Anda di halaman 1dari 4

AGENDA II

TUGAS KELOMPOK ASYNCHRONOUS


ANALISIS KASUS

Kelas/Kelompok : 3/II (Peserta Latsar CPNS Kab. Poso Angk. 126 Tahun 2023)

Pengampu Materi : Fitri Sulistiyani, S.ST, M.Kes.

Anggota Kelompok :

1. dr. Munadya Hamzah


2. Razab Rifandi, S.Ars.
3. Septriyana Marisa, S.T.
4. Silvana Y. Andi Aco, S.Ak.
5. Vedry Kurniawan, S.Sos.

Lembaga Penyelenggara: BKPSDM Kab. Poso

KASUS KORUPSI GEREJA KINGMI PAPUA OLEH BUPATI MIMIKA

A. Deskripsi Rumusan Kasus


Eltinus dijadikan tersangka bersama Marten Sawi selaku Kepala Bagian Kesra
SETDA kab. Mimika atau PPK dan Teguh Anggara selaku Direktur PT. Waringin Megah.
Virli Bahuri mengatakan seluruh perbuatan para tersangka bertentangan dengan kententuan
peraturan presiden thn 54 thn 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah serta
melanggar UU pemberantasan tindak pidana korupsi. Akibat perbuatan para tersangka
menimbulkan kerugian keuangan negara sekitar 21,6 M dari nilai kontrak 46 M.
Kasus ini bermula pada tahun 2013 saat itu Eltinus berprofesi sebagai kontaktor
sekaligus komisasir PT. Newangkami Wijaya berkeinginan membangun tempat ibadah
berupa gereja Kimi di Kab. Mimika dengan nilai 126 M. Ditahun 2014 Eltinus terpilih
menjadi Bupati Kab. Mimika dan mengeluarkan kebijakan 1 diantaranya untuk
menganggarkan dana hibah pembangunan gereja Kimi Mile 32. Kemudian tim Anggaran
Pmerintah Daerah Kab. Mimika sebagaimana perintah Eltinus memasukkan anggaran hibah
dan pembangunan gereja Kimi Mile 32 sebesar 65 M ke anggaran daerah pemerintah kab.
Mimika tahun 2014.
Link youtube: https://youtu.be/ntrYVNsjoVs

B. Analisis Kasus
1. Bentuk penerapan dan pelanggaran terhadap nilai-nilai dasar ASN (BerAkhlak)
Berorientasi Pelayanan adalah selaku ASN memberikan pelayanan kepada publik sesuai
dengan kebutuhan dan kepentingan publik yang berarti memberikan pelayanan untuk publik
tanpa memikirkan keuntungan pribadi ataupun golongan tertentu. Tetapi tindak pidana
korupsi dan kolusi yang dilakukan Bupati Mimika, Eltinus Omeleng menciderai kepercayaan
masyarakat terhadap pelayanan pemerintah. Sehingga menurunkan angka kepuasan
masyarakat terhadap kinerja pemerintah.
Akuntabel adalah bertanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan. Dalam konteks
ASN, akuntabel adalah kewajiban untuk mempertanggungjawabkan segala tindakan dan
tanduknya sebagai pelayan publik kepada atasan, lembaga pembina, dan lebih luasnya
kepada publik. Berdasarkan video yang di analisis, Bupati Mimika menggunakan
kewenangannya sebagai bupati untuk mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan diri
sendiri, menggunakan kekayaan milik negara secara tidak bertanggung jawab, serta mangkir
dari panggilan KPK. Perbuatan Bupati Mimika tsb melanggar prinsip dari nilai
akuntabilitas ASN.
Kompeten dapat diartikan kemampuan dan kewenangan yang dimiliki oleh seseorang untuk
melakukan suatu pekerjaan yang didasari oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai
dengan standar kerja yang ditetapkan. Berdasarkan analisa video, Bupati Mimika tersebut
tidak menggunakan kompetensinya dengan baik malah menyalahgunakan kompetensinya
untuk kepentingan pribadi. Kompetensi yang dimaksud berupa jabatannya sebagai seorang
Bupati sehingga bisa memanipulasi anggaran.
Harmonis. Perbuatan Bupati Omeleng yang tidak adil dan tidak netral dalam pengaturan
proses lelang Pembangunan Gedung Gereja Kingmi merupakan suatu tindakan melanggar
core value Harmonis. Perbuatan beliau mungkin lebih jauh akan menimbulkan
kedisharmonisan diantara masyarakat Kabupaten Mimika. Masyarakat menjadi pro-kontra
dan hilang kepercayaan terhadap instansi pemerintah.
Sikap Loyal ASN dapat diwujudkan dengan memegang teguh ideologi Pancasila, UUD
1945, setia pada NKRI dan pemerintahan yang sah, serta mematuhi segala bentuk peraturan
dan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia, berdedikasi dan
mengutamakan kepentingan negara. Berdasarkan video yang dianalisis, bisa kita ketahui
bahwa Bupati Mimika tersebut tidak memiliki loyalitas dalam tercapainya pemerintahan
yang bebas korupsi.
Adaptif. Budaya Korupsi dan Kolusi yang sudah mengakar di Indonesia masih juga
digunakan oleh Bupati Eltinus dan Marten Sawi. Seharusnya dengan perubahan sistem
pemerintahan yang lebih transparan, mereka lebih sadar dan berpikir kreatif dan inovatif
dalam melaksanakan pemerintahan yang bersih dan terhindar dari KKN.
Kolaboratif adalah proses bekerja sama untuk menyalurkan gagasan atau ide dan
menyelesaikan masalah secara bersama-sama menuju visi bersama. Dalam konteks ASN,
kolaborasi yakni membangun kerjasama yang sinergis. Nilai dasar ini tidak terdapat pada
Bupati Mimika dan Marten Sawi sebagai kepala Pejabat Pembuat Komitmen karena
kolaboratif seharusnya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna untuk kemajuan daerah
bukan untuk kerjasama melakukan tindak kejahatan KKN.

