Anda di halaman 1dari 34

ANGINA PECTORIS

Klinik PKU
No. Dokumen No Revisi Halaman :
Muhammadiyah
01/MED/V/2014 0 1 dari 1
Merden Banjarnegara
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh :
STANDAR 2 Mei 2014 Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr. Dwi Novrianto
Pengertian Angina pektoris stabil adalah rasa nyeri dada iskemik yang khas yang
dicetuskan oleh aktifitas fisik/stres dimana tidak terdapat perubahan
dalam frekuensi, intensitas dan lamanya angina maupun faktor-faktor
pencetusnya dalam 30 hari terakhir. Sakit sangat mudah hilang
dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin.
Tujuan 1. Mengupayakan dan mencapai kehidupan normal, bebas gejala.
2. Menyediakan penyuluhan pasien dan perawatan mandiri.
3. Mencegah komplikasi.
Kebijakan Proses pengelolaan pasien Angina Pektoris tidak perlu rawat inap.
Prosedur 1. Umum
Merubah gaya hidup termasuk berhenti merokok & olah raga
teratur dan memperbaiki faktor-faktor resiko, serta menghindari
faktor pencetus.
2. Khusus
Pemberian obat-obatan yaitubila saat serangan dengan nitrat
sublingual dan untuk pencegahan dengan aspirin (bila tidak ada
kontra indikasi), betablocker, antagonis kalsium dan obat-obatan
untuk mengontrol faktor risiko.
Unit Terkait Yanmed, UGD, URJ, Unit Rawat Inap
ASMA BRONCHIALE

Klinik PKU
No. Dokumen No Revisi Halaman :
Muhammadiyah
02/MED/V/2014 0 1 dari 2
Merden Banjarnegara
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh :
STANDAR 2 Mei 2014 Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr. Dwi Novrianto
Pengertian Penyakit saluran nafas bagian bawah yang ditandai oleh peningkatan
responsi cabang-cabang trakheobronkial terhadap berbagai macam
stimulus. Secara fisiologis bermanifestasi sebagai penyempitan
saluran nafas yang dapat sembuh dengan sendirinya atau dengan
pemberian obat, dan secara klinis ditandai oleh sesak nafas yang
kumat-kumatan, batuk dan mengi (wheezing).
Tujuan 1. Menghilangkan gejala dengan cepat
2. Mencegah komplikasi yang dapat terjadi
Kebijakan 1. Gejala sesak nafas yang kumat-kumatan, batuk dan mengi
(wheezing).
2. Dilakukan pemeriksaan fisik yang ditemukan bunyi wheezing
pada paru.
Prosedur 1. Oksigenasi 3-4 L/menit
2. Nebulizer dengan B2 agonis 2 ml + Antikolinergik 2 ml + Steroid
500 μgr 2 ml. Bila diperlukan dapat diberikan tiap 2 jam,
maksimal 3 kali pemberian.
3. Injeksi Metilprednisolon 40 mg iv/6 jam
4. Bila penderita berumur > 45 tahun, atau < 45 dengan kelainan
jantung, lakukan EKG.
5. Bila dengan Nebulizer belum membaik, dapat dipertimbangkan
pemberian Aminofili injeksi. Aminofilin diberikan bolus 6 mg/kg
BB dilarutkan dalam NaCL/dextrose 5%, diberikan pelan-pelan
dalam waktu 15 menit, dilanjutkan dosis pemeliharaan 4 mg/kg
BB/jam untuk pasien < 45 tahun, dan 2 mg/kg BB/jam untuk
pasien > 45 tahun.
6. Bila setelah 3 kali pemberian Nebulizer, belum menunjukkan
perbaikan (gagal),persiapkan rujuk ke Klinik/Rumah Sakit lain.
7. Bila pasien membaik, penderita dapat dipulangkan dengan
dibekali edukasi yang cukup dan obat-obatan yang harus
digunakan.
8. Terapi yang diberikan, bila kondisi membaik:
a. Metil-prednisolon 40 mg/hari selama 2 minggu, kemudian di
tappering off sesuai dengan klasifikasi derajat keparahan
asmanya:
1) Asma persisten berat
2) Asma persisten sedang
3) Asma persisten ringan
4) Asma intermiten
b. Aminofilin lepas lambat (Phillocontin) 2 x 1 tab.
c. B2 agonis inhalasi (Procaterol : Meptin air, Fenoterol,
Berotec, Terbutalin, (Bricasma) dipakai bila perlu, untuk
mengatasi rasa sesak nafas sampai dengan 4 x 2 puff.
d. Antibiotik bila ada infeksi bakterial
Unit Terkait Yanmed, UGD, URJ, Unit Rawat Inap
DEMAM TIFOID

Klinik PKU
No. Dokumen No Revisi Halaman :
Muhammadiyah
03/MED/V/2014 0 1 dari 2
Merden Banjarnegara
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh :
STANDAR 2 Mei 2014 Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr. Dwi Novrianto
Pengertian Demam tifoid adalah penyakit sistematik yang ditandai oleh demam
akut akibat infeksi mikroba gram negatif Salmonella sp. (lebih dari
500 spesies). Salmonella yang banyak dikenal di Klinik adalah
Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, B, dan C.
Tujuan 1. Membasmi infeksi salmonella
2. Mencegah komplikasi yang mungkin timbul
3. Mencegah relaps
4. Memberikan antibiotika yang sesuai
5. Memberikan terapi suportif dan simtomatik
Kebijakan 1. Penderita demam tifoid sebaiknya dirawat inap.
2. Obat pilihan
a. Kloramfenikol 50-100 mg/KgBB selama + 2 mgg. Kontrol
jumlah lekosit setiap 5-7 hari.
b. Amoksisilin 2 dd 2000 mg atau Ampisilin 4 x sehari 1-2 gram
(14 hari).
c. Kotrimoksasol 2x2 tab (10-14 hari).
d. Fluoroquinolone generasi III 300 mg-1 gr/hari ( 5-7 hr) :
Ciprofloxacin 2x500 mg, Pefloxacin 1x400 mg, Ofloxacin
1x400 mg.
e. Ceftriakson 20 mg/KgBB/hari (3-7 hari).
f. Pada sepsis/DIC dapat ditambahkan Deksametason 3
mg/KgBB loading dose dalam 30 menit diikuti 1 mg/KgBB
per 6 jam selama 24-48 jam.
g. Hindari pemberian salisilat, laksansia dan lavement
(mencegah kemungkinan perdarahan/perforasi).
h. Carrier diatasi dengan ciprofloxacin, cotrimoksasol, ampisilin
dan kolesistektomi.
Prosedur A. Rawat Umum
1. Tirah baring selama demam masih ada.
2. Diit TKTP, boleh makanan padat, namun rendah serat.
3. Demam sebaiknya cukup dengan kompres dingin saja.
4. Jika pasien tampak toksik, diberi hidrokotison dosis 100 mg
IV/8 jam.
5. Dilakukan upaya mencegah dekubitus.
6. Tulis defekasi penderita dalam curve list tiap hari.
7. Lapor bila 3 hari penderita tidak buang air besar.
8. Perhatikan keluhan penderita : perut kembung, berak darah.
9. Catat semua tindakan dalam lembar observasi.
B. Follow Up
1. Observasi harian:
Hasil terapi (suhu, perubahan fisik, keluhan baru, dsb).
2. Evaluasi kemungkinan penyebab lain dari demam.
3. Evaluasi kemungkinan komplikasi:
Nyeri perut, nadi cepat, tekanan darah turun, dll.
4. Bila suhu turun < 5 hari, maka terapi diteruskan.
5. Bila >5 hari suhu belum turun, tapi cenderung turun, maka
terapi teruskan.
6. 2 - 3 hari suhu meningkat, maka ganti obat intravena
7. 2 - 3 hari tetap suhu tinggi, maka pertimbangkan pemberian
steroid.
8. Suhu yang tidak segera turun dan atau naik lagi, mungkin:
a. Infeksi campuran
b. Resistensi obat
c. Infeksi nosokomial : UTI, phlebitis, aspirasi
9. Tidak patuh tirah baring
Unit Terkait Yanmed, UGD, URJ, Unit Rawat Inap
DIARE AKUT

