Anda di halaman 1dari 62

ETNOMEDISIN TUMBUHAN SUNGKAI (Peronema canescens Jack) OLE

H SUKU DAYAK DAN SUKU BANJAR DI KABUPATEN KOTAWARING


IN TIMUR KALIMANTAN TENGAH

SKRIPSI

untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan


program sarjana strata-1 Biologi

Oleh :
Rimaa Rahmawati
NIM. 1811013120006

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI BIOLOGI
BANJARBARU
2022
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI

KARAKTERISTIK MORFOLOGI SUNGKAI (Paronema canescens Jack)


OLEH SUKU DAYAK DAN SUKU BANJAR DI KABUPATEN
KOTAWARINGIN TIMUR KALIMANTAN TENGAH

Oleh:

Rimaa Rahmawati
NIM. 1811013120006

Telah dipertahankan di depan dosen penguji pada tanggal


Susunan Dosen Penguji:

Pembimbing I Dosen Penguji

1. Hidayatturahmah, S.Si.,M.Si
(…………………………….)

Sasi Gendro Sari, S.Si, M.Sc. 2. Anang Kadarsah, S.Si., M.Si.


NIP. 197912172006042001
(…………………….………)

Pembimbing II

Dr. Gunawan, S.Si., M.Si.


NIP. 197911012005011002

Banjarbaru,11 2022
Program Studi Biologi FMIPA
ULM
Ketua

Dr. Gunawan, S.Si., M.Si.


NIP. 197911012005011002

i
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana dalam suatu perguruan tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka

Banjarbaru, September 2022

Rimaa Rahmawati
NIM.1811013120006

ii
ABSTRAK
ETNOMEDISIN TUMBUHAN SUNGKAI (Peronema canescens Jack) OL
EH SUKU DAYAK DAN SUKU BANJAR DI KABUPATEN KOTAWARI
NGIN TIMUR KALIMANTAN TENGAH (Oleh: Rimaa Rahmawati; Pemb
imbing: Sasi Gendro Sari dan Gunawan; 2022; 66 halaman)

Pemanfaatan tumbuhan sungkai sebagai obat oleh suku Dayak dan Suku Banjar
di Kotawaringin Timur belum pernah digali informasinya khususnya pada Desa
Bagendang Permai, Bagendang Hilir, dan Bagendang Hulu. Penelitian ini
bertujuan untuk mengungkap pemanfaatan tumbuhan sungkai seperti bagian
sungkai yang di gunakan, cara pengolahan, takaran, dan manfaat ramuan sungkai
serta mengidentifikasi tingkat pengetahuan dalam pemanfaatan tumbuhan
sungkai melalui studi etnomedisin. Metode yang digunakan yaitu teknik
wawancara semi terstruktural dengan cara membagikan kuesioner kepada 180
responden yang terpilih secara purposive sampling yang terbagi menjadi tiga
lokasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagian tumbuhan sungkai yang
dimanfaatkan yaitu daun. Daun sungkai yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan
obat diolah dengan cara direbus dan ditumbuk. Daun sungkai dimanfaatkan oleh
masyarakat Kotawaringin Timur untuk mengobati memar, demam,
meningkatkan imunitas, dan campuran mandi ibu nifas. Pengetahuan
etnomedisin masyarakat Kotawaringin Timur berdasarkan kelas umur, jenis
kelamin, dan suku tidak menunjukkan tingkat pengetahuan yang berbeda
terhadap pemanfaatan obat sungkai dengan indeks pengetahuan Etnobotani
responden sebesar 82,57 yang tergolong tinggi.

Kata Kunci: Etnomedisin, tumbuhan sungkai, obat tradisional

iii
ABSTRACT
ETNOMEDICINE OF SUNGKAI PLANT (Peronema canescens Jack) BY
DAYAK AND BANJAR TRIBES AT KOTAWARINGIN TIMUR
REGENCY, CENTRAL KALIMANTAN (By: Rimaa Rahmawati;
Supervisors: Sasi Gendro Sari and Gunawan; 2022; 66 pages)

The use of sungkai plant as medicine by Dayak and the Banjar tribes in east
Kotawaringin have never been informed, especially in Bagendang Permai,
Bagendang Hilir, and Bagendang Hulu as medicine. The study revealed the use
of sungkai plant such as the part of the sungkai used, how to process, measure,
and benefits of sungkai herb and identified the level knowledge of sungkai
plants through ethnomedicine studies. The method used was a selected semi-
structured interview technique by distributing questionnaires to 180 respondents
at three villages. The processing technique of leaves was boiled and
pounded. Sungkai leaves ware medicinally used by local people to treat bruises,
fevers, increase immunity, and hot bath therapy for post partum
mother. Ethnomedicine knowledge of the people of east Kotawaringin based on
age class, gender, and ethnicity did not show a different level of knowledge
about the use of sungkai drugs with an ethnobotanical knowledge index of
respondents of 82.57 which was relatively high.

Keywords: Ethnomedicine, sungkai plant, traditional medicine

iv
PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahiim. Segala puji syukur kepada Allah SWT atas
segala rahmat, hidayah, serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir berupa skripsi yang berjudul “Etnomedisin Tumbuhan Sungkai (Peronema
canescens Jack) Oleh Suku Dayak Dan Suku Banjar Di Kabupaten
Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah”. Penelitian ini didanai oleh LPDP
Riset Mandiri dengan kontrak 010/E4.1/AK.04 RA/ 2021 dengan judul “Khasiat
Ekstrak Daun Sungkai (Peronema canescens Jack.) Menjadi Produk Herbal
Pencegah COVID-19”. Skripsi ini dapat selesai tanpa terlepas dari bantuan,
do’a, dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Orang tua dan keluarga penulis yang memberikan dukungan baik secara moril
maupun materil, do’a, serta motivasi untuk kelancaran skripsi ini.
2. Ibu Sasi Gendro Sari, S.Si., M. Sc dan Bapak Dr. Gunawan, S.Si., M,Si
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, ilmu, dan
masukan baik dalam masa penelitian maupun dalam penulisan skripsi.
3. Ibu Hidayattur Rahmah, S.Si., M. Si. dan Bapak Anang Kadarsah, S.Si., M.Si
selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan saran yang
membangun demi perbaikan penyusunan skripsi ini.
4. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Sahabat-sahabat
penulis”( Alya Nur Afifah , Nia Aulia, Shofaa Maulida, Dea Aulya, Senusiah
Jadidah, Ahmad Najmi Aulia, Nanda Rahma Dahliana, Maria Kamil), serta
teman-teman Biologi angkatan 2018 dan yang telah memberi dukungan untuk
kelancaran penelitian dan penyusunan skripsi.
Terlepas dari segala kekurangan dalam penulisan, penulis berharap skripsi
ini dapat bermanfaat dan menjadi acuan informasi dasar dalam penelitian-
penelitian terkait.
Banjarbaru, 24 Mei
2022

Rimaa Rahmawati

v
NIM. 1811013120006

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................i
LEMBAR PERNYATAAN...............................................................................ii
ABSTRAK.........................................................................................................iii
ABSTRACT.......................................................................................................iv
PRAKATA.........................................................................................................v
DAFTAR ISI......................................................................................................vi
DAFTAR TABEL..............................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................1
1.2 Perumusan Masalah..........................................................................3
1.3 Batasan Masalah...............................................................................3
1.4 Tujuan Penelitian.............................................................................3
1.5 Manfaat Penelitian............................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etnomedisin......................................................................................5
2.2 Klasifikasi dan Morfologi Sungkai.................................................5
2.3 Pengetahuan Tradisional..................................................................7
2.4 Pemanfaatan Tumbuhan Sungkai ....................................................7
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat...........................................................................9
3.2 Alat dan Bahan.................................................................................9
3.3 Subjek Penelitian..............................................................................9
3.4 Jenis Data dan Sumber Data.............................................................9
3.4.1 Data Primer......................................................................................9
3.4.2 Data Sekunder..................................................................................9

vi
3.5 Metode Pengumpulan Data..............................................................10
3.5.1 Metode Kuesioner............................................................................10
3.5.2 Metode Studi Pustaka.......................................................................10
3.5.3 Penentuan Responden......................................................................10
3.5.4 Observasi/Pengamatan Lapangan....................................................11
3.5.4 Teknik Wawancara...........................................................................11
3.6 Analisis Data....................................................................................12
3.6.1 Tingkat Peanfaatan Tumbuhan Sungkai..........................................12
3.6.2 Tingkat Pengetahuan Lokal Masyarakat Dayak dan Banjar
dalam pemanfaatan Tumbuhan Sungkai..........................................13
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Geografis, Topografi, Letak, dan Luas............................................15
4.1.1 Jumlah Penduduk.............................................................................16
4.1.2 Kelas Umur......................................................................................16
4.1.3 Jenis Pekerjaan.................................................................................17
4.1.4 Karakteristik Responden..................................................................17
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil.................................................................................................22
5.1.1 Pemanfaatan Tumbuhan Sungkai Berdasarkan Kearifan
Lokal Masyarakat Kabupaten Kotawaringin Timur.........................22
5.2 Pembahasan......................................................................................26
5.2.1 Pemanfaatan Tumbuhan Sungkai di Kabupaten
Kotawaringin Timur.........................................................................26
5.2.2 Tingkat Pengetahuan Masyarakat dalam Pemanfatan
Tumbuhan Sungkai..........................................................................31
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan......................................................................................33
6.2 Saran.................................................................................................33
Daftar Pustaka...................................................................................................34

vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin...................................16
Tabel 2 Kelas umur berdasarkan data profil desa.........................................16
Tabel 3 Jenis pekerjaan berdasarkan data profil desa...................................17
Tabel 4 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan formal..........18
Tabel 5 Distibusi responden berdasarkan mata pencarian............................19
Tabel 6 Tipologi masyarakat berdasarkan karakteristik umur responden.....20
Tabel 7 Distribusi responden berdasarkan suku............................................21
Tabel 8 Pemanfaatan Tumbuhan Sungkai dan Cara Pengolahannya............29
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Tanaman Sungkai (Foto di ambil di Desa Bagendang Permai).......6
Gambar 2 Peta Lokasi Ketiga Desa..................................................................15
Gambar 3 Persentase Lama Tinggal Responden di Ketiga Desa......................20
Gambar 4 Persentase Sumber Pengetahuan Tumbuhan sungkai......................21
Gambar 5 Persentase Pengambilan Sungkai.....................................................21
Gambar 6 Persentase Cara Pengolahan Obat Sungkai......................................22
Gambar 7 Persentase Takaran obat/ramuan Daun Sungkai..............................23
Gambar 8 Persentase Khasiat Sungkai..............................................................27
Gambar 9 Tanaman Sungkai (Foto di ambil di Desa Bagendang Permai).......26
Gambar 10 Tanaman Sungkai (Foto di ambil di Desa Bagendang Hilir)...........27
Gambar 11 Tanaman Sungkai (Foto di ambil di Desa Bagendang Permai).......27

ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Blangko Kuesioner Etnomedicine...................................................37
Lampiran 2 Persetase Jawaban Responden.........................................................41
Lampiran 3 Tingkat Pengetahuan Tradisional Masyarakat di
Kabupaten Kotawaringin Timur......................................................47
Lampiran 4 Uji Kruskal Wallis dan Mann Whitney............................................53

x
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang kaya akan tanaman
obat dan sangat potensial untuk dikembangkan, namun belum dikelola secara
maksimal. Kekayaan alam tumbuhan di Indonesia meliputi 30.000 jenis
tumbuhan dari total 40.000 jenis tumbuhan di dunia, 940 jenis diantaranya
merupakan tumbuhan berkhasiat obat (Dephut, 2010). Tanaman obat mudah
diperoleh di lingkungan sekitar rumah, selain itu dipasaran juga dijual dengan
harga yang relatif lebih murah.
Pulau Kalimantan sebagai salah satu dari lima pulau besar di
Indonesia memiliki kawasan hutan tropik basah dengan tingkat
keanekaragaman jenis tergolong tinggi di dunia. Salah satu bentuk
pemanfaatan tumbuhan hutan Kalimantan adalah sebagai bahan obat
tradisional masyarakat setempat. Potensi tumbuhan obat pada kawasan
hutan di Kalimantan cukup beragam, baik yang telah dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar kawasan maupun yang belum dimanfaatkan. Tumbuhan
obat di hutan Kalimantan tidak hanya tumbuhan berkayu, tetapi juga tidak
berkayu dengan berbagai habitus, yakni berupa pohon, perdu, herba, liana,
dan paku (Noorcahyati, 2012).
Tumbuhan obat tradisional di Indonesia mempunyai peran yang sangat
penting terutama bagi masyarakat di daerah pedesaan yang fasilitas
kesehatannya masih sangat terbatas. Namun saat ini tidak hanya di pedesaan
saja, pengobatan tradisional menggunakan tanaman obat sudah mulai populer di
kalangan masyarakat perkotaan karena efek samping negatif dari obat tradisional
lebih kecil sehingga aman untuk organ-organ vital manusia seperti jantung, hati
dan ginjal (Hidayat & Hardiansyah, 2012).
Tanaman sungkai merupakan tanaman dari suku Verbenaceae, yang
secara tradisional digunakan oleh suku Dayak di Kalimantan Timur sebagai obat
antara lain sebagai obat pilek, demam, obat cacingan (ringworms), dijadikan
mandian bagi wanita selepas bersalin dan sebagai obat kumur pencegah sakit

1
gigi (Ningsih, dkk.,2013). Rebusan daun sungkai secara tradisional juga
digunakan oleh penduduk lokal di daerah Curup, Provinsi Bengkulu sebagai obat
penyakit malaria (Kitagawa dkk., 1994).
Tumbuhan obat adalah tumbuhan yang memiliki khasiat obat dan
digunakan sebagai obat dalam penyembuhan maupun pencegahan penyakit.
Menurut Departemen Kesehatan RI dalam suratkeputusan Menteri
Kesehatan No. 149/SK/Menkes/IV/1978 tumbuhan obat adalah tumbuhan
atau bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat tradisional,
sebagai jamu atau sebagai bahan pemula, bahan baku obat (prokursor) atau
tumbuhan yang diekstrak dan digunakan sebagai obat (Bonai, 2013).
Masyarakat Kalimantan yang mayoritas masyarakatnya adalah etnis
Dayak, sampai saat ini masih mempertahankan tradisi adatnya. Salah satu
lokasi tempat menetap suku Dayak yang masih memanfaatkan tradisinya
adalah Desa Bagendang Permai, Bagendang Hilir, dan Bagendang Hulu. Salah
satu bentuk tradisi suku Dayak yang menetap di Desa ini adalah
menggunakan tumbuhan di sekitarnya sebagai obat. Selain sebagai bentuk
tradisi, terbatasnya fasilitas kesehatan di ketiga Desa tersebut menjadi faktor
utama masyarakat disana yang tertarik menggunakan pengobatan tradisional.
Namun, masalah yang muncul saat ini adalah mulai hilangnya pengetahuan
mengenai pengobatan tradisional menggunakan tumbuhan obat akibat
rendahnya minat para generasi muda terhadap pengobatan tradisional.
Sejauh ini, masih belum terdapat penelitian mengenai etnomedisi
tumbuhan obat di Desa Bagendang Permai, Bagendang Hilir dan Bagendang
Hulu. Pengetahuan masyarakat setempat mengenai pengobatan tradisional
menggunakan tumbuhan obat dapat dijadikan rujukan yang baik bagi
masyarakat di luar Desa tersebut sebagai dokumentasi ilmiah pemanfaatan
tumbuhan obat. Berdasarkan hal tersebut, maka sangat perlu disediakan data
mengenai pemanfaatan dan pengetahuan tumbuhan sungkai oleh masyarakat
dengan tingkatan umur dan tempat tinggal yang berbeda khususnya di Desa
Bagendang Permai, Bagendang Hilir, dan Bagendang Hulu.

2
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dari penelit
ian ini yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana pemanfaatan tumbuhan sungkai sebagai obat/ramuan tradisio
nal oleh masyarakat Suku Dayak dan Suku Banjar di Desa Bagendang P
ermai, Bagendang Hilir, dan Bagendang Hulu Kabupaten Kotawaringin
Timur.
2. Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat Suku Dayak dan Suku Banj
ar di Desa Bagendang Permai, Bagendang Hilir, dan Baganedang Hulu K
abupaten Kotawaringin Timur mengenai tumbuhan sungkai sebagai obat
/ramuan tradisional.
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian ini yaitu tumbuhan Sungkai yan
g dimanfaatakan oleh Suku Dayak dan Suku Banjar sebagai obat/ramuan tradisio
nal yaitu Desa Bagendang Permai, Desa Bagendang Hilir, dan Bagendang Hulu
Kabupaten Kotawaringin Timur.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dari penelitian ini, maka tujuan dari pen
elitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Mengetahui pemanfaatan tumbuhan sungkai sebagai obat/ramuan tradisi
onal di Desa Bagendang Permai, Bagendang Hilir, dan Bagendang Hulu
Kabupaten Kotawaringin Timur.
2. Mengatahui tingkat pengetahuan masyarakat di Desa Bagendang Permai,
Bagendang Hilir, dan Bagendang Hulu Kabupaten Kotawaringin Timur
mengenai tumbuhan sungkai sebagai obat/ ramuan tradisional.

3
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini sangat bermanfaat, terutama sebagai:
1. Mendokumentasikan pengetahuan tradisional masyarakat yang tinggal di
Desa Bagendang Permai, Kecamatan Mentaya Hilir Utara dalam pemanf
aatan tumbuhan Sungkai sebagai obat/ramuan tradisional.
2. Menambah pengetahuan dan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi
pada penelitian selanjutnya.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etnomedisin
Etnomedisin merupakan salah satu bidang kajian etnobotani yang
mengungkap pengetahuan lokal berbagai etnis dalam menjaga kesehatannya.
Secara empirik terlihat bahwa dalam pengobatan tradisional memanfaatkan
tumbuhan maupun hewan, namun dilihat dari jumlah maupun frekuensi
pemanfaatannya tumbuhan lebih banyak dimanfaatkan dibandingkan hewan. Hal
tersebut mengakibatkan pengobatan tradisional identik dengan tumbuhan obat,
oleh karena itu tulisan selanjutnya difokuskan pada tumbuhan obat. Kajian
etnomedisin adalah kajian tentang penggunaan tumbuhan obat oleh masyarakat
lokal terkait bagian yang digunakan, dosis atau takaran penggunaan, cara
pengolahan dan cara penyajiannya sebagai bahan dasar obat tradisional (Walujo,
2013).
Etnomedisin secara etimologi berasal dari kata ethno (etnis) dan
medicine (obat). Hal ini menunjukkan bahwa etnomedisin sedikitnya
berhubungan dengan dua hal yaitu etnis dan obat. Secara ilmiah dinyatakan
bahwa etnomedisin merupakan presepsi dan konsepsi masyarakat lokal dalam
memahami kesehatan atau studi yang mempelajari sistem medis etnis tradisional.
Walujo (2009) menyatakan bahwa dalam studi etnomedisin dilakukan untuk
memahami budaya kesehatan dari sudut pandang masyarakat (emic), kemudian
dibuktikan secara ilmiah (etic) (Walujo 2009). Pada awal perkembangan
penelitiannya etnomedisin merupakan bagian dari ilmu antropologi kesehatan
Dalam (Bhasin, 2007) yang mulai berkembang pada pertengahan tahun 1960-an
(McElroy 1996), namun pada perkembangan selanjutnya merupakan disiplin
ilmu yang banyak dikembangkan dalam ilmu Biologi.
2.2 Klasifikasi dan Morfologi Sungkai
Sungkai merupakan salah satu jenis unggul yang dapat tumbuh pada
semua tipe lahan (Effendi, 2009). Sungkai termasuk famili Verbenaceae, di Jawa
Barat disebut jati sabrang dan di Kalimantan Selatan populer dengan nama
longkai. Daerah penyebarannya di Indonesia mencakup wilayah Sumatera Barat,

5
Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, dan seluruh
Kalimantan (Khaerudin, 1994). Tanaman sungkai dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tanaman Sungkai (Foto di ambil di Desa Bagendang Permai)


Secara umum, klasifikasi ilmiah dari tanaman Sungkai adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Verbenaceae
Genus : Peronema
Spesies : Peronema Canescens Jack. (Jack,1822)
Sungkai memiliki batang lurus atau sedikit berlekuk, tidak berbanir, dan
ranting dipenuhi dengan bulu-bulu halus. Kulit luar batang berwarna kelabu atau
cokelat muda. Sungkai dapat tumbuh mencapai tinggi 30 m dengan diameter
batang lebih dari 60 cm dan panjang batang bebas cabang mencapai 15 m.
Sungkai biasanya tumbuh di hutan hujan tropis (tipe iklim A sampai C), pada
tanah kering dan tanah sedikit basah. Ketinggian tempat minimal 0-600 dpl.
Tajuknya berbentuk bulat telur dan mempunyai sifat menggugurkan daun di
musim kemarau panjang. Permukaan daun berbulu halus, berwarna abu-abu
kotor atau abu-abu terang. Dalam satu cabang terdapat lebih dari empat helai

6
daun. Tajuk pohon berbentuk avoid, skala tajuk halus sampai sedang. Daun
pertama pinateli, ujung daun ovate, bentuk daun petiolate. Bentuk kotiledon
sama dengan perkecambahan epigeal. Daun sungkai menyirip berhadapan,
bentuk lanset dengan panjang 8-12 cm, lebar 2-3,5 cm, ujung runcing, tepi rata,
daun muda berwarna ungu, bagian bawah berbulu putih. Letak bunga
berpasangan, kedudukan malai, warna putih kehijauan. Tanaman sungkai
berbuah sepanjang tahun, ukuran buah kecil-kecil (Hidayat, 2008).
2.3 Pengetahuan Tradisional
Pengetahuan tradisional adalah kumpulan dari pengetahuan baik secara
praktik maupun kepercayaan yang berkaitan dengan hubungan makhluk hidup 6
satu sama lain dan dengan lingkungan nya (Berkes, 2008; Rasalato, 2010). Ciri
yang melekat dalam pengetahuan tradisional adalah sifatnya yang dinamis,
berkelanjutan, dan dapat diterima oleh komunitasnya (Martin et al., 2010).
Pengetahuan tradisional terwujud dalam bentuk seperangkat aturan,
pengetahuan, keterampilan, tata nilai, dan etika yang mengatur tatanan sosial
komunitas yang terus hidup dan berkembang dari generasi ke generasi (Thamrin,
2015).
Pengetahuan tradisional adalah konsep atau sistem pengetahuan yang
dimiliki oleh masyarakat adat secara turun temurun di suatu daerah. Pengetahuan
tersebut merupakan hasil dari pengalaman empiris dan pemahaman masyarakat
terhadap kondisi di sekitarnya seperti tanaman, satwa, tanah, air, cuaca, dan
keterkaitan di antaranya. Pengetahuan tradisional yang dimiliki masyarakat
selalu berubah atau berkembang secara dinamis karena bersifat adaptif terhadap
kondisi lingkungan alam lokal. Pengetahuan tradisional juga telah dijadikan
prinsipprinsip pengelolaan sumberdaya alam karena telah memberikan
kontribusi yang besar untuk pelestarian lingkungan dan pemanfaatan yang
berkelanjutan (Zent, 2009).
2.4 Pemanfaatan Tumbuhan Sungkai
Pada penelitian Yani (2013), daun sungkai merupakan bahan baku obat
herbal yang digunakan oleh suku Lembak Delapan di Bengkulu untuk penyakit
perut kembung, sembelit, panas tinggi, untuk mendapatkan keturunan, dan
berbagai masalah kesehatan. Menurut Yusrin dalam pengobatan Suku Serawai

