Disusun oleh:
Desra Aufar Alwafi, S.Ked NIM. I4061171010
Pembimbing:
KEPANITERAAN KLINIK
PONTIANAK
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Disetujui Oleh
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura
ii
SURAT KEPUTUSAN
DEKAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
No. 8631/UN22.9/DL/2018
//H22.9/DT/2012
Tentang
Penetapan Pembimbing dan Penguji Kepanitraan Klinik Stase Kedokteran
Komunitas Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura
Atas Nama :
Desra Aufar Alwafi S.Ked NIM. I4061171010
Deby Wahyu Putriana, S.Ked NIM.14061171012
Muhammad Ihsanudin, S.Ked NIM. I4061162027
Kunayah, S.Ked NIM.14061162034
TIM PENGUJI
IV/b
dr.Widi Raharjo, M.Kes
SEKRETARIS
NIP. 196206011988031014
III/b
Patricia Ami Dameuli, SKM
PENGUJI 1
NIP.197510162005012009
III/b
Agus Fitriangga, SKM, MKM
PENGUJI 2
NIP.197908262008121003
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur tim penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga tim penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan
klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Proses penyusunan penelitian ini tentunya tidak terlepas dari berbagai kendala
dan kesulitan namun hal itu bukan menjadi halangan bagi tim penulis untuk
menyelesaikan evaluasi program ini. Tim penulis menyadari bahwa evaluasi
program ini masih jauh dari kata sempurna namun hal tersebut tidaklah mengurangi
esensi dari penulisan. Hasil evaluasi program ini juga tidak terlepas dari bantuan
seluruh pihak yang terlibat dengan kepaniteraan klinik. Oleh karena itu, bersama
dengan ini perkenankan tim penulis menyampaikan penghargaan dalam bentuk
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura, dr.Arif
Wicaksono, M. Biomed, yang memberikan tim penulis kesempatan untuk
mengikuti pendidikan pada fakultas yang dipimpinnya.
2. Yang terhormat Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura, dr. Wiwik Windarti, Sp.A, yang memberikan tim
penulis kesempatan untuk mengikuti pendidikan pada program studi yang
dipimpinnya.
3. Yang terhormat Kepala Dinas Kesehatan Kota Pontianak, dr. Sidig Handanu
Widoyono, M.Kes, yang memberikan kesempatan kepada tim penulis untuk
mengikuti kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat di UPK Puskesmas
Parit Haji Husin II Kecamatan Pontianak Tenggara.
4. Yang terhormat Ibu Sumini, SKM, M.Kes(Epid), selaku Kepala UPK
Puskesmas Parit Haji Husin Dua Pontianak Tenggara yang telah memberikan
kami kesempatan, dukungan serta membimbing untuk melakukan praktik klinik
Ilmu Kesehatan Masyarakat di UPK Puskesmas Parit Haji Husin Dua
Kecamatan Pontianak Tenggara.
iv
5. Yang terhormat dr. Bayu Zeva Wirasakti selaku dosen pembimbing pertama,
yang telah banyak membantu dan memberikan saran demi kelancaran praktik
klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat serta telah memberikan banyak kritik dan
masukan kepada kami dalam penyusunan evaluasi program.
6. Yang terhormat dr. Widi Raharjo, M.Kes, selaku dosen pembimbing kedua,
yang telah banyak membantu dan memberikan berbagai kritik dan masukan
yang membangun kepada kami dalam penyusunan evaluasi program.
7. Yang terhormat Patricia Ami Dameuli, SKM, selaku dosen penguji pertama,
yang telah memberikan banyak kritik dan masukan kepada kami dalam evaluasi
program
8. Yang terhormat Agus Fitriangga, S. KM, M. KM, selaku dosen penguji kedua,
yang telah memberikan banyak kritik dan masukan kepada kami dalam evaluasi
program.
9. Seluruh rekan-rekan, Bapak/Ibu pegawai di UPK Puskesmas Parit Haji Husin
Dua Kecamatan Pontianak Tenggara tanpa terkecuali yang juga mendukung
kelancaran dalam evaluasi program.
10. Rekan seperjuangan dalam tim penelitian yang telah banyak membantu dan
bekerjasama untuk menyelesaikan penelitian ini.
Tim penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk lebih
baik lagi kedepannya terutama dalam hal penyusunan evaluasi program. Semoga
evaluasi program ini bermanfaat bagi banyak pihak, terutama bagi pihak UPK
Puskesmas Parit Haji Husin Dua Kecamatan Pontianak Tenggara, masyarakat pada
umumnya dan bagi dunia kedokteran.