Klinik PKU
No. Dokumen No Revisi Halaman :
Muhammadiyah
04/MED/V/2014 0 1 dari 2
Merden Banjarnegara
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh :
STANDAR 2 Mei 2014 Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr. Dwi Novrianto
Pengertian 1. Suatu keadaan dimana defekasi (BAB) dengan tinja berbentuk
cairan atau setengah cair (setengah padat) dengan kandungan air
tinja lebih dari normal (> 200 g atau 200 ml/24 jam) yang
berlangsung < 15 hari.
2. BAB encer lebih dari 3 kali sehari. BAB dapat disertai
lendir/darah.
3. Spektrum klinis diare akut karena infeksi meliputi penyakit yang
self limiting hingga yang memerlukan terapi live saving.
Tujuan 1. Mengatasi gejala terutama dehidrasi
2. Mengatasi infeksi
3. Mencegah komplikasi
Kebijakan 1. Memberikan terapi suportif untuk mencegah komplikasi
2. Rawat Inap apabila :
a. Dehidrasi berat
1) Muntah berak profus
2) Syok
3) Komplikasi lain
b. Rehidrasi
1) Oral
2) Intra vena/infus
3) Cairan pilihan: ringer laktat
4) Jumlah tergantung:
a) Derajat dehidrasi
b) Berat jenis plasma
c) Kecepatan: rehidrasi initial selesai 2 jam
d) Lanjutkan pemberian infus menggunakan cairan
maintenance
Prosedur 1. Ukur suhu, tensi, dan nadi.
2. Terapi kausal
a. Antibiotik/antiparasit : tergantung penyebab
b. Lactobaccilus : menekan bakteri tumbuh lampau atau infeksi
c. Kortikosteroid : untuk allergi makanan atau inflamatorik
3. Terapi lain tergantung
a. Komplikasi
b. Penyakit lain yang menyertai
c. Simtomatik
4. Ukur balance cairan tubuh pada jam 6 - 12 - 18 - 24 dan catat di
lembar observasi.
5. Lakukan EKG pada penderita yang umurnya di atas 50 tahun.
6. Infus dilepas, bila pasien sudah dapat BAK dan tidak BAB lagi.
7. Tulis semua tindakan dalam lembar observasi.
8. Pilihan pemberian terapi spesifik diare akut bisa mencakup :
a. Rotavirus/ Norwalk/HIV : simtomatik
b. Salmonella spp : Ampicillin, Cotrimoksazol, Quinolone
c. Shigella spp : Ampicillin, Cotrimoksazol, Quinolone
d. Vibrio kholera : Tetrasiklin
e. E. Coli Patogen : Simtomatik/antimikroba
f. C. Difficile : Metronidazole, Vancomycin 1-2 mgg
g. E. Hystolitica : Metronidazole, Tinidazol, Omidazol
h. G. Lamblia : Derivat Nitroimidazole
i. C. Albicans : Nistatin, Probiotik
j. S. Stercoralis : Tiobendazole
k. T. Trichuria : Mebendazole
Unit Terkait Yanmed, UGD, URJ, Unit Rawat Inap, Laboratorium
DYSPEPSIA

Klinik PKU
No. Dokumen No Revisi Halaman :
Muhammadiyah
05/MED/V/2014 0 1 dari 1
Merden Banjarnegara
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh :
STANDAR 2 Mei 2014 Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr. Dwi Novrianto
Pengertian Sekumpulan gejala dapat berupa nyeri, kembung, atau rasa terbakar
di dada dengan interpertasi gejala dari pasien sendiri. Dipengaruhi
faktor sosial, linguistik dan cultural.
Tujuan 1. Memutuskan bahwa gejala berasal dari saluran cerna atas, atau
dari organ lain.
2. Menentukan penyebab dyspepsia.
3. Meminimalkan gejala dispepsia (skala dominan).
4. Memberikan pengobatan simptomatis dan etiologi.
5. Meminimalkan efek samping pengobatan.
Kebijakan Diagnosis dan tatalaksana kelainan fungsional saluran cerna.
Prosedur 1. Pelacakan atau terapi empiris.
2. Modifikasi gaya hidup.
3. Medikamentosa: Antasida, Antagonis reseptor H2.
4. Manajemen gejala refluks.
5. Manajemen gejala yang berhubungan dengan OAINS.
6. Eradikasi H. Pylori denagn strategi Test and treat:
a. PPI type; PPI + Klaritromisin + Amoksilin /Metronidazol 2x
sehari selama 1 minggu.
b. PPI-BMT Quadriple: PPI + Bismuth + metronidazole dan
tetrasiklin.
7. Psikoterapi
Unit Terkait Yanmed, UGD, URJ, Unit Rawat Inap, Laboratorium
DIABETES MELLITUS TYPE 2

