Anda di halaman 1dari 16

KARYA ILMIAH

UPAYA PEMERINTAH DALAM MEMBERANTAS

KORUPSI DI INDONESIA

OLEH :

NAMA : NADIA IQLIMA

NIM : 041110704

PROGRAM STUDI :S-1 ILMU PEMERINTAHAN

EMAIL : nadiaiklima81@gmail.com

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS TERBUKA

1
Abstrak

Korupsi bukanlah suatu hal yang asing untuk dibahas, korupsi merupakan sebuah
permasalah yang hingga saat ini menjadi salah satu faktor yang menghambat perkembangan
dan kemajuan negara, sifat korupsi ini mengakibatkan kerugian bukan hanya pada pihak
negara melainkan pihak masyarakat juga ikut merasakannya. Istilah korupsi juga disebut
sebagai penggelapan uang yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dalam aksi ini, jika
aparatur negara dan pemerintah juga ikut berperan dalam upaya untuk memberantas korupsi,
tentunya pemberantasan korupsi akan berjalan dengan lancar dan pembebasan negara oleh
korupsi akan berhasil.

Indonesia memiliki KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) merupakan suatu lembaga


yang memiliki tugas untuk mengakhiri korupsi, namun lembaga ini juga tidak sedikit
anggotanya yang melakukan korupsi, dan sulitnya untuk menjalankan tujuan untuk
mengakhiri korupsi di Negara Indonesia dalam waktu singkat, dengan mengembangangkan
kebudaya yang menolak korupsi atau anti korupsi tentunya juga menjadi sebuah pertahanan
dikalangan masyarakat, menumbuhkan kesadaran dan tahu akan kewajiban sebagai
pemerintahan yang mengatur serta masyarakat juga menjalankan kewajiban sebagaimana
mestinya dalam upaya memberantas korupsi.

Anggota masyarakat juga memiliki peran dalam memberantas korupsi terlebih lagi
sebagai ormas dan LSM, memiliki hak dan kewajiban unuk menggali informasi dan mencari
tahu berbagai informasi seputar korupsi dan memiliki kewajiban melaporkan atas kebenaran
informasi yang diperoleh dan bisa dipertanggung jawabkan sebagaimana mestinya, mampu
memahami dan mengerti apa itu korupsi, jenis, dan sanksi atas perbuatan dan kesalahan
informasi agar tidak merugikan pihak lain, masyarakat dan pemerintah tentunya perlu
menjalin kerjasama yang baik dalam tujuan untuk menciptakan negara yang bebas dari
korupsi, memajukan perekonomian, dan agar negara indonesia mampu bersaing dalam dunia
politik dan ekonomi agar, taraf hidup masyarakat bisa stabil dan sejahtera. Ketika korupsi
berhasil diberantas maka otomatis perekonomian Indonesia akan stabil dan berkembang serta
majunya negara ini, keberhasilan dalam memberantas korupsi akan membawa dampak baik
dan positif, bagi negara, masyarakat, politik dan menumbuhkan ekonomi.

Kata Kunci: Korupsi, Pemerintah, Masyarakat.

2
PENDAHULUAN

Keberhasilan dalam pembangunan Negara dan daerah, hanya beberapa saja yang
berhasil mewujudkan keberhasilan dalam pembangunan dengan adanyan penerapan Otonomi
Daerah, otonomi ini mampu mengendaLikan dan mengatur suatu wilayah ketika masyarakat
mampu mematuhi dan menerapkan dalam kehidupan dengan mengutamakan kepentingan
dalam masyarakat, tujuan untuk mencapai keberhasilan dalam membangun negeri agar lebih
baik, dan memiliki kestabilan dalam bernegara, pemberantasan korupsi perlu ditindak sesuai
dengan UU yang berlaku. Upaya pemerintah dan aparatur daam menegakan hukum baiknya
melakukan kerjasama yang baik dengan masyarakat.

Pasal 18B UUD 45 (1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan


pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan
undangundang. (2) Negara mengakui dan menghormati setiap kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam undang-undang.

Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 telah diganti dengan Undang-Undang Nomor


32 Tahun 2004, tentang pemerintah daerah disinyalir korupsi bukan hanya terjadi pada
tingkat pusat, tetapi juga terjadi di tingkat daerah, bahkan menembus tingkat terkecil di
daerah. Adanya pembentukan komisi-komii pemberantasan korupsi melalui UU No.28 tahun
1999 dan UU No.30 Tahun 2002, dalam upaya pemerintahan yang langsung disampaikan
oleh presiden untuk pemberantasan korupsi secara cepat maka dikeluarkanintruksi Presiden
RI. No.5 tahun 2004 namun dalam impllementasi ini juga belum terlaksana sebagaiaman
mestinya dalam pemberantasan korupsi ini.

Menurut Dubnick, Romzek, dan Ingraham, Fesler dan Kettl serta Shafritz (Callahan,
2007). “Mekanisme akuntabilitas yang diatur dalam LAKIP hanya ditujukan secara internal
kepada atasan saja serta hanya mengukur sejauh mana target yang sudah ditetapkan telah
tercapai dalam rangka pelaksanaan misi organisasi. Akuntabilitas publik yang seharusnya
dibangun dalam pandangan para pakar. Akuntabilitas publik yang tidak hanya ditujukan
secara internal (pemerintah atasan saja), tetapi juga ditujukan kepada para pemangku
kepentingan lainnya seperti masyarakat”. Selain itu, mekanisme akuntabilitas publik juga
tidak hanya ditujukan untuk mengukur kinerja, tetapi juga dapat memantau perilaku dari
pejabat publik agar sesuai dengan etika dan aturan hukum yang berlaku. Dalam mekanisme
ini diperlukan menentukan target dan mengukur serta menakar agar sesuai dengan apa yang

3
diharapkan , untuk mencapai kepentingan bersama, juga perlu dilakukan pemantauan baik itu
sikap dalam keseharian baik dari pelaku sebgaai penjabat dan masyarakat.

Upaya pencegahan korupsi ini dilakukan di dua lingkungan yakni:

1. Lingkungan Eksekutif
Yakni sebuah lingkungan penyelenggara negara dimana adanya unit
pengawas, dan yang mengendalikan. Melakukan setiap pengawasan dibidang
masing-masing baik dalam pengelolaan keuangan, dengan tujuan tepat
sasaran.
2. Lingkungan daerah
Lingkungan daerah juga perlu di awasi agar dapat mencegah terjadinya
korupsi.

Korupsi merupakan sebuah tindakan perilaku yang merugikan dimana demi


mendapatkan keuntungan suatu individu atau kelompok yang terlibat didalamnya, korupsi ini
menimbulkan dampak buruk yakni:

1. Pertumbuhan ekonomi yang terhambat.


2. Rendahnya kualitas produktivitas barang.
3. Pendapatan negara yang rendah dan turun.
4. Meningkatnya hutang negara.
5. Pendapatan pajak yang menurun.
6. Kemiskinan di masyarakat.
7. Pembangunan yang terhambat.
8. Menghambat Pemerintahan untuk melakukan alokasi dana dan kurangnya
kualitas dalam melakukan pelayan terhadap publik.

Korupsi sudah terkategori menjadi kebudayaan di Indonesia bagi sejumlah kalangan


besar yang memiliki kekuatan dalam politik dan pemerintahan, kurangnya ketegasan
pemerintahan dalam menanggapi penjabat yang korupsi, dimana menimbulkan begitu banyak
kerugian dan dampak buruk bagi lingkungan.

Menurut Klitgaard (1998a; 1998b). Berpendapat bahwa strategi anti-korupsi juga


harus diarahkan pada penguatan peran masyarakat dalam mengawasi pemerintah serta
penguatan akuntabilitas publik”. Pendapat lainnya mengenai strategi yang dapat dilakukan
untuk memberantas korupsi adalah sebagaimana disampaikan oleh Klitgaard (1998b).

