Anda di halaman 1dari 136

SKRIPSI

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT LANSIA DENGAN


TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BETUN
KABUPATEN MALAKA

PENELITIAN KUALITATIF (FENOMENOLOGI)

OLEH:
MARIA PATRISIA LAU
NIM.132111123021

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2023
SKRIPSI

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT LANSIA DENGAN


TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BETUN
KABUPATEN MALAKA

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)


Pada Program Studi S1 Keperawatan
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga

OLEH:
MARIA PATRISIA LAU
NIM.132111123021

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2023

ii
LEMBAR PERNYATAAN

Saya bersumpah bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan belum
pernah dikumpulkan oleh orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai
jenjang pendidikan di Perguruan Tinggi manapun.

Surabaya, 15 Januari 2023


Yang Menyatakan

Maria Patrisia Lau


132111123021

iii
HALAMAN PERNYATAAN

PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN


AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Airlangga, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:
Nama : Maria Patrisia Lau
NIM : 132111123021
Program Studi : S1 Keperawatan
Fakultas : Keperawatan
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Airlangga Hak Bebas Royaliti Nonekslusif (Non-exclusive Royality-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:“Studi Fenomenologi
Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Lansia Dengan Tb Paru Di Wilayah
Kerja Puskesmas Betun Kabupaten Malaka”. Beserta perangkat yang ada (jika
diperlukan). Dengan Hak Bebas Royaliti Nonekslusif ini Universitas Airlangga
berhak menyimpan, alihmedia(format), mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Surabaya, 15 Januari 2023


Yang menyatakan

Maria Patrisia Lau


132111123021

iv
HALAMAN PERSETUJUAN
PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT LANSIA DENGAN
TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BETUN KABUPATEN
MALAKA

PENELITIAN KUALITATIF (FENOMENOLOGI)


Oleh :
MARIA PATRISIA LAU
132111123018

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI


TANGGAL 11 Januari 2023

Oleh
Pembimbing Ketua

Elida Ulfiana, S.Kep.,Ns.,M.Kep


NIP. 197910132010122001

Pembimbing II

Hakim Zulkarnain, S.Kep.,Ns.,MSN


NIP. 199204282022013101

Mengetahui
a.n Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga
Wakil Dekan I

Dr. Ika Yuni Widyawati, S.Kep.Ns., M.Kep., Ns.Sp.Kep.MB


NIP.197806052008122001

v
PENETAPAN PANITIA PENGUJI
PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT LANSIA DENGAN
TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BETUN
KABUPATEN MALAKA

PENELITIAN KUALITATIF (FENOMENOLOGI)


Oleh :
MARIA PATRISIA LAU
132111123018

Telah diuji
Pada tanggal, 16 Januari 2023

PANITIA PENGUJI

Ketua : Dr. Joni Haryanto.,S.Kp.,MSi (............................)


NIP. 196306081991031002

Anggota : 1. Elida Ulfiana, S.Kep.,Ns.,M.Kep (............................)


NIP. 197910132010122001

2. Hakim Zulkarnain, S.Kep.,Ns.,MSN (............................)


NIP. 199204282022013101

Mengetahui
a.n Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga
Wakil Dekan I

Dr. Ika Yuni Widyawati, S.Kep.Ns., M.Kep., Ns.Sp.Kep.MB


NIP.197806052008122001

vi
MOTTO

Tidak ada kesuksesan tanpa kerja keras

vii
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berka
t rahmat serta bimbinganNya penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul
“Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Lansia Dengan Tb Paru Di Wilayah
Kerja Puskesmas Betun Kabupaten Malaka”. Skripsi ini merupakan syarat untuk
memperoleh gelar sarjana keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Keperawata
n Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
Bersama ini perkenankanlah saya mengucapkan terimakasih yang sebesa
r- besarnya dengan hati yang tulus kepada:
1. Prof. Dr.Mohammad Nasih, SE, Mt, Ak, CMA selaku Rektor Universitas Ai
rlangga.
2. Prof. Dr. Ah. Yusuf, S.Kp., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Keperawatan Un
iversitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan fasilit
as kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program
Studi Keperawatan.
3. Dr. Ika Yuni Widyawati, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.MB selaku Wakil De
kan I Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya yang telah me
mberikan kesempatan dan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan pe
ndidikan Program Studi Keperawatan.
4. Elida Ulfiana,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku pembimbing Ketua yang telah mel
uangkan waktu untuk memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran telah
memberikan arahan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi ini dengan baik.
5. Hakim Zulkarnain, S.Kep.,Ns.,MSN selaku pembimbing II yang telah melua
ngkan waktu untuk memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran telah
memberikan arahan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan pro
posal ini dengan baik.
6. Dr Joni Harianto, S.Kp.,Msi selaku selaku penguji yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan masukan dan motivasi sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik

viii
7. Dosen dan staf pengajar Program Studi Pendidikan S1 Keperawatan Fakulta
s Keperawatan UNAIR yang telah mendidik dan membimbing serta membe
rikan ilmu selama masa perkuliahan.
8. Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga dan segenap staf pendidikan,
akademik, skretariatan, dan perpustakaan yang telah memberikan bantuan
fasilitas maupun ilmu kepada saya.
9. Kementerian kesehatan atas bantuan beasiswa yang mengantarkan penulis da
ri awal hingga akhir pendidikan akademik di Fakultas Keperawatan Universi
tas Airlangga
10. Puskesmas Betun yang telah memberikan ijin penelitian dan fasilitas dalam
memberikan data untuk peneliti melakukan penelitian
11. Partisipan- partisipan yang telah bersedia dilakukan wawancara mendalam,
terima kasih atas informasi yang diberikan, semoga apa yang peneliti
dapatkan dari partisipan bermanfaat.
12. Kedua orang tua dan kakak adikku untuk segala doa yang selalu mengiringi
setiap langkah penulis, terima kasih tak terhingga atas segala dukungan yang
senantiasa diberikan selama ini, semoga Tuhan selalu memberkati keluarga
kita diberikan umur panjang daan kesahatan.
13. Bestie terbaiku Dora (Yenie Nahak ) yang senantiasa tulus membantu
peneliti selama kuliah, susah dan senang selalu bersama memberikan
motivasi dan semangat untuk berjuang dan lulus bersama semoga kita sukses
bersama.
14. Seluruh teman-teman angkatan AJ1/B24 yang memberikan dukungan dalam
bentuk apapun selama perkuliahan hingga selesai, terima kasih semuanya.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
isi maupun penulisannya. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pem
baca maupun bagi profesi keperawatan.
Surabaya, 15 Januari 2023

Penulis

ix
ABSTRAK

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT LANSIA DENGAN


TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BETUN
KABUPATEN MALAKA
Penelitian Kualitatif Fenomenologi

Maria Patrisia Lau


Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Kampus C Mulyorejo Surabaya 60115 Telp. (031) 5913752, Fax.(031) 5913257
Email : maria.patrisia.lau-2021@fkp.unair.ac.id

Pendahuluan: Pertambahan usia mengakibatkan fungsi fisiologis mengalami


penurunan akibat proses degeneratif (penuaan). Adanya perubahan pada sistem ini
menyebabkan lansia dapat berisiko terjadinya gangguan atau penyakit infeksi
seperti Tuberkulosis (Tb) paru. Keluarga lansia penderita Tb paru dominan
merawat lansia di rumah, sehingga mereka memiliki tugas serta tanggung jawab
dalam memberikan dukungan dan bantuan kepada lansia tersebut. Perawatan
lansia harus dilakukan dengan teliti, sabar, dan penuh cinta. Perawatan lansia
diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup lansia sehingga mereka tetap
merasa bahagia dan dapat menjalani kehidupan masa tuanya dengan lebih baik.
Studi ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman keluarga dalam merawat
lansia yang menderita TB Paru. Metode: Penelitian ini menggunakan desain
penelitian kualitatif pendekatan fenomenologi dengan metode in-depth interview
pada 10 partisipan. Analisis: Analisis data dalam penelitian ini menggunakan
teknik Collaizzi dengan tujuh langkah. Hasil: Hasil penelitian ini didapatkan tujuh
tema yaitu: 1) Bantuan Activity Daily Living, 2) Dampak Yang timbul 3) Tahap
Pengobatan Lansia Tb Paru, 4) Perasaan Selama Merawat, 5) Hambatan Yang
Dialami, 6) Solusi Dari Hambatan, 7) Harapan Partisipan Terhadap Lansia.
Kesimpulan: Persepsi yang dimiliki keluarga mempengaruhi proses perawatan
yang membuat keluarga takut akan tertular. Namun, adanya pengalaman keluarga
diharapkan mampu membantu proses perawatan dan pengobatan baik dengan
memberikan dukungan maupun membantu proses perawatan sehingga tidak
menimbulkan efek samping yang signifikan pada penderita selama pengobatan.

Kata Kunci : TB Paru, keluarga, lansia

x
ABSTRACT

FAMILY EXPERIENCE IN CARING FOR THE ELDERLY WITH


PULMONARY TB IN THE WORK AREA OF PUSKESMAS BETUN
MALAKA COUNTY

Phenomenological Qualitative Research

Maria Patrisia Lau


Bachelor of Nursing Study Program, Faculty of Nursing, Airlangga University,
Campus C Mulyorejo, Surabaya 60115 Tel. (031) 5913752, Fax. (031) 5913257
Email : maria.patrisia.lau-2021@fkp.unair.ac.id

Introduction: Increasing age results in decreased physiological function due to


degenerative processes (aging). Changes in this system cause the elderly to be at
risk for disorders or infectious diseases such as pulmonary tuberculosis (TB).
Families of elderly people with pulmonary TB are dominantly caring for the
elderly at home, so they have duties and responsibilities in providing support and
assistance to these elderly. Elderly care must be done carefully, patiently, and
lovingly. Elderly care is expected to improve the quality of life of the elderly so
that they still feel happy and can live their old age better. This study aims to
explore the experience of families in caring for the elderly who suffer from
pulmonary TB. Methods: This study used a qualitative research design with a
phenomenological approach with in-depth interviews with 10 participants.
Analysis: Data analysis in this study used the Collaizzi technique with seven
steps. Results: The results of this study obtained seven themes, namely: 1) Daily
Living Activity Assistance, 2) Impacts that arise 3) Stages of Treatment for
Elderly Pulmonary TB, 4) Feelings During Caring, 5) Obstacles Experienced, 6)
Solutions to Obstacles, 7) Participants' Expectations for the Elderly. Conclusion:
Perceptions owned by the family affect the treatment process which makes the
family afraid of being infected. Perceptions owned by the family affect the
treatment process which makes the family afraid of being infected. However,
family experience is expected to be able to assist the care and treatment process
both by providing support and assisting the treatment process so that it does not
cause significant side effects in patients during treatment.

Keywords: Pulmonary TB, family, elderly

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN AWAL...............................................................................................1
HALAMAN JUDUL..............................................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN..................................................................................iii
HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................v
PENETAPAN PANITIA PENGUJI....................................................................vi
MOTTO................................................................................................................vii
UCAPAN TERIMA KASIH..............................................................................viii
ABSTRAK..............................................................................................................x
DAFTAR ISI........................................................................................................xii
DAFTAR TABEL...............................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xvi
DAFTAR SINGKATAN....................................................................................xvii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1. Latar Belakang........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................5
1.3. Tujuan Penelitian....................................................................................5
1.3.1. Tujuan Umum....................................................................................5
1.3.2. Tujuan Khusus...................................................................................6
1.4. Manfaat Penelitian..................................................................................6
1.4.1. Manfaat Teoritis.................................................................................6
1.4.2. Manfaat Praktik..................................................................................6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................7
2.1. Konsep Keluarga.....................................................................................7
2.1.1. Defenisi Keluarga..............................................................................7
2.1.2. Ciri-ciri Keluarga...............................................................................7
2.1.3. Fungsi Keluarga.................................................................................8
2.2. Konsep Lanjut Usia.................................................................................9
2.2.1. Defenisi Lansia..................................................................................9
2.2.2. Perubahan yang terjadi pada lansia..................................................10
2.2.3. Tugas Perkembangan Lansia...........................................................13
2.3. Tuberkulosis Paru.................................................................................14
2.3.1. Defenisi Tuberkolosis paru..............................................................14
2.3.2. Patofisiologis....................................................................................14
2.3.3. Etiologi.............................................................................................15
2.3.4. Cara penularan.................................................................................16
2.3.5. Tanda dan Gejala.............................................................................17
2.3.6. Pengobatan Tuberkulosis Paru.........................................................17
2.4. Pengawas Minum Obat ( PMO)...........................................................18
2.4.1. Defenisi Pengawas Minum Obat (PMO).........................................18
2.4.2. Peran dan tugas seorang PMO........................................................18
2.5. Teori Health Belief Model....................................................................19
2.5.1. Konsep Health Belief Model (HBM)...............................................19
2.5.2. Komponen-komponen Health Belief Model( HBM).......................21
2.5.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Health Belief Model.................24

xii
2.6. Keaslian Penelitian................................................................................26
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN.............................................................31
3.1. Rancangan Penelitian............................................................................31
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian.............................................................31
3.3. PartisipanPenelitian (Informan)..........................................................31
3.4. Instrumen Penelitian.............................................................................33
3.5. Teknik Pengumpulan Data...................................................................33
3.6. Teknik Analisa Data..............................................................................34
3.7. Kerangka Kerja.....................................................................................37
3.8. Etika Penelitian......................................................................................38
3.9. Uji Keabsahan Data..............................................................................40
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................42
4.1. Hasil penelitian......................................................................................42
4.1.1. Gambaran umum lokasi penelitian..................................................42
4.1.2. Karakteristik partisipan....................................................................44
4.1.3. Analisis tema....................................................................................46
4.1.4. Skema Tema Keseluruhan...............................................................60
4.2. Pembahasan...........................................................................................62
4.2.1 Tema 1 Bantuan Activity Daily Living............................................64
4.2.2 Tema 2 Dampak yang timbul...........................................................67
4.2.3 Tema 3 Tahap pengobatan Lansia Tb Paru......................................68
4.2.4 Tema 4 Perasaan selama merawat...................................................70
4.2.5 Tema 5 Hambatan yang dialami partisipan.....................................72
4.2.6 Tema 6 Solusi dari hambatan...........................................................73
4.2.7 Tema 7 Harapan Pertisipan terhadap lansia.....................................75
4.3. Keterbatasan penelitian........................................................................76
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................78
5.1. Kesimpulan............................................................................................78
5.2. Saran..........................................................................................................79
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................81
LAMPIRAN...........................................................................................................86

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Keaslian Penelitian konseptual pengalaman keluarga dalam


merawat lansia dengan TB paru...................................................26
Tabel 4.1. Sebaran Frekuensi...............................................................................45

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Kerangka kerja penelitian studi fenomenologi pengalaman


keluarga dalam merawat lansia TB Paru................................37
Gambar 4.1. Denah Lokasi Puskesmas Betun...................................................43
Gambar 4.2 Tema 1 Bantuan Activty Daily Living..........................................49
Gambar 4.3 Tema 2 Dampak yang dirasakan Partisipan................................50
Gambar 4.4 Tema 3 Tahap Pengobatan Tb paru............................................53
Gambar 4.5 Tema 4 Perasaan saat merawat.....................................................55
Gambar 4.6 Tema 5 Tahap Pengobatan Tb paru...........................................57
Gambar 4.7 Tema 6 Tahap Pengobatan Tb paru............................................59
Gambar 4.8 Tema 7 Tahap Pengobatan Tb paru............................................60
Gambar 4.9 Skema Keseluruhan Tema dari Tujuan Khusus 1......................60
Gambar 4.10 Skema Keseluruhan Tema dari Tujuan Khusus 2....................61
Gambar 4.11 Skema Keseluruhan Tema dari Tujuan Khusus 3............................61

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Pengantar Partisipan..................................................................87


Lampiran 2 Penjelasan Penelitian..........................................................................89
Lampiran 3 Lembar Persetujuan Sebagai Partisipan.............................................91
Lampiran 4 Data Demografi Partisipan.................................................................92
Lampiran 5 Pedoman Wawancara.........................................................................93
Lampiran 6 Sebaran frekuensi...............................................................................94
Lampiran 7 Catatan Lapangan...............................................................................95
Lampiran 8 Analisis Tema...................................................................................105
Lampiran 9 Etical Clearance................................................................................115
Lampiran 10 Surat Ijin Penelitian Dari Fakultas.................................................116
Lampiran 11 Surat Ijin Penelitian Dari Dinas Perijinan......................................117
Lampiran 12 Surat Selesai Penelitian Dari Puskesmas Betun.............................118
Lampiran 13 Surat Keterangan Dinas Perijinan Telah Melakukan Penelitian....119

xvi
DAFTAR SINGKATAN

DOTS Directly Observed Treatment Short Course


HBM Health Belief Model
HIV Human Immunodeficiency Virus
OAT Obat Anti Tuberkulosis
PMO Pengawas Minum Obat
TB paru Tuberculosis Paru
WHO World Health Organization
MDR Multidrugs Resistant Tuberculosis

xvii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan kelompok lanjut usia di seluruh negara di dunia bergerak

secara progresif sehingga diproyeksikan setiap tahun akan meningkat. Indonesia

mengalami kecendrungan peningkatan jumlah penduduk lanjut usia. Lansia

dengan usia 65 tahun ke atas naik dari 5% menjadi 10,5%. Meningkatnya jumlah

populasi lansia berimplikasi pada tingginya rasio ketergantungan lansia. Penduduk

dengan usia produktif harus menanggung kehidupan penduduk lansia (A’yun and

Darmawanti, 2022). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa keluarga menjadi

tumpuan utama lansia dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi lansia dengan

penyakit kronis.

Pertambahan usia mengakibatkan fungsi fisiologis mengalami penurunan

akibat proses degeneratif (penuaan). Masalah degeneratif menurunkan daya tahan

tubuh sehingga rentan juga terkena infeksi penyakit menular. Perubahan fisik

yang terjadi pada lansia juga terjadi pada sistem pernafasan seperti paru-paru kecil

dan kendor, pembesaran alveoli, pengerasan bronkus dan sebagainya. Adanya

perubahan pada sistem ini menyebabkan lansia dapat berisiko terjadinya gangguan

atau penyakit infeksi seperti Tuberkulosis (Tb) paru (Mertaniasih & Made, 2019 ).

Kelompok lansia di atas 60 tahun kerap mengalami penurunan daya tahan

tubuh yang membuat fungsi organ, termasuk organ pernapasan menurun. Selain

itu, perilaku kurang sehat seperti tidak menutup mulut saat batuk dan bersin dan

tidak menjaga higenitas tubuh dengan baik, seperti rajin mencuci tangan, juga

menjadi faktor penentu. Asupan gizi yang menurun, menurunnya mobilitas yang

1
2

berkurang , serta kerap menetap di ruangan yang lembab menjadi alasan lain

mengapa kelompok lansia rentan terhadap infeksi ini.,

.Fenomena yang di dapat dari masyarakat sekarang ini keluarga lansia

penderita Tb paru dominan merawat lansia di rumah, sehingga mereka memiliki

tugas serta tanggung jawab dalam memberikan dukungan dan bantuan kepada

lansia tersebut. Pengobatan pada penderita TB paru dapat dilakukan dengan

beberapa kombinasi obat yang ditujukan untuk membasmi kuman Tuberculosis.

WHO merekomendasikan strategi pengobatan Directly Observed Treatment

Short Course(DOTS) yaitu penderita minum obat dengan diawasi oleh pengawas

minum obat. Pasien TB paru perlu mendapatkan pengawasan langsung agar

meminum obat secara teratur sampai selesai. Orang yang mengawasi penderita TB

paru dikenal dengan istilah Pengawas Minum Obat (PMO). Keluarga dapat

menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai

kesehatan individu serta dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang

dapat mereka terima. Pengalaman keluarga dalam merawat lansia dengan penyakit

kronis seperti TB paru sangat bervariasi baik secara fisik, psikososial dan spiritual

yang dialami oleh tiap keluarga (Herawati, Abdurakhman and Rundamintasih,

2020).

Angka kejadian infeksi TB paru di dunia pada tahun 2018 sebanyak 10.000

Kasus atau sekitar 132/100.000 populasi dengan presentase terbanyak adalah TB

paru yaitu 85% world Helath Organization (WHO, 2019). Pada tahun 2019

sebanyak 9,870,000 kasus atau sekitar 127/100.000 populasi dengan presentase

terbanyak adalah TB paruyaitu 82% (WHO, 2020). Tahun 2020 sebanyak

2,460,000 kasus atau sekitar 220/100.000 populasi dengan presentase terbanyak


3

adalah TB paru yaitu 85% (WHO, 2021). Di Indonesia angka kejadian infeksi TB

paru pada tahun 2018 sebanyak 566.623 kasus, (Kementrian Kesehatan RI, 2019).

Pada tahun 2019 jumlah kasus tuberkulosis sebanyak 543.874 kasus, (Kementrian

Kesehatan RI, 2020). Pada tahun 2020 jumlah kasus tuberkulosis sebanyak

351.936 kasus, (Kementrian Kesehatan RI, 2021). Di propinsi Nusa Tenggara

Timur (NTT) tahun 2018 berjumlah 6583 kasus TB paru. Berdasarkan data

kementrian RI pada tahun 2021 kasus TBC terbanyak ditemukan pada kelompok

umur 55-64 tahun sebanyak 14,3% dan umur 65+ tahun sebanyak 8,0%, hasil

wawancara dengan petugas program Tb Paru di Puskesmas Betun Kabupaten

Malaka Propinsi Nusa tenggara Timur jumlah lansia dengan TB paru pada tahun

2020-2021 adalah sebanyak 68 jiwa (Dinkes Malaka, 2021).

Pengobatan memerlukan pengawasan yang intensif mengingat sikap lansia

yang sulit akan minum obat. Obat-obatan ini dapat memberikan efek samping

ringan yang dapat disebabkan oleh salah satu atau beberapa dari antibiotik anti-TB

tersebut. Efek samping tersebut mulai dari gangguan nafsu makan, mual, sakit

perut, nyeri sendi, panas di kaki, urin merah yang mana dapat ditangani dengan

kiat sederhana, sampai efek samping berat seperti gatal dan merah di kulit,

vertigo, tuli, gangguan penglihatan, sampai syok yang mana pengobatan tersebut

perlu dihentikan.Mual dan pusing merupakan efek samping obat anti-TB yang

sering terjadi yang biasanya disebabkan oleh rifampicin. Untuk mengatasi hal ini,

pasien dapat mengganti jadwal konsumsi obat pada malam hari sesudah makan.

Akan tetapi, jadwal konsumsi ini harus rutin dan sama setiap harinya (Denih Agus

Setia Permana , A.F. Yanti, 2019).

Sutikno (2011) menyatakan bahwa lanjut usia dengan fungsi keluarga


4

sehat berpotensi memiliki kualitas hidup baik sebesar 25 kali lebih besar

dibanding lanjut usia dengan fungsi keluarga tidak sehat. Penelitian tersebut pun

menunjukkan fungsi keluarga memiliki hubungan positif dengan kualitas hidup

lanjut usia. Sehingga bisa disimpulkan bahwa, peran ataupun fungsi keluarga

merupakan variabel yang tidak jauh berbeda. Kedua hal tersebut sangat berkaitan

dengan kualitas hidup lansia, keluarga yang dapat melaksanakan perannya dengan

baik, ataupun keluarga yang dapat menjalankan fungsinya dengan baik akan dapat

mempengaruhi kualitas hidup lansia yang baik. Pengalaman yang diharapkan

adalah anggota keluarga lebih aktif dalam memberikan perawatan kepada anggota

keluarga yang sakikt dalam hal ini lansia sehingga kualitas hidup lansia jauh lebih

baik dan lebih sehat dalam menjalankan kehidupan sehari-hari (Lailatul, Rohmah

and Wicaksana, 2015).