Tim Penulis
v
DAFTAR ISI
vi
2.2 Puskesmas .................................................................................................... 24
2.2.1 Definisi ............................................................................................ 24
2.2.2 Fungsi .............................................................................................. 24
2.2.3 Tujuan ............................................................................................. 26
2.2.4 Upaya Kesehatan Puskesmas ............................................................ 26
2.3 Angka Penemuan TB Paru BTA + ............................................................... 27
2.3.1 Pengertian ......................................................................................... 27
2.3.2 Definisi Operasional ......................................................................... 27
2.3.3 Langkah-langkah Penemuan Kasus ................................................ 28
2.3.4 Sumber Daya Manusia ...................................................................... 28
2.4 Evaluasi Program ......................................................................................... 30
2.3.1 Definisi ............................................................................................. 30
2.3.2 Tujuan ............................................................................................... 30
vii
BAB V HASIL PENILAIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 41
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Capaian Presentase Capaian Cakupan Penderita TB patu BTA + ..... 32
Tabel 4.1 Data Penduduk Wilayah Kerja UPK Puskesmas Paris II ................. 37
Tabel 4.2 Data Penduduk Menurut Umur di Wilayah UPK Puskesmas Paris II 38
ix
DAFTAR GAMBAR
x
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
penemuan TB paru tahun 2016 dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif (+)
sebanyak 3.528 kasus dengan angka insiden 72,57% per 100.000 penduduk.(6)
Sedangkan berdasarkan profil kesehatan Kota Pontianak tercatat angka penemuan
TB paru tahun 2016 sebanyak 64,28% sedangkan tahun 2017 sebanyak 77,19 %
dari hal tersebut terjadi peningkatan.7
Meskipun jumlah kasus TB dan jumlah kematian TB tetap tinggi untuk
penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dan disembuhkan tetap fakta juga
menunjukkan keberhasilan dalam pengendalian TB masih belum optimal. Bahwa
penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat, dan salah satu penyebab kematian sehingga perlu
dilaksanakan program penemuan TB secara berkesinambungan.
Setelah dilakukan pengkajian pada profil kesehatan Unit Pelayanan
Kesehatan (UPK) Puskesmas Parit Haji Husin II Kecamatan Pontianak Tenggara
tahun 2015-2017, Jumlah penemuan pasien TB paru dengan Basil Tahan Asam
(BTA +) yaitu 8,5% ( 17 temuan kasus dari 198 suspek TB ) tahun 2015, 8,7 % (13
temuan kasus dari 148 suspek TB) tahun 2016, 25,3% ( 17 temuan kasus dari 67
suspek TB) tahun 2017. Sedangkan target yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan
Kota Pontianak untuk UPK Puskesmas Parit Haji Husin II ialah sekitar 70%
penemuan penderita TB Paru per tahun. Kondisi masih rendahnya cakupan
penemuan TB Paru memberikan dampak pada peningkatan penyebaran penyakit
TB Paru. Kegiatan penjaringan kasus TB paru di UPK Puskesmas Parit Haji Husin
II Kecamatan Pontianak Tenggara dilakukan oleh petugas pemegang program TB
paru, kader TB serta didukung oleh petugas laboratorium.
Berdasarkan hasil penemuan yang rendah tersebut maka dikembangkan
evaluasi program puskesmas mengenai indikator kinerja penemuan kasus TB paru
BTA positif (+) di wilayah kerja UPK Puskesmas Parit Haji Husin II Kecamatan
Pontianak Tenggara tahun 2017.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui, mengidentifikasi, menganalisis serta mengevaluasi
penyebab rendahnya persentase Angka Penemuan Penderita TB Paru BTA+ di
wilayah kerja UPK Puskesmas Parit Haji Husin II Kecamatan Pontianak
Tenggara.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui faktor-faktor penyebab masalah rendahnya persentase Angka
Penemuan Penderita TB Paru BTA+ di wilayah kerja UPK Puskesmas Parit
Haji Husin II Kecamatan Pontianak Tenggara.
b. Merumuskan pemecahan masalah bagi pelaksanaan program untuk
meningkatkan persentase Angka Penemuan Penderita TB Paru BTA+ di
wilayah kerja UPK Puskesmas Parit Haji Husin II Kecamatan Pontianak
Tenggara.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mengetahui program puskesmas, perencanaan,
pelaksanaan, capaian, masalah yang timbul dalam pelaksanaan, dan dapat
mengevaluasi program puskesmas serta memberikan masukan untuk perbaikan
program.
1.4.2 Bagi Fakultas
Fakultas melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam
melaksanakan fungsi dan tugas perguruan tinggi sebagai lembaga yang
menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian bagi masyarakat,
terutama dalam peningkatan mutu kesehatan di Kota Pontianak.
1.4.3 Bagi Dinas Kesehatan Kota Pontianak
Sebagai bahan pertimbangan bagi Dinas Kesehatan untuk melakukan
kegiatan dalam program pengendalian dan pencegahan penyakit menular.
