PENELITIAN PRA-EXPERIMENTAL
OLEH:
PENELITIAN PRA-EXPERIMENTAL
OLEH:
2
LEMBAR PERNYATAAN
Saya bersumpah bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan belum
pernah dikumpulkan oleh orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai
jenjang pendidikan di Perguruan Tinggi manapun
3
HALAMAN PERNYATAAN
Sebagai sivitas akademik universitas airlangga, saya yang bertanda tangan di bawah
ini
Nama : Nanik Dwi Lestari
NIM : 13181112310
Program studi : Pendidikan Ners
Fakultas : Keperawatan
Jenis karya : Skripsi
4
SKRIPSI
PENGARUH PENERAPAN VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA
BUNDLE TERHADAP KEPATUHAN PERAWAT DALAM
PENCEGAHAN VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA
DI ICU RSU HAJI SURABAYA
Oleh:
Nanik Dwi Lestari
NIM. 131811123010
Oleh
Pembimbing Ketua
Harmayetty, S.Kp.,M.Kes
NIP. 197004102000122001
Pembimbing II
Mengetahui
5
SKRIPSI
PENGARUH PENERAPAN VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA
BUNDLE TERHADAP KEPATUHAN PERAWAT DALAM
PENCEGAHAN VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA
DI ICU RSU HAJI SURABAYA
Oleh:
Nanik Dwi Lestari
NIM. 131811123010
Telah diuji
Pada tanggal 20 Januari 2020
PANITIA PENGUJI
Mengetahui
6
MOTTO
7
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
bimbinganNya kami dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH
PENERAPAN VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA BUNDLE
TERHADAP KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN
VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA DI ICU RSU HAJI
SURABAYA”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Pendidikan Ners Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga.
Bersama ini perkenankanlah saya mengucapakan terimakasih yang sebesar-
besarnya dengan hati yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons), selaku Dekan Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan
kesempatan dan fasilitas kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan Program Studi Pendidikan Ners.
2. Bapak Dr. Kusnanto, S.Kp., M.Kes, selaku Wakil Dekan I, ibu Eka Mishbahatul
M.HAS.S.Kep.Ns.,M.Kep selaku Wakil Dekan II, bapak Dr AH.Yusuf
S.,S.Kp.,M.Kes selaku Wadek Dekan III, Fakultas Keperawatan Universitas
Airlangga yang telah memberikan kesempatan dan dorongan kepada kami
untuk menyelesaikan Program Studi Pendidikan Ners.
3. Ibu Harmayetty, S.Kp., M.Kes selaku pembimbing I dan Ibu Lailatun Ni’mah,
S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk
membagikan ilmunya serta memberikan motivasi yang luar biasa dan penuh
kesabaran sampai diselesaikannya skripsi ini.
4. Ibu Dr. Yulis Setiya Dewi, S.Kep., Ns., M.Ng dan bapak Candra Panji Asmoro,
S.Kep., Ns., M.Kep selaku penguji proposal yang telah memberikan saran dan
masukan demi perbaikan penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Laily Hidayati, S.Kep., Ns., M.Kep dan bapak Candra Panji Asmoro,
S.Kep., Ns., M.Kep selaku penguji hasil penelitian yang telah memberikan
saran dan masukan demi perbaikan penyusunan skripsi ini.
8
6. Seluruh responden perawat ICU dan ICCU yang telah berpartisipasi serta
membantu dalam penelitian ini.
7. Semua dosen dan staf Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah
membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
8. Kepala Diklit RSU Haji Surabaya dr.Abdul Rohim,.SpA dan dr Ali
Mahmud,SpOG(K-FER), selaku ketua Tim Etik RSU Haji Surabaya yang telah
memberikan bantuan dan kerjasamanya dalam penelitian ini.
9. Kepala intalasi intensive care dan pembimbing klinik dr.Yudianto,SpAn.KIC,
Sulistyorini, S.Kep.Ns (IPCN) yang banyak memberikan masukan dan koreksi
dalam penelitian ini. Bapak sugiman S.kep,.Ns sebagai kepala ruangan ICU dan
ibu Khusnul khatimah, SST sebagai kepala ruangan ICCU membantu dalam
penelitian ini.
10. Kedua orang tuaku Bapak Misrawi (almarhum) dan Ibu Mariana, ibu mertua
saya serta suamiku dan kedua anakku sayang terimakasih yang senantiasa
dengan tulus dan ikhlas memberikan doa, dukungan baik moril maupun materiil
kepada saya tiada henti. Dan sesungguhnya semua pencapaian ini saya
persembahkan untuk mereka. Restu ibu, suami dan kedua anakku turut
memudahkan setiap langkah saya dalam menempuh Program Studi Pendidikan
Ners.
11. Teman-teman seperjuangan Program Studi Pendidikan Ners Angkatan 2018 (Aj
1), kebersamaan dan kekompakan selama ini akan menjadi kebahagiaan
tersendiri.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah
membantu untuk penyelesaian skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu peneliti
membuka, menerima kritikan yang bersifat membangun untuk kelengkapan atau
kesempurnaan dari skripsi ini, sehingga dapat bermanfaat bagi semua orang.
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi
kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Surabaya, 13 Januari 2020
Penulis
9
ABSTRAK
Kata kunci: VAP bundle, VAP, pengetahuan, Attitude toward behavior (sikap),
Subjective norm, Perceived behavioral control, intensi, kepatuhan
10
ABSTRACT
11
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Depan ii
Lembar Pernyataan iii
Halaman Pernyataan iv
Lembar Pengesahan Pembimbing v
Lembar Penguji vi
Motto vii
Ucapan Terima Kasih viii
Abstrak xi
Abstract xii
Daftar Isi xiii
Daftar Tabel xvi
Daftar Lampiran xviii
Daftar Singkatan, xix
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 1
1.2 5
1.3 6
1.3.1 6
1.3.2 6
1.4 6
1.4.1 6
1.4.2 6
12
2.6 71
13
DAFTAR TABEL
Halaman
14
DAFTAR GAMBAR
Halaman
15
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Lembar penjelasan penelitian.……………………………. 132
Lampiran 2 Lembar persetujuan responden………...…………………. 134
Lampiran 3 Kuesioner penelitian………………...……………………. 135
Lampiran 4 Satuan acara penyuluhan….………………………………. 143
Lampiran 5 Cek List monitoring VAP………………………................ 163
Lampiran 6 Bundle ventilator…………...……………………............... 165
Lampiran 7 Lembar observasi icu………...…………………………… 167
Lampiran 8 SOP ventilator mekanik…………………………………... 168
Lampiran 9 Surat perijinan dari fakultas........…………………………. 169
Lampiran 10 Surat perijinan dari RSU Haji Surabaya………….............. 170
Lampiran 11 Ijin kuesioner suadyani…………………………………… 171
Lampiran 12 Ijin kuesioner ajzen…………….…………………………. 172
Lampiran 13 Ijin ceklis vap...…………………………………................ 178
16
DAFTAR SINGKATAN
17
BAB 1
PENDAHULUAN
tertinggi mencapai 20-30% dengan angka mortalitas 0-50% (Maqbool et al., 2017).
VAP di Amerika Serikat mencapai 25% dan meningkat 6-20 kali pada pasien yang
memakai Ventilation Mekanic (VM). Angka kematian di Intensive Care Unit (I CU)
menunjukkan hasil 20-50% karena infeksi (Grgurich, Hudcova, Lei, Sarwar, &
Craven, 2012). Di Iran, angka kematian karena VAP antara 10-40%. Dampaknya
Length of Stay (LOS) pasien dengan VAP menjadi 4-19 hari dan biaya rumah sakit
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2019 menyatakan
63% pasien ICU terjadi VAP. Kejadian VAP ini dikarenakan oleh kolonisasi oral
(Kalil et al., 2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2017
kematian yang sering ditemukan di rumah sakit setelah 48 jam pemakaian VM.
mempunyai risiko lebih tinggi untuk terjadi pneumonia nosokomial dari pada
pasien tidak terpasang VM (Spalding, Cripps, & Minshall, 2017). Kejadian VAP
2
adalah sebanyak 3% perhari selama 5 hari pertama, 2% perhari selama 6-10 hari,
59,9% sedangkan sikap kepatuhan VAPb 84,0%. Hambatan utama terhadap EBGs
disebabkan sumber daya yang tidak memadai dan ketidaksesuaian VAP bundles
Cina, kepatuhan perawat dalam melaksanakan VAPb belum optimal dan tidak tepat
waktu serta kurang menyeluruh (Peng et al., 2015). Hasil penelitian Resar et al
2015 pada 35unit ICU menggunakan VAPb didapatkan angka kejadian VAP
antara lain kepatuhan, tangkat professional dan kerja sama tim (Kollef, 2015).
Rumah Sakit Pusat Jantung menggunakan checklist dengan metode Delphi untuk
evaluasi dan observasi kepatuhan (Li et al., 2018a). Penerapan teknik VAPb sudah
dilaksanakan namun kejadian VAP masih ada (Metersky & Kalil, 2018).
Hasil penelitian Idawaty, Huriani dan Gusti (2018) VAP di RSUP Dr. Djamil
operasional prosedur yang tersedia belum sesuai dengan VAPb. Ditemukan perawat
VAP dan ketidaktahuan perawat dalam penerapan VAPb. Penelitian lainnya yang
tidak tepat, prokalsitonin yang tinggi, usia pasien 60 tahun atau lebih dan renjatan
teknik wawancara pada tanggal 11 Juli 2019 didapatkan data bahwa dari 46
penilaian sedasi dan SBT (spontan breathing trial) tidak pernah di isi disebabkan
belum tahu cara pengisiannya,oral haygine masih dilakukan 1kali sehari pada dinas
jadwal penggatian sirkuit ventilator,oleh karena itu kejadian VAP setiap tahun di
RS Haji Surabaya masih ada, seharusnya kejadian VAP menunjukkan data <5‰
perawat patuh dan mampu mengaplilkasikan VAPb, angka kejadian VAP turun
menjadi 0 kejadian (Futaci, Arifin & Saktini, 2013). Saber (2011) melakukan
penurunan angka kejadian VAP pada pasien yang terpasang ventilator, dari 71.400
kasus menjadi 46.100 kasus. Depkes RI Nomer 27,Tahun 2017 pencegahan VAP
(ajzen,2005).
Kalanuria, Zai and Mirski (2014b) menyatakan bahwa VAP sebagian besar
membentuk biofilm oleh bakteri diikuti dengan proliferasi dan invasi bakteri pada
parenkim paru. Pada keadaan normal, organisme di dalam rongga mulut dan
5
didapatkan basil gram negatif aerobik. Organisme yang dominan di dalam rongga
mulut yaitu basil gram negatif aerobik dan Staphylococcus aureus (Kalanuria et al.,
2014b). Terpasangnya ETT akan menjadi jalan masuk bakteri secara langsung
menuju saluran nafas bagian bawah. Hal ini akan mengakibatkan adanya bahaya
antara saluran nafas bagian atas dan trakea, yaitu terbukanya saluran nafas bagian
atas dan tersedianya jalan masuk bakteri secara langsung. Karena terbukanya
saluran nafas bagian atas akan terjadi penurunan kemampuan tubuh untuk
menyaring dan menghangatkan udara. Sekret dalam saluran nafas akan tergenang
dan menjadi media untuk pertumbuhan bakteri (Rahman, Huriani, & Julita, 2017).
yang akan membantu mencegah VAP. VAPb diterbitkan oleh The Institute for
kejadian VAP bila diimplementasikan secara sempurna pada semua pasien yang
(PBC)
1.4.1 Teoritis
Hasil penelitian dapat membuktikan VAP bundle dan ceklist dapat di gunakan
1.4.2 Praktis
7
1. Ruang ICU
2. Perawat
3. PPI
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan terhadap permasalahan
4. Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi dalam
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pengertian
Control and Prevention (CDC) adalah pneumonia yang terjadi setelah pemasangan
intubasi endotrakea lebih dari 48-72 jam adanya infiltrat baru atau persisten pada
aspirasi endotrakea positif(CDC, Ncezid, & DHQP, 2019). VAP merupakan salah
satu bagian dari Hospital acquired pneumonia (HAP) (Permenkes No 27, 2017).
2.1.2 Epidemologi
(Samra, Sherif, & Elokda, 2017a). VAP adalah salah satu jenis yang paling umum
dari Intensif Care Unit (ICU). Di Eropa, Insiden tetap lebih tinggi daripada di
saat ini data mengenai insidensi nasional VAP belum tersedia. Keterlibatan VAP
sampai lebih dari US$ 40.000 per pasien. Data-data yang ada mengindikasikan
bahwa insiden berkisar antara 5 sampai 10 kasus per 1.000 pasien rawat inap, dan
9
sampai 20 kali lipat. Insidensi VAP yang akurat sulit untuk didefinisikan, oleh
karena adanya kemungkinan saling silang dengan infeksi saluran napas bawah
ventilator. Insidensi yang pasti dapat bervariasi tergantung dari definisi kasus dan
dari semua infeksi di ICU dan lebih dari 50% dari semua antibiotika yang
diresepkan. VAP timbul pada 9-27% dari semua pasien yang diintubasi. Pada
pasien-pasien ICU, hampir 90% dari VAP timbul pada saat penggunaan ventilasi
seiring dengan peningkatan durasi pemakaian ventilator. Risiko untuk VAP paling
tinggi terjadi pada saat masa-masa awal rawat inap, dan estimasinya berkisar sekitar
3%/hari untuk lima hari pertama rawat inap, 2% untuk lima sampai sepuluh hari
dan 1% per hari untuk selanjutnya (Perdici Dr. Yohannes George SpAn. KIC,
2008)
1. Etiologi
Mekanic (IVM). VAP, terjadi dalam empat hari pertama pemakian VM,
sensitif seperti Haemophilus dan Streptococcus. VAP lebih dari 5 hari setelah
Harapan Kita, Jakarta penyebab VAP kuman gram negatif yang paling
Rawal et al., 2018 Klasifikasi VAP dikategorikan menjadi dua kategori antara lain:
VAP yang terjadi dalam 48-96 jam setelah intubasi. Hal ini biasanya
VAP yang terjadi lebih dari 96 jam setelah intubasi. Hal ini biasanya
Rawal.et.al 2018 Faktor resiko terjadinya VAP antara lain dapat dilihat di tabel
VAP berdasar pembentukan infiltrat baru yang progresif pada foto toraks disertai
paling sedikit dua dari tiga gejala: demam >38◦C, leukositosis atau leukopeni dan
sekret purulen. Gambaran foto toraks disertai dua dari tiga kriteria tersebut
memberikan sensitivitas 69% dan spesifisitas 75% (Kalanuria, Zai and Mirski,
2014).
