Anda di halaman 1dari 4

Herpes simpleks tipe II

Herpes genitalis adalah suatu penyakit menular seksual di daerah kelamin, kulit di sekeliling rektum atau
daerah di sekitarnya yang disebabkan oleh virus herpes simpleks.

Epidemiologi :

Beberapa tahun terakhir, herpes simpleks tipe II telah menjadi infeksi menular seksual meningkat. Sejak
tahun 1970, prevalensi HSV-2 di Amerika Serikat telah meningkat sebesar 30% sebagai hasilnya satu dari
lima orang dewasa terinfeksi. Perbandingan negara-negara berkembang, telah ada jauh lebih tinggi
tingkat HSV-2 di Afrika, di mana prevalensi orang dewasa bervariasi dari 30% sampai 80% pada wanita
dan 10% sampai 50% pada pria akhirnya lebih dari 80 % dari pekerja seks perempuan yang terinfeksi.

Etiologi :

Penyebabnya adalah virus herpes simpleks. Ada dua jenis virus herpes simpleks yaitu HSV-1 dan HSV-2.
HSV-2 biasanya ditularkan melalui hubungan seksual, sedangkan HSV-1 biasanya menginfeksi mulut.
Kedua jenis virus herpes simpleks tersebut bisa menginfeksi kelamin, kulit di sekeliling rektum atau
tangan (terutama bantalan kuku) dan bisa ditularkan ke bagian tubuh lainnya (misalnya permukaan
mata). Luka herpes biasanya tidak terinfeksi oleh bakteri, tetapi beberapa penderita juga memiliki
organism lainnya pada luka tersebut yang ditularkan secara seksual (misalnya sifilis atau cangkroid).

Gejala :

Gejala awalnya mulai timbul pada hari ke 4-7 setelah terinfeksi. Gejala awal biasanya berupa gatal,
kesemutan dan sakit. Lalu akan muncul bercak kemerahan yang kecil, yang diikuti oleh sekumpulan
lepuhan kecil yang terasa nyeri. Lepuhan ini pecah dan bergabung membentuk luka yang melingkar.
Luka yang terbentuk biasanya menimbulkan nyeri dan membentuk keropeng. Penderita bisa mengalami
kesulitan dalam berkemih dan ketika berjalan akan timbul nyeri. Luka akan membaik dalam waktu 10
hari tetapi bisa meninggalkan jaringan parut. Kelenjar getah bening selangkangan biasanya agak
membesar. Gejala awal ini sifatnya lebih nyeri, lebih lama dan lebih meluas dibandingkan gejala
berikutnya dan mungkin disertai dengan demam dan tidak enak badan. Pada pria, lepuhan dan luka bisa
terbentuk di setiap bagian penis, termasuk kulit depan pada penis yang tidak disunat. Pada wanita,
lepuhan dan luka bisa terbentuk di vulva dan leher rahim. Jika penderita melakukan hubungan seksual
melalui anus atau di dalam rektum. Pada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita
infeksi HIV), luka herpes bisa sangat berat, menyebar ke bagian tubuh lainnya, menetap selama
beberapa minggu atau lebih dan resisten terhadap pengobatan dengan acyclovir. Gejala-gejalanya
cenderung kambuh kembali di daerah yang sama atau di sekitarnya, karena virus menetap di saraf
panggul terdekat dan kembali aktif untuk menginfeksi kulit. HSV-2 mengalami pengaktivan kembali di
dalam saraf panggul. HSV-1 mengalami pengaktivan kembali di dalam saraf wajah dan menyebabkan
fever blister atau herpes labialis. Tetapi kedua virus bisa menimbulkan penyakit di kedua daerah
tersebut. Infeksi awal oleh salah satu virus akan memberikan kekebalan parsial terhadap virus lainnya,
sehingga gejala dari virus kedua tidak terlalu berat.

Patogenesis :

Kontak virus melalui mukosa atau kulit yang abrasi menyebabkan virus bereplikasi dalam sel epidermis
dan dermis sehingga terjadi destruksi seluler dan peradangan. Transmisi infeksi HSV paling sering
melalui kontak erat dengan penderita yang mengekskresikan virus pada permukaan mukosa, pada
sekresi genital. Infeksi terjadi melalui inokulasi virus ke dalam permukaan mukosa yang suseptibel atau
melalui luka kecil pada kulit sehingga terjadi fokal nekrosis dan degenerasi balloning pada sel. Setelah
infeksi awal, HSV-2 berjalan ascenden melalui saraf sensoris perifer masuk ke sensory atau autonomic
nerve root ganglia sehingga menjadi laten.

Diagnosa :

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk memperkuat diagnosa, diambil apusan dari
luka dan dibiakkan di laboratorium. Biakan virus pada membran chorio alantois ( CAM ) atau tissue
culture. Metode ini merupakan cara yang paling optimal untuk memastikan infeksi yang terlihat secara
klinis dan eksaserbasi yang asimtomatik. Dan pada eksaserbasi yang simtomatik lebih dari separuh
pemeriksaan kultur akan memberikan hasil yang positif setelah 48 jam, namun pada eksaserbasi yang
asimtomatik, diperlukan waktu yang lebih lama lagi sebelum terlihat efek sitopatik mengingat titer virus
yang lebih rendah. Test Herpes dilakukan untuk menemukan virus herpes yang disebut Herpes Simplex
Virus (HSV). Infeksi akibat HSV bisa menimbulkan luka meski kecil namun terasa sakit dan tidak nyaman
di permukaan kulit atau jaringan lapiran (serabut otot) di tenggorok, hidung, mulut, saluran kandung
kemih, rectum dan vagina.Infeksi herpes dapat menyebabkan sakit dengan satu jenis keluhan saja,
namun ada juga dengan beberapa keluhan yang menyebabkan dia harus berbaring.

