Anda di halaman 1dari 77

SKRIPSI

ANALISIS KUANTITATIF FLAVONOID TOTAL


DALAM EKSTRAK DAN FRAKSI DAUN BINAHONG
(Anredera cordifolia) YANG DIPEROLEH DARI DESA
PENFUI KABUPATEN KUPANG NUSA TENGGARA
TIMUR

QUANTITATIVE ANALYSIS OF TOTAL FLAVONOID


IN EXTRACT AND FRACTION OF BINAHONG LEAF
(Anredera cordifolia) OBTAINED FROM PENFUI
VILLAGE, KUPANG REGENCY, EAST NUSA
TENGGARA

MARIA SELINA INDRAWATI


NIM : 1801060011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2022
HALAMAN PERSETUJUAN

Nama : Maria Selina Indrawati

NIM : 1801060011

Judul Proposal Penelitian : Analisis Kuantitatif Flavonoid Total Dalam


Ekstrak Dan Fraksi Daun Binahong (Anredera
cordifolia) Yang Diperoleh Dari Desa Penfui
Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur

Skripsi ini telah disetujui dan dinyatakan siap untuk dipertanggung jawabkan
dihadapan penguji pada :

Hari/Tanggal : Selasa,26 Juli 2022


Waktu : 09.00-11.00 WITA
Tempat : Ruang Ujian Skripsi Online Maria Selina Indrawati
dengan moda ZOOM Meeting.
https://us02web.zoom.us/j/8709957231?pwd=c21kaFhXaE
4zT2xNaGIrS1lYNjhtdz09 Meeting ID: 870 995 7231;
Passcode: 791384

Kupang, 26 Juli 2022


Menyetujui
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. I Gusti M. N. Budiana, S.Si., M.Si Sudirman, S.Pd., M.Pd


NIP. 19710723 199802 1 001 NIP. 19700817 200604 1 022

Mengetahui
Koordinator Program Studi Pendidikan Kimia

Dr. Yantus A. B. Neolaka, S.Pd., M.Si


NIP. 19810818 200801 1 010

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Maria Selina Indrawati


NIM : 1801060011
Analisis Kuantitatif Flavonoid Total Dalam
Judul Skripsi :
Ekstrak Dan Fraksi Daun Binahong (Anredera
cordifolia) Yang Diperoleh Dari Desa Penfui
Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur
Skripsi ini telah diterima oleh Panitia Ujian Sarjana Program Studi Pendidikan
Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Nusa Cendana
Kupang, dalam ujian skripsi yang dilaksanakan pada:
Hari/tanggal :
Waktu :
Tempat :
Dinyatakan :
Dengan Predikat :
DEWAN PENGUJI

Dr. Jasman, S.Pd., M.Si


1 : Pengguji Utama (…….…….)
NIP. 19690611 199403 1 001

Sudirman, S.Pd., M.Pd


2 : Anggota Penguji 1 (……….….)
NIP. 19700817 200604 1 022

Dr. I Gusti M. N. Budiana, S.Si., M.Si


3 : Anggota Penguji 2 (…….…….)
NIP. 19710723 199802 1 001

Mengesahkan Mengetahui
a.n Dekan FKIP UNDANA Koordinator Program Studi
Wakil Dekan Bidang Akademik Pendidikan Kimia

Dr. Moses Kopong Tokan, M.Si. Dr. Yantus A. B. Neolaka, S.Pd., M.Si
NIP. 19631231 199203 1 202 NIP. 19810818 200801 1 010

iii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
judul “Analisis Kuantitatif Flavonoid Total Dalam Ekstrak dan Fraksi Daun
Binahong (Anredera cordifolia) Yang DiPeroleh Dari Desa Penfui Kabupaten
Kupang Nusa Tenggara Timur”, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar sarjana pendidikan di Universitas Nusa Cendana Kupang.
Meskipun banyak penelitian sebelumnya meneliti tentang senyawa
bioaktif dalam tanaman obat dengan analisis kualitatif, namun pada skripsi ini
peneliti lebih memilih untuk melakukan analisis secara kuantitatif. Dengan itu,
penulis sangat berharap dengan adanya penelitian ini dapat bermanfaat dan
meningkatkan wawasan berilmu tentang senyawa-senyawa yang terdapat dalam
tanaman obat dalam pemanfaatannya untuk kesehatan manusia serta
meningkatkan pendidikan kimia pembaca.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penulisan skripsi ini juga
tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, di awal tulisan ini
penulis patut mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Yantus A.B. Neolaka, S.Pd., M.Si selaku Koordinator Program
Studi Pendidikan Kimia yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
menulis tulisan ini.
2. Bapak Dr. I Gusti M. N. Budiana, S.Si., M.Si selaku dosen pembimbing utama
yang telah memberikan motivasi, berbagi ilmu serta bimbingan dan arahan
kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.
3. Bapak Sudirman, S.Pd., M.Pd selaku pembimbing pendamping, yang telah
memberikan arahan, bimbingan, dan nasehat kepada penulis selama penelitian
dan penyusunan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kesalahan serta
kekurangan. Sebagai manusia yang tidak terlepas dari kesalahan maka penulis
meminta maaf sebesar-besarnya, apabila dalam penyusunan skripsi ini terdapat
kesalahan. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

iv
UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penyusunan skripsi ini banyak hambatan serta rintangan yang


penulis hadapi. Namun, Puji Tuhan pada akhirnya penulis dapat melaluinya
karena tak lain dan tak bukan berkat adanya bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak, baik secara moral maupun spiritual. Untuk itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan teimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. I Gusti M. N. Budiana, S.Si., M.Si selaku dosen pembimbing utama
yang telah memberikan motivasi, berbagi ilmu serta bimbingan dan arahan
kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi
2. Bapak Sudirman, S.Pd., M.Pd selaku pembimbing pendamping, yang telah
memberikan arahan, bimbingan, dan nasehat kepada penulis selama penelitian
dan penyusunan skripsi
3. Bapak Dr. Jasman, S. Pd., M. Si selaku dosen penguji yang telah memberikan
arahan dan masukkan dalam penyelesaian skripsi ini
4. Kakak Jecky Nenohai, S.Pd yang telah membantu dalam semua urusan
administrasi di Program Studi Pendidikan Kimia
5. Bapak-bapak teknisi di Laboratorium Pendidikan Kimia serta ibu-ibu teknisi
di Laboratorium Bioscience yang telah membantu penulis selama melakukan
penelitian
6. Kedua orang tua tercinta Bapak Philipus Judu dan Mama Maria Daflora Ona
yang selalu mendoakan dan mendukung penulis sampai terselesainya skripsi
ini
7. Adik-adik tersayang Berto Hilman, Yebri Judu, Fitri Judu dan Yatni Judu
yang selalu memberikan dukungan dalam bentuk apapun selama perkuliahan
hingga penyelesaian skripsi ini
8. Tanta Rostina Ganut dan tanta Yustina Wenot yang selalu memberikan
semangat dan memotivasi penulis
9. Keluarga besar di Nggola yang telah membantu penulis
10. Sahabat kecil Nelci Rindu yang selalu memberikan semangat kepada penulis
11. Rekan setim “KUERSETIN” (Arni, Berti, Hilde, Yesti, Opa Dion) yang selalu
mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini

v
12. Teman-teman “SPK OFFICIAL” yang selalu mendukung dan memberi
semangat selama perkuliahan hingga terselesainya skripsi ini
13. Teman-teman seperjuangan angkatan 2018 “TITANIUM” atas bantuan,
dukungan,dan setia membantu penulis baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini.
14. Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Pendidikan Kimia (IMASPIKA) yang telah
membantu penulis
15. Teman-teman baik di Asrama Putri Kasih Abadi II yang telah sangat
membantu penulis
16. Kepada semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu-
persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis hingga penyelesaian
skripsi ini.

vi
MOTTO

“Tidak Ada Gunanya Usahamu Bila Tanpa Diiringi Dengan Doa, Sebab
Usaha Tanpa Doa Sama Dengan Jalan Tanpa Tujuan”

Maria S. Indrawati

vii
ABSTRAK

Analisis Kuantitatif Flavonoid Total Dalam Ekstrak Dan Fraksi Daun


Binahong (Anredera cordifolia) Yang Diperoleh Dari Desa Penfui Kabupaten
Kupang Nusa Tenggara Timur

Maria S. Indrawati1, I. Gusti M. N. Budiana2, dan Sudirman3

Daun Binahong (Anredera cordifolia) adalah salah satu tanaman obat tradisional
yang digunakan oleh masyarakat untuk mengobati berbagai penyakit. Tujuan dari
penelitian ini untuk mengetahui flavonoid total yang terkandung pada ekstrak dan
fraksi daun binahong (Anredera cordifolia) yang diperoleh dari Desa Penfui
Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Pada penelitian ini, Ekstraksi daun
binahong dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol.
Fraksinasi dilakukan dengan menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat dan air.
Penentuan flavonoid total dalam ekstrak dan fraksi daun binahong menggunakan
metode spektroskopi ultraviolet-tampak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kadar flavonoid total daun binahong untuk ekstrak metanol adalah sebesar 5,50
mgQE/g, sementara untuk fraksi n-heksana, fraksi etil asetat, dan fraksi air
berturut-turut adalah sebesar 6,17 mgQE/g, 7,04 mgQE/g, dan 0,13 mgQE/g.
Kata Kunci: Binahong (Anredera cordifolia), Flavonoid, Ekstraksi, Metanol,
Fraksinasi, Spektroskopi Ultraviolet-Tampak

1)
Mahasiswi Peneliti
2)
Pembimbing Utama
3)
Pembimbing Pendamping

viii
ABSTRACT

Quantitative Analysis Of Total Flavonoid In Extract And Fraction Of


Binahong Leaf (Anredera cordifolia) Obtained From Penfui Village, Kupang
Regency, East Nusa Tenggara

Maria S. Indrawati1, I. Gusti M. N. Budiana2, dan Sudirman3

Binahong leaf (Anredera cordifolia) is one of the traditional medicinal plants used
by the community to treat various diseases. The purpose of this study was to
determine the total flavonoids contained in the extract and fraction of the leaves of
binahong (Anredera cordifolia) obtained from Penfui Village, Kupang Regency,
East Nusa Tenggara. In this study, the extraction of binahong leaves was carried
out by maceration method using methanol as a solvent. Fractionation was carried
out using n-hexane, ethyl acetate and water as solvents. Determination of total
flavonoids in the extract and fraction of binahong leaves using ultraviolet-visible
spectroscopy method. The results showed that the total flavonoid content of
binahong leaves for the methanol extract was 5.50 mgQE/g, while for the n-
hexane fraction, ethyl acetate fraction, and water fraction, respectively they were
6.17 mgQE/g, 7.04 mgQE/g, and 0.13 mgQE/g.

Keywords: Binahong (Anredera cordifolia), Flavonoid, Extraction, Methanol,


Fractionation, Ultraviolet-Visible Spectroscopy

1)
Research Student
2)
Principal Advisor
3)
Companion Advisor

ix
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
PRAKATA ............................................................................................................. iv
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................... v
MOTTO ................................................................................................................ vii
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
ABSTRACT ........................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5
2.1. Tanaman Binahong................................................................................... 5
2.1.1. Klasifikasi Tanaman Binahong ......................................................... 6
2.1.2. Morfologi Tanaman Binahong .......................................................... 6
2.1.3. Habitat Tanaman Binahong............................................................... 6
2.1.4. Manfaat Tanaman Binahong ............................................................. 7
2.1.5. Kandungan Kimia Tanaman Binahong ............................................. 8
2.2. Uraian Flavonoid ...................................................................................... 9
2.3. Ekstraksi ................................................................................................. 15
2.4. Fraksinasi ................................................................................................ 16
2.5. Spektrofotometer Uv-Vis ....................................................................... 17
2.6. Kuersetin ................................................................................................ 19
2.7. Penelitian Relevan .................................................................................. 21
BAB III KONSEP ILMIAH.................................................................................. 23

x
BAB IV METODE PENELITIAN ....................................................................... 25
4.1. Tempat Dan Waktu Penelitian ............................................................... 25
4.2. Alat dan Bahan ....................................................................................... 25
4.2.1. Alat Penelitian ................................................................................. 25
4.2.2. Bahan Penelitian.............................................................................. 25
4.3. Prosedur Kerja ........................................................................................ 25
4.3.1. Pengambilan Simplisia Daun Binahong (Anredera cordifolia) ...... 25
4.3.2. Proses Ekstraksi .............................................................................. 25
4.3.3. Proses Fraksinasi ............................................................................. 26
4.3.4. Analisis Kuantitatif Dengan Metode Spektrofotometer UV-Vis .... 26
4.3.5. Teknik Analisis Data ....................................................................... 27
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................... 28
5.1. Pengambilan Simplisia Daun Binahong (Anredera cordifolia) ............. 28
5.2. Proses Ekstraksi ...................................................................................... 29
5.3. Proses Fraksinasi .................................................................................... 30
5.4. Analisis Kuantitatif Dengan Metode Spektrofotometer UV-Vis ........... 33
5.4.1. Penentuan Kurva Baku Kuersetin ................................................... 33
5.4.2. Penentuan Kadar Flavonoid Total................................................... 36
BAB VI PENUTUP .............................................................................................. 39
6.1. Kesimpulan ............................................................................................. 39
6.2. Saran ....................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 40
LAMPIRAN ............................................................................................................. I

xi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 5. 1 Persen rendamen ekstrak daun binahong ........................................ 30
Tabel 5. 2. Berat Ekstrak Kental dari Masing-masing Fraksi ........................... 33
Tabel 5. 3 Hasil pengukuran absorbansi larutan baku standar kuersetin ......... 35
Tabel 5.4. Hasil pengukuran uji aktivitas fraksi daun binahong dengan
spektrofotometer UV-Vis ...................................................................................... 36
Tabel 5. 5 Hasil penetapan kadar flavonoid total pada ekstrak metanol daun
binahong (Anredera cordifolia) ............................................................................. 37

xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2. 1 Tanaman Binahong (Anredera cordifolia) ........................................ 5
Gambar 2. 2 Kerangka C6 – C3 – C6 Flavonoid .................................................. 9
Gambar 2. 3 Struktur Kerangka Flavon............................................................... 11
Gambar 2. 4 Struktur Kerangka Flavonol ........................................................... 12
Gambar 2. 5 Struktur kerangka Flavanon ........................................................... 12
Gambar 2. 6 Struktur Kerangka Flavanol ............................................................ 13
Gambar 2. 7 Struktur Kerangka Antosianidin ..................................................... 13
Gambar 2. 8 Struktur Kerangka Kalkon .............................................................. 14
Gambar 2. 9 Struktur Auron ............................................................................... 15
Gambar 2. 10 Rangkaian Alat Spektrofotometer UV-Vis ................................... 18
Gambar 2. 11 Proses Dispersi atau Penyebaran Cahaya ..................................... 18
Gambar 2. 12 Struktur Kuersetin ......................................................................... 20
Gambar 2. 13 Kuersetin -3-O-β-glukosida .......................................................... 21
Gambar 3. 1 Bagan Kerangka Konsep ................................................................ 24
Gambar 5. 1 Proses penyaringan hasil maserasi ................................................. 29
Gambar 5. 2 Ekstrak kental metanol daun binahong (Anredera cordifolia) ........ 30
Gambar 5. 3. Fraksi n-heksana dan air (kiri), (b) Fraksi etil asetat dan fraksi air
(kanan)................................................................................................................... 32
Gambar 5. 4 Variasi Konsentrasi Kuersetin ........................................................ 34
Gambar 5. 5 Pembentukan kompleks kuersetin-AlCl3 ........................................ 34
Gambar 5. 6 Grafik hasil penentuan kurva baku kuersetin ................................. 35
Gambar 5. 7 Grafik nilai kadar total flavonoid ................................................... 37