Teori Health Belief Model menjelaskan bahwa individu akan memunculkan,

mengubah, menghilangkan atau mempertahankan perilakunya berdasarkan

konsekuensi dari aksi atau tindakan yang diambilnya. Perubahan pada perilaku

dikendalikan oleh persepsinya sendri tentang konsekuensi tersebut, sejauh mana

konsekuensi itu berperan sebagai reinforcement, punishment, atau reward

baginya. Komponen Health Belief Model dengan pelayanan kesehatan sangat erat

kaitannya karena dengan munculnya persepsi kesehatan, persepsi keparahan,

persepsi ancaman, persepsi manfaat, persepsi hambatan, dan isyarat tindakan

maka akan semakin baik persepsi manusia terhadap perilaku menjaga diri agar

tetap sehat. Teori Health Belief Model diharapkan dapat mengubah perilaku

keluarga yang merawat lansia dengan Tb paru menjadi individu yang berperilaku

sehat yaitu berupa perilaku pencegahan maupun penggunaan fasilitas kesehatan,


5

dan dapat meningkatkan respon perilaku pengobatan pasien dengan penyakit akut

dan kronis (Zamrodah, 2016).

Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi perawatan

langsung pada setiap keadaan sehat ataupun sakit. Sehingga dengan adanya

dukungan keluarga kebutuhan pasien dengan TB paru dapat terpenuhi dengan

baik melalui dukungan pemberian informasi, dukungan nyata seperti waktu dan

bantuan materi, dukungan emosional seperti rasa dicintai, dan dukungan

pengharapan seperti pemberian support (Handayani, 2020). Pengobatan TB paru

memerlukan waktu lama sehingga dukungan keluarga penting. Dukungan

keluarga dan masyarakat mempunyai andil besar dalam meningkatkan kepatuhan

pengobatan yaitu dengan adanya pengawasan dan pemberi dorongan kepada

penderita Tb Paru (Azizah, 2021).

Berdasarkan hasil uraian sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai “Studi Fenomenologi Pengalaman Keluarga

Dalam Merawat Lansia Dengan TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Betun

Kabupaten Malaka”.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Lansia Dengan TB Paru

Di Wilayah Kerja Puskesmas Betun Kabupaten Malaka ?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengeksplorasi pengalaman keluarga dalam merawat lansia yang menderita

TB Paru.
6

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Menjelaskan perspektif keluarga dalam merawat lansia Tb Paru

2. Menjelaskan perasaan keluarga dalam merawat lansia dengan Tb Paru

3. Menjelaska hambatan dan solusi yang dialami keluarga dalam merawat

lansia Tb Paru

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Menambah pemahaman tentang pengalaman keluarga dalam merawat lansia

dengan Tb Paru sehingga mempermudah petugas Tb dalam memberikan asuhan

keperawatan pada Lansia Tb Paru dengan baik dalam pemenuhan kebutuhan

hidup sehari-hari.

1.4.2. Manfaat Praktik

1. Bagi institusi Pendidikan

Dapat dijadikan sebagai acuan atau dasar dalam pengembangan ilmu

pengetahuan mengenai pengalaman keluarga dalam merawat lansia dengan

TB Paru.

2. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi

dalam memberikan intervensi keperawatan berupa edukasi kepada keluarga

dalam meningkatkan pengetahuan dalam merawat lansia TB paru.

3. Bagi Keluarga dan Lansia

Hasil penelitian ini sebagai Informasi untuk keluarga yang merawat lansia

dengan TB Paru dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari guna

membantu proses pemulihan lebih cepat.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Keluarga

2.1.1. Defenisi Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya

dengan seseorang. Di keluarga itu seseorang dibesarkan, bertempat tinggal,

berinteraksi satu dengan yang lain, dibentuknya nilai-nilai, pola pemikiran dan

kebiasaannya dan berfungsi sebagai saksi segenap budaya luar dan mediasi

hubungan anak dengan lingkungannya. Menurut Duval (1972) keluarga adalah

sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan,adopsi,kelahiran

yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum,

meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota

keluarga (Harnilawati, 2013).

2.1.2. Ciri-ciri Keluarga

Ciri-ciri keluarga sebagai berikut:

1. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat

2. Terdiri dari dua orang atau lebih dalam satu atap yang mempunyai hubungan

yang intim, pertalian darah atau perkawinan.

3. Terorganisasi dibawah asuhan kepala rumah tangga biasanya (bapak atau ibu

atau keluarga yang dominan) yang saling berhubungan satu dengan yang

lainnya, saling bergantung antara anggota keluarga.

4. Setiap anggota keluarga mempunyai peran dan fungsi masing-masing yang

dikoordinasikan oleh kepala keluarga.

7
8

5. Mempunyai keunikan masing-masing serta nilai dan norma hidup yang

didasari sistem kebudayaan.

6. Mempunyai hak otonomi dalam mengatur keluarga, misalnya dalam hal

Kesehatan keluarga (Ali, 2010).

2.1.3. Fungsi Keluarga

Menurut Friedman (1998) fungsi pokok keluarga dalam lima point yaitu

1. Fungsi afektif

Fungsi ini merupakan presepsi keluarga terkait dengan pemenuhan

kebutuhan psikososial sehingga mempersiapkan anggota keluarga

berhubungan dengan orang lain.

2. Fungsi sosialisasi

Sosialisasi merupakan proses perkembangan individu sebagai hasil dari

adanya interaksisosial dan pembelajaran peransosial. Fungsi ini melatih

agar dapat beradaptasi dengan kehidupan sosial.

3. Fungsi reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menjaga

kelangsungan keluarga.

4. Fungsi ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan secara ekonomi dan

mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan.

5. Fungsi kesehatan

Menyediakan kebutuhan fisik, makanan, pakaian, tempat tinggal,

perawatan kesehatan (Silalahi, 2022).


9

2.2. Konsep Lanjut Usia

2.2.1. Defenisi Lansia

Nugroho (2006) lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun

ke atas. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-

angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya

tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh. Banyak

diantara lanjut usia yang masih produktif dan mampu berperan aktif dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya peningkatan

kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai

keagamaan dan budaya bangsa. Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan

yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses

sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai

sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti

seorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu anak,dewasa dan tua

(Wahyudi Nugroho, B.Sc., 2008).

WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut :

1. Usialanjut (elderly) antarausia 60-74 tahun

2. Usiatua (old) :75-90 tahun.

3. Usiasangattua (very old) adalahusia> 90 tahun.

Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga

kategori, yaitu:

1. Usia lanjut presenilis yaitu antarausia 45-59 tahun.

2. Usia lanjut yaitu usia 60 tahun keatas.


10

3. Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas

dengan masalah kesehatan (Kholifah, 2006).

2.2.2. Perubahan yang terjadi pada lansia

Menurut Azizah dan Lilik M, ( 2011) semakin bertambahnya umur manusia,

terjadi proses penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-

perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif,

perasaan, sosial dan sexual (Kholifah, 2006).

1. Perubahan Fisik

1) Sistem Indra Sistem pendengaran;

Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya

kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi

suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-

kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.

2) Sistem Intergumen

Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan

berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak.

Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera,

timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.

3) Sistem Muskuloskeletal

Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia : Jaringan penghubung

(kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen sebagai

pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat

mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur. Kartilago: jaringan

kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga


11

permukaan sendi menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi

berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif,

konsekuensinya kartilago pada persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.

Tulang: berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari

penuaan fisiologi, sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanjut

akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Otot: perubahan struktur otot

pada penuaan sangat bervariasi, penurunan jumlah dan ukuran serabut otot,

peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan

efek negatif. Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon,

ligament dan fasia mengalami penuaan elastisitas.

4) Sistem kardiovaskuler

Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa jantung

bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga peregangan jantung

berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini

disebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan

konduksi berubah menjadi jaringan ikat.

5) Sistem respirasi

Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total

paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi

kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada

otot, kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu

dan kemampuan peregangan toraks berkurang.


12

6) Pencernaan dan Metabolisme

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan

produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra

pengecap menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver

(hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya

aliran darah.

7) Sistem perkemihan

Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi

yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi

oleh ginjal.

8) Sistem saraf

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang

progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan

kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

9) Sistem reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan

uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi

spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.

2. Perubahan kognitif

1). Memory (dayaingat, ingatan)

2). Intellegentquotient (IQ)

3). Kemampuan belajar (Learning)

4). Kemampuan pemahaman (Comprehension)

5). Pemecahan masalah (ProblemSolving)


13

6). Pengambilankeputusan (DecisionMaking)

7). Kebijaksanaan (Wisdom)

8). Kinerja (Performance)

9). Motivasi

3. Perubahan mental faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental:

1). Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.

2). Kesehatan umum

3). Tingkat pendidikan

4). Keturunan (hereditas)

5). Lingkungan

6). Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.

7). Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.

8). Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan

famili.

9). Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran

diri, perubahan konsep diri

2.2.3. Tugas Perkembangan Lansia

Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan manusia

di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan. Lansia

merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan mengalami

proses menjadi tua (tahap penuaan). Masa tua merupakan masa hidup manusia

yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik,

mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya

sehari-hari lagi (tahap penurunan). Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada


14

makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan

kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan

degeneratif pada kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan

jaringan tubuh lainnya. Dengan kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka

lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan

dengan orang dewasa lain. Untuk menjelaskan penurunan pada tahap ini, terdapat

berbagai perbedaan teori, namun para ahli pada umumnya sepakat bahwa proses

ini lebih banyak ditemukan pada faktor genetik (Kholifah, 2006).

2.3. Tuberkulosis Paru

2.3.1. Defenisi Tuberkolosis paru

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri

Mycobacteriumtuberculosis yang dapat menyerang berbagai organ terutama paru-

paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat

menimbukan komplikasi bahaya hingga kematian. TB Paru merupakan salah satu

penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih menjadi penyebab

utama kematian di dunia (Kesehatan RI, 2016).

2.3.2. Patofisiologis

Seseorang yang menghirup bakteri Mycrobacterium tuberculosis yang

terhirup akan menyebabkan bakteri tersebut masuk ke alveoli melalui jalan nafas,

alveoli adalah tempat bakteri berkumpul dan berkembang biak. Mycrobacterium

tuberculosis juga dapat masuk ke bagian tubuh lain seperti ginjal, tulang, dan

korteks serebri dan area lain dari paru-paru (lobus atas) melalui sistem limfa dan

cairan tubuh. Sistem imun dan sistem kekebalan tubuh akan merespon dengan

cara melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menekan bakteri, dan limfosit spesifik
15

tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) bakteri dan jaringan normal. Reaksi

tersebut menimbulkan penumpukan eksudat di dalam alveoli yang bisa

mengakibatkan bronchopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-

10 minggu setelah terpapar bakteri.

Interaksi antara Mycrobacterium Tuberculosis dengan sistem kekebalan tubuh

pada masa awal infeksi membentuk granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan

basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag. Granulomas diubah menjadi

massa jaringan jaringan fibrosa, Bagian sentral dari massa tersebut disebut ghon

tuberculosis dan menjadi nekrotik membentuk massa seperti keju. Hal ini akan

menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen kemudian bakteri

menjadi dorman. Setelah infeksi awal, seseorang dapat mengalami penyakit aktif

karena gangguan atau respon yang inadekuat dari respon sistem imun. Penyakit

dapat juga aktif dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman dimana bakteri

yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubrcle

memecah sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkhus. Bakteri

kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih

jauh. Tuberkel yang menyerah menyembuh membentuk jaringan parut. Paru yang

terinfeksi menjadi lebih membengkak, menyebabkan terjadinya bronkopneumonia

lebih lanjut (Mar’iyah and Zulkarnain, 2021).

2.3.3. Etiologi

Penyakit Tb paru disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium Tuberculosis

yang termasuk famili Mycobacteriaceace yang berbahaya bagi manusia. bakteri

ini mempunyai dinding sel lipoid yang tahan asam, memerlukan waktu mitosis

selama 12-24 jam, rentan terhadap sinar matahari dan sinar ultraviolet sehingga
16

akan mengalami kematian dalam waktu yang cepat saat berada di bawah matahari,

rentan terhadap panas basah sehingga dalam waktu 2 menit akan mengalami

kematian ketika berada di lingkungan air yang bersuhu 100 derajat celcius serta

akan mati jika terkena alkohol 70% atau lisol 50%. Dalam jaringan tubuh, bakteri

ini dapat mengalami dorman selama beberapa tahun sehingga bakteri ini dapat

aktif kembali menyebabkan penyakit bagi penderita. Mikroorganisme ini

memiliki sifat aerobik yang membutuhkan oksigen dalam melakukan

metabolisme. Sifat ini menunjukkan bahwa bakteri ini lebih menyukai jaringan

kaya oksigen, tekanan bagian apikal paru paru lebih tinggi daripada jaringan

lainnya sehingga bagian tersebut menjadi tempat yang baik untuk mendukung

pertumbuhan bakteri Mycrobacterium Tuberculosis (Mar’iyah and Zulkarnain,

2021).

2.3.4. Cara penularan

Mycrobacterium Tuberculosis dapat menular ketika penderita TB paru BTA

positif berbicara, bersin dan batuk yang secara tidak langsung mengeluarkan

doplet nuklei yang mengandung mikroorganisme Mycrobacterium tuberculosis

dan terjatuh ke lantai, tanah, atau tempat lainnya. Paparan sinar matahari atau

suhu udara yang panas mengenai doplet nuklei tersebut dapat menguap.

Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan aliran angin

yang menyebabkan bakteri Mycrobacterium Tuberculosis yang terkandung di

dalam droplet nuklei terbang melayang mengikuti aliran udara. Apabila bakteri

tersebut terhirup oleh orang sehat maka orang itu berpotensi terinfeksi bakteri

penyebab tuberkulosis (Kenedyanti & Sulistyorini, 2017). Tuberkulosis paling

banyak menyerang usia produktif usia antara 15 hingga 49 tahun dan penderita
17

tuberkulosis BTA positif dapat menularkan penyakit tersebut pada segala

kelompok usia (Mar’iyah and Zulkarnain, 2021)

2.3.5. Tanda dan Gejala

Gejala utama pasien TB paru yaitu batuk berdahak selama 2 minggu atau

lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,

batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan

menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang

lebih dari satu bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan

merupakan gejala TB paru yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu

selama 2 minggu atau lebih (Kemenkes RI, 2018).

2.3.6. Pengobatan Tuberkulosis Paru

Obat-obat TB paru atau Obat Anti Tuberkulosis (OAT) telah diketahui

dapat mengatasi penyakit TB paru. Penderita TB Paru mengkonsumsi obat anti

tuberkulosis dengan rangkaian kombinasi yang telah ditentukan oleh petugas

kesehatan dan membutuhkan waktu 6-8 bulan untuk mencapai kesembuhan

sehingga tidak jarang penderita TB Paru mangkir dalam pengobatannya. Terdapat

beberapa hal yang penting terhadap penderita Tuberkulosis paru, yaitu taat aturan

minum obat sampai benar-benar sembuh, biasanya berkisar antara 6-8 bulan.

Obat-obatan yang diberikan pada penderita TB paru adalah sebagai berikut : 1.

Streptomisin 2. Rifampisin 3. INH 4. Etambutol 5. Pirazinami Untuk itu penderita

TB Paru membutuhkan setidaknya satu orang petugas yang mengingatkannya

untuk meminum obat, petugas tersebut disebut sebagai PMO (Putri, 2015).
18

2.4. Pengawas Minum Obat ( PMO)

2.4.1. Defenisi Pengawas Minum Obat (PMO)

Pengawas Minum Obat (PMO) adalah seseorang yang tinggal dekat dengan

rumah penderita, bersedia membantu penderita dengan sukarela. Pengawas

Minum Obat (PMO) yang tinggal satu rumah dengan penderita maka bisa

mengawasi penderita sampai benar-benar menelan obat setiap hari, sehingga tidak

terjadi putus obat. Hubungan pasien dengan PMO adalah keluarga (suami, istri,

anak, menantu, ayah, ibu, kakak, adik, nenek atau saudara) (Murtiwi, 2014).

Keberadaan PMO dalam pengobatan penderita tuberkulosis mempunyai

peran yang penting dalam miningkatkan keberhasilan pengobatan penderita, selain

itu keberadaan PMO bertujuan untuk mengontrol kepatuhan penderita selama

masa pengobatan misalnya keteraturan penggunaan obat TB paru sampai selesai

pengobatan, pemeriksaan dahak, memberikan dukungan dan dorongan kepada

penderita untuk terus melakukan pengobatan serta menjelaskan penyakit TB paru

kepada masyarakat sekitar. Masa pengobatan penderita TB paru yang lama sekitar

6 bulan menyebabkan penderita TB paru merasa jenuh dan bosan ditambah lagi

dengan berkurangnya gejala yang menyebabkan penderita mulai menghentikan

pengobatan, di situlah peran seorang PMO dituntut untuk mengingingatkan

penderita agar selalu mengikuti aturan pengobatan Obat Anti Tuberkulosis untuk

menghindari terjadinya resistensi dari kuman TB paru yang akan mempengaruhi

kondisi pasien (Yuliani et al., 2019).

2.4.2. Peran dan tugas seorang PMO

Peran Seorang PMO pada penderita Tuberkulosis (Yuliani et al., 2019)

adalah:
19

1. Mengawasi penderita tuberkulosis agar menelan obat secara teratur sampai

selesai pengobatannya.

2. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat secara teratur.

3. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah

ditentukan.

4. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien tuberkulosis yang

mempunyai gejala gejala mencurigakan tuberculosis untuk segera

memeriksakan diri kepuskesmas atau unit pelayanan kesehatan lainnya.

Tugas seorang PMO yaitu :

1. Menyiapkan dan mengingatkan pasien saat minum obat.

2. Memotivasi pasien saat merasa bosan mengkonsumsi obat setiap hari.

3. Mengingatkan saat jadwal pengambilan obat dan periksa sputum.

4. Memberitahu pasien hal yang harus dan tidak boleh dilakukan seperti

menggunakan masker saat di rumah maupun keluar dan harus menutup mulut

saat batuk.

Dukungan emosional keluarga / PMO pada penderita TB Paru sangat

dibutuhkan karena tugas PMO adalah memberikan dorongan kepada penderita

agar mau berobat secara teratur dan mengingatkan penderita untuk periksa ulang

dahak pada waktu yang ditentukan. Dengan kinerja PMO yang baik, pasien lebih

termotivasi untuk menjalani pengobatan dengan teratur (Yuliani et al., 2019).

2.5. Teori Health Belief Model

2.5.1. Konsep Health Belief Model (HBM)

Janz, Champion, & Strecher ( Tahun 2002) Health Belief Model atau HBM

merupakan sebuah teori psikologi yang berupaya menjelaskan dan memprediksi


20

perilaku sehat dan berfokus pada sikap dan keyakinan individu. Konsep dasar

dari teori HBM adalah bahwa perilaku menjaga kesehatan ditentukan oleh

persepsi personal individu untuk memahami suatu penyakit dan strategi-strategi

yang tersedia untuk menghentikan kemunculan penyakit tersebut. HBM juga

merupakan integrasi dari tiga teori tentang pembentukan perilaku yaitu stimulus-

response theory,cognitive theory, dan value expectation theory.

Stimulus-response theory melihat bahwa individu akan memunculkan,

mengubah, menghilangkan atau mempertahankan perilakunya berdasarkan

konsekuensi dari aksi atau tindakan yang diambilnya. Perubahan pada perilaku

dikendalikan oleh persepsinya sendiri tentang konsekuensi tersebut, sejauh mana

konsekuensi itu berperan sebagai reinforcement, punishment, atau reward

baginya. Cognitive theory menekan teorinya pada peran hipotesis atau harapan

subyektif individu yang berasal dari persepsi, sikap ataupun keinginan individu.

Selanjutnya Value expectation theory yang melihat bahwa perilaku manusia

muncul sebagai hasil perkalian anatara nilai dari konsekuensi yang ditimbulkan

dari perilaku tersebut dengan estimasi kemungkinan munculnya konsekuensi

tersebut. Purwodiharjo O.M & Suryani A.O (2020) menyatakan Health Belief

Model digunakan untuk menggambarkan kepercayaan individu terhadap perilaku

hidup sehat, sehingga individu akan melakukan perilaku sehat yaitu dapat berupa

perilaku pencegahan maupun penggunaan fasilitas kesehatan. HBM ini sering

digunakan untuk memprediksi perilaku kesehatan preventif dan juga respon

perilaku untuk pengobatan pasien dengan penyakit akut dan kronis.Teori perilaku

HBM biasa digunakan untuk menjelaskan perubahan perilaku kesehatan


21

masyarakat. Teori perilaku ini lebih menekankan pada aspek keyakinan dan

persepsi individu (Zamrodah, 2016).

2.5.2. Komponen-komponen Health Belief Model( HBM)

1. Persepsi kerentanan

Resenstock pada tahun 1980 menyatakan persepsi kerentanan merupakan

persepsi subyektif individu terhadap risiko tertular penyakit. Persepsi kerentanan

memungkinkan individu melakukan timdakan pencegahan maupun pengobatan,

karena individu tersebut merasa rentan terhadap suatu penyakit. Kepercayaan

individu tentang rentan atau tidknya mereka tertular suatu penyakit dan persepsi

merekan tentang manfaat dari pencegahan penyakit dapat dipengaruhi oleh

kesiapan mereka untuk bertindak. Dapat disimpulkan bahwa persepsi kerentanan

menunjukkan sejauh mana individu menganggap bahwa dirinya rentan untuk

mengalami sakit atau terjangkit suatu penyakit.

2. Persepsi keparahan

Menunjukkan persepsi individu mengenai sejauh mana rasa sakit yang akan

dideritanya jika individu tersebut terjangkit suatu penyakit atau jika ia melakukan

tindakan yang mengancam atau membahayakan kesehatannya. Hasil penelitian

yang relevan dengan teori Health Belief Model keparahan atau keseriusan yang

dirasakan menentukan ada tidaknya pencegahan terhadap penyakit. Persepsi

keparhan sering didasarkan pada informasi medis, pengetahuan atau keyakinan

seseorang bahwa dia akan mendapat kesulitan akibat penyakit yang akan

mempersulit hidupnya.
22

3. Persepsi ancaman

Rosenstock (1982) menyatakan, mereka yang merasa dapat terkena penyakit

akan lebih cepat merasa terancam. Pandangan individu tentang beratnya penyakit

tersebut dapat berupa pandangan mengenai resiko atau kesulitan apa saja yang

akan dialaminya dari suatu penyakit tersebut. Semakin berat resiko suatu penyakit

akan menyebabkan semakin besar ancaman yang dirasakan. Ancaman ini

mendorong individu untuk melakukan tindakan pencegahan atau penyembuhan

penyakit.

4. Persepsi manfaat

Teori Healt Belief Model, Rosenstock (1982), individu yang percayai manfaat

dari suatu perilaku bagi dirinya dan lingkungan akan memicu individu untuk

menetapkan melakukan perilaku tersebut atau tidak.Persepsi manfaat (perceived

benefits) merupakan penilaian individu mengenai keuntungan yang didapat

dengan melakukan perilaku kesehatan yang disarankan, semakin baik persepsi

manfaat seseorang terhadap perilaku pencegahan penyakit semakin besar

kemungkinan dia kan melakukan kegiatan tersebut. Dapat disimpulkan persepsi

manfaat menunjukkan sejauh mana individu mempersepsi manfaat dari metode

atau cara cara pencegahan yang disarankan atau direkomendasikan untuk

mencegah atau memperkecil keseriusan dari suatu penyakit yang akan diderita

akibat perilaku yang kurang sehat.

