OLEH
MONIKA NANCY NENOTEK
NIM. 1709010015
OLEH
MONIKA NANCY NENOTEK
NIM. 1709010015
i
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KELOR (Moringa oleifera
Lamk) TERHADAP ORGANOLEPTIK DAN MIKROBIOLOGI PADA
PENGAWETAN DAGING KAMBING
Disiapkan dan disusun oleh :
Ketua Penguji :
drh. Meity M. Laut, M.V.St
NIP. 19810516 200812 2 003
Anggota I/Pembimbing I :
Dr. drh. Novalino H. G. Kallau, M.Si
NIP. 19801113 200801 1 004
Anggota II/Pembimbing II :
Mengesahkan
Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan Program Studi Kedokteran Hewan
Universitas Nusa Cendana Koordinator,
Dekan,
Dr. dr. Christina Olly Lada, S.Ked., M.Gizi drh. Elisabet Tangkonda, M.Sc.,Ph.D
NIP.19720408 200501 2 002 NIP. 19830920 200912 2 001
ii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan
iii
PERSEMBAHAN
“ Karena Masa Depan Sungguh Ada, Dan Harapanmu Tidak Akan Hilang”
(Amsal 23:18)
“ Tetapi Kamu Ini Kuatkanlah Hatimu, Jangan Lemah Semangatmu, Karena Ada
(2 Tawarikh 15:7)
1. Tuhan Yesus Kristus yang oleh Rahmatnya saya bisa sampai pada tahap ini.
2. Kedua orang tua tercinta saya Bapak Eben Nenotek dan Mama Nelci Lopo.
3. Kakak Angela Nenotek, Adik Tika Nenotek, Kiemnov Nenotek dan Zetny
Nenotek.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas
ada begitu banyak dukungan, motivasi, kritik dan saran yang selalu diberikan oleh
berbagai pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan baik. Oleh karena
1. Dr. dr. Christina Olly Lada, S.Ked., M.Gizi selaku dekan Fakultas Fakultas
3. Dr. drh. Novalino H. G. Kallau, M.Si selaku pembimbing utama yang dengan
4. Dr. drh. Annytha I. R. Detha, M.Si sebagai dosen sebagai dosen pembimbing
5. drh. Meity M. Laut, M.V. St sebagai dosen penguji yang telah bersedia meluangkan
v
waktu untuk mengoreksi serta memberikan kritik, saran, dan masukan yang baik
6. drh. Yohanes T.R.M.R. Simarmata, M.Sc selaku dosen penasehat akademik yang
telah menjadi orang tua di kampus yang dengan penuh kesabaran telah
Cendana.
7. Ibu Erni Kadja, S.Pt, Ibu Ani Loasana, S.Pt dan Ibu Shinta Klau, S.P sebagai tim
panitia skripsi yang selalu memberikan semangat serta membantu dalam segala
8. Seluruh Dosen FKH Undana yang dengan tulus mendidik dan memberikan ilmu
kependidikan FKH Undana yang telah memfasilitasi dalam kegiatan penelitian dan
9. Orang tua tercinta bapak Eben Nenotek dan mama Nelci Lopo yang selalu
10. Saudara dan saudari terkasih kakak Angela, adik Tika, adik kiem dan adik Zetni
yang selau memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis selama proses
11. Keluarga besar Nenotek dan Lopo yang dengan cinta kasih sayang yang dengan
12. Teman Oci Muda, dan Yesy Delang yang telah memotivasi dan membantu serta
vi
memberikan kasih sayang kepada saya selama saya berada di kampus.
13. Teman Heri Wunda, Novi Nano, Krista Nata, Jino Potu, Sedis Bude, Arif Koda,
Novi Woi, Jeje Labhu dan Chandra Amtiran yang sudah bersedia meluangkan
14. Pak Ari Benu yang sudah membantu dan membimbing saya selama penelitian saya.
15. Sarlin Snae yang menemani saya dalam proses pengambilan sampel daging
16. Keluarga besar Noni dan Tasae yang sudah membantu memberikan saya daun kelor
17. Teman-teman kerang waring (Rini, Tesa, Tini, Dina, Desi dan Neni) yang dengan
segala kasih sayang yang telah mendukung saya untuk saya melakukan tugas akhir
saya.
18. Kakak Vani, kakak Oci dan Kakak Vin yang sudah membantu saya dalam
memberikan masukan, kritik dan saran selama penulisan tugas akhir saya.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan dari semua pihak untuk memperbaiki hasil
penelitian ini menjadi lebih baik lagi. Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi sebuah
Penulis
vii
DAFTAR ISI
viii
3.5 Definisi Operasional ................................................................................ 22
3.6 Variabel Penelitian................................................................................... 22
3.7 Analisis Data ........................................................................................... 22
3.8 Alur Penelitian......................................................................................... 24
3.9 Jadwal Penelitian ..................................................................................... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 26
4.1 Pemeriksaan Organoleptik pada Daging Kambing ................................... 26
4.1.1 Warna Daging Kambing................................................................. 26
4.1.2 Aroma Daging Kambing ................................................................ 28
4.1.3 Tekstur Daging Kambing ............................................................... 29
4.2 Pemeriksaan pH Daging Kambing ........................................................... 32
4.3 Pemeriksaan Awal Pembusukan Daging .................................................. 33
4.5 Total Plate Count (TPC) .......................................................................... 35
BAB V PENUTUP ............................................................................................ 39
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 39
5.2 Saran ....................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 41
LAMPIRAN ...................................................................................................... 49
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
INTISARI
Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan manusia. Salah satu ternak penghasil daging adalah kambing.
Daging kambing mengandung protein dan lemak. Nutrisi dalam daging kambing
menjadi tempat yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme sehingga daging
cepat mengalami kebusukan, atau memiliki masa simpan yang cepat. Untuk
menekan pertumbuhan mikroorganisme dan terjadi kebusukan daging sebaiknya
perlu dilakukan tindakan preservasi. Preservasi daging dapat dilakukan
menggunakan bahan kimia dan bahan alami. Salah satu bahan alami yang bisa
digunakan berasal dari tanaman. Tanaman yang bisa digunakanan adalah daun kelor
(Moringa oleifera Lamk). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui manfaat
pengaruh ekstrak daun kelor terhadap mikrobiologi dan organoleptik pada daging
kambing. Penelitian ini bersifat penelitian eksperimental laboratorium. Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging kambing segar bagian paha
(Biceps Femoris) dan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) menggunakan pola faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama terdiri dari
konsentrasi yaitu 0 sebagai kontrol dan 5%, 10%, dan 15% sebagai perlakuan.