7
daun sungkai ditumbuk dan ditampal untuk pengobatan sakit memar. Sedangkan
menurut Sunarti sadapan air batang sungkai diminum sebagai obat cacar. Daerah
Palembang, Sumatera Selatan, menggunakan daun sungkai untuk obat demam
atau penurun panas. Dalam pengobatan suku Dayak Tunjung di Kalimantan
Timur, daun muda P. canescens digunakan sebagai obat demam sedangkan
akarnya sebagai obat diuretika dan pegal linu (Setyowati, 2014). Rebusan daun
P. canescens secara tradisional juga digunakan oleh penduduk lokal di daerah
Curup, Bengkulu sebagai obat penyakit malaria. Secara empiris, daun sungkai
dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat untuk mengobati sakit gigi dan penurun
demam. Selain itu, daun sungkai juga dimanfaatkan untuk mengobati malaria
(Kitagawa dkk, 2014).
Rebusan daun sungkai merupakan salah satu tanaman obat yang telah
lama digunakan oleh Suku Lembak Bengkulu untuk mengobati malaria, demam
tinggi dan untuk menjaga kesehatan (Yani, 2013). Hasil penelitian Yani, dkk,
2014, ekstrak daun sungkai dapat menurunkan panas 11%, dan menambah
kesehatan sebesar 32%. Sedangkan ekstrak daun sungkai dapat menghambat
pertumbuhan plasmodium sebesar 15% (Martono dan Yani, 2015).

8
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2021 sampai Januari 2
022. Pengamatan pemanfaatan tumbuhan Sungkai dilakukan melalui wawancara
dan penyebaran kuesioner yang ditujukan untuk masyarakat suku Dayak dan Ba
njar di Desa Bagendang Permai, Bagendang Hilir dan Bagendang Hulu, Kecama
tan Mentaya Hilir Utara, Kalaimantan Tengah.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, GP
S (Global Positioning System), dan kuesioner.
3.3 Subjek Penelitian
Subjek yang digunakan pada penelitian ini adalah masyarakat suku Daya
k dan suku Banjar di Desa Bagendang Permai, Bagendang Hilir, dan Bagendang
Hulu Kabupaten Kotawaringin Timur.
3.4 Jenis Data dan Sumber Data
3.4.1 Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah sendiri (Utomo, 2
010). Data yang didapatkan melalui obsevasi dilapangan dan hasil dari pertanya
an yang diisi oleh responden. Data yang diperoleh melalui daftar pertanyaan ini
dapat berupa karakteristik responden meliputi, jenis kelamin, usia, dan pekerjaa
n. Selain itu, data yang dikumpulkan juga berkaitan dengan tingkat pengetahuan
masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan sungkai yaitu manfaat tumbuhan seca
ra medis, bagian yang digunakan, dan cara pengolahan.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari hasil pengumpula
n, pengolahan, dan penyajian pihak lain, baik yang dipublikasikan secara luas m
aupun terbatas (Utomo, 2010). Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber, s
eperti : literatur, buku-buku, dan dinas maupun instansi yang bersangkutan deng
an masalah yang diangkat dalam penelitian ini.

9
3.5 Metode Pengumpulan Data
3.5.1 Metode Kuesioner
Kuesioner adalah daftar pernyataan atau pertanyaan yang sudah tersusun
dengan baik, dimana responden (dalam hal angket) dan interviewer (dalam hal
wawancara) tinggal memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda
tertentu (Notoatmodjo, 2002; Utomo, 2010). Dengan metode tersebut maka akan
diperoleh tanggapan responden atas daftar pertanyaan dalam kuesioner yang bers
ankutan dengan tingkat pengtahuan dan pemanfaataan masyarakat Dayak dan B
anjar di Desa Bangendang Hilir, Bagendang Permai, dan Bagendang Hulu terha
dap tumbuhan sungkai sebagai obat/ramuan tradisional.
3.5.2 Metode Studi Pustaka
Metode studi pustaka disebut juga dengan metode penggunaan bahan
dokumen, karena observator tidak meneliti langsung dan mengolah data sendiri
data yang diperoleh dari responden tetapi meneliti dan menyalin data atau
dokumen yang dihasilkan oleh pihak lain (Supramono & Sugiarto, 2003; Utomo,
2010).
3.5.3 Penentuan Responden
Pemilihan responden dilakukan dengan menggunakan metode Snowball
sampling dan metode purposive sampling. Metode Snowball sampling adalah
suatu metode untuk mengidentifikasi, memilih dan mengambil sampel di mana
sampel diperoleh melalui proses bergulir dari satu responden ke responden yang
lain nya (Neuman, 2003). Sedangkan pemilihan responden menggunakan
metode pengambilan sampel secara terpilih (purposive sampling) berdasarkan
beberapa kriteria.
Responden utama dalam penelitian ini yaitu ditetapakan berdasarkan lok
asi yang ditentukan yang diketahui banyak memanfaatkan tumbuhan sungkai un
tuk ramuan tradisional. Setelah, mengetahui lokasi yang akan diteliti dengan
menerapkan metode snowball sampling yang memiliki kelebihan akurasi yang
lebih tinggi serta dapat mempercepat hasil survei maka selanjutnya dilakukan
wawancara dengan menggunakan metode purposive sampling yang memiliki
kriteria yaitu masyarakat yang memiliki potensi tinggi dalam hal memanfaatkan
dan mengolah tumbuhan tumbuhan sungkai sebagai obat/ramuan tradisional unt

10
uk menyembuhkan penyakit, yang terbagi menjadi 4 kelas umur (KU) di desa B
agendang Permai, Bagendang Hilir, dan Bagendang Hulu Kabupaten Kotawarin
gin Timur.
Jumlah responden sebanyak 180 orang, 60 orang berasal dari berasal dari
Desa Bagendang Permai Kecamatan Mentaya hilir utara, 60 orang berasal dari
Desa Bagendang Hilir Kecamatan Mentaya hilir utara dan, 60 orang berasal dari
Desa Bagendang Hulu Kecamatan Mentaya hilir utara. Pembagian kelas umur
berdasarkan usia produktif dan dibagi menjadi 4 kelas umur dengan interval 15
tahun dikarenakan interval tersebut merupakan perkiraan batas maksimal untuk
melihat perubahan pengetahuan dan dibagi menjadi 2 jenis kelamin yaitu laki-la
ki dan perempuan (Zent 2009). Adapun pembagian kelas umur tersebut sebagai
berikut :
KU1 : 15 – 29 tahun
KU2 : 30 – 44 tahun
KU3 : 45 - 59 tahun
KU4 : ≥ 60 tahun
3.5.4 Observasi/Pengamatan Lapangan
Pengamatan lapangan ialah penelitian yang dilakukan untuk memperoleh
fakta-fakta dan informasi langsung dari lokasi penelitian. Pengambilan data pada
penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu :
1. Menentukan wilayah/kecamatan di Kecamatan Mentaya Hilir Utara yang berp
otensi banyak menggunakan sungkai sebagai obat/ramuan tradisional
2. Melakukan observasi di wilayah yang diketahui memiliki potensi banyaknya t
erdapat tumbuhan sungkai
3. Melakukan wawancara dengan panduan kuesioner terhadap responden
terpilih, data yang dikumpulkan berupa pemanfaatan bagian tumbuhan sungk
ai untuk obat/ramuan tradisonal yang umumnya dimanfaatkan oleh
masyarakat setempat.
3.5.5 Teknik Wawancara
Pengumpulan data etnobotani dilakukan melalui wawancara langsung
pada masyarakat yang dipandu dengan kuesioner yang berisi sejumlah
pertanyaan kunci (Lampiran 1). Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat

11
pengetahuan dan tingkat pemanfaatan masyarakat terhadap tumbuhan sungkai di
Desa Bagendang Permai, Bagendang Hilir, dan bagendang Hulu Kabupaten Kot
awaringin Timur
Adapun tahapan-tahapan wawancara yaitu :
1. Menyiapkan alat dan bahan sebelum melakukan wawancara kepada responden
seperti panduan kuesioner, alat tulis, kamera digital.
2. Pemilihan responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive
sampling.
3. Melakukan sesi wawancara dengan responden secara langsung satu persatu.
Setiap responden diberikan kesempatan untuk menjawab semua pertanyaan
yang telah disampaikan secara langsung. Pada setiap pertanyaan yang telah
disediakan pilihan jawaban, jika pilihan tidak ada yang sesuai dengan
jawaban responden maka jawaban dari responden akan tetap ditulis sebagai
pengayaan.
3.6 Analisis Data
3.6.1 Tingkat Peanfaatan Tumbuhan Sungkai
Tingkat pemanfaatan masyarakat lokal di Desa Bagendang Permai, Bage
ndang Hilir, dan Bagendang Permai Kabupaten Kotawaringin Timur terhadap
tumbuhan sungkai dianalisis menggunakan persentase terhadap aspek
pemanfaatan bagian tumbuhan. persentase bagian tumbuhan yang digunakan
meliputi bagian tumbuhan yang dimanfaatkan mulai dari bagian daun, batang,
bunga, buah dan akar (Suansa, 2011).
Presentase bagian tertentu

¿
∑ bagian tertentu yang dimanfaatkan ×100 %
∑ seluruh bagian yang dimanfaatkan

12
Persentase pengetahuan masyarakat atau penggunaan tumbuhan yang
dimanfaatkan
Presentase pengetahuan masyarakat

¿
∑ Jawaban tumbuhan yang dimanfaatkan × 100 %
∑ seluruh responden
Kuesioner merupakan alat pengumpulan data primer dengan metode
survei untuk memperoleh opini responden (Pujihastuti, 2010). Hasil dari
kuesioner mengenai pemanfaatan tumbuhan sungkai ini dapat dihitung dengan
cara yaitu (Anggana, 2011) :
Presentase data kuesioner