12
berdasarkan tiga komponen yaitu (1) tanda infeksi sistemik yaitu demam suhu
>38Cﹾ, (2) takikardi denyut nadi >100 kali permenit dan (3) leukositosis hasil
pemeriksaan darah lekosit 12.000/mm² yang disertai dengan gambaran infiltrat baru
ataupun perburukan di foto toraks dan penemuan bakteri penyebab infeksi paru
(Community Acquired Pneumonia). Bila dari awal pasien masuk ICU sudah
jika gejala klinis dan biakan kuman didapatkan setelah 48 jam dengan ventilasi
mekanik serta nilai total CPIS > atau = 6, maka diagnosis VAP dapat ditegakkan,
jika nilai total CPIS <6 maka diagnosis VAP disingkirkan Spesifisitas diagnosis
oksigen dengan fraksi oksigen (PaO2/FiO2) dan foto toraks. Skor <6
Clinical Pulmonary Infection Score dapat di lihat di tabel 2.3 bawah ini.
0
2. Leukosit dalam darah (sel / mm 3) 1) 4,000-11,000 / mm 3 1
2) <4.000 atau> 11.000 / mm 3 2
3) ≥ 500 Bandcell
0
13
0
4. Foto THorax (pada radiografi dada, 1) Tidak ada infiltrat 1
tidak termasuk CHF dan ARDS) 2) Bercak atau infiltrat diffus 2
3) Infiltrate local
0
5. Hasil kultur (endotrakeal aspirasi) 1) Tidak ada atau pertumbuhan 1
ringan
2) sedang atau ada pertumbuhan 2
kuman
3) Pertumbuhan kuman sedang dan
ada patogen konsisten dengan 0
pewarnaan Gram 2
PERDICI 2009, ATS 2016 dan IDSA 2016, semua pasien yang dicurigai
VAP harus dilakukan pemeriksaan kultur sputum. Bila hasil pemeriksaan sputum
Suspek VAP
Kultur (-)
Kultur (+)
Kultur (+)
Kultur (-)
Cari :
Pathog
Pertimbangkan
en lain
penghentian
Diagnos antibiotik
e lain
Infeksi
Penurunan
Sesuikan terapi antibiotik jika
antibiotic memungkinkan
Cari komplikasi Obati selama 7-
lain 8 hari dan
Patogen
rekomendasikan sesuai dengan waktu onset ((File, 2017). Pemberian dosis optimal
disesuaikan pada gagal hati dan ginjal, harus sering diukur untuk menghindari efek
samping sistemik yang tidak diinginkan. Pemberian dianjurkan adalah melalui infus
intravena. Durasi terapi biasa adalah 8 hari kecuali pengobatan untuk organisme
yang resisten multi-obat, dalam hal ini pengobatan akan dilakukan selama 14 hari
(File, 2017). Jenis antibiotik yang diberikan dapat dilihat pada tabel 2.4 di bawah
ini.
Mekanisme VAP sangat komplek, Kollef 2015 insiden VAP tergantung pada
lamanya paparan lingkungan perawat dan dokter dan faktor kesehatan yang lain.
infeksi seperti glottis dan laring, refleks batuk, sekresi trakeobronkial, gerak
paling mudah untuk kuman masuk dan menyebabkan kontaminasi sekitar ujung
pipa endotrakeal pada penderita. Dengan posisi terlentang kuman gram negatif dan
pernapasan atas saat menjalani perawatan lebih dari 5 hari. VAP dapat terjadi juga
yang terkontaminasi ke dalam saluran napas bawah. Kuman yang teraspirasi akan
menghasilkan biofilm didalam saluran napas bawah dan di parenkim paru. Biofilm
tersebut akan memudahkan kuman untuk menginvasi parenkim paru lebih lanjut
Rawal et.al 2018 lambung adalah reservoir utama kolonisasi dan aspirasi
faktor seperti pemakaian obat yang memicu kolonisasi bakteri (antibiotika dan
pencegah stress ulcer), posisi pasien yang datar, pemberian nutrisi enteral, dan
Prosedur
Umur > 60 tahun, invasiv
Jenis kelamin. Pipa napas,
Penyakit akut Kontrol
balon pipa
/kronik
infeksi
Imunodefisiensi.
Merokok/PPOK.
Peminum alkohol Koloni Inokulasi
trakeobronkial langsung,
Gambar 2. 2 Mekanisme dan faktor resiko terjadi VAP (Rawal et al., 2018)
2.1.6 Pencegahan VAP
Todi and Chawla, (2012) pencegahan VAP dibagi 2 kategori yaitu strategi
saluran cerna terhadap kuman patogen serta strategi non farmakologi yang
manipulasi yang tidak perlu pada sirkuit ventilator, dan mencuci tangan serta
cara:
3) Menghindari re-intubasi:
direncana dapat menyebabkan terjadi risiko aspirasi yang lebih tinggi dan
19
isi lambung.
20
alami pasien dan membantu dalam proliferasi bakteri. Ketika biofilm ini
penyedia dokter dan perawat harus termotivasi dan dididik untuk mengikuti
rumah sakit.
mikroorganisme patogen yang berada dalam rongga mulut, lambung dan usus.
sangat efektif untuk menghambat bateri Gram (-), Gram (+), ragi, jamur,
dalam bentuk aktif sampai dengan 7-10 hari berikutnya (Wiryana, 2007).
Perubahan ventilator sirkuit: diubah hanya ketika terlihat kotor atau ada
kerusakan sirkuit, dan tidak secara rutin atau sesuai prosedur dari alat sirkuit
yang dipakai. Tekanan cuff ETT harus dipantau secara teratur untuk mencegah
6. VAP Bundle:
di sebut dengan VAPb. VAPb meliputi empat komponen: antara lain (1) head
up 30-45º, (2) penilaian harian ganguan sedasi atau liburan sedasi, (3) penilaian
harian pasien untuk kesiapan untuk extubate dan (4) profilaksis untuk
Hill 2016 pencegahan VAP dengan insiden VAP nol maka diperlukan
Ventilasi mekanik adalah alat bantu nafas secara mekanik yang menghasilkan
aliran udara terkontrol pada jalan nafas pasien untuk mempertahankan ventilasi dan
kondisi gagal nafas yang tidak bisa diperbaiki dengan bantuan nafas biasa. Gagal
23
3. Gas ventilasi dapat menyebabkan efek mengeringkan jalan napas dan retensi
paru-paru.
dapat mengurangi venous return, curah jantung dan tekanan darah sehingga
Selang endotrakeal menjadi tempat bagi bakteri untuk melekat di trakea. ventilator
sebagai alat bantu napas namun juga berdampak pada pasien menyebakan
individual.
VAP yang dinamakan VAP bundle (VAPb) merupakan kumpulan Evidence Based
1. Cuci Tangan
Membersikan tangan setiap akan melakukan kegiatan terhadap pasien yaitu dengan
mencegah agar tidak terjadi infeksi, kolonisasi pada pasien dan mencegah
mencegah aspirasi isi lambung (Hellyer, Ewan, Wilson, & Simpson, 2016).
3. Menjaga kebersihan mulut atau oral hygiene setiap 2-4 jam dengan
menggunakan bahan dasar anti septik clorhexidine 0,02% dan dilakukan gosok
gigi setiap 12 jam untuk mencegah timbulnya flaque pada gigi karena flaque
merupakan media tumbuh kembang bakteri patogen yang pada akhirnya akan
Suctioning bila dibutuhkan saja dengan memperhatikan teknik aseptik bila harus
obat sedasi tersebut. Bangunkan pasien setiap hari dan menilai responnya untuk
tinggi.
(HEN) (2016)
derajat)
E Interal feeding and every 2 hours oral care (Diet enteral dan oral care setiap
2jam)
kontaminasi dari petugas atau dari peralatan ventilator mekanik. Salah satu cara
hygiene, baik itu melakukan proses cuci tangan atau disinfeksi tangan (Akyol,
2007). Cuci tangan yang benar salah satu cara terpenting dalam rangka
cara melaksanakan hand hygiene, baik melakukan cuci tangan ataupun hand
a. Tujuan:
dimaksud meliputi:
ke pasien.
kulit yang tidak utuh atau invasive. Tindakan ini bertujuan untuk
dan sebaliknya.
sebaliknya
2. Head of bed up to 30 — 45 degrees (Elevasi kepala tempat tidur (30 -45 derajat)
disertai dengan feeding tube berisiko tinggi mengalami aspirasi isi gaster.
Elevasi kepala atau di kenal dengan Head of The Bed (HOB) merupakan salah
satu langkah VAPb yang dianjurkan oleh The Institute for Healthcare
akibat inhalasi dari secret oropharyngeal atau inhalasi dari gaster kedalam
saluran pernapasan. Efek dari aspirasi paru tergantung pada komposisi volume
dari kimia material yang ter-aspirasi serta letak dimana material aspirasi berada
atau ada tidaknya agen infeksi dan kondisi dari pasien itu sendiri. Beberapa
dan isi perut yang penuh. Elevasi kepala dapat mempengaruhi penurunan
hasil dari studi membantu memperjelas dan menunjukkan bahwa HOB elevasi
unggul daripada posisi flat in bed dalam mencegah aspirasi. Elevasi 30 derajat
didapatkan data pasien dengan elevasi HOB < 30 º memiliki resiko yang
Caldwell, et al (2012) yaitu ditemukan VAP sebanyak 23% pada pasien dengan
posisi terlentang dan 5% pasien dibandingkan posisi semi tegak yakni elevasi
pasien. Pasien dalam posisi terlentang akan memiliki volume tidal spontan
yang rendah akibat tekanan ventilasi dan yang membantu ventilasi lebih baik
intervensi elevasi kepala 30-45 derajat adalah pada pasien pengguna ventilator
mekanik dalam keadaan: fraktur spinal, fraktur pelvis, pasien dengan intro-
aortic balloon pump (IABP) hipotensi akut, trauma kepala, dan pasien yang
terapis. Hasil penilitian (Sari, Delli, & Agrina, 2019) perawat yang mengatur
dilakukan elevasi kepala karena pasien dengan kasus trauma cervical dan
perlakuan berbeda yakni tidak dilakukan head up setinggi 30-45 derajat karena
pasien yang tidak sesuai dengan VAPb konsekuensinya adalah resiko terjadi
bertahap untuk lepas dari alat bantu pernapasan atau ventilator dan
menggunakan T piece atau CPAP terutama pada kasus pasca gagal napas
atau kegagalan terhadap proses penyapihan dan salah satu yang penting
frekuensi pernapasan dan tidal volume perliter, apabila RSBI < 100 – 104
pernapasan) untuk meramalkan keberhasilan SBT, apabila RSBI < 104 dan
minute volume < 10 l/menit maka keberhasilan SBT akan semakin tinggi.
Saat melakukan proses wining aktif (SBT) haruslah di ikuti atau diawali
35
Keadaan ini menjadi media bagi kuman untuk membentuk koloni dan
mencegah VAP.
terdiri dari skala agitasi (+ 1 sampai +4) dan kesadaran (skala -1 sampai
-5) serta skala 0 untuk sadar baik. Sedasi dalam diukur dengan 2 tahap
yaitu tes respon terhadap instruksi verbal seperti buka mata dan diikuti
tes respon kognitif seperti penderita dapat fokus melihat mata pemberi
ekstremitas
38
-3 Moderate Sedation Ada gerakan (tetapi tidak ada kontak mata) terhadap
(sedasi sedang) suara
-4 Deep sedation Tidak ada respon terhadap suara, tetapi ada gerakan
(sedasi dalam) dengan stimulus fisik
memanggil penderita;
a) Penderita terbangun dengan mata membuka > 10 detik, dan menatapi yang
b) Penderita terbangun, membuka mata dan menatap yang bicara tetapi tak
3) Dilanjutkan dengan penilaian respon terhadap stimulus fisik (jika tidak ada
peningkatan lima kali lipat dalam kematian dibandingkan dengan pasien ICU
yang berasal dari duodenum. Refluks isi lambung dan sekresi dapat terjadi pada
orang sehat, begitu pula pada pasien berventilasi dalam keadaan kritis akan
lebih rentan terhadap kejadian aspirasi. Lebih buruknya lagi, saat pasien kritis
40
– obat yang dapat menjadi profilaksis PUD antara lain obat golongan antagonis
inhibitor (PPI) yang dapat bermanfaat, serta dapat menjadi alternatif untuk
standar perawatan di banyak ICU, dan dapat tersedia dalam bentuk intravena,
setelah sebelumnya hanya tersedia secara oral. PPI memiliki kegunaan yang
sama baiknya dengan antagonis H2, dan mungkin lebih baik. PPI cenderung
bakteri patogen pernafasan yang dapat menyebabkan VAP. Biofilm plak pada
gigi yang dikolonisasi oleh bakteri patogen yang berasal dari saluran
pernafasan pada pasien VM. Plak gigi berkembang pada pasien yang
produksi saliva yang menurun, padahal saliva mempunyai peran untuk dapat
penghambat pembentukan plak gigi dan radang gusi. Pada awal tahun 1996,
DeRiso dan rekan menerbitkan sebuah studi yang memberikan bukti untuk
41
pasien operasi jantung. Sejak saat itu telah ada banyak diskusi yang membahas
resiko terjadinya VAP. Chlorhexidine terbagi dalam dua dosis: 0,12 % dan 0,2
2007 dalam British Medical Journal, ada sekitar sebelas studi yang
mengevaluasi efek antiseptik oral terhadap terjadinya VAP dan kematian pada
mulut yang baik dengan penggunaan antiseptik oral dapat mengurangi bakteri
pada mukosa mulut dan potensi kolonisasi bakteri pada saluran pernapasan. ini
lama dari anggota gerak pencegahan dan pengobatan dilakukan denga cara (1)
(LMWH), fondaparinux. Pada pasien yang tidak ada kontraindikasi. (2) TIdak
tubuh secara bebas dan normal baik secara aktif maupun pasif untuk
penumpukan sekret pada saluran pernafasan, mengurangi nyeri pada sisi yang
(Yemima, 2007).
