Anda di halaman 1dari 5

EFEK FARMAKODINAMIK

Semua obat mirip-aspirin bersifat antipiretik,analgesic, dan antiinflamasi.

a. Efek analgesik
Sebagai Analgesik obat mirip-Aspirin hanya efektif terhadap nyeri dengan
intensitas yang rendah hingga sedang, misalnya sakit kepala,myalgia,atralgia
dan nyeri lain yang berasal dari integument, juga efektif terhadap nyeri yang
bekaitan dengan inflamasi.Obat mirip aspirin tidak menyebabkan ketagihan
melainkan hanya mengubah persepsi modalitas nyeri, tidak mempengaruhi
sensorik lain.

b. Efek antipiretik
Sebagai antipiretik, obat mirip aspirin akan menurunkan suhu badan hanya
pada keadaan demam. Walaupun obat ini memberikan efek antipiretik in
vitro, tidak semuanya bersifat antipiretik karena bersifat toksik apabila
digunakan terlalu lama. Ada kaitannya dengan hipotesis bahwa COX yang ada
di sentral otak terutama COX-3 dimana hanya parasetamol dan beberapa obat
AINS lainnya yang dapat menghambat.

c. Efek anti-inflamasi
Kebanyakan obat mirip-Aspirin lebih dimanfaatkan sebagai anti-inflamasi
pada pengobatan kelainan musculoskeletal, seperti artritis
rheumatoid,osteoarthritis,dan spondilitis ankilosa, Tetapi, obat mirip-aspirin
hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan
penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, mencegah atau
memperbaiki kerusakan jaringan pada kelainan musculoskeletal.

EFEK SAMPING OBAT

Secara umum, AINS berpotensi menyebabkan efek samping pada 3


sitem organ yaitu saluran cerna, ginjal dan hati. Efek samping meningkat
tetrutama pada pasien lanjut.
Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung
atau tukak peptic yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat
perdarahan saluran cerna. Dua mekanisme terjadinya iritasi lambung ialah ;
1. Iritasi yang bersifat lokal
2. Iritasi yang bersifat sistemik
Maproksen, ibuprofen dan diklofenak termasuk AINS yang kurang
menimbulkan gangguan lambung daripada piroksisam dan indometasin
pada dosis terapi.
Efek samping lain ialah gangguan fungsi trombosit akibat
penghambatan biosintesis fromboxan A2 (TXA2) dengan akibat
perpanjangan waktu perdarahan.

PEMBAHASAN OBAT

 SALISILAT, SALISILAMID DAN DIFLUNISAL

a. Salisilat
Asam asetil asilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin
adalah analgesik antipiretik dan anti inflamasi yang sangat luas
digunakan dan digolongkan dalam obat bebas.

Farmakodinamik
Salisilat, khususnya asetosal merupakan obat yang paling
banyak digunakan sebagai analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi.
Aspirin dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretik. Dosis
toksik obat ini justru memperlihatkan efek piretik sehingga pada
keracunan berat terjadi demam dan hiperdrosis/

Efek terhadapa pernapasan.


Pada dosis terapi, salisilat mempertinggi konsumsi oksigen dan
produksi CO2. Peninggian PCO2 akan merangsang pernapasan
sehingga pengeluaran CO2 melalui alveoli bertambah dan PCO2 dalam
plasma turun.

Efek terhadap keseimbangan asam-basa


Dalam dosis terapi yang tinggi, salisilat menyebabkan
peningkatan konsumsi oksigen dan produksi CO terutama di otot
rangka karena perangsangan fosforilasi oksidatif. Ksrbondioksida
yang dihasilikan selanjutnya mengakibatkan perangsangan pernapasan
sehingga karbondioksida dalam darah tidak menigkat. Ekskresi
bikarbonat yang disertai Na dan K melalui ginjal meningkat, sehingga
bikarbonat dalam plasma menurun dan pH darah kembali normal.

Efek terhadap saluran cerna


Perdarahan lambung yang berat dapat terjadi pada dosis besar dan
pemberian kronik.

Efek terhadap hati dan ginjal’


Salisilat bersifat hepatoksik dan berkaitan dengan dosis bkan
reaksi imun. Gejala yang sering terlihat adalah kenaikan SGOT dan
SGPT, beberapa pasien dilaporkan menunjukan hepatomegali,
anoreksia, mual dan ikterus. Bila terjadi ikterus maka pemberian
aspirin harus dihentikan.

INDIKASI
Antipiretik: dosis salisilat untuk dewasa ialah 325-650 mg, diberikan
secara oral 3-4 jam. Untuk anak 15-20 mg/kgBB, diberikan tiap 4-6
jam dengan dosis total tidak melebihi 3,6 g per hari.

