramphenicol, atau probenecid
✔ Peningkatan risiko terjadinya kerusakan hati jika digunakan dengan isoniazid
● Perhatian :
✔ Jangan menggunakan paracetamol jika Anda alergi terhadap obat ini. Beri
tahu dokter tentang riwayat alergi yang Anda miliki.
✔ Konsultasikan dengan dokter jika Anda menderita penyakit liver, penyakit
ginjal, atau kecanduan alkohol.

2. IBUPROFEN
● Mekanisme kerja :
Ibuprofen adalah obat untuk untuk meredakan nyeri dan menurunkan deman.
Obat ini juga memiliki efek antiradang. Ibuprofen bisa digunakan untuk
meredakan nyeri haid, sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot, atau nyeri sendi akibat
radang sendi. Ibuprofen bekerja dengan cara menghambat pembentukan
prostaglandin, yaitu zat kimia yang memicu timbulnya tanda dan gejala radang,
termasuk nyeri, bengkak, atau demam, saat tubuh mengalami luka.
● Dosis :
Dewasa dan anak-anak usia >12 tahun: 200–400 mg, tiap 4–6 jam, sekali sesuai
kebutuhan. Dosis maksimal 1.200 mg per hari.
Anak-anak ≥6 bulan sampai ≥12 tahun: 4–10 mg/kgBB per hari, tiap 6–8 jam
sekali. Dosis maksimal adalah 40 mg/kgBB per hari.
● Bentuk sediaan :
tablet, kapsul, dan sirop.
● Efek samping :
Pusing, sakit kepala, dispepsia, diare, mual, muntah, nyeri abdomen, konstipasi,
hematemesis, melena, perdarahan lambung, ruam.
● Interaksi obat :
✔ Peningkatan risiko terjadinya perdarahan saluran cerna jika digunakan
bersama aspirin, warfarin, heparin, clopidogrel, ticagrelor, obat kortikosteroid,
atau obat antidepresan jenis selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs),
seperti escitalopram atau fluoxetine
✔ Peningkatan risiko terjadinya hiperkalemia dan kerusakan ginjal jika
digunakan dengan ciclosporin atau tacrolimus
✔ Peningkatan kadar ibuprofen yang dapat memicu efek samping jika digunakan
bersama lithium atau methotrexate
✔ Penurunan efektivitas dari ACE inhibitor atau ARB sebagai obat
antihipertensi

● Perhatian :
✔ Jangan menggunakan ibuprofen jika Anda alergi terhadap obat ini. Beri tahu
dokter tentang riwayat alergi yang Anda miliki.
✔ Beri tahu dokter jika Anda pernah mengalami perdarahan saluran pencernaan,
gagal jantung berat, gagal ginjal, asma, atau baru saja menjalani operasi
bypass jantung. Ibuprofen sebaiknya tidak digunakan oleh pasien dengan
kondisi tersebut.
✔ Beri tahu dokter jika Anda menderita penyakit jantung atau kondisi lain yang
bisa meningkatkan risiko terjadinya gangguan pada jantung, termasuk
hipertensi, dislipidemia, atau diabetes. Penggunaan ibuprofen pada pasien
dengan kondisi tersebut harus dilakukan dengan hati-hati.
✔ Beri tahu dokter jika Anda menderita gangguan gangguan pembekuan darah,
porfiria, atau lupus.
3. ANTALGIN
● Mekanisme kerja :
Antalgin mengandung metamizole, yang juga dikenal dengan nama metampiron atau
dipiron. Cara kerja metamizole dalam meredakan nyeri belum diketahui dengan pasti.
Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa metamizole menghambat kerja hormon
prostaglandin.
● Dosis :
Dewasa: 500–1.000 mg dikonsumsi 3–4 kali sehari, waktu pengobatan maksimal 4–5
hari. Dosis maksimal 4.000 mg/hari.
Anak-anak usia di atas 3 bulan: Dosis ditentukan berdasarkan berat badan pasien. Dosis
yang disarankan adalah 8–16 mg/kgBB, dikonsumsi 3–4 kali sehari.
● Bentuk sediaan :
Tablet dan injeksi
● Efek samping :
Gangguan saluran cerna
● Interaksi obat :
✔ Peningkatan risiko terjadinya trombositopenia jika digunakan bersama obat
pengencer darah
✔ Peningkatan risiko terjadinya hipotermia berat jika digunakan bersama
chlorpromazine dan phenothiazine
✔ Peningkatan risiko terjadinya efek samping atau keracunan Antalgin jika
digunakan bersama antidepresan trisiklik, obat golongan MAOI, pil KB, atau
allopurinol
✔ Penurunan efektivitas Antalgin jika digunakan bersama barbiturat, glutethimide,
atau phenylbutazone
✔ Peningkatan risiko terjadinya efek samping obat diabetes, antibiotik sulfonamida,
atau phenytoin
✔ Peningkatan efek kerusakan pada sel darah jika digunakan dengan methotrexate
✔ Penurunan efektivitas obat ciclosporin atau bupropion
● Perhatian :
✔ Beri tahu dokter tentang riwayat alegi yang Anda miliki. Antalgin tidak boleh
diberikan pada pasien yang alergi terhadap obat ini atau metamizole.
✔ Beri tahu dokter jika Anda pernah atau sedang menderita kelainan darah,
defisiensi G6PD, gangguan sumsum tulang belakang, porfiria, tekanan darah
rendah, dehidrasi, asma, tukak lambung, ulkus duodenum, penyakit jantung,
gangguan hati, atau gangguan ginjal.
✔ Jangan mengonsumsi minuman beralkohol selama Anda menjalani pengobatan
dengan Antalgin.
✔ Jangan mengemudikan kendaraan bermotor, mengoperasikan mesin, atau
melakukan kegiatan yang memerlukan kesiagaan setelah mengonsumsi Antalgin,
karena metamizole dapat menyebabkan kesulitan berkonsentrasi.
✔ Beri tahu dokter jika Anda sedang hamil, menyusui, atau sedang merencanakan
kehamilan.