1.4.4 Bagi Puskesmas
Puskesmas mendapatkan gambaran kemungkinan masalah pelaksanaan
program dan alternatif pemecahan masalah rendahnya persentase Angka
4
2.1.2 Epidemiologi
Dalam laporan WHO tahun 2013 diperkirakan 8,6 juta kasus TB pada
tahun 2012 dimana 1.1 juta orang (13%) diantaranya pasien dengan HIV
positir. Sekitar 75% dari pasien tersebut di wiayah afrika, pada tahun 2012
diperkirkan terdapat 450.000 orang yang menderita TB MDR dan 170.000
diantaranya meninggal dunia. Pada tahun 2012 diperkirakan proporsi kasus TB
anak diantara seluruh kasus TB secara global mencapai 6% atau 530.000 pasien
TB anak pertahun, atau sekitar 8% dari total kematian yang disebabkan TB.8
Indonesia berpeluang mencapai penurunan angka kesakitan dan
kematian akibat TB menjadi setengahnya di tahun 2015 jika dibandingkan
dengan data tahun 1990 angka prevalensi TB yang pada tahun 1990 sebesar
443 per 100.000 penduduk, pada tahun 2015 ditargetkan menjadi 280 per
100.000 0enduduk berdasarkan hasil survei TB tahun 2013, prevalensi TB paru
smear positif per 100.000 penduduk umur 15 tahun keatas sebesar 257. Angka
notifikasi kasus menggambarkan cakupan penemuan kasus TB. 8
Secara umum notifikasi kasus BTA poitif baru dan semua kasus dari
tahun ke tahun di Indonesia menglamai peningkatan. Angka notifikasi kasus
pada tahun 2015 untuk semua kasus sebesar 117 per 100.00 penduduk.8
5
6
2.1.3 Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi pada TB berdasarkan pasien, diklasifikasikan
menurut:1
a. Lokasi anatomi dari penyakit
b. Riwayat pengobatan sebelumnya
c. Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
d. Status HIV
a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit
1. Tuberkulosis paru
Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap
sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitis TB
dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat
gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB
ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB
ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.1
2. Tuberkulosis ekstra paru
TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe,
abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis TB
ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau
klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan penemuan
Mycobacterium tuberculosis. Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada
beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada organ
menunjukkan gambaran TB yang terberat.(1)
b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
1. Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan
TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan
(< dari 28 dosis).
2. Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (> dari 28 dosis).
Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB
terakhir, yaitu:
7
2. Pasien TB dengan HIV negatif: adalah pasien TB dengan: Hasil tes HIV
negatif sebelumnya atau hasil tes HIV negatif pada saat diagnosis TB.
Catatan:
Apabila pada pemeriksaan selanjutnya ternyata hasil tes HIV menjadi
positif, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya sebagai pasien TB
dengan HIV positif.
3. Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui: adalah pasien TB tanpa ada
bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosisTB ditetapkan.
Catatan:
Apabila pada pemeriksaan selanjutnya dapat diperoleh hasil tes HIV
pasien, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya berdasarkan hasil tes
HIV terakhir.
2.1.4 Etiologi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
infeksi kuman (basil) Mikobakterium tuberkulosis. Sebagian besar basil
tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lain.9
Organisme ini termasuk ordo Actinomycetalis, familia
Mycobacteriaceae dan genus Mycobacterium. Genus Mycobacterium memiliki
beberapa spesies diantaranya Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan
infeksi pada manusia. Basil tuberkulosis berbentuk batang ramping lurus, tapi
kadang-kadang agak melengkung, dengan ukuran panjang 2μm-4μm dan lebar
0,2μm–0,5μm. Organisme ini tidak bergerak, tidak membentuk spora, dan
tidak berkapsul, bila diwarnai akan terlihat berbentuk manik-manik atau
granuler. Kuman ini bersifat obligat aerob dan pertumbuhannya lambat.
Dibutuhkan waktu 18 jam untuk mengganda dan pertumbuhan pada media
kultur biasa dapat dilihat dalam waktu 6-8 minggu.10, 11
Suhu optimal untuk untuk tumbuh pada 37oC dan pH 6,4 – 7,0. Jika
dipanaskan pada suhu 60o C akan mati dalam waktu 15-20 menit. Kuman ini
sangat rentan terhadap sinar matahari dan radiasi sinar ultraviolet. Disamping
itu organisme ini agak resisten terhadap bahan-bahan kimia dan tahan terhadap
pengeringan, sehingga memungkinkan untuk tetap hidup dalam periode yang
9
panjang didalam ruangan-ruangan, selimut dan kain yang ada di kamar tidur,
sputum. Dinding selnya 60% terdiri dari kompleks lemak seperti mycolic acid
yang menyebabkan kuman bersifat tahan asam, cord factor merupakan
mikosida yang berhubungan dengan virulansi. Kuman yang virulen
mempunyai bentuk khas yang disebut serpentine cord, Wax D yang berperan
dalam immunogenitas dan phospatides yang berperan dalam proses nekrosis
kaseosa. Basil tuberkulosis sulit untuk diwarnai tapi sekali diwarnai ia akan
mengikat zat warna dengan kuat yang tidak dapat dilepaskan dengan larutan
asam alkohol seperti perwarnaan Ziehl Nielsen. Organisme seperti ini di sebut
tahan asam. Basil tuberkulosis juga dapat diwarnai dengan pewarnaan
fluoresens seperti pewarnaan auramin rhodamin.12
organ tubuh lainnya. Bakteri yang bersarang pada jaringan paru berkembang
membentuk sarang primer atau Fokus Ghon. Selanjutnya dari sarang primer
infeksi dapat menyebar melalui kelenjar limfe hilus dan mediastinum kemudian
membentuk kompleks primer. Kelenjar tersebut akan membesar karena infeksi
granulomatosa yang mana dapat mengalami perkejuan.14, 15
2.1.7 Diagnosis
TB disebut juga The great immitator oleh karena gejalanya banyak
mirip dengan penyakit lain. Pada pemeriksaan klinis dibagi atas pemeriksaan
gejala klinis dan pemeriksaan fisik.
a. Anamnesis
Keluhan Pasien datang dengan batuk berdahak > 2 minggu.
