Anda di halaman 1dari 83

Farmasi

Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 342








Standar Kompetensi : Menerapkan dasar-dasar kimia adan prinsip laboratorium
Kompetensi Dasar :
11.1 Menjelaskan senyawa anorganik
11.2 Menjelaskan senyawa organik
11.3 Menerapkan uji kualitatif senyawa anorganik dan senyawa organik
11.4 Menerapkan uji kuantitatif/penetapan kadar senyawa anorganik dan senyawa organik
11.5 Menjelaskan Good Laboratory Practice (GLP)

DAFTAR ISI

BAB XI KIMIA FARMASI
11.1 Pendahuluan ............................................................... 343
11.1.1 Reaksi Kering .............................................................. 343
11.1.2 Reaksi Basah .............................................................. 345
11.2 Senyawa An Organik.................................................... 345
11.2.1 Identifikasi Kation.......................................................... 345
11.2.2 Identifikasi Anion .......................................................... 359
11.2.3 Pemisahan Campuran Senyawa An Organik .............. 367
11 KIMIA FARMASI
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 343

11.3 Senyawa Organik ........................................................ 370
11.3.1 Identifikasi Senyawa Obat ........................................... 370
11.4 Penetapan Kadar Senyawa Obat................................. 376
11.5 Prosedur Laboratorium sesuai Good Laboratory
Practice (GLP).............................................................. 400


Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 344

11.1 Pendahuluan

Analisa kualitatif dapat menggunakan dua macam uji,
reaksi kering dan basah. Reaksi kering dapat diterapkan
untuk zat-zat padat dan reaksi basah untuk zat dalam
larutan.
11.1.1 Reaksi Kering
Sejumlah uji yang dapat dilakukan dalam keadaan
kering yakni tanpa melarutkan contoh. Reaksi ini dapat
dilakukan dengan
1. Pemanasan
Zat dimasukkan dalam sebuah tabung pengapian
(tabung bola)yang terbuat dari pipa kaca lunak, dan dipanasi
dalam sebuah nyala bunsen. Mula-mula dengan nyala kecil
kecil kemudian dengan nyala yang lebih kuat. Tabung reaksi
kecil, 60-70 mm x 7-8mm, yang mudah diperoleh dan murah
dapat juga dipakai. Dapat terjadi sublimasi, pelelehan, atau
penguraian yang disertai perubahan warna, atau dapat dibe-
baskan suatu gas yang dapat dikenali dari sifat-sifat khas
tertentu.
2. Uji Nyala
Halaman ini menguraikan bagaimana melakukan
sebuah uji nyala untuk berbagai ion logam,


dan secara ringkas menjelaskan bagaimana warna nyala
bisa terbentuk. Uji nyala digunakan untuk mengidentifikasi
keberadaan ion logam dalam jumlah yang relatif kecil pada
sebuah senyawa. Tidak semua ion logam menghasilkan
warna nyala.Untuk senyawa-senyawa Golongan 1, uji nyala
biasanya merupakan cara yang paling mudah untuk meng-
identifikasi logam mana yang terdapat dalam senyawa.
Untuk logam-logam lain, biasanya ada metode mudah
lainnya yang lebih dapat dipercaya - meski demikian uji
nyala bisa memberikan petunjuk bermanfaat seperti metode
mana yang akan dipakai. Untuk ini maka perlu mengetahui
struktur nyala bunsen tak terang.
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 345

A B
E
D
F
C
Zona mengoksid atas (d)
Zona mereduksiatas (e)
Bagian terpanas nyala (b)
Zona mengoksidbawah (c)
Zona mereduksi bawah (f)
Zona temperatur bawah (a)