¿
∑ responden yang memiliki jawaban ×100 %
∑ seluruh responden
Hasil dari kuesioner mengenai tingkat pemanfaatan masyarakat lokal di
Desa bagendang permai Kecamatan Mentya Hilir Utara terhadap tumbuhan sung
kai kemudian disajikan dalam bentuk tabulasi data dan dianalisis secara
deskriptif.
3.6.2 Tingkat Pengetahuan Lokal Masyarakat Dayak dan Banjar dalam p
emanfaatan Tumbuhan Sungkai
Penelitian terhadap pengetahuan lokal masyarakat di Desa Bagendang Pe
rmai Kecamatan mentaya hilir utara mengenai pemanfaatan tumbuhan sungkai s
ebagai obat, maupun manfaat lainnya dapat dilakukan berdasarkan penelitian
kuantitatif dengan membagi masyarakat berdasarkan jenis kelamin dan kelas
umur. Persamaaan berikut digunakan untuk menghitung indeks pengetahuan
etnobotani (Suansa 2011) :
1
mgj=
n
∑V 1
Keterangan :
Mgj = rata-rata tingkat pengetahuan etnomedicine yang dimiliki anggota
kelompok j
n = jumlah anggota dalam kelompok j
Vi = jumlah pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh anggota i dari
kelompok j
j = jenis kelamin dan kelas umur

13
Selanjutnya, untuk mengetahui signifikansi dari faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat pengetahuan tradisional (kelas umur dan jenis kelamin)
dilakukan pengolahan data menggunakan SPSS 15.0 pada taraf nyata 0,05.
Analisis yang digunakan adalah statistik non parametik (Zent 2009), yaitu uji
statistik yang kesahihannya tidak bergantung kepada asumsi-asumsi yang kaku.
Uji non parametik yang digunakan adalah Kruskal Wallis Test, yaitu pengujian
hipotesis komparatif dengan k sampel independen dari populasi yang sama. Tes
ini digunakan untuk menguji perbedaan dari setiap kelas umur (KU). Kemudian
digunakan juga uji Mann Whitney Test, yaitu pengujian hipotesis komparatif
dengan dua sampel independen dari populasi yang sama. Tes ini digunakan
untuk menguji perbedaan dari setiap jenis kelamin.

14
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Geografis,Topografi, Letak, dan Luas


Kabupaten Totawaringin Timur terletak di kota Sampit Provinsi Kaliman
tan Tengah. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 16,496 km 2, terdiri dari 13 keca
matan, 123 desa dan 12 kelurahan. Wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur me
miliki topografi yang bervariasi pada ketinggian selang 0-60 meter diatas permu
kaan laut. Jenis tanah yang mendominasi di wilayah ini yaitu tanah jenis podsoli
k merah kuning, walaupun ada beberapa bidang juga ditemukan jenis tanah seper
ti aluvial, organosol, litosol dan sebagainya sedangkan untuk suhu rata-rata pada
wilayah ini yaitu 27-35ºC, jadi tidak jarang pada wilayah ini tumbuhan sungkai
banyak ditemukan dikarenakan sungkai dapat tumbuh pada jenis tanah podsolik
merah kuning dengan suhu tumbuh sebesar 24,97ºC (Wahyudi, 2016). Kondisi t
opografi secara umum ketiga desa yaitu Desa Bagendang Permai, Bagendang Hi
lir, dan Bagendang Hulu merupakan dataran rendah yang berada dipinggiran sun
gai mentaya. Desa Bagendang Permai memiliki luas wilayah 31,0 Km2, Desa B
agendang Hilir memiliki luas wilayah 82,0 km2, dan Bagendang Hulu memiliki l
uas wilayah 66,0 km2. Gambaran lokasi penelitian di ketiga desa dapat dilihat pa
da Gambar 2.

a b c

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian a. Bagendang Permai, b. Bagendang Hilir,


c. Bagendang Hulu

15
4.1.1 Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk berdasarkan data profil ketiga Desa disajikan pada Tab
el 1.
Tabel 1. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin
Jumlah Penduduk Desa (Jiwa)
Jenis Kelami
Bagendang Perma Bagendang Hili Bagendang Hul
n
i r u
Laki-laki 1.231 1.208 1.856
Perempuan 1.164 1.147 1.247
Jumlah Total 2.395 2.355 3.103
Jumlah KK 692 689 756
Sumber : Data Profil Desa Bag.Permai, Bag.Hilir, dan Bag.Hulu
4.1.2 Kelas Umur
Kelas umur berdasarkan data profil ketiga Desa disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kelas umur berdasarkan data profil desa
Jumlah (Jiwa)
Kelas Umu
Bagendang Perm Bagendang Hul
r Bagendang Hilir
ai u
< 1 tahun 93 50 80
1-4 tahun 167 135 215
5-14 tahun 312 341 230
15-39 tahun 544 1048 1851
40-64 tahun 321 614 580
> 65 tahun 186 167 147
Jumlah 1.623 2.355 3.103
Sumber : Data Profil Desa Bag.Permai, Bag.Hilir, dan Bag.Hulu

16
4.1.3 Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan berdasarkan data profil ketiga Desa disajikan pada Tabel
3.
Tabel 3. Jenis pekerjaan berdasarkan data profil desa
Perkejaan Bagendang Per Bagendang Hi Bagendang Hu
mai lir lu
Petani 90 320 147
Nelayan 22 0 0
Buruh Tani/buruh nelayan 349 303 130
Buruh pabrik 454 115 956
PNS 22 37 120
Pegawai swasta 22 172 234
Pedagang 31 50 158
Lainnya 806 1.011 1.478
Sumber : Data Profil Desa Bag.Permai, Bag.Hilir, dan Bag.Hulu
4.1.5 Karakteristik Responden
a. Tingkat Pendidikan
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat yang menjadi
responden di Desa Bagendang Permai, Bagendang Hilir dan Bagendang Hulu,
dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat di ketiga desa tersebut
masih tergolong rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari persentase untuk tingkat
pendidikan yang tamat SD lebih tinggi daripada persentase untuk tingkat
pendidikan tamatan SMP, SMA maupun S1. Rendahnya tingkat pendidikan
formal tersebut tidak lepas dari perekonomian masyarakat yang juga tergolong
rendah. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan formal di ketiga
desa lokasi penelitian disajikan pada Tabel 4.

17
Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan formal
Desa Pendidikan Jumlah (orang) Persentase
Bagendang Permai SD 35 58,4%
SMP 12 20%
SMA 11 18,3%
S1 2 3,3%
Jumlah 60 Orang 100%
Bagendang Hilir SD 29 48,3%
SMP 17 28,3%
SMA 13 21,7%
S1 1 1,7%
Jumlah 60 100%
Bagendang Hulu SD 40 66,7%
SMP 13 21,7%
SMA 7 11,6%
S1 0 0%
Jumlah 60 100%
Sumber : 180 Responden di Ketiga Desa
b. Mata Pencarian
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
masyarakat yang menjadi responden diketiga desa lokasi penelitian tersebut adal
ah ibu rumah tangga. Adapun persentase responden sebagai ibu rumah tangga D
esa Bgendang Permai sebesar 71,6% , Desa Bagendang Hilir sebesar 48,3% dan
Desa Bagendang Hulu sebesar 70%, seperti data yang tersaji pada Tabel 5.

18
Tabel 5. Distibusi responden berdasarkan mata pencarian
Desa Pekerjaan Jumlah Persentase
Bagendang Permai Ibu Rumah Tangga (IR 43 71,6%
T)
Petani 11 18,3%
Bidan 1 1,7%
Karyawan Swasta 3 5%
Guru 1 1,7%
Pegawai 1 1,7%
Jumlah 60 Orang 100%
Bagendang Hilir Ibu Rumah Tangga (IR 29 48,3%
T)
Petani 19 31,6%
Nelayan 4 6,7%
Guru 1 1,7
Pegawai 1 1,7
Karyawan Swasta 6 10%
Jumlah 60 orang 100%
Bagendang Hulu Ibu Rumah Tangga (IR 42 70%
T)
Petani 15 25%
Pegawai 2 3,3%
Karyawan Swasta 1 1,7%
Jumlah 60 orang 100%
Sumber : 180 Responden di Ketiga Desa
c. Karakteristik Umur
Menurut Hurlock (1980), pengklasifikasian kelas umur dibedakan
kedalam enam kategori yaitu kelas umur bayi (0-2), balita (3-5), anak-anak (6-12
tahun), remaja (13-18 tahun), dewasa (19-59 tahun) dan lansia (≥60 tahun).
Berdasarkan hasil penelitian dari kelas umur yang telah ditentukan menunjukkan
bahwa kelompok umur dewasa pada responden di ketiga desa merupakan

19
kelompok umur produktif. Dengan kondisi badan dan stamina yang masih prima
sehingga memungkinkan mereka dapat memenuhi kebutuhan perekonomian
mereka, sedangkan kelompok lansia merupakan jumlah yang paling sedikit. Hal
ini disebabkan efektivitas dan tenaga mereka sudah jauh berkurang yang
kemudian digantikan oleh keluarga yang umurnya lebih muda, seperti tersaji
pada Tabel 6.
Tabel 6. Tipologi masyarakat berdasarkan karakteristik umur responden
Desa Umur Jumlah Persentasi (%)
Bagendang Permai KU1 15-29 tahun 6 10%
KU2 30-44 tahun 24 40%
KU3 45-59 tahun 23 38,3%
KU4 > 60 tahun 7 11,7%
Jumlah 60 orang 100%
Bagendang Hilir KU1 15-29 tahun 3 5%
KU2 30-44 tahun 28 46,7%
KU3 45-59 tahun 18 30%
KU4 > 60 tahun 11 18,3%
Jumlah 60 orang 100%
Bagendang Hulu KU1 15-29 tahun 2 3,3%
KU2 30-44 tahun 26 43,4%
KU3 45-59 tahun 24 40%
KU4 > 60 tahun 8 13,3%
Jumlah 60 100%
Sumber : 180 Responden di Ketiga Desa
d. Suku Masyarakat Kotawaringin Timur
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
masyarakat yang menjadi responden diketiga desa lokasi penelitian tersebut adal
ah ibu rumah tangga. Adapun persentase responden sebagai ibu rumah tangga D
esa Bgendang Permai sebesar 71,6% , Desa Bagendang Hilir sebesar 48,3% dan
Desa Bagendang Hulu sebesar 70%, seperti data yang tersaji pada Tabel 7.

20
Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan suku
Desa Suku Jumlah Persentase
Bagendamg Permai Dayak 48 80%
Banjar 12 20%
Jumlah 60 orang 100%
Bagendang Hilir Dayak 33 55%
Banjar 27 45%
Jumlah 60 orang 100%
Bagendang Hulu Dayak 43 71,7%
Banjar 17 28,3%
Jumlah 60 orang 100%
Sumber : 180 Responden di Ketiga Desa

21
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil
5.1.1 Pemanfaatan Tumbuhan Sungkai Berdasarkan Kearifan Lokal
Masyarakat Kabupaten Kotawaringin Timur
Pengetahuan dan kearifan lokal yang dimiliki secara turun temurun dari
leluhurnya, masyarakat Indonesia memanfaatkan tumbuhan untuk meredakan
gejala hingga menyembuhkan beragam penyakit yang diderita. Ada yang
langsung dimanfaatkan dan ada juga yang harus diracik dengan tumbuhan obat
lainnya. Bahan-bahan yang dijadikan ramuan dapat diambil dari bagian akar,
daun, bunga, buah maupun kayu (Suparni & Wulandari, 2012).
Pengetahuan lokal dalam pemanfaatan tumbuhan/bahan alami untuk
pengobatan umumnya dimiliki oleh masyarakat pedesaan yang terutama berada
di sekitar kawasan hutan. Masyarakat pedesaan umumnya memilih
menggunakan obat tradisional dengan memanfaatkan alam sekitarnya
dibandingkan obat modern. Kabupaten Kotawaringin Timur salah satu daerah
yang masih menjaga tradisi leluhur dan memiliki potensi pengetahuan yang
besar tentang tumbuhan sungkai sebagai obat dan kearifan local. Berikut ini
merupakan hasil wawancara diketiga desa mengenai kearifan local masyarakat

1.70% 4.40%

93.90%
20-30 tahun >30 tahun 10-20 tahun

Gambar 3. Data persentase lama tinggal penduduk di ketiga desa


Berdasarkan hasil wawancara dengan 180 responden diketiga desa pada
gambar 3 dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk di ketiga desa tersebut
merupakan penduduk asli. Persentase penduduk yang tinggal >30 tahun tinggal d

22
i sana 93,9%, responden yang tinggal 10-30 tahun disana hanya 11 orang dengan
nilai persentase 6,1%. Oleh karena itu kearifan lokal mengenai pemanfaatan
tumbuhan sungkai dapat digali secara mendalam.