43
tidak bekerja dengan baik sehingga beresiko lebih tinggi terkena infeksi
proses weaning off of ventilation akan ditunda dan beresiko terjadi VAP
secara berangsur-angsur dan bertahap, misalnya pasien kritis yang bed rest total
dan kondisi tidak stabil bisa dilakukan positioning side to side tiap 2 jam
nosokomial pneumonia. Pasien kritis yang bed rest total dan fisiknya lemah
karena otot pada pasien immobility mengalami penurunan sintesis protein dan
lemah termasuk otot pernapasan (Kathleen, 2010). Selain itu pada pasien
seperti reflek batuk, otot mucosilliary, dan drainage tidak bekerja dengan baik
side to side atau alih baring dan ROM pasif. Positioning side to side selain
pengeluaran sekret bronchial dengan dasar efek gravitasi. Hal ini menstimulus
sekret untuk berpindah dari satu atau lebih segmen paru ke jalan napas dimana
sekret dapat keluar dengan sendirinya melalui mulut, dengan reflek batuk atau
Selain itu ROM pasif dapat meningkatkan kekuatan otot pasien dan
off of ventilator dapat lebih cepat dan resiko terjadi pneumonia dapat
diminimalkan. Seperti halnya pada pasien dengan atelektasis juga dilatih napas
dalam dan batuk efektif supaya otot pernapasannya dapat kuat serta pasien
tidak kelelahan karena batuk yang tdak efektif. Cara tersebut menjadikan
expansi paru akan optimal, bersihan jalan napas adekuat, sekret dapat keluar
Early mobility ini dilakukan dengan melihat kondisi pasien, pasien yang
kondisi atau vital signnya tidak stabil, ditunda untuk dilakukan early
iskemik trakea, obstruksi ETT, kerusakan dinding trakea (Sole et al, 2011).
masuknya udara ke lambung atau aspirasi dari cairan lambung menuju jalan
nafas dan ke paru- paru (Sundana, 2008). Tekanan cuff ETT harus
orogastrik.
perlahan sampai dirasa cukup. Tekanan intra cuff ETT diukur pada pilot balon
dengan teknik estimasi jari (finger palpation). Secara teori metode ini tidak
manset inflator, hasil rata-rata pengukuran tekanan manset ETT awal adalah 28
2.4 Kepatuhan
perubahan secara berarti sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Kepatuhan perawat
adalah kepatuhan perawat terhadap suatu tindakan, prosedur atau peraturan yang
harus dilakukan atau ditaati. Ketidak patuhan adalah suatu kondisi pada perawat
yang sebenarnya mau melakukannya, akan tetapi ada faktor faktor yang
perilaku perawat terhadap suatu tindakan, prosedur atau peraturan yang harus
atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan, baik
48
diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan dengan dokter. Kepatuhan
petugas profesional (perawat) adalah sejauh mana perilaku seorang perawat sesuai
dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan perawat ataupun pihak rumah
sakit (Niven.2002).
(2010) menjelaskan bahwa perubahan sikap dan perilaku individu diawali dengan
proses patuh, identifikasi, dan tahap terakhir berupa internalisasi. Pada awalnya
tersebut dan seringkali karena ingin menghindari hukuman/sangsi jika dia tidak
patuh, atau untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan jika dia mematuhi anjuran
yang terjadi pada tahap ini sifatnya sementara artinya bahwa tindakan itu dilakukan
selama masih ada pengawasan. Tetapi begitu pengawasan itu mengendur/ hilang,
tentang pentingnya perilaku yang baru, dapat disusul dengan kepatuhan yang
berbeda jenisnya, yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan tokoh yang
dapat menjadi optimal jika perubahan tersebut terjadi melalui proses internalisasi
dimana perilaku yang baru itu dianggap bernilai positif bagi diri individu itu sendiri
lain:
khusus.
d. Dukungan sosial, dukungan sosial yang diterima dari teman atau keluarga
kuantitas.
nasihat medis. Selain itu, individu yang percaya atas kontrol mereka
50
nasihat medis.
a. Pendidikan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
adalah suatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada perawat.
e. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
f. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan aksi atau respon seseorang yang masih tertutup. Menurut, sikap
tersebut.
g. Usia
Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan berulang
akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan,
masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada orang yang
belum cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari
anjuran, prosedur atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati (Setiadi, 2007).
individu timbul karena adanya intensi/ niat untuk berperilaku, munculnya niat
berperilaku ditentukan oleh 3 faktor penentu yaitu sikap terhadap perilaku, norma
subjektif dan perceived behavioral control. Variabel lain yang memengaruhi intensi
selain beberapa faktor utama tersebut antara lain : Usia, Jenis Kelamin, Masa Kerja,
pengembangan lebih lanjut dari Theory of Reasoned Action (TRA). Ajzen, 1988
menambahkan konstruk yang belum ada dalam TRA, yaitu perceived behavioral
control (PBC). penambahan satu faktor ini dalam upaya memahami keterbatasan
yang dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu (Nursalam, 2016).
ilmiah bahwa intensi unruk melakukan suatu tingkah laku dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu sikap terhadap perilaku (Attitude toward behavior) dan norma subjektif
terhadap TRA dan mendapatkan hasil bahwa TRA hanya berlaku bagi tingkah laku
yang berada dibawah kontrol penuh individu dan tidak sesuai untuk menjelaskan
tingkah laku yang tidak sepenuhnya di bawah kontrol individu, karena ada faktor
tingkah laku. Berdasarkan analisis ini, pada tahun 1988 Ajzen menambahkan
perceived behavioral control (PBC) sebagai salah satu faktor anteseden bagi intensi
yang berkaitan dengan kontrol individu. Dengan penambahan satu faktor ini
1. Behavioral beliefs yaitu keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku
54
to comply)
Behavior
beliefs Atitude
toward
Evaluation of behavior
behavioral
outcome
Normative
beliefs Behavioral
Subjektif
intention Behavioral
Norm
Motivation of
comply
Control Perceived
beliefs behaviora
l control
Perceived
Gambar 2.4 Teori Perilaku Terencana (Nursalam, 2016)
perilaku yang dipersepsikan (Ajzen, 2002). Bagan di atas dapat menjelaskan empat
1. Hubungan yang langsung antara tingkah laku dan intensi. Hal ini dapat berarti
2. Intensi dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu sikap individu terhadap tingkah laku
subjektif, dan PBC) dipengaruhi oleh anteseden lainnya yaitu beliefs. Sikap
beliefs, dan PBC dipengaruhi oleh beliefs tentang kontrol yang dimiliki yang
disebut control beliefs. Baik sikap, norma subjektif dan PBC merupakan fungsi
4. PBC merupakan ciri khas teori ini dibandingkan dengan TRA. Pada bagan di
atas dapat dilihat bahwa ada dua cara yang menghubungkan tingkah laku dengan
PBC, cara pertama diwakili oleh garis penuh yang menghubungkan PBC dengan
tingkah laku secara tidak langsung melalui perantara intensi. Cara kedua adalah
hubungan secara langsung antara PBC dengan tingkah laku yang digambarkan
Menurut Ajzen, 2005 bahwa variabel lain yang mempengaruhi intensi selain
beberapa faktor utama tersebut (sikap terhadap perilaku, norma subjektif dan PBC),
yaitu:
1. Faktor personal
yang dimilikinya.
2. Faktor sosial
Faktor sosial antara lain adalah usia, jenis kelamin (gender), etnis, pendidikan,
a. Usia
kehidupan yang diukur dengan tahun, dikatakan masa awal dewasa adalah
dewasa lanjut > 60 tahun. Umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang
dihitung sejak dilahirkan. Usia yang lebih tua umumnya lebih bertanggung
jawab dan lebih teliti dibanding usia yang lebih muda. Hal ini terjadi
relatif lebih rendah dibandingkan pekerja yang lebih tua, karena pekerja yang
lebih muda belum berdasar pada landasan realitas, sehingga pekerja muda
peningkatan motivasinya.
b. Jenis kelamin
kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis
menyusui.
c. Pendidikan
baik karena telah memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas
pengetahuan bukan saja yang langsung dengan pelaksanaan tugas, tetapi juga
sarana yang ada di sekitar kita untuk kelancaran tugas. Semakin tinggi
3. Faktor informasi
adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
Religion Control
Control
Information
GambarKnowledge
2.5 Peran faktor-faktor latar belakang pada Theory of Planned
Behavior (Ajzen, 2005 dalam Nursalam, 2016)
Experience
Media exposure
mengenai seberapa jauh pengaruhnya terhadap belief, intensi dan tingkah laku.
Namun faktor ini pada dasarnya tidak menjadi bagian dari TPB yang dikemukakan
oleh Ajzen, melainkan hanya sebagai pelengkap untuk menjelaskan lebih dalam
Pengalaman seperti lama kerja yang dimiliki oleh perawat serta jenjang karir
mampu memberikan asuhan keperawatan yang aman, efektif dan efisien (Menkes
RI, 2017). Perawat yang memiliki masa kerja yang lama akan meningkatkan
yang professional sesuai dengan standar operasional prosedur yang ada (Siagian,
empat peran utama perawat yaitu, Perawat Klinis (PK), Perawat Manajer (PM),
Perawat Pendidik (PP), dan Perawat Peneliti/Riset (PR). Perawat Klinis (PK) yaitu,
sesuai level jenjang karir perawat klinis (PK I – PK V). Kompetensi sesuai level
1. Perawat Klinis I
2. Perawat Klinis II
mempunyai sertifikat PK I.
4. Perawat Klinis IV
sertifikat PK III.
5. Perawat Klinis V
2017).
1. Intensi
Ajzen (1991) dalam (Nursalam, 2016) menjelaskan intensi merupakan indikasi
seberapa kuat keyakinan seseorang akan mencoba suatu perilaku. Niat berperilaku
Intensi sebagai disposisi tingkah laku yang akan diwujudkan dalam bentuk tindakan
intensinya. Pada umumnya, intensi memiliki korelasi yang tinggi dengan perilaku,
oleh karena itu dapat digunakan untuk meramalkan perilaku. Intensi diukur dengan
yang libatkan suatu hubungan antara dirinya dengan tindakan. Berdasarkan theory
of planned behavior, intensi memiliki tiga determinan yaitu: sikap, norma subjektif
sebagai berikut:
karena ternyata ditemukan pada beberapa studi bahwa intensi tidak selalu
yaitu:
Pengukuran intensi harus disesuaikan dengan perilakunya dalam hal konteks dan
waktunya.
2) Stabilitas Intensi
Faktor kedua adalah kestabilan dalam intensi seseorang. Hal ini terjadi jika terdapat
intensi seseorang untuk berubah, sehingga pada tingkah laku awal yang
3) Literal Inconsistency
Pengukuran intensi dan tingkah laku sudah sesuai (compatible) dan jarak waktu
intensi yang telah dinyatakan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa
alasan, di antaranya individu tersebut mereka merasa lupa akan apa yang
mereka ucapkan. Maka untuk mengatisipasi hal ini dapat dilakukan dengan
akan dilakukan.
4) Base rate
66
Base rate adalah tingkat kemungkinan sebuah tingkah lakukan dilakukan oleh
orang. Tingkah laku dengan base rate yang tinggi adalah tingkah laku yang
tingkah laku dengan base rate rendah tingkah laku yang hampir tidak
keperawatan.
Sebagimana pengukuran beliefs, pengukuran intensi terdiri atas dua hal, yaitu
pengukuran isi (content) dan kekuatan (strenght). Isi dari intensi diwakili oleh jenis
tingkah laku yang akan diukur, sedangkan kekuatan responden pada pilihan skala
yang tersedia (Ajzen, 2005). Contoh pilihan skalanya adalah mungkin, tidak
2. Sikap
Menurut Ajzen (2005) sikap merupakan besarnya perasaan positif atau negatif,
positif terhadap objek (favorable) atau negatif (unfavorable) terhadap suatu objek,
dengan dimensi probabilitas subjektif yang melibatkan objek dengan atribut terkait.
67
menjumlahkan hasil kali antara evaluasi terhadap atribut yang diasosiasikan pada
objek memiliki atau tidak memiliki atribut tersebut (behavioral beliefs). Menurut
(Nursalam, 2016) berdasarkan TPB, sikap yang dimiliki seseorang terhadap suatu
tingkah laku dilandasi oleh beliefs seseorang terhadap konsekuensi (outcome) yang
akan dihasilkan jika tingkah laku tersebut dilakukan (outcome evaluation) dan
dunianya, yang sesuai dengan pemahaman tentang diri dan lingkungannya (Ajzen,
Kekuatan ini berbeda-beda pada setiap orang dan kuat lemahnya beliefs
memiliki atribut tertentu. Sebagai salah satu komponen dalam rumusan intensi,
AB = Σ b i e i
Keterangan:
AB = Sikap terhadap perilaku tertentu
B = Beliefs terhadap perilaku tersebut mengarah pada konsekuensi
E = Evaluasi seseorang terhadap outcome (outcome evaluation)
Berdasarkan rumus diatas, sikap terhadap perilaku tertentu (AB) di dapatkan
dari penjumlahan hasil kalian antara beliefs terhadap outcome yang dihasilkan (bi)
dengan evaluasi terhadap outcome (ei). Dengan kata lain seseorang percaya sebuah
tingkah laku dapat menghasilkan sebuah outcome sikap yang positif. Begitu juga
tingkah laku akan menghasilkan outcome negatif, maka seseorang tersebut juka
melainkan harus melalui pengukuran respon. Pengukuran sikap ini didapatkan dari
2016). Beliefs seseorang mengenai suatu objek atau tindakan dapat dimunculkan
dalam format respon bebas dengan cara meminta subjek untuk menuliskan
karakteristik, kualitas dan atribut dari objek atau konsekuensi tingkah laku tertentu
disebut dengan elisitasi. Elisitasi digunakan untuk menetukan beliefs utama (salient
3. Norma subjektif
Norma subjektif merupakan kepercayaan seseorang mengenai persetujuan
orang lain terhadap suatu tindakan atau persepsi individu tentang apakah orang lain
akan mendukung atau tidak terwujudnya tindakan tersebut. Norma subjektif adalah
harapan pada orang tersebut, dan sejauh mana keinginan untuk memenuhi harapan
Menurut Ajzen (2005) norma subjektif adalah produk dari persepsi individu
tentang beliefs yang dimiliki orang lain. Orang lain di sebut refrent, dan dapat
merupakan orang tua, sahabat, atau orang yang dianggap ahli atau penting. Terdapat
dua faktor yang mempengaruhi norma subjektif: normative beliefs, yaitu keyakinan
individu bahwa referent berpikir ia harus atau harus tidak melakukan suatu perilaku
dan motivation to comply yaitu motivasi individu untuk memenuhi norma dari
referent tersebut.
69
SN = Σ b i m i
Keterangan:
SN = Norma Subjektif
bi = Normatif Beliefs
mi = Motivasi untuk mengikuti anjuran (motivation to comply)
Berdasarkan rumusan tersebut, norma subjektif (SN) didapatkan dari hasil
penjumlahan hasil kali normative beliefs tentang tingkah laku (bi) dan dengan
motivation to comply untuk mengikuti motivasinya (mi). Dengan kata lain bahwa,
seseorang yang memiliki keyakinan bahwa individu atau kelompok yang cukup
tersebut, maka hal ni akan menjadi tekanan sosial untuk seseorang tersebut
padanya tidak mendukung tingkah laku tersebut, maka hal ini menyebabkan ia
dianggap penting bagi dirinya untuk berperilaku atau tidak berperilaku tertentu, dan
sejauh mana seseorang ingin memematuhi anjuran oang tersebut. Norma subjektif
secara umum dapat ditentukan oleh harapan spesifik yang dipersepsikan seseorang,
yang merupakan refrensi atau anjuran dari orang-orang sekitarnya dan motivasi
persepsi terhadap mudah atau sulitnya sebuah perilaku yang dapat dilaksanakan.
