Anda di halaman 1dari 67

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KELOR (Moringa oleifera

Lamk) TERHADAP ORGANOLEPTIK DAN MIKROBIOLOGI PADA


PENGAWETAN DAGING KAMBING
SKRIPSI

OLEH
MONIKA NANCY NENOTEK
NIM. 1709010015

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN HEWAN


PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2022
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KELOR (Moringa oleifera
Lamk) TERHADAP ORGANOLEPTIK DAN MIKROBIOLOGI PADA
PENGAWETAN DAGING KAMBING
SKRIPSI
Untuk memenuhi persyaratan mencapai

derajat Sarjana Kedokteran Hewan (S.KH)

OLEH
MONIKA NANCY NENOTEK
NIM. 1709010015

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN HEWAN


PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2022

i
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KELOR (Moringa oleifera
Lamk) TERHADAP ORGANOLEPTIK DAN MIKROBIOLOGI PADA
PENGAWETAN DAGING KAMBING
Disiapkan dan disusun oleh :

Monika Nancy Nenotek


NIM. 1709010015

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji


Pada tanggal: 13 Juni 2022

Ketua Penguji :
drh. Meity M. Laut, M.V.St
NIP. 19810516 200812 2 003

Anggota I/Pembimbing I :
Dr. drh. Novalino H. G. Kallau, M.Si
NIP. 19801113 200801 1 004

Anggota II/Pembimbing II :

Dr. drh. Annytha I. R. Detha, M.Si


NIP. 19810816 200801 2 013

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan


untuk memperoleh gelar Sarjana
Pada tanggal:

Mengesahkan
Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan Program Studi Kedokteran Hewan
Universitas Nusa Cendana Koordinator,
Dekan,

Dr. dr. Christina Olly Lada, S.Ked., M.Gizi drh. Elisabet Tangkonda, M.Sc.,Ph.D
NIP.19720408 200501 2 002 NIP. 19830920 200912 2 001

ii
PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis

atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan

disebutkan dalam daftar pustaka.

Kupang, 13 Juni 2022

Monika Nancy Nenotek


NIM. 1709010015

iii
PERSEMBAHAN

“ Karena Masa Depan Sungguh Ada, Dan Harapanmu Tidak Akan Hilang”

(Amsal 23:18)

“ Tetapi Kamu Ini Kuatkanlah Hatimu, Jangan Lemah Semangatmu, Karena Ada

Upah Bagi Usahamu”

(2 Tawarikh 15:7)

Skripsi ini saya persembahkan bagi :

1. Tuhan Yesus Kristus yang oleh Rahmatnya saya bisa sampai pada tahap ini.

2. Kedua orang tua tercinta saya Bapak Eben Nenotek dan Mama Nelci Lopo.

3. Kakak Angela Nenotek, Adik Tika Nenotek, Kiemnov Nenotek dan Zetny

Nenotek.

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala rahmat anugerah, kasih serta bimbingan-Nya yang berlimpah, sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh

Pemberian Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk) terhadap

Organoleptik dan Mikrobiologi pada Pengawetan Daging Kambing”. Skripsi

ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas

Kedokteran dan Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana Kupang.

Selama melaksanakan penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa dalam

ada begitu banyak dukungan, motivasi, kritik dan saran yang selalu diberikan oleh

berbagai pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan baik. Oleh karena

itu, melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. dr. Christina Olly Lada, S.Ked., M.Gizi selaku dekan Fakultas Fakultas

Kedokteran dan Kedokteran Hewan, Universitas Nusa Cendana.

2. drh. Elisabet Tangkonda, M.Sc.,Ph.D selaku Koordinator Program Studi

Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana.

3. Dr. drh. Novalino H. G. Kallau, M.Si selaku pembimbing utama yang dengan

segala kesabaran telah membimbing, mengarahkan, dan membantu penulis selama

proses penelitian dan penulisan skripsi.

4. Dr. drh. Annytha I. R. Detha, M.Si sebagai dosen sebagai dosen pembimbing

pendamping yang dengan segala kesabaran telah membimbing, mengarahkan, dan

membantu penulis selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini.

5. drh. Meity M. Laut, M.V. St sebagai dosen penguji yang telah bersedia meluangkan

v
waktu untuk mengoreksi serta memberikan kritik, saran, dan masukan yang baik

demi penyempurnaan skripsi ini.

6. drh. Yohanes T.R.M.R. Simarmata, M.Sc selaku dosen penasehat akademik yang

telah menjadi orang tua di kampus yang dengan penuh kesabaran telah

membimbing, memberikan motivasi, dan semangat kepada penulis selama proses

pendidikan di Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan Universitas Nusa

Cendana.

7. Ibu Erni Kadja, S.Pt, Ibu Ani Loasana, S.Pt dan Ibu Shinta Klau, S.P sebagai tim

panitia skripsi yang selalu memberikan semangat serta membantu dalam segala

urusan administrasi kegiatan seminar, penelitian dan ujian skripsi penulis.

8. Seluruh Dosen FKH Undana yang dengan tulus mendidik dan memberikan ilmu

serta membantu penulis dengan caranya masing-masing, serta semua staf

kependidikan FKH Undana yang telah memfasilitasi dalam kegiatan penelitian dan

penulisan skripsi ini.

9. Orang tua tercinta bapak Eben Nenotek dan mama Nelci Lopo yang selalu

mendoakan, memotivasi, dan memberikan dukungan bagi penulis selama masa

perkuliahan, penelitian, dan dalam penulisan skripsi ini.

10. Saudara dan saudari terkasih kakak Angela, adik Tika, adik kiem dan adik Zetni

yang selau memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis selama proses

penelitian dan penulisan skripsi ini.

11. Keluarga besar Nenotek dan Lopo yang dengan cinta kasih sayang yang dengan

cara tersendri telah mendukung saya dalam penelitian ini.

12. Teman Oci Muda, dan Yesy Delang yang telah memotivasi dan membantu serta

vi
memberikan kasih sayang kepada saya selama saya berada di kampus.

13. Teman Heri Wunda, Novi Nano, Krista Nata, Jino Potu, Sedis Bude, Arif Koda,

Novi Woi, Jeje Labhu dan Chandra Amtiran yang sudah bersedia meluangkan

waktu menemani penelitian saya selama di laboratorium.

14. Pak Ari Benu yang sudah membantu dan membimbing saya selama penelitian saya.

15. Sarlin Snae yang menemani saya dalam proses pengambilan sampel daging

kambing di rumah potong hewan.

16. Keluarga besar Noni dan Tasae yang sudah membantu memberikan saya daun kelor

untuk melakukan penelitian saya.

17. Teman-teman kerang waring (Rini, Tesa, Tini, Dina, Desi dan Neni) yang dengan

segala kasih sayang yang telah mendukung saya untuk saya melakukan tugas akhir

saya.

18. Kakak Vani, kakak Oci dan Kakak Vin yang sudah membantu saya dalam

memberikan masukan, kritik dan saran selama penulisan tugas akhir saya.

19. Teman-teman terkasih keluarga besar angkatan ke-8 “Censa Videlbunia”

mahasiswa FKH Undana yang telah menjadi saudara, memberikan dukungan,

bantuan, kritik dan saran serta motivasi bagi penulis.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena

itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan dari semua pihak untuk memperbaiki hasil

penelitian ini menjadi lebih baik lagi. Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi sebuah

menfaat bagi semua orang khususnya Civitas Akademika FKKH Undana.

Kupang, Juni 2022

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN............................................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii
INTISARI ......................................................................................................... xiv
ABSTRACT ...................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penilitian ..................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5
2.1 Taksonomi Kambing.................................................................................. 5
2.2 Daging Kambing ....................................................................................... 6
2.3 Taksonomi Tumbuhan Kelor (Moringa oleifera Lamk) ............................. 8
2.3.1 Habitat Tumbuhan Kelor (Moringa oleifera Lamk) .......................... 8
2.4 Preservasi Daging .................................................................................... 11
2.5 Ekstraksi da Ekstrak ................................................................................ 12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................ 14
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 14
3.2 Materi Penelitian ..................................................................................... 14
3.2.1 Alat ................................................................................................ 14
3.2.2 Bahan ............................................................................................ 15
3.3 Rancangan Penelitian ............................................................................... 15
3.4 Metode Penelitian .................................................................................... 15
3.4.1 Pengambilan Sampel ...................................................................... 15
3.4.2 Persiapan dan pembuatan maserasi daun kelor ............................... 15
3.4.3 Pembuatan ekstrak daun kelor dengan metode maserasi ................. 17
3.4.4 Perlakuan Perendaman ................................................................... 18
3.4.5 Pemeriksaan Organoleptik ............................................................. 18
3.4.6 Pemeriksaan awal pembusukan ...................................................... 19
3.4.8 Pengujian Total Plate Count (TPC) ................................................ 19

viii
3.5 Definisi Operasional ................................................................................ 22
3.6 Variabel Penelitian................................................................................... 22
3.7 Analisis Data ........................................................................................... 22
3.8 Alur Penelitian......................................................................................... 24
3.9 Jadwal Penelitian ..................................................................................... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 26
4.1 Pemeriksaan Organoleptik pada Daging Kambing ................................... 26
4.1.1 Warna Daging Kambing................................................................. 26
4.1.2 Aroma Daging Kambing ................................................................ 28
4.1.3 Tekstur Daging Kambing ............................................................... 29
4.2 Pemeriksaan pH Daging Kambing ........................................................... 32
4.3 Pemeriksaan Awal Pembusukan Daging .................................................. 33
4.5 Total Plate Count (TPC) .......................................................................... 35
BAB V PENUTUP ............................................................................................ 39
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 39
5.2 Saran ....................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 41
LAMPIRAN ...................................................................................................... 49

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Syarat mutu mikrobiologi daging kambing/domba ..............................7


Tabel 2. Kuesioner pemeriksaan organoleptik Daging kambing .......................18
Tabel 3. Jadwal penelitian ................................................................................25
Tabel 4. Rata-rata hasil pemeriksaan pada warna daging kambing ....................26
Tabel 5. Rata-rata hasil pemeriksaan pada aroma daging kambig .....................28
Tabel 6. Rata-rata hasil pemeriksaan pada tekstur daging kambing...................30
Tabel 7. Standar deviasi pH daging kambing…………………………………..31
Tabel 8. Hasil pemeriksaan awal pembusukan dengan uji Eber………………..33
Tabel 9. Uji statistik pengaruh ekstrak daun kelor dan lama penyimpanan pada
daging kambing……………………………………………………….36
Tabel 10. Gambar penelitian ..............................................................................48
Tabel 11. Rata-rata penilaian panelis terhadap kualitas organoleptik daging
kambing .............................................................................................50

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pembuatan ekstrak daun kelor………………………………………..23

Gambar 2. Perlakuan perendaman ekstrak duan kelor menggunakan etanol 96%..24

Gamabr 3. Grafik hasil pemeriksaan pH daging kambing...………………………31

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar hasil penelitian…………………………………………...48


Lampiran 2. Rata-rata penilaian panelis terhadap kualitas organoleptik daging
kambing.........................................................................................50

xii
INTISARI

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KELOR (Moringa oleifera


Lamk) TERHADAP ORGANOLEPTIK DAN MIKROBIOLOGI PADA
PENGAWETAN DAGING KAMBING

Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan manusia. Salah satu ternak penghasil daging adalah kambing.
Daging kambing mengandung protein dan lemak. Nutrisi dalam daging kambing
menjadi tempat yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme sehingga daging
cepat mengalami kebusukan, atau memiliki masa simpan yang cepat. Untuk
menekan pertumbuhan mikroorganisme dan terjadi kebusukan daging sebaiknya
perlu dilakukan tindakan preservasi. Preservasi daging dapat dilakukan
menggunakan bahan kimia dan bahan alami. Salah satu bahan alami yang bisa
digunakan berasal dari tanaman. Tanaman yang bisa digunakanan adalah daun kelor
(Moringa oleifera Lamk). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui manfaat
pengaruh ekstrak daun kelor terhadap mikrobiologi dan organoleptik pada daging
kambing. Penelitian ini bersifat penelitian eksperimental laboratorium. Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging kambing segar bagian paha
(Biceps Femoris) dan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) menggunakan pola faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama terdiri dari
konsentrasi yaitu 0 sebagai kontrol dan 5%, 10%, dan 15% sebagai perlakuan.
Faktor kedua lama peletakan pada suhu ruang yaitu 6 jam,12 jam dan 18jam.
Parameter yang digunakan dalam peneilitian ini meliputi warna, aroma, tekstur, pH,
uji awal pembusukan dan total plate count (TPC). Hasil penelitian ini menunjukkan
adanya perubahan organoleptik pada daging. Untuk perubahan warna tejadi
perubahan warna merah kehijaun sampai hijau pada konsentrasi 15%. Pada
perubahan aroma dengan konsentrasi 5, 10, dan 15% semua aroma berbau khas
daun kelor pada jam ke 6, 12, dan 18. Untuk pengujian tekstur pada K3 dengan
konsentrasi 15% pada jam ke 6, 12, dan 18 mempertahankan tekstur kenyal. Uji
Eber dapat bertahan pada jam ke-6, 12, dan 18 dengan konsentrasi 15%. Pada pH
terdapat perbedaan yang nyata antara konsentrasi ekstrak dan lama penyimpanan
daging. Nilai TPC berada pada BMCM pada konsentrasi 10% jam ke-6 dan 15%
dari jam ke 6 dan jam ke 12

Kata Kunci : Daun kelor, preservasi, kualitas daging kambing

xiii
ABSTRACT

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KELOR (Moringa oleifera


Lamk) TERHADAP MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PADA
PENGAWETAN DAGING KAMBING

Meat is one of the livestock products that can hardly be separated from
human life. One of the livestock that produces meat is goat. Goat meat contains
protein and fat. The nutrients in goat meat are a good place for the growth of
microorganisms so that the meat quickly rots, or has a fast shelf life. To suppress
the growth of microorganisms and meat spoilage, preservation measures should be
taken. Preservation of meat can be done using chemicals and natural ingredients.
One of the natural ingredients that can be used comes from plants. Plants that can
be used are Moringa leaves (moringa oliefera Lamk). This research was conducted
to determine the beneficial effects of Moringa leaf extract on microbiology and
organoleptic properties of goat meat. This research is a laboratory experimental
research. The sample used in this study was fresh goat meat from the thigh (Biceps
Femoris) and this study used a Completely Randomized Design (CRD) using a
factorial pattern with two factors. The first factor consisted of concentrations,
namely 0 as control and 5%, 10% and 15% as treatment. The second factor is the
time of laying at room temperature, namely 6 hours, 12 hours and 18 hours. The
parameters used in this research include color, aroma, texture, pH, initial spoilage
test and total plate count (TPC). The results of this study indicate organoleptic
changes in meat. For color changes, there is a red-green to green color change at a
concentration of 15%. On changes in aroma with concentrations of 5, 10, and 15%,
all of the distinctive aromas of Moringa leaves were at 6, 12 and 18 hours. For
texture testing, K3 with a concentration of 15% at 6, 12, and 18 hours maintained a
chewy texture. Eber's test can survive at 6, 12 and 18 hours with a concentration of
15%. At the pH there was a significant difference between the concentration of the
extract and the storage time of the meat. The TPC value was in the BMCM at a
concentration of 15% from the 6th and 12th hours.

Keywords: Moringa leaves, preservation, quality of lamb

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kambing kacang, sebagai salah satu ternak ruminansia yang dibudidayakan,

memiliki daya adaptasi pada lahan tandus dengan ketersediaan pakan yang terbatas,

serta daya tahan terhadap penyakit. Selain itu kambing kacang juga bersifat prolific.

Jenis daun-daunan yang cukup digemari oleh kambing antara lain daun turi, lamtoro

dan nangka (Prabowo, 2010). Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional

tentang populasi kambing di Indonesia selama 3 tahun terakhir dari tahun 2018-

2020 untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sendiri mengalami peningkatan

dari tahun 2018: 682 202, tahun 2019: 835 614, tahun 2020: 999 730 (BPS, 2020).

Dari aspek produksi daging, permintaan daging kambing di Indonesia maupun di

dunia juga mengalami peningkatan pesat selama 10 tahun terakhir ini.

Daging kambing masing-masing mengandung protein 17,1% dan lemak

14,8%. Serat yang dimiliki oleh daging kambing diketahui lebih halus

dibandingkan serat daging sapi sehingga relatif lebih empuk apabila dibandingkan

dengan daging sapi (Wahyuni et al., 2019). Kandungan lemak daging kambing

juga diketahui lebih rendah dibandingkan daging sapi, sehingga menjadikan daging

kambing sebagai salah satu sumber protein hewani yang baik bagi kesehatan

apabila dikonsumsi tidak berlebihan. Namun, pasokan daging kambing relatif

terbatas karena usaha peternakan kambing di Indonesia didominasi oleh usaha

rumah tangga dengan skala kepemilikan 4-10 ekor. Nutrisi yang terkandung di

dalam daging kambing menjadi tempat yang baik bagi pertumbuhan

1
mikroorganisme. Hal ini dikarenakan daging menyediakan nutrisi lengkap dan

kadar air yang tinggi, yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme sehingga

daging cepat mengalami kebusukan, atau memiliki masa simpan yang cepat

(Olaoye dan Onilude, 2010).

Pertumbuhan mikroorganisme daging dapat ditekan dalam jangka waktu

yang cukup lama, maka perlu dilakukan preservasi. Warna daging kambing segar

berwarna merah cerah. Hasil penelitian menunjukan bahwa warna daging kambing

mengalami perubahan warna menjadi merah kecoklat-coklatan. Selain perubahan

warna terdapat juga perubahan bau, tekstur, penurunan daya ikat air dan kadar air

serta peningkatan pH daging kambing. Oleh karena itu disarankan daging disimpan

tidak lebih dari 6 jam pada suhu ruang agar kualitas daging tetap baik (Agustina et

al., 2015).

Pertumbuhan mikroorganisme pada daging ditunjang oleh lingkungan yang

ideal seperti kandungan nutrisi dan pH daging. Nutrisi dibutuhkan untuk menunjang

metabolisme pertumbuhan mikroorganisme, dan suasana asam atau basa

berpengaruh terhadap aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme

tersebut. Pertumbuhan mikroorganisme diikuti dengan kegiatan enzimatis mikroba

sehingga berpengaruh terhadap perubahan daging, seperti warna, tekstur, dan bau.

Kerusakan daging dapat dipercepat oleh kenaikan suhu, kelembapan, dan

ketersediaan oksigen (Ndahawali, 2016; Prihharsanti, 2016; Sitompul et al., 2015)

Preservasi daging dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia dan

bahan alami. Bahan alami yang digunakan diharapkan lebih aman dari bahan kimia

dan lebih potensial sebagai bahan antimikroba alami yang dapat mengawetkan

2
makanan (Beti et al., 2020). Salah satu tanaman yang berpotensi dalam menekan

pertumbuhan mikroba untuk memperpanjang masa simpan yaitu daun kelor

(Moringa oleifera Lamk). Tanaman kelor merupakan salah satu jenis tanaman yang

termasuk dalam famillia Moringaceae yang memiliki nilai ekonomis di daerah

tropis dan subtropis (Ayotunde et al., 2011).

Putra et al., (2017), menunjukan ekstrak daun kelor mengandung senyawa

fitokimia seperti alkaloid, flavonoid, fenolat, triterpenoida, steroida dan tanin.

Senyawa-senyawa ini memiliki potensi dalam menghambat pertumbuhan bakteri

antara lain Staphylococcus aureus dan Escherichia coli (Veronika et al., 2017) yang

merupakan agen bakteri pembusukan pada daging. Hal ini disebabkan oleh cara

kerja dari senyawa fitokimia tersebut yakni dengan denaturasi protein bakteri,

merusak membran sel bakteri, dan menganggu permeabilitas sel bakteri (Posangi et

al., 2013). Hal inilah menjadi latar belakang peneliti ingin melakukan penelitian

mengenai “Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk)

Terhadap Organoleptik dan Mikrobiologi pada Pengawetan Daging

Kambing”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas

dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh pemberian ekstrak daun kelor (Moringa oleifera

Lamk) terhadap organoleptik dan mikrobiologi pada pengawetan daging

kambing?

3
2. Berapa pH daging kambing sebelum dan sesudah diberi ekstrak daun kelor

(Moringa oleifera Lamk)?

3. Berapa konsentrasi ekstrak daun kelor (Moringa oleifera Lamk) yang baik

pada pengujian TPC daging kambing?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian ekstra daun kelor

(Moringa oleifera Lamk) terhadap organoleptik pada pengawetan daging

kambing.

2. Untuk mengetahui berapa pH daging kambing sebelum dan sesudah diberi

ekstrak daun kelor (Moringa oleifera Lamk).

3. Untuk mengetahui berapa konsentrasi ekstrak daun kelor (Moringa oleifera

Lamk) yang baik dalam pengujian TPC daging kambing

1.4 Manfaat Penilitian

1. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk pentingnya

menjaga kesehatan dengan memberikan pengawet alami pada daging tanpa

menggunakan bahan kimia berdasarkan kajian kesmavet.

2. Bagi Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya di Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan

Universitas Nusa Cendana dan menjadi referensi atau pustaka bagi peneliti

yang akan melakukan penelitian selanjutnya.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi Kambing

Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Artiodactyla

Famili : Bovidae

Upafamili : Caprinae

Genus : Capra

Spesies : C. aegagrus

Supspesies : C. a. hirus

Kambing kacang adalah kambing lokal Indonesia, dengan ciri tubuh relatif

kecil, dengan sistem pemeliharaan sangat sederhana, dan memiliki daya adaptasi

yang cukup tinggi. Kambing kacang sangat digemari oleh masyarakat untuk di

ternakan karena tubuhnya tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat

berkembangbiak, jumlah anak yang lahir lebih dari satu, jarak antar kelahiran

pendek serta pertumbuhan cepat. Penampilan produksi kambing kacang masih

sangat rendah pada usaha peternakan rakyat. Sistem beternak masih sangat

tradisional sehingga populasi kambing jantan sangat rendah. Untuk itu perlu

dibudidayakan secara baik sehingga populasi kambing kacang dapat berkembang

dengan baik, antara lain: usaha peningkatan kelahiran, penekanan jumlah kematian,

5
pengendalian pemotongan serta kebijakan pemerintah melalui penyebaran bibit

ternak lokal (Tmaneak et al., 2016)

2.2. Daging Kambing

Nutrisi yang terkandung di dalam daging kambing kacang yaitu: zat besi,

potasium, tiamin yang cukup tinggi. Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan

bahwa daging kambing memiliki lemak total, kolestrol, dan lemak jenuh yang lebih

rendah dengan daging lain pada umumnya (Afid dan Nurmasitoh, 2016).

Bakteri yang ditemukan pada daging biasanya bersifat gram positif (+) dan

gram negative (-). Bakteri gram positif: Micrococcus sp., Staphylococcus aureus,

Lactobacillus Sp., Leuconostoc Sp., Streptococcus Sp., Corynebacterium Sp., dan

Mycobacterium Sp. Sedangkan untuk bakteri gram negatife : Pseudomonas Sp.,

Escherichia coli, Alcaligenes Sp., Klebsiella Sp., dan Achromabacter Sp. Bakteri

yang merupakan penyebab pembusukan dan keracunan pada daging antara lain

Salmonella Sp, Escherichia coli, Staphylococcus albus, Staphylococcus aureus,

Bacillus proteus, dan Bacillus cereus (Nurhadi, 2012).

Menurut Standar Nasional Indonesia skor warna daging kambing terdiri dari

sembilan tingkat. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustiani et al., (2015)

didapatkan bahwa warna daging mengalami perubahan warna merah cerah menjadi

kecoklat-coklatan, pada suhu ruang. Perubahan warna tersebut disebabkan oleh

pigmen daging pada ruang terbuka sehingga berinteraksi dengan oksigen sehingga

warna daging menjadi merah kecoklat-coklatan dalam waktu beberapa jam, hal ini

disebabkan karena terjadi oksidasi pigmen daging menjadi metmioglobin.

6
Bau daging kambing sangat berpengaruh pada suhu ruang sedangkan untuk

tempat pemotongan tidak berpengaruh sama sekali. Adanya kerusakan protein oleh

bakteri akan menyebabkan perubahan bau pada daging. Produk degradasi protein

daging akan melepaskan gas-gas bau seperti amonia, hidrogen sulfida, serta metil

merkaptan Hasil uji tekstur sangat berpengaruh dalam masa penyimpanan saat

disimpan di dalam suhu ruang sedangkan untuk tempat pemotongan tidak

berpengaruh sama sekali. Aktivitas mikroba pada suhu ruang dapat mendegradasi

suhu protein pada daging sehingga tekstur daging berubah. pH daging kambing

semakin meningkat karena seiring penyimpanan pada suhu ruang. Meningkatnya

nilai pH selama penyimpanan pada suhu ruang disebabkan oleh aktifitas bakteri.

Peningkatan nilai pH selama penyimpanan disebabkan oleh adannya perkembangan

bakteri. Bakteri yang tumbuh pada daging akan merombak protein, karbohidrat, dan

lemak daging yang menghasilkan senyawa yang bersifat basa seperti ammonia.

Secara umum hasil metabolisme ini akan meningkatkan nilai pH daging (Agustina

et al., 2015).

Adapun parameter yang digunakan dalam menentukan syarat mutu

mikrobiologi daging kambing. Mikrobiologi normal daging kambing adalah

sebagai berikut:

Tabel 1. Syarat mutu mikrobiologi daging kambing/domba.

No Jenis Uji Satuan Persyaratan


1 Total Plate Count cfu/g maksimum 1 x 106
2 Coliform cfu/g maksimum 1 x 102
3 Staphylococcus aureus cfu/g maksimum 1 x 102
4 Salmonella sp per 25 g negatif
5 Escherichia coli cfu/g maksimum 1 x 101
Sumber : (BSN, 2008)

7
2.3. Taksonomi Tumbuhan Kelor (Moringa oleifera Lamk)

Menurut ITIS (2017) klasifikasi tanaman kelor sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Class : Dycotyledoneae

Ordo : Brassicales

Familia : Moringaceae

Genus : Moringa

Spesies : Moringa Oleifera Lamk

2.3.1. Habitat Tumbuhan Kelor (moringa oleifera Lamk)

Tanaman kelor (moringa oleifera Lamk) pertama kali ditemukan di India,

kemudian baru menyebar ke Benua Afrika dan Asia Barat. Di Indonesia kelor

tumbuh di beberapa Provinsi yakni Aceh, Melayu, Sumatera Barat, Lampung, Jawa

Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Maluku Utara, dan NTT (Setiawati et al.,

2008). Tanaman kelor dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis pada semua jenis

tanah, dapat tumbuh subur di atas ketinggan 700 dpl. Ciri-ciri pohon kelor:

pohonnya kelor tingginya bisa mencapai 7-11 meter. Batang kelor berkayu, bulat,

bercabang, berbintik hitam, dan putih kotor. Daun kelor majemuk, panjang 20-60

cm, anak daun bulat telur, tepirala, ujung berlekuk, dan berwarna hijau. Bunga

majemuk, bentuk malai, letak diketiak daun, panjang 10-30 cm. Buah kelor panjang

sekitar 20-45 cm, berisi 15-25 cm biji, berwarna coklat kehitaman. Biji bulat,

8
bersayap tiga dan berwarna hitam. Bentuk akar tunggang dan berwarna putih kotor

(Setiawati et al., 2008).

Pertumbuhan mikroorganisme dan pengujian organoleptik pada daging

kambing sangat diperlukan pengawetan. Sebaiknya pengawetan yang diberikan

berasal dari bahan alami, karena bahan alami mempunyai efek samping yang kecil.

Pengawetan sendiri mempunyai arti sebagai salah satu cara mempertahankan

daging untuk jangka waktu yang cukup lama agar kualitas maupun kebersihannya

tetap terjaga. Tujuan dari pengawetan adalah tetap menjaga dari serangan jamur,

virus, dan bakteri agar daging tidak mudah rusak (Paramita et al., 2018). Di

Indonesia banyak bahan pengawet alami yang digunakan seperti daun kelor

(Moringa oleifera Lamk). Daun kelor digunakan karena dapat menghambat

pertumbuhan bakteri penyebab kerusakan pada daging (Paramita et al., 2018).

Kelor merupakan tanaman dengan gizi tinggi yang dapat digunakan sebagai

sumber nutrisi oleh semua umur. Didalam kelor banyak ditemukan sumber nutrisi

penting seperti mineral, vitamin, asam amino, beta-karoten, antioksidan serta asam

lemak omega 3 dan 6 (Wickramasinghe et al., 2020). Kelor merupakan bahan

pangan yang kaya akan gizi makro dan mikro. Beberapa penelitian sebelumnya,

yang telah dilakukan oleh Zakarias et al., (2012) dengan mengambil daun muda

dari kelor dari penelitian tersebut diperoleh protein (28,25%), Beta karoten Pro

Vitamin (11,93 mg), Ca (2241,19 mg), Fe (36,91mg), dan Mg (28,03 mg).

Pengeringan adalah teknik yang paling umum digunakan dalam pengawetan

sayuran maupun daging. Pengeringan memperpanjang umur penyimpanan dan

mengurangi kadar air, tingkat dimana mikroorganisme tidak dapat tumbuh. Ada

9
beberapa penelitian menyebutkan bahwa telah ditemukan 60°C suhu pengeringan

terbaik dalam hal kandungan nutrisi. Blansing uap digunakan sebagai langkah awal

sebelum pengeringan untuk meminimalkan pengeringan dan untuk memastikan

inaktivasi lengkap enzim yang bertanggungjawab untuk oksidasi. Tujuan dari

inaktivasi enzim adalah untuk memodifikasi tekstur, mempertahankan warna, rasa,

nilai gizi dan udara yang terperangkap. Potensi daun kelor sebagai pengawetan

sangat baik karena daun kelor mengandung berbagai zat bioaktif. Daun kelor

dilaporkan mengandung antioksidan alami dan pigmen flavonoid, seperti

kaempferol, rhamnetin, isoquercitrin, dan kaempferitrin senyawa ini merupakan

penangkal radikal bebas yang efektif (Muthukumar et al., 2012).

Tanaman kelor (moringa oleifera Lamk) adalah jenis tanaman yang sering

digunakan orang banyak untuk mengobati berbagai penyakit. Manfaat kelor antara

lain : mengobati penyakit pada saraf pusat, kardiovaskuler, pernapasan, pencernaan,

integumen dan sistem kekebalan. Bunga, kulit, daun serta biji tanaman kelor

terbukti memiliki senyawa aktif yang dapat membantu menangani masalah gizi

buruk dan mampu mencegah berbagai kondisi penyakit serta meningkatkan

kesehatan (Berawi et al., 2019) .

2.4. Preservasi Daging

Preservasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengamankan daging atau

memperpanjang masa simpan. Tujuan dilakukan preservasi untuk mengamankan

daging dan produk daging dari kerusakan atau pembusukan oleh mikroorganisme

dan untuk memperpanjang masa simpannya. Metode preservasi meliputi

10
pendinginan atau refrigerasi, pembekuan, proses termal, pengeringan, iridasi,

pengepakan dan kimiawi (formalin) (Ka’auni, 2019).

Preservasi sendiri bisa dilakukan dengan banyak bahan alami tanpa harus

menggunakan bahan kimia. Karena hasilnya lebih baik dan aman bagi manusia

yang dikonsumsi tanpa adanya ketergantungan. Bahan alami bisa menggunakan

daun kelor, daun sirsak, daun salam dan masih banyak lagi tumbuhan alami yang

dapat digunakan. Daun kelor sendiri memiliki banyak manfaat hampir seluruh

bagian dari tanaman kelor tersebut. Dari hampir seluruh tanaman kelor baik daun,

akar, biji, kulit kayu, buah, bunga dan polong dewasa dari tanaman kelor adalah

sebagai bahan antibakteri. Banyak penelitian yang menggunakan daun kelor untuk

pengawetan alami karena bisa mencegah pertumbuhan bakteri. Salah satunya pada

pengawetan alami ikan cakalang (Wahyuni et al., 2018).

Pengepakan bisa dilakukan dalam preservasi untuk melindungi daging

melindungi terhadap oksigen yang berlebihan sehingga daging tetap dalam kondisi

baik seperti baru habis dipotong dengan warna daging, bau, tekstur masih bagus.

Pengepakan sendiri dapat merusak kualitas, warna, bau dan rasa. Selain preservasi

alami bisa dilakukan preservasi kimia. Preservasi kimia memiliki sifat untuk

menghambat kualitas daging selama masa penyimpanan terbatas. Namun

preservasi kimia sangat berbahaya dan tidak anjurkan untuk menggunakannya.

Pengawetan menggunakan formalin bisa dilakukan pada makanan tapi berbahaya

bagi kesehatan manusia. Akibat penggunaan formalin antara lain iritasi pada

saluran pernapasan, bahaya kanker serta alergi (Ka’auni, 2019). Larangan

penggunaan formalin sudah lama diterapkan, yaitu dalam Peraturan Menteri

11
Kesehatan Republik Indonesia No : 722/MENKES/PER/IX/98 Tentang Bahan

Tambahan Makanan sebagaimana telah diubah dengan Permenkes RI No. 003

Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, namun penyalahgunaan bahan kimia

tersebut dewasa ini masih banyak ditemukan. Hal ini membuktikan bahwa tidak

efektifnya peraturan perundang-undangan tersebut, dan penegakan hukumnya pun

masih dipertanyakan (Pontoh, 2018).

2.5. Ekstraksi dan Ekstrak

Salah satu metode yang digunakan untuk penemuan obat tradisional adalah

dengan metode ekstraksi. Menurut Mukhriani (2014) ekstraksi adalah proses

pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai.

Pemilihan metode ekstraksi bergantung pada sifat bahan dan senyawa yang akan

diisolasi. Proses ekstraksi dibagi dalam beberapa kelompok. Salah satu yang berasal

dari tumbuhan sebagai berikut: pengelompokkan bagian tumbuhan (daun, bunga dan

lain-lain), pengeringan dan penggilingan bagian tumbuhan, pemilihan pelarut yaitu

pelarut polar (air, etanol, metanol), semipolar (etil asetat, diklorometan) dan pelarut

non polar (n-heksan, petroleum eter, kloroform).

Jenis-jenis ekstraksi yaitu maserasi, ultrasound - assisted solvent extraction,

perkolasi, reflux dan destilasi uap. Metode ekstraksi dibagi dalam dalam dua cara

yaitu cara dingin dan cara panas. Cara dingin adalah maserasi dan perkolasi.

Sedangkan untuk cara panas adalah ekstraksi refluks dan ekstraksi dengan alat

soxhlet (Sarker, S.D., et al, 2006).

12
Metode maserasi dapat mencegah rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat

termolabil. Maserasi merupakan metode paling sederhana dan sangat baik

digunakan untuk skala kecil dan skala industri (Amelinda et al., 2018). Maserasi

adalah metode ekstraksi dengan proses perendaman bahan dengan pelarut yang

sesuai dengan senyawa aktif yang akan diambil dengan pemanasan rendah atau

tanpa adanya proses perendaman. Ekstraksi dengan metode maserasi sendiri

memiliki keuntungan yaitu, terjaminnya zat aktif yang diekstrak tidak akan rusak.

Kelemahan dari metode maserasi yaitu proses ekstraksi kurang sempurna dan

menyebabkan senyawa menjadi kurang terlarut dengan sempurna (Chairunnisa et

al., 2019). Metode yang kedua adalah metode perkolasi. Metode perkolasi adalah

metode yang cukup baik dalam mengatasi masalah penyaringan yang tidak

sempurna, tetapi metode perkolasi memerlukan pelarut dalam jumlah yang banyak

dibanding metode maserasi (Oktoviani, 2014).

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa

aktif dari simplisia hewani atau simplisia nabati menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan

sedemikian hingga memenuhi baku yang ditentukan. Ekstrak yang berasal dari

tumbuhan obat yang dibuat dari simplisia nabati dipandang sebagai bahan awal,

bahan antara atau bahan produk jadi (Depkes, 2000).

13
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2022. Pembuatan ekstrak

daun kelor dilakukan di Laboratorium Bioscience Universitas Nusa Cendana.

Pengambilan daging Kambing Segar di tempat pemotongan hewan milik pribadi

(Bapak Endi Tali) Kota Kupang serta uji mikrobiologi dan organoleptik di

Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner (IPHK) Fakultas Kedokteran dan

Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana.

3.2 Materi Penelitian

3.2.1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, blender

(cosmos), cool box, saringan, pisau, cawan petri pH meter, tabung reaksi, pipet

volumetrik, botol media, gunting, pinset, pembakar bunsen, wadah perendaman,

kalkulator, tabung reaksi, pipet, batang gelas bengkok, tabung durham, gelas ukur,

erlenmeyer, mikropipet, kapas, kertas label, tip mikropipet, kertas saring,

alumunium foil, tisu, mortar dan evaporator.

3.2.2. Bahan

Daun kelor (Moringa oleifera Lamk) yang telah dikeringkan, etanol 96%

(Onemed), daging kambing segar (biceps femoris), aquades steril, media Plate

Count Agar (PCA), dan Buffered Peptone Water 0,1% (BPW 0,1%).

14
3.3 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan

Acak Lengkap (RAL), pola faktorial dengan 2 faktor (Lentner et al., 1986). Untuk

faktor yang pertama adalah faktor konsentrasi ekstrak daun kelor yang terdiri dari

empat taraf yaitu konsentrasi 0% sebagai kontrol dan konsentrasi 5% , 10%, dan

15% sebagai kelompok perlakuan. Faktor kedua adalah faktor lama penyimpanan

pada suhu ruang yang terdiri dari 3 taraf yaitu jam 6, jam 12, dan jam 18.

3.4 Metode Penelitian

3.4.1 Pengambilan Sampel

Tahapan persiapan daging diawali dengan pengambilan daging kambing

segar di tempat pemotongan milik pribadi (Bapak Endi Tali) di Kota Kupang.

Kemudian, daging tersebut dibungkus dengan plastik steril dan disimpan dalam

cool box yang telah berisi es batu. Es batu digunakan untuk mempertahankan suhu

daging kambing saat di bawa ke Laboratorium.

3.4.2 Persiapan dan pembuatan maserasi daun kelor

1. Preparasi sampel

a. Pengambilan daun kelor segar

Proses pengambilan dilakukan pada pagi hari. Kemudian dipilih daun segar

berwarna hijau tanpa ada bercak bercak kuning atau bintik-bintik putih serta

berlubang.

b. Transportasi daun segar

Daun kelor disimpan di wadah yang bersih kemudian dibawa ke tempat

pengolahan.

15
c. Pencucian

Daun kelor dicuci dengan air yang mengalir untuk menghilangkan debu dan

kotoran yang menempel. Daun kelor yang telah bersih kemudian disimpan di dalam

wadah.

d. Sortasi

Daun kelor yang segar dan bersih diseleksi dengan memisahkan daun kelor

yang sudah rusak, berwarna kuning, serta berbintik putih. Kemudian memisahkan

daun kelor dari ranting- rantingnya.

e. Penirisan

Daun kelor hasil sortasi ditiriskan agar air yang masih menempel pada daun

dapat benar-benar hilang

3.4.3 Pembuatan ekstrak daun kelor dengan metode maserasi

Sebanyak 1500 g daun kelor bersih dikeringkan di dalam ruangan tanpa

terpapar cahaya matahari langsung (diangin-anginkan). Setelah daun kering maka

dihaluskan dengan blender sehingga diperoleh serbuk (simplisia) daun kelor kering

sebanyak 500 g. Kemudian dilakukan metode maserasi dengan cara serbuk daun

kelor direndam di dalam etanol 96% sebanyak 1000 mL dilakukan pengadukan

selama 30 menit kemudian wadah ditutup dan didiamkan selama 24 jam pada suhu

ruang, dan dilakukan remaserasi sebanyak 3 kali. Bahan yang telah dimaserasi

kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat. Semua filtrat dikumpulkan kemudian

dipekatkan dengan suhu 60° C selama ± 4 jam hingga diperoleh ekstrak kental.

Filtrat yang diperoleh merupakan larutan stok yaitu dengan konsentrasi 100%.

16
Kemudian ekstrak kental tersebut diencerkan dengan aquades 100 mL sehingga

diperoleh konsentrasi 5%, 10%, dan 15% (Widowati et al., 2014).

Prinsip pengenceran dilakukan dengan rumus :

M1.V1=M2.V2

Keterangan :

M1 = Konsentrasi ekstrak daun kelor yang tersedia (%)

V1 = Volume larutan yang akan diencerkan (mL)

M2 = Konsentrasi ekstrak daun kelor yang akan dibuat (%)

V2 = Volume larutan (air + ekstrak daun kelor ) yang diinginkan (mL).

Proses mendapatkan konsentrasi ekstrak 5% dibuat dengan cara menimbang

5 g ekstrak daun kelor kemudian ditambahkan 100 mL aquades. Untuk

mendapatkan konsentrasi 10% dibuat dengan menimbang ekstrak 10 g kemudian

ditambahkan 100 mL aquades. Untuk konsentrasi 15% dibuat dengan menimbang

15 g ekstrak daun kelor ditambahkan 100 mL aquades.

3.4.4 Perlakuan Perendaman

Sampel daging kambing dibagi menjadi 4 kelompok perendaman yaitu K0

(kelompok kontrol tanpa perlakuan perendaman ekstrak daun kelor (moringa

Oleifara Lamk). K1 (kelompok perlakuan ekstrak etanol daun kelor (moringa

oleifera) Lamk dengan konsentrasi 5%). K2 (kelompok perlakuan ekstrak etanol

daun kelor (Moringa oleifera Lamk) konsentrasi 10%. K3 (kelompok perlakuan

17
ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera Lamk) dengan konsentrasi 15%).

Setiap perlakuan dilakukan 4 kali ulangan dan setiap kelompok perlakuan

dibutuhkan 640 g daging kambing sehingga jumlah sampel yang digunakan 2.560

g (2,5 Kg) daging kambing. Masing-masing daging dimasukan kedalam wadah

perendaman dilakukan selama 30 menit kemudian tiriskan selama 15 menit, lalu

disimpan dalam suhu ruang selama 6 jam, 12 jam, dan 18 jam (Beti, 2019).

3.4.5. Pemeriksaan Organoleptik

Parameter organoleptik yang diamati adalah tekstur, bau, dan warna.

Pemeriksaan organoleptik dilakukan oleh 7 orang panelis. Setiap panelis

memberikan penilaian berdasarkan standar pada kuesioner yang diberikan.

Tabel 2. Kuesioner pemeriksaan organoleptik daging kambing

Tekstur Aroma Warna


1= Lembek dan berlendir 1= Berbau busuk 1= Hijau
2= Lembek 2= Berbau khas daun 2= Merah kehijauan
Kelor
3= Kenyal 3= Berbau khas 3= Merah kecoklatan
daging
4= Merah cerah

18
3.4.6 Pemeriksaan awal pembusukan

Pemeriksaan awal pembusukan dilakukan dengan menggunakan metode

Uji Eber dengan menggunakan Reagen Eber. Reagen Eber yang digunakan terdiri

dari 3 mL alkohol 96%, 1 mL eter dan 1 mL HCL pekat. Uji eber tersebut dilakukan

dengan cara sampel daging kambing sebanyak 1 g diposisikan menggantung di atas

Reagen Eber dalam tabung reaksi. Kemudian perubahan yang diamati selama 2-3

menit. Jika timbul atau muncul awan putih di sekitar daging tersebut maka daging

tersebut telah mengalami proses awal pembusukan. Apabila tidak ditemukan awan

putih disekitar daging tersebut maka daging tersebut belum mengalami

pembusukan (Dengen, 2015).

3.4.7 Pengukuran nilai pH

Pengukuran dilakukan menggunakan alat pH meter. Daging sebanyak 5 g

dilumatkan dalam mortar kemudian ditambahkan 10 mL aquades dan

dihomogenkan. Alat pH meter tersebut kemudian dimasukan ke dalam ekstrak

daging kambing dan dibaca angka yang ditunjukkan pada pH meter setelah

angkanya tetap. Jika pH meter telah selesai digunakan, elektroda (ujung pH meter)

tersebut langsung dibilas dengan aquades, lalu dilap dengan tisu dan dikeringkan

(Suada et al., 2018). Pengujian pH dilakukan dari T1 (6 jam), T2 (12 jam ), dan T3

(18 jam) (Beti, 2019).

3.4.8 Pengujian Total Plate Count (TPC)

Pemeriksaan berdasarkan SNI 2008:2897 (BSN 2008), TPC merupakan

teknik menghitung jumlah seluruh mikroba yang terdapat pada daging dengan

menggunakan media Plate Count Agar (PCA). Analisis TPC daging kambing

19
dilakukan dengan menimbang daging dalam cawan petri steril sebanyak 25 g, di

tambahkan larutan BPW 0,1% ke dalam wadah steril dihomogenkan selama 1-2

menit selanjutnya dihomogenkan untuk mendapatkan pengenceran 10-1.

Pengenceran 10-2 didaptakan dengan memindahkan 1 mL suspensi pengenceran 10-


1
dengan mikropipet steril kedalam larutan 9 mL BPW 0,1% untuk mendapatkan

pengenceran 10-2 pindahkan 1 mL larutan suspensi pengenceran menggunakan

pipet steril kedalam larutan 9 mL larutan BPW lalu diberi label pada tabung reaksi.

Pengenceran 10-2 dihomogenkan dan diencerkan lagi dengan cara mengambil 1 mL

larutan suspensi dengan pipet kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi yang

berisi 9 mL larutan BPW sehingga diperoleh pengenceran 10 -3. Selanjutnya,

dilakukan dengan cara yang sama untuk mendapatkan 10-4 dan 10-5. Kemudian

menggunakan mikropipet mengambil 1 mL dari 10-3 dan dituangkan ke dalam

cawan petri pertama setelah itu ditambahkan media PCA sebanyak 20 mL lalu

dihomogenkan dengan pemutaran membentuk angka delapan dan biarkan sampai

memadat. Kemudian dilakukan dengan cara yang sama pada pengenceran 10-4 dan

10-5. Selanjutnya cawan petri yang di tanam bakteri diinkubasi pada temperatur

34°C - 36°C selama 24 jam dengan meletakkan cawan dalam posisi terbalik.

 Perhitungan Jumlah Koloni

Jumlah koloni bakteri sampel dihitung menggunakan rumus Azizah dan

Soesetyaningsih (2020) :

Ʃ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖
Koloni per gram (cfu/gr) = 1𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛

20
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perhitungan jumlah koloni

pada bakteri sampel yaitu :

a. Cawan yang dipilih dan dihitung mengandung jumlah koloni antara 30-300

cfu/g. Jumlah koloni tiap sampel yang lebih dari 300 cfu/g dikategorikan

sebagai terlalu banyak untuk dihitung (TBUD) atau too numerous to count

(TNTC).

b. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu atau deret rantai koloni yang

terikat sebagai suatu garis dihitung sebagai satu koloni.

c. Koloni yang tumbuh menutup lebih besar dari setengah luas cawan petri,

tidak disebut sebagai koloni melainkan spreader.

d. Hasil perbandingan jumlah bakteri dari hasil pengenceran berturut-turut

yang lebih besar dengan sebelumnya adalah ˂ 2 maka hasil di rata-rata.

Namun jika hasilnya ≥ 2, maka menggunakan jumlah mikroba dari hasil

pengenceran sebelumnya (pengenceran terkecil).

21
3.5 Definisi Operasional

1. Lama simpan adalah jangka waktu produk mulai dari setelah diberikan

perlakuan dan disimpan pada jam ke 6, jam ke 12, dan jam ke 18.

2. Pengujian organoleptik adalah pengujian pada produk berupa warna, aroma,

dan tekstur pada penyimpanan jam ke 6, jam ke 12 dan jam ke 18.

3. Pengujian pH adalah pemeriksaan nilai pH terhadap pH produk pada

penyimpanan jam ke 6, jam ke 12, dan jam ke 18.

4. Pengujian awal pembusukan adalah untuk mengetahui awal pembusukan

produk yang dilakukan pada jam ke 6, jam ke 12, dan jam ke 18.

5. Pengujian TPC (Total Plate Count) adalah pengujian yang dilakukan untuk

menghitung jumlah mikroba pada jam ke 6, jam ke 12, dan jam ke 18.

3.6 Variabel Penelitian

Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu:

1. Variabel bebas : konsentrasi ekstrak etanol daun kelor dan lama simpan

2. Variabel terikat: kualitas mikrobiologi dan organoleptik daging kambing

3.7. Analisis Data

Data hasil pengukuran dan pengamatan dianalisis secara deskriptif (Beti,

2019).

22
3.8. Alur Penelitian

a) Pembuatan Ekstrak

Daun kelor dicuci pada air mengalir

Daun kelor dikeringkan

Daun kelor kering diblender (simplisia)

Daun kelor dimaserasi direndam dalam


etanol 96% selama 24 jam

Remaserasi sebanyak 3 kali

Ekstrak kental diuapkan

Rotaryvacum evaporotary pada suhu


60° C, 35 rpm selama ± 4jam

Konsentrasi 5%, 10%, 15%

Gambar 1. Pembuatan ekstrak daun kelor

23
b) Perlakuan Perendaman

Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan

Tanpa Pemberian Ekstrak Etanol Ekstrak Etanol Ekstrak Etanol


Ekstrak Etanol Daun Kelor Daun Kelor Daun Kelor
Daun Kelor Konsentrasi 5% Konsentrasi 10% Konsentrasi 15%

Pegujian T0 dilakukan 0 jam sebelum perendaman

Perendaman selama 30 menit dan penirisan selama 15 menit

Dikeluarkan dan disimpan pada suhu ruang dan pemeriksaan pH

Pengujian mikrobiologi dan organoleptik T1 (6jam) T2 (12 jam) dan T3 (18


jam) dan pengukuran pH

Gambar 2. Perlakuan perendaman ekstrak duan kelor menggunakan etanol


96%

24
3.9. Jadwal Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2022 dengan rincian

sebagai berikut:

Waktu Pelaksanaan
Jenis Kegiatan Januari April Juni
2022 2022 2022
Seminar Proposal
Penelitian
Seminar Hasil

Sidang Skripsi

Tabel 3. Jadwal penelitian

25
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pemeriksaan Organoleptik pada Daging Kambing

4.1.1 Warna Daging Kambing

Hasil pengamatan untuk lama simpan daging kambing dalam perendaman

ekstrak daun kelor terhadap warna daging, dapat dilihat pada Tabel 4. Data tersebut

berdasarkan pengamatan dari responden berdasarkan lama waktu perendaman

daging kambing dengan ekstrak daun kelor, dengan kriteria penilaian yaitu: skor 1

untuk warna hijau, skor 2 untuk warna merah kehijauan, skor 3 untuk warna

kecoklatan, dan skor 4 untuk merah cerah.

Tabel 4. Rata-rata hasil pemeriksaan pada warna daging kambing

Kelompok Lama Penyimpanan


Jam ke-6 Jam ke-12 Jam ke-18
K0 4 2 2
K1 2 2 2
K2 2 2 1
K3 2 1 1
Keterangan:Kriteria 1) : Hijau, Kriteria
Kriteria 2) : Merah Kehijauan,
Kriteria 3) : Merah Kecoklatan,
Kriteria 4) : Merah Cerah.

Hasil pengamatan pada pengujian organoleptik warna yang tersaji pada

Tabel 4 menunjukkan bahwa K0 pada jam ke-6 dan jam ke-12 terjadi perubahan

warna dari merah cerah ke merah kehijauan. Hal ini disebabkan perubahan pigmen

daging. Pigmen pada daging terdiri dari pigmen mioglobin dan pigmen

haemoglobin. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Afrianti et al., (2013) yang

mengatakan bahwa konsentrasi ekstrak daun kelor pada daging kambing adalah

pigmen mioglobin akan menyebabkan terjadinya otot merah atau otot putih.

26
Pengaruh perubahan warna pada daging disebabkan oleh pigmen oksimioglobin.

Fungsi mioglobin adalah sebagai tempat penyimpanan oksigen sedangkan

hemoglobin berfungsi sebagai transpor oksigen. Oksimioglobin adalah pigmen

penting pada daging segar. Pigmen oksimioglobin ini hanya terdapat pada

permukaan saja dan menggambarkan warna daging yang merah cerah atau merah

cherry. Jika daging berinteraksi dengan udara dalam jangka waktu yang lama maka

akan mengalami oksidasi yang lanjut dari oksimioglobin akan menghasilkan

pigmen metmioglobin yang akan berwarna coklat (Beti, 2019). Selama

penyimpanan daging secara umum, lapisan coklat metmioglobin terbentuk pada

permukaan daging dan stabil pada beberapa milimeter di bawah permukaan daging.

Pengamatan pada K1, K2, dan K3 pada penyimpanan jam ke-6, jam ke-12,

dan jam ke-18 tidak mengalami perubahan warna yang signifikan dan cenderung

mempertahankan warna dari merah kehijauan dan hijau. Warna hijau pada daun

disebabkan oleh adanya klorofil. Klorofil berperan sebagai penyusun nitrogen.

Daun akan menjadi hijau dan bertahan lama karena mengandung nitrogen. Jika

tanaman kekurangan nitrogen maka daun akan berubah warna dari hijau kelam ke

kuning pucat. Selain nitrogen warna hijau daun disebabkan oleh zat besi (Fe).

Fungsi zat besi (Fe) sebagai penyusun klorofil yaitu adanya korelasi antara

ketersediaan Fe dan kadar klorofil dalam tanaman. Produksi klorofil yang

berkurang dapat menyebabkan Fe sehingga daun muda akan berubah warna

menjadi kekuning-kuningan (Irwan, 2020). Semakin banyak konsentrasi ekstrak

daun kelor maka warna yang didapatkan semakin hijau pekat, warna hijau pekat

terjadi karena dilakukan evaporasi sehingga mendapatkan warna yang lebih pekat.

27
Daging mengalami perubahan warna bisa disebabkan oleh tahap pemotongan lebih

lanjut setiap sampel bagian dalam daging, warna daging akan berwarna cerah

artinya warna hijau dari ekstrak daun kelor hanya terdapat pada bagian atas

permukaan daging kambing dan tidak menembus bagian dalam daging (Ka’auni,

2019).

4.1.2 Aroma Daging Kambing

Hasil pengamatan untuk lama simpan daging kambing dalam perendaman

ekstrak daun kelor terhadap aroma daging, dapat dilihat pada Tabel 5. Data tersebut

sesuai pengamatan dari responden berdasarkan lama waktu perendaman daging

kambing dengan ekstrak daun kelor, dengan kriteria penilaian yaitu: skor 1 untuk

aroma berbau busuk, skor 2 untuk berbau khas daun kelor, dan skor 3 berbau khas

daging.

Tabel 5. Rata-rata hasil pemeriksaan pada aroma daging kambing

Lama Penyimpanan
Kelompok
Jam ke-6 Jam ke-12 Jam ke-18
K0 3 1 1
K1 2 2 2
K2 2 2 2
K3 2 2 2
Keterangan: Kriteria 1):Berbau Busuk,
Kriteria 2):Berbau Khas Daun Kelor
Kriteria 3):Berbau Khas Daging.

Perubahan aroma pada K0 untuk jam ke-6 dan jam ke-12 mengalami

perubahan aroma yang signifikan dari berbau khas daging hingga ke bau busuk.

Perubahan bau busuk pada daging karena adanya kerusakan protein oleh bakteri

yang menyebabkan perubahan bau pada daging. Penurunan produk protein daging

28
akan melepaskan gas-gas bau seperti amonia, hidrogen sulfida, serta metil

merkaptan (Agustina et al., 2015).

Kelompok perlakuan K1, K2, dan K3 lebih mempertahankan aroma khas

daun kelor bahkan hingga jam ke 18. Hal ini disebabkan adanya enzim Lipoksidase

yang terkandung dalam daun kelor (Dangur et al., 2020). Enzim Lipoksidase biasa

terdapat pada sayuran hijau, apabila sayuran tidak dimasak dengan sempurna maka

akan menimbulkan aroma yang tidak disenangi (Helingo et al., 2021). Penambahan

ekstrak daun kelor dapat berpengaruh terhadap bau daging kambing. Semakin

tinggi konsentrasi ekstrak daun kelor pada daging maka aroma kelor yang

didapatkan semakin kuat. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Mardiyah (2019)

yang mengatakan bahwa daun kelor segar yang dimasak selama 5 menit dapat

menginaktivasi enzim penyebab bau yang tidak disenangi. Namun, kenyataannya

proses memasak tidak dapat menghilangkan seluruh aroma yang tidak disenangi

sehingga apabila penggunaan daun kelor dalam jumlah besar tetap menghasilkan

bau khas daun kelor.

4.1.3 Tekstur Daging Kambing

Hasil pengamatan untuk lama simpan daging kambing dalam perendaman

ekstrak daun kelor terhadap tekstur daging, dapat dilihat pada Tabel 6. Data tersebut

sesuai pengamatan dari responden berdasarkan lama waktu perendaman daging

kambing dengan ekstrak daun kelor, dengan kriteria penilaian yaitu: skor 1 untuk

tekstur lembek dan berlendir, skor 2 untuk lembek, dan skor 3 untuk kenyal.

29
Tabel 6. Rata-rata hasil pemeriksaan pada tekstur daging kambing

Lama Penyimpanan
Kelompok
Jam ke-6 Jam ke-12 Jam ke-18
K0 3 2 1
K1 3 3 2
K2 3 3 2
K3 3 3 3
Keterangan: 1) Lember dan Berlendir
2) Lembek
3) Kenyal.

Berdasarkan hasil pengamatan pada K0 untuk jam ke-6 dengan tekstur

kenyal dan jam ke-12 tekstur daging masih lembek dan pada jam ke-18 tekstur

daging menjadi lembek dan berlendir. Perubahan tekstur pada daging diduga terjadi

karena lama peletakan daging yang semakin lama disimpan pada suhu ruang akan

menimbulkan tekstur yang lembek dan berlendir apabila dipegang sehingga

memungkinkan timbulnya bakteri (Dangur et al., 2020). Timbulnya kondisi lembek

dan berlendir pada daging disebabkan oleh proses rigor mortis pada saat mati telah

mencapai tahap dekomposisi. Pada saat dekomposisi maka jaringan-jaringan

bagian dalam akan cepat mengalami penguraian. Tekstur daging menjadi lembek

dan berlendir hal ini disebabkan dengan lamanya waktu penyimpanan. Lendir yang

ada pada permukaan daging terbentuk akibat pertumbuhan massa bakteri dan

terlepasnya struktur protein daging dalam asam amino sudah mengalami proses

metabolisme oleh mikroba sehingga daging menjadi basah (Amri et al., 2018). Ada

beberapa jenis bakteri yang dapat menimbulkan lendir penyebab pembusuk pada

daging yaitu: Pseudomonas, Lactobacillus, Enterococcus, Weissella, dan

Brochothrix (Beti, 2019).

30
4.2. Pemeriksaan pH Daging Kambing

Tingkat Keasaman atau pH adalah salah satu indikator dalam penentu

kualitas daging. pH normal daging kambing adalah 5,3-5,9. Pengujian pH

menggunakan pH meter. Pemeriksaan pH juga dilakukan pada ekstrak daun kelor

sebelum dilakukan perendaman. Nilai pH ekstrak daun kelor yaitu 5% dan 10%

adalah 5,6 dan konsentrasi 15% 5,8.

Tabel 7. Standar deviasi pH daging kambing


Presentase Nilai pH Daging

5% 5,6
Konsentrasi Daun
Kelor 10% 5,6

15% 5,8

5.9
5.8
5.7 5.8
5.6 5.7 5.7
5.5 5.6 5.6 5.6 5.6
5.4 5.5 5.5 5.5
5.3 5.4
5.2 5.3
5.1
5
T0 T1 T2 T3

K1 K2 K3

Gambar 3. Grafik hasil pemeriksaan pH daging kambing. K1 (5%), K2 (10%) dan K3 (15%)
T1 (6 jam), T2 (12 jam) dan T3 (12 jam)

Berdasarkan hasil yang diperoleh, pada kelompok K0 perlakuan jam ke-6,

jam ke-12 dan jam ke-18 pH daging berada pada kisaran normal 5,3-5,6. Menurut

Ka’auni et al., (2020) menyatakan jika pH lebih rendah maka pertumbuhan

31
mikrobiologi akan berkurang dan apabila pH daging yang tinggi maka pertumbuhan

mikrobiologi meningkat. pH daging berpengaruh pada kebusukan daging apabila

pH melewati kisaran normal pH daging yaitu 8 (bersifat basa) sehingga daging tidak

bisa dikonsumsi. Hal ini juga dikatakan oleh Juli (2021) bahwa peningkatan nilai

pH pada perlakuan disebabkan karena adanya metabolisme mikroba pada daging

yang menghasilkan NH3 (amonia) dan H2S (hidrogen sulfida) sehingga pH

mengalami peningkatan. Adapun faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

peningkatan pH karena adanya pemecahan protein yang menjadi senyawa volatil

seperti amonia. Senyawa amonia tersebut dapat berinteraksi dengan air yang

terkandung dalam daging sehingga daging dapat membentuk amonia hidroksida

sehingga pH meningkat (Ka’auni et al., 2020).

Kelompok K1, K2, dan K3 peningkatan pH terjadi tetapi masih dalam

kisaran normal 5,4-5,8. Adanya peningkatan pH karena lama simpan daging pada

suhu ruang sehingga mulai adanya kerusakan protein oleh mikroorganisme. Hal ini

terjadi karena pH ekstrak daun kelor bersifat asam dan terdapat juga kandungan

antimikroba dalam daun kelor yaitu flavonoid dan tanin. Flavonoid memiliki sistem

kerja yaitu dengan mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel

sitoplasma. Sistem kerja tani yaitu menghambat pertumbuhan bakteri dengan

mempresipitasi protein karena tanin diduga mempunyai efek yang sama dengan

senyawa fenolik sebagai antibakteri (Beti, 2019). Keberhasilan suatu produk itu

bisa bergantung pada pH, apabila suatu produk memiliki nilai pH yang rendah pada

umumnya dapat meningkatkan daya simpan produk karena bakteri dapat bertahan

pada pH yang bersifat basa kira-kira 8,0. Kondisi daging yang memiliki pH tinggi

32
dapat menguntungkan bagi pertumbuhan jamur dan ragi, kecuali bakteri yang tahan

terhadap pH rendah (acidophilic) (Soeparno, 2005).

4.3. Pemeriksaan Awal Pembusukan Daging

Hasil pemeriksaan pada keempat kelompok daging kambing

menggunakan dua kriteria yaitu hasil positif (+) dan hasil negatif (-). Hasil positif

ditunjukkan sudah terjadi awal pembusukan dengan terbentuknya kabut NH4Cl

pada dinding tabung reaksi, sedangkan untuk hasil negatif tidak menunjukkan

adanya kabut NH4Cl pada dinding tabung reaksi.

Tabel 8. Hasil pemeriksaan awal pembusukan dengan uji Eber


Lama Penyimpanan
Kelompok Jam ke-6 Jam ke-12 Jam ke-18
K0 - - +
K1 - - +
K2 - + +
K3 - - -
Keterangan: + (awal pembusukan), - (tidak terjadi pembusukan)

Pada Tabel pengamatan 8 untuk Uji Eber menunjukkan pada kelompok K0

jam ke-6 menunjukkan hasil positif (+), untuk jam ke-12 menunjukkan hasil negatif

(-) dan 18 menunjukkan hasil positif (+). Pada kelompok K1 jam ke-6 dan jam ke-

12 menunjukkan hasil negatif dan jam ke-18 menunjukkan hasil positif. Kelompok

K2 pada jam ke-6 menunjukkan hasil negatif dan jam ke-12 dan jam ke-18

menunjukkan hasil positif. Kelompok K3 pada jam ke-6 menunjukkan hasil negatif,

jam ke-12 menunjukkan hasil negatif dan jam ke-18 hasilnya negatif.

Lama pembusukan terjadi karena lamanya waktu penyimpanan. Hal ini

terjadi yang karena adanya senyawa antimikroba yang terdapat dalam ekstrak daun

33
kelor pada setiap kelompok perlakuan. Untuk kelompok K1 dengan ekstrak 5%, K2

dengan ekstrak 10%, K3 untuk ekstrak 15% serta K0 tanpa perlakuan ekstrak 0%.

Hasil Uji Eber pada kelompok K3 menunjukkan tidak terjadi pembusukan pada jam

ke-18 hal ini menunjukkan bahwa K3 dengan konsentrasi 15% dengan konsentrasi

yang tinggi mampu menekan pertumbuhan bakteri pada jam ke-18.

Sistem kerja Uji Eber yaitu daging yang mengalami pembusukan akan

mengeluarkan gas NH3, Gas Amonia akan berikatan dengan asam kuat HCL

sehingga terjadi NH4Cl (gas). Daging yang mengalami pembusukan akan

mengeluarkan gas putih pada dinding tabung reaksi (Dengen, 2015). Terjadi

pembusukan pada daging disebabkan oleh adanya kontaminasi dan pertumbuhan

mikroorganisme berupa bakteri pembusuk. Suhu yang dapat mempercepat

pertumbuhan bakteri adalah suhu 4 °C sampai 60 °C sehingga sangat dianjurkan

untuk penyimpanan daging pada suhu tersebut berkisar 2 sampai 4 jam dan tidak

lebih melebihi waktu batas tersebut (ANZFA, 2001).

Usmiati dan Marwati (2007) mengatakan bahwa aktivitas mikroba

menyebabkan terjadinya degradasi protein daging menjadi asam amino sehingga

sel-sel daging menjadi busuk. Hal inilah yang menyebabkan daya simpan daging

dan kualitas daging menurun. Beberapa jenis bakteri pembusuk yang paling sering

ditemukan pada daging kambing adalah Aeromonas, Enterococcus, Acinetobacter,

Moraxella, Chromobacterium, dan Pseudomonas (Sunandi et al., 2013).

Veronika et al., (2017) menjelaskan bahwa mekanisme organisme

menggunakan maserasi daun kelor disebabkan oleh adanya kandungan fitokimia

yang bersifat sebagai antibakteri. Antibakteri tersebut yaitu flavonoid, tanin,

34
saponin, dan polifenol dengan mekanisme penghambatan bakteri. Sistem kerja

flavonoid yaitu dengan mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran

sitoplasma. Sistem kerja tanin dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan

mempresipitasi protein karena tanin diduga mempunyai efek yang sama dengan

senyawa fenolik sebagai antibakteri. Sistem kerja Saponin bersifat sebagai

antibakteri dengan merusak membran sel. Sistem kerja Polifenol menghambat

bakteri dengan meracuni protoplasma, menembus dan merusak dinding sel

sehingga menyebabkan kerusakan sel serta dengan mengendapkan protein sel

bakteri pada konsentrasi tinggi sedangkan pada konsentrasi rendah dapat

menghambat sintesis enzim.