5. Persepsi hambatan

Dalam melakukan tindakan pencegahan suatu penyakit maupun mencari

pengobatan dipengaruhi oleh perceived barier yaitu hambatan yang timbul dalam

melakukan suatu tindakan. Hambatan umum yang dialami seseorang dalam


23

menentukan tindakan kesehatan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan

didominasi oleh kendala yang bersifat pribadi. Hambatan yang dirasakan

merupakan unsur penentu terjadinya perubahan perilaku atau tidak. Persepsi

hambatan menunjukkan sejauh mana individu melihat potensi munculnya dampak

negatif dari perilaku kesehatan yang disarankan atau direkomendasikan sehingga

perilaku kesehatan tersebut cenderung tidak dilaksanakan, beberapa contoh

persepsi hambatan yaitu perilaku yang disarankan berbiaya tinggi, menyita

banyak waktu, prosedurnya rumit dan lain sebagainya.

6. Persepsi isyarat bertindak (self-efficacy)

Persepsi insyarat bertindak yaitu sejauh mana individu merasa yakin bahwa

meraka mampu melaksanakan suatu tindakan sehingga mencapai tujuan yang

diharapkan, dalam hal ini individu membuat perkiraan sejauh mana perilaku

kesehatan yang direncanakannya dapat membawa pada tujuan atau capaian

tertentu. Isyarat bertindak berfungsi efektif pada tahap inisiasi atau untuk

mempertahankan perilaku kesehatan yang kompleks dalam waktu yang panjang.

Komponen Health Belief Model dengan pelayanan kesehatan sangat erat

kaitannya karena dengan munculnya persepsi kerentanan,persepsi keparahan,

persepsi ancaman, persepsi manfaat, persepsi hambatan, dan isyarat tindakan

maka akan semakin baik persepsi manusia terhadap perilaku menjaga diri agar

tetap sehat. Semakin baik komponen healty belief model pada manusia, maka

akan semakin meningkat pula kebutuhan manusia akan pelayanan kesehatan

dikarenakan mereka memiliki pemikiran untuk mengupayakan perilaku atau

tindakan menjaga kesehatan dan diimplementasikan dengan mendatangi


24

pelayanan kesehatan terutama rumah sakit bukan hanya untuk berobat tetapi juga

untuk konsultasi sebagai pencegahan terhadap suatu penyakit (Zamrodah, 2016).

2.5.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Health Belief Model

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi Health Belief Model antara lain

(Zamrodah, 2016) :

1. Demografis

Faktor demografis merupakan faktor menyangkut populasi penduduk

berdasarkan berbagai klasifikasi seperti usia, gender, dan pendidikan.

Faktor –faktor demografis meliputi beberapa hal seperti berikut :

1). Usia

Usia merupakan salah satu penentu kedewasaan berpikir dari seseorang.

Semakin banyak umur seseorang maka seseorang tersebut berkemungkinan

memiliki pemikiran yang lebih kritis dan juga rasional terhadap sesuatu,

khususnya terhadap pelayanan kesehatan yang ia butuhkan.

2). Gender

Kebutuhan akan pelayanan kesehatan antara perempuan dan laki-laki cukup

berbeda. Menurut survei di Amerika Serikat, perempuan memiliki

kerentanan yang lebih tinggi untuk menderita suatu penyakit dibandingkan

dengan laki-laki.

3). Latar belakang budaya

Latar belakang budaya memicu masyarakat memiliki pandangan yang

berbeda-beda akan kebutuhan pelayanan kesehatan.


25

2. Faktor sosio psikologis

Faktor –faktor sosiopsikologis meliputi beberapa hal seperti berikut :

1). Kepribadian

Kepribadian seseorang dapat mempengaruhi tindakannya dalam upaya

mempertahankan kesehatan. Orang-orang yang memiliki kepribadian

tertutup akan berkemungkinan lebih rendah mendapatkan informasi dan

pelayanan kesehatan daripada mereka yang mampu terbuka dan mau untuk

menerima edukasi mengenai kesehatan.

2). Kelas sosial

Kelas sosial pada masyarakat dibagi menjadi tiga, yaitu upper class (kelas

atas), middle class (kelas menengah), dan lower class (kelas bawah). Setiap

kelas memiliki kecenderungan tersendiri terhadap kebutuhan untuk tetap

sehat. Kelas atas sosial memungkinkan manusianya lebih mengerti

bagaimana cara.

3). Tekanan sosial

Tekanan sosial pada masyarakat dapat memicu munculnya persepsi yang

sama dengan tekanan yang ada pada sosial tersebut.

3. Faktor struktural

Faktor –faktor Struktural meliputi beberapa hal seperti berikut

1). Edukasi

Tingkat edukasi masyarakat dapat menentukan kecenderungan masyarakat

terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan. Masyarakat dengan tingkat

edukasi atau pendidikan yang rendah memiliki lebih sedikit pemahaman

mengenai pentingnya menjaga diri agar tetap sehat


26

2). Pengalaman tentang suatu masalah

Manusia yang memiliki pengalaman terhadap sesuatu akan berkemungkinan

memiliki pemahaman yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang

tidak memiliki pengalaman.

2.6. Keaslian Penelitian

Keaslian sumber ilmiah untuk keaslian penelitian pada tabel berikut

menggunakan (Scopus, Google Scholar). Kata kunci yang digunakan penelitian

antara lain : Tuberculosis, Family. Dan untuk kata kunci Bahasa Indonesia yaitu

TB Paru, keluarga, lansia

Tabel 2.1. Keaslian Penelitian konseptual pengalaman keluarga dalam merawat


lansia dengan TB paru
Metode
JudulArtikel; Penuli
No s; Tahun
(Desain,Sampel, Variabel, Hasil Penelitian
Instrumen, Analisis
1 Faktor-Faktor yang Desain: Kuantitatif Hasil penelitian menunjukkan ba
Mempengaruhi Peril Sampel: 85 orang hwa terdapat pengaruh antara pe
aku Keluarga Dalam Variabel kerjaan (nilai p = 0,026), pendidi
Perawatan Lansia Di Dependen kan (nilai p = 0,003), pengetahua
Wilayah Kerja Puske Perilaku keluarga n (nilai p = 0,020), sikap (nilai p
smas Lawe Sigala-G Independen: = 0,0001) dan peran tenaga keseh
ala Umur, jenis kelamin, atan (nilai p = 0,024) dengan peri
Penulis: Alas pengetahuan, sikap dan laku keluarga dalam perawatan la
Sriwahyu pendidikan nsia. Berdasarkan hasil analisis
Tahun: 2017 Instrumen: multivariat, variabel dominan ya
Katakunci: Keluarga, l kuisioner ng berhubungan dengan perilaku
ansia, perawatan lansi keluarga dalam perawatan lansia
a adalah faktor sikap dengan nilai
p = 0,001. Berdasarkan hal terseb
ut dapat disimpulkan bahwa terd
apat pengaruh antara pekerjaan, p
endidikan, pengetahuan, sikap da
n peran tenaga kesehatan terhada
p perilaku keluarga dalam peraw
atan lansia di Wilayah Kerja Pus
kesmas Lawe Sigala-gala Tahun
2017 dan factor sikap.
27

Metode
JudulArtikel; Penuli
No s; Tahun
(Desain,Sampel, Variabel, Hasil Penelitian
Instrumen, Analisis
2 Faktor-faktor yang Desain: cross sectional Berdasarkan analisis antara pengeta
berhubungan dengan Sampel: 98 orang huan denganbeban keluarga didapat
beban keluarga Variabel kan p-value 0,002. Hubungan sosial
dalam merawat Dependen beban keluarga ekonomi yang meliputi pendidikan,
aktifitas sehar-hari dalam merawat lansia pekerjaan, danpendapatan dengan b
pada lansia Independen: eban keluarga, didapatkan p-value p
Penulis : Rizky pendidikan,pekerjaan endidikan 0,039, pekerjaan 0,017, d
Erwanto dengan pendapatan an pendapatan0,0. Hubungan antara
Tahun: 2016 keluarga dalam merawat lama merawat dengan beban lansia
Instrumen: kuesioner didapatkan p-value 0,024. Terdapat
Kata Kunci : beban hubungan yang signifikan antara pe
keluarga, aktivitas s ngetahuan keluarga, sosial ekonomi
ehari-hari, lansia keluarga dan lama merawat lansia d
engan bebankeluarga dalam meraw
at lansia. Keluarga hendaknya meni
ngkatkan pengetahuan tentang pera
watan aktivitas hidup sehari-hari pa
da lansia dengan banyak membaca
dan mencari tahu tentang perawatan
aktivitas hidupsehari-hari pada lansi
a melalui media massa.

3 PengalamanKeluarga Hasil pengobatan lansia yang me


DalamMerawatLansia Desain:kualitatif fenomeno nderita TBC di Puskesmas Gomb
yang Menderita Tbc logi ong sejumlah 50 % lansia sembu
Di Sampel :5 partisipan h dari TBC, 18,75 % pengobatan
KecamatanGombong Variabel lengkap, 18,75%lansia meningg
Dependen: al, 6,25 % lansia pindah berobat
Penulis: Hendri Pengalaman keluarga ke puskesmas lain dan 6,25 % m
Tamara Yuda, Elsye Independen : engalami putus obat/ default. Ad
Maria Rosa, Azizah Kemampuan keluarga a 4 Temayang teridentifikasi dari
dalam melaksanakan tugas keluarga yaitu adanya perubahan
Kata kunci keluarga, keluarga pada lansia, kemampuan keluarg
lansia, Tuberkulosis a dalam melaksanakan tugas kese
hatan keluarga, kehidupan lansia
yang berkualitas dan nilai dan ke
yakinan keluarga dalam merawat
lansia yang menderita TBC.
4 Faktor-faktor yang Survey analitik dengan ran Hasil penelitian menunjukan Fak
berhubungan dengan cangan survey cross sectio tor pengetahuan sikap, akses pela
tingkat kemandirian nal yanan kesehatan dan perilaku ten
keluarga pasien TB Sampel aga kesehatan tidak
Paru di Puskesmas berhubungan dengan tingkat kem
58orang
Arcamanik andirian keluarga pasien Tb Paru,
Penulis: Asri VariabelDepen hal tersebut bisa disebabkan kare
Handayani S den:dukungan na pengukuran tingkat kemandiri
Tahun: 2021 keluarga an meliputi banyak aspek. Jika di
Kata kunci Tuberku Independen: lihat dari Tabulasi silang, ada kel
losiskemandirn keluar Kepatuhan uarga yang memilik pengetahuan
ga TB minum obat Ins baik namun tingkat kemandirian
trumen:kuesio dikategori kurang baik,begitu pu
ner n sebaliknya ada. Keluarga yang
memiliki pengetahuan kurang bai
28

Metode
JudulArtikel; Penuli
No s; Tahun
(Desain,Sampel, Variabel, Hasil Penelitian
Instrumen, Analisis
k namun memiliki tingkat keman
dirian di kategori mandiri, artiny
a pengetahuan saja tidak cukup u
ntuk menjadikan keluarga mandir
i dalam merawat pasien Tb Paru.
5 Hubungan Dukungan Desain Hasilanalisismenunjukkanbahwafac
Keluarga dengan Kepa survey analitik dengan ranc torrisiko TB paru pada usia produkt
tuhan Minum Obat Pa angan survey cross section if di Indonesia yaitu pendidikan, ind
da Penderita Tb Paru al eks kepemilikan, bahan bakar mem
Penulis: Asra Septia, Sampel asak, kondisi ruangan dan perilaku
Siti Rahmalia, Febrian merokok. Faktor risiko yang paling
58orang
a Sabrian dominan adalah pendidikan. Untuk
Kata kunci Dukungan VariabelDepen mendukung global tuberculosis con
keluarga, kepatuhan, den:dukungan trol maka program pengenalan sedi
tuberkulosis paru keluarga ni mungkin TB paru pada Sekolah
Independen: Dasar dan pemanfaatan media infor
Kepatuhan masi perlu ditingkatkan guna. Penur
minum obat unan kasus dan kematian akibat TB
Instrumen paru khususnya pada usia produktif
kuisioner
6 Faktor-faktor yang ber Desain: Cross sectional Hasil bahwa Sebagian besar
hubungandengantingk Sampel: 31 orang dengan responden 26 (83,87%) dalam
atkemandirianpenderit teknik purposive sampling kategori miskin dengan
a/keluarga TB Paru Variabel pendapatan< UMR, sebagian
Penulis: Gustina, Mely Independen: tingkat berdasarkan tabel 1 diketahui
Tahun: 2018 kemandirian karakeristik responden didapatkan
Dependen: penderita TB hasil bahwa sebagian besar
Instrumen: observasi responden 22 (70,97%) laki-laki, ha
mpir Sebagian responden 16
(51,61%) berumur<35
Tahunsebagian kecil responden 11
(35,48%) status pernikahan belum
menikah, sebagian besar responden
22 (70,79%) berpendidikan rendah
dan Sebagian kecil responden 11
( 35,48%) tidak bekerja. Beyond
health responden didapatkan hasil
bahwa Sebagian besar responden 26
(83,87%) dalam kategori miskin
dengan pendapatan< UMR,
sebagian besar res-ponden 25
(80,65%) dalam kategori kumuh
dengan luas kamar « 9 meter ,Sebag
ian besar 27 (87,10%)kebersihan
rumah dan sekitarnya dalam
kategori cukup, Sebagian besar
responden 27(87,10%) kelembaban
kamar tidur tidak memenuhi syarat,
sebagian besar responden 25
(80,65%) hubungan social dengan
keluarga dan tetangga cukup.
7 Analisisperankeluarga Desain: Kualitatif dengan Hasil penelitian ini didapatkan
sebagaipengawasminu pendekatan fenomenologi adanya empat tema yaitu peran
mobat (PMO) Sampel: Partisipan diambil sebagai motivator sudah optimal,
29

Metode
JudulArtikel; Penuli
No s; Tahun
(Desain,Sampel, Variabel, Hasil Penelitian
Instrumen, Analisis
pasienTBparu secara purposive sampling perandalam mengingatkan
Penulis :Wiwitfebrina berjumlah 8 orang pemeriksaan ulang sputum sudah
Tahun :2018 Variabel: optimal, peran pengawasan
Independen: pengobatan sudah maksimal,
Perankeluarga sedangkan peran sebagai educator
Dependen: Pengawas belum maksimal. Peran keluarga
minum obat (PMO) sebagai PMO bagi pasien TB Paru
Instrumen :Wawancara dalam mengawasi, memotivasi,
memastikan pemeriksaan ulang
sputum, dan memberikan edukasi
kepada pasien TB, akan membantu
proses kesembuhan bagi pasien TB
Paru.

8 UpayaKeluargaUntuk Desain: Metode kualitatif d Dari hasil analisa data, didapatkan t


MencegahPenularan D engan pendekatan study ka iga tema dan tujuh sub tema yaitu:
alamPerawatananggot sus dengan strategi penelit (1) Modifikasi lingkungan dengan s
aKeluargadengan TB ian case study research ub temamodifikasi ventilasi yang m
Paru Sampel: Keluarga dengan emadai dan menjaga kebersihan. (2)
Penulis: Nur Lailatul, penderita TB Upaya memutus transmisi penyakit
Rohmah, Azar Yoga Variabel dengan subtema membuang dahak,
Wicaksana Independen:Mencegahpen pengunaan masker, dan menutup sa
Tahun: 2015. ularan at batuk. (3) Konsumsi obat dan co
Dependen: TB paru ntrol rutin kepuskesmas dengan sub
Instrumen:Wawancara, ca tema pemantauan dari keluarga dala
tatan lapangan dan dokum m minum obat (PMO), serta control
entasi rutin ke Puskesmas. Berdasarkan ha
sil penelitian ini diharapkan Puskes
mas dapat menambah dan memodifi
kasi program penanggulangan tuber
kulosis (TB). Selain itu perlu dilaku
kan pengawasan secara berkala atau
kunjungan rumah secara rutin untuk
memantau pengobatan dan
pencegahan penularan tuberkulosis
9 PengalamanKeluarga Desain:Kualitatif deskripti Hasil penelitian ini didapatkan tigat
merawat penderita Tb f ema, yaitu persepsi keluarga bahwa
Paru di Kota Sampel: Purposive TB merupakan penyakit yang berke
Pontianak sampling4 orang partisipan panjangan dan mudah menular, pen
Penulis: Selvy Rahma Variabel galaman keluarga yang positif dan e
yuni Independen:Pengalaman fek samping yang berdampak pada
Tahun :2019 keluarga multisistem.
Dependen:Penderita TB
Paru
Instrumen:Wawancara ind
epth interview
10 Analisis Kualitatif Per Desain:Kualitatif dengan Hasil penelitian menunjukkan untu
an Keluarga Dalam M pendekatan fenomenologi k Persepsi kerentanan, keluarga me
erawat Anggota Kelua Sampel: 6 partisipan ngetahui penyakit TB Paru adalah p
rga Yang Menderita P Variabel enyakit menular, sehingga keluarga
enyakitTuberkulosisPa Dependen: merawat melakukan pencegahan dengan cara
ru Di Wilayah Kerja P anggota keluarga yang penderita disuruh memakai masker
uskesmas Poasia Kota menderita TB Independe ketika berinteraksi dengan orang lai
Kendari n:peran keluarga n serta memisahkan alat makan dan
30

Metode
JudulArtikel; Penuli
No s; Tahun
(Desain,Sampel, Variabel, Hasil Penelitian
Instrumen, Analisis
Tahun: 2016 Instrumen:  Wawancara m minum penderita. Persepsi keserius
Penulis: Risdayani1 H endalam an menunjukkan bahwa sebagian be
artati, Bahar, Fifi Nir sar keluarga memandang penyakit
mala G TB Paru adalah penyakit yang seriu
Kata kunci: Tuberkulo s dan harus segera diatasi. Persepsi
sis paru, peran keluarg manfaat keluarga dalam melakukan
a, merawat perawatan adalah agar penderita ce
pat sembuh serta menjadi pelajaran
bagi keluarga untuk menerapkan po
la hidup sehat. Persepsi hambatan
menunjukkan bahwa sebagian besar
keluarga tidak memiliki hambatan d
alam perawatan. Persepsi kepercaya
an diri menunjukkan bahwa keluarg
a melakukan perawatan didasari kei
nginan yang timbul dari dalam diri
demi melihat anggota keluarga sege
ra sehat.
BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu menggunakan

metode kualitatif dan pendekatan fenomenologi jenis deskriptif yaitu memberikan

gambaran tentang pengalaman keluarga dalam merawat lansia dengan TB

Paru.Penelitian ini diilakukan dengan cara observasi pengamatan dan interview

wawancara yang mendalam terhadap anggota keluarga dalam merawat pasien TB

paru di wilayah kerja Puskesmas Betun Kabupaten Malaka. Penelitian kualitatif

ini bersifat “perspective emic“ artinya memperoleh data bukan “sebagaimana

harusnya”, bukan berdasarkan apa yang dipikirkan oleh peneliti tetapi berdasarkan

sebagaimana adanya yang terjadi di lapangan, yang dialami, dirasakan, dan

dipikirkan oleh informan/sumber data. Penekatan yang digunakan adalah

kualitatif untuk menjelaskan kenyataan yang ditemui di wilayah kerja Puskesmas

Betun Kabupaten Malaka dalam menggambarkan pengalaman anggota keluarga

merawat pasien TB paru (Maya and Muharijin, 2017).

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November dan tempat dilaksanakan

di rumah masing-masing partisipan yang bertempat tinggal di wilayah kerja

Puskesmas Betun Kabupaten Malaka pada bulan November 2022.

3.3. PartisipanPenelitian (Informan)

Sampel dalam penelitian kualitatif tidak disebut responden, tetapi sebagai

narasumber, atau partisipan, informan, teman, dan guru dalam

31
Penelitian (Sugiyono,2014). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kata

partisipan sebagai subyek yang diteliti.

Jumlah partisipan dalam penelitian kualitatif biasanya antara 10 sampai 15

orang, tetapi jika saturasi telah mencapai dimana tidak ada lagi informasi baru

yang didapatkan pada pertanyaan yang sama maka pengambilan data dapat

dihentikan (Tristiana, 2014). Pada penelitian ini, terdapat 10 (sepuluh) partisipan

yang dilakukan wawancara mendalam.

Penentuan partisipan menggunakan teknik purposive sampling. Penelitiakan

melibatkan partisipan yang memenuhi kriteria inklusi yang telah ditetapkan dalam

wawancara mendalam, sehingga data yang diperoleh akan sesuai dengan konteks

fenomena yangakan diteliti.

1. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1). Partisipan meupakan anak kandung/istri/atau saudara yang merawat lansia

dengan Tb Paru dan merupakan Caregiver utama

2). Partisipan > 18 tahun karena dianggap sudah dewasa dan mampu

bertanggung jawab atas informasi yang disampaikan selama penelitian

3). Bersedia menjadi partisipan dengan mengisi inform concent partisipan

4). Tinggal serumah dengan lansia penderita Tb Paru

5). Tidak mengalami gangguan pendengaran

6). Mampu berkomunikasi dan berbahasa Indonesia dengan baik

Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah keluarga yang tidak ada di lokasi

penelitian saat pengambilan data. Untuk mendukung validitas data yang diperoleh

sesuai dengan keadaan di lapangan, dapat diamati, dicatat dan dicermati kembali

sesuaidengansumber data yang didapatdari partisipan. Dalam hal ini partisipan

32
33

yang dapat memberikan keterangan secara objektif, netral dan dapat

dipertanggung jawabkan (Maya and Muharijin, 2017).

3.4. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.

Pedoman wawancara dan alat perekam dan catatan lapangan.Namun setelah

penelitian menjadi jelas maka dikembangkan instrument penelitian sederhana

yang dapat mempertajam serta melengkapi data hasil pengamatan dan observasi

(Maya and Muharijin, 2017).

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik penelitian yang digunakan peneliti adalah wawancara mendalam (in-

depth interview) dimana peneliti akan memperoleh keterangan atau hal-hal yang

mendalam dari informan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil

bertatap muka secara langsung dengan informan tentang pengalaman merawat

penderita TB Paru dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara.

Setelah mengenal calon informan, peneliti memperkenalkan identitas dan para

informanpun memperkenalkan identitas mereka. Setelah itu peneliti melakukan

kontrak waktu untuk melakukan wawancara dengan masing- masing informan.

Berdasarkan waktu yang telah disepakati, peneliti menemui calon informan

pertama, menjelaskan tujuan penelitian, manfaat, prosedur penelitian, hak-hak

informan, peran informan dalam penelitian serta membina hubungan saling

percaya dengan calon informan. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan

alat bantu perekam kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan yang ada dalam

pedoman wawancara yang telah disiapkan sebelumnya.


34

Wawancara diawali dengan pertanyaan terbuka dan bersifat umum tentang

kabar informan, aktfitas sehari-hari, keterlibatan dalam kegiatan sehari-hari dalam

lingkungan keluarga maupun sosial, pengalaman pribadi informan selama

merawat anggota keluarga yang sakit, pernakah memperoleh informasi tentang

TB paru, hingga dilanjutkan dengan pertanyaan berdasarkan pedoman wawancara

dan tujuan penelitan. Setelah wawancara selesai, peneliti meminta kesediaan dari

informan untuk diwawancarai kembali apabila peneliti perlu mengklarifikasi

jawaban yang telah diberikan sebelumnya atau bila peneliti perlu data tambahan.

Proses pengumpulan data telah dilakukan dengan mewawancarai pada 10

(informan) informan, peneliti akan melakukan wawancara sampai mencapai

saturasi data pada informan yang dituju. Proses wawancara dilakukan dalam

waktu 25 sampai 30 menit tiap informan. Selama proses wawancara dari informan

pertama hingga informan ketiga, peneliti mengisi catatan lapangan (field not) yang

berisi tentang tanggal, waktu, dan informasi dasar tentang suasana saat wawancara

dilakukan.