Batuk disertai dahak, dapat bercampur darah atau batuk darah. Keluhan
11
dapat disertai sesak napas, nyeri dada atau pleuritic chest pain (bila
disertai peradangan pleura), badan lemah, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, malaise, berkeringat malam tanpa kegiatan fisik, dan
demam meriang lebih dari 1 bulan.17
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sangat tergantung pada luas lesi dan kelainan
struktural paru yang terinfeksi. Pada permulaan penyakit sulit
didapatkan kelainan pada pemeriksaan fisik. Suara atau bising napas
abnormal dapat berupa suara bronkial, amforik, ronki basah, suara
napas melemah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum.29 Sedangkan limfadenitis yang disebabkan oleh
M.tuberculosis dapat menyebabkan pembesaran kelenjar limfe dalam
beberapa minggu atau bulan dan selalu disertai nyeri tekan pada nodul
yang bersangkutan. Lesi umumnya terletak di sekitar perjalanan vena
jugularis, belakang leher ataupun di daerah supra clavicula.18
c. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan rutin adalah foto toraks PA. Pemeriksaan atas
indikasi seperti foto apikolordotik, oblik, CT Scan. Tuberkulosis
memberikan gambaran bermacam-macam pada foto toraks. Gambaran
radiologik yang ditemukan dapat berupa:
a. Bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah
b. Bayangan berawan atau berbercak
c. Adanya kavitas tunggal atau ganda
d. Bayangan bercak milier31
e. Bayangan efusi pleura, umumnya unilateral
f. Destroyed lobe sampai destroyed lung
g. Kalsifikasi
h. Schwarte.
Berdasarkan luasnya proses yang tampak pada foto toraks dapat
dibagi sebagai berikut:
1. Lesi minimal (minimal lesion). Bila proses tuberkulosis paru
mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan luas tidak
12
e. Kultur/biakan
Pada pemeriksaan kultur ini dibutuhkan paling sedikit 10 kuman
tuberkulosis yang hidup.Jenis-jenis pemeriksaan kultur sputum ini antara
lain:
1. Metode konvensional seperti Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh,
Middlebrook 7H-10 dan 7H-11.
2. Metode Radiometrik seperti BACTEC. Dengan teknik ini waktu yang
dibutuhkan untuk isolasi dan identifikasi mikobakterium tuberkulosis
menjadi tiga minggu saja. Untuk test sensitifitas ditambah 5-7 hari
lagi.
Gambar 2.1. Alur Diagnosis dan Tindak Lanjut TB Paru Pada Pasien Dewasa10
16
2.1.8 Tatalaksana
Semua pasien yang belum pernah diobati dan tidak memiliki faktor
resiko untuk resistensi obat harus mendapatkan pengobatan lini pertama yang
sudah disetujui oleh WHO. Terapi standar pada penderita TB paru terdiri dari
empat obat yaitu rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol yang
diberikan pada fase intensif yaitu selama 2 bulan diikuti dengan rifampisin dan
isoniazid yang diberikan pada fase lanjutan selama 4 bulan. Penggunaan obat
kombinasi dosis tetap dapat mempermudah pemberian obat.1
Terapi tersebut digunakan pada setiap pasien TB paru maupun
ekstraparu dengan onset baru dan tanpa komplikasi. Obat-obatan tersebut
diberikan dengan dosis tunggal dan dimakan sebelum makan pagi. Sebagian
besar pasien dapat diobati di rumah dan pengobatan harus diawasi secara
ketat khususnya pada 2 minggu pertama yang bertujuan untuk melihat
kepatuhan minum obat pasien serta mengawasi adanya reaksi obat.
Pengawasan kepatuhan minum obat pasien menggunakan strategi
pengobatan Directly Observed Treatment-Shortcourse (DOTS) yaitu
pengobatan yang diawasi secara langsung oleh Pengawas Minum Obat
(PMO) tiga kali per minggu menggunakan obat lini pertama dalam dosis
lebih tinggi.1
Indonesia memiliki panduan khusus Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
yang digunakan oleh Program Nasional Tuberkulosis sesuai rekomendasi
WHO dan International Standard for TB Care (ISTC) yaitu:1
Kategori 1: 2(HRZE) / 4(HR)3
Kategori 2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3
Kategori Anak : 2(HRZ) / 4(HR) atau 2HRZA(S) / 4-10HR
Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di
Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu kanamisin, kapreomisin,
levofloksasin, etionamide, sikloserin, moksifloksasin dan para-
aminosalicylic acid (PAS), serta OAT lini yaitu pirazinamid dan
etambutol.
