Anda di halaman 1dari 3

MINI STUDI KASUS

EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE (ESBL)


PADA TN. AQ DENGAN POST CRANIOTOMY EVAKUASI ICH +
DEKOMPRESI ICH, PULMONARY OEDEMA

1. LANDASAN TEORI
a. Definisi ESBL
Beta-lactamase adalah enzim yang dihasilkan oleh beberapa bakteri
yang berfungsi untuk melawan atau mempertahankan diri terhadap antibiotik beta-
laktam seperti penicillin, cephamycin, carbapenem, dan cephalosporin (Whalen,
Finkel dan Panavelil, 2015). Antibiotik golongan ini memiliki unsur yang sama dalam
struktur molekul mereka yaitu 4 cincin atom dan disebut sebagai beta-laktam (Torok,
Moran dan Cooke, 2017). Enzim Beta-lactamase bekerja untuk merusak dan menon-
aktifkan molekul ini (Pulungan, 2017). Beta-lactamase pertama kali ditemukan pada
tahun 1940 oleh Abraham dan Chain. Enzim ini berhasil ditemukan dari isolat S.
aureus dan disebut sebagai penicillinase. Sejak saat itu semakin banyak penemuan
Beta-lactamase yang baru, antara lain pada tahun 1963 ditemukan TEM-1 (dari isolat
E.coli), 1974 ditemukan SHV-1 (dari isolat E.coli). Antibiotik beta-laktam dapat
digunakan untuk melawan bakteri Gram positif dan Gram negatif. Beta-lactamase
diproduksi oleh bakteri Gram negatif dan ternyata enzim Beta-lactamase terdiri dari
berbagai golongan sehingga sulit untuk mengidentifikasikannya (Kola dkk., 2007).
b. Faktori Risiko Infeksi Bakteri ESBL
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, antara faktor risiko
kejadian ESBL antara lain yaitu adanya infeksi saluran kemih yang berulang, riwayat
penggunaan antibiotik sebelumnya, penderita Diabetes Mellitus, dan penggunaan
kateter atau alat lain di saluran kemih (Anggarini, Hadi dan Hapsari, 2013). Wanita
lebih rentan terkena ESBL karena kebanyakan kasus ISK pada wanita. Hal ini
dikarenakan uretra wanita lebih pendek dan usia yang lebih dari 65 tahun juga
merupakan faktor risiko ESBL (Nazmi dkk., 2017). Penelitian lain mencari faktor
risiko ESBL dengan pemeriksaan laboratorium dasar seperti hemoglobin, leukosit,
CRP dan lainnya (Mcpherson dan Pincus, 2007). Hasil penelitian ini menunjukkan
albumin dan limfosit yang rendah berhubungan dengan kejadian ESBL pada pasien
dengan infeksi (Biutifasari, 2018). Selain itu, menurut Yusuf dkk, risiko lain seperti
usia tua, lama rawat inap, lama sakit, lama perawatan di ICU, adanya tindakan invasif
juga merupakan beberapa faktor penyebab terjadinya ESBL. Penggunaan alat
perawatan antara lain penggunaan ventilator, kateter urin, nasogastric tube,
hemodialisis, penggunaan termometer atau gel ultrasonografi yang terkontaminasi
pasien lain atau tangan pekerja kesehatan juga merupakan faktor risiko ESBL
(Abdullah dkk., 2012).

2. Kronologi
No Tanggal Klinis Keperawatan
.
1. 17/02/2023 Pasien post craniotomy evakuasi Pasien post craniotomy
ICH + dekompresi evakuasi ICH + dekompresi

Kondisi: pasien dengan GCS Kondisi: pasien dengan


tersedasi, terpasang ETT no. 7,5 GCS tersedasi, terpasang
dengan support ventilator setting ETT no. 7,5 dengan support
VCSIMV, TV 400, Rate 16, ventilator setting VCSIMV,
PEEP 5, PS 10, FiO2 40% TV 400, Rate 16, PEEP 5,
PS 10, FiO2 40%
Terapi bedah saraf :
Infus PZ 1500/ 24 jam Masalah keperawatan :
Inj. Cefazolin 2x1 g 1. Gangguan ventilasi
Inj. Metamizole 3x1 g spontan (D.0004)
Inj. Ondancentron 3x8 mg 2. Resiko perfusi cerebral
Inj. Ranitidin 2x50mg tidak efektif (D.0017)
Inj. As. Traneksamat 3x500mg
Mannitol 4x100ml Planning :
Nicardipine mulai 1. Manajemen ventilasi
0.5mikro/kgBB target TD 140- mekanik
150/90 - Pertahankan posisi
head up sesuai
Terapi anastesi: indikasi
Head up 30 - Succioning berkala
Inf. PZ 1500ml/24jam - Monitoring
Inj. Metamizole 3x1gr produksi, warna
Inj. Ondancentron 3x4mg secret
fentanyl pump 20 mcg/jam - GDA berkala
propofol pump 10 ml/jam. besok - Persiapan weaning
agi stop. evaluasi GCS. bertahap
2. Monitoring tingkat
kesadaran
2. 18/02/2023 Pasien dengan kesadaran
somnolen GCS 3x5 dengan
support ventilator

Terapi anastesi :
Ventilator mode spontan
head up 45 derajat
Sedasi stop
Suction, persiapkan extubasi

Terapi bedah saraf

nebul

Anda mungkin juga menyukai