4
“Menurut Klitgaard, terdapat 4 (empat) komponen utama dari strategi anti korupsi, yakni
dimulai deng-an “menggoreng ikan yang besar”, melibatkan masyarakat guna menghasilkan
kampanye yang berhasil, memperbaiki sistem yang korup, serta meningkatkan penghasilan
pegawai negeri.

5
METODE PENELITIAN

Dalam pembahasan materi ini menggunakan metode penelitian yang bersifat


kualitatif, dengan melakuan pengumpulan data serta kasus-kasus yang terkait dengan upaya
pemerintah dalam mengatasi kasus korupsi di indonesia, pengumpulan data dari berbagai
sumber termasuk menelaah di sumber website resmi KPK, serta melakukan pengamatan
terhadap masyarakat dalam menjadi korban korupsi yang dilakukan pemegang kekuasaan
selaku pemilik wewenang dalam melanjutkan berbagai tindakan. Analisis secara langsung
maupun tidak langsung dan melakukan berbagai pemahaman dalam menyelesaikan karya
ilmiah ini, juga mengkaji berbagai sumber seperti daftar pustaka dimana telah mencantumkan
data dan kasus korupsi, Penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut yakni:

1. Jenis Penelitian
Penelitian ini didasari dengan hukum norma, yang memiliki
sebagaimana hukum yang positif, menggunakan metode mempelajari
peraturan perundang-undangan serta terkait permasalah yang sedang diteliti.
2. Sumber Data
Sumber dalam penelitian ini merupakan data sekunder dimana bahan
dan data hukum dijadikan sebagai data yang digunakan untuk melakukan
penelitian, seperti sumber search serta sumber daftar pustaka.

Korupsi merukan kegiatan yang merugikan banyak pihak, tentunya mengakibatkan


ketidak stabilan perekonomian serta ketidak stabilan dalam pembangunan serta banyak
dampak buruk yang muncul seiring korupsi ini berlanjut. Hingga saat ini asus korupsi di
indonesia masih menjadi kasus yang sangat sulit diatasi. Kemiskinan yang meningkat akan
membuat dampak sebagai berikut:

1. Gizi buruk
2. Terhalangnya pendidikan
3. Minimnya pengetahuan
4. Masyarakat tidak memiliki kemampuan dan keahlian yang di butuhkn
5. Keterbatasan dalam pengetahuan
6. Buta huruf atau buta baca
7. Kematian

6
Dampak yang parah dari kemiskinan ini yaitu kematian dimana semua pelaku korupsi
akan terus bebas dan berkeliaran dalam kekuasaan yang dia nikmati, kenikmatan yang
mengakibatkan kesengsaraan kepada masyarakat dan penduduk pribumi tentunya akan
memberikan dampak buruk terhadap negara, baik kematian yang akan meningkat akibat
kemiskinan dan menurunya omset pendapatan dan melunjaknya kemiskinan.

Selain itu dalam kasus korupsi ini tidak sedikit daerah yang mengalami
keterhambatan dalam perkembangan, baik pembangunan infrastruktur dan jalan serta fasilitas
yang harus dimiliki daerah, seperti hal nya korupsi yang terjadi disuatu daerah, pemimpin
memakan atau menggunakan sebagian dana untuk memperkaya diri sendiri dan tanpa
memikirkan dampak dan akibat yang ditimbulkan seperti tidak ada kelayakan dalam fasilitas
daerah seperti pembangunan dan perbaikan jalan transportasi untuk memudahkan masyarakat
dalam melakukan aktivitas tentunya ini menjadi penghambat dalam menuju kemajuan suatu
daerah.

Menurut Shah (2007). “Terjadinya korupsi di sektor publik akan sangat tergantung
kepada sejumlah faktor yakni (1) kualitas manajemen sektor publik; (2) sifat alamiah
(kondisi) hubungan akuntabilitas antara pemerintah dan masyarakat; (3) kerangka hukum;
serta (4) tingkatan proses sektor publik dilengkapi dengan transparansi dan diseminasi
informasi”. Upaya mengatasi korupsi tanpa mempertimbangkan keempat faktor ini menurut
Shah akan menyebabkan hasil yang kurang mendalam dan tidak berkelanjutan.

