Anda di halaman 1dari 5

BERANTAS KORUPSI DI INDONESIA

Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam
melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan
mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia,
dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini
dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya,
tetapi termasuk negara yang miskin. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya
manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya, tetapi juga
menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari
aparatur penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah
merupakan patologi sosial (penyakit sosial) yang sangat berbahaya yang mengancam semua
aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian
materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya
perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota
legislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran.
Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu yang dimiliki oleh aparatur
penyelenggara negara. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas ? Tidak ada jawaban lain jika
ingin maju, maka korupsi harus diberantas. Jika tidak berhasil memberantas korupsi atau paling tidak
mengurangi sampai pada titik yang paling rendah, maka jangan harap negara ini akan mampu mengejar
ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju, karena korupsi
membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.

Kondisi Korupsi di Indonesia


Korupsi telah menjadi permasalahan yang kronis dan semakin parah. Korupsi telah tumbuh
sejak manusia mulai mengenal kehidupan berkelompok dan terus mengalami perkembangan seiring
berjalannya waktu. Lingkungan telah mempengaruhi perkembangan kasus korupsi yang semakin
meluas. Walaupun berbagai upaya telah dilakukan untuk memerangi korupsi, akan tetapi masih
memerlukan upaya yang luar biasa untuk meminimalisir kejahatan korupsi saat ini dan pada masa yang
akan datang. Berbagai upaya perombakan telah dilakukan untuk memberantas korupsi, namun tidak
dapat di pungkiri bahwa praktek korupsi masih saja terjadi.

Jumlah kasus korupsi di Indonesia semakin meningkat. Kasus korupsi yang telah diputus oleh
Mahkamah Agung (MA) dari 2014-2015 sebanyak 803 kasus. Jumlah ini meningkat jauh dibanding
tahun sebelumnya.Hasil penelitian di Laboratorium Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Gadjah Mada, mengungkap 803 kasus itu menjerat 967 terdakwa korupsi. Jumlah tersebut
meningkat drastis jika dibanding dengan data pada 2001-2009. Pada saat itu, kasus korupsi yang telah
inkrah berjumlah 549 dengan 831 terpidana. Politikus dan swasta tercatat sebagai pelaku terbesar untuk
korupsi. Totalnya sekitar 1.420 terpidana, sedangkan jumlah pelaku korupsi pegawai negeri sipil (PNS)
mencapai 1.115 terpidana.

Penyebab Tindakan Korupsi


Menurut Ermansjah Djaja dalam buku Memberantas Korupsi Bersama KPK menyebutkan
terdapat berbagai faktor seseorang untuk melakukan tindakan korupsi. Berikut adalah beberapa
penyebab seseorang melakukan tindak korupsi.
1. Sistem Penyelenggaraan Negara yang Keliru. Sebagai negara yang berkembang
seharusnya pemerintah memprioritaskan pembangunan di bidang pendidikan. Hal ini
dikarenakan pada setiap negara berkembang memiliki keterbatasan jumlah sumber daya
manusia, uang, manajemen dan teknologi.
2. Kompensasi PNS yang Rendah. Karena gaji yang rendah, banyak anggota PNS yang
melakukan tindakan korupsi. Rendahnya gaji tindak diimbangi dengan pola hidup yang
sederhana, karena sebagian besar pegawai memiliki gaya hidup yang konsumtif.

3. Pejabat yang Serakah. Karena memiliki pola hidup yang konsumtif, timbul keinginan
dalam diri pejabat untuk memperkaya diri secara instan, kemudian lahirlah sikap serakah
dimana pejabat menyalahgunakan wewenang dan jabatannya.
4. Law Enforcement Tidak Berjalan. Penegakkan hukum tidak berjalan hampir di seluruh lini
kehidupan, baik di instasi pemerintahan maupun di lembaga kemasyarakatan karena segala
sesuatu diukur dengan uang.
5. Hukuman yang Ringan Terhadap Koruptor. Karena para koruptor mendapat hukuman
yang ringan, maka tidak menimbulkan efek jera bagi mereka yang melakukan korupsi, bahkan
tidak menimbulkan rasa takut dalam masyarakat, sehingga para pejabat tetap melakukan
KKN.
6. Budaya Masyarakat yang Kondusif KKN. Dalam Negara agraris seperti Indonesia,
masyarakatnya cenderung peternalistik. Dengan demikian, mereka turut melakukan KKN
dalam urusan sehari-hari. Misalnya dalam hal mengurus KTP, SIM, PBB dan masih banyak
lagi. Hal tersebut mereka lakukan karena meniru apa yang dilakukan oleh pejabat elit politik,
tokoh masyarakat, dan pemuka agama, yang oleh masyarakat tersebut diyakini sebagai
tindakan yang wajar.

