Anda di halaman 1dari 27

RINGKASAN AUDIT FORENSIK PERIODE KE-2

1. Studi Kasus Akuntansi Forensik Pada Lembaga Pemerintahan Pusat


a) Penyebab timbulnya kasus korupsi di lembaga pemerintahan
pusat :
Menurut Ermansjah Djaja dalam buku Memberantas korupsi Bersama
KPK menyebutkan terdapat berbagai faktor seseorang melakukan
korupsi. Berikut adalah beberapa penyebab korupsi dan cara
mengatasinya:
1. Sistem Penyelenggaraan Negara yang Keliru, yaitu Sebagai
negara yang berkembang seharusnya pemerintah memperioritaskan
pembangunan di bidang pendidikan. Tetapi selama puluhan tahun
mulai dari Orde Lama,Orde Baru sampai dengan era Reformasi,
pembangunan difokuskan di bidang ekonomi. Padahal setiap negara
berkembang memiliki keterbatasan jumlah SDM, uang, manajemen
dan tekhnologi. konsekuensinya, semua diimpor dari luar negeri.
2. Kompensasi PNS yang Rendah,yaitu Karena gaji yang rendah,
banyak anggota PNS yang melakukan tindakan korupsi. Rendahnya
gaji tindak diimbangi dengan pola hidup yang sederhana, karena
sebagian besar pegawai memiliki gaya hidup yang konsumtif.
3. Monopoli Kekuasaan yaitu kepala daerah memiliki kekuasaan yang
sangat besar dalam pengelolaan anggaran APBD, perekrutan pejabat
daerah, pemberian ijin sumber daya alam, pengadaan barang dan
jasa dan pembuatan peraturan kepala daerah, dan adanya dinasti
kekuasaan, hal ini menyebabkan kepala daerah melakukan tindak
pidana korupsi melalui suap dan gratifikasi
4. Diskresi Kebijakan yaitu diskresi di lakukan karena tidak semua
tercakup dalam peraturan sehingga diperlukan kebijakan untuk
memutuskan sesuatu, sehingga apa yang ditarget itu bisa terpenuhi
tanpa harus menunggu adanya aturan yang tersedia, masalahnya
kemudian diskresi ini dipahami secara sangat luas, padahal diskresi
itu sangat terbatas, dia hanya bisa diberi ruangnya ketika tidak ada
aturan main dan itu dalam situasi yang sangat mendesak, APBD
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun
anggaran yang merupakan rencana pelaksanaan Pendapatan Daerah
dan Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam
tahun anggaran tertentu. Pemungutan penerimaan daerah bertujuan
untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD.
5. Pejabat yang Serakah, yaitu karena memiliki pola hidup yang
konsumtif, timbul keinginan dalam diri pejabat untuk memperkaya
diri secara instan. Kemudian lahirlah sikap serakah dimana pejabat
menyalahgunakan wewenang dan jabatannya dan menjadi penyebab
terciptaanya masyarakat majemuk dan multikultural.
6. Law Enforcement Tidak Berjalan, yaitu Penegakkan hukum di
Indonesia sangatlah bobrok. penegakkan hukum tidak berjalan
hampir di seluruh lini kehidupan, baik di instasi pemerintahan
maupun di lembaga kemasyarakatan karena segala sesuatu diukur
dengan uang.
7. Hukuman yang Ringan Terhadap Koruptor, yaitu Karena para
koruptor mendapat hukuman yang ringan, maka tidak menimbulkan
efek jera bagi mereka yang melakukan korupsi. Bahkan tidak
menimbulkan rasa takut dalam masyarakat, sehingga para pejabat
tetap melakukan KKN.
8. Tidak Ada Keteladanan Pemimpin, yaitu Minimnya pemimpin
yang dapat dijadikan teladan, menyebabkan Indonesia sulit untuk
terbebas dari jerat korupsi. Hal ini menyebabkan kehidupan
berbangsa dan bernegara mendekati jurang kehancurannya.
9. Pengawasan yang Tidak Efektif,
10. Budaya Masyarakat yang Kondusif KKN, yaitu Dalam Negara
agraris seperti Indonesia, masyarakatnya cenderung peternalistik.
Dengan demikian, mereka turut melakukan KKN dalam urusan
sehari-hari. Misal mengurus KTP, SIM, PBB dan masih banyak lagi. Hal
tersebut mereka lakukan karena meniru apa yang dilakukan oleh
pejabat, elit politik, tokoh masyarakat, pemuka agama, yang oleh
masyarakat diyakini sebagai tindakan yang wajar.
11. Lemahnya Akuntabilitas yaitu adanya Kolusi Eksekutif dan
Legislatif dalam Pembuatan Kebijakan yang Koruptif.
12. Biaya pemilukada langsung yang mahal
13. Kurangnya kompetensi dalam pengelolaan keuangan daerah
14. Kurang pahamnya peraturan, dan
15. Pemahaman terhadap konsep budaya yang salah

b) Langkah pemberantasan korupsi di lembaga pemerintahan pusat :


1. Membangun Supremasi Hukum dengan Kuat, yaitu Hukum adalah
pilar keadilan. Ketika hukum tak sanggup lagi menegakkan
sendi-sendi keadilan, maka runtuhlah kepercayaan publik pada
institusi ini. Ketidak jelasan kinerja para pelaku hukum akan memberi
ruang pada tipikor untuk berkembang dengan leluasa. Untuk itu
sangat oerlu dilakukan membangun supremasi hukum yang kuat.
Tidak ada manusia yang kebal hukum, serta penegak hukum tidak
tebang pilih dalam mengadili.
2. Menciptakan Kondisifitas Nyata di Semua Daerah, yaitu Salah
satu rangsangan tumbuhnya tipikor dengan subur adalah kondisifitas
semu di suatu wilayah otonom. Kondusifitas yang selama ini
dielu-elukan adalah kondusifitas semu belaka. kejahatan korup terus
tumbuh dengan subur tanpa ada yang menghentikannya. bagaimana
suatu otonomi daerah semestinya dikatakan kondusif? yakni daerah
yang terbebas dari penyakit tipikor , bersih penyelewengan serta
tidak ada lagi tindak kejahatan yang merugikan bangsa dan negara.
3. Eksistensi Para Aktivis, yaitu para aktifis seperti LSM harus gencar
menyerukan suaranya untuk melawan korupsi. Disini, peran aktif para
aktifis sangat diharapkan.
4. Menciptakan Pendidikan Anti Korupsi, yaitu Upaya
pemberantasan korupsi melalui jalur pendidikan harus dilaksanakan
karena tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan merupakan wahana
yang sangat startegis untuk membina generasi muda agar
menanamkan nilai-nilai kehidupan termasuk antikorupsi.
5. Membangun Pendidikan Moral Sedini Mungkin, yaitu Mengapa
banyak pejabat Negara ini yang korupsi? Salah satu jawabannya
karena mereka bermoral miskin, bertabiat penjahat dan tidak
bermartabat. Jika seseorang memiliki moral yang rendah, maka
setiap gerak langkahnya akan merugikan orang. oleh karena itu
sangat penting sekali membekali pendidikan moral pada generasi
muda.
6. Pembekalan pendidikan Religi yang Intensif, yaitu Semua agama
mengajarkan pada kebaikan. Tidak ada satupun agama yang
menyuruh kita berbuat untuk merugikan orang lin, seperti korupsi.
Peran orang tua sangat berpengaruf untuk menumbuhkan kesadaran
religi pada anak agar kelak saat dewasa memiliki moral dan
mentalitas yang baik.
7. Meningkatkan pembinaan terhadap SPIP di pemerintah daerah

c) Kasus korupsi di lembaga pemerintahan pusat :


i. KASUS KORUPSI PADA KEMENTERIAN AGAMA
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin disebut menerima Rp70
juta dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi
Jawa Timur, Haris Hasanudin. Uang itu diduga terkait intervensi
Lukman dalam pengangkatan Haris sebagai kepala kanwil. Hal itu
dikatakan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam surat
dakwaan terhadap Haris yang dibacakan di Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi Jakarta. Menurut jaksa, perbuatan Lukman
menerima suap itu dilakukan bersama sama dengan M Romahur
muizy yang merupakan anggota DPR sekaligus Ketua Umum Partai
Persatuan Pembangunan (PPP). Romy disebut memerintahkan
Lukman Hakim yang merupakan kader PPP, agar tetap
mengangkat Haris Hasanudin sebagai Kepala Kanwil Kemenag
Jatim. Padahal, secara persyaratan, Haris dinilai tidak layak lolos
seleksi karena masih menjalani hukuman disiplin pegawai negeri.
Menurut jaksa, pada 1 Maret 2019, di Hotel Mercure Surabaya,
Haris melakukan pertemuan dengan Lukman Hakim. Dalam
pertemuan tersebut, Lukman menyampaikan bahwa ia akan tetap
mengangkat Terdakwa sebagai Kepala Kanwil Kemenag Jatim.
Kemudian, Haris memberikan uang kepada Lukman sejumlah Rp
50 juta. Selanjutnya, pada 4 Maret 2019, Haris diangkat sebagai
Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur berdasarkan
Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor: B.II/04118
dan dilantik pada 5 Maret 2019. Kemudian, pada 09 Maret 2019,
bertempat di TebuIreng Jombang, Haris kembali memberikan
uang sejumlah Rp20 juta kepada Lukman Hakim melalui Herry
Purwanto.