Ketidak transparan kepemimpinan serta jajaran dalam melaksanakan tugas dan


minimnya pemantauan dari pihak pusat dalam mengantisiipasi perbuatan korupsi yang akan
mengakibatkan banyak kerugian serta mengakibatkan inflasi disuatu daerah tertentu akibat
tidak terberantasnya kasus tindak pidana korupsi. Serta masyarakat yang tidak memiliki
kepercayaan terhadap selaku pengawas dan pihak yang memeiliki wewenang dalam
menangani kasus korupsi ini tentu yang menjadi persoalan tersendiri dimana pemerintah
dinilai tidak mampu dalam mengatasi dan menindak lanjuti permasalahan ini, kepercayaan
masyarakat terletak kepada pihak hukum untuk mentuntaskan korupsi serta memberantas dari
negeri ini upaya ini tentunya akan membawa peluang dan angin yang baik untuk negara ini
agar berhasil dalam perekonomian dan pembangunan serta mensejahterakan masyarakat.

Wewenang yang dimiliki oleh selaku pihak hukum hendaknya menggunakan


wewenang yang mereka miliki sebagaimana mestinya dan sesuai denga pasal yang ada, serta
tidak memberikan keringanan yang tidak masuk akal kepada tindak pidanan korupsi dalam

7
hal ini tentunya akan membawa negeri dan masyarakat untuk berkerjasama. Berhasil
mensejahterakan dalam ekonomi, pembangunan serta mampu meningkatkan laju ekonomi.

8
PEMBAHASAN

Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruption berasal dari
bahasa corrumpere, suatu kata latin yang sedikit lebih tua. Kemudian turunlah ke bahasa
Eropa seperti inggris seperti, corruption, corrupt, prancis, corruption, belanda corruptie,
korruptie, prancis turun ke bahasa Indonesia yakni korupsi (Andi Hamzah, 2005:4).

Berikut ini adalah beberapa bentuk arti korupsi dari berbagai kamus:

a) Busuk, palsu, suap (Kamus Bahasa Indonesia, 1993).

b) Buruk, rusak, suka menerima uang sogok, serta menyelewengkan uang/barang milik
perusahaan, dan negara (Kamus hukum 2002).

c) Kebejatan, ketidak jujuran, tidak bermoral (The Lecixon Webster Dictonary, 1978).

d) Penyuapan pemalsuan (Kamus Bahasa Indonesia, 1993).

e) Penggelapan uang Negara/Perusahaaan (Kamus Hukum, 2002).

Korupsi merupakan suatu penggelapan uang maupun barang yang dilakukan oleh
individu terntentu untuk mendapatkan dan meraup keuntungan pribadi, dengan
memanfaatkan jabatan, sehingga menimbulkan kerugian dimasyarakat dan Negara. Serta
korupsi juga dilakukan oleh orang yang memiliki jabatan dengan mengatas namakan pribadi,
keluara dan lainnya.

Terjadinya Korupsi tentunya dianggap melanggar norma-norma yang berlaku, dimana


norma adalah sebuah aturan yang ada ditengah masyarakat atau lingkungan guna untuk
mengatur dan mengarahkan serta tercpailah sebuah tujuan bersama. Dalam permasalahan
korupsi artikel karya ilmiah ini menggunakan persamaan klitgaard yakni :

C=M+D–A

C = Corruption/ Korupsi

M = Monopoli/ Monopoli

D = Disrection/ Keleluasaan

9
A = Accountabillity/ Akuntabilitas

Berikut adalah beberapa hal yang menjadi penyebab dalam sebuah kasus korupsi yang
ada.

1. Penegakan hukum yang tidak sesuai, atau tidak konsisten dalam menjalankan
tugas, serta adanya peubahan ketika adanya pergantian pemerintahan.

2. Selaku pemegang dan memilki kewenangan dalam sebuah kekuasaan, di


anggap takut dan pengecut ketika adanya kesempatan untuk melakukan
korupsi.