31%

69%

Orang tua Turun-temurun Informasi Media

Gambar 4. Sumber Pengetahuan Tumbuhan sungkai


Pengetahuan mengenai obat tumbuhan sungkai didapat responden dari
beberapa sumber yaitu orang tua, tetangga, turun-temurun, dan informasi media.
Pada gambar 4 tentang sumber Pengetahuan mengenai tumbuhan sungkai dari 1
80 responden yang mengetahui dari tetangga sekitar dengan nilai persentase 69%
dan 31% yang mengetahui dari orang tua. Pengetahuan dari tetangga sekitar
lebih tinggi masyarakat melakukannya secara lisan atau mulut ke mulut.
12%

88%

Pinggir Sungai Hutan


Gambar 5. Persentase Lokasi Pengambilan Sungkai
Masyarakat sering mengambil tumbuhan sungkai di pinggiran sungai den
gan nilai persentase 88% dan yang mengambil dihutan dengan nilai persentase 1
2% . Persentase pengambilan dipinggiran sungai lebih tinggi dikarena mudah
untuk diambil dan kelimpahan sungkai dipinggiran sungai juga banyak bisa

23
dilihat pada Gambar 5. Masyarakat diketiga desa tidak sering mengambil tumbu
han sungkai untuk dikonsumsi sebagai ramuan pada saat penyakit mereka tidak
bisa disembuhkan dengan obatan moderen atau tumbuhan sungkai diambil apabi
la mereka hanya sakit saja.
Tumbuhan sungkai salah satu tumbuhan yang dimanfaatan sebagai obat/r
amuan tradisional untuk menyembuhkan suatu penyakit di Kabupaten Kotawarin
gin Timur berdasarkan wawancara yang dilakukan diketiga desa dengan
persentase 100%. Semua responden juga membuat ramuan/obat dari tumbuhan s
ungkai itu sendiri dengan cara yang diketahui dari berbagai macam sumber seper
ti dari tetangga, orang tua, dll. Bagian tumbuhan sungkai yang digunakan masya
rakat Kotawaringin Timur yang didapat dari 180 responden yaitu daun karena
menurut mereka daun mudah dalam pengambilan dan pengolahannya sedangkan
bagian yang lain belum ada sama sekali yang menggunakannya untuk dijadikan
obat/ramuan.

1.7

98.3

Direbus Ditumbuk
Gambar 6. Persentase Cara Pengolahan Obat/ramuan Sungkai
Masyarakat Kotawaringin Timur mgolah obat/ramuan sungkai dengan ca
ra direbus dan ditumbuk. Persentase dengan cara direbus yang paling tinggi
yaitu 98,3% sedangkan persentase dengan cara ditumbuk 1,7% dapat dilihat
pada Gambar 6. Pengolahan dengan cara direbus paling banyak dipakai karena
menurut masyarakat setempat rebusan Sungkai lebih cepat memberikan efek pen
gobatan.

24
2.80%

100.00%

7-3 Lembar Daun (Ditumbuk)


3 Lembar daun (Ditumbuk)
Gambar 7. Persentase Takaran obat/ramuan Daun Sungkai
Takaran penggunaan tanaman sungkai yang digunakan masyarakat suku
Dayak dan suku Banjar dalam pengobatan. Takaran yang paling banyak
digunakan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 7 jumlah yang digunakan men
urun dari 7 lembar, 5 lembar, dan 3 lembar sesuai dengan kepercayaan masyarak
at yaitu 7 lembar itu dosis yang dianggap tinggi sehingga pada hari kedua dosis t
ersebut harus dikurangi karena dipercayai penyakit sudah berkurang. Angka
ganjil juga dipercayai secara turun-temurun bisa menyembuhkan penyakit yang
di derita.

100.00% 100.00%

110.00%
1.70%

Meningkatkan imunitas Tubuh Obat Memar


Campuran mandi ibu nifas Obat Demam
Gambar 8. Persentase Manfaat/Khasiat Sungkai
Persentase Khasiat yang diketahui masyarakat dari mengkonsumsi tumbu
han sungkai dapat dilihat pada Gambar 8 selama ini yang dipercaya antara lain u
ntuk meningkatkan imunitas tubuh, mengobati memar, campuran mandi ibu nifa

25
s, dan untuk mengobati demam. Persentase untuk meningkatkan imunitas dan
mengobati demam sangat tinggi yaitu 100% sedangkan untuk mengobati memar
5.2. Pembahasan
5.2.1 Pemanfaatan Tumbuhan Sungkai di Kabupaten Kotawaringin Timu
r
Secara umum masyarakat Kotawaringin Timur masih menggunakan
tumbuhan sebagai obat tradisional yang memang telah diwariskan secara turun-
temurun. Salah satu tumbuhan yang digunkan sebagai obat yaitu sungkai.
tumbuhan sungkai berdasarkan observasi lapangan yang dilakukan memang
banyak ditemukan khususnya pada desa Bag.Permai, Bag. Hilir, dan Bag. Hulu.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan ada beberapa alasan mengapa
masyarakat memanfaatkan tumbuhan sungkai sebagai obat.
A. Mudah Didapatkan
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden tumbuhan sungkai
merupakan tumbuhan yang mudah untuk didapatkan dan tumbuh subur seperti
dipinggiran sungai dan hutan. Dengan demikian apabila dalam kondisi
mendesak dan mendadak membutuhkan tumbuhan sungkai mereka bisa
mengambil di pinggiran sungai dan hutan sekitar mereka. Tanaman sungkai di
ketiga desa bisa dilihat pada gambar berikut.

26
Gambar 9. Tanaman Sungkai (Foto di ambil di Desa Bagendang Permai) a.
Pinggir Sungai, b.Hutan

a b

Gambar 10. Tanaman Sungkai (Foto di ambil di Desa Bagendang Hilir) a.


Hutan, b.Pinggir sungai

a b

Gambar 11. Tanaman Sungkai (Foto di ambil di Desa Bagendang Permai) a.


Pinggir sungai, b. Hutan
Selain itu, sejak dahulu nenek moyang mereka memanfaatkan dan
menggunakan beberapa jenis tanaman yang tumbuh di sekitar mereka untuk
dijadikan sebagai obat. Kebiasaan ini diwariskan dari orang tua kepada anak-
anaknya secara berlanjut. Tentunya cara ini merupakan salah satu strategi
mereka untuk bertahan hidup dan mempertahankan hidup mereka.

27
B. Mudah membuatnya
Obat tradisional menjadi salah satu pilihan bagi masyarakat, khususnya
masyarakat Kotawaringin Timur karena cara membuatnya sangat sederhana dan
mudah. Pembuatannya tidak memerlukan sumber daya manusia (SDM) dan
inteligence quetient (IQ yang tinggi. Semua lapisan masyarakat dapat membuat,
meramu dan meraciknya dengan mudah. Misalnya untuk mengobati sakit
demam cukup memetik daun sungkai direbus dengan satu atau dua gelas air
sampai mendidih. Biarkan mendidih beberapa saat, setelah itu didinginkan dan
langsung diminum. Begitu sederhana dan mudahnya membuat obat tradisional
maka sampai kini pengobatan tradisional masih menjadi pilihan bagi masyarakat
Kotawaringin Timur
C. Tidak Ada Efek Samping
Hampir setiap obat-obatan kimia atau obat-obatan moderen memiliki
efek samping atau dampak berbahaya. Misalnya dalam kemasannya
dicantumkan efek samping obat tersebut dapat merusak hati, ginjal, jantung dan
janin yang dikandung. Selain itu, ada larangan bahwa obat ini tidak baik
dikonsumsi oleh anak dibawah 12 tahun atau tidak boleh dikonsumsi oleh pasien
yang memiliki alergi obat. Sementara itu, pengobatan tradisional tidak memiliki
efek samping. atau dampak berbahaya terhadap tubuh.
Penelitian sebelumnya yang mengenai gambaran histologi hati dan ginjal
tikus jantan setelah pemberian ekstrak etanol daun P. canescens Jack. tidak
mengalami perubahan. Pemberian dosis ekstrak 87,5 mg/KgBB dan 175
mg/KgBB menunjukkan gambaran histologi hati dan ginjal yang normal,
sedangkan pada dosis tertinggi 350 mg/KgBB mempunyai kecenderungan
kerusakan ringan (Aulia, 2022)
Pemanfaatan tumbuhan sungkai oleh masyarakat kotawaringin timur
berdasarkan wawancara dengan 180 responden terpilih, maka diperoleh
beberapa khasiat, bagian yang digunakan, cara penggolahan dan takaran sungkai
yang disampaikan oleh responden berdasarkan yang mereka konsumsi secara

28
turun temurun. Pemanfaatan tumbuhan sungkai dan cara pengolahanya dapat
dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pemanfaatan Tumbuhan Sungkai dan Cara Pengolahannya


Nama Tumbuhan Kegunaan dan Cara Pengolahan
Meningkatkan imunitas tubuh; daun
sungkai direbus 7-3 lembar dengan 2
gelas air direbus sampai air berukuran
1 gelas kemudian diminum
Obat Memar ; daun sungkai ditumbuk
Sungkai (Peronema canescens jack) sebanyak 3 lembar ditempelkan pada
bagian yang memar
Mandian ibu nifas ; daun sungkai
direbus dengan dedaunan yang lain
kemudian di uapkan kesemua bagian
tubuh diruangan yang tertutup
Obat demam ; daun sungkai direbus
7-3 lembar dengan 2 gelas air direbus
sampai air berukuran 1 gelas
kemudian diminum

Menurut masyarakat Kotawaringin Timur rebusan daun sungkai


dipercayai dapat meningkatkan imunitas tubuh pengetahuan ini didapat dari
tetangga sekitar, ternyata rebusan daun sungkai ini juga digunakan oleh,
masyarakat Provinsi Jambi juga mengonsumsi air rebusan daun sungkai, karena
dipercaya bias meningkatkan imunitas tubuh. Tanaman yang memiliki aktivitas
sebagai imunomodulator di antaranya tanaman sungkai. Adapun untuk cara
pengolahan rebusan daun sungkai merupakan cara yang dianggap paling mudah
dan turun-temurun dilakukan, tujuan dari perebusan daun sungkai sendiri itu
untuk mengeluarkan zat
Bagian tumbuhan sungkai yang digunakan oleh masyarakat Kotawaringi
n Timur sebagai obat/ramuan tradisional adalah daun hal ini karena mudah