3.6. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan pada penelitian selama di lapangan

menurut Miles dan huberman dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat

pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpuan dalam periode

tertentu. Miles dan Huberman mengemukakan bahwa dalam analisis data meliputi

3 aktivitas utama, yaitu (Sugiyono, 2012):

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Karena data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, maka

perlu dicatat secara teliti dan rinci. Untuk itu, perlu segera dilakukan analisis
35

data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-

hal pokok. Memfokuskan pada hal-hal penting, mengelompokkan kata-kata

kunci, membuat kategori dan dicaritema dan polanya. Dengan demikian

data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan

mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya,

dan mencarinya bila diperlukan.

2. Data Display (Penyajian Data)

Setelah data direduksi, maka Langkah selanjutnya adalah mendisplaykan

data. Dalam penelitian kualitatif yang sering digunakan untuk menyajikan

data adalah dengan teks yang bersifat naratif.

3. Clonclusion Drawing (verifikasi)

Langkah selanjutnya adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan

berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung

pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan

dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan

konsisten saat peneliti kembali mengumpulkan data di lapangan, maka

kesimpulan yang dikemukakan adalah kesimpulan yang kredibel. Analisa

data yang dilakukan dengan metode fenomenologi yang dikembangkan oleh

Colaizzi, 1978 dikutip dalam Saryono & Anggraini (2011). Menurut

Colaizzi, analisis dapat dilakukan dengan:

1). Mengambarkan pengalaman anggota keluarga dalam merawat pasien

TB Paru.
36

2). Mencatat data yang diperoleh yaitu hasil wawancara dengan informan

kemudian membuat transkrip dengan mengubah dari rekaman suara

menjadi bentuk tertulis secara verbatim.

3). Membaca hasil secara berulang-ulang sebanyak 4-5 kali dari semua

informan.

4). Memilih pernyataan yang penting agar bisa dikelompokan.

5). Menentukan makna setiap pernyataan yang penting dari setiap

informan dan pernyataan yang berhubungan dengan pengalaman

anggota keluarga merawat keluarga yang sakit.

6). Mengelompokan data ke dalam bebagai kategori untuk selanjutnya

dipahami secara utuh dan menentukan tema utama yang muncul.

7). Mengintegrasikan hasil secara keseluruhan kedalam bentuk deskripsi

naratif mendalam tentang pengalaman anggota keluarga merawat

pasien TB Paru
37

3.7. Kerangka Kerja

Pengalaman keluarga dalam


merawat lansia TB Paru

Purposive Sampling
Anggota keluarga yang merawat lansia
TB paru di Wilayah puskesmas Betun

Menyiapkan instrumen penelitian :


Mempersiapkan pertanyaan untuk wawancara
Menentukanwaktu dan tempatuntukwawancara

Melakukan wawancara mendalam (indepthinterview) dan observasi

Melakukan analisis data dengan tahapan :


Mereduksi data yaitumerangkum, memilihhal-
halpokok/penting, mencaritema dan polanya Melakukan pengujian keabsahan
Menyajikan data dilakukandenganuraiansingkat, data dengan Credibility
bagan, hubunganantarkategori, flowchart dan
sejenisnya
Menarikkesimpulan dan verifikasi

Kesimpulan akhir dan hasil


penelitian

Gambar 3.1. Kerangka kerja penelitian studi fenomenologi pengalaman keluarga


dalam merawat lansia TB Paru
38

3.8. Etika Penelitian

Etika dalam penelitian yang menggunakan subjek manusia menjadi isu

utama yang berkembang saat ini. Hampir 90% peneliti ilmu keperawatan

menggunakan manusia sebagai subjek penelitian, oleh karena itu peneliti harus

memahami prinsip-prinsip etika dalam penelitian. Apabila hal ini diabaikan, maka

peneliti dapat melanggar hak-hak manusia (Nursalam, 2008).

Peneliti harus menghormati budaya dan norma masyarakat yang sesuai

dengan aturan ilmu pengetahuan dan penelitian. Prinsip etik berlaku dimana

penelitian dilaksanakan baik untuk individu maupun masyarakat. Penelitian yang

menggunakan manusia sebagai partisipan adalah hak istimewa, sehingga peneliti

harus mengikuti aturan dan norma yang berlaku (KEPPKN, 2017).

Terdapat tiga prinsip etik yang harus dilaksanakan oleh peneliti yaitu:

1. Prinsip menghormati harkat dan martabat manusia (Respect for Person)

Prinsip etik ini merupakan hak dan kewenangan penuh partisipan dalam

membuat keputusan secara sadar dan dapat dipahami secara baik. Partisipan

memiliki kebebasan untuk bersedia maupu nmenolak menjadi partisipan

dalam penelitian ini ataupun mengundurkan diri saat proses penelitian

(Polit&Beck, 2012). Peneliti akan mendatangi rumah partisipan untuk

menjelaskan tujuan, manfaat, prosedur, serta peran calon partisipan. Peneliti

meminta calon partisipa nuntuk menandatangani informed consent jika

bersedia menjadi partisipan. Peneliti juga member kesempatan kepada calon

partisipan untuk mempertimbangkan keputusan untuk menerima atau

menolak menjadi partisipan. Pada penelitian ini juga memenuhi prinsip

anonymity dan confidentiality. Pada anonymity, peneliti berkewajiban tidak


39

mempublikasikan identitas partisipan dengan mengubah nama partisipan

menjadi kode partisipan yaitu P1, P2, P3, dan seterusnya. Sedangkan pada

prinsip confidentiality, peneliti berkewajiban menjamin kerahasiaan

informasi yang didapat dari partisipan dengan menyimpan data dalambentuk

rekaman dan hasil analisis yang hanya bisa diakses oleh peneliti yang akan

disimpan selama 5 tahun dan kemudian akan dimusnahkan dengan cara

mengapus setiap rekaman. Sedangkan data dalam bentuk hardfile akan

disimpan oleh peneliti dan institusi yang memiliki hak publikasi yaitu

Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

2. Prinsip berbuat baik(Beneficence)

Prinsip etik ini merupakan prinsip dasar etik yang menegakkan tanggung

jawab peneliti untuk meminimalisir kerugian, kesalahan, maupunhal-hal

yang membahayakan partisipan dan memaksimalkan manfaat yang

diperoleh dari penelitain (Polit&Beck,2012). Penerapan prinsip beneficience

pada penelitian ini dalam menggali penerimaan diri partisipan. Peneliti

menghargai setiap ungkapan partisipan sebagai masukan bagi

pengembangan keperawatan.

3. Prinsip keadilan (Justice)

Prinsip etik keadilan yaitu memperlakukan setiap partisipan dengan

pendekatan dan prosedur yang sama. Peneliti melakukan wawancara dengan

alur pertanyaan yang sama kepada setiap partisipan. Selama melakukan

wawancara, peneliti tidak hanya sebagai seorang yang profesional dan

berkepentingan terhadap data penelitian, akan tetapi peneliti juga membantu

partisipan terkait hal-hal yang menyulitkan partisipan, seperti kurang


40

memahami pertanyaan maka peneliti berupaya membantu partisipan tanpa

mengarahkan jawaban partisipan. Proses tersebut diperbolehkan dalam

penelitian kualitatif (Polit & Beck, 2012).

3.9. Uji Keabsahan Data

Salah satu cara untuk memvalidasi dan memperoleh keabsahan data

(trustworthiness) pada studi kualitatif adalah dengan melakukan verifikasi atau

konfirmasi data kepada partisipan (Sugiyono, 2012). Tujuan validasi data dalam

suatu penelitian kualitatif adalah agar dapat menampilkan pengalaman-

pengalaman partisipan secara akurat.

Teknik operasional yang dapat meningkatkan keakuratan dalam penelitian

kualitatif adalah :

1. Credibility (Nilai Kebenaran / validitas internal). Dalam penelitian ini,

peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam

terhadap setiap informan (anggota keluarga) yang menjadi sampel. Untuk

mencapai prinsip credibility, peneliti melakukan pengecekan kembali hasil

wawancara yang telah ditranskripkan untuk melihat kesesuaian dengan hasil

rekaman dan catatan lapangan. Peneliti kemudian meminta informan untuk

mengecek kembali hasil kutipan wawancara dan menanyakan apakah

partisipan setuju dengan hasil analisa atau ingin mengubah ataupun

menambah data yang telah diberikan.

2. Transferability (Penerapan/Validitas eksternal) Guna mencapai prinsip

transferability dalam penelitian ini, peneliti bertanggung jawab dalam

membuat laporan hasil penelitian dengan rinci dan memadai sehingga peneliti
41

akan mentransfer hasil penelitian ke subjek lain atau populasi lain dengan

kriteria atau tipologi yang sama.

3. Dependability (Konsistensi / reliabilitas) Dalam penelitian ini peneliti

meminta rekan peneliti dan pembimbing (independen auditor) untuk

mereview aktivitas peneliti selama melakukan penelitian ditempat penelitian

yakni Puskesmas Betun Kabupaten Malaka. Selain itu peneliti juga akan

menginterpretasikan dalam kata-kata kunci, kategori, dan tema dari hasil

wawancara yang telah dibuat dalam transkrip sebelumnya demi mencapai

prinsip dependability.

4. Confirmabiity (Naturalitas / objektivitas). Demi terwujudnya prinsip

confirmability dalam penelitian ini, peneliti mengkomfirmasi semua hasil

penelitian dengan pembimbing 1 dan pembimbing 2 untuk menilai secara

objektif dan netral terhadap hasil temuan peneliti ditempat penelitian. Peneliti

juga akan berusaha untuk menyamakan pandangan atau persepsi dengan

pembimbing 1 dan pembimbing 2 terhadap temuan ditempat penelitian

setelah melakukan wawancara mendalam dengan setiap informan.


BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil penelitian

Bab ini menjelaskan hasil penelitian yang didapatkan dari wawancara

mendalam yang dilakukan peneliti kepada keluarga ( Anak, istri, cucu) yang

merawat lansia dengan TB paru di wilayah puskesmas Betun. Hasil penelitian ini

disampaikan dalam tiga bagian utama yaitu bagian pertama menjelaskan tentang

gambaran umu lokasi penelitian, bagian kedua menjelaskan tentang karakteristik

partisipan, bagian ketiga menjelaskan tentang analisis tema hasil dari wawancara

dan catatan lapangan.

Penelitian ini menggunakan metode colaizzi untuk menganalisis data.

Pertama peneliti membuat transkrip dari rekaman suara partisipan, selanjutnya

peneliti memberikan tanda pada ungkapan partisipan yang penting sebagai

kategori. Kategori-kategori yang didapatkan dianalisis dan dibuat menjadi

subtema-subtema. Berdasarkan subtema-subtema yang ada dikelompokkan lagi

menjadi tema , sehingga pada penelitian ini mengidentifikasi 7 tema yang

menggambarkan tentang pengalaman keluarga merawat lansia dengan Tb Paru

dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

4.1.1. Gambaran umum lokasi penelitian

Lokasi penelitian penelitian ini dilakukan di wilayah Puskesmas Betun yang

memiliki jumlah lansia Tb cukup banyak dengan 42 lansia pada tahun 2021.

Penelitian ini dilakukan kepada keluaraga ( anak,Istri dan Cucu) yang merawat

lansia dengan Tb Paru di wilayah Puskesmas Betun. Puskesmas Betun terletak di

Jl Raya Betun Desa Wehali Kecamatan Malaka Tengah. Puskesmas Betun

42
43

merupakan puskesmas Kota atau puskesmas Utama di Wilayah Kabupaten

Malaka karena terletak ditengah kota Betun yang merupakan ibukota dari

Kabupaten Malaka. Wilayah kerja Puskesmas Betun meliputi 12 Desa dari 17 desa

dalam wilayah Kecamatan Malaka Tengah dengan luas daratan 1.212,01 km 2. Batas-

batasnya:

Gambar 4.1. Denah Lokasi Puskesmas Betun

Sebelah Utara : Kecamatan Malaka Timur.

Sebelah Selatan : Kecamatan Malaka Barat.

Sebelah Barat : kecamatan Sasitamean.

Sebelah Timur : Kecamatan Kobalima dan Laut Timor.

. Wilayah administrasi Kecamatan Malaka Tengah saat ini terdiri dari 17

desa, 12 Desa diantaranya menjadi wilayah binaan Puskesmas Betun. Dengan luas

antara desa bervariasi dimana desa terluas adalah Kateri (18,400 km2) dan
44

Kakaniuk (18,400 km2) sedangkan Desa dengan luas terkecil yaitu Desa Suai (450

ha) dan Harekakae (500ha).

4.1.2. Karakteristik partisipan

Penelitian ini melibatkan 10 orang partisipan yang merawat lansia dengan

Tb Paru. Wawancara mendalam kepada semua partisipan berjenis kelamin

perempuan. Semua partisipan berasal dari beberapa suku yaitu suku fehan, suku

umalawalu, suku lianain yang mampu berbahasa Indonesia , 9 diantara beragama

katholik dan 1 orang kristen protestan. Rentang usia partisipan adalah 28- 56

tahun dengan status cucu, anak kandung dan istri dari lansia tersebut. Rentang

lama partisipan dalam merawat lansia dengan TB antara 3- 6 bulan. Status

pekerjaan partisipan yaitu 2 orang guru, pegawai honorer 1 orang, wiraswasta

sebanyak 2 orang, dan ibu rumah tangga sebanyak 5 orang.


Tabel 4.1. Sebaran Frekuensi

Kode Partisipan P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10


Umur 32 Tahun 36 Tahun 42 Tahun 43 Tahun 53 Tahun 31 Tahun 39 Tahun 48 Tahun 49 Tahun 35 Tahun
Perempu Perempu Perempu
JenisKelamin Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan
an an an
Pendidikan S1 S1 SMA SMA SMP SMA S1 D3 SMP S1
Status Pernikahan Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah
Agama Katholik Katholik Katholik Katholik Kristen Kristen Katholik Katholik Katholik Katholik
Karyawan Wiraswast Karyawa
Pekerjaan Guru IRT IRT IRT Guru IRT PNS
swasta a n swasta
Kode Lansia L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L10
Usia 68 72 61 64 61 66 70 72 64 65
Jenis Kelamin L P L L L P L L L L
Lama Pengobatan 4 bulan 1 bulan 4 bulan 3 bulan 3 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan 3 bulan 6 bulan
Anak Cucu Anak Anak Cucu Anak Anak Anak Anak
Istri
kandung Kandung Kandung Kandung Kandung Kandung Kandung Kandung Kandung

45
4.1.3. Analisis Tema

Pada bagian ini peneliti akan menjelaskan tema-tema yang telah

diidentifikasi dari hasil wawancara mendalam dan catatan lapangan. Tema yang

diperoleh berdasarkan jawaban partisipan dari pertanyaan-pertanyaan yang

mengacu pada tujuan khusus penelitian. Terdapat 7 ( tujuh ) tema utama yang

menerangkan pengalaman keluarga dalam merawat lansia dengan Tb Paru dalam

pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari di wilayah Puskesmas Betun Kabupaten

Malaka. Tema yang telah diperoleh akan diuraikan dengan penomoran mulai dari

tema pertama sampai tema ketujuh.

Tema 1 Bantuan Activity Daily Living

Partisipan dalam penelitian ini menjelaskan kebutuhan sehari-hari lansia

yang dibantu oleh keluarga maupun yang dilakukan oleh lansia itu sendiri

diantaranya, makan, minum obat, BAB, BAK, rata-rata harus dibantu karena

masih dalam keadaan lemas dan faktor usia juga tetapi ada pula yang mandiri dan

bisa melakukan aktivitas sendiri

1. Makan

1). Disiapkan makan

Dalam memenuhi kebutuhan makan lansia terdapat 4 partisipan yang

menyiapkan makanan dan meletakan di meja depan lansia sehingga lansia bisa

makan sendiri, dan memilih makanan sesuai keinginannya sehingga keluarga

harus membantu mempersiapkan makanannya, hal seperti ini disampaikan oleh

P3,P8,P9.

46
47

“Makan ikut dia punya mau suka ini itu, pagi makan bubur, makannya harus

yang rebus-rebus, garam tidak, minyak tidak, makannya pantang sekali, sampai

sekarang garam dan minyak tidak, makannya rebus-rebus saja” (P3)

“ Bapak makan saya siapkan untuk bapak” (P8)

“makan juga kita harus sendok taruh di meja kasih bapatua pu depan bapatua

tinggal makan”(P9)

2). Disuapi

Kebutuhan makan lansia Tb Paru ada kesulitan untuk makan karena

kondisi dimana kurang nafsu makan ada partisipan yang susah untuk makan yaitu

L5 dalam penelitian ini, ada 4 lansia yang disuapi oleh Partispan yaitu

L2,L4,L6,L7. Hal ini dikarenakan lansia dalam kondisi yang masih lemas. Hal ini

disampaikan oleh

“ nenek kan tidak bisa makan sendiri jadi kami harus bantu untuk makan .

(P2)bahasa bakunya kami harus bantu suap

“Makan kita kasih makan” (P4) bahasa bakunya makan kita suapi

Hanya makannya yang harus dipaksa terus, makan bubur saja waktu sakit makan

satu dua sendok saja tapi saya paksakan untuk makan karena kalau tidak makan

nanti tidak sembuh”

Mau makan harus sendok kasih”(P6) Bahasa bakunya mauk makan harus disuapi

“Untuk makan kadang-kadang disuap” (P7)

2. Minum obat

1). Didampingi

Faktor usia membuat lansia sudah mengalami penurunan daya ingat

sehingga dibutuhkan pendampingan dari keluarga untuk menjadi pengawas


48

minum obat untuk menjamin ketepatan ketepatan waktu waktu minum obat,

jumlah yang harus diminum, mengintakan untuk minum, mendampingi lansia

sampai dengan menelan obat, adapun beberapa lansia yang butuh pendampingan

pada saat minum obat diantaranya L1,L3,L5,L7,L8 hal ini diungkapkan oleh.

“Mungkin hanya jam pemberian obat karena obat itu kan harus tepat waktu jadi

itu yang perlu dibantu” (P1)

‘masih tetap kontrol untuk bapak minum obat” (P3)

“minum obatnya mama yang atur karena minum obat paket harus tepat jam

mama harus kasih ingat” (P5)

“Bapak kan sudah minum obat selama 2 bulan ini kadang-kkadang rasa su bosan

juga ibu, jadi kita harus dampingi terus, kita kasih obat berdiri tunggu sampai

bapak minum”( P7)

“Minum obat juga selalu kami ingatkan biar jangan lupa” (P8)

3. Bantuan eliminasi

Pemenuhan kebutuhan eliminasi lansia Tb paru dalam hal ini BAK dan BAB

dalam penelitian ini ada yang perlu dibantu ke kamar mandi dan ada juga yang

pakai pampers.

1). Pakai pampers

Terdapat 2 partisipan yang mmenggunakan pampers sebagai media untuk

lansia Tb buang air kecil maupun besar karena kondisi yang sudah lanjut usia dan

kelemahan fisik karena sakit sehingga memilih untuk BAK dan BAB di tempat

saja.

“kebutuhannya untuk buang air kecil atau buang air besar kami harus bantu

untuk mengganti popok” (P2)


49

“Untuk BAB dan BAK pakai pampers selama dirawat” (P3)

2). Di bawa ke kamar mandi

Terdapat 3 partisipan yang memilih untuk membawa lansia ke kamar

mandi, lansia masih mampu untuk berjalan ke kamar mandi hanya perlu bantuan

P6 mengatakan lansia tidak memakai popok dan dibantu ke kamar mandi,P8

mengatakan tidak pakai popok karena masih bisa aktifitas sendiri seperti biasa, P7

mengatakan lansia tidak ingin pakai popok

“Pergi kamar mandi juga harus dibantu, tidak pakai popok” (P6)

“bapak itu biasanya ke kamar mandi kami kami harus antar bapak ke kamar

mandi, bapak tua tidak mau pakai popok” (P7)

“ ke kamar mandi juga harus dibantu karena bapak sudah tua jadi kita harus

bantu takut sampai sana licin bapak tidak pakai pampers” (P8

Disiapkan
makan
Makan

Disuapi

Tema1 Bantuan activity daily Minum obat Didampingi


living

Pakai
pampers
Kebutuhan
eliminasi
Dibawa ke
kamar mandi

Gambar 4.2 Tema 1 Bantuan Activty Daily Living


50

Tema 2 Dampak yang dirasakan Partisipan

1. Perubahan Fisik

Partisipan dalam penelitian ini merasakan adanya perubahan fisik seperti

capek saat merawat lansia dengan Tb Paru karena harus merawat keluarga dan

lansia yang sakit. Hal ini diungkapkan oleh P6 dan P9

“Rasanya capek karena belum terlalu sembuh” P6

“ rasa capek bapak badannya besar jadi kita angkatnya capek sekali”( P8)

“Capek juga karena di rumah ini saya sendiri dengan suamin dan anak-anak juga

masih kecil , yang urus bapak ini saya sendiri dan suami” P9

2. Perubahan aktivitas

Adapun yang mengorbankan pekerjaannya demi merawat lansia, berhenti

melakukan rutinitas seperti tidak bekerja untuk sementara waktu, hal ini

disampaikan P5, P9

“Sejak bapak sakit saya tidak bisa bekerja bantu cuci di rumah tetangga karena

harus urus bapak” P9

“ cari hidup dengan jualan ini, selama bapak sakit tidak terlalu perhatikan lagi

dagangan” P5

Perubahan capek
Fisik
Tema 2 Dampak yang
dirasakan partisipan
Perubahan Berhenti dari rutinitas
aktivitas pekerjaan
Pekerjaan

Gambar 4.3 Tema 2 Dampak yang dirasakan Partisipan


51

Tema 3 Tahap pengobatan Tb Paru

1. Lama Pengobatan

Pengobatan yang dijalani lansia meliputi dua tahap yaitu tahap awal (intensif)

dan tahap lanjutan di tahap awal pengobatan dua bulan pertama minum obat

setiap hari dan tahap lanjutan pada bulan ketiga sampai dengan bulan keenam

minum obatnya seminggu tiga kali, dalam penelitian ini peneliti menemukan ada

lansia yang dalam pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan hal ini disampaikan

oleh masing-masing partisipan yang merawat lansia.

“empat atau lima bulan” (P1)

“untuk obatnya baru satu bulan” (P2)

“Sekarang sudah empat bulan” (P3)

“sudah masuk bulan ketiga dirawat” (p4)

“minum obatnya baru tiga bulan” (P5)

“ini masuk bulan pertama “ (P6)

“ini sudah dua bulan” (P7)

“sudah masuk bulan ketiga” ( P8)

“su tiga bulan bulan ketiga” (P9)

“sudah bulan keenam Bu” (P10)

2. Jumlah dan warna obat yang diminum

Partisipan dalam penelitian ini masing-masing sudah mengerti untuk jumlah

dan warna obat yang diberikan kepada lansia untuk diminum. Adapun jumlah

yang diberikan bervariasi tergantung berat badan lansia saat pemeriksaan pertama

kali untuk mendapatkan obat paket, dan warna dari obat tersebut.

“sesuai dengan berat badan 2 tablet” (P2)


52

“sekarang yang kuning obatnya” (P3)

“yang kuning 3 tablet sekali minum” (P5)

“Kalau nenek minum obat 3 tablet” (P6)

“Bapak dapat 2 tablet” (P7)

“satu kali minum 3 tablet yang warna kuning obatnya” (P9)

3. Waktu Pemberian

Adapun waktu pemberian obatnya berbeda-beda untuk setiap lansia sesuai

dengan tahap pengobatan, partisipan dengan telaten memberikan obat sesuai

dengan waktu yang sudah dianjurkan oleh petugas puskesmas.