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Skema Kerja ........................................................................................ I
Lampiran 2. Perhitungan ....................................................................................... VI
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian ..................................................................XIII
Lampiran 4. Pernyataan Antiplagiarisme Dalam Skripsi ................................. XVIII

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang terkenal dengan
keanekaragaman tanamannya yang dapat digunakan sebagai obat. Bagian tanaman
yang dapat digunakan sebagai obat berupa daun, batang, buah, bunga dan akar
(Poeloengan et al., 2006).
Pemanfaatan tanaman sebagai obat tradisional telah dilakukan sejak zaman
dahulu, yang didasari atas pengalaman secara turun-temurun. Dewasa ini
pemanfaatan obat tradisional mengalami perkembangan yang sangat pesat baik
dari segi penelitian maupun segi penerapannya. Di Indonesia terdapat sekitar
2.518 jenis tanaman yang berkhasiat obat. Dimana jumlah ini akan terus
bertambah seiring dengan ditemukannya jenis-jenis tumbuhan baru yang
berkhasiat obat. Tanaman obat sendiri adalah tanaman yang seluruh atau salah
satu bagian pada tumbuhan tersebut mengandung zat aktif yang dapat
dimanfaatkan sebagai penyembuh penyakit juga berkhasiat bagi kesehatan (Yassir
& Asnah, 2019). Salah satu bahan alam yang memiliki khasiat obat adalah
tanaman Binahong (Anredera cordifolia) yang merupakan tanaman yang termasuk
dalam famili Basellaceae.
Binahong (Anredera cordifolia) merupakan salah satu tanaman khas
Indonesia yang secara empiris dapat dimanfaatkan untuk mengobati berbagai
macam penyakit, diantaranya untuk pengobatan luka bakar, penyakit tifus, radang
usus, sariawan, keputihan, pembengkakan hati, pembengkakan jantung,
meningkatkan vitalitas dan daya tahan tubuh (Utami et al., 2015). Daun binahong
telah dilaporkan mempunyai aktivitas antidiabetes, antijamur, antibakteri, dan
antihematoma. Selain itu, daun binahong memiliki aktivitas antioksidan, asam
askrobat, dan senyawa fenolik yang memiliki kemampuan melawan bakteri gram
positif dan gram negatif yang lebih rentan terhadap efek penghambatan sebagai
salah satu terapi non-farmakologis acne vulgaris (Anwar & Soleha, 2016). Salah
satu daerah yang menghasilkan tanaman binahong adalah Kupang, Nusa Tenggara

1
Timur. Kupang termasuk daerah dataran rendah sehingga baik tanaman binahong
maupun tanaman obat lainnya dapat tumbuh subur.
Sebagai obat, daun binahong dapat dikonsumsi secara langsung ataupun
obat luar. Namun mengkonsumsi daun binahong secara langsung menghasilkan
aroma yang menyengat dan kurang disenangi oleh konsumen, sehingga diperlukan
proses pengolahan untuk mengurangi aroma yang menyengat dengan cara
pengeringan. Pengeringan bertujuan agar sampel tidak mudah rusak dan dapat
disimpan dalam waktu yang lama (Manoi, 2015)
Pengeringan dikenal dengan dua metode yaitu pengeringan alamiah dan
pengeringan buatan. Pengeringan alamiah yaitu dengan panas sinar matahari
langsung dan diangin-anginkan tanpa dipanaskan dengan sinar matahari langsung.
Sedangkan pengeringan secara buatan dilakukan menggunakan alat atau mesin
pengering (oven) yang suhu kelembaban, tekanan, dan aliran udaranya dapat
diatur (Winangsih et al., 2013). Namun berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, pengeringan dengan menggunakan oven
menghasilkan karakteristik mutu simplisia yang lebih baik.
Skrining fitokimia ekstrak etanol menunjukkan daun binahong
mengandung senyawa bioaktif fenolik, flavonoid, titerpenoid, β-sitosterol,
alkaloid, dan saponin. Senyawa bioaktif merupakan metabolit sekunder yang
dihasilkan tumbuhan melalui serangkaian reaksi metabolisme sekunder. Berbagai
penelitian tentang senyawa bioaktif telah dilakukan untuk tujuan kesehatan
manusia, mulai dari dijadikan suplemen sampai obat bagi manusia (Prabowo et
al., 2014). Salah satu metabolit sekunder yang berperan penting dalam aktivitas
tanaman binahong adalah flavonoid. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari
senyawa fenol, dimana senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat
pertumbuhan virus, bakteri dan jamur. Flavonoid mampu menghambat motilitas
bakteri (Darsana et al., 2012). Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder
yang memiliki aktivitas antioksidan karena mampu mendonasikan atom H dari
gugus hidroksi kepada senyawa radikal bebas (Ipandi et al., 2016). Radikal bebas
sangat berbahaya bagi tubuh manusia karena dapat merusak komponen-komponen
sel tubuh seperti lipid, protein, dan DNA (Wayan et al., 2014). Oleh karena itu,

2
kandungan metabolit sekunder flavonoid dalam tanaman binahong sangat penting
untuk menyembuhkan gejala penyakit.
Potensi tanaman binahong cukup besar untuk dijadikan fitofarmaka.
Tetapi kualitas kandungan senyawa dalam tanaman yang berpotensi sebagai obat
dapat dipengaruhi oleh perbedaan asal tanaman, bagian tubuh tanaman yang diuji,
kondisi daerah tanam dan jenis pelarut yang digunakan (Salim, 2016). Untuk itu
diperlukan standarisasi simplisia dan ekstrak tanaman binahong. Tujuan dari
standarisasi adalah menjaga stabilitas dan keamanan, serta mempertahankan
konsistensi kandungan senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia maupun
ekstrak. Salah satu parameter standar adalah kadar flavonoid total dalam ekstrak.
Beberapa peneliti yang telah melakukan penelitian mengenai kadar flavonoid
dalam daun binahong menginformasikan bahwa daun binahong positif
mengandung flavonoid.
Penelitian kadar flavonoid total dalam daun binahong memang sudah
diteliti oleh beberapa peneliti sebelumnya. Namun dikarenakan tanaman binahong
tumbuh ditempat yang berbeda, kualitas tanah dan letak geografis asal tanaman,
besar kemungkinan kandungan yang terdapat dalam tanaman tersebut pun
berbeda. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut
untuk mengetahui kadar flavonoid total yang terdapat dalam daun binahong
dengan judul “Analisis Kuantitatif Flavonoid Total dalam Ekstrak dan Fraksi
Daun Binahong (Anredera cordifolia) Yang Diperoleh Dari Desa Penfui
Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur”.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini, adalah: berapakah kadar flavonoid total yang terkandung pada
ekstrak dan fraksi daun binahong (Anredera cordifolia)?

1.3. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini, adalah untuk mengetahui kadar
flavonoid total yang terkandung pada ekstrak dan fraksi daun binahong (Anredera
cordifolia).

3
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat di ambil dari penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti:
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya ilmu kimia, serta sebagai sarana meningkatkan
keterampilan laboratorium.
2. Bagi masyarakat
Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat menambah wawasan dan
data serta informasi bagi masyarakat tentang pemanfaatan senyawa kimia
yang terdapat dalam daun binahong (Anredera cordifolia) sebagai salah
satu tanaman obat tradisional untuk kesehatan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Binahong
Tanaman binahong (Anredera cordifolia) adalah tanaman obat potensial
yang dapat mengatasi berbagai penyakit. Tanaman ini termasuk kedalam familia
Basellaceae yang berasal dari daratan Cina (Tiongkok) dengan nama asalnya
adalah Dheng shan chi. Di Indonesia tanaman ini belum banyak dikenal,
sedangkan di Vietnam tanaman ini merupakan suatu makanan wajib bagi
masyarakat disana (Desi M & Nova, 2018). Binahong tumbuh di daerah beriklim
sedang, untuk itu binahong mudah dibudidayakan dan tersebar di daerah tropis
maupun subtropis.

Gambar 2. 1 Tanaman binahong (Anredera cordifolia) (Anwar & Soleha, 2016)


Binahong merupakan salah satu tanaman yang berpotensi untuk
dikembangkan sebagai bahan baku obat antibiotik. Binahong telah dikenal
memiliki kasiat penyembuhan yang luar biasa dan telah ribuan tahun dikonsumsi
oleh Bangsa Tiongkok, Korea, dan Taiwan. Beberapa antimikroba yang
terkandung pada tanaman binahong, yaitu: flavonoid, saponin, alkaloid, terpenoid,
asam askorbat dan minyak atsiri. Menurut (Fitriyah et al., 2013), tanaman ini
dikenal dengan sebutan madeira vine yang dipercaya memiliki kandungan
antioksidan dan antivirus yang tinggi.

5
2.1.1. Klasifikasi Tanaman Binahong
Klasifikasi adalah proses pengaturan atau pengolahan makhluk dalam
kategori golongan yang bertingkat. Menurut (Vivian-Smith et al., 2007) tanaman
binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) dapat diklasifikasikan sebagai :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisio : Spermatophyta
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Caryophyllidae
Ordo : Caryophyllales
Familia : Basellaceae
Genus :Anredera
Spesies : Anredera Cordifolia (Ten) Steenis)

2.1.2. Morfologi Tanaman Binahong


Binahong (Anredera cordifolia) tumbuh menjalar dan panjangnya dapat
mencapai 5 meter, berbatang lunak berbentuk silindris dan pada sela-sela daun
dan tangkai terdapat seperti umbi yang bertekstur kasar. Daunnya tunggal dan
mempunyai tangkai pendek, bersusun berselang-seling dan berbentuk jantung.
Panjang daun antara 5-10 cm dan mempunyai lebar antara 3-7 cm. seluruh bagian
tanaman binahong dapat dimanfaatkan, mulai dari akar, batang, daun, umbi dan
bunganya. Tumbuhan ini berakar berbentuk rimpang dan berdaging lunak.
Batangnya lunak, silindris, saling membelit, berwarna merah, bagian dalam solid,
berdaun tunggal dan bertangkai sangat pendek (Desi M & Nova, 2018).

2.1.3. Habitat Tanaman Binahong


Binahong (Anredera Cordifolia) merupakan tumbuhan yang diduga
berasal dari Amerika Selatan. Tumbuhan ini mudah tumbuh di dataran rendah
maupun dataran tinggi. Banyak dibudidayakan sebagai tanaman hias atau obat
herbal, di dalam pot, halaman, pekarangan, atau kebun. Habitat tanaman herbal
binahong adalah sebagai gulma dihutan, ditepi saluran air dan daerah tepi saluran
sungai, tempat pembuangan sampah, kebun, taman, diantara tanaman perkebunan,
dan dipinggir jalan, yang beriklim basah, daerah tropis dan sub-tropis. Tanaman

6
binahong biasanya hidup dengan rata-rata kisaran temperatur antara 20-30 pada
bulan januari dan 10-30 pada bulan juli. Wilayah tempat hidupnya memiliki
rata-rata curah hujan 500-2000 mm, terdiri dari beragam jenis vegetasi hutan,
padang rumput, lahan pertanian dan semak belukar (Vivian-Smith et al., 2007).

2.1.4. Manfaat Tanaman Binahong


Pada umumnya daun binahong memiliki manfaat yang sangat besar salah
satunya dalam hal pengobatan. Secara empiris binahong dapat menyembuhkan
berbagai macam penyakit. Dalam hal pengobatan bagian tanaman binahong dapat
berasal dari daun, batang, akar dan bunga maupun umbi yang menempel pada
daunnya. Beberapa penyakit yang dapat disembuhkan dengan menggunakan
tanaman ini adalah kerusakan ginjal, diabetes, pembengkakan jantung, muntah
darah, tifus, stroke, wasir, rhematik, pemulihan pasca operasi, pemulihan pasca
melahirkan, menyembuhkan segala luka-luka dalam dan khitanan, radang usus,
melancarkan dan menormalkan peredaran darah dan tekanan darah, sembelit,
sesak napas, sariawan berat, pusing-pusing, sakit perut, menurunkan panas tinggi,
menyuburkan kandungan, maag, asam urat, keputihan, pembengkakan hati,
meningkatkan vitalitas dan daya tahan tubuh, serta sebagai antioksidan (Selawa et
al., 2013), antibiotik, antivirus, dan antiinflamasi (Kurniawan & Aryana, 2015).
Ekstrak daun binahong memiliki manfaat dalam hal antibakteri.
Efektivitasnya telah diuji oleh (Leliqia et al., 2017) yang menyatakan bahwa daun
binahong memiliki efektivitas terhadap bakteri gram positif dan gram negatif.
Bakteri gram positif yang diuji ialah S.Aureus (ATCC 6538), MSSA, methicillin
resistant S.Aureus (MRSA), B. Subtilis (ATCC 6633), dan B. Cereus (ATCC
11778). Sementara bakteri gram negatif meliputi P. Aeruginosa (ATCC 9027), E.
Coli (ATCC 8939), E. Coli H7 (0156), dan ESBL E. Coli.
Dalam penelitian (Lestari et al., 2015) menyatakan ekstrak daun binahong
memiliki manfaat sebagai Antihyperlipidemia dan dapat menurunkan lemak
endotel pada pembuluh darah. Penelitiannya menguji ekstrak daun binahong
dengan dosis 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB, dan 200 mg/kgBB.