29
dalam pengambilan dan pengolahannya, sedangkan batang, akar, bunga dan bua
h belum ada yang menggunakannya sebagai obta/ramuan . Menurut Zuhud dan
Hikmat (2009) daun adalah bagian tanaman yang paling banyak digunakan
sebagai obat dengan kuantitas sebanyak 749 jenis (33,50 %) dari total tumbuhan
obat hutan tropis Indonesia. Sedangkan menurut Farhatul (2012) cara
pengolahan bagian daun lebih mudah, dibandingkan dengan bagian lain dari
tumbuhan. Menurut Pelokang (2018) Khasiat dari dari daun diketahui lebih
banyak penyembuhannya dibadingkan dengan bagian tanaman yang lain. Daun s
ungkai memiliki beberapa kandunga senyawa bioaktif dari ekstrak sungkai seper
ti flavonoid, alkaloid, steroid, fenolik, tanin, dan saponin. Handayani (2003)
mengatakan daun banyak digunakan sebagai obat tradisional karena daun
umumnya memiliki tekstur yang lunak, kandungan air yang tinggi (70-80%),
tempat akumulasi fotosintat yang diduga mengandung unsur-unsur (zat organik)
yang memiliki sifat menyembuhkan penyakit.
Berdasarkan hasil penelitian uji fitokimia pada ekstrak etanol daun
sungkai positif mengandung senyawa golongan flavonoid, alkaloid, fenolik,
steroid, saponin, dan tannin. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya
(Pada et al., 2013; Ahmad et al., 2017; Fransisca, Kahanjak and Frethernety,
2020).
Masyarakat suku Dayak dan Banjar menanfaatkan tumbuhan Sungkai dal
am pengobatan tradisional dengan berbagai cara pengolahan dan kegunaan
masing-masing. Cara pengolahannya yakni direbus, ditumbuk dan di uapkan. R
amuan obat yang dihasilkan dapat digunakan dengan cara diminum, ditempelkan
dan di uapkan ke seluruh badan. Cara pengolahan yang banyak dipakai adalah di
rebus karena menurut masyarakat setempat rebusan Sungkai lebih cepat member
ikan efek pengobatan. Hardadi (2005) berpendapat bahwa merebus merupakan
cara yang efektif hemat, ekonomis dan efisien karena dengan merebus berulang
kali tidak akan mempengaruhi khasiat obat. Menurut Botanical (2011), merebus
dilakukan agar zat yang berfungsi sebagai obat didalam daun dapat larut ke
dalam air yang direbus.
Takaran pembuatan ramuan sungkai yang digunakan masyarakat takaran
turun temurun dengan merebus 7 helai daun dihari pertama kemudian 5 helai da

30
un dihari kedua dan 3 helai daun dihari ketiga menurut pernyataan mereka orang
terdahulu mempercayai jika 7 helai daun itu merupakan dosis tertinggi kemudian
pada hari kedua mereka menurunkan dosisnya hanya meggunakan 5 helai daun s
aja karena menurut kepercayaan penyakit yang diderita sudah mulai berkurang o
leh karena itu dosis ramuan juga harus dikurang, angka ganjil juga dipercayai
masyarakat dapat menyembuhkam suatu penyakit yang didetiya.
Tumbuhan sungkai oleh suku Dayak dan suku Banjar dipercayai dapat m
enyembuhkan berbagai macam penyakit dari 180 responden yang diwawancarai
180 orang menyatakan bahwa rebusan daun sungkai dapat meningkatkan imunit
as tubuh pada saat masa pandemi. Masyarakat Provinsi Jambi juga mengonsumsi
air rebusan daun sungkai, karena dipercaya bias meningkatkan imunitas tubuh.
Tanaman yang memiliki aktivitas sebagai imunomodulator di antaranya tanaman
sungkai. Rebusan daun sungkai juga dapat menurunkan demam. Rebusan daun s
ungkai juga digunakan sebagai campuran mandi ibu nifas. Suku Dayak di
Kalimantan Timur juga menggunakan rebusan sungkai sebagai obat demam dan
dijadikan mandian bagi wanita selepas bersalin (Ningsih, dkk.,2013). Bahkan da
un sungkai juga digunakan masyarakat Kabupaten kotawaringin timur untuk me
ngobati memar, Suku Serawai juga menggunakan tumbukan daun sungkai untuk
pengobatan sakit memar (Yani, 2013).
Berdasarkan gambar 3 tersebut bagian yang paling banyak dimanfaatkan
ialah daun sebanyak 24 spesies.Bagian daun banyak digunakan karena daun
merupakan bagian yang paling mudah didapatkan dan pemanfaatannya sangat
mudah. Bagian daun merupakan bagian yang hampir selalu melimpah di alam,
sangat mudah dijumpai, pengambilan dan pengolahan dari daun tergolong sangat
mudah dan sederhana. Khasiat dari dari daun diketahui lebih banyak
penyembuhannya dibadingkan dengan bagian tanaman yang lain. Sedangkan,
pengolahan yang paling banyak dilakukan yaitu dengan cara direbus sebanyak
21 spesies tumbuhan. Hal ini disebakan pada umumnya masyarakat
menggunakan tumbuhan obat dalam bentuk ramuan dan cara perebusan
merupakan cara pengolahan yang paling mudah dilakukan dibanding dengan
cara yang lain (Pelokang, 2018).

31
5.2.2 Tingkat Pengetahuan Masyarakat dalam Pemanfaatan Tumbuhan Su
ngkai
Pengetahuan etnomedisin masyarakat mengenai pemanfaatan tumbuhan s
ungkai yang digunakan sebagai ramuan untuk membantu menyembuhkan suatu
penyakit, baik yang diperoleh secara turun-temurun maupun berdasarkan
pengalaman pribadi dapat berbeda-beda. Dalam perhitungan indeks pengetahuan
etnobotani (Mg) responden diperoleh rerata nilai sebesar 82,2 yang berada pada
tingkat tinggi. Terjadinya perbedaan nilai Mg dari setiap kelompok masyarakat
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kelas umur dan jenis kelamin.
Analisa dengan menggunakan uji Kruskal Wallis pada faktor kelas umur
dilakukan untuk mengetahui faktor penyebab adanya perbedaan indeks
pengetahuan etnobotani (Mg).
Berdasarkan hasil perhitungan etnobotani (Mg) dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi nilai pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang
obat/ramuan tumbuhan sungkai semakin nyata terlihat pengetahuan pemanfaatan
tumbuhan tersebut. Hal tersebut terlihat saat mereka bisa menyebutkan bagian,
takaran, maanfaat yang didapat dari tumbuhan sungkai. Pengetahuan masyarakat
lokal ini perlu di digali untuk mengetahui adakah pengaruh tingkar
pengetahuaan masyarakat pada era modern ini berdasarkan hasil yang didapat
ternyata masyarakat lokal Kotawaringin Timur masih menggunakan obat-obatan
tradisional walaupun sudah banyak beredar obat-obatan yang dijual.
Hasil analisa data menunjukkan bahwa perbedaan kelas umur tidak
menyebabkan nilai tingkat pengetahuan berbeda nyata, yang ditunjukkan oleh
nilai P sebesar 0, 592 yang lebih besar dari taraf nyata 0,05 (Lampiran 3).
Kesimpulan dari pegujian tersebut adalah meskipun memiliki perbedaan umur
antara generasi tua dan generasi muda namun ternyata pengetahuan etnobotani
masyarakat dalam hal memanfaatkan tumbuhan sungkaisebagai obat/ramuan tra
disional tidaklah berbeda jauh.
Faktor jenis kelamin dianalisa dengan uji Mann Whitney, menunjukkan
hasil tidak menyebabkan tingkat pengetahuan berbeda nyata, yang ditunjukan ol
eh nilai P sebesar 0,462 yang lebih besar dari taraf nyata 0,05 (Lampiran 3).

32
Berdasarkan hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa perbedaan jenis kelamin
tidak dapat menyebabkan perbedaan tingkat pengetahuan etnobotani.
Hasil analisis data perbedaan suku yidak menyebabkan nilai tingkat
pengetahuan berbeda nyata, ditunjukan oleh nilai P sebesar 0,095 yang lebih
besar dari taraf nyata 0,05 (Lampiran 3). Berdarakan hasil uji tersebut dapat di
simpulkan perbedaan suku tidak menyebabkan perbedaan tingkat pengetahuan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Daun sungkai dimanfaatkan suku Dayak dan suku Banjar untuk
obat/ramuan tradisional; dengan cara direbus dan ditumbuk. Daun
sungkai dimanfaatkan masyarakat Kotawaringin Timur untuk mengobati
memar, demam, meningkatkan imunitas tubuh, dan campuran ibu nifas.
2. Tingkat pengetahuan masyarakat Kotawaringin Timur diketiga desa berd
asarkan jenis kelamin, umur, dan suku tidak menunjukkan perbedaan
terhadap pemanfaatan obat sungkai dengan indeks pengetahuan
etnobotani responden tergolong tinggi.
6.2 Saran
Penelitian selanjutnya mengenai pemanfaatan tumbuhan sungkai ini
diharapkan dilakukan penelitian factor yang mempengaruhi tidak adanya
perbedaan pengetahuan pada suku selain Dayak dan Banjar pada pemanfaatan
tumbuhan sungkai sebagai obat.

33
DAFTAR PUSTAKA

Anggana, A. F. (2011). Kajian Enobotani Masyarakat di Sekitar Taman


Nasional Gunung Merapi (Studi Kasus di Desa Umbulharjo, Sidorejo,
Wonodo yo dan Ngablak). Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya
Hutan Dan Ekowisata Faultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Aulia, N., (2022). Gambaran Histologi Hati dan Ginjal Tikus Jantan (Rattus
norvegicus) Setelah Pemberian Ekstrak Etanol Daun Sungkai (Peronema
canescens Jack.). Skripsi Program Sarjana Universitas Lambung
Mangkurat.
Bhasin, V. (2007). Medical Anthropology: A Review. Ethno.Med., 1(1), 1-20.

Bonai, Y.M.M. (2013). Pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan obat tradisional olah


masyarakat Suku Klabra di Kampung Buk Distrik Klabot Kabupaten
Sorong Skripsi. Fakultas Kehutanan. Universitas Negeri Papua.

Botanical . (2011). Pengelolaan Tanaman Obat Keluarga. Balai Pustaka,


Jakarta.

Dephut. (2010). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.6/Menhut-II/2010,


tanggal 26 Januari 2010 tentang Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria
Pengelolaan Hutan Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP). Departemen
Kehutanan, Jakarta.

Firmansyah, E. K. (2017). Kearifan Lokal dalam Pengobatan Tradisional


Masyarakat Desa Lumbungsari Kec. Lumbung Kabupaten
Ciamis. Metahumaniora, 7(1), 65-81.

Handayani. (2003). Membedah Rahasia Ramuan Madura. Agromedia Pustaka,


Jakarta.

Hardadi .(2005). Musnahkan Penyakit Dengan Tanaman Obat. Puspa Swara,


Jakarta.

34
Hidayat D, Hardiansyah G. (2012). Studi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan
Obat di Kawasan IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Camp Tontang
Kabupaten Sintang.Vol: 8(2): 61-68.

