b. Fenobarbital
Dosis baru harus sedemikian rendah sehingga tidak menyebabkan depresi
pernafasan. Jika pada pasien terpasang ventilator, dosis yang lebih tinggi
diperlukan untuk mendapatkan efek sedasi yang diinginkan.6,7
1) Dosis Dewasa : 1 mg/kg i.m tiap 4 – 6 jam, tidak melebihi 400 mg/hari.
2) Dosis pediatric : 5 mg/kg i.v/i.m dosis terbagi 3 atau 4 hari.
3) Kontraindikasi : Hipersensitifitas, gangguan fungsi hati, penyakit paru-
paru berat, dan pasien nefritis.
4) Interaksi : Dapat menurunkan efek kloranfenikol, digitoksin,
kortikosteroid, karbamazepin, teofilin, verapamil, metronidazol, dan
antikoagulan.
5) Kehamilan : Criteria D (tidak aman bagi kehamilan)
6) Perhatian : Pada terapi jangka panjang, monitor fungsi hati, ginjal dan
system hematopoitik. Hati-hati pada miastenia gravis dan miksedema.6,7
c. Baklofen
Baklofen intatekal, relaksan otot kerja sentral telah dipergunakan secara
eksperimental untuk melepaskan pasien dari ventilator dan untuk
menghentikan infuse diazepam. Baklofen intratekal 600 kali lebih poten
daripada baklofen peroral. Keseluruhan dosis baklofen diberikan sebagai
bolus injeksi. Dosis dapat diulang setelah 12 jam atau lebih apabila spasme
paroksismal kembali terjadi.
1) Dosis Dewasa: < 55 tahun = 100 mgc IT
> 55 tahun = 800 mgc IT
2) Dosis pediatrik : < 16 tahun = 500 mgc IT
>16 tahun = seperti dosis dewasa
3) Kontraindikasi : Hipersensitifitas.
4) Interaksi : analgesic opiate, benzodiazepine, alcohol, guanabens,
MAOI, klindamisin, dan obat antihipertensi dapat meningkatkan efek
baklofen.
5) Kehamilan : Kriteria C (keamanan bagi wanita hamil tidak diketahui)
6) Perhatian : Hati-hati pada pasien dengan disrefleksia otonomik.
Jika spasme tidak cukup terkontrol dengan terapi di atas, dapat dipilih
pelumpuh otot nondepolarisasi dengan intermittent positive-pressure ventilation
(IPPV). Tidak ada data perbandingan obat-obat pelumpuh otot pada tetanus,
rekomendasi didapatkan dari laporan kasus. Pancuronium harus dihindari karena
efek samping simpatomimetik. Atracurium dapat sebagai pilihan. Vecuronium
juga telah digunakan karena stabil pada jantung.1,6,7
1. Edlich RF, Hill LC, Mahler CA, Cox MJ, Becker DG, Horowitz JH, et al.
Management and prevention of tetanus. Journal of Long-Term Effect of
Medical Implant. Vol. 13 No 3. 2003. Available at:
http://www.dl.begellhouse.com/journals/JLT1303-139-154(184)pdf.
2. Perdossi. 2013. Standar Pelayanan Medik. Jakarta: Perdossi Available at:
http://kniperdossi.org/
3. Taylor AM. Tetanus Continuing education in anesthesia, critical are & pain.
Vol 6 No. 3. 2006. Available at:
http://www.ceaccp.oxfordjournals.org.content/6/4/164.3.full.pdf
4. Thwaites CL, Yen LM. Tetanus. In: Fink MP, Abraham E, Vincent JL,
Kochanek PM, editors. Textbook of Critical Care. 5th ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2005.p.1401-4.
5. Lipman J. Tetanus. In: Bersten AD, Soni N, editors. Oh’s intensive care
manual. 6thed. Philadelphia: Butterworth Heinemann Elsevier; 2009. p. 593-
597.
6. WHO. Current recommendations for treatment of tetanus during
humanitarian emergencies. WHO Tech Note. [Internet]. 2010. Available at:
http://www.whqlibdoc.who.int/hq/2010/WHO_HSE_GAR_DCE_2010.2_eng
.pdf.
7. Witt MD, Chu LA. Infections in the critically ill. In: Bongard FS, Sue DY,
eds. Current critical care diagnosis and treatment. 2nd ed. California:
McGraw-Hill; 2003.p.432-4.