“di pagi hari sesudah makan” (P2)

“setelah makan” (P7)

“pagi hari setelah makan” (P6)

“diminum 1 minggu 3x” (P3)

satu minggu tiga kali senin, rabu,dan jumat”(P5)

“waktu dua bulan pertama itu setiap malam Bu, tapi masuk bulan ketiga sampai

bulan keenam ini minumnya tiga kali dalam seminggu biasanya bapak minum

hari senin,rabu dan jumat “ (P10)

4. Efek Samping

Pengobatan yang dijalani pasien Tb pada umumnya memiliki efek samping

dari obat tersebut, misalnya kencing berwarna merah dan lemas tidak ada nafsu

makan. Hal ini diungkapkan oleh salah satu partisipan ketika pertama kali

memberikan pengobatan Tb pada lansia yang dirawat yaitu partisipan 5

“waktu pertama kali minum obat itu bapak kencingnya berwarna merah tetapi

saat ambil obat petugas jelaskan kalau itu efek dari obat yang diminum jadi agak
53

tenang, kondisi waktu itu bapak juga lemas sekali dan tidak ada nafsu makan”

(P5)

Lama pengobatan

Tahap awal
intensif Jumlah dan warna
Tema 3 Tahap yang diminum
pengobatan
lansia TB paru Waktu pemberian
Tahap
lanjutan
Efek samping

Gambar 4.4 Tema 3 Tahap Pengobatan Tb paru

Tema 4 Perasaan Saat Merawat Lansia Tb

Partisipan dalam penelitian ini mengungkapkan perasaan selama merawat lansia

dengan Tb terdapat 4 uangkapan yaitu,ungkapan sedih, ungkapan kasihan,

ungkapan takut, ungkapan senang, ungkapan capek

1. Kasihan

Ungkapan perasaan kasihan terhadap kondisi yang dialami lansia karena

sudah tua harus minum obat-terus-terus dan juga karena lemas mau buang air atau

ke mana-mana disampaikan oleh P2,P6,P8

“Kasihan, ingat, karena kan sudah tua harus minum obat dengan efek samping

yang berat “ (P2)

“Kasihan lihat nenek karena masih lemas karena mau buang air atau kemana-

mana harus dibantu” ( P6)

Kasihan bapaknya karena setiap hari harus minum obat” (P8)


54

2. Sedih

Ungkapan perasaan sedih partisipan karena sudah tua harus sakit,batu-batuk

dan karena yang sakit adalah orang tuanya disampaikan oleh P4,P7,P8,P10.

“ Sedih karena mamatua batuk terus-terus tiap malam tidak bisa tidur karena

batuk” ( P4)

“Kami sedih karena kami punya orang tua ini” (P7)

“Sedih juga karena bapak sudah umur begini baru kena sakit yang begini kan

kasihan” (P8)

“Sedih karena kenapa sudah tua baru kena sakit seperti ini dan sakitnya pun bisa

menular”( P10)

3. Senang

Ungkapan senang karena setelah minum obat 3 bulan sudah bisa beraktifitas

sendiri disampaikan P4

Setelah minum obat 3 bulan saya sudah merasa senang karena mama sudah bisa

aktifitas kerja sendiri, tidak kerja berat tapi angkat barang yang ringan-ringan

sudah bisa ibu P4)

4. Takut

Keluarga merasa takut saat merawat lansia dalam hal ini takut tertular dan

selain itu karena partisipan punya anak kecil disampaikan oleh P1, P2,P5.

“ Lebih kek takut , was-was kalau anak kecil yang kena Tb lebih parah lagi

karena masih kecil”(P1)

“takut juga karena tahu bahwa penyakit Tb ini bisa menular jadi pasti ada

perasaan was-was juga saat merawat” ( P2).


55

“Takut juga karena menular tapi ada pertolongan dari rumah sakit dan

penjelasan dari dokter untuk bapa punya sakit jadi mama kuat” (P5)

Kasihan

Sedih
Tema 4 Perasaan saat
merawat Senang

Takut

Gambar 4.5 Tema 4 Perasaan saat merawat

Tema 5 Hambatan yang dialami Partisipan

Hambatan yang dialami partisipan selama merawat lansia dengan Tb Paru dalam

penelitian ini dapat berasal dari lansia Tb paru maupun dari partisipan itu sendiri,

sebagian besar partisipan mengalami hambatan selama merawat lansia dengan Tb

Paru yaitu P1,P2,P4,P5,P9,P8

1. Hambatan dari kondisi lansia

1). Susah makan

Kondisi susah makan ini dialami oleh beberapa lansia karena hanya

ingin makan sesuai keinginannya saja. Hal ini diungkapkan oleh P3,P6,P9 sebagai

berikut :

“Bapak tua ini kan makannya pilih-pilih maunya makan yang enak terus” (P9)

“Kita tanya mau makan apa itu susah mau makan, dia bingung , selera makannya

tidak ada “(P6)

“Makan ikut dia punya suka, makannya harus yang rebus-rebus, tidak ada

minyak,tidak ada garam” (P3)


56

2). Malas minum obat

Salah satu hambatan ini datang dari lansia L7, susah untuk menelan obat

karena rasa bosan diungkapkan oleh P7

“Bapak su malas minum obat karena minum tiap hari “ (P7)

2. Hambatan yang dirasakan partisipan

Hambatan yang dirasakan partisipan selama merawat lansia pasca stroke

diantaranya kesulitan keuangan, waktu dan tenaga, hambatan ini dialami oleh

P1,P2,P3,P4,P5,P8,P9.

1). Kesulitan Keuangan

Kesulitan keuangan ini diungkapkan oleh P3,P4,P5,P9 karena tidak

punya pekerjaan hanya sebagai IRT.

“hambatannya yah keuangan saja” (P4)

“hambatan itu ya kebutuhan keuangan, misalnya untuk beli lauk, makan minum

sehari-hari” (P5)

“kesulitan uang karena karena bapak tua makan pilih-pilih jadi harus kasih

keluar uang untuk beli sesuai bapak tua punya keinginan” (P9)

2). Waktu

Hambatan ini dialami oleh P1, P2,P9 karena ada yang harus membagi

waktu antara mengurus lansia, mengambil obat ke puskesmas diungkapkan

sebagai berikut

“butuh waktu ekstra misalnya kerja kita harus antrian untuk ambil obat di

puskesmas” (P1)

“harus bagi waktu untuk rawat nenek misalnya malam tidur tidak cukup karena

harus lihat nenek mau ganti popok”( P2)


57

“Waktu juga karena kadang-kadang saya tidak pi kerja karena harus urus bapa

tua” (P9)

3). Tenaga

Salah satu hambatan dari partisipan dalam penelitian ini adalah tenaga

karena jaga sendirian.

“Sakit pertama itu bukan hanya bapak sendiri tapi saya juga sakit sehingga tidak

ada yang jaga dan rawat kami berdua” P5

“mungkin karena bapak sudah tua jadi kita bantu aktifitasnya seperti ke kamar

mandi harus papah dulu baru jalan” (P8)

Susah makan
Hambatan dari
kondisi lansia
Malas minum obat
Tema 5
Hambatan yang
dialami Kesulitan keuangan
partisipan
Hambatan dari Waktu
partisipan

Tenaga

Gambar 4.6 Tema 5 Tahap Pengobatan Tb paru

Tema 6 Solusi Dari Hambatan

Solusi yang dilakukan partisipan dalam penelitian ini untuk mengatasi

hambatan yang dialami bervariasi yaitu

1. Meminta Bantuan

Solusi meminta bantuan dalam mengatasi hambatan yang dialami partisipan

selama merawat lansia Tb Paru disampaikan oleh P1, P3,P4,P8


58

“Kalau obat mau habis kita tentukan tanggal sekian yang tidak sibuk dia yang

harus ambil obat jadi saya gantian dengan adik”(P1)

“Saya sering minta di anak-anaknya yang lain jadi merekan bantu saya untuk beli

pampers” (P3)

“Harus telepon ke adik-adik yang merantau supaya kirim uang” (P4)

“Minta bantuan suami atau mama” (P8)

2. Pinjam Uang

Partisipan meminta pinjaman ke keluarga atau ke koperasi simpan pinjam

juga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari diungkapkan oleh P9

“Kadang kami minta pinjam keluarga,kadang ya kami pinjam juga dari

koperasi” ( P9)

3. Dibujuk

Kondisi dimana lansia susah untuk makan dan untuk minum obat sehingga

partisipan harus membujuk agar mau makan dan minum obat, hal ini

diungkapkan P6, P7.

“Dibujuk kebanyakan dia mau makan bubur”(P6)

“ dibujuk kadang pakai ancam sedikit kalau tidak mau minum obat biar kami

kasihtinggal bapak sendiri di rumah” ( P7)

4. Menu makan dirubah

Lansia susah makan, tidak ada selera makan hanya ingin makan sesuai

keinginannya sehingga partisipan berinisiatif mengubah menunya agar kansia mau

makan, diungkapkan oleh P6

“Makannya tidak terlalu banyak kita rubah menunya” (P6)


59

Meminta bantuan

Meminta pinjaman
Tema 6 Solusi dari
hambatan
Dibujuk

Menu makanan
diubah
Gambar 4.7 Tema 6 Tahap Pengobatan Tb paru

Tema 7 Harapan Partisipan Terhadap Lansia

Dalam pengobatan ini partisipan punya harapan besar terhadap lansia agar

lekas sembuh dan kembali beraktifitas kembali seperti biasa, diungkapkan oleh P1

sampai 10

“semoga bapak bisa sembuh” (P1)

“harapannya pasti semoga cepat sembuh” (P2)

“bapak sembuh total biar bisa jalan sendiri” ( P3)

“semoga cepat sembuh bisa jaga cucu cecenya” ( P4)

“harapannya sembuh makanya kami berusaha supaya bapak cepat sembuh” (P5)

“harapannya nenek bisa sembuh supaya aktifitas kembali normal”(P6)

“ semoga pemeriksaan setelah minum obat dikatakan negatif supaya bapak bisa

aktifitas” (P7)

“bisa cepat sembuh bapak bisa kembali pulih bisa beraktifitas seperti biasa” (P8)

“semoga bapak cepat sembuh berharap semua berjalan normal kembali” (P9)

“ semoga bapak lekas sembuh dan aktifitas seperti biasa” (P10)


60

Harapan partisipan Sembuh


terhadap lansia

Gambar 4.8 Tema 7 Tahap Pengobatan Tb paru

4.1.4. Skema Tema Keseluruhan

1. Skema TUK 1

Gambar 4.9 Skema Keseluruhan Tema dari Tujuan Khusus 1


61

2. Skema TUK 2

Gambar 4.10 Skema Keseluruhan Tema dari Tujuan Khusus 2

3. Skema TUK 3

Gambar 4.11 Skema Keseluruhan Tema dari Tujuan Khusus 3


62

4.2. Pembahasan

Peran keluarga sangat penting terhadap pemutusan rantai penularan TBC

Paru dan setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam pemeliharaan dan

meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, dan lingkungan. Peran

keluarga juga diperlukan dalam tahap-tahap perawatan kesehatan mulai dari

tahap pengobatan sampai dengan tahap rehabilitasi, karena salah satu anggota

keluarga yang mendapat masalah kesehatan maka memungkinkan munculnya

faktor risiko pada anggota keluarga yang lain (Siti Solihat Holida, 2018). Ketika

manusia memasuki masa tua, mereka mulai mengalami perubahan fisik, mental

sosial dan kesehatan, banyak lansia yang merasa sendirian, frustasi, dan

kehilangan kepercayaan diri (Osman et al, 2012).

Pengobatan memerlukan pengawasan yang intensif mengingat sikap lansia

yang sulit akan minum obat. Obat-obatan ini dapat memberikan efek samping

ringan yang dapat disebabkan oleh salah satu atau beberapa dari antibiotik anti-TB

tersebut. Efek samping tersebut mulai dari gangguan nafsu makan, mual, sakit

perut, nyeri sendi, panas di kaki, urin merah yang mana dapat ditangani dengan

kiat sederhana, sampai efek samping berat seperti gatal dan merah di kulit,

vertigo, tuli, gangguan penglihatan, sampai syok yang mana pengobatan tersebut

perlu dihentikan.Mual dan pusing merupakan efek samping obat anti-TB yang

sering terjadi yang biasanya disebabkan oleh rifampicin. Untuk mengatasi hal ini,

pasien dapat mengganti jadwal konsumsi obat pada malam hari sesudah makan.

Akan tetapi, jadwal konsumsi ini harus rutin dan sama setiap harinya (Denih Agus

Setia Permana , A.F. Yanti, 2019)


63

Motivasi dari keluarga dapat memberikan dukungan untuk berobat secara

tuntas juga memengaruhi kepatuhan pasien untuk mengkonsumsi obat.

Penanganan TB paru sangat memerlukan dukungan dan peran dari keluarga untuk

mencapai keberhasilan pengobatan. Pengobatan TB paru merupakan pengobatan

jangka panjang. Selama pengobatan, pasien harus benar-benar disiplin dalam

meminum obat dan melakukan kontrol ke dokter secara rutin sampai dianggap

sembuh total. Pengobatan memerlukan pengawasan yang intensif mengingat sikap

lansia yang sulit akan minum obat. Sehingga tujuan peneliti mendeskrispsikan

pengalaman keluarga dalam merawat lansia dengan TB paru. Pengaruh yang

muncul akibat berbagai perubahan pada lansia tersebut jika tidak teratasi dengan

baik, cenderung akan memengaruhi kesehatan secara menyeluruh. Kesehatan dan

permasalahan fisik yang terjadi pada lansia erat kaitannya dengan perubahan

psikososialnya (Fadhlia and Sari, 2022).

Pada penderita Tuberkulosis paru, peran keluarga sangat dibutuhkan

khususnya dalam memberikan perawatan, tidak hanya perawatan secara fisik akan

tetapi juga perawatan secara psikososial. Peran keluarga sangat penting sebagai

motivator, edukator dan pemberi perawatan terhadap anggota keluarganya yang

menderita tuberkulosis paru. Hal tersebut juga didukung dengan hasil penelitian

Hannan Mujib bahwa peran keluarga untuk perawatan pasien TB paru sangat

penting. Semua riset partisipan berperan dalam pendampingan anak setiap hari.

Peran keluarga yang dimaksud adalah seberapa besar perhatian yang

diberikan oleh setiap angggota keluarga pada penderita penyakit TB Paru dalam

hal terapi pengobatan. Keluarga harus aktif dalam ikut merawat penderita,

bagaimana keluarga mencari pertolongan dan mengerti tentang perawatan yang


64

diperlukan penderita, sikap keluarga terhadap penderita, keaktifan keluarga

mencari informasi tentang perawatan terhadap penderita. Hal ini dikarenakan

keluarga merupakan orang terdekat dari penderita dan juga sesuai dengan salah

satu fungsi keluarga yaitu memberikan perawatan pada anggota keluarga yang

sakit (Lailatul, Rohmah and Wicaksana, 2015).

Hasil penelitian ini mengidentifikasi 7 tema. Tema - tema tersebut

diidentifikasi berdasarakan tujuan penelitian secara umum adalah untuk

mengekplorasi pengalaman keluarga dalam merawat lansia dengan Tb Paru.

Tujuan penelitian tersebut digambarkan pada 6 tema berdasarkan hasil wawancara

mendalam yaitu ungkapan perasaan partisipan dalam merawat lansia Tb paru,

activity daily living, tahap pengobatan lansia,hambatan yang dialami, solusi dari

hambatan dan harapan partisipan terhadap lansia.

4.2.1 Tema 1 Bantuan Activity Daily Living

Activity Daily Living merupakan kegiatan melakukan pekerjaan rutin

sehari-hari meliputi antara lain ke toilet, makan minum, berpakaian, mandi dan

berpindah tempat dalam penelitian ini Daily activity yang diteliti adalah aktivitas

ke toilet, makan dan minum obat. Pada partial care ini dimana lansia masih bisa

melakukan aktifitas tetapi harus dibantu oleh partisipan untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari seperti makan, minum obat, ke kamar mandi untuk buang

air kecil dan buang air besar.

Ada beberapa lansia yang tidak mampu melakukannya sendiri dan harus

dibantu oleh keluarga. Untuk makan dalam penelitian ini terdapat satu lansia

yang susah makan yaitu L5, hal ini diungkapkan oleh anaknya yaitu P5 bahwa

makannya harus dipaksa makan karena tidak ingin makan makan, makannya
65

terkadang Cuma sedikit satu sampai dua sendok saja, adapun yang harus

makannya disiapkan P3 mengatakan kalau makan harus sesuai keinginan sehingga

harus masak dan menyiapkan sesuai keinginannya, P8 mengatakan kalau untuk

makan bapaknya harus disiapkan terlebih dahulu dan P9 mengatakan kalau

makanan harus diletakkan diatas meja sehingga bapaknya tinggal makan saja, ada

beberapa lansia yang selalu dibantu untuk makan misalnya makannya harus

disuapi P2 mengungkapkan bahwa neneknya tidak bisa makan sendiri jadi harus

dibantu untuk disuapi, P4 mengatakan kalau untuk makan masih disuapi, P6

mengatakan kalau mau makan hmasih harus disendok oleh partisiapan P7

mengatakan kadang-kadang makan disuapi.

Minum obat dalam penelitian ini diketahui bahwa untuk minum obat lansia

perlu didampingi sehingga tidak terlambat saat minum obat dan tidak putus,

adapun lansia yang tidak ingin minum obat karena sudah bosan setiap hari harus

minum obat namun tetap dipaksa untuk minum obat agar minumnya sampai

tuntas, P1 mengatakan selalu mendampingi bapaknya karena minum obat harus

tepat waktu, P3 mengatakan tetap mengontrol bapak untuk minum obat dan P5

mengatakan bahwa selalu diingatkan minum obatnya. P7 mengatakan saat minum

obat harus ditungguin karena bosan minum obat sehingga tidak ingin minum

obatnya.

Faktor usia membuat lansia tidak bisa beraktifitas sepenuhnya ke kamar

mandi apalgi dalam kondisi yang tidak sehat, keluarga adalah orang yang akan

selalu mendampingi lansia untuk melakukan aktivitas eliminasi baik itu buang air

kecil maupun buang air besar, adapun beberapa lansia yang tidak bisa ke kamar

mandi karena masih lemah, sehingga dipakaikan pampers oleh partisipan ini
66

terjadi pada L2, L3 yang diungkapkan oleh P2 bahwa untuk kebutuhan buang air

harus bantu menggantikan popok. P3 untuk BAK dan BAB pakai popok selama

dirawat.

Ada lansia yang tetap memilih untuk ke kamar mandi karena masih mampu

dan tidak ingin pakai pampers diungkapkan oleh P6 harus dibantu saat ke kamar

mandi karena tidak pakai popok, P7 bapaknya masih bisa ke kamar mandi dan

tidak ingin pakai popok, P8 bapak tidak pakai pampers dibantu untuk ke kamar

mandi karena kondisi lansia yaang sudah tua takut kamar mandinya licin tetapi

tetap dibantu untuk diantar ke kamar mandi oleh partisipan. Pada penelitian ini

terdapat lansia yang masih mampu untuk melakukan aktifitas eliminasinya secara

mandiri tanpa bantuan dari keluarga sehingga keluarga hanya bisa mengontrol

tanpa harus membantu untuk mengantarkan ke kamar mandi atau mengganti

pampers, ungakapan ini disampaikan oleh P1 mengatakan kalau bapaknya masih

mandiri untuk ke kamar mandi, P5 mengatakan suaminya tidak separah itu buang

air masih bisa sendiri ke kamar mandi, P9 mengatakan masih bisa jalan ke kamar

mandi sendiri, P10 bahwa lansia masih sangat mandiri dan bisa beraktifitas seperti

biasa termasuk ke kamar mandi.

Proses penuaan yang dialami lansia menyebabkannya kesulitan dalam

melaksanakan kegiatannya sehari hari secara mandiri apalagi dalam keadaan yang

tidak sehat sehingga cenderung bergantung pada orang lain. Orang lain yang

merawat para lansia ini bisa disebut sebagai caregiver dimana ia melakukan

penyediaan kebutuhan dasar dan kebutuhan sehari-hari, memberi perhatian,

bantuan, kenyamanan, perlindungan, serta pengawasan terhadap orang lain yang


67

memerlukan bantuan dikarenakan ia mengalami sakit atau dalam kondisi tidak

mampu merawat dirinya sendiri .

Caregiver juga mengalami tuntutan dalam memenuhi kebutuhan lansia

dalam hal nutrisi, istirahat, eliminasi (seperti buang air kecil dan besar) dan juga

kebersihan (A’yun and Darmawanti, 2022). Proses penuaan menyebabkan lansia

sulit untuk melakukan Activity Daily Life (ADL) secara mandiri dan menjadi

tergantung pada orang lain. Banyak lansia yang sulit beradaptasi dengan proses

penuaan, merasa sendirian, frustasi, depresi dan kehilangan kepercayaan diri

sehingga mempengaruhi kualitas hidup mereka (Osman et al, 2012). (Prabasari,

Juwita and Maryuti, 2017). Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga

berperan penting dalam merawat lansia dengan Tb paru di mana segala bentuk

aktivitas lansia yang tidak dapat dilakukan secara mandiri akan dibantu oleh

keluarga untuk memperlancar pemenuhan kebutuhan aktivitas lansia sehar-hari

seperti makan, minum obat dan kebutuhan untuk buang air besar dan buang air

kecil serta mandi.

4.2.2 Tema 2 Dampak yang timbul

Hasil penelitian ini didapatkan partisipan mengungkapkan perubahan yang

dialaminya karena harus merawat lansia yang sedang sakit. Adapun partisipan

yang harius bekerja namun harus meninggalkan pekerjaannya demi merawat

lansia yang sakit hal ini disampaikan oleh P9 dan ada juga partisipan yang

mengalami kelelahan fisik dimana merasa capek karena sendirian harus mengurus

lansia terlebih lansia yang tidak dapat melakukan aktifitasnya sendiri atau harus

dengan bantuan tanpa bergantian dengan keluarga hal ini disampaikan oleh P5.
68

Keluarga adalah orang terdekat lansia sehingga keluargalah yang akan

merawat dan berperan sebgai caregiver bagi lansia Tb paru, namun banyak

masalah yang muncul pada keluarga ketika merawat lansia Tb paru seperti

masalah fisik, aktifitas ,mental sosial dan termasuk kebutuhan gizi ini semakin

hari semakin meningkat ( taehan et al. 2018 ). Dukungan perawatan akan penuh

kepada lansia dilihat dari jumlah anggota keluarga yang bisa merawat dan adanya

bantuan dari luar seperti pembagian tugas dengan anggota keluarga lainnya.

Keluarga bertanggung jawab penuh dalam merawat lansia sehingga perlu dalam

konisi yang sehat dan stabil maka diberikan edukasi agar bisa bergantian untuk

merawat lansia dengan Tb sehingga tidak menimbukn dampak merugikan pada

keluarga yang merawat agar kebutuhan lansia dengan Tb terpenuhi (Rahmi and

Yoanita Suryani, 2020)

4.2.3 Tema 3 Tahap pengobatan Lansia Tb Paru

Pengobatan Tb paru terdapat dua tahap yaitu tahap awal (intensif) dan tahap

lanjutan. Dalam penelitian ini diidentifikasi terdapat partisipan yang merawat

lansia Tb paru pada tahap insentif dan tahap lanjutan beberapa partisipan yang

merawat lansia tahap awal ( intensif ) dengan rutin memberikan obat anti

tuberculosis di mana untuk dua bulan pertama lansia harus minum setiap hari

sesuai dosis yang diberikan dari puskesmas, ini dilakukan oleh P2 mengatakan

sudah merawat selama dua bulan untuk dosis pemberiannya sebanyak 2 tablet, P6

mengatakan baru pengobatan pada bulan pertama dan jumlah yang diberikan

sebnayak 3 tablet, P7 mengatakan sudah dua bulan minum obat dengan jumlah 2

tablet sekali minum.


