Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN TEKNOLOGI FARMASI INJEKSI AMINOPHYLLIN

NAMA MAHASISWA

: NURJANNAH AMIR NURJANNAH BURHAN NURLIA PATRICIA VIRGINIA RESKY NURSYAM RIRI INDAYANI RISMAYANTI SALMAH PO713251101065 PO713251101066 PO713251101067 PO713251101068 PO713251101074 PO713251101076 PO713251101078 PO713251101080

KELOMPOK

: B2 MEJA II

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR JURUSAN FARMASI TAHUN AJARAN 2011/2012

ANALISIS FARMAKOLOGI 1. Indikasi Asma dan penyakit paru obstruksi kronis 2. Kontra Indikasi Injeksi aminofilin di kontra indikasikan untuk orang yang memiliki sejarah hipersesitif pada aminofilin ataupun zat yang dikandung seperti teofilin dan ethylendiamine. Penderita jantung, hipertensi, hipertiroid,ulkus lambung, epilepsy, lansia, gangguan hati dan ibu menyususi. 3. Efek Samping Efek samping yang sering terjadi Saluran cerna : diare, mual dan muntah; Neurologi : pusing, sakit kepala, insomnia, dan tremor; Renal : diuresis; Efek samping serius : Cardiovascular : Atrial fibrilasi, Bradiaritmia apabila administrasi terlalu cepat dapat menyebabkan Cardiac arrest, Takiaritmia Dermatologic : Erythroderma; Gastrointestinal: Necrotizing enterocolitis in fetus OR newborn; Immunologic: Immune hypersensitivity reaction; Neurologic: perdarahan pada intracranial, kejang. 4. Mekanisme Kerja Teofilin, sebagai bronkodilator, memiliki 2 mekanisme aksi utama di paru yaitu dengan cara relaksasi otot polos dan menekan stimulan yang terdapat pada jalan nafas (suppression of airway stimuli). Mekanisme aksi yang utama belum diketahui secara pasti. Diduga efek bronkodilasi disebabkan oleh adanya penghambatan 2 isoenzim yaitu phosphodiesterase (PDE III) dan PDE IV. Sedangkan efek selain bronkodilasi berhubungan dengan aktivitas molekular yang lain. Teofilin juga dapat meningkatkan kontraksi otot diafragma dengan cara peningkatan uptake Ca melalui Adenosin-mediated Chanels 5. Interaksi Obat Dengan Obat Lain : Obat-obat yang dapat meningkatkan kadar Teofilin: Propanolol, Allopurinol (>600mg/day), Erythromycin, Cimetidin, Troleandomycin, Ciprofloxacin

(golongan Quinolon yang lain), kontrasepsi oral, Beta-Blocker, Calcium Channel Blocker, Kortikosteroid, Disulfiram, Efedrin, Vaksin Influenza, Interferon, Makrolida, Mexiletine, Thiabendazole, Hormon Thyroid,

Carbamazepine, Isoniazid, Loop diuretics. Obat lain yang dapat menghambat Cytochrome P450 1A2, seperti: Amiodaron, Fluxosamine, Ketoconazole, Antibiotik Quinolon). Obat-obat yang dapat menurunkan kadar Teofilin: Phenytoin, obat-obat yang dapat menginduksi CYP 1A2 (seperti:

Aminoglutethimide, Phenobarbital, Carbamazepine, Rifampin), Ritonavir, IV Isoproterenol, Barbiturate, Hydantoin, Ketoconazole, Sulfinpyrazone,

Isoniazid, Loop Diuretic, Sympathomimetics. Dengan Makanan : Hindari konsumsi Caffein yang berlebihan. Hindari diet protein dan karbohidrat yang berlebihan. Batasi konsumsi charcoal-broiled foods Pemberian teofilin/aminofilin bersama dengan katekolamin dan

simpatomimetik golongan amina harus hati-hati karena dapat memperkuat aksi takhiaritmia. 6. Rute Pemberian Intravenous: Dapat diberikan dengan injeksi lambat IV bolus / dapat diberikan dengan infus Jangan dicampur dengan obat lain didalam syringe Hindari penggunaan obat-obat yang tidak stabil dalam suasana asam bersamaan dengan aminofilin Jangan digunakan jika terdapat kristal yang terpisah dari larutan 7. Farmakokinetik Absorpsi : Oral, tablet: waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar puncak 10 mcg/mL (range 5-15 mcg/mL) adalah 1-2 jam setelah pemberian dosis 5mg/kg pada dewasa. Adanya makanan tidak mempengaruhi absorpsi. Kelarutan aminofilin lebih besar daripada teofilin, tetapi temyata derajad absorpsinya tidak banyak berbeda. Setelah pemberian per-oral, obat ini