4.4. Total Plate Count (TPC)

Menurut SNI 2008:2897 batasan maksimum cemaran mikrobiologi Total

Plate Count (TPC) yaitu 1x106 (BSN, 2008). Uji TPC dilakukan dengan media PCA

dan BPW dengan metode agar tuang. Uji TPC dilakukan untuk menghitung

cemaran mikroba pada dalam daging dengan ambang bmcm (BSN, 2008).

Perhitungan TPC dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan hasil perhitungan TPC daging kambing

Kelompok Lama Simpan Daging


Jam ke-6 Jam ke-12 Jam ke-18
7* 8*
K0 6,1x10 1,4x10 2,8x107*
K1 2,3x108* 9,0x108* 1,5x107*
5 8*
K2 1,3x10 2,3x10 2,0x108*
K3 8,1x105 1,1x105 5,1x108*
Keterangan : * menandakan nilai TPC melebihi batas cemaran SNI (>1x10 6)

35
Berdasarkan Tabel 9 di atas pada jam ke-18 semua kelompok berada pada

batas cemaran maksimum SNI. Pada TPC K2 untuk jam ke-6 dan K3 untuk jam ke-

6 dan jam ke-12 yang masih berada dibawah standar SNI. Standar Nasional

Indonesia merekomendasi batas maksimum cemaran mikroba pada daging segar

yaitu 1x106 cfu/g sehingga bisa dikatakan konsentrasi ekstrak daun kelor sebesar

10% pada jam ke-6 dan 15% pada jam ke-6 dan 12 yang sesuai dengan SNI. Hal ini

terjadi karena tingginya antimikroba pada konsentrasi tersebut.

Rendahnya nilai TPC pada K2 dengan konsentrasi 10% pada jam ke-6 dan

K3 dengan konsentrasi 15% pada jam ke-6 dan jam ke-12, disebabkan oleh

antibakteri yang terdapat dalam kandungan ekstrak daun kelor seperti tanin,

saponin, flavonoid dan alkaloid (Bukar et al., 2010). Ekstrak daun kelor berperan

sebagai penghambat pertumbuhan bakteri. Kandungan metabolit sekunder yang

terkandung didalam daun kelor mempunyai peran dan fungsi masing-masing. Tanin

pada daun kelor berperan sebagai pendenaturasi protein serta mencegah proses

pencernaan bakteri. Flavonoid berperan sebagai senyawa yang mudah larut dalam

air untuk kerja antimikroba dan antivirus (Swandina et al., 2017). Saponin berperan

sebagai penghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengurangi efisiensi

pemanfaatan glukosa dalam mikroorganisme. Alkaloid dapat mengganggu

terbentuknya komponen peptidoglikan pada sel, sehingga lapisan dinding sel tidak

terbentuk dengan utuh dan dapat menyebabkan kematian sel (Beti et al., 2020).

Penyimpanan pada suhu refrigerasi yang digunakan juga dapat membantu

menekan pertumbuhan mikroba. Karena prinsip dasar pada umumnya penyimpanan

pada suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan menghambat

36
reaksi-reaksi enzimatis, kimiawi dan biokimia (Swandina et al., 2017).

Perkembangan mikroba yang mengkontaminasi daging kambing disebabkan karena

kadar air yang tinggi dan zat gizi mendukung pertumbuhan mikroba tersebut.

Kontaminasi dapat berasal dari hewan produksi itu sendiri. Adapun kontaminasi

silang dapat terjadi bila makanan jadi yang diproduksi berhubungan langsung

dengan permukaan kulit selama proses pe,rsiapan yang sebelumnya telah

terkontaminasi kuman patogen. Terdapat dua transmisi dalam pertumbuhan bakteri.

Transmisi yang pertama adalah transmisi bakteri yang cepat menyebar dan dapat

dipancarkan secara langsung dari air termasuk proses pencernaan, sisa pencernaan

dan makanan yang tercemar. Transmisi kedua dapat melalui mulut, meningkatnya

jumlah bakteri dapat juga melalui udara dan kontak dengan kulit (Arif, et al 2014).

Beti, 2019 menjelaskan bahwa semakin rendah konsentrasi ekstrak daun

kelor maka nilai TPC akan mengalami peningkatan. Hal ini terjadi karena laju

pertumbuhan bakteri yang cepat sehingga tidak dapat dihambat oleh senyawa

antimikroba dalam jumlah yang kecil. Peningkatan jumlah TPC karena dipengaruhi

oleh lama penyimpanan daging. Hal ini disebabkan karena aktivitas ekstrak daun

kelor daging kambing yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri

(bakteriostatik) tidak membunuh bakteri (bakterisidal). Sehingga pada kelompok

perlakuan tetap terjadi pertumbuhan walau tetap diberi perlakuan dengan

perendaman ekstrak daun kelor.

Nai et al., 2020 mengatakan terjadinya peningkatan TPC karena kurangnya

efektifitas daya hambat senyawa antimikroba yang disebabkan oleh perubahan

kimia pada zat aktif selama penyimpanan terutama senyawa polifenol seperti tanin

37
dan flavonoid yang rusak selama proses oksidasi karena oksigen yang

menyebabkan senyawa polifenol tersebut berubah stuktur dan akhirnya

menyebabkan kemampuan sebagai antibakteri menurun sehingga terjadinya

peningkatan TPC.

38
BAB V

PENUTUP

1.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Pada pengamatan organoleptik menunjukkan pemberian ekstrak daun kelor

pada konsentrasi 5% (K1) dapat mempertahankan warna daging kambing pada

jam ke-6, jam ke-12 dan jam ke-18. Pada pengamatan dengan ekstrak daun

kelor 5% (K1) dan 10% (K2) dapat mempertahankan aroma daging kambing

pada jam ke-6, jam ke-12 dan jam ke-18. Pada pengamatan dengan ekstrak 15%

(K3) dapat mempertahankan tekstur daging kambing pada jam ke-6, jam ke-12

dan jam ke-18. Sedangkan perlakuan K0 pada organoleptik baik warna, aroma

dan tekstur lebih mempertahankan organoleptik daging.

2. Pemeriksaan pH pada kelompok K0 tanpa perlakuan ekstrak daun kelor

memiliki pH kisaran normal yakin 5,3-5,6. Kelompok perlakuan menunjukkan

bahwa pH mengalami peningkatan, namun masih dalam kisaran normal daging

kambing dengan kisaran K1: 5,6, K2: 5,7 dan K3:5,8.

3. Hasil pemeriksaan TPC pada kelompok konsentrasi ekstrak daun kelor 10%

(K2) pada jam ke 6, dan 15% (K3) menunjukkan bahwa nilai TPC dari jam ke-

6 dan jam ke-12 berada di bawah batas maksimal cemaran mikroba (BMCM).

Dan pada kelompok K0, dan K1 TPC daging kambing melebihi batas cemaran

mikroba.

39
1.2. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang cita rasa pada daging kambing yang

diberi perlakuan ekstrak daun kelor.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang jenis mikroba yang terdapat pada

daging kambing yang diberi perlakuan ekstrak daun kelor.

40
DAFTAR PUSTAKA

Afid dan Nurmasitoh. (2016). Efek Konsumsi Daging Kambing terhadap Tekanan
Darah. KesMas: Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad
Daulan, 10(1), 85–90.

Afrianti, M., Dwiloka, B., dan Setiani, B. E. (2013). Perubahan Warna, Profil
Protein dan Mutu Organoleptik Daging Ayam Broiler Setelah Direndam
Dengan Ekstrak Daun Senduduk. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 2(3),
116–120.

Arif, S., Masdiana, Ch., Widati A.S. (2014). Uji Total Plate Count (TPC) dan
Enterobacter Daging Kambing di Pasar Kota Malang. Universitas Briwijawa,
Malang 65145 Indonesia.

Agustina, K. K., Suada, K. I., dan Sembiring, R. U. (2015). Kualitas Daging


Kambing yang Disimpan pada Suhu Ruang Ditinjau dari Uji Subjektif dan
Objektif. Indonesia Medicus Veterinus, 4(2), 155–162.

Amelinda, E., Widarta, I. W. R., dan Darmayanti, L. P. T. (2018). Pengaruh Waktu


Maserasi Terhadap Aktivasi Antioksidan Ekstrak Rimpang Temulawak
(Curcuma xanthorriza Roxb.). Jurnal Ilmu Dan Teknologi Pangan (ITEPA),
7(4), 165.

Aminah S, Ramdhan T, dan Yanis M. 2015. Kandungan Nutrisi dan Sifat


Fungsional Tanaman Kelor (Moringa oleifera). Buletin Pertanian Perkotaan,
5(2):35-36.

Amri, M. C., Sugito, S., Sulasmi, S., Nurliana, N., Ismail, I., dan Abrar, M. (2018).
13. Quality of Broiler Meat after Treatment of Jaloh Extract and Turmeric
Extract and Infected By Eimeria tenella. Jurnal Medika Veterinaria, 12(2), 77–
83. https://doi.org/10.21157/j.med.vet..v12i2.4109

41
Ayotunde EO, Fagbenro OA, dan Adebayo OT. 2011. Toxicityof aqueous extract
of Moringa oleifera seed powder to nile tilapia oreochromis niloticus
(LINNE1779), fingerlings. International Research Journal of Agricultural
Science and Soil Science, 1(4): 142-150.

Azmidaryanti R, Misrianti R, Siregar S. 2017. Perbandingan Morfometrik


Kambing Kacang yang Dipelihara Secara Semi Intensif dan Intensif di
Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil
Peternakan, Vol. 05 No. 2 Juni 2017

Azizah, A., dan Soesetyaningsih, E. (2020). Akurasi Perhitungan Bakteri pada


Daging Sapi Menggunakan Metode Hitung Cawan. Berkala Sainstek, 8(3), 75.

[ANZFA] Australia New Zeeland Food Authority. 2001. Food Safety Standars:
Temperature Control Requirements. Australia.

Beti, V. (2019). Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk)
Terhadap Kualitas Mikrobiologi dan Organoleptik Daging Sapi. Skripsi, 5–
24.

Beti N.V., Wuri D. A., dan Kallau N.H.G. 2020. Pengaruh Infusa Daun Kelor
(moringa oliefera Lamk) Terhadap Pertumbuhan Mikrobiologi dan
Organoleptik pada Daging Sapi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Nusa Cendana. Vol. 8 No. 2:182-201.

Berawi, K. N., Wahyudo, R., dan Pratama, A. A. (2019). Potensi Terapi Moringa
oleifera ( Kelor ) pada Penyakit Degeneratif Therapeutic Potentials of
Moringa oleifera ( Kelor ) in Degenerative Disease. Jurnal Kedokteran
Universitas Lampung, 3, 210–214.

(BPS) Badan Pusat Statistik. 2020. Populasi Kambing menurut Provinsi (Ekor),
2018-2020

42
BSN, 2008. (2008). Mutu karkas dan daging ayam.

Bukar, A., Uba, A., dan Oyeyi, T. (2010). Antimicrobial profile of moringa oleifera
lam. Extracts against some food – borne microorganisms. Bayero Journal of
Pure and Applied Sciences, 3(1), 43–48.

Chairunnisa, S., Wartini, N. M., dan Suhendra, L. (2019). Pengaruh Suhu dan
Waktu Maserasi terhadap Karakteristik Ekstrak Daun Bidara (Ziziphus
mauritiana L.) sebagai Sumber Saponin. Jurnal Rekayasa Dan Manajemen
Agroindustri, 7(4), 551.