ii. KASUS KORUPSI KEMENTERIAN DALAM NEGERI


Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan (Sekjen Kemendag)
Oke Nurwan dipanggil penyidik KPK lagi. Keterangan Nurwan
dibutuhkan penyidik untuk penyidikan kasus suap impor bawang
putih dengan tersangka I Nyoman Dhamantra sebagai mantan
anggota DPR. "Dipanggil sebagai saksi untuk tersangka IYD (I
Nyoman Dhamantra), Selain itu, ada 3 saksi lainnya yang dipanggil
yaitu Kepala Bawas Perdagangan Berjangka Komiditi Kemendag
Tjahya Widayanti, Direktur Impor Kemendag Ani Mulyati, serta
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana.
Keempat orang itu sebelumnya pernah dipanggil KPK secara
bersama-sama. Sebelum itu, Nurwan pernah juga dipanggil KPK,
sedangkan Ani Mulyati dan Tjahya Widayanti dipanggil pada Rabu
(18/9). Dalam kasusini, KPK menetapkan Dhamantra sebagai
tersangka karena diduga menerima suap dari Chandry Suanda
(Afung) pemilik PT Cahaya Sakti Agro, Doddy Wahyu diberprofesi
swasta, dan Zulfikar berprofesi swasta. KPK menduga aksi
Dhamantraini dibantu oleh orang kepercayaan Dhamantra yaitu,
Mirawati Basri serta Elviyanto dari pihak swasta. Baik pemberi
suap dan orang kepercayaan Dhamantra juga ditetapkan
tersangka oleh KPK. KPK menduga Dhamantra meminta fee Rp 3,6
miliar dan Rp 1.700-1.800 tiap kg lewat Mirawati untuk mengurus
izin kuota 20 ton bawang putih. Suapitu diduga berasal
dariChandrydan Doddy. KPK menyebut duit yang sudah diberikan
kepada Dhamantra berjumlah Rp2 miliar. Duiti tu ditransfer lewat
rekening money changer.

iii. KASUS KORUPSI E-KTP


Dalam perjalanannya, para pihak berwenang dibuat harus
berusaha lebih giat dalam menciptakan keadilan atas tersangka
Setya Novanto. Berbagai lika-liku di hadapi, mulai dari di
tetapkannya Setya Novanto sebagai tersangka, sidang
praperadilan, dibatalkannya status tersangka Novanto oleh hakim,
kecelakaan yang dialami Novanto bahkan hingga ditetapkannya ia
lagi sebagai tersangka. Perkara ini juga diselingi oleh kematian
Johannes Marliemdi Amerika Serikat yang dianggap sebagai saksi
kunci dari tindakan korupsi. Untuk kepentingan pengembangan
kasus atas tewasnya Marliem, KPK pun melakukan kerja sama
dengan FBI. Perkembangan kasus e-KTP yang terjadi di era digital
membuat kasus ini mendapatkansorotandari para warganet.
Dalam beberapa kesempatan para warganet meluapkan ekspresi
mereka terkait kasus korupsi e-KTP dengan menciptakan trending
topic tertentu di twitter dan membuat meme untuk kemudian
diunggah di media sosial. Namun reaksi warganet lebih condong
ditujukan pada Setya Novanto ketimbang tersangka yang lain.Tak
hanya media nasional, media asing seperti AFP dan ABC juga turut
memberitakan perkara ini, terutama terkait keterlibatan Setya
Novanto. Kendati perkara proyeke-KTP telah berjalan selama
beberapa tahun, kasus ini belum mencapai penyelesaian. Baru
dua orang, yakni Irman dan Sugiharto yang telah divonis hukuman
penjara sementara yang lain masih harus menghadapi proses
hukum yang berlaku. Oleh karena itu, para pihak berwenang
masih harus ekstra kerja keras lagi untuk menutup buku atas
perkara ini.

Kesimpulan :
Lembaga pemerintah pusat melakukan tidakan yang tidak sesuai
dengan sistem penyelenggaran negara yang benar. Hal tersbut
dikarenakan sistem penyelenggaran negara yang disalahgunakan
oleh pihak yang berkuasa (oposisi), adanya monopoli kekuasaan
dan Law Enforcement tidak berjalan serta pengawasan yang
kurang efektif, moral pempimpin yang rendah karena serakah dll.
Seharusnya sebagai lembaga pemerintah pusat seharusnya
menjadi teladan yang baik untuk rakyat, terlebih dalam kasus ini
adalah dari lembaga pemerintah pusat dan pemerintah harus
membangun supermasi hukum dengan kuat. Dan penerapan
hukum jera agar tindakan tersebut tidak telulang kembali.

2. Studi Kasus Akuntansi Forensik Pada Lembaga Pendidikan


a) Penyebab timbulnya kasus korupsi di lembaga pendidikan :
Karena anggaran APBN anggaran pendidikan sangat banyak, dana
pendidikan yang sangat besar rawan untuk diselewengkan dan
lemahnya pengawasan pengelolaan dana pendidikan baik ditingkat
pusat maupun daerah,
b) Dampak korupsi dalam pendidikan:
1. Merosotnya kualitas pendidikan
2. Keruguan finansial
3. Ketidakadilan sosial
4. Penguranagan tingkat partisipasi
5. Hilangnya akhlak mulia
6. Skala permasalhan.
c) Aktivitas atau kasus yang rawan terjadi korupsi lembaga pendidikan
yaitu
1. Pengangkatan jabatan kepala sekolah yaitu Pengangakatan
kepala sekolah terutama terjadi di sekolah-sekolah negeri (publik),
tetapi tidak menurup kemungkinan di sekolah Swasta/ Yayasan.
pengisian jabatan kepala sekolah, sudah menjadi rahasia umum dan
kebiasaan bahwa untuk menjadi seorang kepala sekolah harus
memberikan uang kepada dinas bahkan kepada kepala daerah di
daerah tersebut. bahkan jumlah uang disetorkan dari seorang kepala
sekolah bahkan tiap tingkatan berbeda, SD sekitar puluhan juta
rupiah, SMP dan SMA bahkan mencapai angka ratusan juta rupiah.
Bahkan di salah satu kabupaten, kepala sekolah menyetor kepada
kepala daerah tiap tahunnya agar tidak di non-jobkan.Tindak korupsi
dalam pengisian jabatan kepala sekolah akan menghasilkan kepala
sekolah yang memiliki kebusukan jiwa, berjiwa korup dan berkualitas
rendah. Sehingga secara langsung akan berdampak pada kualitas dari
proses pendidikan yang dilaksanakan. Penulis teringat dengan
sebuah hadis yang menggambarkan keruskan bila suatu jabatan
dipegang oleh orang yang tidak ahli atau tidak cakap. Tindak pidana
korupsi dalam pengsian jabatan sudah digolongkan dengan
penyuapan.
2. Pengadaan sarana dan prasarana termasuk (seragam, buku,
gedung, peralatan, laboratorium dsb) atau Penggunaan dana BOS
yaitu Penyalahgunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS),
Anggaran Sekolah dan Sejenisnya merupakan salah satu dampak dari
praktik korupi dalam pengisian jabatan kepala sekolah, sebagaimana
poin pertama. Dana BOS, Anggaran Sekolah, bantium dam sejenisnya,
menjadi lahan basah untuk suburnya tindak pidana korupsi. Sehingga
dengan berbagai cara dan upaya agar anggaran bisa masuk kedalam
kantong pribadi sang pemegang jabatan.Penyalahgunaan ini dapat
berupa pembuatan program-program fiktif atau pembuatan program
haya sekedar formalistik untuk menghabiskan anggaran tanpa
dilandasi atas kebutuhan nyata untuk meningkatkan kualitas
pendidikan di sekolah tersebut. walaupun, nominalnya tidak besar
tetapi seharunys ada upaya penindakan yang tegas dan pengungkapan
dari penyalahgunaan anggaran dalam bidanng pendidikan. Dalam
melakukan hal ini pasti melibatkan sistem yang ada disekolah, mulai
dari tata usaha, komite, dan kepala sekolah sendiri bahkan ada
sepertiuang tutup mulut bagi LSM dan Wartawan, belum lagi jatah
dari atasan kepala sekolah dari tingkat KCD sampai kepala dinas serta
kepala daerah.Salah satu kesulitan mengungkapkan Tipikor di bidang
pendidikan ialah kecilnya nominal dan kondisi penegak hukum yang
kra bekerja efektif dalam mengungkap tipikor di sekolah.
3. Penerimaan siswa baru , yaitu Penerimaan siswa baru juga
merupakan lahan basah dari tindak korupsi dalam bidang pendidikan.
Walau nominalnya kecil, tetapi tetap tindak pidana korupsi karena
akan sangat merugikan masyarakat umum. Memasuki Sekolah Negeri
merupakan hak seluruh warga negara muda, selain mendapatkan
subsidu yang besar dari pemerintah, kualitas sekolah cukup terjaga.
Minat yang tinggi ini menjadi lahan basah terjadinya tindak pidana
korupsi di sekolah (bidang pendidikan).
4. Undangan untuk memasuki PTN melalui Undangan yaitu Sama
seperti penerimaan siswa baru, undangan untuk memasuki PTN
dapat menjadi kesempatan penyalahgunaan jabatan publik dari
Kepala Sekolah, wakil kepala sekolah dan guru. Dengan
menyembunyikan atau memberikan informasi secara tidak luas
kepada seluruh siswa untuk mendapatkan hak yang sama bersaing
dalam jalur undangan dari PTN.Orang tua guru dapat saja
memberikan gratifikasi untuk mempengaruhi keputusan sekolah
tentang siswa yang akan menjadi peserta dalam jalur undangan ini.
Sekali dengan nominal yang kecil seakan perbuatan ini menjadi
perbuatan biasa saja. Padahal sebagai pejabat publik tidakboleh
menerima gratifikasi dari masyarakat terutama terkait degan
jabatannya menetukan sesuatu hal.
5. Pengangkatan guru honorer menjadi CPNS yaitu Pengangkatan
guru menjadi CPNS merupakan rahasia umum, hal ini terjadi dari
seleksi umum CPNS dan Seleksi dari honorer menjadi CPNS.
Kedua-duanya memiliki peluang yang sama untuk menjadi lahan yang
subur terjadinya tindak pindana korupsi dengan menyelahgunakan
jabatan publik yang mereka pegang. Permasalahannya lagi adalah
terkadang tersangka penyuap dan yang disuap sulit diungkap karena
terjadi rahasia diantara mereka berdua, dan ketika keduanya
berbicara maka kedua belah pihak dapat dipidana. Penulis dapat
menyimpulkan sebab sulitnya mengungkap praktik suap dalam
pengangkatan CPNS ini, karena para pelaku tidak ingin dirnya
bermasalah dengan hukum.
6. Pungutan Liar yaitu Di sekolah yang korup akan menjadikan
pungutan liar ini menjadi salah satu sumber mendapatkan anggaran
untuk dapat diselewengkan. Banyak dalih dalam pungutan liar ini,
mulai dari pengambilan ijazah, raport, pembuatan surat, sumbangan
ke sekolah dan sebagainya perbuatan-perbuatan yang terus
berkembang untuk mendapatkan uang. Pungutan liar ini bisa saja
salah satu efek dari pengengkatan kepala sekolah dengan tarif
sebagaimana poin pertama, sehingga kepala sekolah beserta
jajaranya mengada-ada soal kebuthan dana, padahal sudah ada
anggaran dari pemerintah untuk operasional