Kebijakan Nasional Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi


Maraknya korupsi di Indonesia disinyalir terjadi di semua bidang dan sektor pembangunan,
apalagi setelah ditetapkannya pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
tahun 2004, disinyalir korupsi terjadi bukan hanya pada tingkat pusat tetapi juga pada tingkat daerah
dan bahkan menembus ke tingkat pemerintahan yang paling kecil di daerah. Pemerintah Indonesia
sebenarnya tidak tinggal diam dalam mengatasi praktek-praktek korupsi. Upaya pemerintah
dilaksanakan melalui berbagai kebijakan berupa peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi
yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sampai dengan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, pemerintah juga membentuk komisi-komisi yang berhubungan
langsung dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Komisi Pemeriksa
Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Upaya pencegahan praktek korupsi juga dilakukan di lingkungan eksekutif atau penyelenggara
negara, dimana masing-masing instansi memiliki Internal Control Unit (unit pengawas dan
pengendali dalam instansi) yang berupa inspektorat. Fungsi inspektorat mengawasi dan memeriksa
penyelenggaraan kegiatan pembangunan di instansi masing-masing, terutama pengelolaan keuangan
negara, agar kegiatan pembangunan berjalan secara efektif, efisien dan ekonomis sesuai sasaran. Di
samping pengawasan internal, ada juga pengawasan dan pemeriksaan kegiatan pembangunan yang
dilakukan oleh instansi eksternal yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas
Keuangan Pembangunan (BPKP). Selain lembaga internal dan eksternal, lembaga swadaya masyarakat
(LSM) juga ikut berperan dalam melakukan pengawasan kegiatan pembangunan, terutama kasus-kasus
korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Beberapa LSM yang aktif dan gencar mengawasi
dan melaporkan praktek korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara antara lain
Indonesian Corruption Watch (ICW), Government Watch (GOWA), dan Masyarakat
Tranparansi Indonesia (MTI).

Solusi Pemberantasan Korupsi di Indonesia


Dalam rangka membangun generasi muda yang memiliki kompetensi, cerdas, terampil,
tangguh, dan berdaya saing tinggi dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pembangunan negara yang
berdaulat, maka penulis mengusulkan ada beberapa langkah yang harus diterapkan oleh pemerintah
sebagai upaya untuk memberantas kasus korupsi di Indonesia.