Faktor kedua lama peletakan pada suhu ruang yaitu 6 jam,12 jam dan 18jam.
Parameter yang digunakan dalam peneilitian ini meliputi warna, aroma, tekstur, pH,
uji awal pembusukan dan total plate count (TPC). Hasil penelitian ini menunjukkan
adanya perubahan organoleptik pada daging. Untuk perubahan warna tejadi
perubahan warna merah kehijaun sampai hijau pada konsentrasi 15%. Pada
perubahan aroma dengan konsentrasi 5, 10, dan 15% semua aroma berbau khas
daun kelor pada jam ke 6, 12, dan 18. Untuk pengujian tekstur pada K3 dengan
konsentrasi 15% pada jam ke 6, 12, dan 18 mempertahankan tekstur kenyal. Uji
Eber dapat bertahan pada jam ke-6, 12, dan 18 dengan konsentrasi 15%. Pada pH
terdapat perbedaan yang nyata antara konsentrasi ekstrak dan lama penyimpanan
daging. Nilai TPC berada pada BMCM pada konsentrasi 10% jam ke-6 dan 15%
dari jam ke 6 dan jam ke 12
xiii
ABSTRACT
Meat is one of the livestock products that can hardly be separated from
human life. One of the livestock that produces meat is goat. Goat meat contains
protein and fat. The nutrients in goat meat are a good place for the growth of
microorganisms so that the meat quickly rots, or has a fast shelf life. To suppress
the growth of microorganisms and meat spoilage, preservation measures should be
taken. Preservation of meat can be done using chemicals and natural ingredients.
One of the natural ingredients that can be used comes from plants. Plants that can
be used are Moringa leaves (moringa oliefera Lamk). This research was conducted
to determine the beneficial effects of Moringa leaf extract on microbiology and
organoleptic properties of goat meat. This research is a laboratory experimental
research. The sample used in this study was fresh goat meat from the thigh (Biceps
Femoris) and this study used a Completely Randomized Design (CRD) using a
factorial pattern with two factors. The first factor consisted of concentrations,
namely 0 as control and 5%, 10% and 15% as treatment. The second factor is the
time of laying at room temperature, namely 6 hours, 12 hours and 18 hours. The
parameters used in this research include color, aroma, texture, pH, initial spoilage
test and total plate count (TPC). The results of this study indicate organoleptic
changes in meat. For color changes, there is a red-green to green color change at a
concentration of 15%. On changes in aroma with concentrations of 5, 10, and 15%,
all of the distinctive aromas of Moringa leaves were at 6, 12 and 18 hours. For
texture testing, K3 with a concentration of 15% at 6, 12, and 18 hours maintained a
chewy texture. Eber's test can survive at 6, 12 and 18 hours with a concentration of
15%. At the pH there was a significant difference between the concentration of the
extract and the storage time of the meat. The TPC value was in the BMCM at a
concentration of 15% from the 6th and 12th hours.
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
memiliki daya adaptasi pada lahan tandus dengan ketersediaan pakan yang terbatas,
serta daya tahan terhadap penyakit. Selain itu kambing kacang juga bersifat prolific.
Jenis daun-daunan yang cukup digemari oleh kambing antara lain daun turi, lamtoro
dan nangka (Prabowo, 2010). Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional
tentang populasi kambing di Indonesia selama 3 tahun terakhir dari tahun 2018-
2020 untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sendiri mengalami peningkatan
dari tahun 2018: 682 202, tahun 2019: 835 614, tahun 2020: 999 730 (BPS, 2020).
14,8%. Serat yang dimiliki oleh daging kambing diketahui lebih halus
dibandingkan serat daging sapi sehingga relatif lebih empuk apabila dibandingkan
dengan daging sapi (Wahyuni et al., 2019). Kandungan lemak daging kambing
juga diketahui lebih rendah dibandingkan daging sapi, sehingga menjadikan daging
kambing sebagai salah satu sumber protein hewani yang baik bagi kesehatan
rumah tangga dengan skala kepemilikan 4-10 ekor. Nutrisi yang terkandung di
1
mikroorganisme. Hal ini dikarenakan daging menyediakan nutrisi lengkap dan
kadar air yang tinggi, yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme sehingga
daging cepat mengalami kebusukan, atau memiliki masa simpan yang cepat
yang cukup lama, maka perlu dilakukan preservasi. Warna daging kambing segar
berwarna merah cerah. Hasil penelitian menunjukan bahwa warna daging kambing
warna terdapat juga perubahan bau, tekstur, penurunan daya ikat air dan kadar air
serta peningkatan pH daging kambing. Oleh karena itu disarankan daging disimpan
tidak lebih dari 6 jam pada suhu ruang agar kualitas daging tetap baik (Agustina et
al., 2015).
ideal seperti kandungan nutrisi dan pH daging. Nutrisi dibutuhkan untuk menunjang
sehingga berpengaruh terhadap perubahan daging, seperti warna, tekstur, dan bau.
bahan alami. Bahan alami yang digunakan diharapkan lebih aman dari bahan kimia
dan lebih potensial sebagai bahan antimikroba alami yang dapat mengawetkan
2
makanan (Beti et al., 2020). Salah satu tanaman yang berpotensi dalam menekan
(Moringa oleifera Lamk). Tanaman kelor merupakan salah satu jenis tanaman yang
antara lain Staphylococcus aureus dan Escherichia coli (Veronika et al., 2017) yang
merupakan agen bakteri pembusukan pada daging. Hal ini disebabkan oleh cara
kerja dari senyawa fitokimia tersebut yakni dengan denaturasi protein bakteri,
merusak membran sel bakteri, dan menganggu permeabilitas sel bakteri (Posangi et
al., 2013). Hal inilah menjadi latar belakang peneliti ingin melakukan penelitian
Kambing”.
kambing?
3
2. Berapa pH daging kambing sebelum dan sesudah diberi ekstrak daun kelor
3. Berapa konsentrasi ekstrak daun kelor (Moringa oleifera Lamk) yang baik
kambing.
1. Bagi Masyarakat
2. Bagi Akademis
Universitas Nusa Cendana dan menjadi referensi atau pustaka bagi peneliti
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Artiodactyla
Famili : Bovidae
Upafamili : Caprinae
Genus : Capra
Spesies : C. aegagrus
Supspesies : C. a. hirus
Kambing kacang adalah kambing lokal Indonesia, dengan ciri tubuh relatif
kecil, dengan sistem pemeliharaan sangat sederhana, dan memiliki daya adaptasi
yang cukup tinggi. Kambing kacang sangat digemari oleh masyarakat untuk di
berkembangbiak, jumlah anak yang lahir lebih dari satu, jarak antar kelahiran
sangat rendah pada usaha peternakan rakyat. Sistem beternak masih sangat
tradisional sehingga populasi kambing jantan sangat rendah. Untuk itu perlu
dengan baik, antara lain: usaha peningkatan kelahiran, penekanan jumlah kematian,
5
pengendalian pemotongan serta kebijakan pemerintah melalui penyebaran bibit
Nutrisi yang terkandung di dalam daging kambing kacang yaitu: zat besi,
potasium, tiamin yang cukup tinggi. Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan
bahwa daging kambing memiliki lemak total, kolestrol, dan lemak jenuh yang lebih
rendah dengan daging lain pada umumnya (Afid dan Nurmasitoh, 2016).