Analgesik : salisilat bermanfaat untuk mengobati nyeri tidak spesifik


misalnya sakit kepala, nyeri sendi, nyeri haid, neuralgia dan mialgia.

INTOKSIKASI
Keracunan salisilat yang berat dapat menyebabkan kematian, tetapi
pada umumnya keracunan salisilat bersifat ringan. Metil salisilat jauh
lebih toksik dibandingkan Natrium salisilat dan intoksikasinya sering
terjadi pada anak-anak. Empat milliliter metil-salisilat dapat
menimbulkan kematian pada anak-anak.

b. Salisilamid
Salisilamid adalah amida asam salisilat yang memperlihatkan efek
analgesik dan antipiretik mirip asetosal. Efek analgesik antipiretik
salisilamid lebih lemah dari salisilat, karena salisilamid dalam
mukosausus banyak mengalami metabolisme lintas pertama. Obat ini
mudah diabsorbsi usus dan didistribusi ke jaringan. Dosis analkesik
antipiretik untuk orang dewasa 3-4 kali 300-600 mg sehari, untuk anak
65mg/KgBB/hari diberikan 6 kali/hari.
c. Diflunisal
Obat ini merupakan derivate difluoronefil dari asam salisilat. Bersifat
analgesik dan antiinflamasi tetapi, hampir tidak bersifat antipiretik.
Kadar puncak obat ini dicapat dalam 2-3jam. 99% diflunisan terikat
albumin plasma dan waktu paruh berkisar 8-12 jam. Indikasi diflunisal
hanya sebagai analgesik ringan sampai sedang dengan dosis awal
500mg disusul 250-500mg tiap 8-12 jam.

 PARA AMINO FENOL


Derivate para amino fenol yaitu fenasetin dan asetaminofen.
Asetaminofen (parasetamol) merupakan metbolit fenasetin dengan
efek antipiretik yang sama.

Farmakodinamik
Efek analgesik parasetamol yaitu menghilangkan atau mengurangi
nyeri ringan sampai sedang. Efek anti-inflamasinya sangat lemah,
oleh karena itu parasetamoldan fenaseti tidak digunakan sebagai anti
reumatik.

Farmakokinetik
Parasetamol dan fenasetin diabsorbsi cepat dan sempura melalui
saluran cerna.obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma
25% parasetamol dan 30% fenasetin terikat oleh plasma.

Efek samping
Reaksi alergi terhadap derivate para-aminofenol jarang terjadi.
Manifestasinya berupa eritema atau urtikaria dan gejala yang lebih
berat berupa demam dan lesi pada mukosa.

Toksisitas akut
Hepatoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram
(200-250 mg/KgBB) parasetamol. Masa paruh parasetamol pada hari
pertama keracunan merupakan petunjuk beratnya keracunan. Masa
paruh lebih dari 4 jam merupakan petunjuk akan terjadinya nekrosis
hati dan masa paruh lebih dari 12 jam meramalkan akan terjadinya
koma hepatic
Sediaan dan posologi
Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal, berbentuk tablet
500mg atau sirup yang mengandung 120mg/5 ml. dosis parasetamol
untuk dewasa 300mg-1g per kali, dengan maksimum 4 g per hari;
untuk anak 6-12 tahun: 1500-300mg/kali, dengan maksimum 1,2
g/hari. Untuk anak 1-6 tahun: 60-120 mg/kali dan bayi dibawah
1tahun: 60mg/kali; pada keduaya diberikann maksimum 6 kali sehari.

 Pirazolon dan derivat


Dalam kelompok ini termasuk dipiron,fenilbutazon,
oksifenbutason, antipirin dan aminopirin. Saat ini dipiron hanya
digunakan sebagai analgesik-antipiretik karena efek anti-inflamasi nya
lemah. Sedangkan, antipirin dan aminopirin tidak dianjurkan
digunakan lagi karena lebih toksik dari pada dipiron. Dosis untuk
dipiron ialah 0,3-1 gram sehari. Dipiron tersedia dalam bentuk tablet
500mg dan larutan obat suntik yang mengandung 500mg/mL.
Semua derivate pirazolon dapat menyebabkan agranulositosis, anemi
aplastik dan Trombositopenia.
Fenil butazon adalah 3,5-diokso-1,2-difenil-4-butilpirazolidin
dan oksifenbutazon adalah derivate oksifenilnya. Dengan adanya
AINS yang lebih aman, fenilbutazon dan oksifenbutazon tidak lagi
dianjurkan digunakansebagai anti-inflamasi kecuali obat lain tidak
efektif.

Anda mungkin juga menyukai