Anda di halaman 1dari 6

Penatalaksaan Demam

Demam merupakan mekanisme pertahanan diri atau reaksi fisiologis terhadap

perubahan titik patokan do hipotalamus. Penatalaksanaan demam bertujuan untuk

merendahkan suhu tubuh yang terlalu tinggi bukan untuk menghilangkan demam.

Penatalaksanaan demam dapat dibagi menjadi dua garis besar yaitu: non farmakologi dan

farmakologi. Akan tetapi diperlukan penanganan demam secara langsung oleh dokter apabila

penderita dengan umur <3 bulan dengan suhu rektal >38ºC, penderita dengan umur 3-12

bulan dengan suhu >39ºC, penderita dengan suhu >40,5ºC, dan demam dengan suhu yang

tidak turun dalam 48-72 jam.1

Terapi non-farmakologi

Adapun yang termasuk dalam terapi non-farmakologi dari penatalaksanaan demam:2

1. Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidarsi dan beristirahat

yang cukup.

2. Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada saat menggigil. Kita

lepaskan pakaian dan selimut yang terlalu berlebihan. Memakai satu lapis pakaian dan

satu lapis selimut sudah dapat memberikan rasa nyaman kepada penderita.

3. Memberikan kompres hangat pada penderita. Pemberian kompres hangat dengan

temperatur air 29,5ºC-32ºC dapat memberikan sinyal ke hipotalamus dan memacu

terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer. Hal ini menyebabkan pembuangan

panas melalui kulit meningkat sehingga terjadi penurunan suhu tubuh menjadi normal

kembali. Pemberian kompres hangat dilakukan apabila suhu diatas 38,5°C dan telah

mengkonsumsi antipiretik setengah jam sebelumnya. Mendinginkan dengan air es

atau alkohol kurang bermanfaat karena justru mengakibatkan vasokonstriksi, sehingga

panas sulit disalurkan baik lewat mekanisme evaporasi maupun radiasi. Selain itu,
pengompresan dengan alkohol akan diserap oleh kulit dan dapat menyebabkan koma

apabila terhirup.

Terapi Farmakologi

Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam (antipiretik) adalah parasetamol

(asetaminofen), ibuprofen, dan aspirin. Parasetamol cepat bereaksi dalam menurunkan panas

sedangkan ibuprofen memiliki efek kerja yang lama. Pada anak-anak, dianjurkan untuk

pemberian parasetamol sebagai antipiretik. Penggunaan OAINS tidak dianjurkan dikarenakan

oleh fungsi antikoagulan dan resiko sindrom Reye pada anak-anak.3,4

Parasetamol

Parasetamol (asetaminofen) merupakan metabolit aktif dari fenasetin dengan

efek antipiretik dan analgesik lemah.

Farmakokinetik

Parasetamol diberikan secara oral dan diabsorpsi cepat dan sempurna melalui

saluran cerna. Konsentrasi tertinggi di dalam plasma dicapai dalam 30-60 menit.

Masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh tubuh dan berikatan

dengan protein plasma secara lemah. Ikatan dengan protein plasma sebesar 25%.

Parasetamol akan dimetabolisme di dalam hati oleh enzim mikrosom hati dan diubah

menjadi asetaminofen sulfat dan glukuronida.5,6

Asetaminofen akan dioksidasi oleh CYP2E1 membentuk metabolit yaitu N-

acetyl-p-benzoquinone yang akan berkonjugasi dengan glutation yang kemudian

dieksresikan melalui ginjal. N- acetyl-p-benzoquinone merupakan metabolit minor

tetapi sangat aktif. Akan tetapi N-acetyl-p-benzoquinone merupakan metabolit yang


dapat merusak hati dan ginjal jika terkumpul dalam jumlah besar. Parasetamol

dieksresikan melalui ginjal, sebagian sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar

dalam bentuk terkonjugasi. 5,6

Farmakodinamik

Parasetamol merupakan penghambat prostaglandin yang lemah dengan cara

menghambat COX-1 dan COX-2 di jaringan perifer. Efek anti-inflamasi sangat lemah,

sehingga parasetamol tidak digunakan sebagaiantireumatik. Penelitian terbaru

menyatakan bahwa parasetamol menghambat secara selektif jenis lain dari enzim

COX yang berbeda dari COX-1 dan COX-2 yaitu enzim COX-3. Sifat antipiretik dari

parasetamol dikarenakan efek langsung ke pusat pengaturan panas di hipotalamus

yang mengakibatkan vasodilatasi perifer, berkeringat, dan pembuangan panas. 5,6

Efek samping

Pemberian parasetamol yang berlebihan akan menyebabkan hepatotoksik dan

nefropati analgesik. Dosis tinggi dari parasetamol akan menyebabkan saturasi dari

glutation sehingga terjadi penimbunan N-acetyl-p-benzoquinone. N- acetyl-p-

benzoquinone akan berinteraksi dengan sitoskleton sel hati yang kemudian akan

membuat sel menjadi melepuh dan akhirnya sel hati tersebut akan mati. Kematian sel