69

Pada tahap lanjutan pada penelitian ini untuk pengobatan lanjutan diberikan

mulai dari bulan ketiga sampai selesai pengobatan enam bulan. Ada beberapa

lansia yang sudah dalam pengobatan tahap lanjutan, hal ini diungkapan oleh

masing-masing partisipan yang merawat lansia diantaranya ada P1 mengatakan

bapaknya sudah minum obat sekitar empat bulan dengan durasi pemberian 1

minggu 3 kali minum ,P3 mengatakan kalau sudah minum empat bulan

minumnya warna yang kuning pada hari senin rabu dan jumat ,P4 mengatakan

sudah merawat bulan yang ketiga , P5 mengatakan minum obatnya baru tiga bulan

yang kuning seminggu tiga kali ,P8 mengatakan sudah tiga bulan minum obat dan

P10 mengatakan sudah minum obat memasuki 6 bulan dan biasanya diminum

setiap senin rabu dan jumat, semua masih berjalan dengan rutin.

Penyakit TB paru merupakan penyakit yang dapat disembuhkan. Pengobatan

TB paru memerlukan waktu selama 3 bulan sampai dengan 1 tahun. Strategi

penyembuhan TB paru jangka pendek dapat dilakukan dengan pengawasan secara

langsung, menggunakan strategi Directly Observed Treathment Short-course

(DOTS), maka proses penyembuhan TB paru dapat berlangsung secara cepat.

yang diberikan setiap hari pada 2 bulan pertama dilanjutkan dengan isoniazid dan

rifampisin yang diberikan setiap hari pada 4 bulan berikutnya. Besarnya dosis

ditentukan berdasarkan berat badan anak. Penggunaan OAT harus teratur sesuai

waktu yang ditentukan, jika tidak teratur akan menimbulkan Multi Drugs

Resistence (MDR) jika pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan

komplikasi berbahaya hingga kematian.

Motivasi dari keluarga dapat memberikan dukungan untuk berobat secara

tuntas juga mempengaruhi kepatuhan pasien untuk mengkonsumsi obat. Hal


70

tersebut didukung dengan penelitian Hendiani N, Sakti H, Widayati CG

didapatkan hasil bahwa ada hu antara persepsi dukungan keluarga sebagai

pengawas minum obat dan efikasi diri penderita Tuberculosis di BKPM

Semarang. Penanganan TB Paru sangat memerlukan dukungan dan peran dari

keluarga untuk mencapai keberhasilan pengobatan. Pengobatan TB paru

merupakan pengobatan jangka panjang. Selama pengobatan, pasien harus benar-

benar disiplin dalam meminum obat dan melakukan kontrol ke dokter secara rutin

sampai dianggap sembuh total (Dary, Puspita and Mela, 2018). Keluarga

merupakan faktor utama dalam pengobatan lansia dengan Tb paru karena keluarga

sebagai caregiver atau pengawas minum obat lansia yang akan memastikan

ketepatan waktu pemberian obat, jumlah yang diminum, efek samping obat dan

pengetahuan lainnya yang berhubungan dengan pengobatan lansia dengan Tb

paru.

4.2.4 Tema 4 Perasaan selama merawat

Partisipan dalam penelitian ini mengungkapkan perasaannya selama

merawat lansia dengan Tb Paru diantaranya, ungkapan kasihan, sedih, senang,

takut,capek,campur aduk. Adapun Ungkapan perasaan kasihan yang

teridentifikasi dalam penelitian ini, terdapat 2 partisipan mengungkapkan kasihan

terhadap kondisi lansia Tb Paru yang dirawatnya yaitu P6 mengatakan kasihan

melihat neneknya karena masih lemas sehingga harus dibantu jika mau ke mana-

mana dan P8 mengungkapkan kasihan melihat bapaknya harus minum obat

Ungkapan perasaan sedih selama merawat lansia Tb Paru disampaikan oleh P4

mengatakan sedih karena setiap malam ibunya batuk terus dan tidak bisa tidur, P7
71

sedih karena orang tua mereka yang sakit,P8 dan P10 mengatakan karena sudah

tua harus mengalami sakit.

Adapun ungkapan senang ini disampaiakan juga oleh P4 karena setelah

minum obat tiga bulan lansia sudah bisa aktifitas sendiri seperti mengangkat

barang yang ringan-ringan. Perasaan takut didapatkan beberapa partisipan

mengungkapkan rasa takut mereka terhadap penyakit ini karena mereka tahu

bahwa penyakit Tb Paru ini dapat menular, ungkapan ini disampaikan oleh P1

yang sangat khawatir dengan anak-anaknya karena takut anak-anaknya tertular,

dan P5 mengungkapkan bahwa takut tertular tetapi sudah kuat karena ada

penjelasan dari dokter. Ada juga partisipan yang mengungkapkan perasaan capek

mereka diantaranya ada P6 mengeluh capek karena neneknya belum terlalu

sembuh P9 mengungkapkan perasaan capeknya karena harus mengurus bapaknya

sendiri dan ada ungkapan campur aduk dimana P2 mengatakan kasihan terhadap

lansia karena harus terus minum obat tapi takut juga penyakit ini karena bisa

menular.Beban caregiver dalam perawatan lansia dapat berasal dari internal dan

eksternal. Beban internal dapat berupa beban fisik (capek dan pegal) dan beban

psikologis (marah) sedangkan beban eksternal berasal dari perilaku lansia dan

pekerjaan ganda yang harus dilakukan caregiver.

Menurut Mace dan Rabins (2006) menjelaskan bahwa caregiver burden

karena merawat lansia dapat menimbulkan dampak fisik, psikologi, emosional,

sosial dan financial pada keluarga yang merawatnya. Keluarga mengalami

kelelahan sehingga dapat muncul stres dan marah, akibat perubahan perilaku pada

lansia maka keluarga menjadi stres emosional (Prabasari, Juwita and Maryuti,

2017). Berbagai ungkapan perasaan partisipan ini merupakan respon emosional


72

dari keluarga yang merawat lansia tersebut yang menunjukkan bahwa keluarga

mampu mengenali perasaanya sendiri saat merawat lansia dengan Tb Paru

sehingga dapat merawat lansia dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung

jawab .

4.2.5 Tema 5 Hambatan yang dialami partisipan

Hasil penelitian ini mengidentifikasi dua hambatan yaitu hambatan yang

datang dari lansia itu sendiri dan hambatan dari partisipan itu sendiri, adapun

hambatan yang datang dari lansia itu sendiri teridentifikasi seperti tidak ingin

makan, tidak ingin minum obat dan tidak bisa ke kamar mandi, hal ini

disampaikan oleh P9 mengatakan bahwa bapaknya makan pilih-pilih hanya ingin

makanan yang enak-enak, P6 mengatakan susah makan karena selera makannya

tidak ada, P3 mengatakan makan harus rebus-rebus tanpa garam dan sesuai

keinginanya. Ada salah satu lansia yang tidak ingin minum obat karena sudah

bosan dengan obat setiap hari harus minum obat diungkapkan oleh P7. Hambatan

dari partisipan sendiri ada beberapa hambatan seperti kesulitan keuangan yang

disampaikan oleh beberapa partisipan dianataranya P4 mengatakan hambatannya

hanya keuangan saja yang lain tidak ada, P5 mengatakan hambatannya kebutuhan

keuangan untuk beli kebutuhan sehari-hari, P9 mengatakan kesulitan keuangan

karena bapaknya makan selalu pilih-pilih sehingga harus mengeluarkan uang

untuk memenuhi keinginan bapak.

Habatan lain yang dirasakan oleh partisipan adalah waktu, seperti

disampaikan oleh P1 mengatakan butuh waktu ekstra untuk merawat contohnya

seperti harus mengantri obat ke puskesmas sedangkan harus bekerja, P2

mengatakan harus mengurus wajtunya sehingga pada saat orang lain bekerja dia
73

tidak bisa bekerja karena harus mengurus bapaknya. Hambatan lain adalah tenaga

salah satu yang dikeluhkan adalah tenanga hal ini disampaikan oleh P8

mengakatakan capek karena butuh tenaga untuk mengantar dan mengurus bapak

karena sudah tua.

Tuntutan yang dirasakan oleh caregiver dalam perawatan lansia berupa

pemenuhan nutrisi (klien tidak suka makan, sulit makan, melanggar pantangan

makan dan lupa aktivitas makannya). Menurut Maslow dan Suhartini (2004)

dalam memenuhi tuntutan dari lansia, keluarga (caregiver) harus mengetahui

tentang apa saja kebutuhan yang diperlukan oleh lansia yang dirawatnya. Menurut

Mace dan Rabins (2006) menjelaskan bahwa caregiver burden karena merawat

lansia dapat menimbulkan dampak fisik, psikologi, emosional, sosial dan financial

pada keluarga yang merawatnya. Keluarga mengalami kelelahan sehingga dapat

muncul stres dan marah, akibat perubahan. (Prabasari, Juwita and Maryuti, 2017).

Berbagai macam hambatan yang dialami oleh partisipan baik itu hambatan dari

lansia ataupun partisipan itu sendiri, sehingga keluarga lebih mengetahui apa yang

seharusnya dibutuhkan dalam merawat lansia dengan Tb tersebut, dengan

demikian partisipan dapat mencari solusi untuk hambatan tersebut guna

memperlancar perawatan lansia untuk kesembuhan lansia tersebut.

4.2.6 Tema 6 Solusi dari hambatan

Penelitian ini mengidentifikasi beberapa solusi dari hambatan yang dialami

lansia maupun partisipan seperti meminta bantuan kepeda saudara atau keluarga

lainnya hal ini disampaikan oleh P1 mengatakan kalau obat bapaknya habis maka

mengatur jadwal untuk mengambilnya pada saat itu siapa yang tidak sibuk maka

mengambil obat tersebut ke puskesmas, P3 mengatakan sering meminta bantuan


74

pada anak-anak lain bantu untuk membelikan pampers karena partisipan mengaku

tidak sanggup kalau terus beli pampers, P4 mengatakan menelepon ke adaik-adik

yang merantau biar dikirimkan uang untuk belanja kebutuhan sehar-hari, dan P8

meminta bantuan kepada suami untuk membantu merawat orang tuanya. Solusi

berikutnya adalah meminta pinjaman disampaikan oleh P9 bahwa ketila kesulitan

uang maka partisipan meminta pinjaman ke keluarga atau meminjam di koperasi

harian. Solusi untuk lansia yang susah makan adalah dilakukan perubahan menu

makananya P6 mengatakan setiap kali makan tidak terlalu banyak sehingga kita

mengubah menu makannya.

Ketika pasien menderita penyakit TB Paru kurang di dukung oleh

lingkungan ataupun keluarganya maka akan berdampak pada tingkat kesembuhan

pasienya, sedangkan pengobatan tb paru yang harus dijalaninya selama minimal 6

bulan, pasien TB paru harus meminum obat dalam jumlah banyak serta dalam

waktu yang lama disinilah dukungan lingkungan atau keluarga sangat di butuhkan

oleh pasien TB paru, agar selalu rutin dan teratur minum obat pada saat

penyembuhan penyakit Tb parunya, dan penderita TB Paru tidak mengalami putus

obat. Notoatmodjo (2014)

Dukungan keluarga adalah suatu kegiatan yang berorientasi untuk

meningkatkan fungsi keluarga dengan landasan membesarkan anak dan kegiatan

keluarga lainnya dalam suatu sistem dan sumber daya yang mendukung (baik

formal maupun informal) (Daly et al., 2015). Dukungan keluarga merupakan

suatu strategi pendekatan untuk bekerja sama dengan anak-anak dan keluarga

dapat berarti membantu dengan sukarela untuk diri sendiri atau untuk anggota
75

keluarga untuk memenuhi kebutuhan akhirnya menguntungkan individu.(Silaen,

2022).

Proses pengobatan TB paru memerlukan waktu minimal 6 bulan sehingga

memerlukan kedisplinan penderita TB dalam minum obat sampai dengan selesai

masa pengobatan, peran PMO sangat penting dalam mengawasi pengobatan dan

memastikan konsumsi obat secara benar (Hernawan et al., 2019). Keluarga yang

bertugas sebagai PMO tidak hanya mengawasi pasien dalam minum obat tapi juga

seharusnya mampu memberikan edukasi tentang penyakit TB Paru pada anggota

keluarganya yang lain sehingga rantai penularan dapat diputus. Peningkatan

pengetahuan PMO dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya. jenjang pendidikan

dikaitkan dengan kemampuan dalam menerima informasi yang tentunya lebih

baik (Atmojo, 2017; Pratama et al., 2018) (Rachmi and Sartiya, 2020). Keluarga

berusaha semaksimal mungkin sehingga semua kebutuhan lansia tersebut

terpenuhi agar proses pengobatan lansia dapat berjalan dengan baik, berbagai

upaya dilakukan oleh keluarga dalam memenuhi kebutuhan lansia.

4.2.7 Tema 7 Harapan Pertisipan terhadap lansia

Partisipan mengungkapkan harapan terhadap lansia dengan Tb Paru

harapan untuk sembuh dan kembali beraktifitas normal, harapan ini disampaikan

oleh P1 sampai P10 dengan harapan yang sama agar orang tua mereka diberikan

kesembuhan kesehatan dan kembali beraktifitas seperti biasanya.

Dukungan sosial cukup berpengaruh terhadap kebermaknaan hidup. Hal ini

dijelaskan Sedjati (2013) bahwa motivasi, informasi, pemenuhan yang diberikan

terutama oleh keluarga cukup berpengaruh untuk individu yang bersangkutan.

Individu memperoleh dukungan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dan


76

aktualisasi diri sehingga kebutuhan akan keberartian atau kebermaknaan dalam

hidupnya terpenuhi. Individu yang memperoleh dukungan sosial dengan baik dari

keluarga dan lingkungan sosialnya akan lebih bersemangat dalam mengatur

hidupnya untuk berusaha lebih baik, untuk penderita tuberkulosis misalnya

dukungan sosial dapat membantu individu untuk berjuang mendapatkan

kesembuhan dan menjalankan aktivitas normalnya seharihari secara baik.

Sedangkan individu yang kurang mendapatkan perhatian, arahan, informasi dari

keluarga akan menjadi kurang bersemangat dalam mengatur hidupnya. Dukungan

keluarga yang diterima penderita penyakit TB dipengaruhi oleh penilaiannya

terhadap peran keluarga sendiri dalam mendorong kesembuhan. Terlebih lagi

peran keluarga sebagai PMO, keluarga harus mendorong kesembuhan penderita

dengan baik. Persepsi terhadap dukungan keluarga sebagai Pengawas (Rahmayuni

et al., 2019). Semua keluarga mempunyai harapan yang sama untuk kesembuhan

untuk lansia dengan Tb paru dengan pengawasan keluarga dalam pengobatan

diharapkan lansia dapat sembuh tuntas dalam pengobatan Tb ini.

4.3. Keterbatasan penelitian

Selama melaksanakan penelitian, peneliti mengalami beberapa kendala

sehingga sedikit berpengaruh terhadap hasil penelitian.

1. Bahasa yang digunakan adalah bahasa daerah setempat yang dipadukan

dengan bahasa timor leste (portugis), sehingga peneliti kesulitan untuk

menerjemahkan dan akhirnya peneliti memutuskan untuk memilih partisipan

yang bisa berbahasa indonesia dengan baik.

2. Peneliti mendapatkan partisipan yang tidak ingin terlalu banyak ditanya atau

lebih tertutup atau jawabannya singkat.


77

3. Cuaca yang terlalu panas membuat para partisipan merasa tidak ingin terlalu

lama untuk diwawancarai.


78

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran yang berhubungan

dengan penelitian yang dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan

gambaran secara mendalam pengelaman keluarga merawat lansia dengan TB

paru dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan pengalaman keluarga dalam

merawat lansia dengan TB Paru dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari

adalah sebagai berikut:

1. Disimpulkan bahwa peran keluarga sebagai PMO bagi pasien TB Paru dalam

mengawasi, memotivasi, memastikan pemeriksaan ulang sputum, dan

memberikan edukasi kepada pasien TB, akan membantu proses kesembuhan

bagi pasien TB Paru.

2. Terdapat berbagai macam ungkapan perasaan yang dirasakan oleh keluarga

dalam merawat lansia dengan Tb paru, hal ini merupakan respon emosional

dari keluarga yang merawat lansia tersebut yang menunjukkan bahwa

keluarga mampu mengenali perasaanya sendiri saat merawat lansia dengan

Tb Paru sehingga dapat merawat lansia dengan sungguh-sungguh dan penuh

tanggung jawab.

3. Keluarga yang merawat lansia dengan Tb Paru sangat memahami bagaimana

proses pendampingan pengobatan Tb namun dengan demikian adapun

hambatan-hambatan yang dialami keluarga dari lansia tersebut namun


79

semuanya dapat diselsaikan dengan berbagai upaya yang merupakan bentuk

dukungan keluarga terhadap lansia Tb paru.

4. Harapan dan keyakinan dari keluarga sangat besar untuk kesembuhan lansia

sehingga keluarga akan berupaya merawat lansia agar kedepannya bisa

sembuh total dan tidak menularkan kepada orang lain.

5.2. Saran

1. Bagi Pelayanan Kesehatan

1.) Perlu adanya promosi kesehatan terkait dengan perawatan keluarga

terhadap lansia dengan Tb Paru untuk meningkatkan kesembuhan lansia

Tb paru.

2.) Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar

merancang program dalam meningkatkan kualitas hidup lansia dengan

Tb Paru.

3.) Diharapkan bagi petugas kesehatan mampu memberikan pelayanan yang

terbaik serta memberikan informasi yang berhubungan tentang penyakit

TB Paru kepada keluarga dan pasien TB Paru.

2. Bagi Partisipan

1). Perlu adanya dukungan dari anggota keluarga lain dalam memberikan

dukungan selama merawat lansia dengan Tb Paru.

2). Bagi keluarga pasien diharapkan lebih meningkatkan pengawasan

pengobatan pasien TB Paru dan menjalankan peran keluarga sebagai

pengawas menelan obat dengan selalu mengikuti pasien TB paru untuk

kontrol ke puskesmas serta terus memberikan edukasi dengan tepat.


80

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

1.) Peneliti disarankan untuk menggali lebih dalam tentang fenomena

dalam pengalaman keluarga merawat lansia dengan Tb Paru

2.) Peneliti diharapkan kemampuannya dalam melakukan wawancara

mendalam dan menganalisa tema lebih ditingkatkan.


81

DAFTAR PUSTAKA

A’yun, D.Y.Q. and Darmawanti, I. (2022) ‘Pengalaman Caregiver Informal


Dalam Merawat Lansia Pada Masa Pandemi’, Character: Jurnal Penelitian
Psikologi., 9(2), pp. 27–39.

Ali, Z. (2010) pengantar keperawatan keluarga. Jakarta. Available at:


https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=hy27ENexAh8C&oi=fnd&pg=PA1&dq=konsep+keluarga+kepera
watan&ots=qzyrXRYMwb&sig=dAeY1Q-
FFvnjOoHi68TtYYrhpVA&redir_esc=y#v=onepage&q=konsep keluarga
keperawatan&f=false.

Dary, D., Puspita, D. and Mela, S.K.C. (2018) ‘Peran Keluarga Dalam Merawat
Anak Yang Menderita Penyakit Tb Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Getasan’,
Link, 13(2), p. 5. doi:10.31983/link.v13i2.2840.

Denih Agus Setia Permana , A.F. Yanti (2019) ‘Gambaran Dan Analisis
Kesesuaian Pengobatan Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di Puske S Mas
Cilacap Selatan Tahun 2018’, Pharmaqueous : Jurnal Ilmiah Kefarmasian, 1(1),
pp. 99–105. doi:10.36760/jp.v1i1.27.

Fadhlia, N. and Sari, R.P. (2022) ‘Peran Keluarga Dalam Merawat Lansia Dengan
Kualitas Hidup Lansia’, Adi Husada Nursing Journal, 7(2), p. 86.
doi:10.37036/ahnj.v7i2.202.

Harnilawati (2013) Konsep dan Keperawatan Keluarga. Sulawesi Selatan.


Available at: https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=Ta3GAwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA37&dq=keperawatan+keluarg
a&ots=kjx2_Y6L1a&sig=OHg6ITRm5nJ-
Y5lAU0q9yRvc0SU&redir_esc=y#v=onepage&q=keperawatan keluarga&f=true.

Herawati, C., Abdurakhman, R.N. and Rundamintasih, N. (2020) ‘Peran


Dukungan Keluarga, Petugas Kesehatan dan Perceived Stigma dalam
Meningkatkan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita Tuberculosis Paru’, Jurnal
Kesehatan Masyarakat Indonesia, 15(1), p. 19. doi:10.26714/jkmi.15.1.2020.19-
23.

Kemenkes RI (2018) ‘Tuberkulosis ( TB )’, Tuberkulosis, 1(april), p. 2018.


Available at: www.kemenkes.go.id.

Kementrian Kesehatan RI (2019) Profil Kesehatan Indonesia, Kementerian


Kesehatan RI. doi:10.1080/09505438809526230.

Kesehatan RI, K. (2016) ‘InfoDatin Tuberkulosis 2016’, Pusat Data dan


Informasi Kementrian Kesehatan RI [Preprint].

Kholifah, S.N. (2006) ‘KEPERAWATAN GERONTIK’, 1999(December), pp. 1–


6.
82

Lailatul, N., Rohmah, S. and Wicaksana, A.Y. (2015) ‘Upaya Keluarga untuk
Mencegah Penularan dalam Perawatan Anggota Keluarga dengan TB Paru’,
Jurnal Keperawatan, 6(2), pp. 108–116. Available at:
https:https://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/download/
2865/3517.

Malaka, D. (2021) Laporan Tahunan Kabupaten Malaka.

Mar’iyah, K. and Zulkarnain (2021) ‘Patofisiologi penyakit infeksi tuberkulosis’,


Prosiding Seminar Nasional Biologi, 7(November), pp. 88–92. Available at:
https://doi.org/10.24252/psb.v7i1.23169.

Maya and Muharijin (2017) ‘PENDEKATANPRAKTIS METODE


PENELITIAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF’, (FEBRUARI), pp. 1–6.
Available at: http://repository.radenfatah.ac.id/2109/1/buku metod untuk
uplod.pdf.

Murtiwi, M. (2014) ‘Keberadaan Pengawas Minum Obat (Pmo) Pasien


Tuberkulosis Paru Di Indonesia’, Jurnal Keperawatan Indonesia, 10(1), pp. 11–
15. doi:10.7454/jki.v10i1.167.

Prabasari, N.A., Juwita, L. and Maryuti, I.A. (2017) ‘Jurnal Ners LENTERA, Vol.
5, No. 1, Maret 2017 Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Lansia di Rumah
(STUDI FENOMENOLOGI)’, Jurnal Ners Lentera, 5(1), pp. 56–68.

Putri, J.A. (2015) ‘Hubungan Pengetahuan dan Tingkat Pendidikan PMO


(Pengawas Minum Obat) Terhadap Kepatuhan Minum Obat Antituberkulosis
Pasien TB Paru’, Majority, 4(8), pp. 81–84. Available at:
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1478/1317.

Rachmi, S. and Sartiya, D. (2020) ‘Pemberdayaan Keluarga dalam Pendampingan


Minum Obat Pasien Tuberkulosis Paru di Wilayah Pesisir Kecamatan Soropia
Family Empowerment of Supervised Treatment for Pulmonary Tuberculosis
Patients in the Coastal Area , District of Soropia’, pp. 6–10.