7
2.1.5. Kandungan Kimia Tanaman Binahong
Kandungan senyawa yang terdapat pada daun binahong yaitu: saponin,
flavonoid, alkaloid, polifenol, asam askorbat (Hidayat et al., 2019). Jenis
flavonoid yang diperoleh dari hasil isolasi dan identifikasi serbuk segar dan
serbuk kering ekstrak etanol daun binahong adalah flavonol (Selawa et al., 2013),
serta mempunyai kapasitas sebagai antioksidan. Daun binahong mengandung
flavonoid, saponin, dan steroid atau titerpenoid (Garmana et al., 2014). Menurut
penelitian yang dilakukan oleh (Astuti et al., 2011), tanaman binahong
mengandung saponin pada semua bagian tanaman, titerpenoid, dan steroid, serta
tannin.
2.1.5.1. Flavonoid
Beragam riset menunjukkan flavonoid dari ekstrak daun binahong
memiliki aktivitas farmakologi sebagai anti farmasi analgesic dan antidioksidan.
Mekanisme anti inflamasi misalnya terjadi melalui efek penghambatan pada jalur
metabolism asam arakhidona, pembentukan prostaglandin, hingga pelepasan
histamine pada radang.
2.1.5.2. Alkaloid
Alkaloid adalah bahan organic yang mengandung nitrogen sebagai bagian
dari sistem heterosiklik. Alkaloid memiliki aktivitas hipoglikemik.
2.1.5.3. Asam Oleanolik
Asam oleanolik termasuk golongan triperteroid yang merupakan sumber
antioksidan di tanaman. Sistem perlindungan oleh asam oleanolik adalah dengan
mencegah racun menyusup ke dalam sel dengan cara meningkatkan sistem
pertahanan sel. Asam oleanolik juga bersifat anti inflamasi. Kandungan nitrit
oksida di asam oleanolik merupakan antioksidan kuat yang bersifat racun pada
bakteri merugikan yang dapat berfungsi sebagai toksin yang kuat untuk
membunuh bakteri.
Dengan demikian kehadiran asam oleanolik akan memperkuat daya tahan
sel terhadap infeksi sekaligus memperbaiki sel rusak. Senyawa golongan
triperteroid pada daun binahong juga dapat menurunkan kadar gula darah
sehingga luka pada penderita diabetes yang sulit sembuh dapat diobati dengan
cepat.

8
2.1.5.4. Protein
Binahong juga kaya akan protein dengan berat molekul besar, hal tersebut
menjadi keuntungan karena protein dapat menjadi antigen yang memacu
pembentukan antibody. Protein ini juga mampu menstimulasi produksi nitrit
oksidasi sehingga dapat meningkatkan aliran darah berisi nutrisi kesetiap jaringan
sel. Nitrit oksida juga penting untuk produksi hormon pertumbuhan.
2.1.5.5. Asam Askorbat
Asam askorbat dikenal sebagai vitamin C. kehadiran asam askorbat dapat
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi, memelihara membran mukosa,
mempercepat penyembuhan, serta antioksidan. Asam askorbat pun memiliki
peranan penting untuk mengaktifkan enzim prolilhidroksilase yang menunjang
tahap hidroksilasi ketika kolagen dibentuk. Dengan semakin cepatnya
pembentukan kolagen, proses penyembuhan luka berlangsung singkat. Asam
askorbat yang tidak bisa di produksi tubuh manusia karena tubuh tidak
mempunyai enzim untuk mengubah glukosa atau galaktosa menjadi asam
askorbat, yang memerlukan sumber vitamin C itu dari makanan.
2.1.5.6. Saponin
Saponin adalah glikosida yaitu metabolit sekunder yang banyak terdapat di
alam terdiri dari gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau sapogeni. Pada
tanaman, saponin banyak di temukan pada akar dan daun. Kehadiran saponin
memberikan banyak manfaat karena memiliki sifat antibakteri dan antivirus.

2.2. Uraian Flavonoid


Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder
yang paling banyak ditemukan didalam jaringan tanaman. Flavonoid termasuk
dalam golongan senyawa phenolic dengan struktur kimia C6 – C3 – C6.

Gambar 2. 2 Kerangka C6 – C3 – C6 flavonoid (Redha, 2010)

9
Kerangka flavonoid terdiri atas satu cincin aromatic A, satu cincin
aromatic B, dan cincin tengah berupa heterosiklik yang mengandung oksigen dan
bentuk teroksidasi, cincin ini dijadikan dasar pembagian flavonoid kedalam sub-
sub kelompoknya. Sistem penomoran digunakan untuk membedakan posisi
karbon disekitar molekulnya (Redha, 2010).
Kegunaan flavonoid yaitu sebagai berikut:
1. Pada tanaman
Flavonoid memberikan perlindungan terhadap adanya stress lingkungan,
pengatur pertumbuhan tanaman. Perlindungan terhadap radiasi ultraviolet dan
daya Tarik penyerbuk serangga, jamur, virus, dan bakteri, disamping sebagai
pengendali hormon dan enzim inhibitor (Vidak et al., 2015) .
2. Pada manusia
Flavonoid pada manusia berfungsi sebagai stimulant pada jantung, diuretik,
menurunkan kadar gula darah, dan sebagai antijamur, memiliki fungsi sebagai
antibakteri, antiinflamasi, antitumor, antialergi, dan mencegah osteoporosis.
Flavonoid dapat mencegah penyakit kardiovaskuler dengan cara menurunkan
laju oksidasi lemak karena peranannya sebagai antioksidan. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa flavonoid menurunkan hyperlipidemia pada
manusia. Penghambatan oksidasi LDL pada kasus penyakit jantung oleh
flavonoid, dapat mencegah pembentukan sel-sel busa dan kerusakan lipid
(Nurjanah et al., 2012).
Flavonoid merupakan senyawa dengan bobot molekul rendah dan
memiliki struktur dasar C6C3C6 yaitu terdiri atas 2 buah cincin benzene yang
dihubungkan dengan 3 karbon. Flavonoid adalah kelas senyawa yang disajikan
secara luas di alam. Hingga saat ini, lebih dari 9000 flavonoid telah dilaporkan,
dan jumlah kebutuhan flavonoid bervariasi antara 20 mg dan 500 mg, terutama
terdapat dalam suplemen makanan termasuk teh, anggur merah, apel, bawang dan
tomat (Arifin & Ibrahim, 2018).
Flavonoid terbagi menjadi flavon, flavanone, flavonol, katekin, flavanol,
kalkon dan antosianin (Panche et al., 2016). Pembagian kelompok flavonoid
didasarkan pada perbedaan struktur terutama pada substitusi karbon pada gugus
aromatik sentral dengan beragam aktivitas farmakologi yang ditimbulkan (Wang

10
et al., 2018). Menurut (Alfaridz & Amalia, 2018) diklasifikasikan sebagai flavon,
flavonol, flavanon, flavanol, Antosianidin, dan kalkon.
1. Flavon
Flavon merupakan flavonoid yang sering ditemukan pada daun, buah dan
bunga dalam bentuk glukosida. Beberapa contoh senyawa flavon adalah
apigenin, luteolin, luteolin-7-glukosida, akatekin, dan baicalin (Cushnie &
Lamb, 2005). Struktur flavon sendiri terdiri dari ikatan rangkap antara posisi
2´ dan 3´, serta memiliki keton pada posisi 4. Sebagian besar flavon memiliki
gugus hidroksil pada posisi 5. Tanaman yang banyak mengandung flavon
diantaranya adalah seledri, kamomil, daun mint, dan ginkgo biloba (Panche et
al., 2016).

Gambar 2. 3 Struktur kerangka flavon (Cushnie & Lamb, 2005)


2. Flavonol
Flavonol merupakan flavonoid dengan gugus keton. Senyawa flavonol
diantaranya adalah kuersetin, mirisetin, fisetin, galangin, morin, rutin, dan
robinetin (Cushnie & Lamb, 2005). Perbedaan antara flavonol dengan flavon
terdapat pada gugus di posisi 3 pada cincin C yang memungkinkan terjadi
glikolisis. Aktivitas farmakologi yang dimiliki flavonol adalah antioksidan.
Gugus aromatik cincin B merupakan gugus yang bertanggung jawab atas
aktivitas flavonol karena ikatan rangkap konjugasi pada nomor 2´ dan 3´
memiliki kemampuan untuk berpindah elektron dari cincin B menuju radikal
bebas dan memecahkan radikal bebas (Makris et al., 2006).

11
Gambar 2. 4 Struktur kerangka flavonol (Uchiha, 2020)

3. Flavanon
Flavanon adalah kelompok flavonoid yang ada dalam buah jeruk (Koosha et
al., 2016). Pada sebagian besar senyawa flavanone, cincin-C terhubung
dengan cincin-B pada posisi C2 dengan konfigurasi-A. flavon sangat reaktif
dan telah dilaporkan dapat mengalami reaksi hidroksilasi, glikosilasi, dan O-
metilasi.

Gambar 2. 5 Struktur kerangka flavanon (Uchiha, 2020)


4. Flavanol
Flavanol atau disebut juga katekin, merupakan derivat dari flavanone dengan
penambahan gugus hidroksi. Perbedaan yang mencolok yaitu tidak adanya
ikatan rangkap posisi 2 dan 3 serta gugus hidroksi yang selalu menempel di
posisi 3 pada cincin C (Panche et al., 2016). Senyawa flavanol diantaranya
adalah katekin, epikatekin, dan galokatekin yang dapat dibagi lagi menjadi
turunan yang lebih kompleks (Brodowska, 2017).

12
Gambar 2. 6 Struktur kerangka flavanol (Cushnie & Lamb, 2005)
5. Antosianidin
Antosianidin merupakan pigmen yang bertanggung jawab terhadap warna
pada tumbuhan. Antosianidin yang umum ditemukan adalah aglikon dengan
struktur dasarnya flavylium. Senyawa yang paling banyak ditemukan adalah
cyanidin, pelargonidin, delphinidin, malvidin, petunidin, dan peonidin
(Brodowska, 2017). Aktivitas farmakologi antosianidin berperan penting pada
penyakit kardiovaskular dengan mekanisme menekan ekspresi pada vascular
endotheliat growth factor (VEGF), mengaktivasi protein kinase p38 mitogen
dan kinase pada c-Jun N-terminal (JNK) (Oak et al., 2006).

Gambar 2. 7 Struktur kerangka antosianidin (Cushnie & Lamb, 2005)


6. Kalkon
Merupakan flavonoid yang unik karena dibedakan dengan tidak adanya cincin
aromatik C yang merupakan basis rangka dari flavonoid itu sendiri. Senyawa
kalkon diantaranya adalah phloridzin, arbutin, phloretin, dan
chlarconaringenin. Umumnya kalkon ditemukan pada tumbuhan seperti
tomat, stroberi, pir, beri-berian dan gandum (Panche et al., 2016).

13
Gambar 2. 8 Struktur kerangka kalkon (Cushnie & Lamb, 2005)
Flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar
kayu, kulit batang, kulit tepung sari, nektar, bunga, buah, dan biji. Hanya sedikit
saja catatan yang melaporkan adanya flavonoid pada hewan, misalnya dalam
kelenjar bau berang-berang, propolis (sekresi lebah) dan didalam sayap kupu-
kupu, itupun dengan anggapan bahwa flavonoid tersebut berasal dari tumbuhan
yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis dalam tubuh
mereka (Neldawati et al., 2013).
Kandungan total flavonoid diukur berdasarkan keberadaan kuersetin
didalam ekstrak tanaman. Analisis kandungan flavonoid dilakukan dengan
penambahan pereaksi FeCl3. Sebagai asam lewis, AlCl3 akan membentuk ikatan
kompleks dengan gugus hidroksil dari senyawaan flavonoid. Perubahan ini
diidentifikasi melalui absorbansi pada daerah sinar tampak melalui alat
spektrofotometer. Semakin banyak kandungan flavonoid dalam suatu ekstrak
maka secara visual warna kuning yang terbentuk akan semakin pekat (Neldawati
et al., 2013).
Kuersetin adalah senyawa kelompok flavonol terbesar, kuersetin dan
glikosidanya berada dalam jumlah sekitar 60-75% dari flavonoid. Kuersetin
dipercaya dapat melindungi tubuh dari beberapa jenis penyakit degenerative
dengan cara mencegah terjadinya proses peroksidasi lemak. Kuersetin
memperlihatkan kemampuan mencegah proses oksidasi dari Low Density
Lipoproteins (LDL) dengan cara menangkap radikal bebas dan menghelat ion
logam transisi (Minarno, 2015).
Flavonoid mempunyai banyak efek yang baik terhadap kesehatan tubuh
manusia. Umumnya sejumlah tanaman obat yang mengandung flavonoid telah
dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri, antivirus, antiradang,

14
antialergi, dan antikanker. Ekef antioksidan senyawa ini disebabkan oleh
penangkapan radikal bebas melalui donor atom hidrogen dari gugus hidroksil
flavonoid (D. K. Sari & Hastuti, 2020). Beberapa penyakit seperti arteosklerosis,
kanker, diabetes, parkinson, alzheimer, dan penurunan kekebalan tubuh telah
diketahui dipengaruhi oleh radikal bebas dalam tubuh manusia (Neldawati et al.,
2013).
Flavonoid merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat kimia. Senyawa
polifenol yaitu agak asam dan dapat larut dalam basa, dan karena merupakan
senyawa polihidroksi (gugus hidroksil) maka juga bersifat polar sehingga dapat
larut dalam pelarut polar seperti metanol, etanol, aseton, air, butanol, dimetil
sulfoksida, dimetil formamida. Disamping itu dengan adanya gugus glikosida
yang terikat pada gugus flavonoid sehingga cenderung menyebabkan flavonoid
mudah larut dalam air. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu,
biru, dan sebagai zat berwarna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan
(D. K. Sari & Hastuti, 2020).
Salah satu jenis flavonoid adalah auron. Auron yang lebih dikenal sebagai
pigmen warna kuning merupakan senyawa khusus yang terdiri atas lebih dari 900
semua senyawa flavonoid di alam yang dilaporkan sampai tahun 2003. Auron
selanjutnya disebut 2-benzildiena-3(2H)-benzofuranon (Andersen & Markham,
2006).

Gambar 2. 9 Struktur auron (Wang et al., 2018)

2.3. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Jenis-jenis metode ekstraksi yang dapat
digunakan adalah sebagai berikut:

15
1. Maserasi
Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak digunakan.
Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri. Metode ini
dilakukan dengan memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam
wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar. Proses ekstraksi dihentikan
ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan
konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari
sampel dengan penyaringan. Kerugian utama dari metode maserasi ini adalah
memakan banyak waktu, pelarut yang digunakan cukup banyak, dan besar
kemungkinan beberapa senyawa hilang. Selain itu, beberapa senyawa mungkin
saja sulit diekstraksi pada suhu kamar. Namun di sisi lain, metode maserasi dapat
menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat termolabil (Mukhtarini,
2014).
2. Perkolasi
Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam
sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian
bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan
menetes perlahan pada bagian bawah. Perkolasi merupakan proses melewatkan
pelarut organik pada sampel sehingga pelarut akan membawa senyawa organik
bersama-sama pelarut. Tetapi efektifitas dari proses ini hanya akan lebih besar
untuk senyawa organik yang sangat mudah larut dalam pelarut yang digunakan
(Hasrianti et al., 2016).