Gambar 145. Struktur Nyala Bunsen
Temperatur yang terendah adalah pada dasar nyala
(a), ini dimanfaatkan untuk menguji nyala dari zat-zat atsiri.
Bagian terpanas nyala adalah zona pelelehan pada (b),
daerah ini dimanfaatkan untuk menguji kedapat-lelehan zat
dan juga melengkapi (a) dalam menguji keatsirian relatif
dari campuran zat-zat. Zat mengoksid bawah terletak ada
batas luar (b) dan dapat digunakan untuk mengoksid zat-zat
yang terlarut dalam manik borak, natrium karbonat atau
garam mikroskopik. Zat mengoksid atas (d), daerah ini
digunakan untuk semua proses oksidasi yang tidak
diperlukan temperatur tinggi. Zona reduksi atas (e) adalah
ujung kerucut biru dalam. Daerah ini berguna untuk
mereduksi oksida kerak menjadi logam. Zona mereduksi ba-
wah (f) berguna untuk mereduksi boraks lelehan.
Bersihkan sebuah kawat platinum atau nikrome-
(sebuah alloy nikel-kromium) dengan mencelupkannya ke
dalam asam hidroklorat pekat dan kemudian panaskan pada
Bunsen. Ulangi prosedur ini sampai kawat tidak
menimbulkan warna pada zona pelehan b nyala api Bunsen.
Jika kawat telah bersih, basahi kembali dengan asam dan
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 346

kemudian celupkan ke dalam sedikit bubuk padatan yang
akan diuji sehingga ada beberapa bubuk padatan yang
menempel pada kawat tersebut. Agar dapat memahami uji
ini maka perlu mengetahui struktur nyala Bunsen. Kemudian
zat dimasukkan ke dalam zona mengoksid bawah (c) dan
diamati warna yang terjadi. Zat-zat yang kurang mengatsri
dipanaskan zona pemanasan b, dengan cara ini
dimungkinkan untuk memanfaatkan perbedaan keatsirian
untuk memisahkan komponen- komponen dalam campuran.

Tabel 21. Warna Nyala dengan Api Bunsen
Zat mengandung Warna Nyala
Na Kuning
K Violet
Ca Merah bata
Sr Merah
Ba Hijau kuning
Cu Hijau kebiruan


3. Uji manik boraks
Sehelai kawat platinum digunakan untuk uji manik
boraks.Ujung bebas kawat platinum dibengkokan menjadi
suatu lingkaran kecil. Lingkaran ini dipanasi dalam dalam
nyala bunsen sampai membara dan kemudian dengan cepat
dibenamkan dalam bubuk boraks Na
2
B
4
O
7
.10 H
2
O. Zat
padat yang menempel ditaruh pada bagian nyala terpanas,
garam tersebut mengembang ketika melepaskan air
kristalnya dan menyusut sebesar lingkaran tersebut dengan
membentuk manik mirip kaca, tembus cahaya dan tak
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 347

berwarna yang terdiri dari suatu campuran natrium
metaborat dan anhidrida borat.
Manik itu dibasahi dan dibenamkan dalam zat sehingga zat
akan menempel pada manik dan dipanasi,mula-mula
dipanasi dalam nyala reduksi bawah , dibiarkan dingin dan
warnanya diamati. Kemudian manik tersebut dipanasi dalam
nyala mengoksid bawah, dibiarkan mendingin dan diamati
warnanya lagi.
Manikyang secara kharakteristik berwarna dihasilkan
dengan garam tembaga, besi, kromium, mangan , kobalt
dan nikel.




11.1.2 Reaksi Basah
Uji ini dilakukan dengan cara zat yang akan dianalisis
dilarutkan lebih dahulu dalam suatu zat pelarut yang tepat.
Sebagai zat pelarut berturut-turut dapat dicoba :
1. Aquadest dingin/panas
2. Asam klorida encer dingin/
panas
3. Asam florida pekat dingin/
panas
4. Asam nitrat encer dingin/panas
5. Asam nitrat pekat dingin/panas
6. Aqua regia (campuran 3 bagian HCl pekat dan 1
bagian HNO
3
pekat)

Reaksi dikatakan terjadi bila :
a. terbentuk endapan
b. terjadi pembebasan gas
c. terjadi perubahan warna.
Mayoritas reaksi analisis kualitatif dilakukan dengan cara
basah.

11.2 Senyawa An.Organik
11.2.1 Identifikasi Kation
11.2.1.1 Klasifikasi Kation.
Untuk tujuan analisis kualitatif sistematik kation-
kation diklasifikasikan dalam lima golongan berdasarkan
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 348