Bakteri yang ditemukan pada daging biasanya bersifat gram positif (+) dan
gram negative (-). Bakteri gram positif: Micrococcus sp., Staphylococcus aureus,
Escherichia coli, Alcaligenes Sp., Klebsiella Sp., dan Achromabacter Sp. Bakteri
yang merupakan penyebab pembusukan dan keracunan pada daging antara lain
Menurut Standar Nasional Indonesia skor warna daging kambing terdiri dari
sembilan tingkat. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustiani et al., (2015)
didapatkan bahwa warna daging mengalami perubahan warna merah cerah menjadi
pigmen daging pada ruang terbuka sehingga berinteraksi dengan oksigen sehingga
warna daging menjadi merah kecoklat-coklatan dalam waktu beberapa jam, hal ini
6
Bau daging kambing sangat berpengaruh pada suhu ruang sedangkan untuk
tempat pemotongan tidak berpengaruh sama sekali. Adanya kerusakan protein oleh
bakteri akan menyebabkan perubahan bau pada daging. Produk degradasi protein
daging akan melepaskan gas-gas bau seperti amonia, hidrogen sulfida, serta metil
merkaptan Hasil uji tekstur sangat berpengaruh dalam masa penyimpanan saat
berpengaruh sama sekali. Aktivitas mikroba pada suhu ruang dapat mendegradasi
suhu protein pada daging sehingga tekstur daging berubah. pH daging kambing
nilai pH selama penyimpanan pada suhu ruang disebabkan oleh aktifitas bakteri.
bakteri. Bakteri yang tumbuh pada daging akan merombak protein, karbohidrat, dan
lemak daging yang menghasilkan senyawa yang bersifat basa seperti ammonia.
Secara umum hasil metabolisme ini akan meningkatkan nilai pH daging (Agustina
et al., 2015).
sebagai berikut:
7
2.3. Taksonomi Tumbuhan Kelor (Moringa oleifera Lamk)
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Class : Dycotyledoneae
Ordo : Brassicales
Familia : Moringaceae
Genus : Moringa
kemudian baru menyebar ke Benua Afrika dan Asia Barat. Di Indonesia kelor
tumbuh di beberapa Provinsi yakni Aceh, Melayu, Sumatera Barat, Lampung, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Maluku Utara, dan NTT (Setiawati et al.,
2008). Tanaman kelor dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis pada semua jenis
tanah, dapat tumbuh subur di atas ketinggan 700 dpl. Ciri-ciri pohon kelor:
pohonnya kelor tingginya bisa mencapai 7-11 meter. Batang kelor berkayu, bulat,
bercabang, berbintik hitam, dan putih kotor. Daun kelor majemuk, panjang 20-60
cm, anak daun bulat telur, tepirala, ujung berlekuk, dan berwarna hijau. Bunga
majemuk, bentuk malai, letak diketiak daun, panjang 10-30 cm. Buah kelor panjang
sekitar 20-45 cm, berisi 15-25 cm biji, berwarna coklat kehitaman. Biji bulat,
8
bersayap tiga dan berwarna hitam. Bentuk akar tunggang dan berwarna putih kotor
berasal dari bahan alami, karena bahan alami mempunyai efek samping yang kecil.
daging untuk jangka waktu yang cukup lama agar kualitas maupun kebersihannya
tetap terjaga. Tujuan dari pengawetan adalah tetap menjaga dari serangan jamur,
virus, dan bakteri agar daging tidak mudah rusak (Paramita et al., 2018). Di
Indonesia banyak bahan pengawet alami yang digunakan seperti daun kelor
Kelor merupakan tanaman dengan gizi tinggi yang dapat digunakan sebagai
sumber nutrisi oleh semua umur. Didalam kelor banyak ditemukan sumber nutrisi
penting seperti mineral, vitamin, asam amino, beta-karoten, antioksidan serta asam
pangan yang kaya akan gizi makro dan mikro. Beberapa penelitian sebelumnya,
yang telah dilakukan oleh Zakarias et al., (2012) dengan mengambil daun muda
dari kelor dari penelitian tersebut diperoleh protein (28,25%), Beta karoten Pro
mengurangi kadar air, tingkat dimana mikroorganisme tidak dapat tumbuh. Ada
9
beberapa penelitian menyebutkan bahwa telah ditemukan 60°C suhu pengeringan
terbaik dalam hal kandungan nutrisi. Blansing uap digunakan sebagai langkah awal
nilai gizi dan udara yang terperangkap. Potensi daun kelor sebagai pengawetan
sangat baik karena daun kelor mengandung berbagai zat bioaktif. Daun kelor
Tanaman kelor (moringa oleifera Lamk) adalah jenis tanaman yang sering
digunakan orang banyak untuk mengobati berbagai penyakit. Manfaat kelor antara
integumen dan sistem kekebalan. Bunga, kulit, daun serta biji tanaman kelor
terbukti memiliki senyawa aktif yang dapat membantu menangani masalah gizi
daging dan produk daging dari kerusakan atau pembusukan oleh mikroorganisme
10
pendinginan atau refrigerasi, pembekuan, proses termal, pengeringan, iridasi,
Preservasi sendiri bisa dilakukan dengan banyak bahan alami tanpa harus
menggunakan bahan kimia. Karena hasilnya lebih baik dan aman bagi manusia
daun kelor, daun sirsak, daun salam dan masih banyak lagi tumbuhan alami yang
dapat digunakan. Daun kelor sendiri memiliki banyak manfaat hampir seluruh
bagian dari tanaman kelor tersebut. Dari hampir seluruh tanaman kelor baik daun,
akar, biji, kulit kayu, buah, bunga dan polong dewasa dari tanaman kelor adalah
sebagai bahan antibakteri. Banyak penelitian yang menggunakan daun kelor untuk
pengawetan alami karena bisa mencegah pertumbuhan bakteri. Salah satunya pada
melindungi terhadap oksigen yang berlebihan sehingga daging tetap dalam kondisi
baik seperti baru habis dipotong dengan warna daging, bau, tekstur masih bagus.