70
yang mungkin terjadi atau persepsi seseorang tentang kemudahan atau kesulitan
untuk berperilaku tertentu. Menurut Ajzen (2005) terdapat dua asumsi mengenai
ia tidak memiliki kesempatan untuk berperilaku, tidak akan memiliki intensi yang
2016).
dipengaruhi juga oleh beliefs. Beliefs yang dimaksud adalah hal tentang ada
tidaknya faktor yang menghambat atau mendukung performa tingkah laku (control
PBC = Σ C i P i
Keterangan:
PBC = Perceived Behavioral Control
Ci = Control beliefs
Pi = Power beliefs
Kendali perilaku yang persepsikan (PBC) didapat dengan menjumlahkan
hasil kali antara keyakinan mengenai mudah atau sulitnya suatu perilaku dilakukan
(control beliefs) dan kekuatan faktor dalam memfasilitasi atau menghambat tingkah
laku (power beliefs). Dengan kata lain, semakin besar persepsi seseorang mengenai
71
kesempatan dan sumber daya yang dimiliki (faktor mendukung), serta semakin
kecil persepsi tentang hambatan yang dimiliki, maka semakin besar PBC yang
Pencarian sumber ilmiah yang untuk keaslian penelitian pada tabel berikut
mengunakan empat database (Scopus, lib unair. Google Scholar dan proques). Kata
kunci yang digunakan peneliti antara lain: VAP bundle, VAP, ICU nurse, ventilator
pengisapan secret
Analisis: univariat dan bivariat. ETT hari I dan hari
III
signifikan (9%
)setengah dari
kelompok A.
signifikan korelasi
negatif yang kuat
antara kepatuhan
dari bundel dan
VAP dan tingkat
VAP ditemukan, p
< 0,0001, VAP
bunde .dengan
kepatuhan berkisar
antara 94% sampai
100%
11 Analisis Factor-Faktor Desain: deskriptif korelasional Hasil dari penelitian
yang Berhubungan Dengan pendekatan cross sectional menunjukkan bahwa
Pengetahuan Perawat Sampel: 25 perawat d ICU tidak ada hubungan
Tentang Pencegahan antara pendidikan
Ventilator Associated Variabel: dengan pengetahuan
Pneumonia (VAP) Di a. independent: fakto-faktor yang perawat tentang
Ruang ICU RSUD DR. berhubungan dengan pencegahan VAP
Mawardi (Rifai, 2016) pengetahuan perawat. dibuktikan dengan
b. dependen: pencegahan VAP nilai r hitung sebesar
– (0,036) lebih kecil
Instrumen: kuesioner dengan dari r tabel (0,4005).
pertanyaan tertutup Tidak ada hubungan
Analisis: uji non parametik rank antara masa kerja
spearman dengan bantuan dengan pengetahuan
SPSS for windows versi 10,0 perawat tentang
pencegahan VAP
dibuktikan dengan
nilai r hitung sebesar
(0,026) lebih kecil
dari r tabel (0,4005).
Tidak ada hubungan
antara pelatihan
dengan pengetahuan
perawat tentang
pencegahan VAP
12 Hubungan Pengetahuan Desain: analitik pendekatan cross Hasil distribusi
Perwat Tentang sectional frekuensi tingkat
Pencegahan Ventilator Sampel: 10 perawat ICU pengetahuan tentang
Associated Pneumonia Variabel: pencegahan VAP
(VAP)di Ruang ICU a. independen: hubungan (77%) distribusi
Rumah Sakit Sari Asih pengetahuan perwat tentang frekuensi kejadian
Karawaci Tanggerang pencegahan VAP VAP dengan angka
(Fitriani,2015) b. dependen: peningkatan angka CPIS <6 (77%.) ada
VAP hubungan signifikan
tingkat pengetahuan
Intrumen: penilaian dengan scor tentang pencegahan
CPIS VAP pvalue
Analisis: bivariat uji independent (0.000<0.05).
T-test, univariat
13 Gambaran Tingkat Desain: deskritip analitik, cross Hasil penelitian
Kepatuhan dan Faktor- sectional menunjukkan bahwa
Faktor yang Sampel: 45 perawat ICU tingat kepatuhan
Mempengaruhi Kepatuhan Variabel: perawat terhadap
76
BAB 3
Kepribadian
Nilai
Subjective
Emosi norm
Kepatuh
Kecerdasan Montivasi diri an
Social : Normatie sendiri perawat
Motivasi dari terhadap
beliefs atasan, Intention pencega
Usia
pendidikan motivasi dari han
lingkungan VAP
Ras
Etnik
Pendapata
n Perceived
Agama behavioral Kejadian
Jenis control VAP
kelamin Monitoring
Control
Informasi : kepala Keterangan:
beliefs
1 Pengalaman ruangan
Standar Di teliti
Lama kerja operasional
di icu prosedur
Perawat Tidak diteliti
klinis 1-5
2 Pengetahuan
3. Pelatihan
78
Dalam teori ini menyatakan bahwa perilaku individu muncul karena adanya niat
untuk berperilaku. Theory of Planned Behavior oleh Ajzen (2005), terdapat tiga
(information). Faktor personal terdiri dari sikap umum seseorang terhadap sesuatu,
kepribadian (personality), nilai hidup (values), emosi dan kecerdasan. Faktor sosial
antara lain usia, jenis kelamin, ras, etnis, pendapatan, dan agama. Faktor informasi
meliputi pengalaman (pengalaman selama dinas diICU dan sebagai perawat klinik
belakang juga di dukung oleh tiga variabel lain antara lain behavioral belief yang
menghasilkan attitude toword the behavior (Sikap dalam melakukan VAP bundle)
yang dapat menimbulkan suatu persepsi mengenai intensi atau niat melakukan
kepatuhan perawat dalam pencegahan VAP. Kedua yaitu normative belief yang
menghasilkan subjective norm (Motivasi dari diri sendiri, Motivasi dari lingkungan,
atasan) yang menjadi sumber motivasi dan mempengaruhi intensi perawat untuk
melakukan VAPb dalam pencegahan VAP. Selain itu, dapat berpengaruh secara
positif maupun negatif dalam diri perawat khususnya dalam berperilaku melakukan
VAPb. Ketiga yaitu control belief yang akan menimbulkan atau control perceived
behaviorl control (Sarana dan fasilitas penunjang, serta SOP yang sudah
perilaku baik secara langsung maupun tidak melalui intensi. Seluruh komponen
teori ini menjadi dasar adanya dorongan, maksud, atau tujuan untuk melakukan
perilaku tertentu (Niat atau inten) prilaku kepatuhan untuk melakukan pencegahan
VAP.
H1:
perawat
METODE PENELITIAN
rancangan pretest-postest one group design. Pre-test pos-ttest one group design
Y
S X₁ x₂
W
perawat di ruangan ICU dan ICCU RS Haji Surabaya dengan jumlah 46 perawat
populasi. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara non
random.
1. Variabel independen
Variabel independen (bebas) yaitu Pelatihan VAPb yang diberikan kepada perawat
2. Variabel dependen
Definisi operasional pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.1.
Independen Responden
Pelatihan Pelatihan VAPb mampu SAP dan - -
pelaksanaanya menjelaskan: ceklis
dalam 3 1 Kepatuhan
gelombang perawat
disesuaikan melakukan
jadwal dinas VAPb.
masing – masing 2 Kepatuhan
individu. perawat mengisi
1.Demotrasi
VAPb
2.Seminar
Dependen
1. Pengetahuan
kuesioner Ordinal
Informasi yang di Penilaian Terdiri dari 15
dapat perawat pengetahuan pertanyaan
tentang tentang: dengan skor
pencegahan VAP 1. Pemahaman jawaban benar
bundle Tidak tahu tentang VAP skor =1
menjadi tahu dan VAPb jawaban salah
tentang VAP dan 2. Cara skor=0 total
VAPb melakukan skor:
pencegahan 1 Baik 76-
VAP 100%
3. Komponen 2 Cukup:56-
VAPb 75%
3 Kurang:
<55%
Kategori:
Positif
jika skor ≥
T mean
Negatif jika
skor < T mean
Kategori:
1 Baik: 46-60
2 Sedang: 31-
45
3 Kurang:
≤30
SR:3
SL:4
Skor
pernyataan
negative:
TP:4
K:3
SR:2
SL:1
Kategori:
Baik:34-40
Sedang :27-33
Kurang:
≤26
6.Kepatuhan Kepatuhan pelaksanaan Kuisioner Ordinal Skor jawaban
Perawat terhadap prosedur perawat dalam dan pernyataan
Terhadap melakukan ceklist STS: 1, TS: 2,
Pencegahan serangkaian S: 3, SS 4
VAP tindakan VAPb Kategori:
1 Patuh: 60
2 Tidak Patuh:
<60
sekunder
1. kelengkapan Observasi
data menggunakan
monitoring lembar
pasien dengan checklist
VM Bundle
2. komponen ventilator dan
kepatuhan ceklist
VAPb yang pencegahan
dilakukan. VAP
Klasifikasi data
berdasarkan
(Kepmenkes
RI no 129
tahun 2008)
1. Tinggi:
hasil
presentas
e
kelengka
pan data
≥75%
2. Rendah:
hasil
presentas
85
e
kelengka
pan data
≤ 75%
menggunakan SAP (Satuan Acara Penyuluhan) yang dibuat oleh peneliti. Isi Materi
konsulkan peneliti kepada IPCN (infection prevention control nurse) RSU haji
sebagai tim ahli PPI (Sulistyorini, S.Kep.,Ns) dan telah mendapat persetujuan.
86
penelitian ini adalah kuesioner yang di adopsi dari ajzen (2005) yang dikembangkan
peneliti dari Wahyuni Erna (2012) yaitu instrumen kuesioner pengetahuan terdiri
dari 15 pertanyaan multipelcoise dan dimodifikasi sesuai SOP yang ada di RSU
behavioural control, intensi. yang di adopsi dari Ajzen (2005) dan di kembangkan
peneliti dari Suadnyani,(2017) dan dimodifikasi sesuai SOP yang ada di RSU Haji
Surabaya, untuk kuesioner kepatuhan peneliti mengadopsi dari ceklis dan SOP yang
1. Kuesioner pengetahuan
Kuesioner pengetahuan pada penelitian ini merupakan kuesioner dari Erna Dwi
multipecoise yang dimodifikasi oleh peneliti sesuai SOP yang berada di RS haji.
Kuesioner pengetahuan perawat terhadap VAPb terdiri dari 15 item pertanyaan dan
masing-masing pertanyaan diberi skor 1 atau 0, artinya: nilai 1= bila jawaban benar.
yaitu:
P: presentase
N: nilai tertinggi
Jumlah 15
Tabel 4.2 Hasil blue print kuesioner pengetahuan telah dilakukan uji validitas
dan reliabilitas oleh peneliti pada tanggal 16 Oktober 2019 di NICU RS Haji
Surabaya dengan nilai validitas yaitu dengan nilai correlation r hasil 0,390-0,938.
Kuesioner sikap pada penelitian ini merupakan kuesioner Instrumen sikap ini
berasal dari Instrumen TBP Ajzen (2006). Instrumen ini dikembangkan dari
88
pertanyaan skor skala likert dengan kategori sangat tidak setuju (STS), tidak setuju
(TS), setuju (S), sangat setuju (SS) dan di adopsi peneliti 15 pertanyaan yang
dimodifikasi oleh peneliti dengan SOP yang berada di RS haji. Kuesioner sikap
perawat terhadap VAPb terdiri dari 15 item pertanyaan dan setiap item pertanyaan
Unfavourable:1,3,7,9,11,12,13 7
Unfavourable:4,14 2
Jumlah 15
Tabel 3.3 Hasil blue print kuesioner sikap telah dilakukan uji validitas dan
reliabilitas oleh peneliti pada tanggal 16 Oktober 2019 di NICU RS Haji Surabaya
dengan nilai validitas yaitu dengan nilai correlation r hasil 0,469-0,800. Serta nilai
3. Subjective norm
yang berasal dari Instrumen Theory of Planned Behaviour (TPB) Ajzen (2005).
Suadnyani, (2017) terdiri dari 15 pertanyaan skor skala likert dengan kategori
sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), setuju (S), sangat setuju (SS) diadopsi
peneliti 10 pertanyaan dengan yang dimodifikasi oleh peneliti dengan SOP yang
Jumlah 10
Tabel 4.4 Hasil dari Blue print kuesioner norma subjektif telah dilakukan uji
validitas dan reliabilitas oleh peneliti pada tanggal 16 Oktober 2019 di NICU RS
Haji Surabaya dengan nilai validitas yaitu dengan nilai correlation r hasil 0,333-
sedang jika skor 31-45 dan kategori kurang jika nilai ≤ 30.
nomor 1,6,15,4,5,7,8.
Jumlah 15
Tabel 4.5 Hasil blue print kuesioner Percieved behavioral control (PBC) telah
dilakukan uji validitas dan reliabilitas oleh peneliti pada tanggal 16 Oktober 2019
92
di NICU RS Haji Surabaya dengan nilai validitas yaitu dengan nilai correlation r
5. Intensi
34-40, sedang jika nilai 27-33 dan kurang jika nilai ≤26.
Jumlah 10
93
Tabel 4.6 Hasil blue print kuesioner intensi telah dilakukan uji validitas dan
reliabilitas oleh peneliti pada tanggal 16 Oktober 2019 di NICU RS Haji Surabaya
dengan nilai validitas yaitu dengan nilai correlation r hasil 0,371-0,838. Serta nilai
Tabel 4.7 Hasil Blue print kuesioner kepatuhan telah dilakukan uji validitas
dan reliabilitas oleh peneliti pada tanggal 16 Oktober 2019 di NICU RS Haji
Surabaya dengan nilai validitas yaitu dengan nilai correlation r hasil 0,51-0,895.
reliabilitas. Responden dalam uji coba kuesioner ini tidak termasuk responden
penelitian. Hasil uji coba alat ukur selanjutnya dilkukan analisis validitas dan
reliabitasnya.
Tujuan dari uji validitas untuk menilai pertanyaan pada suatu kuesioner
mengukur hal yang diinginkan. Peneliti uji validitas mengunakan Korelasi Product
bantuan software SPSS Valid apabila nilai korelasi tiap-tiap pertanyaan tersebut
signifikan, maka apabila r hitung lebih besar dari r tabel atau > (0,25-030)
(Dahlan,2010).
SN 2 0,476 0,30
SN 3 0,333 0,30
SN 4 0,641 0,30
SN 5 0,742 0,30
SN 6 0,393 0,30
SN 7 0,628 0,30
SN 8 0,721 0,30
97
SN 9 0,841 0,30
SN 10 0,606 0,30
dinyatakan valid.
dapat dilakukan dengan menggunakan teknik Cronbach Alfa correlation, bila hasil
<dari 0.5 reliabilitas rendah. Pada penelitian ini kuesioner yang telah digunakan
diuji validitas reliabelitas mengunakan aplikasi SPSS. Hasil uji reliabilitas peneliti
Lokasi penelitian dilakukan pada perawat yang bekerja di ICU dan ICCU
disetujui dan setelah uji etik di RS Haji Surabaya 24 Oktober 2019. Penelitian sudah
Peneliti mengikuti tahapan lulus uji proposal tanggal 23 september 2019, Uji
untuk keperluan prosedur penelitian di Ruang ICU dan ICCU Rumah Sakit Haji
data awal nama perawat di ruang ICU dan ICCU RS Haji Surabaya dengan total
sampel.