sifat-sifat kation itu terhadap beberapa reagensia. Dengan
menggunakan reagensia golongan secara sistematik dapat
ditetapkan ada tidaknya golongan-golongan kation, dan
dapat juga digunakan untuk pemisahan golongangolongan
ini untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Reagensia yang digunakan untuk klasifikasi kation
yang paling umum adalah asam klorida, hidrogen sulfida,
amonium sulfida dan amonium karbonat. Klasifikasi ini
didasarkan apakah suatu kation bereaksi dengan reagensia-
reagensia ini dengan membentuk endapan.
Kelima golonan kation dan ciri-ciri khas golongan
golongan ini adalah sebagai berikut:
a. Golongan I
Golongan ini membentuk endapan dengan asam
klorida encer. Ion-ion golongan ini adalah timbal (Pb),
merkurium (I) raksa, dan perak(Ag).
b. Golongan II
Kation golongan ini tidak bereaksi dengan asam
klorida tetapi membentuk endapan dengan hidrogen
sulfida dalam suasana asam mineral encer. Ion-ion
golongan ini adalah golongan IIA yaitu
merkurium(II), tembaga , bismuth, kadmium, dan
golongan IIB yaitu arsenik (III), ar
senik (V), stibium(III), stibium (V), timah (II)
danTimah (III) (IV). Sulfida dari kation golongan IIA
tidak dapat larut dalam amoniumpolisulfida sedang-
kan sulfida dari golongan IIB justru dapat larut.
c. Golongan III
Kation golongan ini tidak bereaksi dengan asam
klorida encer ataupun dengan hidrogen sulfida dalam
suasana asam mineral encer. Namun kation ini
membentuk endapan dengan amonium sulfida dalam
suasana netral atau amoniakal. Kation-kation golong-
an ini adalah kobalt (II), nikel (II), besi (II), besi (III),
kromium(III) aluminium, zink dan mangan (II).
d. Golongan IV
Kation golongan ini tidak bereaksi dengan reagensia
golongan I, II, dan III. Kation-kation ini membentuk
endapan dengan amonium karbonat dengan adanya
amonium klorida dalam suasana netral atau sedikit
asam. Kation-kation golongan ini adalah kalsium,
stronsium dan barium.
e. Golongan V
Kation-kation yang umum, yang tidak bereaksi
dengan reagensia golongan sebelumnya, merupakan
golongan kation terakhir (sisa) yang meliputi ion
magnesium, natrium, kalium, dan amonium.
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 349


A. Identifikasi Kation Golongan I
1. Identifikasi Timbal (Pb
2+
)
Larutan timbal nitrat (0,25 M atau timbal Asetat (0,25 M)
dapat dipakai untuk mempelajari reaksi-reaksi ini.
a. Dengan asam klorida encer terbentuk endapan putih,
endapan larut dalam NH
4
OH encer.

Pb
2+
+ 2Cl
-


PbCl
2

Apabila ke dalam larutan yang terjadi ditambah HNO
3

encer terbentuk endapan putih.
b. Dengan Hidrogen sulfida dalam suasana netral atau
asam encer terbentuk endapan hitam timbal sulfida.
Pb
2+
+ H
2
S

PbS + 2H
+

c. Dengan larutan amonia terbentuk endapan putih
timbal hidroksida.
Pb
2+
+ 2NH
3
+ 2H2O

Pb(OH)
2
+ 2NH
4
+
d. Dengan larutan NaOH terbentuk endapan putih
timbal hidroksida, endapan larut dalam reagensia
berlebih, yaitu terbentuk ion tetrahidroksiplumbat (II).
Pb
2+
+ 2OH
-


Pb(OH)
2

Pb(OH)
2
+ 2OH
-


Pb(OH)

4

2-

e. Dengan asam sulfat encer terbentuk endapan putih
timbal sulfat.
Pb
2+
+ SO
4
2-


Pb SO
4

Pb SO
4
+ H
2
SO
4


Pb
2+
+

HSO
4
-

f. Dengan Kalium Iodida terbentuk endapan kuning
timbal iodida
Pb
2+
+ 2I
-


PbI
2

Endapan larut dalam air mendidih menghasilkan
larutan tak berwarna, setelah dingin akan memisah
membentuk keping-keping berwarna kuning
keemasan.

2. Identifikasi Merkurium (I)
( Hg
2
2+)

a. Dengan asam klorida encer atau kloridaklorida yang
larut terbentuk endapan putih kalomel.
Hg
2
2+
+ 2Cl
-
Hg
2
Cl
2

b. Dengan hidrogen sulfida dalam suasana netral atau
asam encer terbentuk endapan hitam.
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 350

Hg
2
2+
+ H
2
S


Hg + HgS + 2H
+

d. Dengan larutan amonia terbentuk endapan hitam
yang merupakan campuran merkurium (I) dan
merkurium (II) amidonitrat basa.
.
Hg
2
2+
+ NO
3-
+4NH
3
+H
2
O HgOHg NH
2
+ 2Hg +
3NH
4
+
NO
3

e. Dengan larutan NaOH terbentuk endapan hitam Mer-
kurium (I) oksida
Hg
2
2+
+ 2OH
-


Hg
2
O + H
2
O

e. Dengan Kalium Iodida terbentuk endapan hijau
merkurium(I) iodida, jika ditambah reagensia
berlebihan terbentuk ion tetraiodomerkurat (II) yang
larut dan merkurium hitam yang berbutir halus.
Hg
2
2+
+ 2I
-


Hg
2
I
2

Hg
2
I
2
+ 2I-
-


HgI
4
2-
+ Hg


3. Identifikasi Perak (Ag
+
)
a. Dengan asam klorida encer atau kloridaklorida yang
larut terbentuk endapan perak klorida. Endapan larut
dalam amonia encer dan dengan asam nitrat encer
akan menetralkan kelebihan amonia sehingga akan
terbentuk endapan lagi.
Ag
+
+ 2Cl
-
AgCl
Ag
+
+ 2NH
3
-
[Ag (NH
3
)
2
]
+
+ Cl
-

b. Dengan hidrogen sulfida dalam suasana netral atau
asam encer terbentuk endapan hitam perak sulfida .
2Ag
+
+ H
2
S


Ag
2
S + 2H
+

c. Dengan larutan amonia terbentuk endapan coklat
perak oksida.
2Ag
+
+ 2NH
3
+ H
2
O Ag
2
O + 2NH
4
+

d. Dengan larutan NaOH terbentuk endapan coklat
perak oksida

2Ag
+
+ 2OH
-


Ag
2
O + H
2
O

Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 351


e. Dengan Kalium Iodida terbentuk endapan kuning
perak iodida, jika ditambah reagensia amonia
encer/pekat endapan tidak larut. Endapan mudah
larut dalam kalium sianida dan natrium tiosulfat.
Ag
+
+ I
-


AgI
AgI + 2CN
-

[
Ag(CN)
2
]
-
+ I
-

AgI + 2S
2
O
3
2

-


Ag(S
2
O
3
)
2

3-
+ I


B. Identifikasi Kation Golongan II
1. Identifikasi Merkurium (II)
a. Dengan Hidrogen sulfida (gas/larutan jenuh): dengan
adanya asam klorida encer, mula-mula akan
terbentuk endapan putih merkurium (II) klorosulfida
yang terurai bila ditambahkan hidrogen sulfida lebih
lanjut dan akhirnya terbentuk endapan hitam merkuri
(II) sulfida.
3Hg
2+
+ 2Cl
-
+ 2H
2
S


Hg
3
S
2
Cl
2
+ 4H
+
+ 2Cl
-
b. Dengan larutan amonia terbentuk endapan putih
yang merupakan campuran merkurium (II) oksida
dan merkurium (II) amidonitrat.


2Hg
2+
+ NO
3
-
+ 4NH
3
+H
2
O HgO + Hg (
NH
2
)NO
3
+ 2Hg + 3NH
4
+

c. Dengan larutan NaOH dalam jumlah sedikit terbentuk
endapan merah kecoklatan, bila ditambahkan dalam
jumlah yang stoikiometris endapan berubah menjadi
kuning terbentuk Merkurium (II) oksida
Hg
2+
+ 2OH
-


HgO + H
2
O
d. Dengan Kalium Iodida bila ditambahkan perlahan-
lahan pada larutan terbentuk endapan merah
merkurium(II) iodida, jika ditambah reagensia
berlebihan terbentuk ion tetraiodomerkurat (II) yang
larut
Hg
2+
+ 2I
-


HgI
2

HgI
2
+ 2I-
-


[HgI
4
]
2-
(Aq)
e. Dengan kalium sianida tidak terjadi perubahan apa-
apa.

2. Identifikasi Bismut (Bi
3+
)
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 352

a. Dengan Hidrogen sulfida (gas/larutan jenuh):
terbentuk endapan hitam bismut sulfida. Endapan
larut dalam asam klorida pekat yang mendidih, yaitu
pada saat gas hidrogen sulfida dibebaskan.
2Bi
3+
+ 3H
2
S


Bi
2
S
3
+ 6H
+

Bi
2
S
3
+ 6HCl 2Bi
3+
+ 6Cl- + 3H
2
S
b. Dengan larutan amonia terbentuk endapan putih
Bi
3+
+ NO
3
-
+ 2NH
3
+2H
2
O Bi ( OH)
2
NO
3
+ 2Hg +
2NH
4
+

c. Dengan larutan NaOH terbentuk endapan putih
bismut hidroksida.
Bi
3+
+ 3OH
-


Bi (OH)
3


d. Dengan Kalium Iodida bila ditambahkan perlahan-
lahan pada larutan terbentuk endapan hitam bismut
(II) iodida, jika ditambah reagensia berlebihan
terbentuk ion tetraiodobismutat (II) yang berwarna
jingga.
Bi
3+
+ I
-
BiI
3

BiI3 + I
-
BiI
4
-

e. Dengan kalium sianida terbentuk endapan putih
bismut hidroksida
Bi
3+
+ 3H
2
O + 3CN
-


Bi(OH)
3
+ 3HCN


3. Identifikasi Tembaga (Cu
2+
)
a. Dengan Hidrogen sulfida (gas/ larutan jenuh):
terbentuk endapan hitam tembaga(II) sulfida.
Cu
2+
+ H
2
S


CuS + 2H
+

b. Dengan larutan amonia dalam jumlah yang sangat
sedikit terbentuk endapan biru.
2Cu
2+
+ SO
4
-
+ 2NH
3
+2H
2
O
Cu (OH)
2
CuSO
4
+ 2NH
4
+

c. Dengan larutan NaOH dalam larutan dingin terbentuk
endapan biru tembaga (II) hidroksida.
Cu
2+
+ 2OH
-


Cu (OH)
2

Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 353

d. Dengan Kalium Iodida terbentuk endapan putih tem-
baga (II) iodida, tetapi larutannya berwarna coklat tua
karena terbentuk ion-ion tri-iodida (iod)
2Cu
2+
+ 5I
-
2CuI + I
3
-

e. Dengan kalium sianida terbentuk endapan kuning
tembaga(II) sianida
Cu
2
+ CN
-


Cu(CN)
2




4. Identifikasi Kadmium ( Cd
2+
)
a. Dengan Hidrogen sulfida (gas/larutan jenuh)
terbentuk endapan kuning kadmium sulfida.
Cd
2+
+ H
2
S


CdS + 2H
+

b. Dengan larutan amonia bila ditambahkan tetes demi
tetes terbentuk endapan putih
Cd
2+
+ 2NH
3
+2H
2
O
Cd( OH)
2
+ 2NH
4
+

c. Dengan larutan NaOH dalam larutan dingin terbentuk
endapan putih kadmium (II) hidroksida.
Cd
2+
+ 2OH
-


Cd (OH)
2

d. Dengan Kalium Iodida tidak terbentuk endapan
e. Dengan kalium sianida terbentuk endapan putih kad-
mium(II) sianida
Cd
2+
+ 2 CN
-


Cd(CN)
2


5. Identifikasi Arsenik ( As
3+
)
a. Dengan Hidrogen sulfida (gas/larutan jenuh)
terbentuk endapan kuning arsenik (III) sulfida.
2As
3+
+ 3H
2
S As
2
O
3
+ 6H
+

b. Dengan larutan perak nitrat dalam larutan netral
terbentuk endapan kuning
AsO
3
3-
+ 3Ag
+
AsO
3
3-
+ Ag
2
AsO
3


Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 354

c. Dengan campuran magnesia (larutan yang
mengandung MgCl
2
, NH
4
Cl dan sedikit NH
3
tidak
terbentuk endapan.
d. Dengan larutan tembaga sulfat terbentuk endapan
hijau tembaga arsenit
e. Dengan kalium tri-iodida larutan iod dalam kalium
iodida mengoksidasikan ion arsenit sehingga warna
luntur.
AsO
3
3-
+ I
3
-
+ H
2
O AsO
4
3-
+3

I
-
+

2H
+


6. Identifikasi Arsenik ( As
5+
)
a. Dengan Hidrogen sulfida (gas/larutan jenuh): tidak
terbentuk. Jika aliran udara diteruskan,campuran
Arsenik (III) sulfida, A
s2
S
3
dan belerang mengendap
dengan lambat. Pengendapan akan lebih cepat
dalam larutan panas.
AsO
4
3-
+ H
2
S AsO
3
3-
+ S+ H
2
O
2AsO
3
3-
+ 3H
2
S + 6H
+
As
2
S
3