Test HSV sebagian besar dilakukan hanya untuk mereka yang menderita HSV-2. Dalam kasus
langka, test yang dilakukan menggunakan sampel yang berasal dari sumsum tulang belakang, darah, urin
atau air mata. Untuk mengetahui apakah luka yang diderita akibat HSV, maka tes yang lain perly
dilakukan. Misalnya dengan cara :
Herpes Viral Culture : sel atau cairan dari luka diambil dengan katun bersih dan ditaruh dalam cawan
untuk diteliti (kultur jaringan). Cara ini adalah cara yang paling populer ditempuh untuk menemukan
jenis virus herpes genital.

Herpes virus antigen detection test, sel-sel dari jaringan luka diambil dan kemudian diusapkan pada
permukaan mikroskop untuk diteliti. Tes ini menemukan tanda-tanda (yang disebut antigen) pada
permukaan sel yang terinfeksi oleh virus herpes. Tes ini dilakukan bersamaan dengan tes kultur
jaringan.

Polymerase chain reaction (PCR test) dilakukan pada sel atau cairan dari luka atau darah atau cairan
lainnya, seperti dari sumsum tulang belakang. PCR ini akan menemukan materi gen (DNA) virus HSV.
Tes ini bis amengungkap perbedaan antara HSV-1 dan HSV-2. Untuk melakukan tes ini lebih bagus
hasilnya jika diambil dari jaringan sumsum tulangbelakang bukan dari cairan luka. Dalam kasus yang
langka, herpes ini juga menginfeksi jaringan otak.

Tes antibodi ; tes darah dapat menemukan antibodi yang berasal dari sistem kekebalan tubuh untuk
menghajar infeksi herpes. Tes antibodi ini mudah dilakukan namun tidak seakurat jika dilakukan tes
dengan kultur jaringan atau tes lain di atas. Lagipula dengan tes ini sulit untuk mendeteksi apakah
Anda sudah pernah terkena HSV sebelumnya. Sehingga untuk lebih aman tes darah sudah cukup
untuk bisa mendeteksi apakah seseorang terkena HSV-1 ataukah HSV-2.

Pengobatan :

Tidak ada pengobatan yang dapat menyembuhkan herpes genitalis, tetapi pengobatan bisa
memperpendek lamanya serangan. Jumlah serangan bisa dikurangi dengan terus-menerus
mengkonsumsi obat anti-virus dosis rendah. Pengobatan akan efektif jika dimulai sedini mungkin,
biasanya 2 hari setelah timbulnya gejala. Acyclovir atau obat anti-virus lainnya bisa diberikan dalam
bentuk sediaan oral atau krim untuk dioleskan langsung ke luka herpes. Obat ini mengurangi jumlah
virus yang hidup di dalam luka sehingga mengurangi resiko penularan. Obat ini juga bisa meringankan
gejala pada fase awal. Infeksi primer diberikan acyclovir 200 mg 5 x sehari, acyclovir 400 mg 3 x sehari,
valacyclovir 1000 mg hari 2 x sehari, dan famciclovir 250 mg 3 x sehari. Infeksi rekuren diberikan
acyclovir 200 mg 5 x sehari, acyclovir 400 mg 3 x sehari, acyclovir 800 mg 2 x sehari, valacyclovir 500 mg
2 x sehari, valacyclovir 1000 mg 1 x sehari, dan famciclovir 125, 250 mg 2 x sehari. Tetapi pengobatan
dini pada serangan pertama tidak dapat mencegah kambuhnya penyakit ini.
Prognosis :

Penyakit ini merupakan penyakit yang mudah dan sering kambuh sehingga pengobatan dengan obat-
obat efektif hanya berfungsi untuk memperpendek masa awal infeksi, menurunkan kemungkinan
kambuh dan mengurangi keparahan episode kambuh.

Komplikasi :

Komplikasi dari penyakit ini antara lain, meningitis aseptik, penularan pada neonatus, neuralgia, retensi
urine, abortus, dan partus prematur.

Pencegahan :

 Hingga saat ini tidak ada satupun bahan yang efektif mencegah HSV-2. Kondom dapat
menurunkan transmisi penyakit, tetapi penularan masih dapat terjadi pada daerah yang tidak
tertutup kondom ketika terjadi ekskresi virus. Spermatisida yang berisi surfaktan nonoxynol-9
menyebabkan HSV menjadi inaktif secara invitro. Di samping itu yang terbaik, jangan melakukan
kontak oral genital pada keadaan dimana ada gejala atau ditemukan herpes oral.

 Mendeteksi kasus yang tidak diterapi, baik simtomatik atau asimptomatik.


 Mendidik seseorang yang berisiko tinggi untuk mendapatkan herpes genitalis dan PMS lainnya
untuk mengurangi transmisi penularan.
 Mendiagnosis, konsul dan mengobati individu yang terinfeksi dan follow up dengan tepat.
 Evaluasi, konsul dan mengobati pasangan seksual dari individu yang terinfeksi.
 Skrining disertai diagnosis dini, konseling dan pengobatan sangat berperan dalam pencegahan.

Referensi :

Ilmu penyakit kulit dan kelamin, edisi kelima, Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda, FKUI

Anda mungkin juga menyukai