Kesimpulan :
korupsi dalam bidang pendidikan akan berdampak langsung terhadap
kualitas pendidikan. kualitas pendidikan sangat mempengaruhi
kualitas peserta didik, kualitas peserta didik akan berdampak
terhadap kualitas warga negara. Pada akhirnya, akan melamhkan
negara yang ditandainya lemahnya kualitas warga negara muda.

3. Studi Kasus Akuntansi Forensik Pada Industri Perbankan


a) Penyebab timbulnya kasus korupsi di lembaga industri perbankan :
Berkembangknya kejahatan di bidang perbankan disinyalir karena
lemahnya pengawasan internal bank dari bank sentral. Hal ini bisa
disebabkan oleh :
1. Ketidaktelitian melakukan pengawasan mengingat besarnya
jumlah transaksi harian di bank dan kantor cabang.
2. Ketidaktahuan dalam teknik pengawasan internal bank
(lemahnya profesionalisme).
3. Adanya unsur moral hazzard, yaitu terjadinya kolusi antara
pengawas bank dengan pejabat perbankan dari luar untuk
melakukan kejahatan.
b) Penegakan hukum dan pencegahan kejahatan perbankan dapat
ditempuh melalui :
i. Perlu adanya peningkatan kemampuan penyidik dalam bidang
akunting dan keuangan.
ii. Sistem pengawasan dari pihak bank yang efektif dan ini bisa
dilakukan kalau rekruitmen pegawai lebih menekankan kepada
mental ideologi.
iii. Perluasan kewenangan penyidik dalam rangka menjalankan
tugasnya, bukan hanya sekedar menyangkut rahasia bank.
iv. Perlu pembaharuan perundang - undangan dalam bidang
ekonomi in case undang-undang perbankan.
c) Contoh kasus korupsi pada perbankan :
i. Kasus Korupsi di BTN Cabang Kantor Semarang
Pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengembangkan
penyelidikan atas kasus korupsi di PT Bank Tabungan Negara Tbk
(BTN). Kamis (12/9), penyidik pidana khusus (pidsus) Kejagung
telah memeriksa Yayat Hidayat, Wakil Kepala Cabang BTN Cabang
Semarang periode 2012-2014. Pemeriksaan Yayat terkait
pemberian kredit yasa griya (KYG) oleh BTN Cabang Semarang
kepada PT Tiara Fatuba, dan pembaharuan utang (novasi) kepada
PT Nugra Alam Prima serta PT Lintang Jaya Property. "Saksi Yayat
Hidayat diperiksa terkait dengan agunan Tiara Fatuba yang
dijaminkan kepada BTN Cabang Semarang dalam pengajuan
kredit," terang Mukri, Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung
RI, kepada KONTAN, Sabtu (14/9). Dugaan tindak pidana korupsi
tersebut berawal pada April 2019 saat BTN Cabang Semarang
memberikan fasilitas kredit yasa griya kepada Tiara Fatuba senilai
Rp 15,2 miliar. Kejaksaan Agung menyebutkan, prosedur
pemberian kredit yasa griya tersebut dilakukan secara melawan
hukum dan tidak sesuai dengan Surat Edaran (SE) direksi BTN.
Akibatnya, fasilitas kredit kepada Tiara Fatuba berujung kredit
macet sebesar Rp 11,9 miliar. Selanjutnya pada bulan Desember
2015, asset managemen division (AMD) kantor pusat BTN
melakukan novasi (pembaharuan hutang) kepada Nugra Alam
Prima dengan nilai plafon Rp 20 miliar. Novasi tersebut diberikan
BTN, tanpa ada tambahan agunan yang menyebabkan kredit
macet kembali terjadi, senilai Rp 15,6 miliar. Kemudian pada
bulan November 2016, AMD kantor pusat BTN melakukan novasi
(pembaharuan hutang) kembali secara sepihak dari Nugra Alam
Prima kepada Lintang Jaya Property. Hal ini dilakukan tidak
sesuai dengan standard operating procedure (SOP) dan tanpa ada
tambahan agunan kembali dengan plafon kredit sebesar Rp 27
miliar. Akibatnya, kredit macet kembali terjadi dengan nilai Rp
26 miliar dan masuk kategori kolektibilitas.