diabsorpsi dengan cepat, sehingga kadang-kadang terjadilonjakan kadar dalam darah yang menimbulkan gejala efek samping. Distribusi : Protein binding: 40%, khususnya dengan albumin. Metabolisme : Hepatik; isoenzyme P450 CYP1A2, CYP2E1, CYP3A3; pasien lebih dari 1 tahun, 90% metabolisme terjadi di hati. Metabolit aktif: 3-methylxanthine; caffeine (tidak ditemukan pada pasien dewasa, diduga dapat terakumulasi pada neonatus dan menyebabkan efek farmakologi). Teofilin mengalami metabolisme terutama di hepar dan 8 % fraksi obat diekskresikan melalui urin dalam bentuk tetap. Ekskresi : Pada ginjal 8. Dosis Pemberian Dewasa : Asma akut berat yang memburuk dan belum mendapat terapi dengan Teofilin. Injeksi IV pelan : 250-500mg (5 mg/kg) (diinjeksikan lebih dari 20 menit) dengan monitoring ketat, selanjutnya dapat diikuti dengan dosis pada asma akut berat. Dewasa : Asma akut berat : IV infus 500 mcg/kg/jam (dengan monitoring ketat) disesuaikan dengan konsentrasi plasma Teofilin. Anak-anak : Asma akut berat yang memburuk dan belum mendapat terapi dengan Teofilin. Injeksi IV pelan : 5 mg/kg (diinjeksikan lebih dari 20 menit) dengan monitoring ketat, selanjutnya dapat diikuti dengan dosis pada asma akut berat. Anak-anak : Asma akut berat: IV infus: anak usia 6 bulan 9 tahun 1mg/kg/jam anak usia 10 16 tahun 800 mcg/kg/jam disesuaikan dengan konsentrasi teofilin dalam plasma. 9. Penyimpanan Sediaan oral: Tablet harus di simpan pada suhu ruang 20C-25C, terlindung cahaya dan lembab. Sediaan parenteral: Simpan pada suhu 15C-30C, terlindung dari cahaya. wadah dosis tunggal bebas karbondioksida dari kaca tipe 1.

PREFORMULASI 1. Zat Aktif Rumus Molekul Pemerian Kelarutan : C16H24N10O4 : Butir atau serbuk putih atau agak kekuningan; bau amonia
lemah, rasa pahit

: Larut dalam 5 bagian air, jika dibiarkan mungkin menjadi keruh, praktis tidak larut etanol (95%) dan eter P.

Wadah pH larutan Stabilitas

: Dalam wadah terlindung dari cahaya. : 3.5-8.6

Aminofilin merupakan larutan yang stabil pada suhu ruangan. Pada pH 3.5-8.6, stabilitas dalam suhu kamar pada konsentrasi tidak kurang dari 40 mg/mL dapat dijaga hingga 48 jam. Stabilitas Aminofilin dalam plastic syringes 5 jam. Aminofilin bersifat basa (pH sekitar 8.8) sehingga memiliki kecenderungan untuk meluluhkan plastik dan karet, oleh karena itu tidak direkomendasikan penyimpanan dalam plastic syringes dalam waktu lama. Larutan tidak boleh digunakan bila terjadi perubahan warna atau bila terbentuk kristal Inkompabilitas : Asam , klorpromazin HCl, clindamycin phospat,

corcotrophin, dimenhidrinat, eritromicin gluceptate, hidralazin HCl, prokain HCl, prametazin HCl, vancomisin HCl. Ekivalensi NaCl untuk Aminofilin: 2. Eksipien a) Etilendiamin Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna atau agak kuning, bau seperti amoniak, bersifat alkali kua Kelarutan : dapat bercampur dengan air dan dengan etanol

FORMULASI

AMINOPHYLINNE 0,5 GRAM / 20 ML (I.V) Aminofilin Intravena

Aminofilin Etilendiamin 68,5 % API Catatan: 1. pH = 9,2 9,6 PERHITUNGAN Volume Obat yang dibuat Volume obat ad

25 g 2,1 ml 1000 mL

: 6 x 10 ml : 6 x 0,5 ml

= 60 ml =3 ml +

Volume penambahan/ampul

63 ml Volume pembilas ad 100 ml = (100 63) = 37 ml VolumeTonisitas ( B= =


) ( )

= =

= 0,4143 Perhitungan Bahan Aminofilin Kadar = x 25 g = 2,5 g = 2,5 %

= 2,5 g/ 100 ml

Etilendiamin Untuk 100 ml Kadar Aqua pro injeksi

= =

x 2,1 ml

= 1,438 g/1000 ml

x 1,438 g = 0,1438
= 0,1438 %

= 0,1438 g / 100ml ad 100 ml

VII. STERILISASI 1. Sterilisasi dengan etanol 70 % selama 24 jam, untuk : Pentil sepeda :1 Sendok tanduk :1 Batang pengaduk : 1 Pipet tetes :1 Suntik :1 2. Sterilisasi sediaan dengan autoklaf (115 1160C) selama 30 menit. 3. Sterilisasi dengan oven (1700 C) selama 2 jam, untuk : Beker glass 100 ml :1 Beker glass 250 ml :1 Erlenmeyer :1 Gelas ukur :1 Ampul :6 CARA KERJA 1. Ditimbang aminofilin lalu dilarutkan dalam Erlenmeyer dengan Aqua pro injeksi secukupnya 2. Ditimbang etilendiamin dilarutkan dengan Aqua pro injeksi secukupnya, ditambahkan dalam Erlenmeyer berisi aminofilin, diaduk ad homogen. 3. Ditimbang NaCl, dilarutkan dengan Aqua pro injeksi secukupnya lalu ditambahkan dalam Erlenmeyer diaduk hingga homogen 4. Setelah semua bahan larut dan homogen dan di atur pH dengan pH larutan obat (9,2-9,6) 5. Dicukupkan ad 100 ml lalu disaring 6. Dibilas buret dengan larutan obat, lalu diisi kembali buret dengan larutan obat. hingga sesuai

