1. Pengobatan All
a. Fase Induksi
Fase induksi adalah fase terapi yang paling intensif dalam pengobatan Leukemia Limfositik Akut
(LLA). Tujuan dari pemberian terapi pada fase induksi ini adalah untuk mencapai remisi total.
Remisi total dibuktikan dengan tidak terdeteksi bukti leukemia di sumsum tulang (<5% limfoblas
atau M1), atau situs ekstrameduler, dan normalisasi perifer jumlah darah (Perry, 2012).
Sitostatika yang digunakan pada pengobatan induksi terdiri dari prednisone (PRED), vincristine
(VCR), L-Asparaginase (L-Asp), Daunorubicin (DNR), dan methotrexate ( MTX ) intratekal.
Prednisone(PRED) digunakan pada Risiko Biasa (RB) dan Risiko Tinggi (RT). Pada RB,
window period diberikan dosis 60 mg/m2 per oral dibagi dalam 3 dosis selama 1 minggu.
Selanjutnya diberikan 40 mg/m2 selama 5 minggu (total 6 minggu). Setelah 5 minggu dosis
harus diturunkan setiap 3 hari menjadi separuh dosis sebelumnya, dan berhenti pada hari ke Pada
RT dosis ditingkatkan secara bertahap.
Menurut kemenkes (2012) Pada kelompok risiko biasa Fase Induksi Minggu pertama diberikan
MTX IT 1,5 mg/m2 IV Prednison 60/40 mg/m2 po Window ww 40 mg/m2 DNR 30 mg/m2
infus L-Asp 7500 IU/mg2. Bila tidak dijumpai sel blast pada pemeriksaan liquor, terapi
intratekal hanya menggunakan MTX, Bila dijumpai sel blast pada pemeriksaan
liquor,menggunakan MTX tripledrug (MTX/deksametason/ara-C ), 2x seminggu dilakukan
sampai negatif 3x berturut-turut Apabila terjadi relaps CNS akan dikelola secara khusus. osis 30
mg/m2, bila tidak ada dapat diganti Doxorubicin 20 mg/m.
Pada risiko tinggi MTX IT VCR 1,5 mg/m2 IV Prednison 60/40 mg/m2 po 40 mg/m2 DNR 30
mg/m2 infus L-Asp 7500 IU/mg2
a) Vinkristin (VCR) : Dosis 1,5 mg/m2 (dosis mak 2mg) IV pada hari 7, 14, 21, 28, 35 dan
42 (dalam 10 ml NaCl 0,9% secara bolus IV pelan dalam 5 menit).
b) Daunorubisin (DNR)intravena : untuk risiko biasa diberikan 2 x selama induksi yaitu hari
ke 21 dan ke 28 dengan dosis 30 mg/m2.
c) untuk pasien risiko tinggi dosis 30 mg/m2, diberikan 4 kali pada hari ke-21, 28, 35,dan ke
42
d) DNR dilarutkan dalam NaCl 0,9 % 100 cc diberikan secara drip IV dalam 1 jam.
e) Bila tidak tersedia adanya DNR, dapat diganti dengan Daunorubicin dengan dosis 20
mg/m2.
f) L- Asparaginase (L-Asp) (jenis L-Asp E coli), Pada risiko biasa dan risiko tinggi
diberikan mulai hari ke 1 minggu ke 4 hingga akhir minggu ke 5 (untuk RB), minggu ke
enam untuk RT. Diberikan 3 kali selang sehari dalam seminggu, sehingga total
pemberian dalam 2 minggu adalah 6 kali, dan 9 x untuk penderita RT , Dosis 7500
Unit/m2 subkutan maksimal 2 ml per lokasi suntikan.
g) Asparaginase diberikan secara iv dalam 100 ml cairan diberikan dalam 1-2 jam, atau i.m
dengan kompres es 15 menit sebelum injeksi, atau setelah L-Asp diaspirasi dalam
syringe, ditambahkan 0,5 1 ml lidocain dalam syringe yang sama (tidak dikocok agar
tidak tercampur), kemudian berikan im pelahan-lahan.
h) Metotreksat (MTX) triple drug intratekal. - Diberikan 3 kali dalam fase induksi : hari ke
1, 14, dan 28 - Dosis yang digunakan tergantung umur (dikeluarkan 3-5 ml liquor).