Klinik PKU
No. Dokumen No Revisi Halaman :
Muhammadiyah
06/MED/V/2014 0 1 dari 3
Merden Banjarnegara
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh :
STANDAR 2 Mei 2014 Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr. Dwi Novrianto
Pengertian DM tipe 2 merupakan penyakit metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia akibat defek pada kerja insulin di hati (peningkatan
produksi glukosa hepar) dan di jaringan perifer (otot dan lemak).
Tujuan 1. Mengupayakan dan mencapai kehidupan normal, bebas gejala.
2. Mencapai kontrol Diabetes yang optimal, tanpa hipoglikemia.
3. Menyediakan penyuluhan pasien dan perawatan mandiri.
4. Mencegah komplikasi diabetes, akut maupun kronik.
Kebijakan Proses pengelolaan pasien DM tipe 2 harus efektif dan tepat
Prosedur 1. Perencanaan makan sesuai keperluan, tinggi kandungan
karbohidrat, tinggi serat, rendah lemak, terbagi rata sehari.
2. Anjurkan agar pasien mencapai berat badan ideal.
3. Olahraga teratur 3-6 kali per minggu, prinsip lebih baik bergerak
dari pada diam, jalan kaki dari pada naik becak, naik tangga dari
pada naik lift.
4. Terapi non farmakologik harus diberikan kepada semua pasien
diabetes paling sedikit 1 bulan, kecuali pada pasien dengan
penurunan berat badan yang nyata atau terdapat komplikasi serius
atau dengan gejala yang mengganggu.
5. Terapi farmakologis
a. Biguanida
1) Dosis harian 1-2 gram dalam dosis terbagi.
2) Kontraindikasi : pada penyakit hati, gangguan ginjal,
gagal jantung, dan kehamilan.
3) Tidak menimbulkan hipoglikemia, mungkin
menyebabkan asidosis laktat.
4) Efek samping flatulensi, anoreksia, diare.
b. Sulfonilurea
1) Glibenklamid 1,25-15 mg/hari.
2) Kontraindikasi
Sedang menyusui, porfiria, kehamilan, hati-hati pada
manula dan pasien dengan penyakit hati dan gangguan
ginjal hanya digunakan bersama dengan pengaturan
makan (diet).
3) Efek samping
Terbanyak hipoglikemia, ikterus, rash, nyeri kepala.
c. Insulin
Insulin tersedia bentuk : aksi pendek (jernih: Actrapid,
Humulin S, insulin reguler), aksi sedang (keruh: Insulatard,
Humulin I, Insulin NPH), aksi panjang (basis Zn/keruh:
Monotard HM, Humulin N, Ultratard), dan dalam bentuk
campuran (keruh; Mixtard 30/70, Humulin M3).
1) Pasien simtomatik berat, atau tidak terkontrol dengan diet
(aturan makan) dan obat hipoglikemik oral dosis
maksimal.
2) Insulin diberikan sekali atau dua kali suntik, insulin aksi
panjang mungkin diperlukan untuk mengatasi
hiperglikemia basal. Sekali suntik mungkin cocok untuk
pasien lansia, atau pasien yang tidak bisa menyuntik
sendiri; dua kali suntikan ideal untuk semua pasien,
terutama bagi pasien yang menggunakan insulin
campuran.
3) Tempat suntikan pada dinding perut, paha dan lengan atas
(SK), infus (IV) jika dalam keadaan koma, diabetes tidak
stabil (Brittle), atau sedang dalam pembedahan.
4) Waktu suntik 15-30 menit sebelum makan.
5) Mungkin memerlukan ekstra kalori/makan atau dosis
insulin dikurangi jika melakukan olah raga.
6) Komplikasi yang paling sering dijumpai adalah
hipoglikemia dan alergi.
7) Atasi komplikasi atau kelainan lain yang dijumpai, seperti
neuropati, nefropati, infeksi, dislipidemia, hipertensi, dan
lain sebagainya.
6. Edukasi/Penyuluhan :
a. Diberikan kepada semua pasien diabetes, keluarganya, dan
masyarakat umum, diberikan tentang :
1) Apa diabetes itu?
2) Apa saja komplikasi diabetes?
3) Pencegahan diabetes
4) Perencanaan makan
5) Olah raga
6) Gejala dan tanda klinis hipoglikemia
7) Cara menangani jika timbul kelainan atau penyakit akut
b. Diberikan pada saat pasien mau pulang/keluar dari Klinik.
c. Pasien dianjurkan untuk melakukan sendiri pemeriksaan
KGD (kadar glukosa darah) sendiri di rumah (mandiri) dan
belajar cara menyesuaikan dosis insulin yang diperlukan.
Unit Terkait Yanmed, UGD, URJ, Unit Rawat Inap, Laboratorium
GAGAL JANTUNG

Klinik PKU
No. Dokumen No Revisi Halaman :
Muhammadiyah
07/MED/V/2014 0 1 dari 2
Merden Banjarnegara
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh :
STANDAR 2 Mei 2014 Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr. Dwi Novrianto
Pengertian Gagal jantung adalah sindroma klinik yang timbul sebagai akibat
ketidak mampuan jantung memompa sejumlah darah untuk
mencukupi kebutuhan metabolik jaringan .
Tujuan Mengatasi kegawatan yang disebabkan oleh gagal jantung.
Kebijakan 1. Gambaran klinik diwarnai oleh perubahan-perubahan akibat dari:
a. Mekanisme kompensasi : berdebar, keringat dingin,
takikardia.
b. Sindroma "low output" : lesu, lelah, lemah, tak bergairah,
bingung, konsentrasi menurun, gelisah.
c. Sindroma kongesti : sesak nafas, edema paru, JVP meninggi,
asites,hepatomegali, edema tungkai, batuk darah.
d. Sindroma remodelling : hipertrofi dan dilatasi ventrikel dan
atrium, irama gallop, bising jantung dsb.
2. Gambaran laboratorik gagal jantung tidak memberikan gangguan
yang khas.
a. Darah tepi : Lekositosis
b. Foto dada : Tanda pembesaran jantung, tanda kongesti
Prosedur A. Tindakan Umum pada perawatan di ruang rawat
1. Tirah baring dengan posisi setengah duduk.
2. Oksigen kanul nasal/masker 3 - 5L/mn, tergantung P02 darah.
3. Infusion line, Dekstrosa 5% tetesan lambat, 12 tetes/mn.
4. Ambil darah untuk pemeriksaan yang diperlukan.
5. Diit rendah kalori dengan bentuk yang mudah dicerna dan
rendah garam, 1300 - 1500 kal/hr, garam 2-4 gram/hr.
6. Laksansia ringan.
7. Obat penenang ringan, misal diazepam 3 x 2 mg.
8. Obat ekspektoransia bila perlu.
9. Psikoterapi agar penderita tenang dan dapat bekerjasama.
B. Tindakan Khusus
1. Menghilangkan sebab GJ, bila mungkin
2. Menghilangkan faktor pencetus
3. Meningkatkan daya kerja jantung dan mengurangi beban
jantung. Ditentukan parameter patofisiologik yang berperan
dan dimanipulasi.
a. Manipulasi parameter hemodinamik
1) Menurunkan preload dengan diir rendah garam,
pemakaian diuretika dan venodolator.
2) Menurunkan afterload dengan vasodilator
3) Menurunkan frekwensi denyut jantung dengan
preparat digitalis, penyekat beta (hati-hati)
4) Meningkatkan kontraktilitas otot jantung dengan
digitalis, beta 2 agonist dan obat inotropik lain :
dopamin, ( hanya untuk GJ berat dan jangka pendek )
b. Mengontrol kembali peningkatan aktifitas hormonal,
misalnya dengan obat penghambat ACE.
C. Tindakan Rehabilitasi
1. Mental dengan psikoterapi dan pendidikan mengenai
penyakitnya.
2. Fisikal dengan latihan fisik bertahap menurut prinsip
rehabilitasi jantung.
Unit Terkait Yanmed, UGD, URJ, Unit Rawat Inap, Laboratorium
HIPERTENSI EMERGENSI

