Kesimpulan :
Lembaga pemerintah pusat melakukan tidakan yang tidak sesuai
dengan sistem penyelenggaran negara yang benar. Hal tersbut
dikarenakan sistem penyelenggaran negara yang disalahgunakan
oleh pihak yang berkuasa (oposisi), adanya monopoli kekuasaan
dan Law Enforcement tidak berjalan serta pengawasan yang
kurang efektif, moral pempimpin yang rendah karena serakah dll.
Seharusnya sebagai lembaga pemerintah pusat seharusnya
menjadi teladan yang baik untuk rakyat, terlebih dalam kasus ini
adalah dari lembaga pemerintah pusat dan pemerintah harus
membangun supermasi hukum dengan kuat. Dan penerapan
hukum jera agar tindakan tersebut tidak telulang kembali.
Kesimpulan :
korupsi dalam bidang pendidikan akan berdampak langsung terhadap
kualitas pendidikan. kualitas pendidikan sangat mempengaruhi
kualitas peserta didik, kualitas peserta didik akan berdampak
terhadap kualitas warga negara. Pada akhirnya, akan melamhkan
negara yang ditandainya lemahnya kualitas warga negara muda.
Kesimpulan :
Faktor penyebab terjadinya korupsi di bidang perbankan dapat
dilihat dari berbagai aspek. Baik itu aspek pelakunya, aspek
lingkungan/masyarakat dan aspek perundang-undangan. Selain
itu lemahnya pengawasan internal dari bank sentral serta
kedudukan/status ekonomi atau politik pelaku dan keadaan di
sekitar perbuatan yang mereka lakukan itu sedemikian rupa
sehingga mengurangi kemungkinan mereka untuk dilaporkan atau
dituntut. Penegakan hukum dalam hal pencegahan dan
pemberantasan (upaya penanggulangan) korupsi di bidang
perbankan dapat dilakukan melalui sarana penal (penggunaan
hukum pidana dan hukum administrasi pidana) dan sarana non
penal (lebih kepada peningkatan sistem pengawasan, penerapan
prinsip kehati-hatian, menetapkan jaring pengaman sektor
keuangan (financial safety net), pemantapan sistem perbankan
yang mengarahkan perbankan kepada praktik-praktik good
corporate governance. serta sosialisasi terhadap masyarakat).
Korupsi merupakan perbuatan yang melawan hukum, sehingga
perlu adanya kesadaran dalam diri setiap individu untuk tidak
melakukannya, perlu ditingkatkan profesionalisme aparat
penegak hukum dalam pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi di bidang perbankan. Penerapan sanksi terhadap
pelaku pun tidak boleh diskriminasi sehingga ada efek jerah bagi
pelaku.
"Saya minta maaf pada Yang Mulia Bapak Ketua Mahkamah Agung,
Dirjen Peradilan Umum karena saya tidak dapat mengemban amanah
dan saya salah menerjemahkan kebijakan pimpinan," ujar
Sudiwardono.
Kesimpulan :
Dalam upaya penegakan hukum di Indonesia, peran lembaga
hukum sangatlahpenting di tengah carut-marutnya kejahatan
sistemik dinegeri ini. Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai
lembaga yang mencoba mengawasi arus gerak-gerik para koruptor
di Indonesia mempunyai kontribusi fundamental, selain
Kepolisian, dan lembaga hukum negara lainnya. Untuk itu
perlunya sinergisitas dan upaya konsolidasi dalam membabat
habis kejahatan di negeri ini.
Kesimpulan :
Potensi terjadinya Fraud layanan kesehatan sudah semakin nampak di
Indonesia namun belum diiringi dengan sistem pengendalian yang
mumpuni. Perlu upaya-upaya sistematis untuk mencegah
berkembangnya kejadian ini. Kerjasama berbagai pihak sangat
diperlukan dalam upaya pemberantasan Fraud layanan kesehatan
dapat berdampak baik. Upaya-upaya pengendalian Fraud hendaknya
dapat berjalan dalam siklus yang tidak terpotong-potong.
Upaya-upaya pengendalian Fraud yang sudah dilakukan dan
dampaknya terhadap penyelamatan uang negara hendaknya dapat
didokumentasikan dalam bentuk laporan berkala sehingga dapat
diketahui publik. Bentuk laporan berkala dapat mencontoh laporan
yang ditebitkan oleh Departemen Kehakiman dan Departemen
Kesehatan dan Pelayanan Masyarakat Amerika Serikat tentang
Program Pengendalian Fraud dan Abuse Layanan Kesehatan. Laporan
semacam ini dapat memberi gambaran kepada aktor potensial Fraud
layanan kesehatan bahwa tindakan mencurangi program JKN ini tidak
mendapat tempat di Indonesia.
Kesimpulan :
Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi di
pemerintahan daerah adalah faktor politik dan kekuasaan dimana
yang berkuasa cenderung menyalahgunakan wewenangnya untuk
mendapatkan keuntungan baik untuk dirinya sendiri maupun
golongan, faktor ekonomi dari segi pemenuhan kebutuhan
sehari-hari, faktor nepotisme yang mementingkan kepentingan
golongan tertentu dan faktor pengawasan terhadap pemerintah
yang dirasakan masih lemah. Masalah-masalah yang timbul dalam
pemberantasan korupsi di pemerintahan daerah yakni berupa
kurangnya dana yang diinventasikan pemerintah untuk
memberantas korupsi, kurangnya bantuan donasi dari pemerintah
asing yang cenderung menimbulkan pandangan bahwa kurangnya
kepercayaan pemerintahan asing terhadap pemerintah Indonesia.
Selain itu juga kurangnya pengetahuan dan pengalaman aparat
penegak hukum dalam memberantas korupsi, serta rendahnya
gaji pejabat yang dipandang mampu mempengaruhi
keprofesionalannya dalam melaksanakan tugas.
KESIMPULAN
Menteri Negara yang bertanggung jawab untuk pengelolaan BUMN
telah mengeluarkan Surat Edaran SE-2/MBU/07/2019 Tentang
Pengelolaan Badan Usaha Milik Negara yang bersih melalui
implementasi pencegahan korupsi dan nepotisme, dan
penanganan benturan kepentingan serta penguatan pengawasan
intern. Apa implikasi Surat Edaran SE-2/MBU/07/2019 tersebut
bagi BUMN di tataran teknis terutama penerapan sistem
manajemen kepatuhan organisasi? Tertulis dalam pasal E.2 ayat
a.2 SE-2/MBU/07/2019 sebagai berikut ‘BUMN dapat mengadopsi
dan mengadaptasi Panduan Cegah Korupsi (CEK) Bagi Dunia Usaha
yang dikembangkan oleh KPK, SNI ISO 37001:2016 tentang Sistem
Manajemen Anti Penyuapan, atau instrumen lain yang terkait
dengan inisiatif pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme. Proses
implementasi pencegahan korupsi di BUMN tersebut akan
dipantau dan dievaluasi secara berkala’ oleh Kementerian BUMN.
Secara gamblang, salah satu implikasi utama adalah urgensi bagi
BUMN untuk segera mengadopsi dan mengadaptasi SNI ISO
37001:2016 sebagai standar sistem manajemen kepatuhan BUMN,
dan selanjutnya membangun dan menumbuh-kembangkan budaya
kepatuhan organisasi yang sehat dan efektif.