Adapun paket pengobatan berdasarkan kategori yang telah
tersedia di Indonesia yaitu sebagai berikut:1
17
b. Kategori 2
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang
pernah diobati sebelumnya (pengobatan ulang):
1. Pasien kambuh
2. Pasien gagal pada pengobatan dengan panduan OAT kategori 1
sebelumnya
3. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)
2.1.9 Komplikasi
1. Batuk darah
2. Pneumotoraks
3. Luluh paru
4. Gagal napas
5. Gagal jantung
6. Efusi pleura
19
2.1.10 Pencegahan
Penularan utama TB adalah melalui cara dimana kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis) tersebar melalui diudara melalui percik renik
dahak saat pasien TB paru atau TB laring batuk, berbicara, menyanyi maupun
bersin. Percik renik tersebut berukuran antara 1-5 mikron sehingga aliran udara
memungkinkan percik renik tetap melayang diudara untuk waktu yang cukup
lama dan menyebar keseluruh ruangan. Kuman TB pada umumnya hanya
ditularkan melalui udara, bukan melalui kontak permukaan.1
Infeksi terjadi apabila seseorang yang rentan menghirup percik renik
yang mengandung kuman TB melalui mulut atau hidung, saluran pernafasan
atas, bronchus hingga mencapai alveoli.1
Mencegah penularan tuberkulosis pada semua orang yang terlibat
dalam pemberian pelayanan pada pasien TB harus menjadi perhatian utama.
Penatalaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) TB bagi petugas
kesehatan sangatlah penting peranannya untuk mencegah tersebarnya kuman
TB ini.1
a. Prinsip Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
Salah satu risiko utama terkait dengan penularan TB di tempat
pelayanan kesehatan adalah yang berasal dari pasien TB yang belum
teridentifikasi. Akibatnya pasien tersebut belum sempat dengan segera
diperlakukan sesuai kaidah PPI TB yang tepat.1
Semua tempat pelayanan kesehatan perlu menerapkan upaya PPI TB
untuk memastikan berlangsungnya deteksi segera, tindakan pencegahan dan
pengobatan seseorang yang dicurigai atau dipastikan menderita TB. Upaya
tersebut berupa pengendalian infeksi dengan 4 pilar yaitu :
1. Pengendalian Manajerial
2. Pengendalian administratif
3. Pengendalian lingkungan
4. Pengendalian dengan Alat Pelindung Diri
PPI TB pada kondisi/situasi khusus adalah pelaksanaan pengendalian
infeksi pada rutan/lapas, rumah penampungan sementara, barak-barak militer,
20
kadar percik renik tidak dapat dihilangkan dengan upaya administratif dan
lingkungan.
Petugas kesehatan menggunakan respirator dan pasien menggunakan
masker bedah. Petugas kesehatan perlu menggunakan respirator particulat
(respirator) pada saat melakukan prosedur yang berisiko tinggi, misalnya
bronkoskopi, intubasi, induksi sputum, aspirasi sekret saluran napas, dan
pembedahan paru. Selain itu, respirator ini juga perlu digunakan saat
memberikan perawatan kepada pasien atau saat menghadapi/menangani pasien
tersangka MDR-TB dan XDR-TB di poliklinik.1
c. Evaluasi radiologik
1. sebelum pengobatan,
2.2 Puskesmas
2.2.1 Definisi
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama,
dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- tingginya di wilayah kerjanya.23
2.2.2 Fungsi
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Untuk itu puskesmas memiiki
fungsi:23
a. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya. Puskesmas
berwenang untuk:
25
Jumlah Pasien Baru TB BTA+ yang ditemukan dan diobati dalam 1 wilayah X 100%
Jumlah perkiraan pasien Baru TB BTA+ dalam satu wilayah pada waktu 1tahun
maka hal ini tidak menyingkirkan diagnosis TB. Tes cepat dan biakan
dapat dilakukan apabila akses memungkinkan
b. Menentukan klasifikasi pasien
Pasien TB berdasarkan hasil pemeriksaannnya dapat dikategorikan
menjadi pasien tuberkulosis paru BTA positif atau pasien tuberkulosis
paru BTA negatif. Berdasarkan tipe pasien maka dapat dikategorikan
menjadi kasus baru, kasus kambuh, kasus pindahan atau kasus drop-out.24
2. Perawat
Perawat merupakan petugas medis yang dapat membantu dalam
perawatan seperti melakukan penjaringan suspek TB secara pasif maupun
aktif melalui kunjungan kontak serumah maupun melalui jejaring TB.
Memberi KIE tentang penyakit TB dan pelaksanaan pengobatan TB
dipuskesmas kepada pasien TB paru. Melakukan koordinasi dengan
fasyankes pemerintah/swasta dalam penemuan suspek TB. Melakukan
pencatatan dan pelaporan TB secara manual maupun online. 24
3. Bidan
Dalam angka penemuan TB paru seorang bidan dapat melakukan
diagnosa awal pada pasien ibu hamil yang memiliki keluhan TB. Kemampuan
petugas kesehatan salah satunya bidan perlu ditingkatkan untuk penemuan
pasien ibu hamil dengan TB Paru.