Klinik PKU
No. Dokumen No Revisi Halaman :
Muhammadiyah
08/MED/V/2014 0 1 dari 1
Merden Banjarnegara
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh :
STANDAR 2 Mei 2014 Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr. Dwi Novrianto
Pengertian Hipertensi Emergensi merupakan suatu keadaan akut, mengancam
jiwa dan biasanya berhubungan dengan adanya kenaikan tekanan
darah. Ada dua gejala klinis mayor yang diinduksi oleh HT berat :
1. Hipertensi Maligna yang ditandai hipertensi dengan perdarahan
retina, eksudat, atau edema papil.
2. Hipertensi Ensefalopati menunjuk kepada adanya tanda edema
serebral yang disebabkan oleh hiperfusi dari tekanan darah yang
berat dan timbulnya mendadak.
Tujuan Mengatasi kegawatan yang disebabkan oleh Hipertensi Emergensi
dan mencegah terjadinya komplikasi.
Kebijakan Penanganan HT Emergensi dengan menurunkan tekanan darah secara
bertahap dengan target yang harus dicapai dalam waktu 6 jam.
Prosedur 1. Lakukan pemeriksaan tekanan darah dengan tensimeter air raksa
sesuai standar.
2. Diagnosis berdasarkan pemeriksaan klinis.
3. Terapi yang paling sering digunakan untuk HT Emergensi:
amlodipin, tensinop, propanolol.
4. Goal of therapy
Penatalaksanaan HT Emergensi adalah untuk menurunkan
tekanan diastolik menjadi sekitar 100 sampai 105 mmHg. Hal ini
harus tercapai dalam waktu 2 sampai 6 jam, dengan maksimal
penurunan tekanan darah awal tidak lebih dari 25%. Jika tekanan
darah sudah terkontrol, obat anti hipertensi diganti per oral,
dengan target tekanan diastolik turun secara bertahap menjadi 85
sampai 90 mmHg lebih dari 2 sampai 3 bulan.
5. Rujuk bila terdapat tanda-tanda komplikasi.
Unit Terkait Yanmed, UGD, URJ, Unit Rawat Inap, Laboratorium
INFEKSI SALURAN KEMIH

Klinik PKU
No. Dokumen No Revisi Halaman :
Muhammadiyah
09/MED/V/2014 0 1 dari 1
Merden Banjarnegara
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh :
STANDAR 2 Mei 2014 Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr. Dwi Novrianto
Pengertian Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi akibat dari invasi
mikroba/patogen pada jaringan sekitar orificium urethra sampai
korteks ginjal atau adanya bakteri dalam urin (bakteriuria) yang
dihubungkan adanya reaksi inflamasi dari tubuh. Bakteriuria
dikatakan bermakna bila didapatkan > 100.000 cfu per ml urin.
Tujuan Mengatasi kegawatan yang disebabkan ISK dari berbagai sebab dan
mencegah terjadinya kembali infeksi saluran kemih.
Kebijakan Terapi antibiotika secara empiris dikerjakan sebelum ada kultur dan
tes resistensi.
Prosedur 1. Melakukan pemeriksaan urinalisis untuk memeriksa urin tanpa
sentrifuse maupun sedimen urin.
2. Melakukan pemeriksaan bakteriologis dengan mikroskopis pada
urin segar dengan atau tanpa pewarnaan, biakan bakteri untuk
memastikan diagnosis infeksi saluran kemih, biokimiawi dan
radiologis.
3. Diagnosis berdasarkan klinis dan laboratories.
4. Terapi antibiotika empiris untuk ISK dan penyesuaian sesuai
hasil kultur sensitifitas urin.
Unit Terkait Yanmed, UGD, URJ, Unit Rawat Inap, Laboratorium
OBSTRUKSI JALAN NAFAS

Klinik PKU
No. Dokumen No Revisi Halaman :
Muhammadiyah
10/MED/V/2014 0 1 dari 2
Merden Banjarnegara
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh :
STANDAR 2 Mei 2014 Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr. Dwi Novrianto
Pengertian Obstruksi jalan nafas adalah sumbatan jalan nafas sebagian atau total,
dengan akibat kesulitan bernafas atau sama sekali tidak mampu
bernafas.
Tujuan Memberikan pelayanan untuk membebaskan jalan nafas yang
terganggu.
Kebijakan Gambaran klinis
1. Pernafasan cuping hidung.
2. Pada waktu inspirasi trakea ke arah cekungan suprasternal
jaringan paratrakeal tertarik ke arah mediastinum.
3. Sela iga retraksi berlebihan sewaktu inspirasi.
4. Pada waktu inspirasi bawah sternum tampak cekung.
5. Pada waktu inspirasi sternum tertarik ke belakang, sedangkan
dinding prut mengembang ke anterior.
6. Suara nafas sangat lemah atau sangat kuat kalau obstruksinya
tidak lengkap atau intermiten.
Prosedur 1. Bebaskan jalan nafas
a. Simpulkan segera keadaan fisik penderita untuk keadaan yang
akan mempengaruhi resusitasi ( Pneumatorak, tekanan, benda
asing, dan lain-lain).
b. Bersihkan jalan nafas dari benda asing.
1) Putar kepala kearah sisi kiri atau kanan.
2) Ambil benda/cairan dalam mulut/kerongkongan dengan
jari atau alat isap.
3) Ubah posisi penderita dengan telungkup untuk
mengalirkan cairan dari jalan nafas (pada bayi dan anak
dapat dikerjakan dengan mengangkat kaki atau tungkai ke
atas).
c. Ubah posisi menjadi telentang (supine) untuk anak
2. Kalau ventilasi tidak meyakinkan, kerjakan nafas buatan (dari
mulut ke mulut dengan amubag)
3. Bila tidak berhasil, segera rujuk ke instansi kesehatan lain.
Unit Terkait Yanmed, UGD, URJ, Unit Rawat Inap, Laboratorium
OSTEOARTHRITIS