Waktu pengambilan data adalah jam dinas pagi dengan pertimbangan banyak
perawat yang berdinas pagi dan sore sehingga tidak mengganggu pelayanan jam
dinas pagi. Peneliti memastikan bahwa intervensi yang diberikan tidak akan
untuk aspek formal dan legal menggunakan perawat Ruang ICU, ICCU. Peneliti
pre test pada 46 perawat di ICU dan ICCU RS Haji dengan memberikan
intervensi pelatihan VAPb di Ruang ICU dan ICCU. Lembar kuesioner diisi oleh
dibutuhkan pengisian 60 menit setiap responden. Pre test di lakukan peneliti selama
7 hari dimana setiap hari mendapatkan 6-7 perawat yang mengisi kuesioner.
Pre test ini mulai tanggal 5 November sampai dengan 12 November 2019. Peneliti juga
melakukan ceklis terhadap kepatuhan perawat dalam melakukan VAPb dan melihat
101
Data pre test telah terkumpul peneliti memberikan pelatihan. Waktu pelatihan
pelatihan dan demontrasi terkait VAPb dengan waktu pelatihan 120 menit sesuai
yang tersusun dalam struktur acara penyuluhan (SAP). Pelatihan VAPb dilakukan
pada jam 12 .30-14.30 dimana yang pekerjaan dinas pagi sudah tidak terlalu sibuk
dan dinas sore dating lebih awal. Tempat di ruangan dalam ICU di ners station jadi
intensive dr yudianto Sp.An.KIC sebagai naras umber medis, komite PPI di wakili
test pada tanggal 27 November 2019, waktu pengisian 60 menit setiap responden
(sikap), Subjective, norm Perceived behavioral control, intensi, kepatuhan. Pre test
di lakukan peneliti selama 7 hari dimana setiap hari mendapatkan 6-7 perawat yang
mengisi kuesioner. Pos test ini mulai tanggal 27 November sampai dengan 7
102
Desember 2019 muali post tes setiap kelompoknya berbeda dijadwalkan 7 hari
2 kali setiap perawat terhadap kepatuhan perawat dalam melakukan VAPb dan
Data yang telah didapatkan dari responden kemudian akan dilakukan uji
normalitas data terlebih dahulu menggunakan uji kolmogorov smirnov test dengan
smirnov test:
(1) Jika nilai signifikasi (sig) lebih besar dari 0,05 maka data penelitian
berdistribusi normal.
(2) Sebaliknya, jika nilai signifikasi (sig) lebih kecil dari 0,05 maka data penelitian
Hasil uji variabel dependen Setelah di uji kolmogorof smirnov (normalitas) dalam
penelitian didapatkan hasil data tidak nomal nilai signifikansi (sig) ≤ 0,05,
(1) Jika nilai asymp.sig. (2-tailed) lebih kecil dari > 0,05, maka Hi ada pengaruh.
(2) Sebaliknya, jika nilai asymp.sig. (2-tailed) lebih besar dari >0,05, maka Hi
di bawah ini:
Penyusunan laporan
sebelum penelitian dilakukan dengan tujuan agar subjek mengerti maksud dan
Setelah subjek bersedia menjadi responden, nama responden tidak akan dicantumkan
pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan
data atau hasil penelitian yang disajikan Responden yang sudah terpilih peneliti
3. Kerahasiaan (confidentiality)
oleh peneliti.
Semua kelompok perawat dalam penelitian ini mendapat perlakuan yang sama.
Perawat hanya ada 1 kelompok yang semua diberi perlakuan sama pre-test,
treatmen, posttest.
fokus pada materi yang disampaikan peneliti karena pasien ICU yang tidak
latar belakang Pendidikan, usia, lama bekerja, jenjang karir perawat yang
Pada Bab 5 ini peeliti akan membahas hasil penelitian yang meliputi gambaran
intervensi. Penelitian ini dilakukan di ruang ICU dan ICCU RSU Haji Surabaya
Rumah Sakit Umum Haji Surabaya adalah rumah sakit milik pemerintah
Provinsi Jawa Timur yang didirikan berkenaan dengan peristiwa yang menimpa
para jamaah haji Indonesia di Terowongan Mina pada tahun 1990. Adanya bantuan
dana dari Pemerintah Arab Saudi dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur digunakan
untuk pembangunan gedung beserta fasilitasnya dan resmi dibuka pada tanggal 17
April 1993 sebagai Rumah Sakit Umum tipe C. Pada tahun 1998 berkembang
Sakit Umu Haji Surabaya berubah status menjadi RSU tipe B pendidikan dan
kepada Gubernur
107
Unit (ICU). Instalasi ICU terdiri dari Ruang ICU, Ruang PICU, Ruang Neonatus
Instensif Care Unit (NICU), dan Ruang ICCU. Instalasi ICU merupakan salah satu
bagian rumah sakit dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus. Pasien
yang tidak perlu masuk ICU adalah pasien dengan penyakit terminal yang
mengalami kondisi kritis. ICU RSU Haji mempunyai kapasitas 8 tempat tidur. Bed
Occupancy Ratio (BOR) angka persentase penggunaan tempat tidur (TT) pasien di
ICU pada tahun 2019 setiap bulannya adalah bulan januari 70% bed, februari 67%
bed, 77%, April 60% bed, mei 50% bed, juni 50% bed, juli 58% bed, agustus 66%
bed, sepember 52% bed, oktober 46% bed, 68%, november 68% bed, desember
64% bed.
terkena infeksi nosokomial 5-8 kali lebih tinggi dari pada pasien yang dirawat
diruang rawat biasa. Infeksi nosokomial banyak terjadi di ICU pada kasus paska
bedah dan kasus dengan pemasangan infus dan kateter. Laporan kejadian infeksi di
ICU pada tahun 2019 pada bulan januari infeksi IADP 1 pasien (4,3%), februari
infeksi IADP 2 pasien (28,7%), agustus infeksi HAP 1 pasien (3.3%), desember
1 Usia (X) %
− 17-25 5 10.9 %
− 26-35 24 52.2 %
− 36-45 10 21.7 %
− 46-55 15.2 %
2 Pendidikan (X) %
− D3 33 71.7 %
− D4 3 6.5 %
− S1 10 21.7 %
− <1-3 21 45.7 %
− 4-7 11 23.9 %
− 8-11 5 10.9 %
− >12 9 19.6 %
− PK1 7 15.2 %
− PK2 19 41.3 %
− PK3 20 43.5 %
ruang ICU dan ICCU sebagian besar 21 orang (45,7%) <1-3 tahun. jenjang karir
Hasil pengetahuan perawat sebelum dan setelah pelatihan dapat dilihat pada
Pengetahuan
Kategori Sebelum Sesudah
frekuensi (X) % frekuensi (X) %
Baik 0 0% 15 32 %
Cukup 6 13% 18 39,1%
Kurang 40 87% 13 28,3%
∑(respond 46 100% 46 100%
en)
Wilcoxon sign rank test p=0,000
berpengetahuan kurang 13 orang (28,3%). Hasil uji statistik wilcoxon sign rank test
pelatihan VAPb
110
Hasil Atitude toward behavior (sikap) perawat sebelum dan setelah pelatihan
(sikap) responden sebelum dan sesudah diberikan intervensi pelatihan VAPb adalah
sama yaitu sebagian besar responden memiliki Atitude toward behavior (sikap)
yang negatif sebanyak 26 orang (56,5%) dan sebanyak 20 orang (43,5%) memiliki
Atitude toward behavior (sikap) yang positif. Hasil uji statistik wilcoxon sign rank
VAPb.
Hasil subjective norm perawat sebelum dan setelah pelatihan dapat di lihat
Subjective norm
Kategori Sebelum Sesudah
frekuensi (X) % frekuensi (X) %
Baik 14 30,4% 15 32,6 %
Sedang 30 65,2% 29 63,0%
Kurang 2 4,3% 2 4,3%
∑(respond 46 100% 46 100%
en)
Wilcoxon sign rank test p=0,827
kategori sedang 30 orang (65,2%), kategori baik 14 orang (30,4%) dan sebagian
kecil kategori kurang 2 orang (4,3%). Setelah diberikan pelatihan sebagian besar
subjective norm dalam kategori sedang 29 orang (63,0%), ada kenaikan sedikit
kategori baik 15 (32,6%), kategori kurang tetap sama 2 0rang (4,3%). Hasil uji
statistik wilcoxon sign rank test nilai sig p= 0,82 p ≥0,05, menunjukkan tidak
pelatihan VAPb
Tabel 5. 5 hasil Perceived behavioral control (PBC) perawat sebelum dan setelah
pelatihan VAPb
perceived behavioral control (PBC)
Kategori Sebelum Sesudah
frekuensi (X) % frekuensi (X) %
Baik 5 10,9% 8 17,4%
Sedang 41 89,1% 38 82,6%
∑(respond 46 100% 46 100%
en)
112
behavioral control (PBC) dalam kategori sedang 41 orang (89,1%) dan hanya
sebagian kecil perceived behavioral control (PBC) dalam kategori baik 5 orang
(PBC) responden dalam kategori sedang 38 orang (82,6%) ada kenaikan sedikit di
kategori baik 8 orang (17,4%). Hasil uji statistik wilcoxon sign rank test nilai sig
Hasil Intensi perawat sebelum dan setelah pelatihan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
sebelum diberikan pelatihan sebagian besar intensi dalam kategori sedang sebanyak
27 orang (58,7%), intensi kategori baik 17 orang (37,0) dan hanya sebagian kecil
113
yang memiliki intensi dalam kategori kurang 2 orang (4,3%). Setelah diberikan
pelatihan sebagian besar intensi responden kategori baik 24 orang (47,8%), intensi
kategori cukup menurun 22 orang (52,2%) dan tidak ada yang memiliki intensi yang
kurang. Hasil uji statistik wilcoxon sign rank test nilai sig p= 0,127 yaitu p
1) Kepatuhan perawat sebelum dan setelah pelatihan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
sebelum dan setelah diberikan pelatihan sama sebagian besar responden memiliki
kepatuhan dalam kategori patuh sebanyak 46 orang (100%) sebelum pelatihan dan
sebanyak 46 orang (100%) setelah pelatihan. Hasil uji statistik wilcoxon sign rank
5.2 Pembahasan
Setelah melalui tahap analisis data, maka pada bagian pembahasan ini akan
Pertanyaan yang benar dijawab oleh perawat oral hygine dilakukan 2 kali sehari
dengan sikat khusus dan lembut dengan chorhecsidine 0,2%, head up pada pasien
melalui dukungan dari panca indera terhadap suatu objek tertentu, yang terdiri dari
dengan baik terkait dengan pelaksanaan pendidikan pelatihan terkait VAPb. Akan
tetapi, informasi yang diterima responden tidak bisa optimal karena tingkat
pengetahuan rendah adalah sebagian besar di usia di rentang usia 26-35 tahun 20
orang masuk dalam awal dewasa, lama bekerja sebagian besarv<1-3 tahun 19
orang dan responden yang tingkat pengetahuannya tetap rendah 12 orang dengan
karakteristik yang di miliki sebagian besar 8 orang pengalaman kerja <1-3 tahun,
belum menjadi prioritas, belum ada pelatihan khusus membahas tentang VAP dan
VAPb.
Hal ini sejalan dengan teori Ajzen (2005) menyampaikan bahwa pekerja usia
20-30 tahun mempunyai motivasi kerja relatif lebih rendah dibandingkan pekerja
yang lebih tua. Dalam menjalankan pekerjaan, pekerja yang berusia muda atau
pekerja yang berusia 20-30 tahun belum bekerja berdasarkan pada landasan realitas,
sehingga pekerja yang berusia muda lebih sering mengalami kekecewaan dalam
bekerja. Sesuai hasil penelitian ini, usia memengaruhi tingkat pengetahuan perawat.
Sebagian besar perawat masuk dalam ketegori usia dewasa awal dengan rentang
lebih dapat menerima informasi dengan baik meskipun sebelum diberi pelatihan
tingkat pengetahuan yang dimiliki kurang karena secara kognitif dewasa awal lebih
dapat menerima informasi dengan baik. Hal ini dapat disimpulkan bahwa hasil dari
bahwa tidak ada pengaruh antara lama kerja dengan tingkat pengetahuan. Sebagian
beri pelatihan dalam kategori kurang. Hal ini diprediksi karena perawat yang
memiliki masa kerja yang lebih lama akan muncul rasa bosan sehingga akan
baru. Dalam hal ini perlu diberikan adanya pelatihan secara terus menerus dan
Redjeki, (2017) sebagian responden lama bekerja > 5 tahun hasil tingkat
Hal ini dipengaruhi oleh sebagian besar responden memiliki jenjang karir PK
III dengan tingkat pengetahuan kurang dan hanya sebagian kecil dengan PK I
dengan sikap positif. Beberapa faktor yang mungkin menyebabkan tidak ada
pengaruh yang bermakna antara jenjang karir dengan tingkat pengetahuan dalam
pelaksanaan VAPb, adalah karena jenjang karir yang mayoritas adalah PK III. Serta
III yang memiliki tingkat pengetahuan baik, yang seharusnya secara teori semakin
tinggi jenjang karir seseorang maka akan semakin tingkat pengetahuannya. Hal ini
120
menunjukkan bahwa belum adanya komitmen yang kuat pada setiap tingkatan
VAPb. Sehingga diperlukan bimbingan, pelatihan dan supervisi dari atasan sebagai
Pengalaman seperti lama kerja yang dimiliki oleh perawat serta jenjang karir
mampu memberikan asuhan keperawatan yang aman, efektif dan efisien (Menkes
profesional perawat. Namun dalam penelitian ini terjadi kesenjangan antara teori
dengan fakta, karena hasil penelitian membuktikan jenjang karir tidak memiliki
VAPb.
sosial, ekonomi, budaya dan kondisi kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan
(Notoatmodjo,2007).
121
adalah dengan perawat mengikuti pelatihan atau seminar yang diselenggarakan oleh
Rumah Sakit atau institusi lain. Hal ini sesuai dengan penelitian Badawy (2014)
pencegahannya selama dua minggu dengan 3 sesi setiap minggu selama 20 menit
terbukti efektif meningkatkan skor pengetahuan perawat (Rahma & Ismail, 2019).