C. METODOLOGI
1. BAHAN
● Larutan Antalgin
● Suspensi Ibu Profen
● Suspensi obat Parasetamol
● Larutan tragakan atau CMC 1 % sebagai pensuspensi

2. HEWAN UJI
Tikus wistar jantan

3. ALAT
● Batang pengaduk
● Spuit oral
● Stopwatch
● Termometer badan
● Aqua destilat
● Timbangan hewan

Cara kerja :
1) Pepton 5%, diberikan sebanyak 1,0 ml/200g secara subkutan
2) Vaksin DPT-HB 0,2 ml/ 200g, secara intramuskular pada bagian paha untuk
menginduksi terjadinya demam
3) Vaksin Kotipa (kombinasi vaksin kolera, tifus dan paratifus) dengan dosis 0,6
mL/kgBB intra-muskuler (i.m.) (2 kali pemberian selama seminggu)
Perubahan suhu tubuh diamati tiap 30 menit selama 5 jam, hewan coba dikatakan
demam jika suhu mencapai 38°C sampai 40°C atau kenaikan suhu di atas 1,5° C
dari suhu basal.
D. HASIL PERCOBAAN
TABEL HASIL PENGUKURAN SUHU REKTAL PADA TIKUS

Bera
Replikas t pepton 5% obat oral Suhu dalam °C rektal pada menit ke-
i volum volum ta to 30 60 90 120
Perlakuan gram mg e mg e
Aquades 1 232   1,2 10, 1,0 37, 38, 38, 38, 39, 38,
4 0 5 8 8 2 9
2 208   1,0 9,4 0,9 37, 38, 38, 38, 39, 39,
0 6 9 9 0 0
3 230   1,2 10, 1,0 36, 38, 38, 38, 38, 38,
4 5 0 5 7 9 9
Paracetamol 1 231   1,2 10, 1,0 37, 38, 38, 37, 37, 37,
9 mg/kg 4 2 5 0 8 7 5
2 230   1,2 10, 1,0 36, 38, 38, 37, 37, 37,
4 5 0 0 8 7 5
3 233   1,2 10, 1,0 37, 38, 38, 37, 37, 37,
5 0 5 4 7 5 3
Ibuprofen 1 209   1,0 9,4 0,9 36, 38, 37, 37, 37, 37,
7,2 mg/kg 8 0 5 3 0 0
2 228   1,1 10, 1,0 36, 38, 37, 37, 36, 36,
3 5 0 6 0 7 5
3 234   1,2 10, 1,1 37, 38, 37, 37, 37, 36,
5 0 5 7 4 3 8
Antalgin 9 1 232   1,2 10, 1,0 36, 38, 37, 36, 36, 36,
mg/kg 4 8 5 0 5 4 3
2 225   1,1 10, 1,0 36, 38, 37, 37, 36, 36,
1 5 3 5 0 8 3
3 220   1,1 9,9 1,0 37, 38, 38, 37, 37, 36,
5 5 0 5 3 8
ta = suhu awal rektal sebelum penyuntikan pepton 5% t0 = suhu demam setelah
penyuntikkan pepton 5%
kadar ibuprofen 5 kadar antalgin 10
kadar paracetamol 10 mg/ml mg/ml mg/ml
E. ANALISIS PERCOBAAN
● TABEL HASIL ANALISIS PERUBAHAN SUHU REKTAL PADA TIKUS