3. Aksi anti korupsi dan lingkunganya beum terwujud disemua kalangan dan
lingkungan, tentunya akan menghambat keberhasilan dalam mengatasi
korupsi.

4. Pendapatan sebuah penyelenggaraan yang rendah dan ketidak mampuan dalam


memenuhi kebutuhan suatu penyelenggaraan terhadap pelayanan masyarakat.

5. Korupsi mengakibatkan kemiskinan atas keserakahan dalam keegoisan untuk


mendapatkan keuntungan yang besar dalam waktu yang singkat.

6. Adanya imbalan atas hasil tibal balik atau upah yang diberikan.

7. Adanya penyuapan yang dilakukan tersangka korupsi kepada aparat


penegakan hukum, untu mendapatkan keringanan atas tindakan yang telah ia
lakukan dimana ia telah merugikan banyak pihak.

8. Kurangnya ketegasan dan kejujuran penegak hukum dalam memberantas


koeupsi yang ada.

9. Hilangnya hati nurani dan empati terhadap masyarakat atas kebiasaan untuk
menerima suapan untuk meringankan pidana korupsi.

10. Kurangnya kesadaran berwarganegara dimana, masyarakat juga harus ikut


andil dalam mendukung agar keberhasilan dalam mengatasi korupsi.

11. Asas ketuhanan yang tidak dipatuhi dimana manusia takut dengan manusia
yang memiliki uang dan jabatan yang tinggi.

10
Penegakan hukum melalui pengungkapan tindak pidana, menemukan pelaku,
serta memasukkan pelakunya ke dalam penjara (follow the suspect) semata belum
efektif dalam menekan terjadinya kejahatan jika tidak dibarengi dengan upaya
menyita dan merampas hasil dan instrumen tindak pidana. Keadaan tersebut semakin
menemukan kebenarannya jika dihubungkan dengan kejahatan yang bermodus
ekonomi seperti korupsi.
Setiap yang melakukan tindakan yang tidak selaras dan tidak sesuai dengan
aturan yang ada maka akan tetap mendapatkan keadilan terhadap tindakan buruk
termasuk korupsi dimana sudah menjadi kebiasaan dalam kewenangan dalam
memperkaya diri sendiri. Dalam pembahasan ini kita dapat menyimpulkan bahwa
tindak pidana korupsi sudah diatur sesuai dengan udang-undang berlaku namun hanya
saja perlu meningkatkan kedisplinan dalam menegakkan aturan dan hukum .
Untuk menciptakan lingkungan dan negara yang bebas dari korupsi tentu tidak
mudah dan banyak halangan dan rintangan yang akan dihadapi untuk mencapai
keberhasilan juga diperlukan kerjasama yang baik, antara penegak hukum maupun
terhadap masyaraat, transpasaran terhadap menangani kasus juga akan membawa
dampak baik atas kepercayaan masyarakat terhadap oknum yang mendapatkan sanksi
atas perbuatan dan kepecayaan terhadap hukum yang ada semakin meningingkat.

Penyebab Terjadinya Korupsi

Penyebab korupi tentunya berasal dari aspek individu itu sendiri sebagai pelaku korupsi,
sebuah organisasi, masayarakat, serta sistem pemerintahan yang buruk.

 Aspek individu selaku pelaku korupsi

Adanya tuntutan kebutuhan yang harus dipenuhi , dimana penghasilan dan


pencapaian yang tidak cukup atau kurang, adanya kesempatan untuk melakukan
korupsi, serta gaya hidup yang angat hedon atau mewah, kurangnya pengamalan ke
agamaan.

 Sebuah organisasi

Sikap yang dimiliki oleh pemimpin yang tidak sesuai dan mengutamakan
sebuah kekuasaan dan jabatan untuk melakukan korupsi serta menutupinya.

11
 Masyarakat

Masyarakat juga menjadi peran dalam pencapaian tujuan untuk melakukan


pemberantasan korupsi, dimana selaku bela negara dan kewenangan sebagai
masyarakat, kurangnya memilki kesadaran atas kewajiban, terhadap negara.