ii. Pejabat Bank Permata tersangka korupsi Rp 6 M


Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dua tersangka kasus
dugaan korupsi pencairan deposito Bank Permata milik PT
Pengembangan Pariwisata Bali (persero) atau Bali Tour
Development Corporation (PT BTDC) senilai Rp 6 miliar. Kedua
tersangka adalah mantan Kacab Bank Permata Cab Kenari Jakpus,
DN, dan mantan Direktur Keuangan PT BTDC, S. "Kejaksaan Agung
mendapat bukti yang cukup untuk menetapkan keduanya sebagai
tersangka pada tanggal 28 Juni 2013," ujar Kepala Pusat
Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Setia Untung
Arimuladi, Jakarta Selatan, Jumat (5/7). Untung mengatakan
dugaan korupsi terlihat dari adanya pencairan dana deposito
berjangka serta pemanfaatan bunga dari deposito berjangka milik
PT BTDC yang tersimpan di Bank Permata Cab Kenari Jakpus
senilai kurang lebih Rp 6 miliar oleh PT Incor Energy. "Ada dugaan
pencairan serta pemanfaatan dana tersebut tanpa
mempergunakan bilyet giro yang asli, aplikasi pencairan bukan
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dan pencairan
dilakukan tanpa melakukan konfirmasi pada PT BTDC terlebih
dahulu," jelas Untung. Untung menjelaskan, tim penyidik
berjumlah tujuh orang yang dipimpin oleh Fadil Zumhana telah
menyusun rencana pelaksanaan penyidikan. Pelaksanaan
penyidikan itu dengan memanggil sejumlah saksi. "Hari Senin 8
Juli 2013 akan memanggil empat orang untuk dimintai keterangan
sebagai saksi yaitu: Indra Safa (mantan relation manager Bank
Permata), Cicilia Seviane (relation manager credit bank Permata),
Widyaningsih (teller bank permata) & Padyaningsih (branch
service manager bank Permata)," tutur Untung.
iii. Kasus Bank Century
Kasus bank century bermula dari penetapannya menjadi bank
gagal berdampak sistemik. Menurut jaksa penuntut umum KPK,
Antonius Budi Satria penetapan tersebut bertujuan untuk
mendapatkan biaya penyelamatan senilai total Rp 6,76 triliun
dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Mulanya, pada 16
November 2008 Menteri Keuangan/Ketua Komite Stabilitas Sistem
Keuangan (KSSK) Sri Mulyani Indrawati, Gubernur BI boediono ,
Deputi Gubernur Senior Miranda Swaray Goeltom, Deputi
Gubernur bidang Kebijakan Perbankan/Stabilitas Sistem
Keuangan Muliaman Hadad menggelar rapat di kantor BI. Rapat
saat itu membahas pertimbangan biaya penyelamatan Bank
Century. Namun, pada 20 November 2008 Dewan Gubernur BI
(DGBI) menyatakan tidak menginginkan Bank Century ditetapkan
sebagai bank gagal dan tetap dapat beroperasi. Siti Chalimah
Fadjriah selaku Deputi Gubernur bidang V Pengawasan Bank
Umum dan Bank Syariah serta Halim Alamsyah selaku Direktur
Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI
menyampaikan, berdasarkan penilaian, Bank Century tidak
tergolong sistemik secara individual. Menanggapi hal tersebut,
mantan deputi gubernur bank indonesia bidang 4 pengelolaan
moneter dan devisa dan kantor perwakilan (KPW) Budi Mulya
tidak setuju dengan lampiran data yang disampaikan Halim
Alamsyah. Ia meminta agar data tersebut tidak dilampirkan.
Melalui Boediono, masing-masing anggota Dewan Gubernur BI
terkait Century, dan seluruh anggota DGBI menyatakan setuju
kalau Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal. Rapat
selanjutnya, pada 21 November 2008 sekitar pukul 04.30 WIB,
Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Rapat dihadiri oleh Sri Mulyani, Boediono, Raden Pardede serta
konsultan hukum Arief Surjowidjojo. Padahal, menurut Ketua LPS
Rudjito, Fuad Rahmany, Anggito Abimanyu, Agus Martowardojo
dalam keadaan normal seharusnya Bank Century tidak terkategori
sebagai bank berdampak sistemik. Kemudian dilanjutkan dengan
penghentian seluruh pengurus Bank Century. Lalu, penyetoran
modal mulai dikucurkan secara bertahap terhitung 24 November
2008 hingga 24 Juli 2009 dengan total dana sebanyak Rp 6,76
triliun. Perbuatan tersebut pun merugikan keuangan negara
dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek. Maka, Budi
Mulya dikenai pasal tentang penyalahgunaan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau
kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan
perekonomian negara. Lalu, pada Oktober 2009, LPS mengambil
alih 90 persen lebih saham Bank Century yang kemudian berganti
nama menjadi bank mutiara . Kini, LPS resmi mengalihkan saham
PT Bank Mutiara Tbk sebesar 99 persen kepada perusahaan
investasi asal jepang, J Trust senilai Rp 4,41 triliun.

Kesimpulan :
Faktor penyebab terjadinya korupsi di bidang perbankan dapat
dilihat dari berbagai aspek. Baik itu aspek pelakunya, aspek
lingkungan/masyarakat dan aspek perundang-undangan. Selain
itu lemahnya pengawasan internal dari bank sentral serta
kedudukan/status ekonomi atau politik pelaku dan keadaan di
sekitar perbuatan yang mereka lakukan itu sedemikian rupa
sehingga mengurangi kemungkinan mereka untuk dilaporkan atau
dituntut. Penegakan hukum dalam hal pencegahan dan
pemberantasan (upaya penanggulangan) korupsi di bidang
perbankan dapat dilakukan melalui sarana penal (penggunaan
hukum pidana dan hukum administrasi pidana) dan sarana non
penal (lebih kepada peningkatan sistem pengawasan, penerapan
prinsip kehati-hatian, menetapkan jaring pengaman sektor
keuangan (financial safety net), pemantapan sistem perbankan
yang mengarahkan perbankan kepada praktik-praktik good
corporate governance. serta sosialisasi terhadap masyarakat).
Korupsi merupakan perbuatan yang melawan hukum, sehingga
perlu adanya kesadaran dalam diri setiap individu untuk tidak
melakukannya, perlu ditingkatkan profesionalisme aparat
penegak hukum dalam pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi di bidang perbankan. Penerapan sanksi terhadap
pelaku pun tidak boleh diskriminasi sehingga ada efek jerah bagi
pelaku.

4. Studi Kasus Akuntansi Forensik Pada Lembaga Penegak Hukum


a) Penyebab timbulnya kasus korupsi di lembaga penegak hukum :
1. Penyimpangan Pelaksanaan dalam Penegakan Hukum
2. Penyalahgunaan kekuasaan
3. Tidak konsisten
4. Penegakan hukum tidak dilakukan secara tegas
5. Diskriminatif terhadap setiap orang yang melakukan pelanggaran
hukum
6. lemahnya penegakan hukum di Indonesia merupakan aspek
dominasi partai di sejumlah institusi Negara, tidak hanya di lembaga
legislative, dominasi partai juga merembet ke lembaga keuangan,
kementerian, dan serentetan institusi eksekutif sebagai pelaksana
kebijakan, sehingga nalar pragmatis dan kepentingan

b) Langkah pemberantasan korupsi di lembaga penegak hukum :


1. Upaya pencapaian supermasi hukum di indonesia, Salah satu
upaya untuk memperbaiki penegakan hukum di Indonesia adalah dengan
memperbaiki lembaga/institusi hukum itu sendiri. Penyelenggaraan
hukum di Indonesia selama ini masih mengalami kemandekan oleh karena
aparat-aparat penegak hukum itu sendiri bekerja dalam suasana yang
koruptif, mental dan integritas yang merosot serta profesionalisme yang
rendah.
2. Reformasi total bidang hukum, Di dalam negara hukum semua
orang dipandang sama di hadapan hukum (equality before the law).
Dengan demikian, sebagai negara berdasar hukum, Indonesia dapat
menciptakan kepastian, ketertiban, dan keadilan hukum bagi semua
rakyatnya. Tetapi, pelaksanaan hukum di Indonesia belum ditegakkan
sepenuhnya. Hal ini dikarenakan oleh masih banyaknya kepentingan
politik untuk mempertahankan kekuasaan dan memperjuangkan
kepentingannya sendiri dalam pemerintahan.
3. Perbaikan institusi aparat penegak hukum dalam hal sistem
rekrutmen (seleksi), testing dan persyaratan menjadi aparat penegak
hukum yang baik, mengadakan program pelatihan atau program
Continuing Legal Education (CLE) secara konsisten dan memberikan
pembekalan etika profesi hukum secara bertahap dan terus-menerus,
sehingga tercipta aparat penegak hukum yang profesional.
4. Perlu diperbaiki sistem administrasi yudisial (administration of
justice) dan manajemen peradilan. Caranya, antara lain lembaga
peradilan merekrut orang-orang dari disiplin ilmu lain. Misalnya orang
yang memang mempunyai keahlian di bidang manajemen, komputer,
data processing, psikologi dan sebagainya. Jadi, sudah waktunya
pengadilan memperbaiki manajemennya karena salah satu alasan sistem
hukum tidak jalan adalah akibat manajemen pengadilan yang kurang
baik.
5. Perlu dukungan dan peran serta masyarakat luas (public
support) terhadap pemberantasan setiap praktek-praktek korupsi
(KKN). Oleh karena itu, diperlukan diseminasi program Gerakan Nasional
Anti-Korupsi secara terus-menurus dan disosialisasikan sejak dini kepada
masyarakat, sehingga masyarakat tahu dan mewaspadai bahaya korupsi
dan dengan berani melawan, mengadu, melaporkan praktek-praktek
korupsi yang dilakukan oleh para aparat penegak hukum serta menolak
atau jangan larut terlibat dalam suap, pungli, dan sebagainya.
6. Mendidik masyarakat agar menyadari bahwa korupsi merupakan
perbuatan yang merendahkan harkat dan martabat manusia (human
dignity) Indonesia serta menciptakan corrupt or inefficient governance,
sehingga bangsa Indonesia tidak bisa berdiri sejajar dengan
bangsa-bangsa lain.

c) Kasus Korupsi pada lembaga penegak hukum :


i. Oknum Jaksa Terjerat Korupsi, ICW Desak Jaksa Agung Mundur
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Jaksa Agung HM
Prasetyo untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Hal itu karena
Prasetyo dianggap gagal memastikan korps Adhyaksa yang
dipimpinnya terbebas dari praktik korupsi.