Indrayanti, A. L., Juwita, D. R., Marni, M., & Hakim, A. R. (2019). Uji
Organoleptik Serbuk Daun Sungkai (Albertisia Papuana Becc.) Sebagai
Penyedap Rasa Alami. Daun: Jurnal Ilmiah Pertanian dan Kehutanan, 6(1),
1-15.

Jack, W. (1822). Description of Malayan Plants. Malayan Miscellanies. 2(7): 46

Khaerudin. (1994). Pembibitan Tanaman HTI. Jakarta: Penebar Swadaya.

Kitagawa, I., Simanjuntak, P., Hori, K.i, Nagami, N., Mahmud,T., Shibuya, H.,
dan Kobayashi, M. (1994). Seven New Clerodane-Type Diterpenoids,
Peronemins A2, A3, B1, B2, B3, C1, And D1, from the Leaves Of
Peronema canescens (Verbenaceae). Indonesian Medicinal Plants. VII,
Chem Pharm.Bull. Vol. 42. No.5.

Latief, M., Tarigan, I. L., Sari, P. M., & Aurora, F. E. (2021). Aktivitas
Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Daun Sungkai (Peronema canescens Jack)
Pada Mencit Putih Jantan. Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia, 18(1),
23-37.

Martin, J.F., E.D. Roy., S.A.W. Diemont., & B.G. Ferguson. (2010). Traditional
Ecological Knowledge (TEK): Ideas, Inspiration, and Designs for
Ecological Engineering. Journal Ecological Engineering. 36: 839-849.

Ningsih, A., & Ibrahim, A. (2013). Aktifitas antimikroba ekstrak fraksi n-heksan
daun sungkai (peronema canescens. Jack) terhadap beberapa bakteri dengan
metode klt-bioautografi. Journal Of Tropical Pharmacy And Chemistry,
2(2), 76-82.

Noorcahyati, S. H. (2012). Tumbuhan Berkasiat Obat Etnis Asli Kalimantan.


Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam: Balikpapan.

Pelokang, C. Y., Koneri, R., & Katili, D. (2018). Pemanfaatan Tumbuhan Obat
Tradisional oleh Etnis Sangihe di Kepulauan Sangihe Bagian Selatan,
Sulawesi Utara (The Usage of Traditional Medicinal Plants by Sangihe
Ethnic in the Southern Sangihe Islands, North Sulawesi). Jurnal Bios
Logos, 8(2), 45-51.

Qamariah, N., Mulyani, E., & Dewi, N. (2018). Inventarisasi Tumbuhan Obat di
Desa Pelangsian Kecamatan Mentawa Baru Ketapang Kabupaten
Kotawaringin Timur. Borneo Journal of Pharmacy, 1(1), 1-10.

35
Purnama, Y. (2016). Kearifan lokal masyarakat jatigede dalam pengobatan
tradisional. Patanjala: Journal of Historical and Cultural Research, 8(1),
69-84.

Pujihastuti, I. (2010). Prinsip Penulisan Kuesioner Penelitian. Jurnal Agribisnis


dan Pengembangan Wilayah. 1(2): 43 – 56.

Silalahi, M. (2015). Kajian Ekologi Tumbuhan Obat Di Agrofores Desa Surung


Mersada, Kabupaten Phakpak Bharat, Sumatera Utara. Jurnal
Biologi, 19(2), 89-94.

Suparni dan Wulandari. (2012). Herbal Nusantara 1001 Ramuan Tradisional


Asli Indonesia. Yogyakarta: Rapha Publishing.

Thamrin, H. (2015). Tanah Adat Kearifan Lingkungan Orang Melayu. Jurnal


Dinamika Lingkungan Indonesia. 2(1): 8-16.

Utomo, H. (2010). Hubungan Tingkat Pegetahuan Dengan Kemampuan Teknis


Masyarakat Kota Salatiga Dalam Penggunaan Kompos Gas 3 Kg. Jurnal
Among Makarti. 3(6): 19 – 33.

Yani, A. P. (2013). Kearifan Lokal Penggunaan Tumbuhan Obat oleh Suku


Lembak Delapan di Kabupaten Bengkulu Tengah Bengkulu. Semirata 2013.
Unila. Lampung.

Yusrin, H. (2008). Studi Etnobotani Jenis-Jenis Tumbuhan di Pekarangan


Sebagai Obat Tradisional Oleh Suku Serawai di Desa Kembang Seri
Kecamatan Talo Kabupaten Seluma.Bengkulu.FKIP.UNIB.

Zent, S. (2009). Methodology for Developing a Vitality Index of Traditional


Environmental Knowledge (VITEK) for the Project “Global Indicators of
the Status and Trends of Linguistic Diversity and Traditional Knowledge.”
Principal Investigator Centro de Antropologia Instituto Venezolano de
Investigaciones Cientificas (IVIC). Venezuela.

36
Lampiran 1. Blangko Kuesioner Etnomedisine Tumbuhan Sungkai (Peronem
a Canescens Jack.) oleh Suku Dayak dan Suku Banjar di Kabup
aten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah

DATA LAPANGAN DAN DAFTAR PETANYAAN


ETNOMEDISINE TUMBUHAN SUNGKAI (PERONEMA CANESCENS JA
CK) OLEH SUKU DAYAK DAN SUKU BANJAR DI KABUPATEN KOTA
WARINGIN TIMUR KALIMANTAN TENGAH

A. Identitas Responden
Nama :
Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan
Umur :
Suku : Dayak / Banjar
Pendidikan : SD/SMP/SMA/Perguruan tinggi
Pekerjaan :
Jumlah anggota keluarga :
Alamat :
Tanggal/Bulan/Tahun :
B. Kearifan Lokal
1. Apakah anda penduduk asli desa ini ?
a. Ya
b. Tidak
2. Sudah berapa lama Anda tinggal di desa ini ?
a. >30 tahun c. 10-20 tahun
b. 20-30 tahun d. 1-10 tahun
3. Jika tidak berasal dari mana ?
.……………………………….

4. Apakah Anda mengetahui tumbuhan sungkai ?


a. Ya
b. Tidak
5. Dari mana anda mengetahui tumbuhan sungkai ?
a. Orang tua c. Turun temurun
b. Tetangga d. Informasi media

37
6. Apakah anda sering mengambil tumbuhan sungkai untuk obat/ ramuan ?
a. Ya
b. Tidak
7. Dimana Biasanya anda mengambil tumbuhan sungkai ?
………………………………………………………………………………
8. Apakah tanaman sungkai mudah untuk didapatkan ?
a. Ya
b. Tidak
C. Pengetahuan Masyarakat dalam pemanfaatan Sungkai sebagai obat tradis
ional oleh masyarakat lokal
1. Apakah anda mengetahui bahwa tumbuhan sungkai dapat dimanfaatkan seba
gai obat/ramuan ?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anda pernah memanfaatkan tumbuhan sungkai sebagai obat tradisio
nal ?
a. Ya (sering/jarang)
b. Tidak
3. Apakah anda membuat ramuannya sendiri ?
a. Ya c. Lainnya……
b. Tidak
4. Apa bagian tumbuhan sungkai yang sering digunakan ?
Organ Tumbuhan Kegunaan untuk
yang Digunakan Cara Pengolahan Mengobati
No.
(1) (2) (3)
1
2
3
4
5

38
Keterangan:
 Kolom 1: Mohon Disebutkan Organ Tumbuhan yang Digunakan sebagai
obat:
1. Daun
2. Batang
3. Akar
4. Bunga
5. Buah
6. Lainnya
 Kolom 2: Cara Pengolahan
1. Direbus
2. Dibakar
3. Ditumbuk/dihaluskan
4. Lainnya

5. Apakah anda mengetahui dosis atau takaran penggunaan ramuan sungkai?


a. Ya
b. Tidak
6. Jika Ya berapkah dosis atau takaran penggunaan ramuan sungkai?
………………………………………………………………………………
7. Dari mana anda mengetahui cara pengolahan tumbuhan sungkai sebagai ob
at tradisional ?
a. Berdasarkan pengalam
an sendiri
b. Turun-temurun dari nenek
moyang
c. Media sosial
d. Dari tetangga sekitar
e. Lainnya…………….

39
8. Apa manfaat/ khasiat yang anda ketahui dari mengkonsumsi ramuan dari tu
mbuhan sungkai ? (sebutkan)
….………………………………………………………………………..

….………………………………………………………………………..

9. Apakah anda mengetahui efek samping dari mengkonsumsi ramuan tradis


ional dari sungkai ini ? (sebutkan)
……………………………………………………………………………....

40
Lampiran 2. Persetase Jawaban Responden
Tabel 8. Kearifan lokal masyarakat Kabupaten Kotawaringin Timur
No Jawaban Jumlah Res Persentase Keterangan
ponden men
jawab
1. Apakah anda pendudu Semua responden di
k asli desa ini ? ketiga desa merupaka
a. Ya a. 180 a. 100% n penduduk asli hal i
b. Tidak b. 0 b. 0% ni dilihat dari nilai pe
rsentase 100%
2. Sudah berapa lama an Mayoritas penduduk
da tinggal di desa ini ? di ketiga desa
a. >30 tahun a. 169 a. 93,9% tersebut merupakan
b. 20-30- tahun b. 8 b. 4,4% penduduk asli yang
c. 10-20 tahun c. 3 c. 1,7% sudah >30 tahun ting
d. 1-10 tahun d. 0 d. 0% gal di sana dengan p
ersentase 93,9%, resp
onden yang tinggal 1
0-30 tahun disana ha
nya11 orang dengan
nilai persentase 6,1%
3. Jika tidak, berasal dari - - -
mana ?
4. Apakah anda mengeta Semua responden me
hui tumbuhan sungkai ngetahui tumbuhan s
? ungkai dengan perse
a. Ya a. 180 a. 100% ntase 100%
b. Tidak b. 0 b. 0%
5. Dari mana anda menge Pengetahuan mengen
tahui tumbuhan sungk ai tumbuhan sungkai
ai ? dari 180 responden y
a. Orang tua a.56 a. 31% ang mengetahui dari t

41
b. Tetangga b.124 b. 69% etangga sekitar denga
c. Turun temurun c. 0 c. 0% n nilai persentase 69
d. Informasi Media d. 0 d. 0% % dan 31% yang me
ngetahui dari orang t
ua.
6. Apakah anda sering m Masyarakat diketiga
engambil tumbuhan su desa tidak sering men
ngkai untuk obat/ramu gambil tumbuhan sun
an ? gkai untuk dikonsum
a. Ya a. 0 a. 0% si sebagai ramuan, tu
b. Tidak b. 180 b. 100% mbuhan sungkai dia
mbil apabila mereka
hanya sakit saja.
7. Dimana Biasanya anda Masyarakat sering m
mengambil tumbuhan engambil tumbuhan s
sungkai ? ungkai di pinggiran s
a. Pinggiran Sungai a. 158 a. 88% ungai dengan nilai pe
b. Hutan b. 22 b. 12% rsentase 88% dan yan
g mengambil dihutan
dengan nilai persenta
se 12%

Tabel 9. Pengetahuan Masyarakat mengenai pemanfaatan Tumbuhan Sungkai seb


agai ramuan/obat
No Jawaban Jumlah re Persentase Keterangan
sponden
menjawab
1 Apakah anda men Tumbuhan sungkai salah satu t
getahui bahwa tu umbuhan yang dimanfaatan se
mbuhan Sungkai bagai obat/ramuan tradisional u
dapat dimanfaatk ntuk menyembuhkan suatu pen
an sebagai obat/ra