 Sistem yang buruk

Menjadi faktor yang tidak dapat dihindari dimana sistem ini enjadi budaya
yang di abadikan oleh pemerintah dan pelaku sebagai korupsi, dengan memiliki
waktu, kesempatan, jabatan mampu menutupi kesalahan yang mereka lakukan serta
menyelamatkan mereka dari pidana yang ada.

Menurut de Asis (2006) Mengatakan bahwa “Menyangkut korupsi di pemerintahan


daerah terdapat lima strategi yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi, yakni
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, penilaian keinginan politik dan titik masuk
untuk memulai, mendorong partisipasi masyarakat, mendiagnosa masalah yang ada, serta
melakukan reformasi dengan menggunakan pendekatan yang holistik”.

12
SIMPULAN DAN SARAN

Penegakan hukum melalui pengungkapan tindak pidana, menemukan pelaku, serta


memasukkan pelakunya ke dalam penjara (follow the suspect) semata belum efektif menekan
terjadinya tindak pidana korupsi jika tidak dibarengi dengan upaya menyita dan merampas
hasil dan instrumen kejahatannya. Selain itu, penanganan tindak pidana korupsi tidak semata
untuk memidana pelaku namun juga harus memulihkan keuangan negara. Upaya yang telah
termuat dalam peraturan perundang-undangan untuk menjamin terpulihkannya kerugian
negara antara lain melalui:

a) Perampasan aset hasil tindak pidana korupsi.

b) Pembuktian terbalik dalam rangka optimalisasi pengembalian aset hasil tindak


pidana korupsi.

c) Pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi melalui gugatan perdata serta.

d) Pidana pembayaran uang pengganti dalam rangka pengembalian aset hasil tindak
pidana korupsi.

Dalam upaya pemberantasan korupsi hendaknya aparat penegak hukum teliti dan
menerapkan anti korupsi dan anti suap, menjalakan kewajiban yang sesuai dengan UU yang
berlaku dan ditindak pidana yang seuai dengan hukum dan proses dilakukan secara terangan
dan terbuka kepada khalayak umum,, untuk menciptakan rasa kepercayaan terhadap
masyarakat. Pemerintah harus cekatan dan bertindak cepat untuk mnangani korupsi, banyak
kerugian yang ditimbulkan oleh korupsi ini, jika diatasi dalam waktu yang lama maka
kemiskinan akan terus bertambah dan meningkat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Feng, Kenny. 2004. The Human Rights Implications of Corruption: An Alien Tort Claims
Act Based Analysis, Wharton Research Scholars Journal, WH-299-301 (April).

Gillespie, Kate and Gwenn Okruhlik. 1991. The Political Dimensions of Corruption
Cleanups: A Framework for Analysis. Comparative Politics, Vol. 24, No. 1.

Hardjowiyono, Budihardjo. 2006. Pengadaan Barang dan Jasa yang Bersih dari Korupsi.
Bahan Presentasi dalam Rapat Regional Pemprov, Pemkab, Pemkot Sumatera dalam
rangka Kormonev Inpres 5 Tahun 2004, Batam, 22-23 November.

Isworo, Waluyo Iman.2007. Akuntabilitas, Responsibilitas, dan Etika dalam Administrasi


Publik. Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Bisnis & Birokrasi, Vol. 15, No. 1
(Januari).

Klitgaard, Robert. 1998a. International Cooperation Against Corruption. Finance &


Development, Vol. 35, No. 1.

Shah, Anwar, (Editor). 2007. Performance Accountability and Combating Corruption.


Washington DC: The World Bank.

Tanzi, Vito. 1998. Corruption Around The World: Causes, Consequences, Scope, and Cures.
IMF Staff Papers, Vol. 45, No. 4.

Waluyo. 2006. Sambutan Pimpinan KPK di Rapat Koordinasi Regional Kormonev Inpres
5/2006. Bahan Presentasi dalam Rapat Regional Kormonev, Bali 8-9 November.