4. Pranata Laboratorium Kesehatan
a. Melaksanakan pengambilan dahak.
Petugas memberi penjelasan yang benar tentang cara mengeluarkan dahak
yaitu pasien kumur dengan air, menarik nafas dalam 2-3 kali dan hembuskan
dengan kuat kemudian batukkan dengan keras dari dalam dada. Bila dahak sulit
keluar maka petugas meminta pasien untuk melakukan olahraga ringan
kemudian menarik nafas dalam beberapa kali kemudian bila terasa batuk nafas
ditahan selama mungkin lalu batukkan. Pada malam hari sebelum tidur pasien
diminta untuk banyak minum air dan menelan 1 tablet gliseril guayakolat 200
mg. 24
b. Membuat preparat BTA
Sediaan apus dahak yang baik adalah
30
31
32
BAB IV
PENYAJIAN DATA
4.2 Kependudukan
Jumlah penduduk wilayah kerja UPK Puskesmas Parit haji Husin II
pada tahun 2015 adalah 22.429 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 11.162
jiwa dan jumlah penduduk perempuan 11.267 jiwa, dengan distribusi
penduduk menurut kelurahan dan jenis kelamin adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1. Data Penduduk Wilayah Kerja UPK Puskesmas Parit Haji
Husin II
No Keterangan Kel. BBD Kel. BD
1. Jumlah Penduduk 13.385 8.992
a. Laki-laki 6.706 4.005
b. Perempuan 6.848 3.987
2. Jumlah Kepala Keluarga 3.346 1.815
a. Laki-laki 1.995 891
b. Perempuan 1.351 924
3. Jumlah Rumah 3.241 1.325
4. Jumlah RW 14 8
5. Jumlah RT 56 35
6. Jumlah Bayi 268 160
7. Jumlah Balita 1.339 799
8. Jumlah PUS 2.585 1.463
9. Jumlah WUS 3.747 2.238
38
41
42
USG
No. Indikator Total Ranking
U S G
Angka kesakitan DBD per 100.000
1. 5 4 3 60 IV
penduduk
Dari komponen Urgency dapat kita perhatikan bahwa dari 10 indikator yang
dinilai terdapat rentang skor 3-5. Indikator yang mendapat skor 5 yakni Cakupan
penderita TBC dengan BTA + yang ditemukan dan angka kesakitan DBD per
100.000 peduduk. Indikator tersebut memiliki nilai lebih tinggi daripada indikator
lainnya karena merupakan isu yang mendesak atau segera yang harus diatasi dari
sisi waktu.
Penemuan Pasien Baru BTA +, dan angka kesakitan DBD per 100.000
penduduk mendesak dari segi waktu karena merupakan usaha untuk mencegah
penyakit yang bersifat menular sehingga apabila tidak segera diatasi penularan
44
penyakit akan terus berjalan dan penderita penyakit dapat bertambah dan akan sulit
tertangani.
Dari komponen Severity dapat kita perhatikan bahwa dari 10 indikator yang
dinilai terdapat rentang skor 3-4. Beberapa indikator yang mendapat skor maksimal
4 yakni angka kesakitan DBD per 100.000 penduduk, cakupan penderita TBC
dengan BTA + yang ditemukan, cakupan penderita TBC dengan BTA + yang
disembuhkan, penemuan penderita pneumonia pada balita. Indikator tersebut kami
beri nilai lebih tinggi daripada indikator lainnya karena hal ini berhubungan dengan
akibat yang timbul apabila terjadi penundaan pemecahan masalah tersebut yang
akan menimbulkan masalah-masalah lain. Penyakit yang dapat ditimbulkan
indikator tersebut. Penyakit yang dapat ditimbulkan indikator tersebut dapat
menimbulkan dampak tidak hanya pada aspek kesehatan namun berdampak pada
aspek sosial dan ekonomi.
Pada penyakit TB juga tidak hanya berdampak kesehatan namun juga
berdampak sosial karena TB merupakan penyakit menular sehingga stigma
masyarakat kepada penderita negatif dan ekonomi bagi penderita karena
pengobatan TB yang panjang apabila terkena pada penderita yang usia produktif
tidak dapat bekerja secara maksimal.
Dari komponen Growth dapat kita perhatikan bahwa dari 10 indikator yang
dinilai terdapat rentang skor 1-5. Indikator yang mendapat skor 5 yakni cakupan
penderita TBC dengan BTA + yang ditemukan dan cakupan penderita TBC dengan
BTA + yang disembuhkan tersebut memiliki nilai lebih tinggi daripada indikator
lainnya karena penyakit TB sangat mudah menular melalui udara (droplet) dan tren
kesadaran masyarakat mengenai masalah TB masih kurang. Akibatnya dengan
kesadaran masyarakat yang kurang terhadap masalah tersebut maka masalah
tersebut berpeluang berkembang besar tanpa disadari oleh masyarakat itu sendiri.
Hal ini terbukti dari pencapaian penemuan TB BTA + yang tidak pernah mencapai
target dalam 3 tahun terakhir.