Rahmayuni, S. et al. (2019) ‘PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT


PENDERITA TB PARU DI KOTA PONTIANAK (Family Experience of Caring
People with Pulmonary TB in Pontianak City)’, Journal of Nursing Practice and
Education, 2(1).

Rahmi, U. and Yoanita Suryani (2020) ‘Dukungan Keluarga Pada Penderita


Demensia Di Kota Bandung’, Jurnal Kesehatan “ Wiraraja Medika ”, 10(2), pp.
60–65.

Silaen, H. (2022) ‘Hubungan dukungan keluarga dalam kepatuhan pengobatan


pasien tb paru terhadap pencegahan tb mdr pasien rawat jalan di rumah sakit’, 01.

Silalahi, L.E. (2022) keperawatan keluarga. yayasan kita menulis. Available at:
https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=_PxvEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA32&dq=konsep+keluarga+kep
83

erawatan&ots=oPWVTl2KRf&sig=RHOkHtSskoFYAQxClkQA9v6eLdQ&redir_
esc=y#v=onepage&q=konsep keluarga keperawatan&f=false.

Siti Solihat Holida, D.U. (2018) ‘HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA


DENGAN PERILAKU PASIEN DALAM PENCEGAHAN PENULARAN
TUBERCULOSIS PARU DI UPT PELAYANAN KESEHATAN.pdf’, VI.

Wahyudi Nugroho, B.Sc., S. (2008) KePERAWATAN GERONTIK DAN


GERIATRIK. Edited by Monica Ester. Jakarta: buku kedokteran EGC.

World Health Organization (2019) Global Tuberculosis Report.

Yuliani, N.N. et al. (2019) ‘Peran Pengawas Minum Obat Terhadap Keberhasilan
Pengobatan Tuberculosis dengan Strategi DOTS di Puskesmas Oebobo Kota
Kupang’, Jurnal Inovasi Kebijakan, 4(2), pp. 31–41. doi:10.37182/jik.v2i4.38.

Zamrodah, Y. (2016) ‘Health Belief Model’, 15(2), pp. 1–23.

A’yun, D.Y.Q. and Darmawanti, I. (2022) ‘Pengalaman Caregiver Informal


Dalam Merawat Lansia Pada Masa Pandemi’, Character: Jurnal Penelitian
Psikologi., 9(2), pp. 27–39.

Ali, Z. (2010) pengantar keperawatan keluarga. Jakarta. Available at:


https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=hy27ENexAh8C&oi=fnd&pg=PA1&dq=konsep+keluarga+kepera
watan&ots=qzyrXRYMwb&sig=dAeY1Q-
FFvnjOoHi68TtYYrhpVA&redir_esc=y#v=onepage&q=konsep keluarga
keperawatan&f=false.

Dary, D., Puspita, D. and Mela, S.K.C. (2018) ‘Peran Keluarga Dalam Merawat
Anak Yang Menderita Penyakit Tb Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Getasan’,
Link, 13(2), p. 5. doi:10.31983/link.v13i2.2840.

Denih Agus Setia Permana , A.F. Yanti (2019) ‘Gambaran Dan Analisis
Kesesuaian Pengobatan Tuberkulosis Paru Pada Pasien Dewasa Di Puske S Mas
Cilacap Selatan Tahun 2018’, Pharmaqueous : Jurnal Ilmiah Kefarmasian, 1(1),
pp. 99–105. doi:10.36760/jp.v1i1.27.

Fadhlia, N. and Sari, R.P. (2022) ‘Peran Keluarga Dalam Merawat Lansia Dengan
Kualitas Hidup Lansia’, Adi Husada Nursing Journal, 7(2), p. 86.
doi:10.37036/ahnj.v7i2.202.

Harnilawati (2013) Konsep dan Keperawatan Keluarga. Sulawesi Selatan.


Available at: https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=Ta3GAwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA37&dq=keperawatan+keluarg
a&ots=kjx2_Y6L1a&sig=OHg6ITRm5nJ-
Y5lAU0q9yRvc0SU&redir_esc=y#v=onepage&q=keperawatan keluarga&f=true.

Herawati, C., Abdurakhman, R.N. and Rundamintasih, N. (2020) ‘Peran


Dukungan Keluarga, Petugas Kesehatan dan Perceived Stigma dalam
84

Meningkatkan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita Tuberculosis Paru’, Jurnal


Kesehatan Masyarakat Indonesia, 15(1), p. 19. doi:10.26714/jkmi.15.1.2020.23.

Kemenkes RI (2018) ‘Tuberkulosis ( TB )’, Tuberkulosis, 1(april), p. 2018.


Available at: www.kemenkes.go.id.

Kementrian Kesehatan RI (2019) Profil Kesehatan Indonesia, Kementerian


Kesehatan RI. doi:10.1080/09505438809526230.

Kesehatan RI, K. (2016) ‘InfoDatin Tuberkulosis 2016’, Pusat Data dan


Informasi Kementrian Kesehatan RI [Preprint].

Kholifah, S.N. (2006) ‘KEPERAWATAN GERONTIK’, 1999(December), pp. 1–


6.

Lailatul, N., Rohmah, S. and Wicaksana, A.Y. (2015) ‘Upaya Keluarga untuk
Mencegah Penularan dalam Perawatan Anggota Keluarga dengan TB Paru’,
Jurnal Keperawatan, 6(2), pp. 108–116. Available at:
https:https://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/download/
2865/3517.

Malaka, D. (2021) Laporan Tahunan Kabupaten Malaka.

Mar’iyah, K. and Zulkarnain (2021) ‘Patofisiologi penyakit infeksi tuberkulosis’,


Prosiding Seminar Nasional Biologi, 7(November), pp. 88–92. Available at:
https://doi.org/10.24252/psb.v7i1.23169.

Maya and Muharijin (2017) ‘PENDEKATANPRAKTIS METODE


PENELITIAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF’, (FEBRUARI), pp. 1–6.
Available at: http://repository.radenfatah.ac.id/2109/1/buku metod untuk
uplod.pdf.

Murtiwi, M. (2014) ‘Keberadaan Pengawas Minum Obat (Pmo) Pasien


Tuberkulosis Paru Di Indonesia’, Jurnal Keperawatan Indonesia, 10(1), pp. 11–
15. doi:10.7454/jki.v10i1.167.

Prabasari, N.A., Juwita, L. and Maryuti, I.A. (2017) ‘Jurnal Ners LENTERA, Vol.
5, No. 1, Maret 2017 Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Lansia di Rumah
(STUDI FENOMENOLOGI)’, Jurnal Ners Lentera, 5(1), pp. 56–68.

Putri, J.A. (2015) ‘Hubungan Pengetahuan dan Tingkat Pendidikan PMO


(Pengawas Minum Obat) Terhadap Kepatuhan Minum Obat Antituberkulosis
Pasien TB Paru’, Majority, 4(8), pp. 81–84. Available at:
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1478/1317.

Rachmi, S. and Sartiya, D. (2020) ‘Pemberdayaan Keluarga dalam Pendampingan


Minum Obat Pasien Tuberkulosis Paru di Wilayah Pesisir Kecamatan Soropia
Family Empowerment of Supervised Treatment for Pulmonary Tuberculosis
Patients in the Coastal Area , District of Soropia’, pp. 6–10.
85

Rahmayuni, S. et al. (2019) ‘PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT


PENDERITA TB PARU DI KOTA PONTIANAK (Family Experience of Caring
People with Pulmonary TB in Pontianak City)’, Journal of Nursing Practice and
Education, 2(1).

Rahmi, U. and Yoanita Suryani (2020) ‘Dukungan Keluarga Pada Penderita


Demensia Di Kota Bandung’, Jurnal Kesehatan “ Wiraraja Medika ”, 10(2), pp.
60–65.

Silaen, H. (2022) ‘Hubungan dukungan keluarga dalam kepatuhan pengobatan


pasien tb paru terhadap pencegahan tb mdr pasien rawat jalan di rumah sakit’, 01.

Silalahi, L.E. (2022) keperawatan keluarga. yayasan kita menulis. Available at:
https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=_PxvEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA32&dq=konsep+keluarga+kep
erawatan&ots=oPWVTl2KRf&sig=RHOkHtSskoFYAQxClkQA9v6eLdQ&redir_
esc=y#v=onepage&q=konsep keluarga keperawatan&f=false.

Siti Solihat Holida, D.U. (2018) ‘HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA


DENGAN PERILAKU PASIEN DALAM PENCEGAHAN PENULARAN
TUBERCULOSIS PARU DI UPT PELAYANAN KESEHATAN.pdf’, VI.

Wahyudi Nugroho, B.Sc., S. (2008) KePERAWATAN GERONTIK DAN


GERIATRIK. Edited by Monica Ester. Jakarta: buku kedokteran EGC.

World Health Organization (2019) Global Tuberculosis Report.

Yuliani, N.N. et al. (2019) ‘Peran Pengawas Minum Obat Terhadap Keberhasilan
Pengobatan Tuberculosis dengan Strategi DOTS di Puskesmas Oebobo Kota
Kupang’, Jurnal Inovasi Kebijakan, 4(2), pp. 31–41. doi:10.37182/jik.v2i4.38.

Zamrodah, Y. (2016) ‘Health Belief Model’, 15(2), pp. 1–23.


86

LAMPIRAN
87

Lampiran 1 Surat Pengantar Partisipan

SURAT PENGANTAR PARTISIPAN

Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Maria Patrisia Lau

Mahasiswa : Program Studi Pendidikan Ners Universitas Airlangga Surabaya

NIM : 132111123021

Alamat : Asrama Putri Unair Kampus C Mulyorejo surabaya

No. Hp : 0822-4485-4424

Dengan ini memohon kepada Bapak/Ibu/Saudara untuk berpartisipasi

dalam penelitian saya berjudul “ Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Lansia

Dengan Tb Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Betun Kabupaten Malaka”.

Partisipasi ini sepenuhnya bersifat sukarela. Bapak/Ibu/Saudara boleh

memutuskan untuk berpartisipasi atau menolak kapanpun Bapak/Ibu/Saudara

kehendaki tanpa ada konsekuensi atau dampak tertentu. Selama wawancara

peneliti akan menggunakan alat untuk merekam proses wawancara. Hasil

penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mendapatkan gambaran

mengenai Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Lansia Dengan Tb Paru. Kami

sangat mengharapkan informasi mendalam dari Bapak/Ibu/Saudara. Penelitian ini

tidak menimbulkan risiko apapun bagi Bapak/Ibu/Saudara dan tidak akan

berpengaruh terhadap layanan kerjasama yang diberikan. Jika Bapak/Ibu/Saudara

merasa tidak nyaman selama proses wawancara, Bapak/Ibu/Saudara dapat

memilih untuk tidak menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti atau


88

mengundurkan diri dari penelitian ini. Waktu dan tempat penelitian dapat diatur

dan disesuaikan dengan keinginan Bapak/Ibu/Saudara. Peneliti akan menghargai

kesediaan Bapak/Ibu/Saudara menjadi pertisipan dalam penelitian ini. Untuk itu,

saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara untuk menandatangani lembar

persetujuan menjadi partisipan. Atas perhatian, kerjasama dan kesediaan

Bapak/Ibu/Saudara untuk menjadi partisipan, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti
89

Lampiran 2 Penjelasan Penelitian

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

PENJELASAN PENELITIAN

JUDUL PENELITIAN :Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Lansia


Dengan TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas
Betun Kabupaten Malaka
PENELITI : Maria Patrisia Lau
NIM : 132111123021

Peneliti adalah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan


Universitas Airlangga.
Bapak/Ibu/Saudara telah diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Partisipan ini sesungguhnya bersifat sukarela. Bapak/Ibu/Saudara berhak memilih
untuk berpartisipasi atau tidak berpartisipasi atau mengajukan keberatan atas
penelitian ini. Tidak ada konsekuensi atau dampak negative jika
Bapak/Ibu/Saudara membatalkan untuk ikut berpartisipasi. Sebelumnya
Bapak/Ibu/Saudara memutuskan untuk berpartisipasi, maka saya akan
menjelaskan beberapa hal sebagai berikut: 
1. Tujuan penelitian ini untuk mendapat gambaran tentang pengalaman
keluarga dalam merawat lansia dengan TB Paru
2. Penelitian ini bermanfaat bagi para lansia, keluarga dan petugas kesehatan
untuk menambah pengetahuan, khususnya ilmu dalam keperawatan
komunitas dan gerontik dalam mengedukasi yang tepat tentang merawat
lansia TB Paru
3. Jika Bapak/Ibu/Saudara ikut berpartisipasi dalam penelitian ini, maka
peneliti akan melakukan wawancara sebanyak 2 kali pada pertemuan ,
peneliti akan melakukan BHSP (Bina Hubungan Saling Percaya). Pada
pertemuan kedua, peneliti akan mengajukan beberapa pertanyaan tentang
pengelaman selama merawat lansia TB Paru dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari. Wawancara akan dilakukan pada waktu dan tempat yang telah
90

disepkati. Pertemuan ketiga peneliti melakukan klarifikasi jawaban partisipan


yang didapat pada pertemuan kedua
4. Selama melakukan wawancara, peneliti menggunakan alat bantu rekam
suara yang bertujuan untuk merekam apa yang diucapkan. Dan catatan
wawancara akan dilakukan selama 25-30 menit.
5. Penelitian ini tidak akan merugikan dan menimbulkan risiko bagi
Bapak/Ibu/Saudara. Apabila Bapak/Ibu/Saudara merasa tidak nyaman selama
wawancara, maka Bapak/Ibu/Saudara boleh tidak menjawab atau mengakhiri
wawancara sertamengundurkan diri dari penelitian.
6. Semua data dan catatan yang dikumpulkan selama penelitian ini akan
dijamin kerahasiaannya, di mana hasil penelitian hanya akan dipublikasikan
kepada pihak institusi pendidikan dalam hal ini adalah Universitas Airlangga
dan Puskesmas Betun dengan tetap menjamin kerahasiaan identitas.
7. Semua catatan yang berhubungan dengan penelitian akan dijamin
kerahasiaannya. Peneliti akan memberikan hasil catatan rekaman kepada
Bapak/Ibu/Saudara untuk diperiksa kembali kebenarannya sebelum analisis
data.
8. Jika ada yang belum jelas silahkan Bapak/Ibu/Saudara tanyakan pada
peneliti.
9. Jika Bapak/Ibu/Saudara memahami dan bersedia ikut berpartisipasi dalam
penelitian ini, silahkan menandatangani lembar persetujuan untuk menjadi
partisipan pada lembar yang telah disepakati.

Malaka,     November 2022

Peneliti

Maria Patrisia Lau

 
91

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Sebagai Partisipan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

LEMBAR PRSETUJUAN SEBAGAI PARTISIPAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini:


Nama : 
Umur        :
JenisKelamin :
Pekerjaan    :
Alamat       :
Telah mendapat keterangan secara terinci dan jelas mengenai:
1. Penelitian yang berjudul “Pengalaman keluarga dalam merawat lansia TB
Paru di wilayah kerja puskesmas Betun Kabupaten Malaka”
2. Jumlah pertanyaan sebanyak 9 pertanyaan dan waktu untuk wawancara
adalah 25-30 menit
3. Manfaat bersedia sebagai partisipan
4. Bahaya yang akan timbul
5. Prosedur penelitian
Berdasarkan penjelasan yang telah saya terima dari peneliti, maka dengan ini saya
menyatakan bersedia/ tidak bersedia*) secara sukarela untuk menjadi partisipan
dalam penelitian dengan penuh kesadaran serta tanpa keterpaksaan. 
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya tanpa ada paksaan dari
pihak manapun.
                       
                            Malaka,November 2022
    Peneliti                        Partisipan

Maria Patrisia Lau                    ......................................


92

Lampiran 4 Data Demografi Partisipan

DATA DEMOGRAFI PARTISIPAN

Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Lansia TB Paru Di Wilayah Kerja


Puskesmas Betun Kabupaten Malaka

A. Keluarga

Kode Partisipan :

Nama ( inisial) :

Usia :

JenisKelamin :

Alamat :

Agama :

Suku :

Pendidikan akhir :

Pekerjaan :

Status Perkawinan :

Hubungan dengan lansia :

B. Lansia   

Usia :

Jenis kelamin :
93

Lama Pengobtan :

Lampiran 5 Pedoman Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA

Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Lansia TB Paru Di Wilayah Kerja


Puskesmas Betun Kabupaten Malaka

Kode Partisipan             :

Tanggal dan Waktu Wawancara    :

Tempat Wawancara            :

No Daftar Pertanyaan

1. “Dari mana Anda mendapat informasi pertama kali bahwa ada


anggota keluarga yang terinfeksi Tb paru?
2. “Sudah berapa lama Anda merawat lansia Tb Paru?”

3. “ Bagaimana perasaan Anda selama merawat lansia Tb Paru?”

4. “Apa saja kebutuhan yang dibantu oleh keluarga?”

5. “Siapa saja yang membantu bapak/ibu dalam dalam merawat dalam


merawat lansia Tb Paru
6. Apa saja hambatan atau kesulitan saat merawat lansia Tb Paru?

7. Bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut?”

8. Perubahan apa yang anda rasakan selama merawat lansia Tb Paru?”

9. Apa yang diharapkan dari bapak/ibu dalam merawat lansia Tb


Paru?
94

Lampiran 6 Sebaran Frekuensi

Kode Partisipan P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10


Umur 32 Tahun 36 Tahun 42 Tahun 43 Tahun 53 Tahun 31 Tahun 39 Tahun 48 Tahun 49 Tahun 35 Tahun
JenisKelamin Perempu Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempu Perempu Perempuan Perempuan
an an an
Pendidikan S1 S1 SMA SMA SMP SMA S1 D3 SMP S1
Status Pernikahan Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah
Agama Katholik Katholik Katholik Katholik Kristen Kristen Katholik Katholik Katholik Katholik
Pekerjaan Guru Karyawan IRT IRT IRT Wiraswast Guru Karyawa IRT PNS
swasta a n swasta
Kode Lansia L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L10
Usia 68 72 61 64 61 66 70 72 64 65
Jenis Kelamin L P L L L P L L L L
Lama Pengobatan 4 bulan 1 bulan 4 bulan 3 bulan 3 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan 3 bulan 6 bulan
Anak Cucu Anak Anak Istri Cucu Anak Anak Anak Anak
kandung Kandung Kandung Kandung Kandung Kandung Kandung Kandung Kandung
95

Lampiran 7 Catatan Lapangan

CATATAN LAPANGAN (FIELD NOTE)

Kode partisipan : P1 ( Ny.S)


Tempat wawancara : Rumah Partisipan
Tanggal wawancara : 30 November 2022
Waktu wawancara : 09.00 WIB ( 20 menit)

Gambaran partisipan saat akan wawancara :

Partisipan telihat tersenyum ramah menjawab salam dari peneliti partisipan


mempersilahkan peneliti masuk dan duduk di kursi yang ada di ruang tamu,
partisipan menggunakan baju berwarna magenta dan menggunakan rok payung
berwarna hitam, alat perekam diatruh diantara peneliti dan partisipan di atas meja,
partisipan menggunakan masker biru muda. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian
dan meminta kesediaan waktu partisipan setelah itu peneliti memberikan inform
concentuntuk ditandatangani oleh partisipan, tidak ada pertanyaan sebelum mulai
wawancara.

Gambaran partisipan selama wawancara :


Selama proses wawancara partisipan menjawab pertanyaan peneliti dengan suara
yang pelan tapi tetap terdengar jelas oleh peneliti, partisipan menceritakan awal
mula kejadian sakit sampai dengan berjalannya pengobatan saat ini, partisipan
sangat kooperatif dalam menjawab semua paertanyaan peneliti, sesekali partisipan
menggerakan tangan untuk menunjuk arah dan mengekspresikan kejadian, kadang
tersenyum. Kontak mata positif.
Gambaran suasana tempat selama wawancara :
Peneliti dan partisipan melakukan wawancara di ruang tamu rumah partisipan, di
sana terdapat sepasang sofa berwarna abu-abu, terdapat hiasan dinding dan
beberapa foto terpajang. Terdapat dua jendela dan satu pintu di ruang tamu
dengan gorden berwarna putih. di halaman rumah terdapat 1 mobil pick up dan 2
motor metic di halaman rumah partisipan.
Respon partisipan saat terminasi :
Partisipan dengan sopan dan tersenyum mengantarkan peneliti keluar rumah
menuju jalan di depan rumah. Peneliti dan partisipan sama-sama saling
mengucapkan terima kasih satu sama lain sambil tersenyum.
96

CATATAN LAPANGAN (FIELD NOTE)

Kode partisipan: P2 ( Ny. I)


Tempat wawancara : Rumah Partisipan
Tanggal wawancara : 30 November 2022
Waktu wawancara : 14.00 ( 25 menit)
Gambaran partisipan saat akan wawancara :
Partisipan sangat ramah menjawab salam peneliti ketika peneliti datang,
mempersilahkan peneliti duduk di teras rumah, partisipan memakai daster coklat
muda berbunga alat perekam diletakkan di atas meja diantara peneliti dan partisipan
terlihat partisipan tidak memakai masker saat peneliti datang tetapi setelah itu
partisipan buru-buru mengambil masker untuk dipakai. Peneliti menjelaskan tujuan
penelitian dan kesediaan waktu partisipan dan memberikan inform concentkepada
partisipan untuk dibaca dan ditandatangani, tidak ada pertanyaan yang diajukan
sebelum wawancara dimulai.
Gambaran partisipan selama wawancara :
Partisipan menceritkan awal mula kejadian dengan raut wajah sedih namun tetap
tenang, terkadang menjawab sambil tersenyum melanjutkan menjawab pertanyaan
dengan baik dan menjelaskan dengan baik terkadang partisipan menggerakan tangan
untuk memperagakan kegiatan yang dilakukan, jika ada pertanyaan yang kurang
dipahami atau kurang didengar partisipan meminta untuk mengulangi. Kontak mata
positif.

Gambaran suasana tempat selama wawancara :


Wawancara dilakukan diteras rumah partisipan, terdapat 1 pasang kursi terbuat dari
ban beserta meja, peneliti disuguhi aqua dan snack, lantai teras berwaran merah
muda berbunga, terdapat mainan anak-anak di sekitarnya. Teras terlihat bersih dan
sejuk.