2. Dampak tidak diterapkannya nilai-nilai dasar ASN


Kasus korupsi Pembangunan Gereja Kingmi yang melibatkan Bupati Mimika
Eltinus Omaleng dan Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah
Kabupaten Mimika merupakan bukti bahwa core values BerAKHLAK belum diterapkan
secara optimal pada instansi pemerintah terutama instansi daerah.
Kasus korupsi Gereja Kingmi juga melibatkan Marten Sawi selaku Kepala Bagian
Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Mimika. Berdasarkan
pemeriksaan yang dilakukan oleh KPK, penunjukkan PPK dilaksanakan dengan tidak
sesuai pada peraturan karena Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat tidak memiliki
kompetensi dalam kegiatan pembangunan pekerjaan konstruksi besar sesuai dengan
nilai kontrak Rp. 65 Miliar. Adapun hal tersebut melanggar seluruh nilai-nilai dasar
BerAKHLAK, terutama nilai akuntabel dan kompeten yang berakibat pada menurunnya
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan pemerintah.
Kasus korupsi merupakan pelanggaran Nilai-Nilai Dasar ASN BerAKHLAK yang
tidak dapat ditoleransi dan harus ditinggalkan karena merusak sendi-sendi kehidupan
sosial dan berpotensi menyebabkan kerusakan budaya kerja pemerintah.

C. Gagasan Alternatif Pemecahan Masalah


1. Melakukan pembinaan agama, moral, dan etika melalui penyuluhan di bidang keagamaan,
etika, dan hukum di lingkungan instansi pemerintah pusat atau daerah.
2. Menegakkan sanksi yang tegas terhadap pelaku korupsi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
3. Optimalisasi fungsi pengawasan atau kontrol serta komitmen dari PPK pusat atau daerah
dalam menciptakan birokrasi dan aparatur yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
4. Membangun Supremasi Hukum dengan kuat
5. Menciptakan kondusifitas nyata di semua daerah
6. Peningkatan kemampuan aparat pengawasan fungsional pemerintah dalam mendeteksi
tindak pidana korupsi.

D. Konsekuensi Penerapan Gagasan Alternatif


1. Memperbaiki kinerja dalam pelayanan masyarakat, sehingga memudahkan dalam penyaluran
anggaran yang ada.
2. Terciptanya wilayah bebas korupsi di unit kerja masing-masing
3. Adanya efek jera terhadap pelanggaran yang dilakukan dan membuat orang lain untuk tidak
melakukan hal yang sama.

Anda mungkin juga menyukai