Warren, Mark E. 2004. What Does Corruption Mean in a Democracy. American Journal of
Political Science, Vol. 48, No. 2.

Widjajabrata, Safaat and Nicholas M Zacchea. 2004. International Corruption: The Republic
of Indonesia is Strengthening the Ability of Its Auditors to Battle Corruption. The
Journal of Government Financial Management, Vol. 53, No. 3.

David O. Jonathan L. Freedman, dan L. Anne, 1994,

Psikologi Sosial Jilid I Edisi Kelima, Michael Adrianto dan Safotri Soekrisno, Jakarta :
Erlangga, Hal. 99-100.

14
Brataatmaja. T.H.K., 1993 Phatologi Sosial. Jakarta : CV Rajawali Press.

Hamzah, A. 2005 Pemberantasan Korupsi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Soekanto, S. 1983. Efektivitas Hukum dan Peran Sanksi. Jakarta : Remaja Karya.

Sudarsono. 2002. Kamus Hukum. Jakarta : PT Rineka Cipta

Klitgaard, R. 2001. Membasmi Korupsi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia

Andi Hamzah, Delik-Delik Tersebar di Luar KUHP (Jakarta: Pradnya Paramita, 1982).
16Azyumardi Azra, Korupsi Dalam Perspektif Good Governance,‖ Jurnal Kriminologi
Indonesia Vol. 2, no. 1 (2002). Hlm. 31 17Ibid. Hlm.31-32.

Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi (Jakarta: UII Press, 2003). Hlm. 238-239 35.

Sudargo Gautama, Pengertian Tentang Negara Hukum (Bandung: Alumni, 1983). Hlm. 3 36.

Sri Soemantri Martosoewignjo, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia


Menurut UUD 1945 (Bandung: Alumni, 1992). Hlm. 29 37.

Bagir Manan, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Menurut UUD 1945‖
(Bandung, 1994). Hlm. 19

Muhammad Yusuf, Merampas Aset Koruptor: Solusi Pemberantasan Korupsi Di Indonesia


(Jakarta: Kompas, 2013). Hlm. 4

Suprabowo, Perampasan dan Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi Dalam Sistem
Hukum Indonesia Sebagai Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Korupsi.‖
Hlm.4

Ahmad Busro, Optimalisasi Peran Jaksa Pengacara Negara Dalam Pengembalian Keuangan
dan/atau Aset Negara Hasil Tindak Pidana Korupsi Maupun Atas Dasar Kerugian
Keperdataan‖ (Universitas Diponegoro, 2011). Hlm.xii

Evans Emanuel Sinulingga, Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi Melalui
Mekanisme Gugatan Perdata,‖ Jurnal Lex Administratum Vol. 5, no. 4 (2017).
Hlm.123-124 87Ibid. Hlm.124.

Ginting, Jamin. Perjanjian Internasional Dalam Pengembalian Aset Hasil Tindak Korupsi Di
Indonesia.‖ Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11, no.3 (2011).

15
Melani. Problematika Prinsip Double Criminality Dalam Hubungannya Dnegan Kerjasama
Pencegahan Dan Pemberantasan Kejahatan Transnasional.‖ Jurnal Ilmu Hukum
Litigasi Vol. 6, no. 2 (2005).

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.
Muladi, and Barda Nawawi Arief. Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana. Bandung:
Alumni, 1992.

Mulyadi, Lilik. Asas Pembalikan Beban Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dalam
Sistem Hukum Pidana Indonesia Dihubungkan Dengan Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Anti Korupsi.‖ Jurnal Hukum dan Peradilan Vol. 4, no. 1 (2015).

Zebua, Frans Rudy Putra, Iman Jauhari, and Taufik Siregar. ―Tanggung jawab Pelaku
Tindak Pidana Korupsi Dan Ahli Warisnya Dalam Pembayaran Uang Pengganti
Kerugian Keuangan Negara Ditinjau Dari Aspek Hukum Perdata (Studi Kasus Pada
Pengadilan Negeri Medan).‖ Jurnal Mercatoria Vol. 1, no. 2 (2008).

16

Anda mungkin juga menyukai