Respon partisipan saat terminasi :


Partisipan memberikan sapaan yang ramah dan memberi salam sebelum diakhirinya
wawancara. Peneliti dan partisipan sama-sama saling mengucapkan terima kasih
satu sama lain sambil tersenyum.
97

CATATAN LAPANGAN (FIELD NOTE)

Kode partisipan :  P3 (Ny.E)


Tempatwawancara : Puskesmas Betun
Tanggalwawancara : 1 Desesmber 2022
Waktu wawancara : 10.00 WIB
Gambaran partisipan saat akan wawancara :
Partisipan selesai mengambil obat untuk bapaknya di poli TB, partisipan
menggunakan celana pendek kaos biru muda tas selempang berwarna coklat,
peneliti meminjam salah satu ruang yang sedang tidak terpakai untuk
mewawancarai partisipan. Peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian dan
mengontrak waktu dengan partisipan, setelah partisipan bersedia peneliti
memberikan lembar inform concent untuk ditandatangani oleh partisipan, tidak ada
pertanyaan dari partisipan sebelum sebelum memulai wawancara, alat perekam
ditaruh diatas meja antara peneliti dan partisipan.
Gambaran partisipan selama wawancara :
Partisipan menceritakan dengan suara jelas namun nada yang sedikit rendah terlihat
sedih namun tetap menceritakan dengan lancar, menjawab pertanyaan dengan
sangat baik. Partisipan juga sesekali menggerakan tangan untuk menggambarkan
aktifitasnya dalam merawat, mengeluarkan obat dan menunjukkan obat yang
diminum oleh bapaknya. Kontak mata positif. Terkadang partisipan mengulang
kembali pertanyaan yang diberikan oleh peneliti agar lebih jelas dan lebih paham
dalam menjawab pertanyaan yang peneliti berikan.kontak mata positif.
Gambaran suasana tempat selama wawancara :
Ruangan yang dipakai adalah ruangan untuk penyimpanan reagen laboratorium,
terdapat 2 kulkas dan peralatan laboratorium lainnya, ada wastafel dan Ac. 1 buah
pintu dan 1 jendela bergorden hijau,ada meja dan 2 kursi untuk duduk.
Respon partisipan saat terminasi :
Partisipan berpamitan dengan peneliti dengan sopan dan ramah, peneliti
mengantarkan partisipan sampai keluar pintu. Peneliti dan partisipan sama-sama
saling mengucapkan terima kasih satu sama lain sambil tersenyum.
98

CATATAN LAPANGAN (FIELD NOTE)

Kode partisipan : P4 ( Ny. D)


Tempat wawancara : Di rumah partisipan
Tanggal wawancara : 1 Desember 2022
Waktu wawancara : 15.30 ( 20menit)

Gambaran partisipan saat akan wawancara :


Partisipan menyambut kedatangan peneliti dengan membalas salam peneliti dan
mempersilahkan terus ke bagian samping rumah partisipan sambil partisipan
mempersilahkan peneliti untuk duduk, pada saat peneliti datang partisipan sedang
membersihkan sayur(daun singkong dan bunga pepaya)untuk dimasak, peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan kedatngan serta menjelaskan waktu yang
diperlukan untuk wawancara, setelah partisipan setuju, peneliti memberikan
inform concent untuk ditandatangani oleh partisipan. Alat perekam suara ditaruh
diatas kursi yang terletak antara peneliti dan partisipan.

Gambaran partisipan selama wawancara :


Partisipan menjawab pertanyaan partisipan dan menceritkan awal mula penyakit
ibunya dari puskesmas, ekspresi wajahnya sedikit sedih ketika mengatakan bahwa
ibunya batuk terus setiap malam dan tidak bisa tidur, tetpi akhirnya
mengungkapkan kalau sedikit bahagia ketika sudah minum obat, sambil terus
membersihkan sayurnya, kontak mata positif. Partisipan menjawab semua
pertanyaan sampai selesai.

Gambaran suasana tempat selama wawancara :


Rumah terlihat sepi tapi terdengar ada aktifitas di dalam rumah, bagian samping
dimana peneliti dan partisipan berada adalah bagian dari rumah induk, terdapat
sofa tua yang sudah usang dan meja plastik serta tiga kursi kayu

Respon partisipan saat terminasi :


Partisipan mengantar peneliti ke halaman dengan sedikit berbicara sambil
tersenyum. Peneliti dan partisipan sama-sama saling mengucapkan terima kasih
satu sama lain sambil tersenyum.
99

CATATAN LAPANGAN (FIELD NOTE)

Kode partisipan :  P5 (Ny. M)


Tempat wawancara : Rumah partisipan
Tanggal wawancara : 2 Desember 2022
Waktu wawancara : 10.00 WIB (31menit)

Gambaran partisipan saat akan wawancara :


Saat peneliti datang partisipan sangat antusias menyambut kedatangan peneliti,
memperilahkan duduk di warung kecilnya di depan rumah yang menjual
sembako. Partisipan memakai kaos putih tas kecil dan celana seperdelapan,
memakai masker hitam. Peneliti menjelaskan tujuan kedatnagan dan meminta
waktu untuk diwawancara, setelah bpartisipan bersedia peneliti memberikan
inform concent untuk ditandatangani, tidak ada pertanyaan dari partisipan. Alat
perekam diletakkan diantara peneliti dan partisipan.

Gambaran partisipan selama wawancara :


Partisipan menjawab pertanyaan peneliti dengan baik, dan mulai menceritakan
awal mula sakit yang terjadi pada suaminya sampai pada pengobatan saat ini,
sesekali terlihat sangat sedih tapi sesaat menunjukkan senyum dan penuh
semangat, terkadang menggerakan tangan untuk menunjuk arah dan tempat dan
mengekspresikan kegiatan dalam merawat suaminya. Saat wawancara dilakukan,
suami partisipan dalam hal ini Lansia Tb pun datang duduk persis disebelah
istrinya dengan memakai masker biru. Sesekali menyambung dari pembicaraan
sang istri, namun tetap tenang dan tersenyum. Kontak mata positif.

Gambaran suasana tempat selama wawancara :


Rumah partisipan berada di pinggir jalan, letak warung persis didepan rumah
induk luas warung sekitar 4x5, terdapat jualan sembako ada dalam etalase, di
depan warung terdapat kursi dan meja, peneliti dan partisipan duduk dan
melakukan wawancara di depan warung tersebut.
Respon partisipan saat terminasi :
Partisipan mengantar peneliti sampai ke tempat sepeda motor peneliti diparkir dan
sambil bercerita kecil, peneliti dan partisipan sama-sama saling mengucapkan
terima kasih satu sama lain sambil tersenyum.
100

CATATAN LAPANGAN (FIELD NOTE)

Kode partisipan :  P6 ( Ny.S)


Tempat wawancara : Rumah Partisipan
Tanggal wawancara : 2 Desember 2022
Waktu wawancara : 13.00 ( 23 menit)

Gambaran partisipan saat akan wawancara :


Partisipan memakai daster hijau, dengan rambut terurai dan memakai masker
hitam. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan dan membuat kontrak
waktu untuk wawancara dengan partisipan setelah setuju, peneliti memberikan
inform concent kepada partisipan untuk ditandatangani, alat perekam diatrauh
diantara peneliti dan partisipan.

Gambaran partisipan selama wawancara :


Partisipan menceriktakan bagaimana dirinya merawat neneknya dan mengeluh
capek, sehingga partisipan berharap bnyak agar nenek lekas sembuh, partisipan
menceritakan dengan ekspresi kurang semnagat, suaranya berat tapi jelas, sesekali
mengulangi kata yang sama sebayak lebih dari dua kali, partisipan juga
mengekspresikan raut wajahnya seperti kelelahan, sesekali mengeluh, sesekali
balik bertanya kepada peneliti. kontak mata positif.

Gambaran suasana tempat selama wawancara :


Partisipan terlihat duduk di kursi terpisah dari kursi yang duduki oleh peneliti,
tetapi jaraknya tetap dekat dari peneliti. Di ruang tamu langsung ruang keluarga
terlihat lebih luas, terdapat beberapa kamar, terdapat satu buah Tv besar di ruang
keluarga dan beberapa kamar tidur, suasana rumah terlihat bersih,dengan warna
tembok yang putih.

Respon partisipan saat terminasi :


Partisipan mengantar peneliti smp ke halaman depan sambil tersenyum, peneliti
dan partisipan sama-sama saling mengucapkan terima kasih satu sama lain sambil
tersenyum.
101

CATATAN LAPANGAN (FIELD NOTE)

Kode partisipan:  P7 ( Ny. E)


Tempat wawancara: Rumah Partisipan
Tanggal wawancara : 3 Desember 2022
Waktu wawancara : 16.00

Gambaran partisipan saat akan wawancara : partisipan dengan ramah menyambut


kedatangan peneliti, mempersilahkan peneliti duduk di teras depan rumah
kemudian peneliti menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan, setelah itu
mengontrak waktu dengan partisipan kemudian memberikan inform concent untuk
partisipan tanda tangan. Partisipan memakai celana pendek merah corak dan kaos
kuning. Alat perekam suara diletakan diatas meja dan berada diantara peneliti dan
partisipan.

Gambaran partisipan selama wawancara :


Partisipan menjawab pertanyaan peneliti dengan pelan suaranya halus ,bercerita
awal mula sakit yang terjadi pada bapaknya sampai pada pengobatan saat ini,
sesekali terlihat menegeluh karena mengungkapkan bapak susah untuk minum
obat, namun akan tetap berusaha untuk terus bantu mengawasi agar cepat selsai
minum obatnya dan cepat pulih kembali, Kontak mata positif. Terdengar sedikit
ada kebisingan karena terdapat saudara partisipan yang baru datang dari Jakarta
sehingga sedang bercerita dengan anggota keluarga lainnya, namun terdengar
jelas suara partisipan saat menjawab pertanyaan dari peneliti.

Gambaran suasana tempat selama wawancara :


Wawancara dilakukan di depan teras rumah partisipan, terdpt sepasang kursi
plastik berwarn merah, ada keset kaki daan ada sapu ijuk di dekat sudut tembok.
Secara keseluruhan lingkungan rumah bersih.

Respon partisipan saat terminasi :


Partisipan mengantar peneliti ke halaman depan sambil tersenyum, peneliti dan
partisipan sama-sama saling mengucapkan terima kasih satu sama lain sambil
tersenyum.
102

CATATAN LAPANGAN (FIELD NOTE)

Kode partisipan :  P8 ( Ny. D)


Tempat wawancara : Rumah Pertisipan
Tanggal wawancara : 3 Desember 2022
Waktu wawancara : 14.00

Gambaran partisipan saat akan wawancara : partisipan memakai sarung dan atasan
hitam, dengan sopan menerima kedatangan peneliti dan mempersilahkan untuk
duduk di dalam ruang tamu,. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan
serta mengontrak waktu dan memberikan inform concent pada partisipan untuk
ditandatangani, setelah itu peneliti meletakkan alat perekam suara berada diantara
peneliti dan partisipan.

Gambaran partisipan selama wawancara :


Partisipan menceritakan dengan baik kronologi terjadinya sakit sampai pada
pengobatan saat ini, sesekali mencontohkan cara mengangkat, atau memapah
bapak ke kamar mandi, ekspresi penuh keseriusan dan menjelaskan secara detail.
Kontak mata positif selama wawancara berlangsung.

Gambaran suasana tempat selama wawancara :


Ruang tamu partisipan bernuansa putih, terdapat jendela yang terbuka dan pintu
yang terbuka lebar. Banyak mainan anak di sekitar area ruang tamu.

Respon partisipan saat terminasi :


Partisipan mengantar peneliti ke halaman depan sambil tersenyum, peneliti dan
partisipan sama-sama saling mengucapkan terima kasih satu sama lain sambil
tersenyum.
103

CATATAN LAPANGAN (FIELD NOTE)

Kode partisipan :  P9 (Ny A)


Tempat wawancara : Rumah Partisipan
Tanggal wawancara : 4 November 2022
Waktu wawancara : 11.00 WIB

Gambaran partisipan saat akan wawancara :


Partisipan menggunakan daster panjang berwarna krem, tidak memakai masker.
Peneliti menjelaskan tujuan kedatangannya setelah itu mengontrak waktu dengan
partisipan kemudian memberikan inform concent untuk partisipan tanda tangan.
Partisipan memakai celana pendek merah corak dan kaos kuning. Alat perekam
suara diletakan diatas meja dan berada diantara peneliti dan partisipan.

Gambaran partisipan selama wawancara :


Partisipan menceritakan dengan suara lantang bagaimana selama merawat
bapaknya yang terkena Tb Paru, sesekali mengeluh karena kesulitan ekonomi dan
mengeluh tidak ada yang bantu mengurus bapaknya, sedangkan dia tidak bisa
bekerja sebagai buru cuci selama bapaknya sakit, raut wajahnya terlihat sedih,
tetapi partisipan menjawab pertanyaan dengan sangat baik. Kontak mata positif

Gambaran suasana tempat selama wawancara :


Wawancara dilakukan di ruang tamu partisipan berukuran 3x4 terdapat pintu dan
jendela yang terbuka, sirkulasi udara cukup baik, terdapat 1 set kursi di ruang
tamu dan kipas angin di sudut ruangan.

Respon partisipan saat terminasi :


Partisipan mengantarkan peneliti sampai depan pintu, peneliti dan partisipan
sama-sama saling mengucapkan terima kasih satu sama lain sambil tersenyum.
104

CATATAN LAPANGAN (FIELD NOTE)

Kode partisipan : P10 ( Ny. V)


Tempat wawancara : Rumah Partisipan
Tanggal wawancara :4 November 2022
Waktu wawancara : 14.00 WIB ( 20 menit)

Gambaran partisipan saat akan wawancara :


partisipan sedang bersantai di teras depan rumah dan menyambut kedatangan
peneliti dengan mempersilahkan masuk ke dalam rumah. Penelitipun masuk ke
dalam rumah, dan dipersilahkan duduk oleh partisipan, peneliti menjelaskan
maksud dan tujuan kedatangan peneliti, setelah partisipan mengerti maka peneliti
melakukan kontrak waktu dan memberikan lembar informed concent kepada
partisipan untuk ditandatangani. Alat perekam ditaruh diatas meja dan berada
diantar peneliti dan partisipan.

Gambaran partisipan selama wawancara :


Selama wawancara partisipan menjawab pertanyaan peneliti dengan baik dan
sesekali meminta peneliti mengulangi pertanyaan. Partisipan menceritakan dengan
baik, sesekali menggerakan tangan untuk menunjuk arah dan tempat. Partisipan
selalu menjawab pertanyaan peneliti dengan ekspresi senyum yang ramah. Kontak
mata positif.

Gambaran suasana tempat selama wawancara :


Ruang tamu yang sejuk terdapat kipas angin gantung, 1 pasang kursi jepara dan
bunga sudut di dekat ujung kursi. Terdapat 2 lukisan dinding dan salib.

Respon partisipan saat terminasi :


Partisipan mengantarkan peneliti keluar rumah dengan sopan dan peneliti dan
partisipan sama-sama saling mengucapkan terima kasih satu sama lain sambil
tersenyum.
105

Lampiran 8 Analisis Tema

Partisipan
No Tujuan Khusus Tema Sub Tema Kategori Kata Kunci
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. TUK 1 Bantuan Activity Makan Disiapkan “ Bapak makan saya
Menjelaskan Daily Living siapkan untuk bapak”
Perspektif Keluarga
Dalam Merawat
Lansia
“makan juga kita harus
sendok taruh di meja kasih
bapatua pu depan bapatua
tinggal makan”

Disuapi “ nenek kan tidak bisa


makan sendiri jadi kami
harus bantu untuk makan.
bahasa bakunya kami
harus bantu suap“

Makan kita kasih makan”


bahasa bakunya makan
kita suapi
Mau makan harus sendok
kasih” Bahasa bakunya
mauk makan harus disuapi
“Untuk makan kadang-
kadang disuap”

Minum Obat Didampingi Mungkin hanya jam


pemberian obat karena
106

Partisipan
No Tujuan Khusus Tema Sub Tema Kategori Kata Kunci
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
obat itu kan harus tepat
waktu jadi itu yang perlu
dibantu”
‘masih tetap kontrol untuk
bapak minum obat”
“minum obatnya mama
yang atur karena minum
obat paket harus tepat jam
mama harus kasih ingat”
“Bapak kan sudah minum
obat selama 2 bulan ini
kadang-kkadang rasa su
bosan juga ibu, jadi kita
harus dampingi terus, kita
kasih obat berdiri tunggu
sampai bapak minum”
“Minum obat juga selalu
kami ingatkan biar jangan
lupa”
Bantuan Eliminasi Pakai Pampers “kebutuhannya untuk
(BAB/BAK) buang air kecil atau buang
air besar kami harus bantu
untuk mengganti popok”
“Untuk BAB dan BAK
pakai pampers selama
dirawat”
Di antar ke “Pergi kamar mandi juga
kamar mandi harus dibantu, tidak pakai
popok”
107

Partisipan
No Tujuan Khusus Tema Sub Tema Kategori Kata Kunci
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
“bapak itu biasanya ke
kamar mandi kami kami
harus antar bapak ke
kamar mandi, bapak tua
tidak mau pakai popok”
“ ke kamar mandi juga
harus dibantu karena
bapak sudah tua jadi kita
harus bantu takut sampai
sana licin bapak tidak
pakai pampers”
Dampak yang Perubahan Fisik Capek “Rasanya capek karena
dirasakan belum terlalu sembuh”
“ rasa capek bapak
badannya besar jadi kita
angkatnya capek sekali”
“Capek juga karena di
rumah ini saya sendiri
dengan suamin dan anak-
anak juga masih kecil ,
yang urus bapak ini saya
sendiri dan suami”
Perubahan Berhenti dari “ cari hidup dengan
Aktivitas pekerjaan jualan ini, selama bapak
sakit tidak terlalu
perhatikan lagi
dagangan”
“Sejak bapak sakit saya
tidak bisa bekerja bantu
cuci di rumah tetangga
karena harus urus bapak”
108

Partisipan
No Tujuan Khusus Tema Sub Tema Kategori Kata Kunci
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tahap pengobatan Lama Pengobatan Tahap Awal “untuk obatnya baru satu
lansia Tb paru bulan”
“ini masuk bulan
pertama”
“ini sudah dua bulan”

Tahap “empat atau lima bulan”


Lanjutan
“Sekarang sudah empat
bulan”
“sudah masuk bulan
ketiga dirawat”
“minum obatnya baru tiga
bulan”
“sudah masuk bulan
ketiga”
“su tiga bulan bulan
ketiga”
“sudah bulan keenam Bu”

Jumlah dan warna “sesuai dengan berat


obat yang badan 2 tablet”
diminum
“sekarang yang kuning
obatnya”
109

Partisipan
No Tujuan Khusus Tema Sub Tema Kategori Kata Kunci
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
“yang kuning 3 tablet
sekali minum”
“Kalau nenek minum obat
3 tablet”
“Bapak dapat 2 tablet”

“satu kali minum 3 tablet


yang warna kuning
obatnya”
Waktu Pemberian “di pagi hari sesudah
makan”
“setelah makan”

“pagi hari setelah


makan”
“diminum 1 minggu 3x”

satu minggu tiga kali


senin, rabu,dan jumat”
“waktu dua bulan pertama
itu setiap malam Bu, tapi
masuk bulan ketiga sampai
bualn keenam ini
minumnya tiga kali dalam
seminggu biasanya bapak
minum hari senin,rabu dan
jumat “
110

Partisipan
No Tujuan Khusus Tema Sub Tema Kategori Kata Kunci
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Efek Samping Warna “waktu pertama kali
Obat kencing minum obat itu bapak
berubah kencingnya berwarna
merah tetapi saat ambil
obat petugas jelaskan
kalau itu efek dari obat
yang diminum jadi agak
tenang, kondisi waktu itu
bapak juga lemas sekali
dan tidak ada nafsu
makan”
Masih lemas “Kasihan lihat nenek √
karena masih lemas
karena mau buang air atau
kemana-mana harus
dibantu”
2. TUK 2 Perasaan selama Kasihan Setiap hari Kasihan bapaknya karena √
Menjelaskan merawat lansia harus minum setiap hari harus minum
Perasaan keluarga obat obat”
dalam merawat Sudah tua “Sedih juga karena bapak √
lansia dengan Tb harus sakit sudah umur begini baru
Paru kena sakit yang begini kan
kasihan” (P8)
Sedih Malam tidak “Sedih karena mamatua √
bisa tidur batuk terus-terus tiap
malam tidak bisa tidur
karena batuk”
Senang Ada Setelah minum obat 3 √
perubahan bulan saya sudah merasa
senang karena mama
sudah bisa aktifitas kerja
111

Partisipan
No Tujuan Khusus Tema Sub Tema Kategori Kata Kunci
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
sendiri, tidak kerja berat
tapi angkat barang yang
ringan-ringan sudah bisa
ibu.
Takut Takut tertular “Lebih kek takut , was-was √
kalau anak kecil yang kena
Tb lebih parah lagi karena
masih kecil”
“takut juga karena tahu √
bahwa penyakit Tb ini bisa
menular jadi pasti ada
perasaan was-was juga
saat merawat”
“ Takut juga karena √
menular tapi ada
pertolongan dari rumah
sakit dan penjelasan dari
dokter untuk bapa punya
sakit jadi mama kuat”
3. TUK 3 Hambatan yang Hambatan dari Susah makan “Bapak tua ini kan √
Menjelaskan dialami lansia makannya pilih-pilih
hambatan dan maunya makan yang enak
solusi dalam terus”
merawat lansia “ kita tanya mau makan √
apa itu susah mau makan,
dia bingung , selera
makannya tidak ada “
“makan ikut dia punya √
suka, makannya harus
yang rebus-rebus, tidak
ada minyak,tidak ada
112

Partisipan
No Tujuan Khusus Tema Sub Tema Kategori Kata Kunci
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
garam”
Malas minum “Bapak su malas minum √
obat obat karena minum tiap
hari “
Hambatan dari Kesulitan “hambatannya yah √
partisipan keuangan keuangan saja”
“hambatan itu ya √
kebutuhan keuangan,
misalnya untuk beli lauk,
makan minum sehari-hari”
Waktu “butuh waktu ekstra √
misalnya kerja kita harus
antrian untuk ambil obat
di puskesmas”
“harus bagi waktu untuk √
rawat nenek misalnya
malam tidur tidak cukup
karena harus lihat nenek
mau ganti popok”
“Waktu juga karena √
kadang-kadang saya tidak
pi kerja karena harus urus
bapa tua”
Tenaga “Sakit pertama itu bukan √
hanya bapak sendiri tapi
saya juga sakit sehingga
tidak ada yang jaga dan
rawat kami berdua”
“mungkin karena bapak √
sudah tua jadi kita bantu
aktifitasnya seperti ke
113

Partisipan
No Tujuan Khusus Tema Sub Tema Kategori Kata Kunci
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
kamar mandi harus papah
dulu baru jala”
Soulusi dari Meminta bantuan Bergantian “kalau obat mau habis kita √
hambatan jaga tentukan tanggal sekian
yang tidak sibuk dia yang
harus ambil obat jadi saya
gantian dengan adik”
Pinjam Uang “Kadang kami minta √
pinjam keluarga,kadang
ya kami pinjam juga dari
koperasi”
Dibujuk Makan “Dibujuk kebanyakan dia √
mau makan bubur”(P6)
Minum obat “dibujuk kadang pakai √
ancam sedikit kalau tidak
mau minum obat biar kami
kasihtinggal bapak sendiri
di rumah”
Menu makanan di “Makannya tidak terlalu √
rubah banyak kita rubah
menunya”
“semoga bapak bisa
Harpan selama Sembuh sembuh” (P1)
merawat
harapannya pasti semoga
cepat sembuh” (P2)
“bapak sembuh total biar
bisa jalan sendiri” ( P3)
114

Partisipan
No Tujuan Khusus Tema Sub Tema Kategori Kata Kunci
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
“semoga cepat sembuh
bisa jaga cucu cecenya”
(P4)
“harapan untuk sembuh
makanya kami berusaha
supaya bapak cepat
sembuh” (P5)

“harapannya nenek bisa


sembuh supaya aktifitas
kembali normal”(P6)
“ semoga pemeriksaan
setelah minum obat
dikatakan negatif supaya
bapak bisa aktifitas” (P7)
“bisa cepat sembuh bapak
bisa kembali pulih bisa
beraktifitas seperti biasa”
(P8)
“semoga bapak ini cepat
sembuh berharap semua
bisa berjalan normal
kembali” (P9)
“ semoga bapak lekas
sembuh dan aktifitas
seperti biasa” (P10)
115

Lampiran 9 Etical Clearance


116

Lampiran 10 Surat Ijin Penelitian Dari Fakultas


117

Lampiran 11 Surat Ijin Penelitian Dari Dinas Perijinan


118

Lampiran 12 Surat Selesai Penelitian Dari Puskesmas Betun


119

Lampiran 13 Surat Keterangan Dinas Perijinan Telah Melakukan Penelitian

Anda mungkin juga menyukai