Pengepakan sendiri dapat merusak kualitas, warna, bau dan rasa. Selain preservasi
alami bisa dilakukan preservasi kimia. Preservasi kimia memiliki sifat untuk
bagi kesehatan manusia. Akibat penggunaan formalin antara lain iritasi pada
11
Kesehatan Republik Indonesia No : 722/MENKES/PER/IX/98 Tentang Bahan
Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, namun penyalahgunaan bahan kimia
tersebut dewasa ini masih banyak ditemukan. Hal ini membuktikan bahwa tidak
Salah satu metode yang digunakan untuk penemuan obat tradisional adalah
Pemilihan metode ekstraksi bergantung pada sifat bahan dan senyawa yang akan
diisolasi. Proses ekstraksi dibagi dalam beberapa kelompok. Salah satu yang berasal
dari tumbuhan sebagai berikut: pengelompokkan bagian tumbuhan (daun, bunga dan
pelarut polar (air, etanol, metanol), semipolar (etil asetat, diklorometan) dan pelarut
perkolasi, reflux dan destilasi uap. Metode ekstraksi dibagi dalam dalam dua cara
yaitu cara dingin dan cara panas. Cara dingin adalah maserasi dan perkolasi.
Sedangkan untuk cara panas adalah ekstraksi refluks dan ekstraksi dengan alat
12
Metode maserasi dapat mencegah rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat
digunakan untuk skala kecil dan skala industri (Amelinda et al., 2018). Maserasi
adalah metode ekstraksi dengan proses perendaman bahan dengan pelarut yang
sesuai dengan senyawa aktif yang akan diambil dengan pemanasan rendah atau
memiliki keuntungan yaitu, terjaminnya zat aktif yang diekstrak tidak akan rusak.
Kelemahan dari metode maserasi yaitu proses ekstraksi kurang sempurna dan
al., 2019). Metode yang kedua adalah metode perkolasi. Metode perkolasi adalah
metode yang cukup baik dalam mengatasi masalah penyaringan yang tidak
sempurna, tetapi metode perkolasi memerlukan pelarut dalam jumlah yang banyak
aktif dari simplisia hewani atau simplisia nabati menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian hingga memenuhi baku yang ditentukan. Ekstrak yang berasal dari
tumbuhan obat yang dibuat dari simplisia nabati dipandang sebagai bahan awal,
13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
(Bapak Endi Tali) Kota Kupang serta uji mikrobiologi dan organoleptik di
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, blender
(cosmos), cool box, saringan, pisau, cawan petri pH meter, tabung reaksi, pipet
kalkulator, tabung reaksi, pipet, batang gelas bengkok, tabung durham, gelas ukur,
3.2.2. Bahan
Daun kelor (Moringa oleifera Lamk) yang telah dikeringkan, etanol 96%
(Onemed), daging kambing segar (biceps femoris), aquades steril, media Plate
Count Agar (PCA), dan Buffered Peptone Water 0,1% (BPW 0,1%).
14
3.3 Rancangan Penelitian
Acak Lengkap (RAL), pola faktorial dengan 2 faktor (Lentner et al., 1986). Untuk
faktor yang pertama adalah faktor konsentrasi ekstrak daun kelor yang terdiri dari
empat taraf yaitu konsentrasi 0% sebagai kontrol dan konsentrasi 5% , 10%, dan
15% sebagai kelompok perlakuan. Faktor kedua adalah faktor lama penyimpanan
pada suhu ruang yang terdiri dari 3 taraf yaitu jam 6, jam 12, dan jam 18.
segar di tempat pemotongan milik pribadi (Bapak Endi Tali) di Kota Kupang.
Kemudian, daging tersebut dibungkus dengan plastik steril dan disimpan dalam
cool box yang telah berisi es batu. Es batu digunakan untuk mempertahankan suhu
1. Preparasi sampel
Proses pengambilan dilakukan pada pagi hari. Kemudian dipilih daun segar
berwarna hijau tanpa ada bercak bercak kuning atau bintik-bintik putih serta
berlubang.
pengolahan.
15
c. Pencucian
Daun kelor dicuci dengan air yang mengalir untuk menghilangkan debu dan
kotoran yang menempel. Daun kelor yang telah bersih kemudian disimpan di dalam
wadah.
d. Sortasi
Daun kelor yang segar dan bersih diseleksi dengan memisahkan daun kelor
yang sudah rusak, berwarna kuning, serta berbintik putih. Kemudian memisahkan
e. Penirisan
Daun kelor hasil sortasi ditiriskan agar air yang masih menempel pada daun
dihaluskan dengan blender sehingga diperoleh serbuk (simplisia) daun kelor kering
sebanyak 500 g. Kemudian dilakukan metode maserasi dengan cara serbuk daun
selama 30 menit kemudian wadah ditutup dan didiamkan selama 24 jam pada suhu
ruang, dan dilakukan remaserasi sebanyak 3 kali. Bahan yang telah dimaserasi
dipekatkan dengan suhu 60° C selama ± 4 jam hingga diperoleh ekstrak kental.
Filtrat yang diperoleh merupakan larutan stok yaitu dengan konsentrasi 100%.
16
Kemudian ekstrak kental tersebut diencerkan dengan aquades 100 mL sehingga
M1.V1=M2.V2
Keterangan :
17
ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera Lamk) dengan konsentrasi 15%).
dibutuhkan 640 g daging kambing sehingga jumlah sampel yang digunakan 2.560
disimpan dalam suhu ruang selama 6 jam, 12 jam, dan 18 jam (Beti, 2019).
18
3.4.6 Pemeriksaan awal pembusukan
Uji Eber dengan menggunakan Reagen Eber. Reagen Eber yang digunakan terdiri
dari 3 mL alkohol 96%, 1 mL eter dan 1 mL HCL pekat. Uji eber tersebut dilakukan
Reagen Eber dalam tabung reaksi. Kemudian perubahan yang diamati selama 2-3
menit. Jika timbul atau muncul awan putih di sekitar daging tersebut maka daging
tersebut telah mengalami proses awal pembusukan. Apabila tidak ditemukan awan
daging kambing dan dibaca angka yang ditunjukkan pada pH meter setelah
angkanya tetap. Jika pH meter telah selesai digunakan, elektroda (ujung pH meter)
tersebut langsung dibilas dengan aquades, lalu dilap dengan tisu dan dikeringkan
(Suada et al., 2018). Pengujian pH dilakukan dari T1 (6 jam), T2 (12 jam ), dan T3
teknik menghitung jumlah seluruh mikroba yang terdapat pada daging dengan
menggunakan media Plate Count Agar (PCA). Analisis TPC daging kambing
19
dilakukan dengan menimbang daging dalam cawan petri steril sebanyak 25 g, di
tambahkan larutan BPW 0,1% ke dalam wadah steril dihomogenkan selama 1-2
pipet steril kedalam larutan 9 mL larutan BPW lalu diberi label pada tabung reaksi.
larutan suspensi dengan pipet kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi yang
dilakukan dengan cara yang sama untuk mendapatkan 10-4 dan 10-5. Kemudian
cawan petri pertama setelah itu ditambahkan media PCA sebanyak 20 mL lalu
memadat. Kemudian dilakukan dengan cara yang sama pada pengenceran 10-4 dan
10-5. Selanjutnya cawan petri yang di tanam bakteri diinkubasi pada temperatur
34°C - 36°C selama 24 jam dengan meletakkan cawan dalam posisi terbalik.