Gunakan 3 ml pelarut NaCl, dberikan intrathecal. Umur < 1 tahun 1 tahun 2 tahun 3
tahun Dosis 6 mg/kali 8 mg/kali 10mg/kali 12mg/kali.
b. Fase konsolidasi
Pada fase konsolidasi menurut Kemenkes (2012), pemberian metotreksat dosis tinggi (HD-
MTX ) dengan leukovorin rescue memerlukan perhatian yang khusus Pada fase ini anak dengan
risiko biasa mendapatkan obat HD-MTX 1000 mg/m2/iv, Leukovorin 15 mg/m2/kali, Methyl
Prednison 50 mg/m2/per oral dan Siklofosfamid 1000 mg/m2 infus (dengan MESNA). Sehari
sebelum pemberian HD-MTX, pasien harus dalam kondisi klinis yang baik(adekuat) dengan
hasil pemeriksaan lab :
Seminggu sebelum pemberian HD MTX, diberikan bicnat oral.. Saat pemberian HD-MTX
Berikan alkalinisasi urine dengan cara memberikan cairan hidrasi 2-3 L/m 2 /24 jam ditambah
bicnat 40 meq/l selama 4 jam sehingga ph urine dibawah 8. Pemberian HD-MTX- selama 24
jam, kemudian hidrasi dilanjutkan selama 24 jam, Leucovorin (injeksi/oral) diberikan 42 jam
sejak dimulainya HD-MTX, diberikan selama 2 hari berturut-turut setiap 6 jam. Tanda-tanda
toksisitas: ulkus pada mulut (oral ulcer), toksisitas pada ginjal, toksisitas pada liver ( >5x normal
transaminase), atau infeksi, dan pemberian tambahan 3 dosis tiap 6 jam.
Cotrimoksazol oral sementara dihentikan pada saat pemberian HD-MTX. Jika muncul efek
samping yang berat (uncontrolled side effect), seperti gagal liver, gagal ginjal, atau gangguan
neurologi, pemberian HD-MTX dan semuanya ditunda. Hindri pemberian cotrimoksazol, obat
anti inflamasi non steroid (NSAID), dan penisilin bersamaan dengan HD-MTX. Leucovorin
diberikan 15 mg/m2 iv pada 42,48, dan 54 jam setelah dimulainya HD-MTX. Pemberian 6-MP
dan MTX p.o seharusnya dengan dosis yang maksimal dapat ditoleransi. Diberi 1 kali sehari
(dosis tunggal) terutama dimalam hari saat perut kosong (setidaknya 30 menit sebelum atau 60
menit setelah makan malam) dan bukan dengan susu.
Pemeriksaan fungsi hati selama pemeliharaan sebaiknya dilakukan setiap 3 bulan. Metotreksat
(MTX) triple drug intrathecal, Diberikan 3 kali dalam fase induksi : hari ke 1, 14, dan 28. Dosis
yang digunakan tergantung umur (dikeluarkan 3-5 ml liquor). Gunakan 3 ml pelarut NaCl,
dberikan intrathecal. Umur dan dosis pemberian MTX it Umur < 1 tahun 1 tahun 2 tahun 3 tahun
Cyclophosphamide Dosis 6 mg/kali 8 mg/kali 10mg/kali 12mg/kali - Dosis 1000 mg/m2, diberi
awal minggu ke 9 dan 13, tanpa dibarengi dengan pemberian Mesna 20
Pada anak dengan kelompok risiko tinggi Intensifikasi Rosiko tinggi Minggu MTX IT 1,5
mg/m2 secara intra vena, Prednison 40 mg/m2 po, DNR 30 mg/m2 infus, Citarabin 75 mg/m2/
intravena.
Salah satu tantangan dalam pengobatan ALL adalah adanya ALL berulang. Sekitar 20% sampai
25% anak-anak akan mengalami kekambuhan sumsum tulang, dan kurang dari 10% anak
mengalami ekstrameduler terisolasi, baik di SSP atau di testis. Lamanya remisi pertama sangat
berpengaruh keberhasilan terapi penyelamatan. Anak-anak di sumsum tulang remisi selama <18
bulan memiliki hasil terburuk; yang ada di remisi selama lebih dari 36 bulan memiliki tingkat
penyelamatan yang lebih baik (Perry,2012)
Pengobatan untuk kekambuhan ekstrameduler melibatkan kemoterapi intensif dan terapi radiasi.
Sementara itu iradiasi testis bilateral diberikan pasca induksi intensifikasi. Untuk pasien dengan
kekambuhan sumsum tulang, reinduksi remisi dengan kemoterapi intensif dilakukan baik dengan
transplantasi sel induk alogenik dari donor yang sesuai atau dengan kemoterapi lebih lanjut.
Daftar referensi:
Perry, M .2012. Perry,s The Chemotherapy Source Book 5th .Philadelphia: Lippincott
Williams&Wilkins