Pada akhirnya, penetapan prioritas masalah menggunakan metode USG
yang telah dipaparkan di atas menunjukkan bahwa cakupan penderita TBC dengan
BTA + yang ditemukan menduduki peringkat pertama sebagai indikator yang harus
dievaluasi. Proses evaluasi selanjutnya akan dilanjutkan dengan estimasi penyebab
masalah dan penentuan alternatif penyelesaiannya.
45
Material
1. Media Promosi 1. Tidak tersedianya Wawancara 1. Kurang
Kesehatan media informasi dengan dimanfaatkannya
seperti papan penanggung papan pengumuman
informasi, poster, jawab program baik itu di puskesmas
pamflet, dan TB, wawancara ataupun di posyandu
leaflet kepada dengan dan di tempat-tempat
masyarakat masyarakat umum untuk
mengenai setempat dan menginformasikan
penyakit TB paru hasil observasi kepada masyarakat
di tempat-tempat tentang pentingnya
umum. mengetahui gejala
penyakit TB paru dan
berobat ke pusat
pelayanan kesehatan
yang ada.
47
3. Tidak
3. Petugas yang
terjadwalnya
petugas untuk melakukan contact
melakukan
traching merupakan
contact
traching adalah petugas
pemegang program
dan belum adanya
penjadwalan pada
petugas kesehatan.
Lingkungan
1 Sosial dan 1. Adanya stigma Wawancara 1. Stigma tersebut
ekonomi di masyarakat dengan menjadi kendala
bahwa TB paru penanggungja bagi pemegang
adalah penyakit wab program program dalam
yang TB dan mengajak pasien
memalukan. masyarakat suspek TB untuk
mulai berobat.
Penyuluhan Pengetahuan
Stigma
Perencanaan Contact Metode Penemuan
Traching Masyarakat
Karakteristik Masyarakat
Metode
Lingkungan
49
5.4.Perencanaan dan Alternatif Penyelesaian Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah sebelumnya untuk menyelesaikan
masalah terdapat beberapa alternatif penyelesaian yang dapat diajukan untuk
menyelesaikan permasalahan mengenai upaya penemuan pasien baru TB BTA
+. Alternatif penyelesaian masalah dapat diajukan untuk menyelesaikan
permasalahan adalah sebagai berikut:
Tabel 5.4 Perencanaan dan Alternatif Pemecahan Masalah
No Masalah Perencanaan Kegiatan
1. Manusia
1. Pemegang 1. Penggatian 1. Analisa petugas sesuai
Program pemegang program kompetensi dengan petugas
sesuai dengan pemegang program TB
kompetensi 2. Pelatihan pemegang program
2. Pengembangan SDM TB dan petugas puskesmas
2. Material
1. Tidak 1. Penyediaan Media 1. Tersedianya Video TB,
tersedianya Informasi poster, pamflet/leaflet
media informasi mengenai TB
3. Metode
1. Tidak adanya 1. Penjaringan Kontak 1.Penjaringan Kontak TB
perencanaan TB Contact Traching
yang matang
penjaringan
susp. TB
2. Tidak rutinnya 2. Penyuluhan 2.Penyuluhan Rutin TB
penyuluhan 3.Penjadwalan Petugas
Puskesmas
50
51
4. Lingkungan
1. Sosisal dan 1. Penyuluhan 1. Penyuluhan Rutin TB
Ekonomi.
Adanya
stigma,
kurangnya
pengetahuan
2. Kader TB
Kader TB adalah rangkaian kegiatan yang meliputi kegiatan sebagai berikut:
2.1. Perekrutan Kader TB
a. Tujuan
Merekrut calon kader tambahan yang mendapatkan pelatihan
penemuan kasus TB dan promosi TB.
54
d. Sasaran
Kader TB
e. Target
Terdapat bukti kegiatan yang telah dilakukan oleh kader TB berupa
1) penyuluhan kelompok, 2) penyuluhan perorangan, 3) kunjungan
rumah untuk membimbing dan memotivasi pasien dan PMO, 4)
penemuan dan rujuk suspek kasus TB di wilayah RW yang menjadi
tanggung jawabnya.
f. Pelaksanaan
Penyediaan buku harian kader TB yang berisi 1) informasi dasar TB,
2) peran kader TB, 3) logbook kegiatan kader TB yang dapat berupa
penyuluhan perorangan atau kelompok, penjaringan kasus TB,
kunjungan rumah.
2.4. Pendampingan Kader TB
a. Tujuan
Pendampingan kader TB untuk melakukan penemuan terduga TB
Paru di lingkungan penderita TB paru BTA + (contact tracing), serta
meningkatkan kinerja kader TB, dan motivasi kader TB dalam
bekerja.
b. Waktu dan Tempat
Waktu : Setiap ditemukannya pasien TB paru dengan BTA+
Tempat : Wilayah kerja UPK Puskesmas Parit Haji Husin II
c. Pelaksana
Petugas puskesmas yang sudah dilatih
d. Sasaran
Kader TB
e. Target
Menjaring masyarakat disekitar penemuan penderita TB paru BTA+.
f. Pelaksanaan
1. Review dan monitoring buku harian kader TB
2. Pertemuan diskusi mengenai kegiatan dan permasalahannya
bersama kader dan pihak puskesmas
57
5. Penyuluhan mengenai TB
a. Tujuan
Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB Paru
terutama mengenai gejala, penyebaran dan menjalani pengobatan
sesegera mungkin serta penghapusan stigma negatif mengenai TB
b. Waktu dan Tempat
Waktu : Sepanjang triwulan.