Soesetyaningsih (2020) :
Ʃ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖
Koloni per gram (cfu/gr) = 1𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
20
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perhitungan jumlah koloni
a. Cawan yang dipilih dan dihitung mengandung jumlah koloni antara 30-300
cfu/g. Jumlah koloni tiap sampel yang lebih dari 300 cfu/g dikategorikan
sebagai terlalu banyak untuk dihitung (TBUD) atau too numerous to count
(TNTC).
b. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu atau deret rantai koloni yang
c. Koloni yang tumbuh menutup lebih besar dari setengah luas cawan petri,
21
3.5 Definisi Operasional
1. Lama simpan adalah jangka waktu produk mulai dari setelah diberikan
perlakuan dan disimpan pada jam ke 6, jam ke 12, dan jam ke 18.
produk yang dilakukan pada jam ke 6, jam ke 12, dan jam ke 18.
5. Pengujian TPC (Total Plate Count) adalah pengujian yang dilakukan untuk
menghitung jumlah mikroba pada jam ke 6, jam ke 12, dan jam ke 18.
1. Variabel bebas : konsentrasi ekstrak etanol daun kelor dan lama simpan
2019).
22
3.8. Alur Penelitian
a) Pembuatan Ekstrak
23
b) Perlakuan Perendaman
24
3.9. Jadwal Penelitian
sebagai berikut:
Waktu Pelaksanaan
Jenis Kegiatan Januari April Juni
2022 2022 2022
Seminar Proposal
Penelitian
Seminar Hasil
Sidang Skripsi
25
BAB IV
ekstrak daun kelor terhadap warna daging, dapat dilihat pada Tabel 4. Data tersebut
daging kambing dengan ekstrak daun kelor, dengan kriteria penilaian yaitu: skor 1
untuk warna hijau, skor 2 untuk warna merah kehijauan, skor 3 untuk warna
Tabel 4 menunjukkan bahwa K0 pada jam ke-6 dan jam ke-12 terjadi perubahan
warna dari merah cerah ke merah kehijauan. Hal ini disebabkan perubahan pigmen
daging. Pigmen pada daging terdiri dari pigmen mioglobin dan pigmen
haemoglobin. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Afrianti et al., (2013) yang
mengatakan bahwa konsentrasi ekstrak daun kelor pada daging kambing adalah
pigmen mioglobin akan menyebabkan terjadinya otot merah atau otot putih.
26
Pengaruh perubahan warna pada daging disebabkan oleh pigmen oksimioglobin.
penting pada daging segar. Pigmen oksimioglobin ini hanya terdapat pada
permukaan saja dan menggambarkan warna daging yang merah cerah atau merah
cherry. Jika daging berinteraksi dengan udara dalam jangka waktu yang lama maka
permukaan daging dan stabil pada beberapa milimeter di bawah permukaan daging.
Pengamatan pada K1, K2, dan K3 pada penyimpanan jam ke-6, jam ke-12,
dan jam ke-18 tidak mengalami perubahan warna yang signifikan dan cenderung
mempertahankan warna dari merah kehijauan dan hijau. Warna hijau pada daun
Daun akan menjadi hijau dan bertahan lama karena mengandung nitrogen. Jika
tanaman kekurangan nitrogen maka daun akan berubah warna dari hijau kelam ke
kuning pucat. Selain nitrogen warna hijau daun disebabkan oleh zat besi (Fe).
Fungsi zat besi (Fe) sebagai penyusun klorofil yaitu adanya korelasi antara
daun kelor maka warna yang didapatkan semakin hijau pekat, warna hijau pekat
terjadi karena dilakukan evaporasi sehingga mendapatkan warna yang lebih pekat.
27
Daging mengalami perubahan warna bisa disebabkan oleh tahap pemotongan lebih
lanjut setiap sampel bagian dalam daging, warna daging akan berwarna cerah
artinya warna hijau dari ekstrak daun kelor hanya terdapat pada bagian atas
permukaan daging kambing dan tidak menembus bagian dalam daging (Ka’auni,
2019).
ekstrak daun kelor terhadap aroma daging, dapat dilihat pada Tabel 5. Data tersebut
kambing dengan ekstrak daun kelor, dengan kriteria penilaian yaitu: skor 1 untuk
aroma berbau busuk, skor 2 untuk berbau khas daun kelor, dan skor 3 berbau khas
daging.
Lama Penyimpanan
Kelompok
Jam ke-6 Jam ke-12 Jam ke-18
K0 3 1 1
K1 2 2 2
K2 2 2 2
K3 2 2 2
Keterangan: Kriteria 1):Berbau Busuk,
Kriteria 2):Berbau Khas Daun Kelor
Kriteria 3):Berbau Khas Daging.
Perubahan aroma pada K0 untuk jam ke-6 dan jam ke-12 mengalami
perubahan aroma yang signifikan dari berbau khas daging hingga ke bau busuk.
Perubahan bau busuk pada daging karena adanya kerusakan protein oleh bakteri
yang menyebabkan perubahan bau pada daging. Penurunan produk protein daging
28
akan melepaskan gas-gas bau seperti amonia, hidrogen sulfida, serta metil
daun kelor bahkan hingga jam ke 18. Hal ini disebabkan adanya enzim Lipoksidase
yang terkandung dalam daun kelor (Dangur et al., 2020). Enzim Lipoksidase biasa
terdapat pada sayuran hijau, apabila sayuran tidak dimasak dengan sempurna maka
akan menimbulkan aroma yang tidak disenangi (Helingo et al., 2021). Penambahan
ekstrak daun kelor dapat berpengaruh terhadap bau daging kambing. Semakin
tinggi konsentrasi ekstrak daun kelor pada daging maka aroma kelor yang
didapatkan semakin kuat. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Mardiyah (2019)
yang mengatakan bahwa daun kelor segar yang dimasak selama 5 menit dapat
proses memasak tidak dapat menghilangkan seluruh aroma yang tidak disenangi
sehingga apabila penggunaan daun kelor dalam jumlah besar tetap menghasilkan
ekstrak daun kelor terhadap tekstur daging, dapat dilihat pada Tabel 6. Data tersebut
kambing dengan ekstrak daun kelor, dengan kriteria penilaian yaitu: skor 1 untuk
tekstur lembek dan berlendir, skor 2 untuk lembek, dan skor 3 untuk kenyal.