T4 =
Replikas T1 = T2=t30 T3 = T5 =
Perlakuan t90 –
i to-ta – ta t60 –ta t120- ta
ta
1 1,5 1,8 1,8 2,2 1,9
Aquades 2 1,6 1,9 1,9 2,0 2,0
3 1,5 2,0 2,2 2,4 2,4
RERATA   1,5 1,9 2,0 2,2 2,1
1 1,3 0,8 0,6 0,5 0,3
Paracetamol
2 1,5 1,5 1,3 1,2 1,0
9 mg/kg
3 1,5 1,4 0,7 0,5 0,3
RERATA   1,4 1,2 0,9 0,7 0,5
1 1,2 0,7 0,5 0,2 0,2
Ibuprofen
2 1,5 1,1 0,5 0,2 0,0
7,2 mg/kg
3 1,5 0,7 0,4 0,3 -0,2
RERATA   1,4 0,8 0,5 0,2 0,0
1 1,7 0,2 -0,3 -0,4 -0,5
Antalgin 9
2 1,8 1,0 0,5 0,3 -0,2
mg/kg
3 1,0 0,5 0,0 -0,2 -0,7
RERATA   1,5 0,6 0,1 -0,1 -0,5

● TABEL HASIL ANALISIS PERUBAHAN SUHU REKTAL PADA TIKUS


(RATA-RATA)

T2=t30 – T3 = t60 – T4 = t90 – T5 = t120-


  T1 = to-ta ta ta ta ta
Aquades 1,5 1,9 2,0 2,2 2,1
Paracetamol 9 mg/kg 1,4 1,2 0,9 0,7 0,5
Ibuprofen 7,2 mg/kg 1,4 0,8 0,5 0,2 0,0
Antalgin 9 mg/kg 1,5 0,6 0,1 -0,1 -0,5
● GRAFIK PERUBAHAN SUHU REKTAL TERHADAP WAKTU PADA
TIKUS DENGAN PERLAKUAN

Sumbu Vertical : perubahan suhu


Sumbu Horizontal : waktu T1, T2, T3, T4, T5

F. PEMBAHASAN

Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh dalam keadaan demam. Namun, hal
itu tidak mempengaruhi suhu tubuh normal jika ada demam. Antipiretik bertindak atas
hipotalamus untuk mengurangi kenaikan suhu telah diluncurkan oleh interleukin. Setelah
itu, tubuh akan beroperasi pada suhu yang lebih rendah, yang mengakibatkan
pengurangan demam. Antipiretik yang umum digunakan seperti aspirin, parasetamol, dan
lain-lain. Antipiretik mempunyai suatu efek pada termostat hipotalamus yang berlawanan
dengan zat pirogen. Penurunan demam oleh antipiretik seringkali melalui pengurangan
pembuangan panas daripada pengurangan produksi panas.
Sintesis PGE2 tergantung pada peran enzim siklooksigenase. Asam arakhidonat
merupakan substrat siklooksigenase yang dikeluarkan oleh membran sel. Antipiretik
berperan sebagai inhibitor yang poten terhadap siklooksigenase. Potensi bermacam-
macam obat secara langsung berkaitan dengan inhibisi siklooksigenase otak.
Asetominophen merupakan penghambat siklooksigenase yang lemah di jaringan perifer
dan aktivitas antiinflamasinya tidak begitu berarti. Di otak, asetominofen dioksidasi oleh
sistem sitokrom p450 dan bentuk teroksidasinya menghambat enzim siklooksigenase.
Penggunaan klinik:
Pada antipiretik dan analgesic: Natrium salisilat, kolin salisilat (dalam formula liquid),
kolin magnesium salisilat dan aspirin digunakan sebagai antipiretik dan analgesic pada
pengobatan gout, demam rematik, dan atritis rematoid. Umumnya mengobati kondisi-
kondisi ini memerlukan analgesia termasuk nyeri kepala, artralgia, dan mialgia.
Setelah hipotalamus mengeset suhu baru untuk tubuh kita, maka tubuh kita akan
bereaksi dan mulai melakukan pemanasan. Jadi setelah hipotalamus mengeset pada suhu
38,9 derajat C misalnya, maka suhu tubuh kita yang tadinya 37 derajat C, oleh tubuh kita
akan dinaikkan menjadi 38,9 derajat C. Pada saat tubuh menuju ke suhu baru kita akan
merasa menggigil. Kita dapat pula merasa sangat dingin meskipun ruangan tidak dingin
dan bahkan meskipun kita sudah memakai baju tebal dan selimut. Jika tubuh sudah
mencapai suhu barunya, katakanlah 38,9 derajat C maka kita tidak akan merasa dingin
lagi (Hasan & R, 2014).
Menurut literatur, Tidak semua jumlah obat yang diabsorpsi dari tempat pemberian
akan mencapai sirkulasi sistemik. Banyak faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas
obat, terutama bila diberikan per oral, kemungkinan obat dirusak oleh reaksi asam
lambung atau oleh enzim-enzim dari saluran gastrointestinal. Pada pemberian obat secara
oral pada mencit ada tiga faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas:
 Faktor obatnya sendiri (larut dalam lipid, air atau keduanya)
 Faktor penderita ( keadaan patologik organ-organ pencernaan dan metabolisme )
 Interaksi dalam absorpsi di saluran cerna ( interksi dengan makanan ).
Biovailabilitas obat juga mempengaruhi hasil dan sangat bergantung pada 2 faktor,
yaitu faktor obat dan faktor pengguna obat. Terdapat kemungkinan obat yang sama
diberikan pada orang yang sama, dalam keadan berbeda, memberikan kurva dosis-respon
yang berbeda.
 Faktor obat
 Kelarutan obat
 Ukuran partikel
 Bentuk fisik obat
 Dosage form
 Teknik formulasi Excipient
 Faktor Pengguna
 Umur
 Berat badan
 Luas permukaan tubuh
 Waktu dan cara obat diberikan
 Kecepatan pengosongan lambung
 Gangguan hepar dan ginjal
 Interaksi obat lain