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Jannson et al (2013) di ICU
(EBGs) masih kurang 59,9%. Hambatan utama terhadap EBGs disebabkan sumber
daya yang tidak memadai dan ketidaksesuaian VAP bundles (VAPb), kurangnya
(sikap) perawat,
cara penilaian harian whining ventilator dan penilaian harian penyapihan sedasi di
122
pengetahuan dan faktor eksternal maka perawat akan semakin patuh terhadap
Adhyaksafitri, 2015).
tersendiri untuk menilai suatu perilaku, baik perilaku tersebut bersifat positif atau
negatif. Hal tersebut dapat membuat individu menyukai perilaku yang dipercaya
memiliki sikap positif. Sikap positif ini ditunjukkan oleh hasil nilai responden T >
berupa pelatihan dan ceklis pengisian VAPb, masih ditemukan hasil post-test
responden yang memiliki sikap negatif namun memiliki pengetahuan baik, ada pula
yang memiliki sikap negatif namun memiliki pengeta huan yang cukup.
123
pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau
lembaga, serta faktor emosi dari individu (Azwar 2008). Menurut Azwar (2008),
kurang maksimal sehingga keyakinan untuk bersikap kurang ada penguatan yang
diberikan belum adanya keyakinan terhadap materi pelatihan yang diberikan, atau
pelatihan karena intervensi pelatihan dilakukan pada jam dinas dimana kondisi
pasien ICU yang mayoritas dalam kondisi kritis yang sewaktu waktu dalam kondisi
yang berlangsung dalam waktu relatif singkat belum dapat meningkatkan sikap
secara signifikan karena proses pembentukan sikap memerlukan waktu yang cukup
kurangnya dukungan dari atasan. Di ICU RS Haji supervisi belum berjalan optimal,
sehingga sistem supervisi memang harus ditingkatkan. dan SOP yang ada tahun
2015. Sesuai dengan hasil penelitian Jahansefat, ( 2016) pengetahuan yang kurang
EBGs dari VAP dan sebaliknya. (Jahansefat, Vardanjani, Bigdelian, & Massoumi,
124
2016). Perawat yang bekerja di ICU dan ICCU adalah perawat Perawat yang sudah
dididik dan dilatih agar mampu memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang
sudah ditetapkan. Seorang perawat ICU harus memiliki sikap yang baik/positif
mempunyai sikap yang baik maka orang tersebut akan berperilaku positif.
dalam pelaksanaan VAPb karena tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini
terhadap sikap pelaksanaan VAPb. Secara teori tingkat pendidikan yang semakin
bertindak. Perawat akan berpikir dan mempertimbangkan resiko dan dampak yang
akan terjadi pada pasien terpasang VM, yang tidak dilakukan pelaksanaan VAPb
Terdapat kesenjangan antara fakta dan teori Ajzen (2006) dalam Nursalam
bukan saja yang langsung dengan pelaksanaan tugas, tetapi juga landasan untuk
sekitar kita untuk kelancaran tugas. Semakin tinggi pendidikan semakin tinggi
meningkatkan kesejahteraan.
pengetahuan, sikap dan tindakan yang saling mempengaruhi satu sama lain, dimana
ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa hubungan yang dimiliki seseorang
akan menciptakan hubungan yang baik sehingga akan berpengaruh dan akan
perawat paling banyak memiliki norma subyektif perawat dengan kategori sedang.
subjective norm perawat. Pada variabel norma subjektif terdapat 10 (sepuluh) item
pernyataan terkait dengan norma subyektif perawat tentang penerapan VAPb, dari
kurang adanya dukungan dari kepala ruangan, ketua tim, dan teman sejawat dan tim
kesehatan lain (dokter, kepala intalasi, tim PPI) sedangkan pernyataan 6,7,8,9,10
jawaban paling tinggi nilai 4 pernyataan 5,6, motivasi dukungan dari kepala
ruangan, ketua tim dan kepala instalasi. Norma subyektif yang dimaksud dalam
yang berpengaruh, baik perorangan ataupun perkelompok untuk patuh atau tidak
terhadap harapan orang lain pada dirinya untuk menerapkan VAPb serta memiliki
motivasi yang positif untuk memenuhi harapan dari orang disekitarnya terhadap
bersumber dari rekan kerja perawat sendiri di setiap masing-masing ruangan untuk
Subjective norm responden sebelum dan setelah pelatihan tidak ada pengaruh,
responden mempersepsikan dukungan motivasi dari luar kurang dan tidak ada
evaluasi. Komitmen dari tim IPCN dan IPCLN, kepala ruangan serta koordinator
pelaksanaan SOP VAPb kepada seluruh pelaksana kurang dan belum menjadi
prioritas. Berbeda hasil penelitian dari Suadnyani, (2017) meskipun sikap umum
yang baik jika motivasinya kurang dan lingkungan budaya tidak mendukung belum
Dukungan teman sejawat sangat penting dalam tim perawatan intensif karena
keperawatan kritis Gomes (2010). Setiap anggota tim perawatan intensif harus
saling mendukung satu sama lain karena VAPb berisi tindakan keperawatan
tujuan, Durhayati & Aryani (2015). Peneliti berpendapat perlu adanya supervisi
yang ketat dari Katim, PJ Shift ataupun KARU, dan saling mengingatkan antar
teman saat berperilaku tidak sesuai SPO, bahwa role model sangat diperlukan untuk
Sebagian besar responden berusia 26-35 tahun yang memiliki norma subjektif
negatif. Hal ini diprediksi kemungkinan karena di usia 26-35 tahun belum mencapai
puncak dari usia yang memiliki kematangan kedewasaan serta pada usia tua mulai
merasakan kebosanan dan sebagian lagi responden usia 46-55 tahun yang memiliki
norma subjektif yang negative dan positif. Sebagian responden mengatakan belum
ada supervisi dan pengawasan serta evaluasi tentang pelaksanaan VAPb. Peran
yang dianggap memiliki pengaruh oleh responden adalah kepala ruangan. Sehingga
perlu perhatian khusus dari kepala ruangan dalam melakukan monitoring dan
sebelum dan setelah pelatihan. Beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab
pengetahuan yang lebih baik dalam setiap jenjang tingkatan pendidikan. Semakin
VAPb pada pasien yang terpasang VM akan semakin paripurna, hal tersebut yang
akhirnya mempengaruhi motivasi kerja seseorang. Dengan kata lain bahwa pekerja
129
yang berbeda dengan pekerja yang berlatar belakang pendidikan rendah. Latar
kesenjangan antara fakta dan teori, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan tidak memiliki pengaruh norma subjektif sebelum dan setelah
pelatihan.
responden sebelum dan setelah pelatihan. Menurut Ajzen (2005) norma subjektif
adalah produk dari persepsi individu tentang beliefs yang dimiliki orang lain. Orang
lain di sebut refrent, dan dapat merupakan orangtua, sahabat, atau orang yang
dianggap ahli atau penting. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi norma
harus atau tidak harus melakukan suatu perilaku dan motivation to comply yaitu
melakukan suatu perilaku maka akan cenderung merasakan tekanan sosial untuk
beberapa faktor baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengalaman seperti
jenjang karir merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan keyakinan
Perawat yang memiliki jenjang karir yang lebih tinggi setelah mendapat
Namun dalam penelitian ini terdapat kesenjangan antara teori dan fakta, diprediksi
karena responden sebagian besar memiliki jenjang karir yaitu PK III harusnya
130
memiliki norma subjektif yang baik. Responden dengan jenjang karir PK I dan PK
II memiliki semangat yang baik dalam memenuhi harapan dari orang di sekitar
lingkungan kerjanya sehingga hal ini lah yang mempengaruhi keyakinan yang
melaksanakan VAPb.
(PBC) perawat.
sebanyak 41 orang (89,1%) dan hanya sebagian kecil yang memiliki percieved
behavioral control (PBC) dalam kategori baik yaitu sebanyak 5 orang (10,9%).
memiliki percieved behavioral control (PBC) baik dan ada penurunan sedikit yang
memiliki kategori sedang yaitu sebanyak 38 orang (82,6%). tidak ada perbedaan
dan jenjang karir) tidak memiliki pengaruh terhadap PBC sebelum dan setelah
pelatihan. Hal ini diprediksi karena adanya beberapa faktor yaitu sebagian besar
tidak berpengaruh secara signifikan serta karena faktor lingkungan sosial dan
kebiasaan. Lingkungan sosial yang dimaksud adalah adalah pengaruh dari orang
yang dianggap berpengaruh seperti kepala ruangan dan teman sejawat serta
131
pelaksanaan VAPb. Selain itu, kondisi pasien yang gawat, faktor beban kerja yang
tinggi, supervisi yang jarang dilakukan, faktor kesediaan waktu yang terbatas,
(usia, pendidikan, pengetahuan, lama kerja dan jenjang karir) tidak memiliki
pengaruh dalam pembentukan persepsi kontrol perilaku (PBC) sebelum dan setelah
pelatihan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh pelatihan VAPb,
setalah di beri pelatihan ada kenaikan sedikit dari hasil percieved behavioral control
tindakan pencegahan VAP sesuai penelitian Ulfa & Fiqih Adhyaksafitri, (2015)
persepsi terhadap mudah atau sulitnya sebuah perilaku yang dapat dilaksanakan.
yang mungkin terjadi atau persepsi seseorang tentang kemudahan atau kesulitan
Menurut Ajzen (2005) terdapat dua asumsi mengenai kendali perilaku yang
kesempatan untuk berperilaku, tidak akan memiliki intensi yang kuat, meskipun ia
strength) yaitu faktor pendorong atau penyulit dalam berperilaku dan besarnya
tersebut. Individu yang memiliki persepsi atas kontrol perilaku yang kuat akan lebih
termotivasi dan berupaya untuk berhasil karena individu yakin dengan faktor-faktor
sumber daya fasilitas dan sumber daya manusia, ditemukan bahwa fasilitas ruangan
sangat mendukung dalam melaksanakan SOP VAPb. Alat dan bahan untuk
133
melakukan SOP VAPb tersedia dan sangat memadai. Pelaksana diberi kesempatan
kepatuhan penerapan VAPb adalah sikap, motivasi, beban kerja, perubahan SOP
kategori sedang sebanyak 27 orang (58,7%) dan hanya sebagian kecil yang
(47,8%) dan tidak ada yang memiliki intensi yang kurang. Hasil uji statistik
menunjukkan tidak ada perbedaan hasil intensi sebelum dan setelah diberikan
setelah diberikan pelatihan ada perbedaan intensi sedikit menjadi baik. Penelitian
rutin perawat akan memiliki niat untuk melakukan VAPb yang tinggi, maka ia akan
menghasikan aksi atau tindakan berupa kepatuhan dalam menerapkan VAPb itu
134
sendiri. Intensi yang baik di lakukan oleh responden bersedia untuk mengikuti
Fishbein dan Ajzen (2010) bahwa niat dan keyakinan dapat diubah dengan
pelatihan. Niat seseorang berubah ketika keyakinan juga diubah. Dengan demikian,
perawat dalam menjalani pencegahan VAP masih ada kurang, intensi seseorang
dipengaruhi oleh sikap, norma subjektif dan persepsi. salah satu upaya
juga dengan saling mengingatkan antar teman, supervisi dari atasan, pemberian
reward untuk yang sudah berperilaku patuh. Dengan adanya niat dan komunikasi
(2019) yakni behavioral intention baik memiliki hubungan yang signifikan dengan
keras intensi individu untuk terlibat dalam suatu perilaku, maka semakin kuat
rendah, sikap sebagian responden kategori negatif, norma subjektif kategori sedang
merupakan salah satu faktor yang memiliki andil besar menjadi perilaku nyata jika
perilaku tersebut berada pada kontrol individu yang bersangkutan. VAPb bila
dilakukan dengan niat yang sungguh-sungguh akan mempunyai dampak yang baik
setelah diberikan intervensi pelatihan VAPb adalah sama yaitu sebagian besar
sebelum intervensi dan sebanyak 46 orang (100%) sesudah intervensi. Hasil uji
statistik menunjukkan tidak ada perbedaan kepatuhan sebelum dan sesudah tidak
keinginan yang baik pula dalam penerapan VAPb. Akan tetapi keputusan perawat
untuk patuh dalam penerapan VAPb bersumber dari proses yang dipengaruhi oleh
136
sikap, norma subjektif, dan persepsi atas kontrol perilaku. Sehingga perbedaan
persentase niat dengan perilaku yang ditunjukkan oleh responden dalam penelitian
ini adalah karena intensi dipengaruhi oleh sikap, norma subjektif dan persepsi atas
merupakan salah satu perilaku yang bisa mencegah terjadinya infeksi, jika perawat
tidak patuh maka akan semakin banyak terjadi infeksi sehingga angka kejadian
VAP semakin besar. Kepatuhan perawat professional adalah sejauh mana perilaku
seorang perawat sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan perawat
dengan prinsip steril, menngkaji setiap hari sedasi dan ektubasi, mobilisasi kepada
pasien setiap 2 jam, perawatan mulut dengan chlorhexidine, menjaga balon cuff
disebabkan sumber daya yang tidak memadai dan ketidaksesuaian VAP bundles
al., 2013). Hasil penelitian sesuai dengan Jannson et al (2013),alat ukur responden
tinggi pengetahuan maka semakin baik pula tingkat kepatuhan perawat dalam
pencegahan VAP, begitu pula sebaliknya pengetahuan yang baik akan di ikuti
perilaku yang baik, serta pengetahuan yang kurang akan diikuti perilaku yang
VAPb belum terisi secara lengkap karena dipengaruhi oleh pengetahuan tentang
atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan, baik
diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan dengan dokter. Kepatuhan
petugas profesional (perawat) adalah sejauh mana perilaku seorang perawat sesuai
dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan perawat ataupun pihak rumah
sakit (Niven.2002). Ketidak patuhan adalah suatu kondisi pada perawat yang
sebenarnya mau melakukannya, akan tetapi ada faktor faktor yang menghalangi
terhadap suatu tindakan, prosedur atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaat
(Notoatmojo, 2010)
professional dan kerja sama tim (Kollef, 2015). Dalam rangka standarisasi prosedur
checklist dengan metode Delphi untuk evaluasi dan observasi kepatuhan (Li et al.,
2018). Hasil ceklis yang dilakukan peneliti terhadap responden kepatuhan perawat
2008 kualitas data tinggi apabila >75% formulir data atau laporan tidak ada jawaban
kosong dan dikatakan kualitas data rendah apabila <75% formulir data atau laporan
terdapat jawaban kosong. Dari tabel di bawah dapat diketahui bahwa masih banyak
2008 yang memiliki standar bahwa kualitas data bisa dikatakan tinggi apabila
memiliki kelengkapan data >75%. Kualitas data pada sistem survailans infeksi
nosokomial VAP di RSU Haji Surabaya termasuk dalam kualitas data yang rendah,
Dari Hasi observasi peneliti terhadap pelaksanaan kepatuhan perawat dari pengisian
kelenkapan SOP pasien terpasang ventilator data yang lengkap hanya pada 12
(36.33%) item dari 33 (100,00%) item data yang seharusnya diisi. Ceklis kepatuhan
Sesuai dengan hasil penelitian Nur (2018) melakukan magang di RSU Haji
pengisian form bundle prevention VAP. sosialisasi tentang VAP dan tata cara
pengisian skor pada form bundle prevention. Hal ini terkait dengan VAP yang
6.1 Kesimpulan
ruangan ICU dan ICCU RSU Haji Surabaya pada tanggal 4 November – 9
Pnemonia (VAP) di ICU RSU Haji Surabaya VAPb berpengaruh terhadap tingkat
6.2 Saran
1. Perawat
Perawat ICU dan ICCU harus meningkatkan pengetahuan baik secara formal atau
2. Ruang ICU
3. PPI
Penerapan VAPb khususnya untuk Komite PPI dalam program survailans pencegahan
dan pengendalian HAIs perlu lebih diupayakan agar dalam pelaksanaanya lebih
optimal.