29
Tabel 6. Rata-rata hasil pemeriksaan pada tekstur daging kambing
Lama Penyimpanan
Kelompok
Jam ke-6 Jam ke-12 Jam ke-18
K0 3 2 1
K1 3 3 2
K2 3 3 2
K3 3 3 3
Keterangan: 1) Lember dan Berlendir
2) Lembek
3) Kenyal.
kenyal dan jam ke-12 tekstur daging masih lembek dan pada jam ke-18 tekstur
daging menjadi lembek dan berlendir. Perubahan tekstur pada daging diduga terjadi
karena lama peletakan daging yang semakin lama disimpan pada suhu ruang akan
dan berlendir pada daging disebabkan oleh proses rigor mortis pada saat mati telah
bagian dalam akan cepat mengalami penguraian. Tekstur daging menjadi lembek
dan berlendir hal ini disebabkan dengan lamanya waktu penyimpanan. Lendir yang
ada pada permukaan daging terbentuk akibat pertumbuhan massa bakteri dan
terlepasnya struktur protein daging dalam asam amino sudah mengalami proses
metabolisme oleh mikroba sehingga daging menjadi basah (Amri et al., 2018). Ada
beberapa jenis bakteri yang dapat menimbulkan lendir penyebab pembusuk pada
30
4.2. Pemeriksaan pH Daging Kambing
sebelum dilakukan perendaman. Nilai pH ekstrak daun kelor yaitu 5% dan 10%
5% 5,6
Konsentrasi Daun
Kelor 10% 5,6
15% 5,8
5.9
5.8
5.7 5.8
5.6 5.7 5.7
5.5 5.6 5.6 5.6 5.6
5.4 5.5 5.5 5.5
5.3 5.4
5.2 5.3
5.1
5
T0 T1 T2 T3
K1 K2 K3
Gambar 3. Grafik hasil pemeriksaan pH daging kambing. K1 (5%), K2 (10%) dan K3 (15%)
T1 (6 jam), T2 (12 jam) dan T3 (12 jam)
jam ke-12 dan jam ke-18 pH daging berada pada kisaran normal 5,3-5,6. Menurut
31
mikrobiologi akan berkurang dan apabila pH daging yang tinggi maka pertumbuhan
pH melewati kisaran normal pH daging yaitu 8 (bersifat basa) sehingga daging tidak
bisa dikonsumsi. Hal ini juga dikatakan oleh Juli (2021) bahwa peningkatan nilai
seperti amonia. Senyawa amonia tersebut dapat berinteraksi dengan air yang
kisaran normal 5,4-5,8. Adanya peningkatan pH karena lama simpan daging pada
suhu ruang sehingga mulai adanya kerusakan protein oleh mikroorganisme. Hal ini
terjadi karena pH ekstrak daun kelor bersifat asam dan terdapat juga kandungan
antimikroba dalam daun kelor yaitu flavonoid dan tanin. Flavonoid memiliki sistem
kerja yaitu dengan mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel
mempresipitasi protein karena tanin diduga mempunyai efek yang sama dengan
senyawa fenolik sebagai antibakteri (Beti, 2019). Keberhasilan suatu produk itu
bisa bergantung pada pH, apabila suatu produk memiliki nilai pH yang rendah pada
umumnya dapat meningkatkan daya simpan produk karena bakteri dapat bertahan
pada pH yang bersifat basa kira-kira 8,0. Kondisi daging yang memiliki pH tinggi
32
dapat menguntungkan bagi pertumbuhan jamur dan ragi, kecuali bakteri yang tahan
menggunakan dua kriteria yaitu hasil positif (+) dan hasil negatif (-). Hasil positif
pada dinding tabung reaksi, sedangkan untuk hasil negatif tidak menunjukkan
jam ke-6 menunjukkan hasil positif (+), untuk jam ke-12 menunjukkan hasil negatif
(-) dan 18 menunjukkan hasil positif (+). Pada kelompok K1 jam ke-6 dan jam ke-
12 menunjukkan hasil negatif dan jam ke-18 menunjukkan hasil positif. Kelompok
K2 pada jam ke-6 menunjukkan hasil negatif dan jam ke-12 dan jam ke-18
menunjukkan hasil positif. Kelompok K3 pada jam ke-6 menunjukkan hasil negatif,
jam ke-12 menunjukkan hasil negatif dan jam ke-18 hasilnya negatif.
terjadi yang karena adanya senyawa antimikroba yang terdapat dalam ekstrak daun
33
kelor pada setiap kelompok perlakuan. Untuk kelompok K1 dengan ekstrak 5%, K2
dengan ekstrak 10%, K3 untuk ekstrak 15% serta K0 tanpa perlakuan ekstrak 0%.
Hasil Uji Eber pada kelompok K3 menunjukkan tidak terjadi pembusukan pada jam
ke-18 hal ini menunjukkan bahwa K3 dengan konsentrasi 15% dengan konsentrasi
Sistem kerja Uji Eber yaitu daging yang mengalami pembusukan akan
mengeluarkan gas NH3, Gas Amonia akan berikatan dengan asam kuat HCL
mengeluarkan gas putih pada dinding tabung reaksi (Dengen, 2015). Terjadi
untuk penyimpanan daging pada suhu tersebut berkisar 2 sampai 4 jam dan tidak
sel-sel daging menjadi busuk. Hal inilah yang menyebabkan daya simpan daging
dan kualitas daging menurun. Beberapa jenis bakteri pembusuk yang paling sering
34
saponin, dan polifenol dengan mekanisme penghambatan bakteri. Sistem kerja
flavonoid yaitu dengan mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran
mempresipitasi protein karena tanin diduga mempunyai efek yang sama dengan
Plate Count (TPC) yaitu 1x106 (BSN, 2008). Uji TPC dilakukan dengan media PCA
dan BPW dengan metode agar tuang. Uji TPC dilakukan untuk menghitung
cemaran mikroba pada dalam daging dengan ambang bmcm (BSN, 2008).