Tempat : Puskesmas, posyandu, Sekolah, Kantor Kecamatan
Pontianak Barat, serta tempat-tempat kegiatan
masyarakat.
c. Pelaksana
Petugas Promosi Kesehatan, petugas puskesmas, kader TB dan
ormas terkait .
d. Sasaran
Warga di wilayah kerja UPK Puskesmas Parit Haji Husin II
e. Target
Penyuluhan rutin dilakukan di banyak kegiatan warga di wilayah
kerja UPK Puskesmas Parit Haji Husin II
f. Pelaksanaan
1. Menyiapkan materi penyuluhan dengan mempergunakan sarana
seperti leaflet, slide presentasi, maupun sarana yang telah
disediakan oleh tim Promosi Kesehatan Puskesmas
2. Memberi pelatihan materi kepada petugas yang diberi tugas
memberi penyuluhan
3. Membuat jadwal penyuluhan yang disesuaikan dengan jadwal
posyandu, maupun kegiatan masyarakat lainnya.
4. Memberikan pretest dan postest mengenai materi yang
disuluhkan untuk mengetahui apakah ada peningkatan
pengetahuan masyarakat mengenai TB.
60
L = Leverage yaitu seberapa besar pengaruh kriteria yang satu dengan yang
lain dalam pemecahan masalah yang dibahas.
CARL
No. Alternatif Penyelesaian Masalah Total Ranking
C A R L
6.1. Kesimpulan
1. Terdapat beberapa faktor penyebab masalah rendahnya persentase Angka
Penemuan Penderita TB Paru BTA+ di wilayah kerja UPK Puskesmas
Parit Haji Husin II Kecamatan Pontianak Tenggara ialah berasal dari
manusia yaitu kader kurang optimal.
2. Adapun prioritas alternatif penyelesaian masalah menggunakan metode
CARL menunjukkan bahwa “Optimalisasi Kader TB” menduduki
peringkat pertama sebagai alternatif pemecahan masalah yang
diprioritaskan untuk dilaksanakan.
6.2. Saran
6.2.1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Pontianak
Membuat kebijakan ataupun memberikan bantuan teknis yang
menguntungkan bagi upaya penemuan pasien baru TB BTA + antara lain
dengan menyediakan sarana seperti presentasi penyuluhan, pemberian
pelatihan bagi kader ataupun membuat logbook kader TB dan membuat
peraturan daerah yang mewajibkan masyarakat bekerjasama dalam upaya
penemuan kasus TB.
64
65
66
67
11. Barrera L. The Basics of Clinical Bacteriology, In : Palomino, Leão, Ritacco,
editors. Tuberculosis 2007 From Basic Science to Patient Care, 1st edition.
Antwerp - Sao Paolo - Buenos Aires : Emma Raderschadt, 2007 : 93-109.
12. Philips JA, Rubin EJ. The Microbiology, Virulence, and Immunology of
Mycobacteria, In : Fishman AP, editor. Fishman’s Pulmonary Diseases and
Disorders, 4th edition. New York : The McGraw-Hill Companies, 2008 :
2459-2464.
13. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia [Internet]. 2015. Available from:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html.
14. Brooks G, Carroll K, Butel J, Morse S, Mietzner T. Mycobacteria. Chapter 23.
Jawetz, melnick & adelberg’s medical microbiology. 25th ed. United State of
America: McGraw hill; 2010. 289-92 p.
15. Brooks-brunn J. Management of patients with chest and respiratory tract
disorder. Chapter 23. In: Brunner & suddarth’s textbook of medical surgical
nursing editor: Smeltzer SC, Bare BG. 10th ed. Philadelphia: Lippincortt
William and Wilkins; 2004. 532-8 p.
16. Kritski A, de Melo FA. Tuberculosis in Adults, In : Palomino, Leão, Ritacco,
editors. Tuberculosis 2007 From Basic Science to Patient Care, 1st edition.
Antwerp - Sao Paolo - Buenos Aires : Emma Raderschadt, 2007 : 487-519.
17. Pannduan praktik klinis bagi Dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer.
18. Seaton RA. Extra-pulmonary Tuberculosis, In : Seaton A, Seaton D, Leitch
AG, editors. Crofton and Douglas’s Respiratory Diseases, 5th edition, volume
1. London : Blackwell Science Ltd, 2000 : 528-541.
19. Erni E. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan berobat pada
penderita tuberkulosis paru. [Indonesia]: Universitas Gadjah Mada; 2009.
20. Anderson K, Eileen P, Stephan W. Tuberculosis screening in Washington
State male correctional facilities. J Chest. 1986 Jun 6;89:817–21.
21. Mandal B, Wilkins E, Dunbar E, Mayon-White R. Penyakit infeksi. 6th ed.
Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008. 222 p.
68