4. Rumah sakit
Pelatihan terkait VAPb menjadi prioritas dan dilakukan secara rutin sebagai
Infection Prevention Control Link Nurse (IPCLN) dan IPCN kepada kepala
Intensif.
5. Peneliti berikutnya
Https://Doi.Org/10.25077/Njk.13.1.34-41.2017
Ismail, R., & Zahran, E. (2015). The Effect Of Nurses Training On Ventilator-
Associated Pneumonia (VAP) Prevention Bundle On VAP Incidence Rate At
A Critical Care Unit. Journal Of Nursing Education And Practice, 5(12), 42–
48. Https://Doi.Org/10.5430/Jnep.V5n12p42
Jadot, L., Huyghens, L., De Jaeger, A., Bourgeois, M., Biarent, D., Higuet, A., …
Damas, P. (2018). Impact Of A VAP Bundle In Belgian Intensive Care Units.
Annals Of Intensive Care, 8(1). Https://Doi.Org/10.1186/S13613-018-0412-8
Jahansefat, L., Vardanjani, M. M., Bigdelian, H., & Massoumi, G. (2016).
Eksplorasi Pengetahuan , Kepatuhan Terhadap , Sikap Dan Hambatan
Terhadap Pedoman Berbasis Bukti ( Ebgs ) Untuk Pencegahan Ventilator-
Associated Pneumonia ( VAP ) Di Worke Kesehatan ... Unit ( Pcicus ): Survei
A Quali-Kuantitatif. (September).
Jahansefat, L., Vardanjani, M. M., Bigdelian, H., Massoumi, G., Khalili, A., &
Mardani, D. (2016). Exploration Of Knowledge Of, Adherence To, Attitude
And Barriers Toward Evidence-Based Guidelines (Ebgs) For Prevention Of
Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) In Healthcare Workers Of Pediatric
Cardiac Intensive Care Units (Pcicus): A Quali-Quantitative. International
Journal Of Medical Research & Health Sciences, 5(9), 67–73. Retrieved From
Http://Www.Ijmrhs.Com/Medical-Research/Exploration-Of-Knowledge-Of-
Adherence-To-Attitude-And-Barriers-Towardevidencebased-Guidelines-
Ebgs-For-Prevention-Of-Ven.Pdf
Jansson, M., Ala-Kokko, T., Ylipalosaari, P., Syrjälä, H., & Kyngäs, H. (2013).
Critical Care Nurses’ Knowledge Of, Adherence To And Barriers Towards
Evidence-Based Guidelines For The Prevention Of Ventilator-Associated
Pneumonia - A Survey Study. Intensive And Critical Care Nursing, 29(4),
216–227. Https://Doi.Org/10.1016/J.Iccn.2013.02.006
Kalanuria, A. A., Zai, W., & Mirski, M. (2014a). Ventilator-Associated Pneumonia
In The ICU. Critical Care, 18(2), 208. Https://Doi.Org/10.1186/Cc13775
Kalanuria, A. A., Zai, W., & Mirski, M. (2014b). Ventilator-Associated Pneumonia
In The ICU. Critical Care, 18(2), 1–8. Https://Doi.Org/10.1186/Cc13775
Kalil, A. C., Metersky, M. L., Klompas, M., Muscedere, J., Sweeney, D. A., Palmer,
L. B., … Roberts, J. A. (2016). Pengelolaan Dewasa Dengan Rumah Sakit-
Diperoleh Dan Pneumonia Ventilator Terkait : 2016 Pedoman Clinical
Practice Oleh Infectious Diseases Society Of America Dan American Thoracic
Society. 1–51.
Klinis, P., Karagözoğlu, S., Yildiz, F. T., Gursoy, S., Perawat, A., Gulsoy, Z., …
Koçyiğit, H. (2018). Pengaruh Bundle Adaptasi Control Pada VAP Kecepatan
Dan Lama Sakit Tetap Menghindari Ventilator Associated Pneumonia ( VAP
) Di Anestesi Intensive Care Unit. 5.
LAPORAN Hais TAHUN 2018. (N.D.).
143
Li, L., Wang, Q., Wang, J., Liu, K., Wang, P., Li, X., … Peng, F. (2018a).
Development, Validation And Application Of A Ventilator-Associated
Pneumonia Prevention Checklist In A Single Cardiac Surgery Centre.
Intensive And Critical Care Nursing, 49, 58–64.
Https://Doi.Org/10.1016/J.Iccn.2017.10.002
Li, L., Wang, Q., Wang, J., Liu, K., Wang, P., Li, X., … Peng, F. (2018b).
Development, Validation And Application Of A Ventilator-Associated
Pneumonia Prevention Checklist In A Single Cardiac Surgery Centre.
Intensive And Critical Care Nursing, 49, 58–64.
Https://Doi.Org/10.1016/J.Iccn.2017.10.002
Lombogia, A. (2019). Hubungan Perilaku Dengan Kemampuan Perawat Dalam
Melaksanakan Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di Ruang Akut Instalasi
Gawat Darurat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Journal Of Chemical
Information And Modeling, 53(9), 1689–1699.
Https://Doi.Org/10.1017/CBO9781107415324.004
Maqbool, M., Shabir, A., Naqash, H., Amin, A., Koul, R. K., & Shah, P. A. (2017).
Ventilator Associated Pneumonia-Insiden Dan Hasil Di Dewasa Di Medis
Intensive Care Unit Rumah Sakit Tersier Perawatan Dari. 4, 73–76.
Menkes RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 40
Tahun 2017 Tentang Pengembangan Jenjang Karir Profesional Perawat
Klinis.
Metersky, M. L., & Kalil, A. C. (2018). Management Of Ventilator-Associated
Pneumonia: Guidelines. Clinics In Chest Medicine, 39(4), 797–808.
Https://Doi.Org/10.1016/J.Ccm.2018.08.002
Miller, F. (2018). Tutor Ial 382 Ventilator-Associated Pneumonia. 6–11.
Notoatmojo, S. (2010). Konsep Perilaku Kesehatan. Promosi Kesehatan, Teori Dan
Aplikasi.
Ns. Made Oka Ari Kamayani, S. K. M. K. (2016). Asuhan Keperawatan Pasien
Dengan Ventilasi Mekanik. Udayana University, 1–17.
Nur, W. (2018). EVALUASI KELENGKAPAN PENGISIAN FORM BUNDLE
PREVENTION PEMASANGAN VENTILATOR TERHADAP KEJADIAN
VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI RSU HAJI KOTA
SURABAYA.
Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis
Edisi 4.
Özen, N., & Armutçu, B. (2018). Knowledge Levels Of Critical Care Nurses On
Evidence-Based Practices For The Prevention Of Ventilator-Associated
Pneumonia. Journal Of Medical And Surgical Intensive Care Medicine, 9(3),
78–83. Https://Doi.Org/10.5152/Dcbybd.2018.1880
Perdici Dr. Yohannes George Span. KIC. (2008). Panduan Tata Laksana Hospital-
144
Saragih, R. J., Amin, Z., Sedono, R., Pitoyo, C. W., & Rumende, C. M. (2017).
Prediktor Mortalitas Pasien Dengan Ventilator-Associated Pneumonia Di RS
Cipto Mangunkusumo. Ejournal Kedokteran Indonesia, 2(2), 2–9.
Https://Doi.Org/10.23886/Ejki.2.4011.
Sari, N., Delli, H., & Agrina. (2019). Gambaran Pelaksanaan VAP Bundle (Vapb)
Pada Pasien Yang Terpasang Ventilator. JOM Fkp, 6(1), 19–27.
Setiyawan1, S. D. S. (2018). Studi Deskriptif: Tekanan Cuff Endotracheal Tube
(Ett) Pada Pasien Terintubasi Di Intensive Care Unit. Interest : Jurnal Ilmu
Kesehatan, 7(2), 123–126.
Spalding, M. C., Cripps, M. W., & Minshall, C. T. (2017). Ventilator-Associated
Pneumonia: New Definitions. Critical Care Clinics, 33(2), 277–292.
Https://Doi.Org/10.1016/J.Ccc.2016.12.009
Suadnyani, N. K. (2017). Penerapan Theory Of Plan Behaviour Terhadap Perilaku
Kepatuhan Perawat Dalam Pencegahan Ventilator Associated Pneumonia
(VAP). Universitas Airlangga.
The AHA/HRET HEN Would Like To Acknowledge Our Partner, Cynosure
Health, For Their Work In Developing The V. A. P. (VAP)/Ventilator A. E.
(VAE) C. P. (2016). Ventilator Associated Events ( VAE ). Health Research
& Educational Trust (February 2016). Ventilator Associated Events (VAE)
Change Package: 2016 Update. Chicago, IL: Health Research & Educational
Trust. Accessed At Www.Hret-Hen.Org.
Todi, S., & Chawla, R. (2012). Antibiotic Stewardship. In ICU Protocols: A
Stepwise Approach. Https://Doi.Org/10.1007/978-81-322-0535-7_49
Ulfa, M., & Fiqih Adhyaksafitri. (2015). Operasional Pemasangan Ventilator Di
Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Yogyakarta Abstrak. Department Of Public
Health, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2., 1(2), 117–126.
Widyaningsih, R., & Buntaran, L. (2016). Pola Kuman Penyebab Ventilator
Associated Pneumonia(VAP) Dan Sensitivitas Terhadap Antibiotik Di RSAB
Harapan Kita. Sari Pediatri, 13(6), 384.
Https://Doi.Org/10.14238/Sp13.6.2012.384-90
Wijayanti, A. M. N. (2004). Mechanical Ventilation. Critical Care Nursing
Quarterly, 27(3), 258–294. Https://Doi.Org/10.1097/00002727-200407000-
00006
Wiryana, M. (2007). Tinjauan Pustaka VENTILATOR ASSOCIATED
PNEUMONIA Made Wiryana Bagian/SMF Ilmu Anestesi Dan Reanimasi,
FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar. Jurnal Penyakit Dalam, 8(September
2007), 254–268.
Yazdani, M., Sabetian, G., Roudgari, A., & Feizi, M. (2015). A Comparative Study
Of Teaching Clinical Guideline For Prevention Of Ventilator-Associated
Pneumonia In Two Ways: Face-To-Face And Workshop Training On The
Knowledge And Practice Of Nurses In The Intensive Care Unit A Comparative
146
Study Of Teaching Clinica. J Adv Med Educ Prof, 3(2), 68–71. Retrieved
From
Https://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Pmc/Articles/PMC4403567/Pdf/Jamp-3-
68.Pdf
ZHANG, C. (2019). Informasi Umum Kriteria Inklusi : Kriteria Eksklusi : Metode
Statistik Teori Dasar Interval Waktu Di Itoring Senin-Tekanan Cuff. 81–85.
147
Lampiran 1
LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN
Saksi
....................................
(nama jelas)
149
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
Lampiran 3
KUESIONER PENELITIAN
Code
responden
Petunjuk:
Berilah tanda centang (√) pada kotak yang telah disediakan
sesuai dengan jawaban saudara.
Tanggal pengisian :………….
1. Data demografi
1) Lama bekerja di ICU :……………tahun/bulan
2) Pendidikan
□ D-3 keperawatan
□ D-4 keperawatan
□ S1 keperawatan
3) Usia :………tahun.
4) Jenjang karir perawat klinis
• Perawat Klinis (PK) I
• Perawat Klinis (PK) II
• Perawat Klinis (PK)III
• Perawat Klinis (PK)IV
• Perawat Klinis (PK)V
151
1. KUESIONER PENGETAHUAN
Petunjuk Pengisian:
Berilah tanda (√) pada pernyataan yang dianggap benar pada kotak
didepan pernyataan boleh lebih dari satu:
1. Pengertian VAP adalah:
• Pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam pada pasien dengan bantuan
ventilator mekanik baik itu melalui pipa endotracheal maupun tracheostomi.
• Pneumonia yang terjadi 48 jam di ruang ICU
• VAP merupakan salah satu bagian dari Hospital Acquired Pneumonia (HAP)
2. Prensentase risiko terjadi VAP paling tinggi terjadi pada
• Awal setelah pemasangan ETT berkisar sekitar 1%/hari untuk lima hari
pertama rawat inap, 2% untuk lima sampai sepuluh hari dan 3% per hari untuk
selanjutnya
• Awal setelah pemasangan ETT berkisar sekitar 3%/hari untuk lima hari
pertama rawat inap, 2% untuk lima sampai sepuluh hari dan 1% per hari untuk
selanjutnya
• Setelah pasien dirawat di ICU
3. Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian VAP adalah
• Penjamu,peraralatan yang digunakan,dan faktor petugas yang terlibat dalam
perawatan pasien.
• Penyakit dasar dari pasien HIV,PPOK,ARDS.
• Kepatuhan perawat dalam melakukan prosedur cuci tangang dan pemasangan
ventilator
4. Pengertian Ventilator associated pnemonia bundle (VAPb) adalah:
• Sekelompok tindakan bagi dokter dan perawat untuk pencegahan VAP
• Kumpulan pedoman pencegahan VAP
• Bundle VAP merupakan kumpulan Evidence Based Practise yang
diimplementasikan secara bersama-sama sehingga dihasilkan penurunan
insiden VAP
5. Tujuan dilakukan VAPb adalah:
• Mengurangi kematian,mengurangi morbiditas.
• Mengurangi komplikasi,mengurangi lama tinggal di rumah sakit.
• Mengurangi biaya lebih rendah.
6. Cara pencegahan VAP adalah:
• Mengurangi kolonisasi di orofaringeal, mengurangi kontaminasi peralatan
ventilator, mengurangi lama pemakian ventilator, mengurangi aspirasi.
• Melakukan sactionning setiap 4 jam
• Menghindari intubasi trakea, penggunaan VM sesingkat mungkin.
7. Diagnosa VAP dapat dilakukan dengan:
• Diagnosa cukup Dengan pemeriksaan hasil kultur sputum.
152
Petujuk pengisian
Berilah tanda centang (√) pada kotak yang telah disediakan
sesuai dengan jawaban anda .