35
Berdasarkan Tabel 9 di atas pada jam ke-18 semua kelompok berada pada
batas cemaran maksimum SNI. Pada TPC K2 untuk jam ke-6 dan K3 untuk jam ke-
6 dan jam ke-12 yang masih berada dibawah standar SNI. Standar Nasional
yaitu 1x106 cfu/g sehingga bisa dikatakan konsentrasi ekstrak daun kelor sebesar
10% pada jam ke-6 dan 15% pada jam ke-6 dan 12 yang sesuai dengan SNI. Hal ini
Rendahnya nilai TPC pada K2 dengan konsentrasi 10% pada jam ke-6 dan
K3 dengan konsentrasi 15% pada jam ke-6 dan jam ke-12, disebabkan oleh
antibakteri yang terdapat dalam kandungan ekstrak daun kelor seperti tanin,
saponin, flavonoid dan alkaloid (Bukar et al., 2010). Ekstrak daun kelor berperan
terkandung didalam daun kelor mempunyai peran dan fungsi masing-masing. Tanin
pada daun kelor berperan sebagai pendenaturasi protein serta mencegah proses
pencernaan bakteri. Flavonoid berperan sebagai senyawa yang mudah larut dalam
air untuk kerja antimikroba dan antivirus (Swandina et al., 2017). Saponin berperan
terbentuknya komponen peptidoglikan pada sel, sehingga lapisan dinding sel tidak
terbentuk dengan utuh dan dapat menyebabkan kematian sel (Beti et al., 2020).
36
reaksi-reaksi enzimatis, kimiawi dan biokimia (Swandina et al., 2017).
kadar air yang tinggi dan zat gizi mendukung pertumbuhan mikroba tersebut.
Kontaminasi dapat berasal dari hewan produksi itu sendiri. Adapun kontaminasi
silang dapat terjadi bila makanan jadi yang diproduksi berhubungan langsung
Transmisi yang pertama adalah transmisi bakteri yang cepat menyebar dan dapat
dipancarkan secara langsung dari air termasuk proses pencernaan, sisa pencernaan
dan makanan yang tercemar. Transmisi kedua dapat melalui mulut, meningkatnya
jumlah bakteri dapat juga melalui udara dan kontak dengan kulit (Arif, et al 2014).
kelor maka nilai TPC akan mengalami peningkatan. Hal ini terjadi karena laju
pertumbuhan bakteri yang cepat sehingga tidak dapat dihambat oleh senyawa
antimikroba dalam jumlah yang kecil. Peningkatan jumlah TPC karena dipengaruhi
oleh lama penyimpanan daging. Hal ini disebabkan karena aktivitas ekstrak daun
kimia pada zat aktif selama penyimpanan terutama senyawa polifenol seperti tanin
37
dan flavonoid yang rusak selama proses oksidasi karena oksigen yang
peningkatan TPC.
38
BAB V
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
berikut:
jam ke-6, jam ke-12 dan jam ke-18. Pada pengamatan dengan ekstrak daun
kelor 5% (K1) dan 10% (K2) dapat mempertahankan aroma daging kambing
pada jam ke-6, jam ke-12 dan jam ke-18. Pada pengamatan dengan ekstrak 15%
(K3) dapat mempertahankan tekstur daging kambing pada jam ke-6, jam ke-12
dan jam ke-18. Sedangkan perlakuan K0 pada organoleptik baik warna, aroma
3. Hasil pemeriksaan TPC pada kelompok konsentrasi ekstrak daun kelor 10%
(K2) pada jam ke 6, dan 15% (K3) menunjukkan bahwa nilai TPC dari jam ke-
6 dan jam ke-12 berada di bawah batas maksimal cemaran mikroba (BMCM).
Dan pada kelompok K0, dan K1 TPC daging kambing melebihi batas cemaran
mikroba.
39
1.2. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang cita rasa pada daging kambing yang
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang jenis mikroba yang terdapat pada
40
DAFTAR PUSTAKA
Afid dan Nurmasitoh. (2016). Efek Konsumsi Daging Kambing terhadap Tekanan
Darah. KesMas: Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad
Daulan, 10(1), 85–90.
Afrianti, M., Dwiloka, B., dan Setiani, B. E. (2013). Perubahan Warna, Profil
Protein dan Mutu Organoleptik Daging Ayam Broiler Setelah Direndam
Dengan Ekstrak Daun Senduduk. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 2(3),
116–120.
Arif, S., Masdiana, Ch., Widati A.S. (2014). Uji Total Plate Count (TPC) dan
Enterobacter Daging Kambing di Pasar Kota Malang. Universitas Briwijawa,
Malang 65145 Indonesia.
Amri, M. C., Sugito, S., Sulasmi, S., Nurliana, N., Ismail, I., dan Abrar, M. (2018).
13. Quality of Broiler Meat after Treatment of Jaloh Extract and Turmeric
Extract and Infected By Eimeria tenella. Jurnal Medika Veterinaria, 12(2), 77–
83. https://doi.org/10.21157/j.med.vet..v12i2.4109
41
Ayotunde EO, Fagbenro OA, dan Adebayo OT. 2011. Toxicityof aqueous extract
of Moringa oleifera seed powder to nile tilapia oreochromis niloticus
(LINNE1779), fingerlings. International Research Journal of Agricultural
Science and Soil Science, 1(4): 142-150.
[ANZFA] Australia New Zeeland Food Authority. 2001. Food Safety Standars:
Temperature Control Requirements. Australia.
Beti, V. (2019). Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk)
Terhadap Kualitas Mikrobiologi dan Organoleptik Daging Sapi. Skripsi, 5–
24.
Beti N.V., Wuri D. A., dan Kallau N.H.G. 2020. Pengaruh Infusa Daun Kelor
(moringa oliefera Lamk) Terhadap Pertumbuhan Mikrobiologi dan
Organoleptik pada Daging Sapi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Nusa Cendana. Vol. 8 No. 2:182-201.
Berawi, K. N., Wahyudo, R., dan Pratama, A. A. (2019). Potensi Terapi Moringa
oleifera ( Kelor ) pada Penyakit Degeneratif Therapeutic Potentials of
Moringa oleifera ( Kelor ) in Degenerative Disease. Jurnal Kedokteran
Universitas Lampung, 3, 210–214.
(BPS) Badan Pusat Statistik. 2020. Populasi Kambing menurut Provinsi (Ekor),
2018-2020
42
BSN, 2008. (2008). Mutu karkas dan daging ayam.
Bukar, A., Uba, A., dan Oyeyi, T. (2010). Antimicrobial profile of moringa oleifera
lam. Extracts against some food – borne microorganisms. Bayero Journal of
Pure and Applied Sciences, 3(1), 43–48.