7. Dimasukkan larutan obat dalam ampul, dilakukan spooling kemudian ditutup ampul dengan cara dipanaskan hingga meleleh penutupnya. 8. Disterilkan dalam autoklaf

PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini, kami membuat sediaan injeksi aminofilin. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik.. Pada saat melakukan pengujian banyak terjadi. Dalam pembuatan injeksi ini juga, pH harus diperhatikan agar tetap dalam rentang kestabilan bahan. Injeksi tidak boleh mengandung partikulat sehingga sebelum dimasukkan ke dalam wadah ampul, sediaan harus terlebih dahulu disaring. Sedapat mungkin injeksi yang dibuat harus isotonis dengan cairan tubuh ataupun hipertonis dalam keadaan tertentu. Perlunya sediaan injeksi ini dibuat isotonis ataupun hipertonis agar pada saat penyuntikan tidak menimbulkan rasa nyeri. Untuk membuat injeksi yang isotonis dapat dibuat dengan menamabahkan NaCl dalam jumlah tertentu yang telah dihitung dari perhitungan tonisitas sediaan, dalam praktikum ini perhitungan tonisitas sediaan berada dalam rentang hipertonis sehingga tidak perlu penambahan NaCl (injeksi yang isotonis hanya mutlak untuk injeksi yang pemakaiannya secara intravena). Langkah awal yang kami lakukan adalah melakukan perhitungan tonisitas dimana diperoleh bahwa larutan bersifat hipotonis sehingga kami harus menambahkan NaCl sebagai larutan pengisotonis dalam sediaan tersebut. Dari data yang diperoleh dapat diketahui bahwa aminofilinl memiliki kelarutan yang larut dalam air dan memiliki pH 9,2 9,6. Karena kelarutan yang larut larut dalam air maka kami menggunakan pelarut air berupa API (Aqua Pro Injeksi). Pembuatan API (Aqua Pro Injeksi) bebas pirogen dilakukan dengan cara menambahkan karbon aktif sebesar 0.1 % dari jumlah total volume yang dibuat, kemudian dipanaskan larutan pada suhu 40-70oC dan didiamkan selama 15 menit

yang selanjutnya disaring dengan menggunakan kertas saring rangkap dua. API (Aqua Pro Injeksi) yang digunakan harus bebas pirogen karena sediaan yang dibuat ditujukan untuk injeksi iv yang langsung dialirkan ke dalam darah dan sesuai dengan persyaratan sediaan parenteral volume besar. Pada praktikum ini kami menggunakan sediaan API jadi. Pada saat pembuatan, banyak larutan yang menempel pada wadah atau kertas penyaring, maka dari itu diperlukan penambahan overmat yang cukup agar jumlah larutan mencukupi. Namun demikian saat dilakukan filling atau pengisian, sering terjadi kekurangan bahan, hal ini sering disebabkan karena banyak larutan yang menempel pada wadah, atau seringnya berpindah-pindah wadah sehingga banyak larutan yang hilang,

PENUTUP 1. Kesimpulan Terjadi penyimpangan volume hasil. Banyak ampul yang memiliki volume kurang dari yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena pengisian yang kurang tepat volumenya, atau larutan yang telah diisikan menguap pada waktu sealing, yang kedua adalah banyak terjadi kebocoran pada ampul. Hal ini disebabkan karena sealing yang kurang tepat, atau karena ujung ampul yang pada umumnya tajam sering patah sehingga menyebabkan ampul bocor atau mungkin juga karena pengaruh panas pada waktu sealing sehingga kaca ampul pecah. Pembuatan sediaan injeksi aminofilin menggunakan : Zat aktif : Aminofilin Zat tambahan : NaCl sebagai pengisotonis, etilendiamin dan Aqua Pro Injeksi bebas pirogen sebagai pelarut Metode sterilisasi yang digunakan yaitu sterilisasi panas bertekanan (autoklaf) Sediaan injeksi intravena aminofilin yang telah kami buat sudah sesuai dengan sediaan yang diinginkan, yaitu bentuk larutan yang berwarna jernih dan memiliki pH 9.

2. Saran Fasilitas laboratorium sebaiknya dilengkapi lagi demi kelancaran proses praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. Ilmu Meracik Obat. 2004. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Anief, Muhamad.1993. Farmaseutika Dasar. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Anonim. 1978. FORMULARIUM NASIONAL.Ed: II. Jakarta: DEPKES Ansel, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. 1989. Jakarta : UI-Press.

Anda mungkin juga menyukai