2.4. Fraksinasi
Fraksinasi adalah pemisahan antara zat cair dengan zat cair berdasarkan
tingkat kepolarannya. Ekstrak dipartisi dengan menggunakan peningkatan
polaritas seperti petroleum eter, n-heksana, kloroform, etil asetat, dan etanol.
Pemilihan pelarut pada ekstraksi bergantung pada sifat analitnya dimana pelarut
dan analit harus memiliki sifat yang sama, contohnya analit yang sifat
lipofilitasnya tinggi akan terekstraksi pada pelarut yang relative nonpolar seperti
n-heksana sedangkan analit yang semipolar terlarut pada pelarut yang semipolar.
Ekstrak awal merupakan campuran dari berbagai senyawa. Ekstrak awal sulit

16
dipisahkan melalui teknik pemisahan tunggal untuk mengisolasi senyawa tunggal.
Oleh karena itu, ekstrak awal perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang memiliki
polaritas dan ukuran molekul yang sama (Mukhtarini, 2014). Fraksinasi dapat
dilakukan dengan metode ekstraksi cair-cair atau dengan kromatografi cair vakum
(KCV), kromatografi kolom (KK), size-exclution chromatography (SEC), solid-
phase extraction (SPE).

2.5. Spektrofotometer Uv-Vis


Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik
yang memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380
nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen
spektrofotometer. Spektrofotometer UV-Vis melibatkan energi elektronik yang
cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometer UV-Vis
lebih banyak dipakai untuk analisa kuantitatif dibandingkan untuk analisa
kualitatif (Eka Putri, 2017). Dalam analisa kualitatif senyawa organik dapat
diidentifikasi dengan menggunakan spektrofotometer, jika tersedia data yang
direkam, dan analisa spektrofotometri kuantitatif digunakan untuk mengetahui
jumlah spesies molekul yang menyerap radiasi. Teknik spektrofotometri
merupakan teknik yang sederhana, cepat, cukup spesifik dan berlaku untuk jumlah
kecil dari senyawa. Hukum dasar yang mengatur analisis spektrofotometri adalah
hukum Lambert-Beer (Behera, 2012).
Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan
untuk mengukur energi relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan
atau diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer
dengan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih dideteksi
dan cara ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating atau celah optis
(Eka Putri, 2017).
Keuntungan utama metode spektrofotometri adalah bahwa metode ini
memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil.

17
Selain itu, hasil yang diperoleh cukup akurat, dimana angka yang terbaca
langsung dicatat oleh detektor dan tercetak dalam bentuk angka digital ataupun
grafik yang sudah diregresikan.

Gambar 2. 10 Rangkaian alat spektrofotometer UV-Vis (Eka Putri, 2017)


Fungsi masing-masing bagian dari rangkaian alat spektrofotometer UV-Vis yaitu:
1. Sumber sinar polikromatis berfungsi sebagai sumber sinar kromatis dengan
berbagai macam rentang panjang gelombang.
2. Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu
mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya
monokromatis. Pada gambar diatas disebut sebagai pendispersi atau penyebar
cahaya. Dengan adanya pendispersi hanya satu jenis cahaya atau cahaya
dengan panjang gelombang tunggal yang mengenai sel sampel. Pada gambar
diatas hanya cahaya hijau yang melewati pintu keluar. Proses dispersi atau
penyebaran cahaya seperti pada Gambar 2.11.

Gambar 2. 11 Proses dispersi atau penyebaran cahaya (Eka Putri, 2017)


3. Sel sampel berfungsi sebagai tempat meletakkan sampel UV, Vis dan UV-Vis
menggunakan kuvet sebagai tempat sampel. Kuvet biasanya terbuat dari
kuarsa atau gelas.
4. Detektor berfungsi sebagai menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel
dan mengubahnya menjadi arus listrik.

18
5. Read out merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya isyarat
listrik yang berasal dari detektor.
Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis yaitu apabila cahaya
monokromatik melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut
diserap (I), sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian lagi dipancarkan (It). Aplikasi
rumus tersebut dalam pengukuran kuantitatif dilaksanakan dengan cara
komparatif menggunakan kurva kalibrasi dari hubungan konsentrasi deret larutan
alat untuk analisa suatu unsur yang berkadar rendah baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. Pada penentuan secara kualitatif didasarkan puncak-puncak
yang dihasilkan spektrum dari suatu unsur tertentu pada panjang gelombang
tertentu, sedangkan penentuan secara kuantitatif berdasarkan nilai absorbansi yang
dihasilkan dari spektrum dengan adanya senyawa pengompleks sesuai unsur yang
dianalisisnya (Yanlinastuti & Fatimah, 2016).
Adapun yang melandasi pengukuran spektrofotometer ini dalam
penggunaannya adalah hukum Lambert-Beer yaitu bila suatu cahaya
monokromatis dilewatkan melalui suatu media yang transparan, maka intensitas
cahaya yang ditransmisikan sebanding dengan tebal dan kepekaan media larutan
yang digunakan (Yanlinastuti & Fatimah, 2016) berdasarkan persamaan berikut:

A= (2.1)

A = a.b.c (2.2)
Dimana:
A = absorbansi
a = koefisien serapan molar
b = tebal media cuplikan yang dilewati sinar
c = konsentrasi unsur dalam larutan cuplikan
I0 = intensitas sinar mula-mula
I = intensitas sinar yang diteruskan.

2.6. Kuersetin
Kuersetin (quercetin) adalah salah satu zat aktif golongan flavonoid yang
memiliki aktivitas biologis yang kuat. Apabila vitamin C mempunyai aktivitas
antioksidan 1, maka kuersetin memiliki aktivitas antioksidan 4,7. Flavonoid

19
merupakan sekelompok besar antioksidan bernama polifenol yang terdiri atas
antosianidin, biflavon, katekin, flavanon, flavon, dan flavonol. Kuersetin termasuk
dalam senyawaan flavonol. Kuersetin adalah senyawa kelompok flavonol terbesar
dengan kandungan kuersetin dan glikosidanya berada dalam jumlah sekitar 60-
75% dari flavonoid. Kuersetin dipercaya dapat melindungi tubuh dari beberapa
jenis penyakit degeneratif dengan cara mencegah terjadinya proses peroksidasi
lemak. Kuersetin memperlihatkan kemampuan mencegah proses oksidasi dari
Low Density Lipoproteins (LDL) dengan cara menangkap radikal bebas dan
mengkelat ion logam transisi (Rustanti & Lathifah, 2019).

Gambar 2. 12 Struktur kuersetin (Anggorowati et al., 2016)


Tiga gugus dari struktur kuersetin yang membantu dalam menjaga
kestabilan dan bertindak sebagai antioksidan ketika bereaksi dengan radikal bebas
antara lain:
1. Gugus O-dihidroksil pada cincin B
2. Gugus 4-oxo dalam konjugasi dengan alkena 2,3
3. Gugus 3-dan 5-hidroksil
Gugus fungsi tersebut dapat mendonorkan elektron kepada cincin yang
akan meningkatkan jumlah resonansi dari struktur benzene senyawa kuersetin.
Kebanyakan flavonoid terikat pada gula dalam bentuk alamiahnya yaitu bentuk O-
glikosida, dimana proses glikosida dapat terjadi pada gugus hidroksil mana saja
untuk menghasilkan gula. Bentuk glikosida kuersetin yang paling umum
ditemukan adalah kuersetin yang memiliki gugus glikosida pada posisi 3 seperti
kuersetin -3-O-β-glukosida (Anggorowati et al., 2016).

20
Gambar 2. 13 Kuersetin -3-O-β-glukosida (Anggorowati et al., 2016)

2.7. Penelitian Relevan


Berdasarkan penelusuran terhadap beberapa hasil penelitian sebelumnya
tentang kandungan senyawa bioaktif dalam daun binahong, terdapat beberapa
penelitian yang relevan, diantaranya yaitu;
1. Penelitian yang dilakukan oleh (Helmidanora et al., 2020) tentang “Penetapan
Kadar Flavonoid Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) Dengan
Spektrofotometri UV-Vis”.
Potensi tanaman binahong cukup besar untuk dijadikan fitokarma. Tetapi
kualitas kandungan senyawa dalam tanaman yang berpotensi sebagai obat dapat
dipengaruhi oleh perbedaan asal tanaman, bagian tubuh tanaman yang diuji,
kondisi daerah tanam dan jenis pelarut yang digunakan. Penelitian ini bertujuan
untuk menetapkan kadar flavonoid total pada sampel daun binahong yang berasal
dari Kalimantan Timur. Penetapan kadar flavonoid dilakukan dengan 100 mg
ekstrak yang dilarutkan dalam 100 mL etanol 95%, dengan dibuat konsentrasi
1000 ppm yang diukur menggunakan spektrofotometri UV-Vis dan dibuat dalam
5 replikasi dengan perolehan nilai rata-rata absorbansi dimasukkan dalam
persamaan regresi yang diperoleh dari kurva standar kuersetin dengan konsentrasi
2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm. Dalam penelitian ini kadar flavonoid total
dalam ekstrak etanol daun binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) sebesar
2,589%.
2. Penelitian yang dilakukan oleh (Selawa et al., 2013) tentang “Kandungan
Flavonoid dan Kapasitas Antioksidan Total Ekstrak Etanol Daun Binahong
(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.)”.

21
Tujuan penelitian ini yaitu untuk menentukan kandungan flavonoid dan
kapasitas antioksidan total ekstrak etanol daun binahong (Anredera cordifolia
(Ten.) Steenis.). Kandungan flavonoid total diuji menggunakan metode Chang
(2002), identifikasi flavonoid menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dan
reaksi warna. Pengujian antioksidan total menggunakan metode ferric reducing
antioxidant power (FRAP). Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol daun
binahong mengandung flavonoid total sebesar 11,263 mg/kg (segar) dan 7,81
mg/kg (kering). Flavonoid yang terkandung dalam ekstrak kering dan segar
termasuk golongan flavonol. Ekstrak etanol daun binahong memiliki antioksidan
total sebesar 4,25 mmol/100g (segar) dan 3,68 mmol/100g (kering).
3. Penelitian yang dilakukan oleh (Ristanti, 2019) tentang “Penetapan Kadar
Flavonoid Total Rebusan Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)
Basah dan Kering Dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis”
Daun binahong secara empiris dapat digunakan sebagai pengobatan dalam
bentuk rebusan, baik pada daun basah dan daun kering. Kandungan flavonoid
yang berguna sebagai penangkap radikal bebas memiliki aktifitas sebagai
antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai kadar
flavonoid total daun binahong basah dan kering. Penelitian ini termasuk penelitian
deskriptif. Tahapan penelitian ini meliputi preparasi sampel, ekstraksi, analisis
secara kualitatif dengan identifikasi fitokimia flavonoid dan analisis secara
kuantitatif yaitu dengan penetapan kadar total flavonoid secara spektrofotometer
UV-Vis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa identifikasi fitokimia flavonoid
pada daun binahong basa dan kering positif mengandung flavonoid. Kadar total
flavonoid dari ekstrak daun binahong dan simplisia daun binahong masing-masing
1,962% dan 1,393%.

22
BAB III
KONSEP ILMIAH

Pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisional telah berlangsung secara


turun-temurun di masyarakat. Salah satu bahan alam yang memiliki khasiat
sebagai obat adalah tanaman binahong. pada penelitian sebelumnya (Utami et al.,
2015) binahong (Anredera cordifolia) merupakan salah satu tanaman khas
indonesia yang secara empiris dapat dimanfaatkan untuk mengobati berbagai
macam penyakit, diantaranya untuk pengobatan luka bakar, penyakit tifus, radang
usus, sariawan, keputihan, pembengkakan hati, meningkatkan vitalitas dan daya
tahan tubuh. Daun binahong telah dilaporkan mempunyai aktivitas antidiabetes,
antijamur, antibakteri, dan antihematoma. Salah satu daerah yang menghasilkan
tanaman binahong adalah Desa Penfui, Kabupaten Kupang-NTT. Kupang
termasuk daerah dataran rendah sehingga baik tanaman binahong maupun
tanaman obat lainnya dapat tumbuh subur. Kandungan metabolit sekunder
flavonoid diduga berperan penting dalam aktivitas tanaman binahong
menyembuhkan gejala penyakit. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari
senyawa fenol, senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan
virus, bakteri, dan jamur (Helmidanora et al., 2020).
Pada penelitian ini, untuk menentukan kadar total flavonoid dalam ekstrak
daun binahong dilakukan melalui proses ekstraksi dan fraksinasi. Ekstraksi
merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan
pelarut yang sesuai dimana pelarut yang digunakan adalah pelarut metanol p.a.
Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi
senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman (Mukhtarini, 2014).
Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode maserasi. Sedangkan fraksinasi
(ekstraksi cair-cair) merupakan ekstraksi yang menggunakan dua pelarut yang
tidak saling campur dan melibatkan ekstraksi analit dari fase air kedalam pelarut
organik yang bersifat nonpolar atau agak polar. Pelarut yang digunakan dalam
proses fraksinasi ini adalah pelarut nonpolar (n-heksana), semipolar (etil asetat)
dan polar (air). Setelah diperoleh fraksi dari ketiga pelarut tersebut kemudian
dilakukan pengujian absorbansi dengan menggunakan instrumen spektrofotometer

23
UV-Vis pada panjang gelombang 435 nm. Selanjutnya dilakukan pengukuran
kadar total flavonoid dengan menggunakan persamaan regresi yang diperoleh dari
kurva baku standar kuersetin.

Senyawa flavonoid
berperan penting dalam Salah satunya Daun Binahong
tanaman obat untuk (Anredera cordifolia)
menyembuhkan berbagai
macam penyakit Flavonoid yang terdapat di
dalam daun binahong di
ekstraksi menggunakan

Metode maserasi dengan


pelarut metanol

Menghasilkan

Ekstrak

Pemisahan senyawa dilakukan


dengan menggunakan proses

Fraksinasi bertingkat
menggunakan pelarut n-heksana,
etil asetat dan air
Dianalisis secara kuantitatif
menggunakan

Spektrofotometer UV-Vis pada


panjang gelombang 435 nm

Dianalisis

Kadar Flavonoid Total


(mgQE/g)

Gambar 3. 1 Bagan kerangka konsep

24
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1. Tempat Dan Waktu Penelitian


Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Kimia, FKIP
Undana dari bulan Februari – Maret 2022.
4.2. Alat dan Bahan
4.2.1. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah blender, neraca digital,
batang pengaduk, gelas ukur, kertas saring, pipet tetes, aluminium foil, vacum
rotary evaporator, sonikator, corong pisah, labu ukur, spektrofotometer UV-Vis,
dan water bath.