Klinik PKU
No. Dokumen No Revisi Halaman :
Muhammadiyah
11/MED/V/2014 0 1 dari 2
Merden Banjarnegara
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh :
STANDAR 2 Mei 2014 Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr. Dwi Novrianto
Pengertian Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degeneratif yang mengenai
rawan sendi. Penyakit ini ditandai oleh kehilangan rawan sendi
progresif dan terbentuknya tulang baru pada trabekula subkhondral
dan tepi tulang (osteofit).
Tujuan Mencegah dan mengahambat progresivitas, kecacatan serta gangguan
mobilitas.
Kebijakan 1. Tegakkan diagnosis berdasarkan kriteria nyeri lutut, dan salah
satu dari 3 kriteria berikut :
a. Usia > 50 tahun
b. Kaku sendi < 30 menit
c. Krepitus + osteofit
2. Osteoartritis sendi tangan : nyeri tangan atau kaku, dan 3 dari 4
kriteria berikut :
a. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih dari 10 sendi
tangan tertentu (DIP II dan III kanan & kiri, PIP II & III
kanan & kiri, CMC I kanan & kiri).
b. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih sendi DIP.
c. Pembengkakan pada < 3 sendi MCP.
d. Deformitas pada minimal 1 dari 10 sendi tangan tertentu.
3. Osteoartritis sendi pinggul : nyeri pinggul, dan minimal 2 dari 3
kriteria berikut :
a. LED < 20 mm/jam
b. Radiologi, terdapat osteofit pada femur atau asetabulum,
c. Radiologi terdapat penyempitan celah sendi (superior, aksial
dan atau medial)
Prosedur 1. Penyuluhan.
2. Proteksi sendi, terutama pada stadium akut.
3. Obat anti infamasi non steroid, seperti Na-diklofenak 50 mg
b.i.d, piroksikam 20 mg o.d, meloksikam 7.5 mg o.d.
4. Fisioterapi, terapi okupasi. Bila perlu diberikan ortosis
5. Rujuk ke Dokter Bedah Orthopedi guna operasi untuk
memperbaiki deformitas
Unit Terkait Yanmed, UGD, URJ, Unit Rawat Inap
PENURUNAN KESADARAN