"Jaksa Agung harus bertanggung jawab atas kejadian korupsi di


tubuh Kejaksaan. Karena peristiwa ini sudah berulang, maka Jaksa
Agung sebaiknya mengundurkan diri karena telah gagal memastikan
Kejaksaan bebas dari korupsi," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana
melalui siaran pers yang diterima CNNIndonesia.com.

Berdasarkan data ICW dalam kurun waktu 2004 - 2018, setidaknya


ada tujuh Jaksa yang terlibat praktik rasuah dan terjaring oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini, menurut Kurnia, menandakan
bahwa proses pengawasan di internal Kejaksaan tidak berjalan secara
maksimal.

Kurnia mengungkapkan modus korupsi yang dilakukan oleh oknum


Jaksa memiliki pola. Mulai dari 'janji' pemberian Surat Pemberitahuan
Penghentian Penyidikan (SP3) dan Surat Keterangan Penghentian
Penuntutan (SKP2), pemilihan Pasal dalam surat dakwaan yang lebih
menguntungkan terdakwa, serta pembacaan surat tuntutan yang
hukumannya meringankan terdakwa. Keduanya bakal diproses secara
etik di pengawasan dan perkara pidananya di Pidana Khusus
Kejagung.

Terkait hal tersebut, Kurnia keberatan. Menurut dia, terdapat


tiga argumentasi yang menguatkan dan mendukung bahwa KPK
merupakan lembaga yang paling tepat untuk menangani kasus korupsi
penegak hukum.
Pertama, berdasarkan pasal 11 huruf a Undang-undang KPK,
disebutkan bahwa KPK memiliki kewenangan dalam menangani
perkara yang melibatkan aparat penegak hukum.

ii. KPK Tangkap Hakim dan Politisi Golkar


KPK menangkap Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar
Aditya Anugrah Moha dan Ketua Pengadilan Tinggi Manado
Sudiwardono. Pemberian suap tersebut diduga untuk mempengaruhi
putusan banding atas kasus korupsi Tunjangan Pendapatan Aparat
Pemerintah Desa (TPAPD) Kabupaten Boolang Mongondow. Terdakwa
dalam kasus itu adalah Marlina Moha Siahaan, ibu Aditya yang juga
mantan Bupati Boolang Mongondow dua periode, 2001-2006 dan
2006-2011.

Mantan Ketua Pengadilan Tinggi Manado, Sudiwardono mengaku


bersalah menerima suap dari pihak yang beperkara. Hal itu
disampaikan Sudi dalam nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi

"Saya minta maaf pada Yang Mulia Bapak Ketua Mahkamah Agung,
Dirjen Peradilan Umum karena saya tidak dapat mengemban amanah
dan saya salah menerjemahkan kebijakan pimpinan," ujar
Sudiwardono.

Menurut Sudi, saat uang diterima, dia sedang mempersiapkan


akreditasi penjaminan mutu Pengadilan Tinggi Manado. Menurut dia,
tugasnya saat itu cukup berat, karena hanya tinggal lima pengadilan
tinggi yang belum memenuhi akreditasi. Adapun, uang tersebut
rencananya akan digunakan untuk merenovasi gedung pengadilan
demi mendapatkan penilaian yang baik dalam akreditasi. Selain itu,
menurut Sudi, akan digelar peresmian 86 pengadilan baru seluruh
Indonesia yang acaranya dipusatkan di Sulawesi Utara. "Namun,
apapun alasannya, saya mengaku bersalah. Saya menodai lembaga
peradilan yang saya sudah abdikan diri saya selama 35 tahun," kata
Sudi. Sebelumnya, Sudiwardono dituntut hukuman 8 tahun penjara
dan denda 500 juta subsider 6 bulan kurungan oleh jaksa Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Jaksa menilai, Sudiwardono terbukti
menerima suap dari anggota DPR RI, Aditya Anugrah Moha sebesar
110.000 dollar Singapura.

iii. Hakim Kembali Terjerat Kasus Korupsi, KPK Minta MA Serius


Lakukan Perbaikan Internal
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Laode M Syarief
meminta Mahkamah Agung (MA) serius dalam melakukan
perbaikan internal terkait pengawasan terhadap hakim. Hal itu ia
ungkapkan terkait tertangkapnya Hakim Pengadilan Negeri
Balikpapan, Kayat, dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada
Jumat (3/4/2019). Selain itu, Laode juga meminta MA bertindak
tegas terhadap pelanggaran sekecil apapun yang dilakukan oleh
hakim. "Karena berulangnya hakim yang dijerat korupsi, KPK
meminta keseriusan Mahkamah Agung melakukan perbaikan ke
dalam dan bertindak tegas terhadap pelanggaran sekecil apapun,
terutama untuk posisi Hakim dan pihak terkait lainnya," ujar
Laode saat menggelar konferensi pers di gedung KPK, Kuningan,
Jakarta Selatan, Sabtu (4/5/2019). Laode mengatakan, KPK akan
membantu MA untuk melakukan perbaikan tersebut, sebagai
bagian dari upaya menjaga institusi peradilan dari praktik
korupsi.

"KPK akan membantu Mahkamah Agung RI untuk melakukan


perbaikan tersebut sebagai bagian dari ikhtiar bersama untuk
menjaga institusi peradilan kita dari virus korupsi," ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Laode mengungkapkan rasa kecewanya
terhadap hakim yang masih melakukan praktik korupsi. Menurut
Laode, korupsi yang dilakukan oleh penegak hukum merupakan
bentuk korupsi yang jauh lebih buruk. "KPK sangat kecewa dengan
aparatur penegak hukum, khususnya hakim yang masih
melakukan korupsi, apalagi diduga suap diberikan untuk
membebaskan terdakwa dari ancaman pidana," kata Laode. "Jika
korupsi saja merupakan kejahatan yang luar biasa, maka korupsi
yang dilakukan oleh penegak hukum kami pandang merupakan
bentuk korupsi yang jauh lebih buruk," tutur dia. Sebelumnya,
KPK menetapkan Kayat sebagai tersangka dalam kasus tindak
pidana korupsi. Kayat diduga menerima suap terkait penanganan
perkara di PN Balikpapan pada 2018.

Kesimpulan :
Dalam upaya penegakan hukum di Indonesia, peran lembaga
hukum sangatlahpenting di tengah carut-marutnya kejahatan
sistemik dinegeri ini. Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai
lembaga yang mencoba mengawasi arus gerak-gerik para koruptor
di Indonesia mempunyai kontribusi fundamental, selain
Kepolisian, dan lembaga hukum negara lainnya. Untuk itu
perlunya sinergisitas dan upaya konsolidasi dalam membabat
habis kejahatan di negeri ini.

5. Studi Kasus Akuntansi Forensik Pada Lembaga Kesehatan


a) Penyebab timbulnya kasus korupsi di lembaga kesehatan :
Fraud dalam layanan kesehatan terjadi karena:
(1) tenaga medis bergaji rendah,
(2) adanya ketidakseimbangan antara sistem layanan kesehatan dan
beban layanan kesehatan,
(3) penyedia layanan tidak memberi insentif yang memadai,
(4) kekurangan pasokan peralatan medis,
(5) inefisiensi dalam sistem,
(6) kurangnya transparansi dalam fasilitas kesehatan, dan
(7) faktor budaya.
b) Dampak fraud pada lembaga kesehatan
Fraud akibat penyalahgunaan wewenang dapat mengurangi sumber
daya, menurunkan kualitas, rendahnya keadilan dan efisiensi,
meningkatkan biaya, serta mengurangi efektivitas dan jumlah. Di
Indonesia, Fraud berpotensi memperparah ketimpangan geografis.
Ada kemungkinan besar provinsi yang tidak memiliki tenaga dan
fasilitas kesehatan yang memadai tidak akan optimal menyerap dana
BPJS. Penduduk di daerah sulit di Indonesia memang tercatat sebagai
peserta BPJS namun tidak memiliki akses yang sama terhadap
pelayanan. Bila mereka harus membayar sendiri, maka biaya
kesehatan yang harus ditanggung akan sangat besar. Fraud dalam
layanan kesehatan di daerah maju dapat memperparah kondisi ini.
Dengan adanya Fraud, dana BPJS akan tersedot ke daerah-daerah
maju dan masyarakat di daerah terpencil akan semakin sulit
mendapat pelayanan kesehatan yang optimal

c) Upaya mencegah korupsi lembaga kesehatan :


 Pembangunan Kesadaran, Pembangunan kesadaran merupakan
kunci untuk mencegah terjadinya atau meluasnya Fraud layanan
kesehatan (Bulletin WHO, 2011). Membangun kesadaran tentang
potensi Fraud dan bahayanya di rumah sakit merupakan salah
satu upaya pencegahan terjadi atau berkembangnya Fraud.
Dalam Permenkes No. 36/ 2015, pembangunan kesadaran dapat
dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/ kota dengan
pembinaan dan pengawasan dengan melalui program-program
edukasi dan sosialisasi.
 Pelaporan, Pihak yang mengetahui ada kejadian Fraud hendaknya
dapat membuat pelaporan. Permenkes No. 36/ 2015
mengamanatkan bahwa pelaporan dugaan Fraud minimalnya
mencakup identitas pelapor, nama dan alamat instansi yang
diduga melakukan tindakan kecurangan JKN, serta alasan
pelaporan.
 Deteksi, Dalam Permenkes No 36 Tahun 2015 deteksi potensi
Fraud dapat dilakukan dengan analisa data klaim yang dilakukan
dengan pendekatan: mencari anomali data, predictive modeling,
dan penemuan kasus. Analisis data klaim dapat dilakukan secara
manual dan/atau dengan memanfaatkan aplikasi verifikasi klinis
yang terintegrasi dengan aplikasi INA-CBGs. Dalam melakukan
analisis data klaim tim pencegahan kecurangan JKN dapat
berkoordinasi dengan verifikator BPJS Kesehatan atau pihak lain
yang diperlukan.
 Investigasi,Dalam Permenkes No. 36 tahun 2015 disebutkan
bahwa investigasi dilakukan oleh tim investigasi yang ditunjuk
oleh oleh Tim Pencegahan Kecurangan JKN dengan melibatkan
unsur pakar, asosiasi rumah sakit/asosiasi fasilitas kesehatan, dan
organisasi profesi. Investigasi dilakukan untuk memastikan
adanya dugaan kecurangan JKN, penjelasan mengenai
kejadiannya, dan latar belakang/ alasannya.
 Pemberian Sanksi/Penindakan, Pemberian sanksi dilakukan untuk
menindak pelaku Fraud. Berdasar Permenkes 36 tahun 2015,
pihak yang berhak memberikan sanksi adalah Menteri, Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Sanksi yang direkomendasikan dalam
Permenkes adalah sanksi administrasi dalam bentuk: teguran
lisan; teguran tertulis; dan/atau perintah pengembalian kerugian
akibat Kecurangan JKN kepada pihak yang dirugikan.

d) Kasus - Kasus Korupsi di lemaga kesehatan :


Hasil investigasi Indonesia Corruption Warch (ICW) sampai tahun 2008,
kasus korupsi pada sektor kesehatan telah menimbulkan kerugian
negara mencapai Rp 128 miliar. Kasus-kasus tersebut melibatkan para
pejabat tingkat lokal seperti level kepala dinkes dan DPRD serta
direktur rumah sakit, sedangkan korupsi pada tingkat tinggi belum
terungkap ketika itu.
- Modus korupsi yang dominan masih berputar dalam pengadaan
barang dan jasa dengan modus mark up yang menimbulkan kerugian
negara sebesar Rp 103 miliar,
- sisanya adalah modus penyuapan. Pada tingkat pejabat dinas
kesehatan lokal, salah satu kasus korupsi dilakukan oleh dr Laode
Budiono MPH, Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Brebes atas dugaan
korupsi dana Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) tahun
2009/ 2010 senilai Rp 150 juta.
- Dana Jamkesmas senilai Rp 150 juta itu digunakan untuk
kepentingan pribadi. Laode yang juga mantan Direktur RSUD Brebes
itu ditahan di Lembaga Pemasyarakat (LP) Brebes sejak Rabu (19/10).
Penahanan dilakukan atas beberapa pertimbangan dan sesuai asal 21
KUHP, di antaranya, dikhawatirkan melarikan diri, dikhawatirkan
menghilangkan barang bukti dan tersangka menggulangi
perbuatannya. Sementara dr Laode Budiono membantah tindakannya
masuk korupsi karena hanya meminjam uang Rp 150 juta dari dana
Jamkesmas di Puskesmas Jatibarang (Cybernews).
- Kasus lainnya pada tingkat lokal terjadi di Nias Selatan (Nisel) yang
melibatkan Mantan Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan setempat, Rahmat
Al Yakin Dachi. Pengadaan obat-obatan generik pada Dinas Kesehatan
(Dinkes) Nisel tahun 2007 dengan nilai kontrak Rp 3,7 miliar
seharusnya melalui proses lelang, namun terdakwa bersama Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) dan Ketua Panitia Lelang menetapkan PT
Septa Sarianda sebagai rekanan melalui Penunjukan Langsung (PL),
seolah-olah sebagai pemenang lelang. Pihak panitia lelang tidak
menetapkan daftar harga sesuai SK Menkes
No.521/Menkes/SK/IV/2007 tentang Harga Obat Generik sehingga
dalam pengadaan 203 jenis obat generik tersebut, PT Septa Sarianda
melakukannya di atas harga resmi sebagaimana ditetapkan dalam SK
Menkes tersebut. Pihak Pemkab Nisel membayar pengadaan
obat-obatan generik tersebut kepada P Damanik sebesar Rp 3,2 miliar.
Namun hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) Sumut ditemukan kerugian negara (Pemkab Nisel) sebesar
2,07 miliar. Dalam perkara ini, penyidik menyita uang sebesar Rp 1,7
miliar yang tersimpan di rekening Pemkab Nisel untuk negara.
Terdakwa divonis satu tahun enam bulan (18 bulan) penjara karena
melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah
menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Terdakwa juga divonis untuk
membayar denda senilai Rp 50 juta subsider satu bulan kurungan
(Analisa, 28/10/2011).
- kasus korupsi alat kesehatan pada Kemenko Kesra pada 2009 yang
melibatkan terdakwa Sutedjo Yuwono. Soetedjo Yuwono adalah
Sekretaris ketika Aburizal Bakrie menjadi Menko Kesra. Kasus ini
ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena sarat
dengan korupsi yakni penunjukan langsung proyek alkes itu. PT
Bersaudara adalah perusahaan yang menjadi rekanan pada proyek
tersebut. Soetedjo Yuwono didakwa melakukan korupsi dalam proyek
pengadaan alat kesehatan untuk penanggulangan wabah flu burung
tahun 2006. Terdakwa melaksanakan pengadaan peralatan rumah
sakit untuk penanggulangan flu burung tahun anggaran 2006 pada
Kemenko Kesra bertentangan dengan Keppres tentang pedoman
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Perbuatan korupsi Sutedjo
secara sendiri atau bersama-sama dengan orang lain yang diantaranya
adalah Ngatiyo Ngayoko (Pejabat Pembuat Komitmen Kemenko Kesra),
Daan Ahmadi (Direktur Utama PT Bersaudara) dan M Riza Husni
(Direktur Keuangan PT Bersaudara). Soetedjo didakwa dengan
dakwaan primer Pasal 2 ayat 1 UU Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dan dakwaan subsider Pasal 3 UU yang sama. Terdakwa
menyalahgunakan kewenangan yang ada pada jabatannya selaku
kuasa pengguna anggara DIPA APBN-P Kemenko Kesra tahun 2006.
Soetedjo telah memenangkan PT Bersaudara sebagai pelaksana
proyek pengadaan dengan metode penunjukan langsung. Proyek
pengadaan alat kesehatan senilai Rp 98,6 miliar itu telah
mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp 36,2 miliar.

Kesimpulan :
Potensi terjadinya Fraud layanan kesehatan sudah semakin nampak di
Indonesia namun belum diiringi dengan sistem pengendalian yang
mumpuni. Perlu upaya-upaya sistematis untuk mencegah
berkembangnya kejadian ini. Kerjasama berbagai pihak sangat
diperlukan dalam upaya pemberantasan Fraud layanan kesehatan
dapat berdampak baik. Upaya-upaya pengendalian Fraud hendaknya
dapat berjalan dalam siklus yang tidak terpotong-potong.
Upaya-upaya pengendalian Fraud yang sudah dilakukan dan
dampaknya terhadap penyelamatan uang negara hendaknya dapat
didokumentasikan dalam bentuk laporan berkala sehingga dapat
diketahui publik. Bentuk laporan berkala dapat mencontoh laporan
yang ditebitkan oleh Departemen Kehakiman dan Departemen
Kesehatan dan Pelayanan Masyarakat Amerika Serikat tentang
Program Pengendalian Fraud dan Abuse Layanan Kesehatan. Laporan
semacam ini dapat memberi gambaran kepada aktor potensial Fraud
layanan kesehatan bahwa tindakan mencurangi program JKN ini tidak
mendapat tempat di Indonesia.

6. Studi Kasus Akuntansi Forensik Pada Lembaga Pemerintahan Daerah


a) Penyebab timbulnya kasus korupsi di lembaga pemerintah daerah :
Dari hasil penelitian, di ketahui faktor-faktor penyebab kepala
daerah melakukan korupsi antara lain:
 Monopoli kekuasaan : kepala daerah memiliki kekuasaan yang
sangat besar, hal ini menyebabkan kepala daerah melakukan
tindak pidana korupsi melalui suap dan gratifikasi.
 Diskresi kebijakan : diskresi dilakukan karena tidak semua
tercakup dalam peraturan sehingga diperlukan kebijakan
untuk memutuskan sesuatu, sehingga apa yang ditarget itu bisa
terpenuhi tanpa harus menunggu adanya aturan yang tersedia.
 Lemahnya Akuntabilitas : kurangnya transparansi dalam
pengelolaan anggaran, pengelolaan asset dan dalam pengadaan
barang dan jasa, sehingga menyebabkan kepala daerah
melakukan tindak pidana korupsi.
 Faktor Lainnya : biaya pemilukada langsung yang mahal,
kurangnya kompetensi dalam pengelolaan keuangan daerah,
kurang pahamnya peraturan, dan pemahaman terhadap konsep
budaya yang salah.
 pada lingkungan pemerintahan daerah faktor penyebab korupsi
yang paling signifikan adalah :
 Faktor politik dan kekuasaan; korupsi di daerah paling banyak
dilakukan oleh para pemegang kekuasaan eksekutif maupun
legislatif yang menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangan
yang dimilikinya untuk mendapatkan keuntungan pribadi
maupun untuk kepentingan kelompok atau golongannya. Data
dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gajah Mada, apabila
dibandingkan pada tahun 2009 ketika mereja yang terjerat
kasus korupsi didominasi oleh anggota DPRD, pada tahun 2010
dan sesudahnya kepala daerah dan mantan kepala daerah
ditempatkan pada posisi teratas sebagai pelaku korupsi.
modus yang dilakukan pun sangat beragam, mulai dari
perjalan dinas fiktif, penggelembungan dana APBD maupun
cara-cara lainnya yang bertujuan menguntungkan diri sendiri
maupun golongan;
 Faktor ekonomi ; faktor ini dinilai tidak terlalu signifikan juka
dibandingkan dengan faktor politik dan kekuasan karena
cenderung masih konvensional yaitu tidak seimbangnya
penghasilan dengan kebutuhan hidup sehari-hari yang harus
dipenuhi;
 Nepotisme; nepotisme yang cenderung masih kental terasa
baik di sektor public maupun swasta. Di lingkungan daerah
dalam penempatan posisi yang strategis tidak jarang
menimbulkan penyalahgunaan kewenangan;
 Faktor pengawasan; lemahnya fungsi pengawasan yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga seperti BPKP maupun
Bawasda terhadap penggunaan keuang negara oleh
pejabat-pejabat publik merupakan faktor yang penting yang
menumbuhsuburkan budaya korupsi di daerah-daerah.
Ketidak efektifan pengawasan itu sendiri sering diakibatkan
sering terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan
keuangan negara.

b) Upaya Pencegahan Korupsi di lembaga pemerintah daerah :


 Penanaman Semangat Nasional.
 Melakukan Penerimaan Pegawai Secara Jujur dan Terbuka.
 Himbauan Kepada Masyarakat.
 Pengusahaan Kesejahteraan Masyarakat.
 Pencatatan Ulang Aset.
 Upaya penindakan dilakukan oleh pemerintah Indonesia
terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Dalam pelaksanaan
upaya penindakan korupsi, pemerintah dibantu oleh sebuah
lembaga independen pemberantasan korupsi yaitu KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) Penindakan yang dilakukan oleh KPK
semenjak KPK berdiri pada tahun 2002 telah membuahkan
hasil yang dapat disebut sebagai hasil yang memaksimalkan.
Upaya penindakan yang dilakukan oleh KPK terhadap tindak
pidana korupsi merupakan upaya yang tidak main-main dan
tidak pandang bulu.
c) Kasus Korupsi di lembaga pemerintah daerah :
i. Kasus Korupsi Jembatan Cisinga Tasikmalaya
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar melimpahkan berkas perkara
kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jembatan
Ciawi-Singaparna (Cisinga). Kasus korupsi senilai Rp 4 M itu
segera disidang di pengadilan. Kasus ini sendiri menyita waktu
yang cukup lama. Kasus diawali penggeledahan oleh jaksa pada
November 2018. Pada April 2019, 5 orang telah ditetapkan
sebagai tersangka. Dari kelimanya, 3 orang merupakan pejabat
di Pemkab Tasikmalaya dan dua orang lainnya merupakan
pihak swasta. Kelimanya yaitu BA (Kepala Dinas PUPS
Kabupaten Tasikmalaya), RR (Pejabat Pelaksana Teknis
Kegiatan), MM (Pejabat teknis), DS dan IP dari pihak swasta.
Dalam perjalanannya, pengerjaan jembatan tersebut tak
sesuai spesifikasi. Diduga ada mark up biaya serta pekerjaan di
subkontrak kepada perusahaan lain yang tidak sesuai aturan.
Dari proses penyelidikan dan analisa ahli, diperoleh fakta
bahwa ada selisih nominal anggaran sebesar Rp 4 miliar lebih.
Nilai tersebut termasuk kerugian negara atas kasus ini.

ii. Kasus Suap Proyek Indramayu


Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan
penggeledahan di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Indramayu.
Penggeledahan ini terkait kasus suap pengaturan proyek di
lingkungan Pemerintah Kabupaten Indramayu tahun 2019,
yang menjerat Bupati Indramayu nonaktif Supendi. Carsa
tercatat mendapatkan dan menggarap tujuh proyek pekerjaan
di Dinas PUPR Kabupaten Indramayu dengan nilai proyek sekira
Rp 15 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). Supendi total menerima uang dugaan suap dari Carsa
sebesar Rp 200 juta. Omarsyah, diduga menerima Rp 350 juta
dan sepeda. Sementara Wempy menerima Rp 560 juta. Uang
tersebut diduga bagian dari komitmen fee 5 sampai 7 persen
dari nilai proyek yang dikerjakan Carsa.

iii. Jejak Suap Bupati Kotawaringin Timur


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Bupati
Kotawaringin Timur (Kotim), Supian Hadi sebagai tersangka
kasus dugaan suap terkait izin usaha pertambangan (IUP) di
Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Izin itu
dipersiapkan untuk tiga perusahaan berbeda. Atas penerbitan
IUP itu KPK menduga Supian yang juga kader PDIP tersebut
telah merugikan negara hingga Rp5,8 triliun dan US$711 ribu
(setara Rp9,9 miliar dengan asumsi kurs Rp14 ribu). Kerugian
negara itu mengalahkan kerugian negara pada kasus korupsi
e-KTP sebesar Rp2,3 triliun dan korupsi SKL BLBI sebesar
Rp4,58 triliun. Atas perbuatannya tersebut, Supian dijerat
dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 dalam Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tipikor Junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Kesimpulan :
Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi di
pemerintahan daerah adalah faktor politik dan kekuasaan dimana
yang berkuasa cenderung menyalahgunakan wewenangnya untuk
mendapatkan keuntungan baik untuk dirinya sendiri maupun
golongan, faktor ekonomi dari segi pemenuhan kebutuhan
sehari-hari, faktor nepotisme yang mementingkan kepentingan
golongan tertentu dan faktor pengawasan terhadap pemerintah
yang dirasakan masih lemah. Masalah-masalah yang timbul dalam
pemberantasan korupsi di pemerintahan daerah yakni berupa
kurangnya dana yang diinventasikan pemerintah untuk
memberantas korupsi, kurangnya bantuan donasi dari pemerintah
asing yang cenderung menimbulkan pandangan bahwa kurangnya
kepercayaan pemerintahan asing terhadap pemerintah Indonesia.
Selain itu juga kurangnya pengetahuan dan pengalaman aparat
penegak hukum dalam memberantas korupsi, serta rendahnya
gaji pejabat yang dipandang mampu mempengaruhi
keprofesionalannya dalam melaksanakan tugas.