4.2.2. Bahan Penelitian


Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah serbuk simplisia
daun binahong (Anredera cordifolia) yang berasal dari Desa Penfui Kabupaten
Kupang-NTT, metanol p.a, n-heksana, etil asetat, aquades dan kuersetin.

4.3. Prosedur Kerja


4.3.1. Pengambilan Simplisia Daun Binahong (Anredera cordifolia)
Daun binahong yang diperoleh diseleksi, dicuci bersih dibawah air
mengalir dan ditiriskan. Kemudian daun binahong dikeringkan dibawah sinar
matahari langsung selama 7-9 hari. Daun binahong yang sudah kering dihaluskan
dengan blender sehingga didapat serat kasar.

4.3.2. Proses Ekstraksi


Sebanyak 200 gram serbuk simplisia daun binahong (Anredera cordifolia)
diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol 2 L. Proses
maserasi ini diawali dengan perendaman simplisia di dalam maserator
menggunakan 1500 mL metanol, dengan perbandingan serbuk : pelarut (1:7,5)
sambil sesekali diaduk selama 6 jam pertama, lalu didiamkan selama 3×24 jam
kemudian disaring menggunakan kertas saring. Ampas yang diperoleh dimaserasi
kembali dengan metanol sebanyak 500 mL (1:2,5) selama 3×24 jam, selanjutnya
disaring untuk memperoleh filtrat. Semua filtrat yang diperoleh diuapkan

25
menggunakan rotary evaporator pada suhu 40℃ - 50℃ yang bertujuan untuk
mereduksi pelarut hingga memperoleh ekstrak lengket atau pekat.
Selanjutnya dapat menghitung rendemennya dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:

4.3.3. Proses Fraksinasi


Proses fraksinasi ekstrak untuk memurnikan senyawa dilakukan dengan
menggunakan n-heksana, etil asetat, dan aquadest. Setelah diperoleh ekstrak
kental, ditimbang sebanyak 10 gram kemudian dilarutkan dengan aquadest 100
mL lalu dihomogenkan dengan sonikator. Selanjutnya dimasukkan kedalam
corong pisah dan dilakukan fraksinasi bertingkat. Fraksinasi pertama dengan
plarut n-heksana 100 mL kemudian dikocok selama 5 menit sambil sesekali
dibuka, lalu didiamkan selama 45 menit hingga membentuk 2 lapisan yaitu fraksi
n-heksana dan fraksi air. Kedua lapisan dipisahkan kedalam wadah yang berbeda.
Fraksi air dimasukkan kembali kedalam corong pisah untuk difraksinasi dengan
etil asetat sebanyak 100 mL dengan cara yang sama seperti fraksinasi dengan n-
heksana hingga terbentuk 2 lapisan. Fraksi etil asetat dan fraksi air ditampung
dalam wadah yang berbeda. Ketiga fraksi tersebut diuapkan untuk memperoleh
fraksi kental, kemudian dihitung rendemen fraksinya.

4.3.4. Analisis Kuantitatif Dengan Metode Spektrofotometer UV-Vis


Penetapan kadar flavonoid total dilakukan dengan pengujian analisis
kuantitatif untuk menghitung kadar flavonoid yang terkandung dalam daun
binahong (Anredera cordifolia) dengan spektrofotometer UV-Vis.
4.3.4.1. Pembuatan Larutan Standar Kuersetin
Pada tahap ini, larutan standar kuersetin dibuat dengan melarutkan standar
kuersetin sebanyak 25 mg menggunakan pelarut metanol sebanyak 25 mL dan
diperoleh konsentrasi 1000 ppm sebagai larutan induk. Dari larutan tersebut
dipipet sebanyak 2,5 mL lalu ditambahkan volumenya dalam labu ukur 25 mL
hingga mencapai batas, sehingga membentuk larutan standar kuersetin 100 ppm.
Dari larutan standar 100 ppm, kemudian dibuatkan beberapa variasi konsentrasi

26
yaitu 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm dan 14 ppm, yang dipipet berturut-turut
yaitu 1,5 mL, 2 mL, 2,5 mL, 3 mL, dan 3,5 mL. kemudian masing-masing
konsentrasi ditambahkan volumenya dalam labu ukur 25 mL menggunakan
metanol. Dari masing-masing konsentrasi ditambahkan dengan 1 mL AlCl3 10%
dan 1 mL kalium asetat 1 M. Setelah itu sampel diinkubasi selama 30 menit pada
suhu kamar. Setelah proses inkubasi, absorbansi dari larutan standar ditentukan
menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
maksimum 435 nm. Masing-masing konsentrasi diukur sebanyak 3 kali.
4.3.4.2. Penentuan Kadar Flavonoid Total
Sampel ekstrak kental metanol daun binahong dan ketiga fraksi (fraksi n-
heksana, fraksi etil asetat, dan fraksi air) masing-masing diambil sebanyak 25 mg
dan diencerkan dalam labu ukur hingga mencapai batas menggunakan pelarut
metanol. Kemudian ditambahkan dengan 1 mL AlCl3 10% dan 1 mL kalium
asetat 1 M. Setelah itu diinkubasi selama 30 menit. Pengukuran absorbansi
dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang maksimum 435 nm kemudian dicatat hasil nilai absorbansinya.
Konsentrasi flavonoid dalam sampel akan dutentukan berdasarkan persamaan
regresi linear dari kurva baku standar kuersetin.

4.3.5. Teknik Analisis Data


Kandungan flavonoid total dihitung berdasarkan persamaan garis yang
diperoleh dari kurva standar yang dihitung dengan program Microsoft Excel.
Sehingga diperoleh persamaan regresi linear, yaitu: y = ax + b, dimana: y =
absorbansi kuersetin, x = konsentrasi sampel kuersetin, a = slope, dan b =
intercept.
Absorbansi sampel kemudian dimasukkan ke dalam persamaan kurva
standar sebagai nilai y, dan nilai x yang diperoleh merupakan konsentrasi
flavonoid di dalam ekstrak dalam satuan mg/L. Lalu perhitungan kadar flavonoid
total (KFT) dihitung dengan rumus berikut:

KFT =

Dimana c = konsentrasi sampel, V = volume ekstrak yang digunakan, dan g =


berat sampel.

27
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar flavonoid total dalam


ekstrak dan fraksi daun binahong menggunakan metode spektrofotometer UV-
Vis. Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu pengambilan
simplisia daun binahong (Anredera cordifolia), proses ekstraksi menggunakan
metode maserasi, proses fraksinasi (menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat,
dan air), dan analisis kuantitatif dengan metode spektrofotometer UV-Vis
(penentuan larutan standar kuersetin dan penentuan kadar total flavonoid).

5.1. Pengambilan Simplisia Daun Binahong (Anredera cordifolia)


Daun binahong (Anredera cordifolia) yang digunakan pada penelitian ini
berasal dari daerah Penfui Kupang, Nusa Tenggara Timur. Daun binahong dipilih
yang baik dan dipisahkan dengan daun yang rusak lalu dicuci bersih dibawah air
mengalir agar semua kotoran atau benda asing yang melekat dalam daun binahong
hilang. Proses pengeringan daun binahong dilakukan dibawah sinar matahari
langsung. Hal ini dilakukan agar proses pengeringan daun binahong lebih cepat
sehingga kadar air yang terdapat dalam sampel berkurang dibandingkan dengan
cara diangin-anginkan yang membutuhkan proses pengeringan yang cukup lama.
Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air didalam daun, dari tumbuhnya
jamur, sehingga mendapatkan sampel dengan senyawa kimia yang tidak mudah
rusak, dan dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama (lebih awet) (Suoth et al.,
2019) selain itu pengurangan kadar air akan memudahkan pelarut menarik
komponen bioaktif dalam sampel saat maserasi. Berat sampel segar yang diambil
sebanyak 5 kg. Pengeringan daun binahong setelah pengambilan sampel ±12 hari.
Simplisia kering yang diperoleh kemudian dihaluskan menggunakan
blender untuk mendapatkan serbuk halus. Proses penghalusan dapat
mempermudah proses ekstraksi. Semakin kecil bentuknya semakin besar luas
permukaannya maka interaksi zat cairan ekstraksi akan semakin besar sehingga
proses ekstraksi akan semakin efektif.

28
5.2. Proses Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan
kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda (Badaring et al.,
2020). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstraksi maserasi.
Metode maserasi ini digunakan karena memiliki keuntungan dimana prosedur dan
peralatannya sederhana dan mudah, serta dapat menghindari adanya perubahan
kimia terhadap senyawa-senyawa tertentu oleh karena pemanasan (Suoth et al.,
2019). Metode ini paling sederhana dimana cairan penyari akan menembus
dinding sel tanaman dan akan masuk ke rongga sel yang mengandung zat aktif,
sehingga zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara
larutan zat aktif di dalam sel dengan yang diluar sel, maka larutan yang terpekat
akan didesak keluar (Wahyulianingsih et al., 2016).
Maserasi dilakukan dengan menggunakan pelarut metanol p.a. Menurut
Lenny (Latif et al., 2018) pemilihan pelarut metanol karena pelarut metanol
merupakan pelarut yang bersifat universal yang mampu mengikat semua
komponen kimia yang terdapat pada tumbuhan bahan alam, baik yang bersifat non
polar, semi polar, dan polar. Metanol merupakan cairan penyari yang mudah
masuk kedalam sel melewati dinding sel bahan, sehingga metabolit sekunder yang
terdapat dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut dan senyawa akan
terekstraksi sempurna. Pada proses maserasi kontak antara sampel dan pelarut
dapat ditingkatkan apabila dibantu dengan pengadukan agar kontak antara sampel
dan pelarut semakin sering terjadi, sehingga proses ekstraksi lebih sempurna
(Koirewoa et al., 2012). Hasil maserasi yang diperoleh kemudian disaring untuk
memisahkan residu (ampas) dan filtratnya menggunakan kertas saring.

Gambar 5. 1 Proses penyaringan hasil maserasi

29
Filtrat yang diperoleh kemudian dievaporasi atau dipekatkan dengan
menggunakan alat rotary evaporator pada suhu 45℃. Tujuan dilakukan evaporasi
yaitu untuk memisahkan ekstrak dari pelarut dan senyawa aktif yang terkandung
didalam sel daun binahong serta untuk memekatkan ekstrak. Dan untuk
penggunaan suhu 45℃ agar terhindar dari kerusakan senyawa aktif terutama
untuk senyawa-senyawa yang tidak tahan terhadap suhu pemanasan yang tinggi.

Gambar 5. 2 Ekstrak kental metanol daun binahong (Anredera cordifolia)


Ekstrak kental daun binahong yang diperoleh setelah melakukan evaporasi
adalah 13,8 gram dengan karakteristik sedikit lengket dan berwarna hijau
kehitaman. Selanjutnya rendemen ekstrak kental yang diperoleh dapat dihitung
sebagai persentase perbandingan berat ekstrak kental yang diperoleh terhadap
berat serbuk yang digunakan dalam proses maserasi. Rendemen ekstrak kental
daun binahong sebesar 6,9%.

Tabel 5. 1 Persen rendemen ekstrak daun binahong

Sampel Berat Awal (g) Hasil Ekstrak (g) Rendemen (%)


Daun Binahong 200 g 13,8 g 6,9 %

5.3. Proses Fraksinasi


Metode fraksinasi yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
ekstraksi cair-cair (ECC). Tujuan fraksinasi adalah untuk memisahkan komponen-
komponen senyawa aktif dari ekstrak yang telah dihasilkan (Nuria et al., 2004).
Fraksinasi dilakukan dengan menggunakan corong pisah, teknik partisi ini adalah
cara yang sederhana. Partisi adalah proses pemisahan untuk memperoleh
komponen zat terlarut dari campurannya dalam padatan dengan menggunakan
pelarut yang sesuai, dimana prinsip dari partisi adalah digunakannya dua pelarut

30
yang tidak saling bercampur untuk melarutkan zat-zat yang ada dalam ekstrak
(Suoth et al., 2019).
Pada penelitian ini fraksinasi dilakukan menggunakan tiga pelarut yang
sesuai dengan tingkat kepolarannya yaitu N-heksana yang bersifat nonpolar, etil
asetat bersifat semipolar dan air bersifat polar. Fraksinasi dengan pelarut organik
yang bersifat nonpolar seperti n-heksana bertujuan untuk mengurangi kandungan
senyawa-senyawa yang bersifat nonpolar yang terdapat dalam ekstrak sehingga
diharapkan dapat menyederhanakan tahapan proses isolasi selanjutnya. Fraksinasi
dimulai dengan menimbang ekstrak sebanyak 10 gram lalu dilarutkan dalam 100
mL air dengan menggunakan sonikator selama 145 menit (9×15 menit).
Selanjutnya dimasukkan ke dalam corong pisah dan dipartisi dengan 100 mL n-
heksana, corong pisah ditutup kemudian dikocok perlahan selama 5 menit sambil
sesekali dibuka tutupannya untuk mengeluarkan gas yang terdapat didalam corong
lalu dibiarkan selama 45 menit agar penarikan dapat terjadi dengan sempurna
hingga terbentuk 2 lapisan, dimana lapisan atas pelarut n-heksana (hijau) dan
lapisan bawah adalah pelarut air (merah bata). Hal ini karena sesuai dengan sifat
massa jenis dimana larutan yang memiliki massa paling besar akan berada
dibagian bawah. Massa jenis n-heksana 0,4 g/mL lebih kecil daripada massa jenis
air 1,026 g/mL (Wijaya, 2020). Fraksi n-heksana dan air kemudian disimpan
dalam wadah (gelas kimia) yang berbeda sehingga dapat melakukan proses
berikutnya. Selanjutnya bagian air dimasukkan kembali kedalam corong pisah
kemudian difraksinasi menggunakan 100 mL etil asetat dan dilakukan cara yang
sama seperti fraksinasi n-heksana. Bagian atas merupakan pelarut etil asetat (hijau
pekat) sedangkan bagian bawahnya merupakan pelarut air (merah bata). Pelarut
etil asetat memiliki massa jenis 0,66 g/mL lebih kecil dari massa jenis air 1,026
g/mL. Fraksi air dan etil asetat disimpan dalam wadah yang berbeda.