Langkah Pertama, Pencegahan dengan Memasukkan Pendidikan Anti Korupsi di


Sekolah / Perguruan Tinggi. Melaui pendidikan karakter anti korupsi, para siswa sejak usia dini
sudah mengetahui tentang seluk beluk praktek korupsi sekaligus konsekuensi yang akan diterima oleh
para pelaku. Mendidik para siswa dari usia dini tentang akhlak atau moral yang sesuai dengan ajaran-
ajaran sosial keagamaan dan membantu mewujudkan seluruh cita-cita warga negara Indonesia dalam
menciptakan clean and good goverment demi masa depan yang lebih baik dan beradab.
Langkah Kedua, Membangun Supremasi Hukum dengan Kuat. Hukum adalah pilar
keadilan. Ketika hukum tak sanggup lagi menegakkan sendi-sendi keadilan, maka runtuhlah
kepercayaan publik pada institusi ini. Ketidak jelasan kinerja para pelaku hukum akan memberi ruang
pada tipikor untuk berkembang dengan leluasa. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya membangun
supremasi hukum yang kuat.
Langkah Ketiga, Optimalisasi Transparansi Perencanaan Program Penganggaran.
Melalui transparansi nasional, maka semua warga masyarakat dapat dengan bebas melakukan
pengawasan dengan menggunakan Handphone mereka. Gerakan nasional transparansi ini
merupakan gerakan budaya yang dilaksanakan dalam jangka panjang. Upaya untuk mendukung
gerakan transparansi nasional tersebut adalah bahwa setiap awal tahun anggaran, semua satuan kerja
atau pengguna anggaran berkewajiban untuk mengumumkan kepada masyarakat tentang program
kegiatannya di media massa atau dipasang di papan pengumuman di depan kantor. Semua instansi
pemerintahan harus mengumumkan anggaran yang akan dilaksanakan oleh instansi yang bersangkutan.
Melalui tranparansi ini, masyarakat akan mengatahui uang rakyat tersebut digunakan untuk apa saja
dan dengan cara apa saja.
Langkah Keempat, Menghapus Remisi Bagi Para Koruptor. Setiap peringatan hari
kemerdekaan RI pasti koruptor mendapatkan remisi tahanan, belum lagi grasi dari presiden, sehingga
banyak kalangan yang merasa kecewa terhadap kejadian ini. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menyatakan bahwa remisi bagi narapidana kasus korupsi akan mematahkan semangat mereka untuk
memberantas tindak pidana korupsi di negeri ini. Sangat disayangkan jika hal ini dibiarkan terjadi.
Bukan tidak mungkin tindak pidana korupsi akan terjadi terus-menerus pada anak cucu kita, karena
hukum yang seharusnya membuat jera para pelaku tidak berjalan sesuai dengan fungsinya.
Langkah Kelima, Memiskinkan Para Koruptor. Pengambilan aset atau harta kekayaan koruptor
sebenarnya dapat dilakukan dengan mudah apabila aparat telah mampu membuktikan bahwa aset itu
merupakan hasil tindak pidana korupsi. Efek jera dari lamanya penjara bagi para pelaku korupsi hanya
bersifat sementara, para pelaku korupsi bisa melenggang bebas untuk kembali melakukan tindak
korupsi. Jauh lebih signifikan efek jera yang timbul apabila koruptor tersebut dimiskinkan.
Langkah Keenam, Optimalisasi Pengelolaan Barang Sitaan dan Rampasan. Pengelolaan
barang yang baik berguna untuk mempertahankan nilai ekonomis barang bukti atau sitaan agar tetap
tinggi. Kondisi demikian penting agar barang tersebut bisa dijual atau dilelang dengan harga yang tetap
tinggi. Dengan demikian, jumlah yang disetor ke kas negara sebagai bentuk pemulihan aset (asset
recovery) dan menjadi bagian dari pendapatan negara bukan pajak (PNBP) pun tetap tinggi.
Langkah Ketujuh, Membangun Destinasi Wisata Pulau Koruptor. Indonesia adalah salah
satu negeri yang tingkat korupsinya sangat tinggi. Diantara sekian banyak dana asing yang masuk ke
Indonesia saat ini, seharusnya sebagian diinvestasikan untuk membangun penjara di sebuah pulau
untuk para koruptor, kemudian dimanfaatkan untuk tujuan wisata. Manfaatnya sangat banyak, selain
membuat jera para pelaku, hal tersebut akan mendatangkan devisa yang besar bagi negara. Tempat
tersebut juga dapat menjadi tujuan yang baik bagi pelajar untuk berlibur sekaligus menambah wawasan
bahwa koruptor adalah musuh nomor satu bangsa Indonesia.
Langkah Kedelapan, Meningkatkan Jumlah Literasi Anti Korupsi. Buku memegang peranan
penting dalam pemberantasan korupsi. Semakin banyak bacaan tentang anti korupsi, semakin besar
pula harapan meningkatnya pemahamanan akan bahaya korupsi.
Langkah Kesembilan, Mendongkrak Kepekaan Anak Muda. Pemuda adalah aset berharga
bangsa ini. Pemuda mampu menjadi media penyalur pesan-pesan anti korupsi yang efektif kepada
lingkungan terdekat masing-masing. Pemuda adalah agent of change yang bertugas
mengkampanyekan pentingnya kejujuran dalam menjalankan amanah kepada seluruh pejabat
pemerintah mulai pusat hingga daerah.
Langkah Kesepuluh, Membangun Culture yang Mendukung Pemberantasan
Korupsi. Pendekatan budaya menjadi alternatif penting dalam upaya pemberantasan korupsi.
Pemberantasan korupsi tidak bisa dilakukan secara struktural kelembagaan. Masyarakat menjadi bagian
penting untuk memerangi korupsi yang semakin akut, agar pesan yang disampaikan dapat berwujud
laku nyata, maka pendekatan kultural terhadap masyarakat harus dilakukan. Pendekatan budaya dapat
dilakukan untuk meredam ketegangan, instropeksi diri, dan membangun komponen penegakan hukum
sebagai garda terdepan.

Kesimpulan

Korupsi merupakan suatu tindak pidana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan
negara. Penyebab korupsi adalah kelemahan pengajaran dan etika, penjajahan rendahnya pendidikan,
kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur
ekonomi. Korupsi merupakan musuh kita bersama dan untuk memberantasnya tentunya sangat
dibutuhkan kerjasama antara penegak hukum yang diberikan wewenang oleh undang-undang dengan
seluruh lapisan masyarakat. Generasi muda sebagai sumber daya manusia adalah keberhasilan
pembangunan bangsa. Generasi muda yang diharapkan dalam pembangunan dewasa ini sangatlah
penting sebagai generasi penerus bangsa dalam mengisi pembangunan untuk mendukung terwujudnya
cita-cita bangsa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai