Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam
melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan
mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia,
dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini
dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya,
tetapi termasuk negara yang miskin. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya
manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya, tetapi juga
menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari
aparatur penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah
merupakan patologi sosial (penyakit sosial) yang sangat berbahaya yang mengancam semua
aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian
materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya
perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota
legislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran.
Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu yang dimiliki oleh aparatur
penyelenggara negara. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas ? Tidak ada jawaban lain jika
ingin maju, maka korupsi harus diberantas. Jika tidak berhasil memberantas korupsi atau paling tidak
mengurangi sampai pada titik yang paling rendah, maka jangan harap negara ini akan mampu mengejar
ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju, karena korupsi
membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.
Jumlah kasus korupsi di Indonesia semakin meningkat. Kasus korupsi yang telah diputus oleh
Mahkamah Agung (MA) dari 2014-2015 sebanyak 803 kasus. Jumlah ini meningkat jauh dibanding
tahun sebelumnya.Hasil penelitian di Laboratorium Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Gadjah Mada, mengungkap 803 kasus itu menjerat 967 terdakwa korupsi. Jumlah tersebut
meningkat drastis jika dibanding dengan data pada 2001-2009. Pada saat itu, kasus korupsi yang telah
inkrah berjumlah 549 dengan 831 terpidana. Politikus dan swasta tercatat sebagai pelaku terbesar untuk
korupsi. Totalnya sekitar 1.420 terpidana, sedangkan jumlah pelaku korupsi pegawai negeri sipil (PNS)
mencapai 1.115 terpidana.
3. Pejabat yang Serakah. Karena memiliki pola hidup yang konsumtif, timbul keinginan
dalam diri pejabat untuk memperkaya diri secara instan, kemudian lahirlah sikap serakah
dimana pejabat menyalahgunakan wewenang dan jabatannya.
4. Law Enforcement Tidak Berjalan. Penegakkan hukum tidak berjalan hampir di seluruh lini
kehidupan, baik di instasi pemerintahan maupun di lembaga kemasyarakatan karena segala
sesuatu diukur dengan uang.
5. Hukuman yang Ringan Terhadap Koruptor. Karena para koruptor mendapat hukuman
yang ringan, maka tidak menimbulkan efek jera bagi mereka yang melakukan korupsi, bahkan
tidak menimbulkan rasa takut dalam masyarakat, sehingga para pejabat tetap melakukan
KKN.
6. Budaya Masyarakat yang Kondusif KKN. Dalam Negara agraris seperti Indonesia,
masyarakatnya cenderung peternalistik. Dengan demikian, mereka turut melakukan KKN
dalam urusan sehari-hari. Misalnya dalam hal mengurus KTP, SIM, PBB dan masih banyak
lagi. Hal tersebut mereka lakukan karena meniru apa yang dilakukan oleh pejabat elit politik,
tokoh masyarakat, dan pemuka agama, yang oleh masyarakat tersebut diyakini sebagai
tindakan yang wajar.
Kesimpulan
Korupsi merupakan suatu tindak pidana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan
negara. Penyebab korupsi adalah kelemahan pengajaran dan etika, penjajahan rendahnya pendidikan,
kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur
ekonomi. Korupsi merupakan musuh kita bersama dan untuk memberantasnya tentunya sangat
dibutuhkan kerjasama antara penegak hukum yang diberikan wewenang oleh undang-undang dengan
seluruh lapisan masyarakat. Generasi muda sebagai sumber daya manusia adalah keberhasilan
pembangunan bangsa. Generasi muda yang diharapkan dalam pembangunan dewasa ini sangatlah
penting sebagai generasi penerus bangsa dalam mengisi pembangunan untuk mendukung terwujudnya
cita-cita bangsa Indonesia.