dalam jumlah besar ini akan menyebabkan nekrosis hati. Pemberian parasetamol

maksimal dalam satu hari adalah 4 g. Pemberian parasetamol sebanyak 15 g dapat

menyebabkan hepatotoksik yang parah dengan nekrosis sentrilobular, dan terkadang

bersamaan dengan nekrosis tubular ginjal akut.. Gejala awal keracunan parasetamol

adalah anoreksia, mual, dan muntah. Untuk mengatasi keracunan parasetamol dapat

diberikan N-asetilsistein (prekursor glut ation). 5,6


Dosis dan sediaan

Dosis parasetamol untuk dewasa 300 mg-1 g per kali dengan maksimum 4g

hari. Anak 6-12 tahun: 150-300 mg/kali, maksimum 1,2 g/hari. Anak 1-6 tahun: 60-

120 mg/kali dan bayi dibawah 1 tahun: 60 mg/kali. Parasetamol tersedia sebagai obat

tunggal, berbentuk tablet 500 mg atau sirup yang mengandung 120 mg/5ml. Selain itu

parasetamol terdapat sebagai sediaan kombinasi tetap, dalam bentuk tablet maupun

cairan. 5,6

Ibuprofen

Ibuprofen merupakan golongan obat antiinflamasi non steroid (OAINS) yang

sering digunakan sebagai antipiretik pada anak. Obat ini bersifat analgetik dengan

daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgetiknya sama seperti aspirin.

Dosis yang dianjurkan adalah 5-10 mg/kg/kali setiap 6-8 jam. Ibuprofen juga terbukti

efektif dan aman sebagai antipiretik, namun tidak dianjurkan pada anak usia dibawah

6 bulan atau diberkan dalam jangka waktu lama.2,5

Efek antiinflamasinya terlihat pada dosis 1200-2400 mg sehari. Ibuprofen oral

sering diresepkan dalam dosis yang lebih rendah (<2400 mg/hari), yang pada dosis ini

mempunyai kemanjuran analgesik tetapi kurang bersifat antiinflamasi. Ibuprofen

relatif lebih lama dikenal dan tidak menimbulkan efek samping serius pada dosis

analgesik. 2,5

Iritasi gastrointestinal dan pendarahan terjadi, sekalipun tidak sesering seperti

dengan aspirin. Pemakaian ibuprofen bersamaan dengan aspirin mungkin menurunkan


efek antiinflamasi total. Di samping gejala-gejala gastrointestinal, ruam kulit, pruritus,

tinitus, pusing, sakit kepala, meningitis aseptis, dan retensi cairan telah dilaporkan. 2,5

Aspirin

Aspirin atau asam asetilsalisilat atau asetosal adalah suatu jenis obat dari

keluarga salisilat yang sering digunakan sebagai analgetik (terhadap rasa sakit atau

nyeri), antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi. Aspirin juga memiliki efek

antikoagulan dan digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah

serangan jantung. 2,5

Aspirin merupakan obat yang efektif untuk mengurangi demam, namun tidak

direkomendasikan pada anak. Aspirin, karena efek sampingnya merangsang lambung

dan dapat mengakibatkan perdarahan usus maka tidak dianjurkan untuk demam

ringan. Efek samping seperti rasa tidak enak di perut, mual, dan perdarahan saluran

cerna biasanya dapat dihindarkan bila dosis per hari tidak lebih dari 325 mg.

Penggunaan bersama antasida atau antagonis H2 dapat mengurangi efek tersebut. 2,5

Aspirin juga dapat menghambat aktivitas trombosit (berfungsi dalam

pembekuan darah) dan dapat memicu risiko perdarahan sehingga tidak dianjurkan

untuk menurunkan suhu tubh pada demam berdarah dengue. Pemberian aspirin pada

anak dengan infeksi virus terbukti meningkatkan resiko Sindroma Reye, sebuah

penyakit yang jarang yang ditandai dengan kerusakan hati dan ginjal. Oleh karena itu,

tidak dianjurkan untuk anak berusia < 16 tahun. 2,5


DAFTAR PUSTAKA

1. Kaneshiro, N.K. and Zieve, D. 2010, Fever. University of Washington.

Terdapat di: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000980.htm.

2. Soejatmiko, 2005. Penanganan Demam Pada Anak Secara Profesional.

Dalam: Tumbelaka, et al, Editor. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan

Ilmu Kesehatan Anak XLVII. Cetakan pertama. Jakarta: FKUI-RSCM,32-

41.

3. Graneto, J.W., 2010, Pediatric Fever. Chicago College of Osteopathic

Medicine of Midwestern University, Dalam:

http://emedicine.medscape.com/article/801598-overview

4. Kaushik A, Pineda C, Kest H. Diagnosis and management of dengue fever

in children. Peds in Review 2010;31(2):30.

5. Wilmana, P.F., dan Gan, S.G., 2007. Analgesik-Antipiretik Analgesik

Anti-Inflamasi Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam:

Gan, S.G., Editor. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru,

230-240.

6. Anonim, 2009, Acetaminophen., University of Alberta,

Dalam :http://www.drugbank.ca/drugs/DB00316.Dikutip tanggal 14

Oktober 2012.

Anda mungkin juga menyukai