7. Studi Kasus Akuntansi ForensikPada Perusahaan


a) Penyebab timbulnya kasus korupsi di lembaga perusahaan BUMN :
1. Banyak posisi komisaris yang tidak kompeten dan hanya sebagai
jabatan politis bagi penempatan para relawan relawan Tim
pemenangan Pilpres. Sebagian besar dari mereka tidak memiliki
kemampuan yang memadai sebagai komisaris.
2. Banyak Direksi BUMN yang ditempatkan di BUMN walaupun proses
assesment pemilihannya dan fit proper sudah bagus, namun
faktor nepotisme dan uang sogokan terhadap orang yang punya
kekuasaan disekitaran Presiden atau yang punya kedekatan
dengan Kementerian BUMN lebih menentukan.
3. Corrupt behaviour yang masih melekat di para jajaran Direksi
BUMN.
4. Banyak Direksi BUMN yang tertekan oleh elit-elit politik untuk
berbisnis dengan cara cara yang korup.
5. makin banyak "Anak perusahaan" di berbagai BUMN yang dibentuk
sehingga menyebabkan high cost business dan jadi tempat untuk
menyuburkan praktek korupsi di BUMN.
b) Upaya pencegahan korupsi di BUMN :
i. Setiap bulan satuan pengawasan internal masing-masing BUMN
melaporkan hasil kerjanya kepada KPK.
ii. Menerapkan prinsip transparansi dan akutabilitas terhadap
laporan keuangan.
iii. Pemerintah juga harus mengevaluasi kinerja BUMN, apakah target
yang ditetapkan tercapai atau tidak.
c) Kasus Korupsi di BUMN :
i. KASUS KORUPSI PADA PT. PELINDO II
Korupsi BUMN yang sempat membuat geger adalah kasus Direktur
Utama PT Pelindo II (Persero), yaitu Richard Joost Lino. Pria yang
akrab dipanggil RJ Lino itu menjadi tersangka KPK sejak 5
Februari 2016. RJ Lino menjadi tersangka karena dugaan
penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan Quay Container
Crane (QCC). Sempat beredar tudingan bahwa Wakil Presiden
Jusuf Kalla adalah beking dari RJ Lino, wapres pun membantah
tudingan itu. Kasus RJ Lino hingga kini masih didalami KPK. Dalam
pusaran kasus ini, Lino diduga menyalahgunakan kewenangannya
dengan memerintahkan penunjukan langsung kepada perusahaan
asal China untuk pengadaan 3 QCC tersebut. Sejak ditetapkan
sebagai tersangka, Lino belum ditahan KPK sampai saat ini. Atas
perbuatan itu, Lino dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal
3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1
ke-1 KUHPidana.

KASUS KORUPSI PADA KRAKATAU STEEL


Direktur Teknologi PT Krakatau Steel, Wisnu Kuncoro, terjaring
operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Ironisnya, Kuncoro sudah
bergaji besar dan punya harta yang berlimpah. Dia juga menjadi
tersangka saat momen pernikahan anaknya. Kuncoro ditangkap
KPK di kawasan Tangerang Selatan pada Jumat (22/3/2019)
dengan barang bukti berupa uang Rp 20 juta. Padahal gajinya
selaku direksi BUMN berjumlah besar.
Berdasarkan keterangan dari situs Laporan Harta kekayaan
Penyelenggara Negara (LHKPN), Wisnu punya harga Rp
14.638.045.481,00. Dia terakhir kali melaporkan harganya pada
29 Maret 2018, saat dia sudah menjabat direktur PT Krakatau
Steel. Silmy menyayangkan kasus yang menjerat Kuncoro. Soal
pertimbangan kenapa Kuncoro masih mau menerima suap,
menurutnya itu adalah sikap pribadi. Kasus ini juga ironis, karena
tanpa korupsi maka Krakatau Steel bisa menjadi perusahaan yang
lebih baik. Perusahaan itu sudah berdiri sejak 1970 dan
seharusnya bisa menghasilkan indsutri baja nasional yang luar
biasa.

KASUS KORUPSI PT GARUDA INDONESIA


Mantan Direktur Utama (Dirut) Garuda Indonesia, Emirsyah Satar,
dan Dirut PT Mugi Rekso Abadi (MRA), Soetikno Soedarjo, ditahan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (7/8/2019).
Keduanya ditahan setelah ditetapkan juga sebagai tersangka
dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU). Emir dan Soetikno
keluar dari gedung KPK secara terpisah. Soetikno keluar terlebih
dahulu sekitar pukul 17.30 WIB, kemudian disusul Emirsyah yang
keluar sekitar 17.55 WIB. Keduanya ditahan terkait kasus suap
pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan
Rolls-Royce PLC pada PT Garuda Indonesia Tbk. "ESA (Emirsyah
Satar) ditahan di Rutan C1, SS (Soetikno Soedarjo) ditahan di
Rutan Guntur," Dalam kasus ini, Emirsyah diduga menerima suap
dari Soetikno terkait pengadaan pesawat Airbus SAS dan mesin
pesawat Rolls-Royce untuk PT Garuda Indonesia. KPK menduga
Soetikno memberikan uang kepada Emirsyah Satar sebesar 1,2
juta euro dan 180.000 dollar AS atau setara Rp 20 miliar.
Emirsyah juga diduga menerima suap dalam bentuk barang senilai
2 juta dollar AS yang tersebar di Indonesia dan Singapura. Tak
hanya itu, dari perkembangan kasus tersebut, KPK juga
menetapkan Emirsyah dan Soetikno sebagai tersangka tindak
pidana pencucian uang (TPPU). Pasalnya, Emirsyah diduga telah
menerima komisi dari Soetikno senilai Rp 5,9 miliar, 680.000
dollar AS dan 1,02 juta dollar AS.

KORUPSI PADA PT. JASINDO


Mantan Dirut Jasindo Budi Tjahjono dituntut 9 tahun penjara dan
denda Rp 600 juta subsider 6 bulan. Budi diyakini jaksa pada KPK
melakukan korupsi sehingga merugikan negara dalam kasus
pembayaran komisi agen fiktif asuransi minyak dan gas BP
Migas-KKKS. "Menuntut agar majelis hakim pada Pengadilan
Negeri Tipikor Jakarta Pusat memutuskan terdakwa Budi
Tjahjono terbukti secara sah terbukti bersalah melakukan tindak
pidana korupsi," ujar jaksa KPK saat membacakan tuntutan di
Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya. Dalam
tuntutannya, jaksa meminta Budi mengganti uang senilai Rp 6
miliar dan USD 462.795 dikurangi uang yang telah
dikembalikannya kepada KPK sebesar Rp 1 miliar. Jika Budi tidak
mengganti, harta kekayaannya diminta disita senilai uang
pengganti tersebut atau diganti kurungan penjara selama 1 tahun.
Jaksa meyakini Budi memperkaya diri sendiri yang dilakukan
bersama-sama. Budi disebut memperkaya diri senilai Rp 6 miliar
dan USD 462.795, Kiagus Emil Rp 1,330 miliar, Solihah sebesar
USD 198.340,85, serta Soepomo Hidjazie sejumlah USD 137. Atas
perbuatannya, negara dirugikan Rp 8,4 miliar dan USD 766.955,97
atau setara dengan Rp 7,58 miliar hasil perhitungan LHP BPK RI 17
November 2017

KESIMPULAN
Menteri Negara yang bertanggung jawab untuk pengelolaan BUMN
telah mengeluarkan Surat Edaran SE-2/MBU/07/2019 Tentang
Pengelolaan Badan Usaha Milik Negara yang bersih melalui
implementasi pencegahan korupsi dan nepotisme, dan
penanganan benturan kepentingan serta penguatan pengawasan
intern. Apa implikasi Surat Edaran SE-2/MBU/07/2019 tersebut
bagi BUMN di tataran teknis terutama penerapan sistem
manajemen kepatuhan organisasi? Tertulis dalam pasal E.2 ayat
a.2 SE-2/MBU/07/2019 sebagai berikut ‘BUMN dapat mengadopsi
dan mengadaptasi Panduan Cegah Korupsi (CEK) Bagi Dunia Usaha
yang dikembangkan oleh KPK, SNI ISO 37001:2016 tentang Sistem
Manajemen Anti Penyuapan, atau instrumen lain yang terkait
dengan inisiatif pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme. Proses
implementasi pencegahan korupsi di BUMN tersebut akan
dipantau dan dievaluasi secara berkala’ oleh Kementerian BUMN.
Secara gamblang, salah satu implikasi utama adalah urgensi bagi
BUMN untuk segera mengadopsi dan mengadaptasi SNI ISO
37001:2016 sebagai standar sistem manajemen kepatuhan BUMN,
dan selanjutnya membangun dan menumbuh-kembangkan budaya
kepatuhan organisasi yang sehat dan efektif.

Anda mungkin juga menyukai