Klinik PKU
No. Dokumen No Revisi Halaman :
Muhammadiyah
12/MED/V/2014 0 1 dari 5
Merden Banjarnegara
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh :
STANDAR 2 Mei 2014 Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr. Dwi Novrianto
Pengertian Penurunan kesadaran adalah keadaan dimana pendrita tidak sadar
dalam arti tidak terjaga secara utuh, sehingga tidak mampu
memberikan respon yang normal terhadap stimulus.
Tujuan Membantu pasien memulihkan kesadaran.
Kebijakan TATALAKSANA
A. Supportif
Penderita kesadaran menurun dilihat/dinilai
1. Jalan nafas
a. Dilihat
1) Agitasi : kesan hipoksemia
2) Gerakan nafas : dada
3) Retraksi sel iga, dinding perut, sub kosta klavikula
b. Didengar suara tambahan berupa dengkuran, kumuran,
siulan : ada sumbatan
c. Diraba :
1) Getaran ekspirasi
2) Getaran di leher
3) Fraktur mandibuler
d. Yang menyebabkan gangguan jalan nafas :
1) Lidah/epiglotis
2) Muntahan, darah, sekret benda asing
3) Trauma mandibula/maksila
e. Alat yang dipakai
1) Jalan nafas orofaringeal
2) Jalan nafas nasofaringeal
3) Jalan nafas definitive :
Intubasi & Pembedahan
2. Pola Pernafasan
a. Lesi sentral : pola nafas
1) Eupnea
2) Cheyne Stroke
3) Sentral Neurogenik Hiperpentilasi
4) Apnea
b. Lesi Perifer
1) Nafas Interkostal
2) Nafas Diagfragma (dinding perut)
3. Perhatikan aliran darah
a. Perfusi : perifer
b. Ginjal : produksi urine
c. Nadi : Ritme, Rate, Pengisisan
d. Tekanan darah
e. Diusahakan :
1) Hemodinamik Stabil (tidak naik turun)
2) Kondisi tensi normal
3) Dihindari : hipertensi/meninggi, shock
f. Jenis Shock
1) Hipovolemik
2) Kardiogenik
3) Sepsis
4) Penimbunan vena perifer (polling)
4. Cairan tubuh
a. Cegah hidrasi berlebihan
b. Cairan hipotonik, hipoprotein dan lama pakai ventilator
mudah terjadi hidrasi
c. Hindari hiponatremia
5. Posisi
a. Hindari posisi Trandelenberg
b. Posisi kepala 30 derajat lebih tinggi
c. Pada koma yang lama hindari :
1) Dekubitus : sering alih posisi
2) Vena dalam trombosis : pakai stocking
6. Katheter Urine
a. Untuk memudahkan penghitungan balance cairan
b. Mencegah kebocoran urine
c. Berguna pada gangguan kencing
B. Terapi Kausatif/Spesifik
1. Gangguan kesadaran dengan kaku kuduk dengan panas yang
mulai beberapa hari sebelumnya sangat mungkin primer
infeksi (meningitis, encephalitis) di otak bila gangguan
kesadaran tanpa kaku kuduk sangat mungkin primer infeksi
bukan di otak.
2. Gangguan kesadaran dengan kaku kuduk tanpa panas sangat
mungkin perdarahan subarahnoid.
3. Gangguan kesadaran dengan didapatkan gejala neurologis
fokal (hemiparesis, heminervikranial palsy) penyebabnya lesi
intracranial.
4. Gangguan kesadaran disertai tanda-tanda tekanan intrakranial
meninggi : (muntah-muntah proyektil, parese N.III, kaku
kuduk, penglihatan kabur secepatnya diberi manitol,
dexamethason, dibuat hiperventilasi.
5. Gangguan kesadaran tanda disertai kaku-kuduk atau/dan
gejala neurologist fokal, bradikardil sangat mungkin
penyebabnya metabolik.
6. Gangguan kesadaran dengan tanda herniasi intracranial
(anisokor, isokor miosis/midrasis dengan tetraparesis)
termasuk gawat darurat secepatnya perlu tindakan.
7. Gangguan kesadaran dengan penyebab yang sudah jelas,
dapat ditherapi spesifik untuk penyebab :
a. Hipoglikemi : glukosa
b. Over Dosis opiat : nalokson
c. Over dosis benzodiazepine : flumazenil
d. Wernicke Ensephalopaty
Prosedur PEMERIKSAAN
A. Pemeriksaan Fisik Umum
1. Vital sign : tekanan darah, nadi, dan respirasi.
2. Pemeriksaan luka terrutama luka di kepala dan leher : battle
sign, pendarahan hidung, pendarahan kelopak mata, krepitasi
tulang tengkorak.
3. Pemeriksaan suhu badan dan suhu rectal.
4. Pemeriksaan bau nafas dan badan : fetor hepatikum, bau nafas
alcohol, bau nafas faeces.
5. Pemeriksaan warna dan turgor kulit : sianois, kepucatan,
ikterik.
B. Pemeriksaan Neurologi
1. Pemeriksaan Neurologi umum : tanda-tanda rangsang
meningeal, pemeriksaan motorik, pemeriksaan fungsi luhur,
pemeriksaan nervi kranialis.
2. Pemeriksaan Glasgow Coma.
3. Pemeriksaan untuk mengetahui fungsi batang otak meliputi :
a. Gerakan bola mata
b. Refleks kornea
c. Refleks mata boneka/refleks kalori
d. Reaksi pupil terhadap cahaya
e. Refleks muntah/batuk
4. Pola pernafasan
Hubungan pola pernafasan dengan letak lesi :
a. Eupnea : diensefaalon atas
b. Cheyne Stokes : lesi di diensefalon bawah
c. Hiperventilasi neurogenik sentral lesi di mesensefalon
d. Ataxic Breathing : lesi di pons
e. Apneutic Breathing : lesi di pons bawah/medula
oblongata
f. Apnea : lesi di medula oblongata
5. Pupil
Hubungan reaksi pupil terhadap lesi :
a. Pupil kecil reaktif terhadap cahaya : korteks/diensefalon
b. Pupil besar normal ditengah : mesensefalon
c. Pupil kecil ditengah : pons
d. Pupil sedikit melebar ditengah : tectum
e. Isokor
1) Pint point : lesi pons, overdosis morphin
2) Kecil reaktif : ensefalopati metabolik
3) Sedang reaktif : ensefalopati metabolik
4) tidak reaktif terhadap cahaya: lesi thalamus
5) Besar/midriasis : antidepresan, ekstasi, cholinesterase
inhibitor
f. Anisokor
1) Besar/tidak reaktif : N.III Parese
2) Kecil reaktif : Horner syndrome
6. Kedudukan bola mata : hubungan kedudukan boala mata
dengan letak lesi
a. Deviasi conjugee : lesi hemispherinum serebri besar
b. Strabismus konvergen dan pupil kecil : thalamus
c. Pupil kecil ditengah : lesi di pons
d. Pupil besar ditengah kesulitan melihat kesamping : lesi di
cerebellum
e. Pupil anisokor refleks cahaya ( -) : herniasi tentirial
7. Refleks sephalic batang otak termasuk disini adalah
a. Refleks pupil
b. Doll’s eye movement
c. Oculo auditory refleks
d. Oculo vestibulo refleks
e. Refleks kornea
f. Refleks muntah
8. Reaksi motorik
a. Reaksi abduksi dan fleksi terhadap rangsang nyeri, lesi
pada hemispehrium cerebri.
b. Reaksi abduksi dan ekstensi terhadap rangsang nyeri, lesi
pada batang otak.
c. Postur dekortikasi/hiperekstensi ekstermitas bawah dan
fleksi ekstermitas atas, lesi di korteks cerebri.
d. Postur decerebrasi hiperekstensi ekstermitas atas dan
bawah, lesi di batang otak.
9. Observasi umum lainnya
a. Ada gerakan automatisme seperti menguap, membasahi
bibir, berarti fungsi batang otak masih baik.
b. Ada gerakan miokolonik jerk berarti ada lesi
hemispherium cerebri yang diffus.
10. Rujuk ke instansi kesehatan lain bila tidak ada perubahan.
Unit Terkait Yanmed, UGD, URJ, Unit Rawat Inap
SYOK ANAFILAKTIK

Klinik PKU
No. Dokumen No Revisi Halaman :
Muhammadiyah
13/MED/V/2014 0 1 dari 1
Merden Banjarnegara
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh :
STANDAR 2 Mei 2014 Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr. Dwi Novrianto
Pengertian Syok anafilaktik adalah suatu reaksi alergi umum yang disertai
hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran.
Tujuan Memberikan pelayanan pengobatan pada penderita syok anafilaktik.
Kebijakan Gambaran Klinis
1. 15 menit setelah kontak dengan pasien timbul perasaan tak enak,
iritatif dan muka kemerahan, palpitasia, parestesia, telinga
mendenging.
2. Tanda tanda alergi dikulit berupa gatal, urtikaria, angioedema.
3. Manifestasi saluran pernafasan berupa bersin, hidung tersumbat,
batuk, rasa tercekik, susah bernafas, wheezing dan stridor.
4. Mata gatal dan berair.
5. Gastrointestinal : mual dan muntah jarang.
6. Kemudian timbul manifestasi syok. Bila syok timbul amat cepat
pasien dapat inkontinensia, kejang.
Prosedur 1. Baringkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi.
2. Berikan adrenalin inj. 0,3cc (1:1000) secara intra muskular pada
lengan atas.
3. Bila perlu dapat diulang tiap 15 menit, umumnya diperlukan 1 - 4
kali pemberian.
4. Pasang tornikuet proksimal dari tempat suntikan (untuk
mencegah penyebaran), tornikuet dikendurkan tiap 10 menit.
5. Jaga sistem pernapasan dan kardiovaskuler agar berjalan baik.
6. Pemberian cairan bila diperlukan.
7. Bila perlu kortikosteroid dapat diberikan secara intravena.
8. Dosis dexametason 6 mg/kg BB, dapat diulang tiap 4 - 6 jam
9. Bila keadaan tidak membaik, rujuk ke instansi kesehatan lain.
Unit Terkait Yanmed, UGD, URJ, Unit Rawat Inap, Laboratorium
SYOK HIPOVOLEMIK

Klinik PKU
No. Dokumen No Revisi Halaman :
Muhammadiyah
14/MED/V/2014 0 1 dari 2
Merden Banjarnegara
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh :
STANDAR 2 Mei 2014 Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr. Dwi Novrianto
Pengertian Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah di mana
terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan
beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat
dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat.
Tujuan Memberikan pelayanan pengobatan pada pasien yang menderita syok
hipovolemik.
Kebijakan 1. Gambaran Klinis
a. Pucat
b. Gangguan kesadaran (samnolen sampai letargis bahkan
koma)
c. Tanda-tanda vital : suhu, respirasi, tekanan darah, reaksi pupil
lambat
d. Gangguan fungsi ginjal : volume keseimbangan asam basa
(asidosis, nafas kusmaul samapi cheyne strokes)
e. Lain-lain : Tanda penyakit primer/etiologi, DIC
2. Monitoring
a. Keadaan umum, kesadaran
b. Tanda-tanda vital
c. EKG
d. Fungsi ginjal : jumlah urin, ureum, creatinin
e. Kemungkinan DIC, bila perlu : Hb/Hct, manifestasi
perdarahan, jumlah trombosit, morfologi eritrosit
f. Tes faal hati bila perlu
g. Pemasangan kateter
Prosedur 1. Airway dan C spine dijamin aman
2. Breathing dijamin aman, berikan oksigen
3. Circulation
a. Infus 2 line dengan jarum no. 14/16 RL ± 1.000-2.000 ml
sesuai dengan kebutuhan atau kelasnya syok.
b. Periksa laboratorium darah : golongan darah, Hb/Ht, AGD
c. Transfusi spesifik type atau golongan O
d. Stop sumber perdarahan
4. Bila tidak ada perbaikan, rujuk ke instansi kesehatan lainnya.
Unit Terkait Yanmed, UGD, URJ, Unit Rawat Inap, Laboratorium
SYOK KARDIOGENIK

Klinik PKU
No. Dokumen No Revisi Halaman :
Muhammadiyah
15/MED/V/2014 0 1 dari 1
Merden Banjarnegara
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh :
STANDAR 2 Mei 2014 Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr. Dwi Novrianto
Pengertian Syok kardiogenik adalah ketidakmampuan jantung mengalirkan
cukup darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan membolisme
basal akibat gangguan fungsi pompa jantung.
Tujuan Memberikan pelayanan pengobatan pada penderita syok kardiogenik.
Kebijakan Gambaran Klinis
1. Tekanan darah sistol <90 mmHg
2. Laju jantung >100x/menit
3. Denyut nadi lemah
4. Bunyi jantung berkurang
5. Perubahan sensorium
6. Kulit dingin, pucat, lembab
7. Urine output <30 ml/jam
8. Nyeri dada
9. Disritmia & Takipneu
10. Krakles
11. Penurunan curah jantung
Prosedur 1. Bila sesak nafas mengganggu atau terdapat edema paru maka
kepala sedikit ditinggikan dan tungkai dinaikan ± 15 derajat.
2. Kepala dimiringkan bila dikhawatirkan muntah.
3. Hangati
4. Pemberian cairan dengan jumlah minimal (60 - 70 cc/kgbb)
sesuai dengan monitor tekanan vena sentral.
5. Vasopresor bila perlu : Dopamin 2-10 ug/kgbb/mnt
6. Obat-obatan yang menormalkan frekuensi dan ritme : Digitalis
pada SVT.
Unit Terkait Yanmed, UGD, URJ, Unit Rawat Inap
SYOK SEPTIC

Klinik PKU
No. Dokumen No Revisi Halaman :
Muhammadiyah
16/MED/V/2014 0 1 dari 1
Merden Banjarnegara
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh :
STANDAR 2 Mei 2014 Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr. Dwi Novrianto
Pengertian Syok Septik adalah kondisi dimana terjadi penurunan tekanan darah
hingga tingkat yang membahayakan nyawa yang diakibatkan oleh
infeksi yang mnyebar luas.
Tujuan Memberikan pelayanan pengobatan pada penderita syok septik
Kebijakan Gambaran Klinis
A. Pada Fase Awal (Fase Hiperdinamik)
1. Cardiac autput tinggi dan tahanan perifer rendah (sangat
mungkin karena aktivasi sistem kinin dan mungkin endorfin).
2. Takipneu dan kadang-kadang hiperventilasi (Kusmaul).
3. Kulit hangat.
4. Mungkin terdapat alkalosis respiratoir.
B. Pada Fase Lanjut (Sulit Dibedakan dengan Syok Hipovolemik)
1. Hipotensi dan hipovolemia akibat kenaikan permebilitas
kapiler.
2. Kulit dingin, mungkin sianosis sianotik.
3. Oliguria dengan asidosis metabolik.
Prosedur A. Pelaksanaan
1. Pemberian cairan : infus 2 line dengan jarum no. 14/16 RL ±
1.000 - 2.000 ml sesuai dengan kebutuhan atau kelasnya syok.
2. Pengelolaan keseimbangan elektrolit dan pengendalian
asidosis.
3. Persiapan rujukan ke instansi kesehatan lain.
B. Pemantauan
1. Pemantauan syok pada umumnya
2. Pemantauan infeksi intensif.
Unit Terkait Yanmed, UGD, URJ, Unit Rawat Inap
T B C