Pada rata-rata pemberian paracetamol replikasi ke-1,2,3 pada menit ke 30 didapatkan


rata-rata 1,2 kemudian, pada menit ke 60 didapatkan rata-rata 0,9. Pada menit ke-90
didapatkan rata- rata 0,7 dan menit ke-120 didapatkan rata-rata 0,5. Sehingga diketahui
bahwa setiap 30 menit selama 2 jam, paracetamol dapat menurunkan suhu pada hewan
percobaan. Pada rata-rata pemberian ibuprofen replikasi ke-1,2,3 pada menit ke 30
didapatkan rata-rata 0,8 kemudian, pada menit ke 60 didapatkan rata-rata 0,5. Pada menit
ke-90 didapatkan rata- rata 0,2 dan menit ke-120 didapatkan rata-rata 0,0. Sehingga
diketahui bahwa setiap 30 menit selama 2 jam, ibuprofen dapat menurunkan suhu pada
hewan percobaan. Pada rata-rata pemberian antalgin replikasi ke-1,2,3 pada menit ke 30
didapatkan rata-rata 0,6 kemudian, pada menit ke 60 didapatkan rata-rata 0,1. Pada menit
ke-90 didapatkan rata- rata -0,1 dan menit ke-120 didapatkan rata-rata -0,5. Sehingga
diketahui bahwa setiap 30 menit selama 2 jam, ibuprofen dapat menurunkan suhu pada
hewan percobaan. Dari hasil percobaan tersebut, antalgin lebih efektif menurunkan
demam dari pada paracetamol dan ibuprofen.

G. KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari hasil percobaan adalah :


A. Pengukuran suhu setiap dari kelompok hewan uji menggunakan 4 kelompok :
 kelompok kontrol : aquadest
 kelompok 1 : paracetamol
 kelompok 2 : ibu profen
 kelompok 3 : antalgin

B. Pada percobaan kelompok antipiretik yang paling direkomendasikan yang didasarkan


dari pertimbangan hasil pengematan hasil uji coba percobaan serta tinjauan pustaka
yaitu kelompok Antalgin, karena kelompok antalgin bekerja dengan cara
memengaruhi sistem saraf pusat, sehingga peradangan di tubuh terhambat, suhu tubuh
menurun, dan rasa nyeri berkurang sehingga dapat sebagai obat Antipiretik pada
hewan uji coba tikus. Dan adalah obat analgesik yang tergolong aman dan jarang
menimbulkan efek samping

DAFTAR PUSTAKA

Hasan, H., & R, M. D. (2014). SENYAWA KIMIA DAN UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK
TANAMAN KAYU KUNING (Arcangelisia flava L) DALAM UPAYA PENGEMBANGAN
SEBAGAI BAHAN OBAT HERBAL. 55.
Pediatri, S. (2000). Demam pada Anak. 2(2), 103–108.
https://www.alodokter.com/paracetamol
https://www.alodokter.com/ibuprofen
https://www.alodokter.com/antalgin

Anda mungkin juga menyukai