Pilihan jawabannya adalah sebagai brikut:
TP = Tidak Pernah
K = Kadang-kadang
SR = Sering
SL = Selalu
No Pertanyaan TP K SR SL
1 Kepala ruangan saya mendukung saya untuk
melaksankan VAPb
2 Ketua Tim jaga saya mendukung saya untuk
melaksanakan VAPb
3 Rekan sejawat saya mendukung saya untuk
melaksanakan VAPb
4 Tim kesehatan lain (salah satunya dokter)
mendukung saya untuk melaksanakan VAPb
5 Saya akan mengikuti apa yang disampaikan oleh
kepala ruangan saya
6 Saya akan melakukan apa yang dianjurkan oleh
ketua tim jaga saya.
7 Saya akan mengikuti apa yang disarankan oleh
rekan sejawat saya
8 Saya akan mengikuti apa yang disarankan oleh tim
kesehatan lain (salah satunya dokter)
9 Kepala instalasi ICU mendukung saya untuk
melakukan penceghan VAP
10 Biasanya saya akan mengikuti apa yang ditetapkan
oleh PPI
a. Beri tanda Check list atau centang (√) pada jawaban yang
sesuai dengan persepsi yang anda lakukan. Mohon bantuan
untuk mengerjakan dengan cermat dan teliti.
b. Pilihan SS = Sangat Setuju, S = Setuju, TS = Tidak Setuju, STS = Sangat Tidak
Setuju
NO PERNYATAAN STS TS S SS
1 Peraturan rumah sakit merupakan faktor pendorong untuk
melakukan tindakan pencegahan VAP
2 Kesadaran akan akibat yang ditimbulkan jika terjadi VAP
menjadi faktor pendorong untuk melakukan tindakan
pencegahan VAP
3 Motivasi untuk menjalankan kewajiban, tanggung jawab
perawat menjadi faktor pendukung untuk melakukan
tindakan pencegahan.
4 Kondisi ruangan yang memerlukan tindakan yang cepat
merupakan hambatan untuk melakukan tindakan
pencegahan VAP
5 Adanya supervise dari atasan merupakan faktor pendorong
untuk melakukan tindakan pencegahan VAP
6 Adanya SOP yang ditetapkan dapat sebagai pendorong
untuk melakukan pencegahan VAP
7 Kenutuhan akreditasi rumah sakit atau evaluasi mutu
merupakan faktor pendorong untuk melakukan
pencegahan VAP
8 Kurangnya supervisi dari atasan dapat mempengaruhi
dalam melakukan pencegahan VAP
9 Belum ada pedoman buku dan format khusus menjadi
hambatan untuk melakukan tindakan pencegahan VAP
10 Faktor pengetahuan perawat tentang pentingnya
pencegahan VAP dalam asuhan keperawatan merupakan
faktor pendorong untuk melakukan tindakan pencegahan
VAP
11 Faktor malas merupakan faktor penghambat untuk
melakukan tindakan pencegahan VAP
12 Kondisi pasien yang gawat menjadi faktor penghambat
untuk melakukan tindakan pencegahan VAP
13 Faktor beban kerja merupakan penghambat untuk
melakukan pencegahan VAP
14 Minimnya reward merupakan penghambat untuk
melakukan pencegahan VAP.
15 Kurang informasi dalam pengetahuan terhadap pencegahan
VAP menjadi faktor penghambat tidak melakukan VAPb.
5. KUESIONER INTENSI
Petujuk pengisian
156
a. Beri tanda Check list atau centang (√) pada jawaban yang
sesuai dengan sikap yang anda lakukan. Mohon bantuan
untuk mengerjakan dengan cermat dan teliti.
b. Pilihan SS = Sangat Setuju, S = Setuju, TS = Tidak Setuju, STS = Sangat Tidak
Setuju
NO PERNYATAAN STS TS S SS
1 Saya melakukan cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
tindakan
2 Saya hanya melakukan oral hygine 1 kali dalam sehari
dengan menggunakan betadin.
3 Saya melakukan oral hygine dengan menggunakan sikat
yang lebut
4 Saya melakukan oral hygine setiap 4-6 jam dalam sehari
dengan clorhexsidine 0,2%.
5 Saya hanya memberikan posisi head up 30-45 ﹾbila tidak
ada kotra indikasi.
6 Saya melakukan mobilisasi dengan setiap 2 jam
7 Saya melakukan suctioning bila dibutuhkan
8 Sebelum sutionning ujung cateter close sution selula
disuweb dulu dengan alcohol 70%
9 Saya akan memberi label pada sirkuit ventilator dan
humidifer untuk memudahkan kapan waktu penggantian.
10 Saya selalu mengkaji setiap hari sedasi dan ektubasi
11 Setiap melakukan suntioning saya memakai APD
12 Pada hari ke3 saya selalu melakukan pengambilan darah
dan secreat untuk dilakukan kultur.
13 Saya setiap hari melakukan pengisian lembar ventilator
bundle.
14 Saya setiap hari melakukan pencegahan VAP sesuai
dengan SOP.
15 Saya selalu melakukan pengukuran ETT cuff 20-30 mmhg
setiap 8 jam
Lampiran 4
158
1. Tujuan
1) Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan kegiatan selama 120 menit diharapkan peserta mampu
melakukan dan menjelaskan kembali tentang pencegahan VAP dan VAPb
2) Tujuan Intruksional Khusus
Setelah dilakukan kegiatan selama 45 menit diharapkan peserta manpu:
a. Peserta dapat menjelaskan pengertian VAP dan VAPb.
b. Peserta mengetahui tujuan pencegahan VAP dan VAPb.
c. Peserta mengetahui komponen VAPb
d. Peserta dapat mengimplemetasikan ke pasien
2. Pokok bahasan
VAP dan VAPb
3. Sub pokok bahasan
1) Pengertian VAP dan VAPb
2) Tujuan pencegahan VAP dan VAPb
3) Cara pencegahan VAP
4) Cara mendiagnosa VAP
159
5) Komponen VAPb
4. Langkah-langkah kegiatan
No Tahap waktu kegiatan Kegiatan peserta metode media Media
kegiatan /alat
5. Metode evaluasi
160
6. Evaluasi
MATERI
PENCEGAHAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DAN
IMPLEMENTASI, PENGISIAN VENTILATOR ASSOCIATED
PNEUMONIA BUNDLE (VAPb)
Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) sampai sekarang masih menjadi
masalah perawatan kesehatan seluruh dunia. VAP menjadi penyebab kematian
tertinggi mencapai 20-30% dengan angka mortalitas 0-50% (Maqbool et al., 2017).
Dampaknya Length of Stay (LOS) pasien dengan VAP menjadi 4-19 hari dan biaya
rumah sakit meningkat menjadi $40.000-57.000 (Yazdani et al., 2015). Kejadian
VAP setiap tahun di RS Haji Surabaya masih ada, seharusnya kejadian VAP
menunjukkan data <5‰ dari standar yang ditetapkan.
1. Pengertian
Ventilator-associated pneumonia (VAP) berdasarkan Centers for Disease
Control and Prevention (CDC) adalah pneumonia yang terjadi setelah
pemasangan intubasi endotrakea lebih dari 48-72 jam adanya infiltrat baru atau
persisten pada gambaran radiologi; demam >38,5◦C; leukositosis atau
leukopenia; hasil kultur aspirasi endotrakea positif. VAP merupakan salah satu
bagian dari Hospital acquired pneumonia (HAP) (Permenkes No 27, 2017)
Ventilator-associated pneumonia bundle (VAPb) merupakan kumpulan
Evidence Based Practise yang diimplementasikan secara bersama-sama
sehingga dihasilkan penurunan insiden VAP.
2. Etiologi
VAP banyak disebabkan karena pemasangan Endotracheal Tube (ETT) atau
tracheostomy setelah 48 jam pemakaian ventilator mekanik (Permenkes No 27,
2017) Kejadian VAP meningkat seiring dengan peningkatan durasi penggunaan
161
tergenang dan menjadi media untuk pertumbuhan bakteri (Rahman, Huriani, &
Julita, 2017).
7. Diagnose vap
Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS)
Komponen Nilai Skor
0
2. Leukosit dalam darah (sel / mm 4) 4,000-11,000 / mm 3 1
3) 5) <4.000 atau> 11.000 / mm 3 2
6) ≥ 500 Band cell
0
1
3. Sekresi trakea (skala visual
4) Ketiadaan sekresi
yang subjektif) 2
5) Adanya sekresi trakea non purulen
6) Adanya sekresi trakea purulent
0
4) Tidak ada infiltrat 1
5) Bercak atau infiltrat diffus 2
4. Foto Thorax (pada radiografi
dada, tidak termasuk CHF dan 6) Infiltrate local
ARDS) 0
dan foto toraks. Skor <6 menyingkirkan diagnosis VAP sedangkan skor lebih tinggi
mengindikasikan kecurigaan VAP. CPIS menggunakan penilaian VAP dengan
menggunakan Clinical Pulmonary Infection Score dapat di lihat di tabel diatas.
1. Cuci Tangan:
Membersikan tangan setiap akan melakukan kegiatan terhadap pasien yaitu
dengan menggunakan lima momen kebersihan tangan. kebersihan tangan adalah
mencegah agar tidak terjadi infeksi, kolonisasi pada pasien dan mencegah
kontaminasi dari pasien ke lingkungan termasuk lingkungan kerja petugas.
2. Elevasi kepala tempat tidur (30 -45 derajat)
Perawatan pasien terpasang VM dalam posisi semi-berbaring bertujuan
untuk mencegah aspirasi isi lambung (Hellyer, Ewan, Wilson, & Simpson,
2016).
3. oral hygiene
Menjaga kebersihan mulut atau oral hygiene setiap 2-4 jam dengan
menggunakan bahan dasar anti septik clorhexidine 0,02% dan dilakukan gosok
gigi setiap 12 jam untuk mencegah timbulnya flaque pada gigi karena flaque
merupakan media tumbuh kembang bakteri patogen yang pada akhirnya akan
masuk ke dalam paru pasien.
4. Manajemen sekresi oroparingeal dan trakeal yaitu:
Suctioning bila dibutuhkan saja dengan memperhatikan teknik aseptik bila
harus melakukan tindakan tersebut
1) Petugas yang melakukan suctioning pada pasien yang terpasang ventilator
menggunakan alat pelindung diri (APD).
2) Gunakan kateter suction sekali pakai.
3) Tidak sering membuka selang/tubing ventilator.
4) Perhatikan kelembaban pada humidifire ventilator.
5) Tubing ventilator diganti bila kotor.
165
obat penenang
Restart di 1/2 Gelisah, agitasi dan kesakitan
dosis Respirasi rate>36x/menit
Oksigen saturasi <88%
Distress pernapasan
Acut aritmia
Kreteria
penyapihan SBT
aman (+) Kreteria SBT aman (+)
Pertimbangkan
untuk ektubasi Respirasi rate 36x/menit
Pernapasan rate <8x/menit
Oksigen saturasi <88%
Pernapasan distress
Akut aritmia
Perubahan tingkat
kesadaran
171
(1) Penderita terbangun dengan mata membuka > 10 detik, dan menatapi yang
bicara (nilai -1)
(2) Penderita terbangun, membuka mata dan menatap yang bicara tetapi tak
bertahan lama < 10 detik (nilai -2)
(3) Penderita bergerak merespons terhadap stimulus suara tetapi tanpa kontak
mata (nilai -3)
3. Dilanjutkan dengan penilaian respon terhadap stimulus fisik (jika tidak ada
respons terhadap stimulasi verbal) seperti menggoyang bahu atau menekan
sternum jika tidak ada respon terhadap mengguncang bahu;
(1) Penderita bergerak merespons stimulasi fisik (skor -4)
(2) Penderita tidak respons terhadap stimulus apapun (Skor -5.
E. Profilaksisi ulkus peptikum (PUD)
Menerapkan profilaksis peptikum merupakan intervensi penting pada
pasien kritis. Ulserasi dapat meningkatkan risiko nosokomial pneumonia.
Penyebab PUD adalah agen yang meningkatkan pH lambung dan dapat
meningkatkan pertumbuhan bakteri di perut, terutama basil gram negatif yang
berasal dari duodenum. Refluks isi lambung dan sekresi dapat terjadi pada
orang sehat, begitu pula pada pasien berventilasi dalam keadaan kritis akan
lebih rentan terhadap kejadian aspirasi. Lebih buruknya lagi, saat pasien kritis
terintubasi pasien tentu tidak memiliki kemampuan untuk mempertahankan
jalan napas mereka. Refluks esofagus dan aspirasi isi lambung pada
pengggunaan pipa endotrakeal dapat menyebabkan kolonisasi endobronkial
dan pneumonia.
F. Oral haygine dengan clorexidine 2 kali perhari
Plak gigi dapat menjadi reservoir yang berpotensi untuk kolonisasi bakteri
patogen pernafasan yang dapat menyebabkan VAP. Biofilm plak pada gigi yang
dikolonisasi oleh bakteri patogen yang berasal dari saluran pernafasan pada
pasien ventilasi mekanik. Plak gigi berkembang pada pasien yang menggunakan
ventilasi mekanik karena kurangnya gerakan mengunyah dan produksi saliva
yang menurun, padahal saliva mempunyai peran untuk dapat meminimalkan
munculnya biofilm pada gigi.
174
expansi paru akan optimal, bersihan jalan napas adekuat, sekret dapat keluar
dan tidak terjadi penumpukan sekret bronchial di paru sehingga dapat
mencegah atau meminimalkan koloni bakteri pathogen penyebab pneumonia.
Early mobility ini dilakukan dengan melihat kondisi pasien, pasien yang
kondisi atau vital signnya tidak stabil, ditunda untuk dilakukan early
mobility karena dapat meningkatkan metabolisme tubuh sehingga menambah
beban kerja jantung.
H. Suction
Tindakan suction merupakan suatu prosedur penghisapan lendir, yang
dilakukan dengan memasukkan selang kateter suction melalui selang
endotrakeal selang kateter suction yang digunakan ada 2 tipe yaitu close suction
system (CSS) dan open suction system (OSS).
Penggunaan CSS digunakan pada pasien yang terpasang ETT atau VM terutama dalam
pencegahan hipoximea dan infeksi nasokomial. Open suction digunakan satu
kali pemakian.
Lengan
mampu
Kaki mampu bergerak
bergerak melawan
melawan
gravitasi
177
PARAF PETUGAS
Surabaya…………………….
Mengetahui,
Kepala ruangan
(…………………………..) (…………
181
Keterangan:
VAC (Ventilator Associated Condition): bila memenuhi kriteria A Bila pasien menggunakan ventilator l
IVAC (Infection-related Ventilator-Associated Complication): surveilans VAE sesuai kondisi harian pasi
VAC+kriteria B dan C+ antbiotika baru prevention yang dilakukan. Observasi ha
Possible VAP (ventilator Associated Pneumonia): untuk mengetahui secara pasti hari ke
IVAC+Kriteria D atau E1 mengalami pneumonia akibat ventilator da
Probable VAP: IVAC+kriteria E2 setiap pasien terpasang ventilator. sebelu
harap kolom total hari pemasangan di
pemasangan menjadi denominator penghitu
data tambahan, tulis data dibagian keteran
nama kuman, hasil kultur dan sensitifitasnya
183