42
muan ? yakit di Kabupaten Kotawaring
a. Ya a. 180 a. 100% in Timur.
b. Tidak b. 0 b. 0%
2. Apakah anda pern Masyarakat kabupaten kotawar
ah memanfaatkan ingin timur memanfaatkan tum
tumbuhan sungka buhan sungkai sebagai obat/ra
i sebagai obat tra muan tradisional, namun mere
disional ? ka memanfaatkannya tidak unt
a. Ya a. 180 a. 100% uk dikonsumsi setiap hari mela
b. Tidak b. 0 b. 0% inkan hanya dikonsumsi saat m
ereka merasasakit saja
3. Apakah anda me Semua responden membuat ra
mbuat ramuan su muan/obat dari tumbuhan sung
ngkai sendiri ? kai itu sendiri dengan cara yan
a. Ya a. 180 a. 100% g diketahui dari berbagai maca
b. Tidak b. 0 b. 0% m sumber seperti dari tetangga,
orang tua, dll.
4. Apakah bagian tu Bagian tumbuhan sungkai yang
mbuhan sungkai digunakan masyarakat kotawar
yang sering digun ingin timur yang didapat dari 1
akan ? 80 responden yaitu daun
a. Daun a. 180 a. 100% karena mudah dalam
b. Batang b. 0 b. 0% pengambilan dan
c. Bunga c. 0 c. 0% pengolahannya sedangkan bagi
d. Buah d. 0 d. 0% an yang lain belum ada sama s
e. Akar e. 0 e. 0% ekali yang menggunakannya u
ntuk dijadikan obat/ramuan.
5. Bagaimana cara a Cara pengolahan obat/ramuan s
nda mengolah ob ungkai yang digunakan masyar
at/ramuan sungka akat dari kotawaringin timur sa
i? ngat beragam antara lain denga
a. Direbus a. 177 a. 98,3% n cara direbus, ditumbuk dan j

43
b. Dibakar b. 0 b. 0 uga diupakan. Pengolahan den
c. Ditumbuk c. 3 c. 1,7% gan cara direbus paling banya
d. Lainnya d. 0 d. 0 k dipakai karena menurut mas
yarakat setempat rebusan Sung
kai lebih cepat memberikan efe
k pengobatan.
6. Apakah anda men Dari 180 responden semuannya
getahui takaran p mengetahui takaran yang digun
enggunaan ramua akan untuk membuat ramuan t
n sungkai ? radisional dari tumbuhan sungk
a. Ya a. 180 a. 100% ai baik itu untuk rebusan dan tu
b. Tidak b. 0 b. 0% mbukan, sesuai dengan keperc
ayaan mereka.
7. Apakah anda men Takaran pemanfaatan sungkai
getahui takaran p yang digunakan masyarakat se
enggunaan ramua perti seperti rebusan air sungka
n sungkai ? i dari semua responden dengan
a. 7 lembar daun a. 180 a. 100% jumlah daun yang direbus dala
dihari pertama, 5 m jumlah yang menurun dari 7
lembar daun sung lembar, 5 lembar, dan 3 lembar
kai dihari kedua, sesuai dengan kepercayaan ma
3 lembar daun su syarakat yaitu 7 lembar itu dosi
ngkai dihari ketig s yang dianggap tinggi sehingg
a dengan air 2 gel a pada hari kedua dosis tersebu
as dan dijadikan h t harus dikurangi karena diperc
asil ramuan 1 gel ayai penyakit sudah berkurang.
as air rebusan
b. 3 lembar daun b.2 b.1,1%
sungkai ditumbuk
c.Beberapa daun c.3 c.1,7%
sungkai direbus d
engan dedaunan y

44
ang lain untuk diu
apkan keseluruh b
adan
8. Apa manfaat/khas Manfaat yang diketahui masyar
iat yang anda keta akat dari mengkonsumsi tumbu
hui dari mengkon han sungkai selama ini yang di
sumsi ramuan da percaya antara lain untuk meni
ri tumbuhan sung ngkatkan imunitas tubuh, obat
kai ? memar, campuran mandi ibu ni
a. Meningkatkan i a. 180 a. 100% fas, dan jugadipercaya untuk o
munitas b. 3 b. 1,7% bat penurun demam, namun ha
b. Obat memar c. 2 c. 1,1% mpir semua responden menggu
c. Campuran man d. 180 d. 100% nakan ramuan sungkai ini untu
di ibu nifas k meningkatkan imun saat mas
d. Demam a pandemi dan juga untuk pen
urun demam tinggi.
9. Apakah anda men Dari 180 responden yang semu
getahui efek samp annya menjawab tidak mengeta
ing dari mengkon hui efek samping dari mengko
sumsi ramuan sun nsumsi ramuan/obat tumbuhan
gkai ? sungkai, hal ini karena tidak ad
a. Ya a. 0 a. 0% a efek yang nyata setelah mere
b. Tidak b. 180 b. 100% ka mengkonsumsinya seperti n
gantuk, pusing,dll.

45
Lampiran 3. Tingkat Pengetahuan Tradisional Masyarakat di Kabupaten Ko
tawaringin Timur

46
Jenis Kelamin Kelas
ƩV
Nama (L/P) Umur Umur V MG
Miftakhul Khusna P 22 1 81,818 82,575 1,3762
Siti Barjah P 29 1 81,818
Nurul Hidayah P 29 1 81,818
Imra Atul Hasanah P 28 1 81,818
Nur Vita P 22 1 81,818
Melly P 29 1 81,818
Kahfi L 39 2 81,818
Jubaidah P 37 2 81,818
Endang Susanti P 34 2 81,8182
Saniah P 39 2 90,909
Normi P 34 2 81,818
Robiansyah L 31 2 81,818
Darmawati P 39 2 81,818
Siti Nur Fauziah P 30 2 81,818
Rusdiana P 36 2 81,818
Jumiyah P 39 2 81,818
Rusmini P 39 2 81,818
Rina Agustina P 36 2 81,818
Jumriah P 35 2 81,818
Erna P 37 2 81,818
Gunah P 38 2 81,818
Abdul Azis L 38 2 81,818
Maria Ulfah P 30 2 81,818
Anggun P 35 2 81,818
Wiwi Siskawati P 35 2 81,8181
Tina maulidna P 30 2 81,818
Nurita P 43 2 81,818
Anti P 38 2 81,818
Nurbaenah P 42 2 81,818
Maryati P 37 2 81,818
Aloh P 56 3 90,909
Usup L 48 3 81,818
Mulyadie L 47 3 90,909
Siti P 48 3 81,818
Nurasikin P 46 3 81,818
Nande P 47 3 81,818
Sinah P 49 47 3 81,818
Sinariah P 50 3 81,818
Ruslan L 59 3 81,818
48
Lampiran 4. Uji Kruskal Wallis dan Mann Whitney
1. Uji Kruskal-Wallis terhadap kelas umur
Ranks

Kelas Umur N Mean Rank


Tingkat_Pengetahuan 15-29 12 88.00

30-44 77 89.17

45-59 64 92.22

>60 27 91.33

Total 180

Test Statisticsa,b

Tingkat_Pengetahuan

Chi-Square 1.906

Df 3

Asymp. Sig. 0.592

Grouping Variabel Kelas Umur


Hipotesis:
H0 : Tingkat pengetahuan dari kelas umur yang berbeda sama
H1 : Tingkat Pengetahuan dari masing-masing kelas umur berbeda nyata
Dengan melihat Asymp. Sig. Nilai Asmyp. Sig adalah 0, 592 > 0.05. Karena nilai
Asymp. Sig > taraf yang digunakan (α 5%) yang artinya menerima H0 maka perb
edaan kelas umur tidak menyebabkan nilai tingkat pengetahuan berbeda nyata.
2. Uji Mann-Whitney terhadap perbedaan jenis kelamin
Ranks

Jenis Kelamin N Mean Rank Sum of Ranks

Tingkat_Pengetahuan Laki-Laki 64 89.41 5722.00

Perempuan 116 91.10 10568.00

Total 180

Test Statisticsa

Tingkat Pengetahuan

Mann-Whitney U 3642.000

Wilcoxon W 5722.000

Z -.735

49
Asymp. Sig. (2-tailed) 0.462

a. Grouping Variable: Jenis Kelamin

Hipotesis:
H0 : Tingkat pengetahuan dari perempuan dan laki-laki sama
H1 : Tingkat pengetahuan dari perempuan dan laki-laki berbeda nyata
Dengan melihat Asymp. Sig. Nilai Asmyp. Sig adalah 462 > 0.05 karena nilai Asy
mp. Sig. < taraf yang digunakan (α 5%) yang artinya menerima H0 maka perbed
aan jenis kelamin tidak menyebabkan nilai tingkat pengetahuan berbeda nyata.
3. Uji Kruskal-Wallis terhadap Suku
Ranks

Suku N Mean Rank Sum of Ranks

Tingkat_Pengetahuan Banjar 56 87.50 4900.00

Dayak 124 91.85 11390.00

Total 180

Test Statisticsa

Tingkat_Pengetahuan

Mann-Whitney U 3304.000

Wilcoxon W 4900.000

Z -1.669

Asymp. Sig. (2-tailed) .095

a. Grouping Variable: Suku

Hipotesis:
H0 : Tingkat pengetahuan dari suku Dayak dan Banjar sama
H1 : Tingkat pengetahuan dari suku Dayak dan Banjar berbeda nyata
Dengan melihat Asymp. Sig. Nilai Asmyp. Sig adalah 0.95 > 0.05 karena nilai As
ymp. Sig. < taraf yang digunakan (α 5%) yang artinya menerima H0 maka perbe
daan suku tidak menyebabkan nilai tingkat pengetahuan berbeda nyata.

50
RIWAYAT HIDUP

Rimaa Rahmawati dilahirkan di Kotawaringin Timur,


Kalimantan Tengah pada 16 April 2000. Rimaa
merupakan Putri dari pasangan Bapak Ilyas dan Ibu
Srie Wahyuni. Rimaa merupakan anak kedua dari dua
bersaudara . Pendidikan formal Rimaa dimulai dari
SD Negeri 2 Bagendang Hilir (2006-2012). Setelah
lulus sekolah dasar, Rimaa melanjutkan pendidikan
tingkat pertama di SMP Negeri 1 Mentaya Hilir Utara
(2012-2015). Pada tahun 2015, Rimaa melanjutkan
pendidikan formal di SMA Negeri 1 Mentaya Hilir Utara (2015-2018). Setelah
lulus dari SMA/SMK sederajat, di tahun 2018, Rimaa melanjutkan pendidikannya
sebagai mahasiswa di Program Studi S-1 Biologi Fakultas MIPA Universitas
Lambung Mangkurat Banjarbaru dan menyelesaikan pendidikannya pada
September 2022. Pada masa perkuliahan, Rimaa aktif mengikuti organisasi
kegiatan mahasiswa di Mipa Sport Corner (MSC) FMIPA ULM pada periode
2019 sebagai Anggota Divisi voli periode 2021. Adapun alamat orang tua Rimaa
yaitu di Jalan Bagendang Permai RT.003/RW.002, Kecamatan Mentaya Hilir
Utara, Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah. Untuk menghubungi
Rimaa dapat melalui kontak Hp/Whatsapp (+62)831 4320 9546 atau surel
rimaarahmawati04@gmail.com atau 1811013120006@mhs.ulm.ac.id

51

Anda mungkin juga menyukai