Chairunnisa, S., Wartini, N. M., dan Suhendra, L. (2019). Pengaruh Suhu dan
Waktu Maserasi terhadap Karakteristik Ekstrak Daun Bidara (Ziziphus
mauritiana L.) sebagai Sumber Saponin. Jurnal Rekayasa Dan Manajemen
Agroindustri, 7(4), 551.
Dangur, S. T., Kallau, N. H. G., dan Wuri, D. A. (2020). Pengaruh Infusa Daun
Kelor (Moringa oleifera)Sebagai Preservatif Alami Terhadap Kualitas
Daging Babi. Jurnal Kajian Veteriner, 8(1), 1–23.
Helingo, Z., dan , Siti Aisa Liputo, M. L. (2021). Jambura Journal of Food
Technology ( JJFT ) Volume 3 Nomor 2 Tahun 2021 Pengaruh Penambahan
Tepung Daun Kelor Terhadap Kualitas Roti Dengan Berbahan Dasar Tepung
Sukun 2 Dosen Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan , Universitas Negeri
Gorontalo 1 Mahasisw. 3, 1–13.
Irwan, Z. (2020). Kandungan Zat Gizi Daun Kelor (Moringa Oleifera) Berdasarkan
Metode Pengeringan. Jurnal Kesehatan Manarang, 6(1), 69–77.
43
Ka’auni, M. T. (2019). Pengaruh Infusa Daun Kelor (moringa oliefera Lamk)
Terhadap Pertumbuhan Mikrobiologi dan Organoleptik pada Daging Babi
Giling Segar. Skripsi 8(5), 55.
Ka’auni M.T, Kalau N.H.G, Wuri D.A. 2020 Pengaruh Infusa Daun Kelor
(moringa oliefera Lamk) Terhadap Pertumbuhan Mikrobiologi dan
Organoleptik pada Daging Babi Giling Segar Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Nusa Cendana Vol. 8 No. 2:164-181.
Lentner M dan Bishop T. 1986. Experimental design and analysis. Valey Book
Company. Blacksburg.
Mardiyah A.B. 2019. Pengaruh Penambahan Daun Kelor (moringa olefera Lam)
dan Tulang Ayam Terhadap Sifat Organoleptik dan Tingkat Kesukaan
Nugget Ayam. Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya. a Volume 8,
No. 2. Halaman 364-371.
M.D Afid, T Nurmasitoh. 2016. Efek konsumsi daging kambing terhadapat tekanan
darah. KESMAS, Vol.10, No.1, Maret 2016, pp. 85~90.
Mileski, A. dan P. Myers. 2004. Capra hircus animal diversity Web. hircus html.
[23 juni 2013].
44
Muthukumar M, Naveena BM, Vaithiyanathan S, Sen AR, Sureshkumar K. 2012.
Pengaruh penambahan ekstrak daun kelor terhadap kualitas daging babi
giling. Diterbitkan online 2012 2 September doi: 10.1007/s13197-012-0831-
8.
Nai, Y. D., Naiu, A. S., dan Yusuf, N. (2020). Analisis Mutu Ikan Layang
(Decapterus Sp.) Segar Selama Penyimpanan Menggunakan Larutan Ekstrak
Daun Kelor (Moringa Oleifera) Sebagai Pengawet Alami. Jambura Fish
Processing Journal, 1(2), 21–34. https://doi.org/10.37905/jfpj.v1i2.5425
Paramita, N., Suada, I. K., dan Budiasa, K. (2018). Daya Tahan Daging Kambing
yang Diberikan Infusa Daun Salam (Syzygium polyanthum) pada Suhu Ruang.
Jurnal Indonesia Medicus, 7(November), 717–727.
45
Pontoh, K. C. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Keamanan Dan
Keselamatan Masyarakat Mengkonsumsi Pangan Tanpa Formalin Yang
Beredar Di Pasar Tradisional.
Posangi, I., Posangi, J., dan Wuisan, J. (2013). Efek Ekstrak Daun Sirsak (Annona
Muricata L.) Pada Kadar Kolesterol Total Tikus Wistar. Jurnal Biomedik
(JBM) 4(1).
Prihharsanti, A. H. T. (2016). Populasi Bakteri dan Jamur pada Daging Sapi dengan
Penyimpanan Suhu Rendah. Sains Peternakan, 7(2), 66.
Setiawati, W., Murtiningsih, R., Ganaeni, N., dan Rubiati, T. (2008). Tumbuhan
Bahan Pestisida Nabati dan Cara Pembuatannya.
Sitompul, M., Siswosubroto, E., Rumondor, D., Tamasoleng, M., dan Sakul, S.
(2015). Penilaian Kadar Air, Ph Dan Koloni Bakteri Pada Produk Daging
Babi Merah Di Kota Manado. Zootec, 35(1), 117.
Siti NW dan Bidura IGNG. 2017. Pemanfaatan ekstrak air daun kelor (Moringa
oleifera) melalui air minum untuk meningkatkan produksi dan menurunkan
kolesterol telur ayam. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana: Denpasar.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan III Gadja Mada University
Press, Yogyakarta.
46
Suada IK, Purnama DID, Agustian KK. 2018. Infusa daun salam mempertahankan
kualitas dan daya tahan daging sapi bali. Buletin Veteriner Udayana Volume
10 No. 1: 100-109 pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Pebruari 2018.
Sunandi, E., Nugroho, S., dan Rizal, J. (2013). Rancangan Acak Lengkap Dengan
Subsampel. E-Jurnal Statistika, 80–101.
Wahyuni, D., Yosi, F., dan Muslim, G. (2019). Kualitas Sensoris Daging Kambing
yang Dimarinasi Mengunkan Larutan Mentimun (CuccumisSativusL.). Jurnal
Peternakan Sriwijaya, 8(1), 14–20.
47
Widowati, I., Efiyati, S., dan Wahyuningtyas, S. (2014). Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Daun Kelor (Moringa Oleifera) terhadap Bakteri Pembusukan Ikan
Segar. Universitas Negeri Yogyakarta, IX, 146–157.
Zakaria TA, Sirajuddin RH , (2012). Penambahan tepung daun kelor pada menu
makanan sehari hari dalam upaya penanggulangan gizi kurang pada anak
balita. Media Gizi Pangan, XIII(1).
48
LAMPIRAN
1. Pengambilan daun
kelor segar
simplisia
3.
Penimbangan
49
Perendaman
diberi perlakuan
Pengukuran pH
6.
daging kambing
Pengujian awal
7.
pembusukan daging
50
8.
Koloni bakteri dari
pengujian TPC
Konsentrasi dan
Warna Aroma Tekstur
lama simpan
51
K1T2 Merah kehijauan Bau khas kelor Lembek
berlendir
52