Dengen, P. M. . (2015). Perbandingan Uji Pembusukan dengan Menggunakan


Metode Uji Postma, Uji Eber, Uji H2S dan Pengujian Mikroorganisme Pada
Daging Babi di Pasar Tradisional Sentral Makassar. Skripsi, 1–24.

Dangur, S. T., Kallau, N. H. G., dan Wuri, D. A. (2020). Pengaruh Infusa Daun
Kelor (Moringa oleifera)Sebagai Preservatif Alami Terhadap Kualitas
Daging Babi. Jurnal Kajian Veteriner, 8(1), 1–23.

Helingo, Z., dan , Siti Aisa Liputo, M. L. (2021). Jambura Journal of Food
Technology ( JJFT ) Volume 3 Nomor 2 Tahun 2021 Pengaruh Penambahan
Tepung Daun Kelor Terhadap Kualitas Roti Dengan Berbahan Dasar Tepung
Sukun 2 Dosen Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan , Universitas Negeri
Gorontalo 1 Mahasisw. 3, 1–13.

Irwan, Z. (2020). Kandungan Zat Gizi Daun Kelor (Moringa Oleifera) Berdasarkan
Metode Pengeringan. Jurnal Kesehatan Manarang, 6(1), 69–77.

[ITIS] Integrated Taxonomy Information System. 2017 . Moringa oleifera Lamk.


Taxonomy Serial No: 503874 eRpt?searchtopic=TSN&search value =
503874 # null. [18 September 2021].

43
Ka’auni, M. T. (2019). Pengaruh Infusa Daun Kelor (moringa oliefera Lamk)
Terhadap Pertumbuhan Mikrobiologi dan Organoleptik pada Daging Babi
Giling Segar. Skripsi 8(5), 55.

Ka’auni M.T, Kalau N.H.G, Wuri D.A. 2020 Pengaruh Infusa Daun Kelor
(moringa oliefera Lamk) Terhadap Pertumbuhan Mikrobiologi dan
Organoleptik pada Daging Babi Giling Segar Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Nusa Cendana Vol. 8 No. 2:164-181.

Lalas, S., dan Tsaknis, J. (2002). Extraction and identification of natural


antioxidant from the seeds of the Moringa oleifera tree variety of Malawi.
JAOCS, Journal of the American Oil Chemists’ Society, 79(7), 677–683.

Lentner M dan Bishop T. 1986. Experimental design and analysis. Valey Book
Company. Blacksburg.

Mardiyah A.B. 2019. Pengaruh Penambahan Daun Kelor (moringa olefera Lam)
dan Tulang Ayam Terhadap Sifat Organoleptik dan Tingkat Kesukaan
Nugget Ayam. Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya. a Volume 8,
No. 2. Halaman 364-371.

M.D Afid, T Nurmasitoh. 2016. Efek konsumsi daging kambing terhadapat tekanan
darah. KESMAS, Vol.10, No.1, Maret 2016, pp. 85~90.

Mileski, A. dan P. Myers. 2004. Capra hircus animal diversity Web. hircus html.
[23 juni 2013].

Mukhriani. (2014). Ekstraksik Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif.


Jurnal Agripet, 16(2), 76.

44
Muthukumar M, Naveena BM, Vaithiyanathan S, Sen AR, Sureshkumar K. 2012.
Pengaruh penambahan ekstrak daun kelor terhadap kualitas daging babi
giling. Diterbitkan online 2012 2 September doi: 10.1007/s13197-012-0831-
8.
Nai, Y. D., Naiu, A. S., dan Yusuf, N. (2020). Analisis Mutu Ikan Layang
(Decapterus Sp.) Segar Selama Penyimpanan Menggunakan Larutan Ekstrak
Daun Kelor (Moringa Oleifera) Sebagai Pengawet Alami. Jambura Fish
Processing Journal, 1(2), 21–34. https://doi.org/10.37905/jfpj.v1i2.5425

Ndahawali, D. H. (2016). Mikroorganisme Penyebab Kerusakan Pada Ikan dan


Hasil Perikanan Lainnya. Buletin Matric, 13(2), 17–21.

Nurhadin Muhammad. 2012. Kesehatan masyarakat veteriner (Higiene bahan


pangan asal hewan dan zoonosis) Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta.
55285.

Olaoye OA dan Onilude AA. 2010. Investigation on the potential application of


biological agents in the extention of shelf life of fresh beef in nigeria
investigation on the potential application of biological agents in the
extension of shelf life of fresh beef in nigeria. World J Microbiol Biotechnol,
26: 1445-1454.

Oktoviani. (2014). Jurnal Kesehatan Saintika Meditory Jurnal Kesehatan Saintika


Meditory. Jurnal Kesehatan Saintika Meditory, 2(4657), 62–72.

Paramita, N., Suada, I. K., dan Budiasa, K. (2018). Daya Tahan Daging Kambing
yang Diberikan Infusa Daun Salam (Syzygium polyanthum) pada Suhu Ruang.
Jurnal Indonesia Medicus, 7(November), 717–727.

Pasari W. J. (2021). Kualitas Fisik dan Mikrobiologi Daging Sapi Diawetkan


dengan Substrat Antimikroba (Pediococcus pentosaceus) BAF 715 yang di
Kemas Vakum Selama Penyimpanan pada Suhu Ruang. Skripsi Fakultas
Peternakan Universitas Jambi.

45
Pontoh, K. C. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Keamanan Dan
Keselamatan Masyarakat Mengkonsumsi Pangan Tanpa Formalin Yang
Beredar Di Pasar Tradisional.

Posangi, I., Posangi, J., dan Wuisan, J. (2013). Efek Ekstrak Daun Sirsak (Annona
Muricata L.) Pada Kadar Kolesterol Total Tikus Wistar. Jurnal Biomedik
(JBM) 4(1).

Prabowo, A. (2010). Budidaya Ternak Kambing (Materi Pelatihan Agribisnis bagi


KMPH). 12.

Pratama Putra, I., Dharmayudha, A., dan Sudimartini, L. (2017). Identifikasi


Senyawa Kimia Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera L) di Bali.
Indonesia Medicus Veterinus, 5(5), 464–473.

Prihharsanti, A. H. T. (2016). Populasi Bakteri dan Jamur pada Daging Sapi dengan
Penyimpanan Suhu Rendah. Sains Peternakan, 7(2), 66.

Setiawati, W., Murtiningsih, R., Ganaeni, N., dan Rubiati, T. (2008). Tumbuhan
Bahan Pestisida Nabati dan Cara Pembuatannya.

Sitompul, M., Siswosubroto, E., Rumondor, D., Tamasoleng, M., dan Sakul, S.
(2015). Penilaian Kadar Air, Ph Dan Koloni Bakteri Pada Produk Daging
Babi Merah Di Kota Manado. Zootec, 35(1), 117.

Siti NW dan Bidura IGNG. 2017. Pemanfaatan ekstrak air daun kelor (Moringa
oleifera) melalui air minum untuk meningkatkan produksi dan menurunkan
kolesterol telur ayam. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana: Denpasar.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan III Gadja Mada University
Press, Yogyakarta.

46
Suada IK, Purnama DID, Agustian KK. 2018. Infusa daun salam mempertahankan
kualitas dan daya tahan daging sapi bali. Buletin Veteriner Udayana Volume
10 No. 1: 100-109 pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Pebruari 2018.

Sunandi, E., Nugroho, S., dan Rizal, J. (2013). Rancangan Acak Lengkap Dengan
Subsampel. E-Jurnal Statistika, 80–101.

Swandina A.A., Cahyanti N., dan Sampurno A. (2017) Pengaruh Penambahan


Ekstrak Duan Kelor (moringa oleifera) Terhadap Mutu Mikrobiologi dan
Organoleptik Susu Pasteurisasi yang di Simpan pada Suhu Ruang Refrigerasi.
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Semarang.

Tmaneak, M. I., Beyleto, V. Y., dan Nurwati, M. (2016). Penampilan Produksi


Ternak Kambing Kacang Jantan dari Berbagai Kelompok Umur di
Kecamatan Insana Utara Kabupataen Timor Tengah Utara. Jas, 1(01), 9–
11.
Usmiati, S., dan Marwati, T. (2007). Seleksi Dan Optimasi Proses Produksi
Bakteriosin Dari. 4(1), 27–37.

Veronika, M., Purwijantiningsih, E., Pranata, S., dan Teknobiologi, F. (2017).


Efektivitas Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) Sebagai Bio-Sanitizer
Tangan dan Daun Selada (Lactuca sativa) Effektiveness of Kelor (Moringa
oleifera) Leaf Maceration Extract as Hand and Lettuce (Lactuca sativa) Bio-
Sanitizer.

Wahyuni, D. W., Widiyanti, N. L. P. M., dan Ristiati, N. P. (2018). Analisis Ekstrak


Daun Kelor ( Moringa oleifera L .) Sebagai Pengawet Alami Ikan Cakalang
Terhadap Kadar Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) Tikus
Putih (Rattus norvegicus) Galur Wistar Jantan. 5(1), 100–112.

Wahyuni, D., Yosi, F., dan Muslim, G. (2019). Kualitas Sensoris Daging Kambing
yang Dimarinasi Mengunkan Larutan Mentimun (CuccumisSativusL.). Jurnal
Peternakan Sriwijaya, 8(1), 14–20.

47
Widowati, I., Efiyati, S., dan Wahyuningtyas, S. (2014). Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Daun Kelor (Moringa Oleifera) terhadap Bakteri Pembusukan Ikan
Segar. Universitas Negeri Yogyakarta, IX, 146–157.

Zakaria TA, Sirajuddin RH , (2012). Penambahan tepung daun kelor pada menu
makanan sehari hari dalam upaya penanggulangan gizi kurang pada anak
balita. Media Gizi Pangan, XIII(1).

48
LAMPIRAN

Tabel 10. Gambar Penelitian

No. Lampiran Gambar Keterangan

1. Pengambilan daun

kelor segar

Proses blender daun


2.
kelor menjadi

simplisia

3.
Penimbangan

simplisia daun kelor

49
Perendaman

4. simplisia daun kelor

dengan etanol 96%

5. Daging yang sudah

diberi perlakuan

ekstrak daun kelor

Pengukuran pH
6.
daging kambing

Pengujian awal
7.
pembusukan daging

50
8.
Koloni bakteri dari

pengujian TPC

Konsentrasi dan
Warna Aroma Tekstur
lama simpan

K0T0 Merah muda Bau khas daging Kenyal

K1T0 Merah muda Bau khas daging Kenyal

K2T0 Merah muda Bau khas daging Kenyal

K3T0 Merah muda Bau khas daging Kenyal

K0T1 Merah kehijauan Bau khas kelor Lembek

K1T1 Merah kecoklatan Bau khas kelor Lembek

K2T1 Merah kecoklatan Bau khas kelor Lembek

K3T1 Merah kecoklatan Bau khas kelor Lembek

K0T2 Merah kecoklatan Busuk Lembek

51
K1T2 Merah kehijauan Bau khas kelor Lembek

berlendir

K2T2 Merah kehijauan Bau khas kelor Lembek

K3T2 Merah kehijauan Bau khas kelor Lembek

K0T3 Hijau Bau khas kelor Lembek

K1T3 Hijau Busuk Lembek

K2T3 Hijau Busuk Lembek

K3T3 Hijau Busuk Lembek

Tabel 11. Rata-rata penilaian panelis terhadap kualitas organoleptik daging


kambing

52

Anda mungkin juga menyukai