ASISTEN :
Ida Ayu Andri P, S. Farm., M. Farm., Apt
GOLONGAN Y (Jumat 15.30 – 17.30)
KELOMPOK 4
Frederica Lidya Sembiring 2443018316
Shinta Dwi Amalia 2443018319
Arieska Dwi Puspita 2443018322
Wulan Angleliya 2443018346
Nida Shabira Wadini 2443018347
Aida Nur Fitriani 2443018348
Fakultas Farmasi
Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
2020
BAB I
PENDAHULUAN
39.5
39
38.5
38
37.5 Kelompok 1
37
36.5 Kelompok 2
36
Kelompok 3
35.5
35 Kelompok 4
34.5
34
Sebelum 0' 15' 30' 45' 60' 90'
di induksi
- Pada kelompok 3, suhu tubuh mencit mulanya lebih kecil daripada suhu tubuh
mencit kelompok 1 dan 2, akan tetapi sama pada menit ke-15 dan 30, terjadi kenaikan
suhu tubuh 38.1 dan 38.2. Namun pada mencit kelompok 3, mulai terlihat efek
antipiretik dan suhu tubuh semakin menurun pada menit ke 45,60, dan 90.
- Pada kelompok terakhir, pada menit ke 15 dan 30, suhu tubuh lebih meningkat
daripada suhu tubuh emncit 3 kelompok sebelumnya. Kemudian pada menit ke 45
mulai terjadi penurunan suhu tubuh, sampai seterusnya dimenit ke 60 dan 90.
- Dapat terlihat bahwa pepton berperan dalam meningkatan suhu tubuh mencit dari
sebelum diinduksikannya pepton (T=0). Lalu setelah diberikan paracetamol, suhu
tubuh mencit dapat menurun disebabkan efek paracetamol sebagai antipiretik.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan Praktikum
Pada pengujian efek parasetamol sebagai antipiretik, dengan menggunakan mencit
sebagai hewan coba, menunjukkan parasetamol mempunyai efek sebagai antipiretik,
karena setelah diberikan pepton pada mencit sebagai indicator panas, suhu tubuh
mencit mulai meningkat, lalu dengan diberikannya parasetamol, suhu tubuh mencit
mulai menurun, sehingga efek antipiretik pada parasetamol dapat dibuktikan.
5.2 Usulan Penelitian
1. Perbandingan Efek Antipiretik antara Ibuprofen dengan Campuran Ibuprofen
dan Kafein oleh Dian Ayu Juwita, Deni Noviza, dan Erizal
Semua tikus diaklimatisasi selama 2 minggu, kemudian ditimbang dan dibagi
menjadi 3 kelompok secara acak. Semua tikus diukur suhu rektalnya sebelum diberi
perlakuan. Masing-masing tikus pada kelompok I, II dan III diberi larutan pepton 5%
secara intramuskular sebagai penginduksi demam. Setelah 3 jam suhu rektal
masingmasing tikus diukur kembali. Kemudian Kelompok I (kontrol) diberi Na-CMC
1%, Kelompok II diberi sediaan uji ibuprofen secara oral dengan dosis 5,4 mg, dan
kelompok III diberi hasil lebur campuran fisik ibuprofen : kafein 0,4 : 0,6 dengan
dosis yang diberikan setara dengan dosis ibuprofen 5,4 mg. Dilakukan pengukuran
suhu rektal semua tikus tiap 30 menit hingga menit ke 150 setelah perlakuan
menggunakan termometer digital.
2. Uji Aktivitas Antipiretik dan Kandungan Flavonoid Total Ekstrak Daun Pepaya
oleh Dwi Ningsih.
Uji aktivitas antipiretik menggunakan tikus putih jantan galur wistar, umur 2-3 bulan,
dengan berat badan 150-200 gram. Jumlah tikus yang digunakan sebanyak 25 ekor
yang dibagi menjadi 5 kelompok, masingmasing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus.
Kelompok I: kontrol demam (CMCNa 1%), kelompok II : kontrol antipiretik
(ibuprofen), kelompok III-V : ekstrak daun papaya dosis 100, 200, dan 400 mg/kgBB.
Hewan uji dipuasakan selama 18 jam sebelum uji. Hewan uji diukur suhu rektal tikus
terlebih dahulu, kemudian diinduksi dengan vaksin DPTHb sebanyak 0.2 mL secara
intramuscular dan diinkubasi 4 jam, kemudian dilakukan pengukuran suhu rektal
kembali. Setelah hewan uji mengalami demam, masing-masing diberikan sediaan uji
sesuai perlakuan, kemudian diukur suhu rektalnya setiap 30 menit sampai menit ke
120. Hasil pengukuran tersebut digunakan untuk menghitung AUC (Area Under
Curve) masing-masing hewan uji menggunakan metode trapezoid.
3. AKTIVITAS ANTIPIRETIK EKSTRAK ETANOL DAUN MENGKUDU
(Morinda citrifolia L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus)
GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI PEPTON 5% oleh Sulastri Herdaningsih
Uji aktivitas antipiretik dilakukan dengan cara pengukuran suhu rektal pada semua
hewan uji sebelum dan sesudah diinduksi dengan pepton 5%. Hewan uji diinduksi
secara peroral (P.O), pengukuran suhu pada rektal dilakukan pada lima kelompok uji
coba yang terdiri dari kelompok larutan kotrol negatif, kelompok larutan kontrol
positif (pembanding), sediaan uji kelompok 1, sediaan uji kelompok 2, dan sediaan
uji kelompok 3. Diukur suhu awal (t(awal)) yaitu sebelum diinduksi pepton dan
setelah diinduksi pepton selama satu jam, diukur kembali suhu rektal menggunakan
thermometer infrared dengan satuan , pada selang waktu 30’, 60’, 90’, 120’, 150’,
180’, 210’, 240 menit setelah penyuntikan untuk tiap kelompok konsentrasi lalu,
dibandingkan dengan kontrol negatif dan kontrol positif untuk melihat aktivitas pada
sediaan uji.
DAFTAR PUSTAKA
Farmakologi dan Terapi Edisi 6
Boere. V., I. O. Silvia., dkk. 2003. Correlation between tympanic and rectal
temperature in marmosets (Callithrix penicillata) under acute stress. Brazilian
Journal of Veterinary Research and Animal Science 40(2): 90-95