31
Gambar 5. 3. Fraksi n-heksana dan air (kiri), (b) Fraksi etil asetat dan fraksi air
(kanan)
Ketiga fraksi tersebut selanjutnya dipekatkan lagi dan dihitung
rendemennya. Untuk fraksi n-heksana dan fraksi etil asetat dibiarkan menguap
pada suhu ruangan selama satu hari karena berdasarkan sifat dari kedua pelarut ini
yang mudah menguap. Sedangkan untuk fraksi air tidak cepat menguap sehingga
menggunakan alat bantu water bath pada suhu 40-50℃ selama 4 hari.
Penggunaan suhu 40-50℃ bertujuan agar senyawa aktif yang terdapat dalam
fraksi tersebut tidak mudah rusak. Berdasarkan hasil proses fraksinasi
menunjukkan bahwa ekstrak dari daun binahong (Andredera cordifolia) lebih
banyak larut pada pelarut semipolar, yaitu etil asetat dengan berat fraksi yang
diperoleh adalah 4,01 gram. Hal ini diduga karena senyawa bioaktif dari daun
binahong mampu berikatan lebih optimal dengan etil asetat yang bersifat
semipolar. Berat fraksi yang diperoleh dari n-heksana menunjukkan hasil yang
lebih kecil bila dibandingkan dengan pelarut semipolar dan polar yaitu 2,06 gram
yang menunjukkan bahwa senyawa bioaktif yang bersifat nonpolar pada daun
binahong jumlahnya sedikit. Sedangkan berat fraksi air yaitu 3,24 gram.
Perbedaan berat fraksi yang diperoleh disebabkan karena pelarut-pelarut tersebut
mempunyai kemampuan memisahkan senyawa berdasarkan kepolarannya.
Berdasarkan pendapat (Pratiwi et al., 2016) yang menyatakan bahwa senyawa-
senyawa yang bersifat non polar akan terikat dengan pelarut non polar, senyawa
yang bersifat semi polar akan terikat dengan pelarut semi polar, begitu juga
dengan senyawa yang bersifat polar akan terikat dengan pelarut polar.

32
Tabel 5. 2. Berat Ekstrak Kental dari Masing-masing Fraksi

Fraksi Volumen Pelarut (mL) Hasil Fraksi (g) Rendemen (%)


Etil Asetat 100 4,01 29,06
n-heksana 100 2,06 14,93
Air 100 3,24 23,48

Berdasarkan prinsip dari like dissolve like, dengan senyawa akan mudah
larut dalam pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang sama, maka dilihat dari
hasil rendemen fraksi etil asetat yang bersifat semipolar tersebut mendapatkan
hasil yang cukup besar jika dibandingkan dengan kedua fraksi lainnya.

5.4. Analisis Kuantitatif Dengan Metode Spektrofotometer UV-Vis


5.4.1. Penentuan Kurva Baku Kuersetin
Penentuan kurva baku bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
konsentrasi larutan dengan nilai absorbansinya sehingga konsentrasi sampel dapat
diketahui (Suharyanto & Prima, 2020). Penentuan kurva baku pada penelitian ini
menggunakan standar baku kuersetin karena kuersetin merupakan flavonoid
golongan flavonol yang dapat membentuk kompleks dengan AlCl3 (Desmiaty et
al., 2009), dengan konsentrasi 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm dan 14 ppm.
Pemilihan konsentrasi didasarkan pada hukum Lambert-Beert yang menyatakan
bahwa syarat serapan adalah 0,2-0,8 sehingga dapat membentuk kurva baku
berupa garis lurus. Pemilihan konsentrasi juga dilakukan agar sampel tidak terlalu
pekat sehingga dapat diidentifikasi di spektrofotometer UV-Vis. Untuk
memperoleh beberapa konsentrasi diatas, dibuat terlebih dahulu larutan stok 1000
ppm yang dibuat dari 25 mg kuersetin dilarutkan dalam 25 mL metanol dan
kemudian diencerkan untuk membuat larutan induk 100 ppm. Dari larutan induk
yang diperoleh maka dibuat beberapa variasi konsentrasi.
Penentuan kurva baku kuersetin menggunakan pereaksi AlCl3 dan kalium
asetat. Fungsi dari pereaksi AlCl3 adalah untuk membentuk reaksi antara AlCl3
dengan golongan flavonoid membentuk kompleks antara gugus hidroksil dan
keton yang bertetangga atau gugus hidroksil yang saling bertetangga. AlCl 3 akan
bereaksi dengan gugus keton pada C-4 dan gugus OH pada C-3 atau C-5 pada
senyawa flavon atau flavonol membentuk senyawa kompleks yang stabil
berwarna kuning (Sari & Ayuchecaria, 2017). Selain itu, pembentukan kompleks

33
labil pada orto hidroksi di cincin B. Standar kuersetin yang digunakan merupakan
flavonoid golongan flavonol sehingga reaksi kompleks antara kuersetin dan AlCl3
dapat dilihat pada gambar 5.5 (Susilowati & Sari, 2020).Terlihat bahwa setelah
menambahkan AlCl3 10% pada setiap konsentrasi terjadi perubahan warna
menjadi kuning. Sedangkan penambahan kalium asetat adalah untuk mendeteksi
adanya gugus 7-hidroksil (Azizah et al., 2014).

Gambar 5. 4 Variasi Konsentrasi Kuersetin

Bening kekuningan (kuersetin) Kuning (kuersetin-AlCl3)


Gambar 5. 5 Pembentukan kompleks kuersetin-AlCl3 (Susilowati & Sari, 2021)
Setelah itu diinkubasi selama 30 menit tujuannya agar reaksi berjalan
sempurna, sehingga memberi intensitas warna yang maksimal. Pengukuran
absorbansi dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis
karena metode yang sederhana, mudah, dan cepat dibandingkan dengan metode
yang lain, selain itu dapat digunakan untuk analisis zat berwarna maupun tidak
berwarna dalam kadar kecil. Dan panjang gelombang yang digunakan adalah
panjang gelombang maksimum 435 nm. Alasan dilakukan pengukuran pada
panjang gelombang maksimum bertujuan untuk mengetahui panjang gelombang
saat mencapai serapan maksimum, selain itu juga memiliki daya serap relatif
konstan.

34
Tabel 5. 3. Hasil pengukuran absorbansi larutan baku standar kuersetin

Konsentrasi (ppm) Absorbansi

6 0,416
8 0,571
10 0,716
12 0,878
14 1,007

Selanjutnya data absorbansi dari variasi konsentrasi larutan baku kuersetin


dibuat kurva baku antara konsentrasi larutan kuersetin dan nilai absorbansinya.

Gambar 5. 6 Grafik hasil penentuan kurva baku kuersetin

Hasil penentuan absorbansi larutan standar tersebut bisa dilihat bahwa


sesuai dengan hukum Lambert-Beert yaitu konsentrasi berbanding lurus dengan
absorbansi dimana semakin tinggi nilai absorbansi akan berbanding lurus dengan
konsentrasi zat yang terkandung didalam suatu sampel (Trinovita et al., 2019).
Namun pada penelitian ini absorbansi dari konsentrasi belum semua memenuhi
range absorbansi yang baik seperti konsentrasi 14 ppm. Pada penelitian ini
diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,999 yang dapat dikatakan linear
karena mendekati 1 dan terdapat hubungan antara konsentrasi larutan kuersetin
dengan nilai serapan. Dari hasil kurva baku standar diperoleh persamaan regresi
yaitu y = 0,1489x + 0,2709 yang akan digunakan untuk menghitung nilai kadar
flavonoid total dari sampel uji.

35
5.4.2. Penentuan Kadar Flavonoid Total
Pada penetapan kadar flavonoid total dilakukan dengan menggunakan
metode spektrofotometer UV-Vis. Analisis flavonoid dilakukan dengan
menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis karena flavonoid mengandung
sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada
daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak (Harborne, 1987
dalam Aminah et al., 2017). Dalam penetapan kadar flavonoid total, berdasarkan
ke-4 sampel penelitian, yaitu : ekstrak metanol daun binahong, fraksi n-heksana,
fraksi etil asetat, dan fraksi air direaksikan dengan 1 mL AlCl3 10% yang dapat
membentuk kompleks, sehingga terjadi pergeseran panjang gelombang ke arah
visible (tampak) yang ditandai dengan larutan menghasilkan warna yang lebih
kuning (Aminah et al., S2017). Dan penambahan 1 mL kalium asetat dengan
tujuan untuk mempertahankan panjang gelombang pada daerah visible (tampak)
(Chang et al., 2002).
Pada penelitian ini sampel dibuat dalam tiga replikasi untuk setiap analisis
dan diperoleh nilai rata-rata absorbansi. Replikasi dilakukan sebanyak tiga kali
bertujuan untuk memperoleh data yang lebih akurat. Nilai absorbansi dari ekstrak
metanol daun binahong, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi air berturut-
turut adalah 1,09; 1,19; 1,32; dan 0,29. Berdasarkan hasil yang diperoleh, ekstrak
metanol daun binahong, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi air
mengandung kadar flavonoid.
Tabel 5.4. Hasil pengukuran uji aktivitas fraksi daun binahong dengan
spektrofotometer UV-Vis

Sampel Replikasi Absorbansi (435 nm) Rata-rata


1 1,091
Ekstrak Metanol
2 1,092 1,09
Daun Binahong
3 1,092
1 1,185
Fraksi n-heksana 2 1,186 1,19
3 1,186
1 1,319
Fraksi Etil Asetat 2 1,319 1,32
3 1,319
1 0,292
Fraksi Air 2 0,292 0,29
3 0,293

36
Flavonoid total pada ekstrak daun binahong diperoleh dengan cara
memasukkan nilai absorbansi pada kurva standar kuersetin dengan persamaan
garis linear y = 0,1489x + 0,2709 sehingga memperoleh nilai konsentrasi sampel
yang kemudian dimasukkan pada rumus penentuan kadar flavonoid total yaitu
konsentrasi sampel dari kurva kalibrasi (mg/L) dikali volume ekstrak yang
digunakan (L) dan dibagi dengan berat sampel yang digunakan (gram). Dari
perhitungan tersebut diperoleh kadar flavonoid total dari ekstrak metanol daun
binahong, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi air secara berturut-turut
adalah 5,50 mgQE/g, 6,17 mgQE/g, 7,04 mgQE/g, dan 0,13 mgQE/g yang dapat
dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5. 5 Hasil penetapan kadar flavonoid total pada ekstrak metanol daun
binahong (Anredera cordifolia)

Absorbansi Rata- Konsentrasi Kadar Flavonoid


Sampel
rata (mg/L) Total (mgQE/g)
Ekstrak Metanol
1,09 5,50 5,50
Daun Binahong
Fraksi N-Heksana 1,19 6,17 6,17
Fraksi Etil Asetat 1,32 7,04 7,04
Fraksi Air 0,29 0,13 0,13

Gambar 5. 7 Grafik nilai kadar flavonoid total


Berdasarkan hasil diatas menunjukan bahwa yang menggunakan pelarut
etil asetat lebih besar kadar flavonoidnya daripada pelarut yang lain. Etil asetat
merupakan suatu pelarut yang dapat melarutkan komponen lain yang bersifat
polar ataupun nonpolar dan mampu melarutkan senyawa semipolar pada dinding
sel seperti aglikon flavonoid. Selain itu, pengujian yang dilakukan dalam

37
penelitian ini menggunakan kuersetin sebagai pembanding yang merupakan salah
satu senyawa flavonoid golongan flavonol yang mudah larut dalam pelarut kurang
polar atau bersifat semipolar seperti etil asetat. Hasil penelitian ini sesuai
penelitian yang dilakukan oleh Samirana, dkk pada tahun 2020 yang memberikan
hasil penetapan kadar flavonoid total lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi-
fraksi lainnya. Namun perbedaannya hasil yang diperoleh dari penelitian
Samirana, dkk lebih tinggi yaitu 10,06% atau dalam mgQE/g yaitu sebesar 100,6
mgQE/g. Dengan demikian hasil kadar flavonoid total dalam fraksi etil asetat
pada penelitian ini jika dibandingkan tergolong kecil.
Fraksi n-heksana memiliki kadar flavonoid total lebih kecil setelah fraksi
etil asetat. Hal ini disebabkan karena senyawa flavonoid lebih banyak terpartisi
dengan pelarut semipolar sehingga fraksi n-heksana hanya terdapat sedikit
flavonoidnya jika dibandingkan dengan fraksi etil asetat. Secara teori n-heksana
merupakan pelarut yang bersifat nonpolar dengan nilai polaritas (P’) sebesar 0,1
dan hanya dapat mengekstrak senyawa kimia seperti minyak yang mudah
menguap (volatile), lilin, dan lipid, sedangkan senyawa flavonoid yang dapat
bereaksi dengan aluminium klorida (AlCl3) adalah flavonoid terhidrolisis yang
bersifat semipolar (Manik et al., 2014). Untuk ekstrak metanol daun binahong
memiliki kandungan flavonoid total lebih kecil dibandingkan dengan fraksi etil
asetat dan fraksi n-heksana. Kemungkinan hal ini terjadi karena senyawa
flavonoid yang terdapat di dalam ekstrak metanol daun binahong masih memiliki
ikatan dengan senyawa lain seperti protein, lemak, klorofil, polisakarida, dan
komponen organik lainnya. Dan hal ini membutuhkan tindakan lebih lanjut untuk
memisahkan ikatan senyawa-senyawa tersebut dengan menggunakan pelarut yang
sesuai. Dan fraksi air memiliki kandungan flavonoid paling kecil dibandingkan
ketiga fraksi lainnya hal ini mungkin terjadi karena proses penguapan yang lama
dengan menggunakan suhu yang cukup panas sehingga kandungan flavonoid yang
ada dalam fraksi air berkurang.

38
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan dalam menentukan
kadar flavonoid total dalam ekstrak dan fraksi daun binahong, maka dapat
disimpulkan bahwa kadar flavonoid total daun binahong untuk ekstrak metanol
adalah sebesar 5,50 mgQE/g, sementara untuk fraksi n-heksana, fraksi etil asetat,
dan fraksi air berturut-turut adalah sebesar 6,17 mgQE/g, 7,04 mgQE/g, dan 0,13
mgQE/g.

6.2. Saran
Untuk peneliti selanjutnya sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut
terhadap kandungan senyawa bioaktif khususnya senyawa flavonoid dalam daun
binahong (Anredera cordifolia) yang berasal dari daerah-daerah lain di NTT
untuk membuktikan serta membandingkan berapa besar nilai kadar flavonoid
yang terdapat didalam daun binahong.

39
DAFTAR PUSTAKA

Alfaridz, F., & Amalia, R. (2018). Klasifikasi dan Aktivitas Farmakologi dari
Senyawa Aktif Flavonoid. Farmaka, 16(3), 1–9.
Aminah, A., Tomayahu, N., & Abidin, Z. (2017). Penetapan Kadar Flavonoid
Total Ekstrak Etanol Kulit Buah Alpukat (Persea Americana Mill.) Dengan
Metode Spektrofotometri Uv-Vis. Jurnal Fitofarmaka Indonesia, 4(2), 226–
230. https://doi.org/10.33096/jffi.v4i2.265
Andersen, Ø. M., & Markham, K. R. (2006). Flavonoids Chemistry, Biochemistry
and Applications (1st Editio). https://doi.org/https://doi.org/
10.1201/9781420039443
Anggorowati, D., Priandini, G., & Thufail. (2016). Potensi daun alpukat (persea
americana miller) sebagai minuman teh herbal yang kaya antioksidan.
Industri Inovatif, 6(1), 1–7.
Anwar, T. M., & Soleha, T. U. (2016). Benefit of Binahong’s Leaf (Anredera
cordifolia) as a treatment of Acne vulgaris. Majority, 5(4), 179–183.
Arifin, B., & Ibrahim, S. (2018). Struktur, Bioaktivitas Dan Antioksidan
Flavonoid. Jurnal Zarah, 6(1), 21–29. https://doi.org/10.31629/zarah.v6i1.
313
Astuti, S. M., Sakinah A.M, M., Andayani B.M, R., & Risch, A. (2011).
Determination of Saponin Compound from Anredera cordifolia (Ten) Steenis
Plant (Binahong) to Potential Treatment for Several Diseases. Journal of
Agricultural Science, 3(4), 224–232. https://doi.org/10.5539/jas.v3n4p224
Azizah, D. N., Kumolowati, E., & Faramayuda, F. (2014). Penetapan Kadar
Flavonoid Metode Alcl3 Pada Ekstrak Metanol Kulit Buah Kakao
(Theobroma cacao L.). Kartika Jurnal Ilmiah Farmasi, 2(2), 45–49.
https://doi.org/10.26874/kjif.v2i2.14
Badaring, D. R., Sari, S. P. M., Nurhabiba, S., Wulan, W., & Lembang, S. A. R.
(2020). Uji Ekstrak Daun Maja (Aegle marmelos L.) terhadap Pertumbuhan
Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Indonesian Journal of
Fundamental Sciences, 6(1), 16. https://doi.org/10.26858/ijfs.v6i1.13941
Behera, S. (2012). UV-Visible Spectrophotometric Method Development and
Validation of Assay of Paracetamol Tablet Formulation. Journal of
Analytical & Bioanalytical Techniques, 03(06). https://doi.org/10.4172/2155-
9872.1000151
Brodowska, K. M. (2017). Natural flavonoids: classification, potential role, and
application of flavonoid analogues. European Journal of Biological
Research, 7(2), 108–123. https://doi.org/10.5281/zenodo.545778
Chang, C. C., Yang, M. H., Wen, H. M., & Chern, J. C. (2002). Estimation of
total flavonoid content in propolis by two complementary colometric
methods. Journal of Food and Drug Analysis, 10(3), 178–182.

40
https://doi.org/10.38212/2224-6614.2748
Cushnie, T. P. T., & Lamb, A. J. (2005). Antimicrobial activity of flavonoids.
International Journal of Antimicrobial Agents, 26(5), 343–356.
https://doi.org/10.1016/j.ijantimicag.2005.09.002
Darsana, I., Besung, I., & Mahatmi, H. (2012). Potensi Daun Binahong (Anredera
Cordifolia (Tenore) Steenis) Dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri
Escherichia Coli Secara in Vitro. Indonesia Medicus Veterinus, 1(3), 337–
351.
Desi M, R., & Nova, A. (2018). Pembinaan Masyarakat Tentang Pemanfaatan
Tanaman Binahong (Anredera cordifolia) Sebagai Obat Tradisional
Digampong Sidorejo Langsa Lama. 5(2), 2018.
Desmiaty, Y., Ratnawati, J., & Andini, P. (2009). Penentuan Jumlah Flavonoid
Total Ekstrak Etanol Daun Buah Merah (Pandanus Conoideus Lamk.).
Seminar Nasional Pokjanas Toi XXXVI, 1–8. http://dosen.univpancasila.
ac.id/dosenfile/2010211059138121890808October2013.pdf
Eka Putri, L. (2017). Penentuan Konsentrasi Senyawa Berwarna KMnO 4 Dengan
Metoda Spektroskopi UV Visible. Natural Science Journal, 3(1), 391–398.
Fitriyah, N., Purwa, M., Alfiyanto, M. A., Mulyadi, Wahuningsih, N., &
Kismanto, J. (2013). Obat Herbal Antibakteri Ala Tanaman. Jurnal
KesMaDaSka, 2, 116–122.
Garmana, A. N., Sukandar, E. Y., & Fidrianny, I. (2014). Activity of Several Plant
Extracts Against Drug-sensitive and Drug-resistant Microbes. Procedia
Chemistry, 13, 164–169. https://doi.org/10.1016/j.proche.2014.12.021
Hasrianti, Nururrahmah, & Nurasia. (2016). Pemanfaatan Ekstrak Bawang Merah
dan Asam Asetat Sebagai Pengawet Alami Bakso. Jurnal Dinamika, 07(1),
9–30.
Helmidanora, R.-, Sukawaty, Y.-, & Warnida, H.-. (2020). Penetapan Kadar
Flavonoid Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) Dengan
Metode Spektrofotometri Uv-Vis. Scientia : Jurnal Farmasi Dan Kesehatan,
10(2), 192. https://doi.org/10.36434/scientia.v10i2.230.
Hidayat, A. N., Asminah, N., Hendrawati, T. Y., & ... (2019). Pemilihan Prioritas
Pemanfaatan Daun Binahong (Bassela Rubra Linn) Dengan Metode AHP
(Analytical Hierarkhi Process). Prosiding …, 1–6. https://jurnal.umj.ac.id/
index.php/semnastek/article/view/5183
Ipandi, I., Triyasmono, L., & Prayitno, B. (2016). Penentuan Kadar Flavonoid
Total dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kajajahi (Leucosyke
capitellata Wedd.). Scientia : Jurnal Farmasi Dan Kesehatan, 5(1), 8.
Koirewoa, Y. A., Fatimawali, & Wiyono, W. I. (2012). Isolasi Dan Identifikasi
Senyawa Flavonoid Dalam Daun Beluntas (Pluchea Indica L .) Isolation And
Identification Flavonoid Compounds In Beluntas Leaf (Pluchea Indica L .).
Jurnal Farmasi, 47–52.

41
Koosha, S., Alshawsh, M. A., Yeng, L. C., Seyedan, A., & Mohamed, Z. (2016).
An association map on the effect of flavonoids on the signaling pathways in
colorectal cancer. International Journal of Medical Sciences, 13(5), 374–
385. https://doi.org/10.7150/ijms.14485
Kurniawan, B., & Aryana, W. F. (2015). Binahong (Cassia Alata L) As Inhibitor
Of Escherichia Coli Growth. Faculty of Medicine Lampung University, 4(4),
100–104.
Latif, R. A., Mustapa, M. A., & Duengo, S. (2018). Analisis Kadar Senyawa
Flavonoid Ekstrak Metanol Kulit Batang Waru (Hibiscus tiliaceus. L.)
Dengan Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis. Seminar Nasiionak
Farmasi, Universitas Negri Gorontalo, 435–448.
Leliqia, N. P. E., Sukandar, E. Y., & Fidrianny, I. (2017). Antibacterial activities
of Anredera Cordifolia (Ten.) V. Steenis leaves extracts and fractions. Asian
Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 10(12), 175–178.
https://doi.org/10.22159/ajpcr.2017.v10i12.21503
Lestari, D., Sukandar, E. Y., & Fidrianny, I. (2015). Anredera cordifolia leaves
extract as antihyperlipidemia and endothelial fat content reducer in male
wistar rat. International Journal of Pharmaceutical and Clinical Research,
7(6), 435–439.
Makris, D. P., Kallithraka, S., & Kefalas, P. (2006). Flavonols in grapes, grape
products and wines: Burden, profile and influential parameters. Journal of
Food Composition and Analysis, 19(5), 396–404. https://doi.org/10.1016/
j.jfca.2005.10.003
Manik, D. F., Hertiani, T., & Anshory, H. (2014). Analisis Korelasi Antara Kadar
Flavonoid Dengan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Dan Fraksi-Fraksi
Daun Kersen (Muntingia calabura L.) Terhadap Staphylococcus aureus.
Khazanah, 6(2), 1–11. https://doi.org/10.20885/khazanah.vol6.iss2.art1
Manoi, F. (2015). Pengaruh Cara Pengeringan Terhadap Mutu Simplisia
Sambiloto. Buletin Penelitian Tanaman Rempah Dan Obat, 17(1), 1–5.
https://doi.org/10.21082/bullittro.v17n1.2006.
Minarno, E. B. (2015). Skrining Fitokimia Dan Kandungan Total Flavanoid Pada
Buah Carica pubescens Lenne & K. Koch Di Kawasan Bromo, Cangar, Dan
Dataran Tinggi Dieng. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene,
5(2), 73–82. https://doi.org/10.4269/ajtmh.1986.35.167
Mukhtarini. (2014). Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa
Aktif. Jurnal of Pharmacy, VII(2), 361.
Neldawati, Ratnawulan, & Gusnedi. (2013). Analisis Nilai Absorbansi dalam
Penentuan Kadar Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat.
Pillar of Physics, 2, 76–83.
Nuria, M. C., Chabibah, Z., Banu, S., & Fithria, R. F. (2004). Ekstrak Metanol
Daun Gugur Ketapang ( Terminalia catappa L .) Sebagai Antidiare. Jurnal
Ilmu Farmasi Dan Farmasi Klinik, 1(1), 163–173.

42
Nurjanah, Izzati, L., Abdullah, A., & Metode, M. (2012). Aktivitas Antioksidan
dan Komponen Bioaktif Kerang Pisau (Solen spp). Ilmu Kelautan:
Indonesian Journal of Marine Sciences, 16(3), 119-124–124. https://doi.org/
10.14710/ik.ijms.16.3.119-124
Oak, M. H., Bedoui, J. E., Madeira, S. V. F., Chalupsky, K., & Schini-Kerth, V.
B. (2006). Delphinidin and cyanidin inhibit PDGF AB-induced VEGF
release in vascular smooth muscle cells by preventing activation of p38
MAPK and JNK. British Journal of Pharmacology, 149(3), 283–290.
https://doi.org/10.1038/sj.bjp.0706843
Panche, A. N., Diwan, A. D., & Chandra, S. R. (2016). Flavonoids: An overview.
Journal of Nutritional Science, 5. https://doi.org/10.1017/jns.2016.41
Poeloengan, M., Chaerul, Komala, I., Salmah, S., & M.N, S. (2006). Beberapa
Tanaman Obat ( Antimicroba and Fitochemical Activities of Herbal
Medicine ). Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner, 974–
978.
Prabowo, A. Y., Teti, E., & Indria, P. (2014). Umbi gembili ( Dioscorea esculenta
L .) sebagai bahan pangan mengandung senyawa bioaktif : kajian pustaka.
Jurnal Pangan Dan Agroindustri, 2(3), 129–135.
Pratiwi, L., Fudholi, A., Martien, R., & Pramono, S. (2016). Ethanol Extract,
Ethyl Acetate Extract, Ethyl Acetate Fraction, and n-Heksan Fraction
Mangosteen Peels (Garcinia mangostana L.) As Source of Bioactive
Substance Free-Radical Scavengers. JPSCR : Journal of Pharmaceutical
Science and Clinical Research, 1(2), 71. https://doi.org/10.20961/jpscr.
v1i2.1936
Redha, A. (2010). Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif dan Peranannya Dalam
Sistem Biologis. Jurnal Berlin, 9(2), 196–202. https://doi.org/10.1186/2110-
5820-1-7
Ristanti, A. (2019). Penetapan Kadar Flavonoid Total Rebusan Daun Binahong
(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) Basah Dan Kering Dengan Metode
Spektrofotometri Uv-Vis. Akademi Farmasi Putera Indonesia Malang., 16–
19.
Rustanti, E., & Lathifah, Q. A. (2019). Identifikasi Senyawa Kuersetin dari Fraksi
Etil Asetat Ekstrak Daun Alpukat (Persea americana Mill.). Alchemy, 6(2),
38. https://doi.org/10.18860/al.v6i2.6768
Salim, M. (2016). Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Kulit Buah Duku (Lansium
domesticum Corr) dari Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi
Characterization of Simplicia and The Peel Extract of Duku (Lansium
domesticum Corr) from South Sumatera and Jambi Province. Jurnal
Kefarmasian Indonesia, 6(2), 117–128. http://ejournal.litbang.kemkes.go.id/
index.php/jki/article/viewFile/6226/4774
Sari, A. K., & Ayuchecaria, N. (2017). Penetapan Kadar Fenolik Total dan
Flavonoid Total Ekstrak Beras Hitam (Oryza Sativa L) dari Kalimantan

43
Selatan. Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 2(2), 327–335.
Sari, D. K., & Hastuti, S. (2020). Analisis flavonoid total ekstrak etanol daun
seligi (Phyllanthus buxifolius Muell.Arg) dengan metode spektrofotometri
uv-vis. Indonesian Journal On Medical Science (IJMS), 7(1), 55–62.
Selawa, W., Revolta, M., Runtuwene, J., Citraningtyas, G., Studi, P., Fmipa, F., &
Manado, U. (2013). Kandungan Flavonoid Dan Kapasitas Antioksidan Total
Ekstrak Etanol Daun Binahong [Anredera cordifolia(Ten.)Steenis.].
Pharmacon, 2(1), 18–22. https://doi.org/10.35799/pha.2.2013.1018
Suharyanto, & Prima, D. A. N. (2020). Penetapan Kadar Flavonoid Total pada
Juice Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas L.) yang Berpotensi Sebagai
Hepatoprotektor dengan Metode Spektrofotometri Cendekia Journal of
Pharmacy, 4(2), 110–119. http://cjp.jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id/
index.php/cjp/article/view/89
Suoth, J. A. T., Sudewi, S., & Wewengkang, D. S. (2019). Analisis Korelasi
Antara Flavonoid Total Dengan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Dan Fraksi
Daun Gedi Hijau (Abelmoschus manihot L.). Pharmacon, 8(3), 591.
https://doi.org/10.35799/pha.8.2019.29336
Susilowati, S., & Sari, I. N. (2021). Perbandingan Kadar Flavonoid Total Seduhan
Daun Benalu Cengkeh (Dendrophthoe Petandra L.) pada Bahan Segar dan
Kering. Jurnal Farmasi (Journal of Pharmacy), 9(2), 33–40.
https://doi.org/10.37013/jf.v9i2.108
Trinovita, Y., Mundriyastutik, Y., Fanani, Z., & Fitriyani, A. N. (2019). Evaluasi
kadar flavonoid total pada ekstrak etanol daun sangketan (Achyrantes aspera)
dengan spektrofotometri. Indonesia Jurnal Farmasi, 4(1), 12–18.
Uchiha, M. R. (2020). Mengenal Senyawa Flavonoid Yang Memiliki Banyak
Aktivitas Biologi. https://www.kimia100.com/2020/01/mengenal-senyawa-
flavonoid-yang.html
Utami, H. F., Hastuti, R. B., & Hastuti, E. D. (2015). Kualitas Daun Binahong
(Anredera cordifolia) pada Suhu Pengeringan Berbeda. Jurnal Biologi, 4(2),
1–9. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/biologi/article/viewFile/19411/
18410 dari jurnal 19411-39334-1-SM.pdf
Vidak, M., Rozman, D., & Komel, R. (2015). Effects of flavonoids from food and
dietary supplements on glial and glioblastoma multiforme cells. Molecules,
20(10), 19406–19432. https://doi.org/10.3390/molecules201019406
Vivian-Smith, G., Lawson, B. E., Turnbull, I., & Downey, P. O. (2007). The
biology of Australian weeds. 46. Anredera cordifolia (Ten.) Steenis. Plant
Protection Quarterly, 22(1), 2–10.
Wahyulianingsih, W., Handayani, S., & Malik, A. (2016). Penetapan Kadar
Flavonoid Total Ekstrak Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merr &
Perry). Jurnal Fitofarmaka Indonesia, 3(2), 188–193. https://doi.org/
10.33096/jffi.v3i2.221

44
Wang, T. yang, Li, Q., & Bi, K. shun. (2018). Bioactive flavonoids in medicinal
plants: Structure, activity and biological fate. Asian Journal of
Pharmaceutical Sciences, 13(1), 12–23. https://doi.org/10.1016/j.ajps.
2017.08.004
Wayan, N., Dewi, O. A. C., Puspawati, N. M., Swantara, I. M. D., & Astiti, I. A.
R. (2014). Aktivitas Antioksidan Senyawa Flavonoid Ekstrak Etanol Biji
Terong Belanda (Solanum betaceum, syn) Dalam Menghambat Reaksi
Peroksidasi Lemak Pada Plasma Darah Tikus Wistar. Cakra Kimia, 2(1), 9–
9.
Wijaya, O. N. (2020). Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Butanol, Etil Asetat Dan
N-Heksan Dari Daun Pepaya (Carica Papaya L.) Terhadap Bakteri Penyebab
Jerawat Secara In-Vitro. Indonesia Natural Research Pharmaceutical
Journal, 5(2), 31–45. https://doi.org/10.52447/inspj.v5i2.1881
Winangsih, Prihastanti, E., & Parman, S. (2013). Pengaruh Metode Pengeringan
Terhadap Kualitas Simplisia. Buletin Anatomi Dan Fisiologi, 21(1), 19–25.
Yanlinastuti, & Fatimah, S. (2016). Pengaruh Konsentrasi Pelarut Untuk
Menentukan Kadar Zirkonium dalam Paduan U-Zr dengan Mengguakan
Metode Spektrofotometri UV-Vis. PIN Pengelolaan Instalasi Nuklir, 9(17),
22–33.
Yassir, M., & Asnah, A. (2019). Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Obat Tradisional
Di Desa Batu Hamparan Kabupaten Aceh Tenggara. Biotik: Jurnal Ilmiah
Biologi Teknologi Dan Kependidikan, 6(1), 17. https://doi.org/10.22373/
biotik.v6i1.4039.

45
LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. SKEMA KERJA


1. Pengambilan Simplisia Daun Binahong (Anredera cordifolia)

Daun Binahong

Daun binahong diseleksi dicuci bersih


dibawah air mengalir dan ditiriskan.

Daun dikeringkan dibawah sinar matahari


langsung selama 7-9 hari.

Daun Binahong Kering

Daun yang sudah kering dihaluskan.

Serbuk Simplisia

2. Proses Ekstraksi Menggunakan Metode Maserasi

200 gr Serbuk Simplisia

Dimaserasi menggunakan pelarut


metanol 2 L.

Sesekali diaduk

Didiamkan selama 3×24 jam.

Disaring

Maserat ekstrak metanol

Diuapkan menggunakan rotary


evaporator.

Ekstrak kental metanol

I
3. Proses Fraksinasi
 Bagian I

Ekstrak kental metanol

Ditimbang sebanyak 10 gram

Dilarutkan dengan aquadest 100 mL lalu


dihomogenkan dengan sonikator.

Dimasukkan kedalam corong pisah dan


ditambahkan dengan 100 mL pelarut n-heksana.

Dikocok selama 5 menit sambil sesekali


dibuka.

Didiamkan selama 45 menit hingga membentuk 2


lapisan yaitu fraksi n-heksana dan fraksi air.

Dipisahkan kedalam wadah yang berbeda.

Fraksi n-heksana dan


fraksi air

II
 Bagian II

Fraksi air

Fraksi air dimasukkan lagi kedalam corong


pisah untuk difraksinasi dengan etil asetat
sebanyak 100 mL.

Dikocok selama 5 menit sambil sesekali


dibuka.

Didiamkan selama 45 menit hingga


membentuk 2 lapisan yaitu fraksi etil
asetat dan fraksi air.

Dipisahkan kedalam wadah yang


berbeda.

Fraksi etil asetat dan fraksi air

 Bagian III

Fraksi (n-heksana, etil asetat dan air)

Ketiga fraksi diuapkan dengan


bantuan water bath

Fraksi kental (n-heksana,


etil asetat dan air)

III
4. Pembuatan Larutan Standar Kuersetin

25 mg kuersetin

Dilarutkan dengan metanol


25 mL

Larutan stok 1000 ppm

Dipipet 2,5 mL

Ditambahkan metanol hingga


volume 25 mL

Larutan induk 100 ppm

6 ppm 8 ppm 10 ppm 12 ppm 14 ppm

Ditambah 1 mL AlCl3 10% dan 1


mL kalium asetat 1 M

Inkubasi selama 30 menit pada


suhu kamar

Analisis spektrofotometer UV-


Vis 435 nm.

Hasil

IV
5. Penentuan Kadar Flavonoid Total

Fraksi kental (n-heksana,


etil asetat dan air)

Masing-masing diambil sebanyak 25


mg
Diencerkan dalam labu ukur
menggunakan pelarut metanol.

Ditambah 1 mL AlCl3 10% dan 1 mL


kalium asetat 1 M.

Inkubasi selama 30 menit pada suhu


kamar.

Analisis spektrofotometer UV-Vis


435 nm.

Hasil

V
LAMPIRAN 2. PERHITUNGAN

 Perhitungan pembuatan Larutan Standar


1. Pembuatan larutan induk kuersetin 1000 ppm dalam 25 mL metanol
1000 ppm = 1000 mg : 1000 mL
1000 ppm = 25 mg : 25 mL
25 mg = 0,025 gram

2. Pembuatan larutan standar 100 ppm dalam 25 mL metanol


Dengan menggunakan rumus pengenceran :
V1 × M1 = V2 × M2
V1 × 1000 ppm = 25 mL × 100 ppm

V1 =

V1 = 2,5 mL
Jadi banyaknya larutan induk 1000 ppm yang harus digunakan adalah
sebanyak 2,5 mL.

3. Pembuatan larutan standar kuersetin dari berbagai variasi konsentrasi


1) Larutan standar 6 ppm dalam 25 mL metanol
V1 × M1 = V2 × M2
V1 × 100 ppm = 25 mL × 6 ppm

V1 = = 1,5 mL

2) Larutan standar 8 ppm dalam 25 mL metanol


V1 × M1 = V2 × M2
V1 × 100 ppm = 25 mL × 8 ppm

V1 = = 2 mL

3) Larutan standar 10 ppm dalam 25 mL metanol


V1 × M1 = V2 × M2
V1 × 100 ppm = 25 mL × 6 ppm

V1 = = 2,5 mL

VI
4) Larutan standar 12 ppm dalam 25 mL metanol
V1 × M1 = V2 × M2
V1 × 100 ppm = 25 mL × 12 ppm

V1 = = 3 mL

5) Larutan standar 14 ppm dalam 25 mL metanol


V1 × M1 = V2 × M2
V1 × 100 ppm = 25 mL × 14 ppm

V1 = = 3,5 mL

4. Pembuatan AlCl3 10% dalam 100 mL aquadest


AlCl3 10% = 10 gram dalam 100 mL aquadest

AlCl3 10% =

AlCl3 10% =

Massa = 10 gram

5. Pembuatan kalium asetat 1 M

Massa × 1000 = 1 M × 98,14 gram/mol × 100 mL


Massa = 9,814 gram.

 Perhitungan Rendemen Ekstrak Metanol


1. Rendemen Hasil Maserasi
Pengukuran rendemen ini dilakukan dengan membandingkan massa
ekstrak kental (gr) dengan massa awal bahan sebelum proses ekstraksi (gr).
Ekstrak kental diperoleh setelah dilakukan proses penguapan dalam alat rotary
evaporator sampai mendapatkan berat konstan.

VII
Berat serbuk daun binahong yang diekstraksi = 200 gram
Berat ekstrak metanol yang didapat = 13,8 gram

Rendemen = × 100%

= × 100%

Rendemen = 6,9 %

2. Rendemen Hasil Fraksinasi


Berat ekstrak metanol = 13,8 gram
 Berat fraksi etil asetat = 4,01 gram

Rendemen fraksi = × 100%

= × 100%

Rendemen fraksi = 29,06%

 Berat fraksi n-heksana = 2,06 gram

Rendemen fraksi = × 100%

= × 100%

Rendemen fraksi = 14,93%

 Berat fraksi air = 3,24 gram

Rendemen fraksi = × 100%

= × 100%

Rendemen fraksi = 23,48%

VIII
 Perhitungan Kadar Flavonoid Total
Tabel Data Kurva Standar Kuersetin
Konsentrasi Absorbansi
(ppm)
6 0,416
8 0,571
10 0,716
12 0,878
14 1,007

Perhitungan kadar flavonoid total (KFT) dilakukan dengan menggunakan rumus :

KFT =

Keterangan : C = konsentrasi sampel


V = Volume ekstrak yang digunakan

g = Berat sampel

1) Ekstrak kental daun binahong


Absorbansi rata-rata = 1,09
Berat sampel = 25 mg = 0,025 g
Volume sampel = 25 mL = 0,025 L
Persamaan regresi yang diperoleh:
y = 0,1489x + 0,2709
y = ax + b

IX
x=

x=

x = C = konsentrasi sampel = 5,5010 mg/L ≈ 5,50 mg/L

Perhitungan kadar flavonoid total (KFT) dengan rumus:

KFT =

KFT =

KFT = 5,50 mgQE/g


Jadi, kadar flavonoid total dalam ekstrak kental daun binahong
adalah sebesar 5,50 mgQE/g.
2) Fraksi n-heksana
Absorbansi rata-rata = 1,19
Berat sampel = 25 mg = 0,025 g
Volume sampel = 25 mL = 0,025 L
Persamaan regresi yang diperoleh:
y = 0,1489x + 0,2709
y = ax + b

x=

x=

x = C = konsentrasi = 6,17256 mg/L ≈ 6,17 mg/L

Perhitungan kadar flavonoid total (KFT) dengan rumus:

KFT =

KFT =

KFT = 6,17 mgQE/g

X
Jadi, kadar flavonoid total dalam fraksi n-heksana adalah sebesar
6,17 mgQE/g.
3) Fraksi etil asetat
Absorbansi rata-rata = 1,32
Berat sampel = 25 mg = 0,025 g
Volume sampel = 25 mL = 0,025 L
Persamaan regresi yang diperoleh:
y = 0,1489x + 0,2709
y = ax + b

x=

x=

x = C = konsentrasi = 7,04567 mg/L ≈ 7,04 mg/L

Perhitungan kadar flavonoid total (KFT) dengan rumus:

KFT =

KFT =

KFT = 7,04 mgQE/g


Jadi, kadar flavonoid total dalam fraksi etil asetat adalah sebesar
7,04 mgQE/g.
4) Fraksi Air
Absorbansi rata-rata = 0,29
Berat sampel = 25 mg = 0,025 g
Volume sampel = 25 mL = 0,025 L
Persamaan regresi yang diperoleh:
y = 0,1489x + 0,2709
y = ax + b

x=

XI
x=

x = C = konsentrasi = 0,12827 mg/L ≈ 0,13 mg/L

Perhitungan kadar flavonoid total (KFT) dengan rumus:

KFT =

KFT =

KFT = 0,13 mgQE/g


Jadi, kadar flavonoid total dalam fraksi air adalah sebesar 0,13
mgQE/g.

XII
LAMPIRAN 3. DOKUMENTASI PENELITIAN

Pengambilan sampel daun binahong

Pencucian sampel daun binahong dibawah air mengalir

Tahap penjemuran sampel daun binahong

Blender sampel daun binahong yang sudah kering dan proses pengayakan

XIII
Penimbangan serbuk hingga Tahap ekstraksi sampel dengan
200 gram pelarut metanol

Tahap penyaringan

Ekstrak kental metanol Penimbangan ekstrak kental


metanol

XIV
Tahap fraksinasi dengan n-heksana (kiri) dan dengan etil asetat (kanan)

Tahap penguapan pada water bath

(Fraksi kental etil asetat) (Fraksi kental air) Fraksi kental


n-heksana

XV
Timbang

Penimbangan Kuersetin Larutan induk 1000 ppm dan larutan 100


ppm

Variasi konsentrasi standar kuersetin

Uji flavonoid: fraksi n-heksana, fraksi etil asetat, ekstrak kental metanol dan
fraksi air

XVI
Alat spektrofotometer UV-Vis untuk pengukuran nilai absorbansi

XVII
LAMPIRAN 4 PERNYATAAN ANTIPLAGIARISME DALAM SKRIPSI

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Maria Selina Indrawati


Nim : 1801060011
Program Studi : Pendidikan Kimia
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas : Nusa Cendana
Menyatakan bahwa karya ilmiah ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri.
Sepanjang pengetahuan saya, karya ilmiah ini tidak berisi materi yang ditulis oleh
orang lain. Kecuali bagian-bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan dengan
mengikuti tata cara dan etika penulisan karya ilmiah yang lazim.
Apabila ternyata terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, sepenuhnya menjadi
tanggung jawab saya.

Kupang,
Penulis,

Maria Selina Indrawati


1801060011

XVIII

Anda mungkin juga menyukai