Klinik PKU
No. Dokumen No Revisi Halaman :
Muhammadiyah
17/MED/V/2014 0 1 dari 4
Merden Banjarnegara
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh :
STANDAR 2 Mei 2014 Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr. Dwi Novrianto
Pengertian Penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis,
sejenis bakteri tahan asam (BTA), dan ditandai dengan pembentukan
tuberkel di jaringan paru.
Tujuan 1. Memberikan pelayanan pengobatan (kuratif).
2. Memberikan kepastian agar pengobatan dijalankan sesuai dengan
aturan yang ditetapkan sehingga dapat dicegah kemungkinan
drop out.
Kebijakan Kriteria Diagnosis
1. Gejala dan tanda klinis umunya minimal berupa malaise,
kelemahan badan, lesu, nafsu makan menurun (anoreksia),
penurunan berat badan, suhu badan sedikit meningkat pada sore
hari, batuk, ronkhi krepitasi di apek paru, hemoptoe.
2. Gejala dan tanda klinis mungkin tidak ada sama sekali.
3. Tes tuberculin atau PPD positif, terutama jika baru terjadi
konversi dari negatif menjadi positif.
4. Adanya infiltrat di apek atau subklavia, sering dengan kavitas.
5. Mycobacterium tuberculosis pada sputum, cairan lambung atau
usapan nasofaring.
Prosedur PEMERIKSAAN
A. Anamnesis
1. Gejala mungkin minimal atau tidak ada sama sekali, non
spesifik.
2. Batuk, rasa malas, mudah capai, lesu, berat badan menurun,
suhu badan meningkat pada sore hari, keringat malam dan
neri pleuritik.
3. Batuk darah (hemoptoe), atau riak bercampur darah sugestif
untuk adanya penyakit tuberkulosis.
4. Mungkin didapatkan gejala dari luar paru, seperti pada laring,
usus, ginjal dan susunan saraf pusat.
5. Riwayat kontak dengan penderita yang sudah diketahui
menderita tuberkulosis.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda klinis sering tidak ada. Ronkhi krepitasi di apek atau
lobus superior paru yabg persisten mungkin dijumpai. Ronkhi
ini sering terdengar pada waktu pasien inspirasi setelah batuk.
2. Pada penyakit yang telah lanjut mungkin dijumpai retraksi
dinding dada, deviasi trachea, mengi (wheezing), ronkhi
basah, tanda konsolidasi paru, atau kavitasi (tidak
terandalkan).
3. Tuberkulosis paru tidak dapat disingkirkan hanya melalui
pemeriksaan fisik saja. Paling sedikit diperlukan pemeriksaan
foto thorak.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan bakteriologis
Sputum 3 kali : sewaktu , pagi, sewaktu.
2. Radiologis
Rontgen thorax, mungkin diperlukan lebih dari sekali
pemeriksaan, tak ada yang patognomonis.
D. Diagnosa Banding
1. Pneumonia bakterial atau viral
2. Abses paru
3. Mikosis paru
4. Karsinoma bronkhogenik
5. Sarkoidosis
6. Infeksi mikobakterium atipik

PROSEDUR
A. Persiapan
1. Membuat diagnosis dan menentukan masuk kategori berapa
2. Menentukan PMO (pemantau minum obat)
3. Edukasi penderita dan PMO sebaik mungkin
B. Alat
1. Status pasien (TB-01 sampai dengan TB-09)
2. Obat tuberkulostatika :
a. Kombipak I (HRZ)
b. Kombipak II (HRZE)
c. Kombipak III (HR)
d. Kombipak IV (HRE)
e. Streptomycin
C. Cara Kerja
1. Pasien Rawat Jalan
Berikan edukasi sebaik-baiknya, berikan motivasi minum
obat sesuai ketentuan, nutrisi, dan lain-lain.
Obat anti tuberkulosis (OAT)
a. Untuk kategori I : Apus BTA (+), meningitis TB, TB
disseminated, Pericarditis TB, Peritonitis TB, Pleuritis TB
bilateral, TB spinal dengan komplikasi neurologis, Apus
BTA (-) dengan keterlibatan parenkim paru yang luas
(>10 cm2), TB intestinal, TB traktus urinarius.
Diberikan OAT : 2 HRZE / 4 H3R3 + B6
b. Untuk kategori II : TB relaps atau gagal pengobatan
Diberikan OAT : 2 HRZES / HRZE / 4 H3R3 + B6
c. Untuk kategori III : Apus BTA (-) dengan keterlibatan
parenkim paru terbatas (< 10 cm2), TB anak, effusi pleura
unilateral.
d. Untuk kategori IV : TB kronik.
Belum ada ketentuan program yang bersifat nasional.
Selain obat OAT diberikan quinolon, Ciprofloxacin 1 x
1000 mg selama 6 bulan. Bila tidak memungkinkan
minimal INH seumur hidup.
2. Pasien Rawat Inap
Indikasi untuk diagnostik dan isolasi pasien sementara waktu
(2 minggu awal terapi).
3. Perawatan Umum
a. Diet TKTP, istirahat cukup
b. OAT, regimen sesuai dengan kategori (seperti tertulis
pada rawat jalan)
1) Isoniazid (H) 400 mg/hari (harus diberikan suplemen
piridoksin 25 - 50 mg/hari).
2) Rifampisin (R) 450 mg/hari (BB<50 kg), 600 mg/hari
(BB>50 kg).
3) Pirazinamida (Z) 3 dd 500 mg selama 2 bulan
pertama.
4) Etambutol 25 mg/Kg BB/hari.
5) Streptomisin injeksi 1 mg, intramuskuler, setiap hari
selama 2 bulan pertama.
c. Obat batuk sebaiknya tidak diberikan, kecuali jika sangat
mengganggu dapat diberikan codein sulfat 4 - 6 dd 10 -
15 mg.
4. Perawatan Khusus
a. Kortikosteroid diberikan pada kondisi sangat parah dan
tampak toksik, dapat memperbaiki perasaan, nafsu
makan, menurunkan demam dan pada TB milier dengan
atau tanpa gejala meningitis.
b. Terapi kolaps untuk pneumotorak.
5. Perawatan Intensif
Jika ada perdarahan masif, bahaya aspirasi dan risiko
penyebaran ke bagian lain paru, persiapkan rujuk ke instansi
kesehatan lain.
D. Lama Perawatam
1. Umumnya 2 - 3 minggu.
2. Lama pengobatan sebaiknya 6 - 8 bulan.
3. Perbaikan pada rontgen thorax terlihat setelah terapi 4
minggu.
4. Konversi sputum setelah 2 -3 bulan terapi.
5. Terapi teratur selama 2 minggu dapat membuat penderita
tidak berbahaya terhadap masyarakat sekitarnya.
Unit Terkait Yanmed, UGD, URJ, Unit Rawat Inap
DAFTAR ISI

1. Angina Pectoris
2. Asma Bronchiale
3. Demam Tifoid
4. Diare Akut
5. Dyspepsia
6. Diabetes Mellitus Type 2
7. Gagal Jantung
8. Hipertensi Emergensi
9. Infeksi Saluran Kemih
10. Obstruksi Jalan Nafas
11. Osteoarthritis
12. Penurunan Kesadaran
13. Syok Anafilaktik
14. Syok Hipovolemik
15. Syok Kardiogenik
16. Syok Septic
17. T B C

Anda mungkin juga menyukai