+ 6H
2
O
b. Dengan larutan perak nitrat dalam larutan netral
terbentuk endapan merah kecoklatan.
AsO
4
3-
+ 3Ag
2+
Ag3AsO
4

c. Dengan campuran magnesia (larutan yang
mengandung MgCl
2
, NH
4
Cl dan sedikit NH
3
)
endapan kristalin putih.
AsO
4
3-
+ 3Mg
2+
+ NH
4
+
MgNH
4
AsO
4

d. Dengan larutan amonium molybdat dan asam nitrat
berlebihan terbentuk endapan kristalin berwarna
kuning.
AsO
4
3-
+ 12MoO
4
2-
+ 3NH
4
+
+

2H
+
(NH
4
)As
Mo
12
O
40
+ 12H
2
O
e. Dengan larutan kalium iodida dan asam klorida pekat
maka ion iod akan diendapkan..
AsO
4
3-
+2H
+
+ 2I
-
+ H
2
O AsO
3
3-
+

I
2


+ H
2
O

7. Identifikasi

Stibium (Sb
3+
)
a. Dengan Hidrogen sulfida (gas/larutan jenuh)
terbentuk endapan merah stibium trisulfida.
2Sb
3+
+ 3H
2
S Sb
2
S
3
+ 6H
+

Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 355

c. Dengan air terbentuk endapan putih antimonil klorida
SbOCl.

d. Dengan natrium hdroksida atau amonia terbentuk
endapan putih stibium (III)oksida yang larut dalam
larutan basa yang pekat membentuk antimonit.
2Sb
3+
+6OH
-
Sb
2
O
3
+ 3H
2
O
Sb
2
O
3
+ 2OH
-
2SbO
2
-
+ H
2
O
e. Dengan Zink membentuk endapan hitam yaitu
stibium.
2Sb
3+
+ 3Zn 2Sb + 3Zn
2+

f. Dengan kawat besi terbentuk endapan hitam stibium.
2Sb
3+
+ 3Fe 2Sb + 3Fe
2+


8. Identifikasi

Stibium (Sb
5+
)
a. Dengan Hidrogen sulfida (gas/larutan jenuh)
terbentuk endapan merah jingga stibium
pentasulfida.
2Sb
5+
+ 5H
2
S Sb
2
S
5
+ 10H
+

b. Dengan air (aquades) terbentuk endapan putih
dengan komposisi macam-macam akhirnya akan
terbentuk asam antimonat.
2Sb
5+
+ 4H
2
O H
3
SbO
4
+ 5H
+
c. Dengan kalium iodide dalam larutan yang bersifat
asam,iod memisah.
Sb
5+
+ 2I
-
Sb
3+
+ I
2(g)
d. Dengan Zink atau timah membentuk endapan hitam
yaitu stibium dengan adanya asam klorida..
2Sb
5+
+ 5Zn 2Sb + 5Zn
2+
2Sb
5+
+ 5Sn 2Sb + 5Sn
2+


9. Identifikasi

Timah (II)/ (Sn
2+
)
a. Dengan Hidrogen sulfida (gas/ larutan jenuh)
terbentuk endapan coklat timah (II) sulfida.
Sn
2+
+ H
2
S SnS + 2H
+

b. Dengan natrium hidroksida terbentuk endapan putih
timah (II) hidroksida yang larut dalam alkali
berlebihan.
Sn
2+
+2OH
-
Sn(OH)
2

Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 356

Sn(OH)
2
+2OH
-
Sn(OH)
4
2-

c. Dengan larutan merkurium (II) klorida terbentuk
endapan putih merkurium (I) klorida,jika sejumlah
besar reagensia ditambahkan dengan cepat.
d. Dengan larutan bismut nitrat dan natrium hidroksida
terbentuk endapan hitam logam bismut.
Bi
3+
+ 3OH
-


Bi (OH)3
Bi (OH)
3
+ Sn(OH)
4
2-
2Bi + 3Sn(OH)
6
2-


10. Identifikasi

Timah (IV) (Sn
2+
)
a. Dengan Hidrogen sulfida (gas/larutan jenuh)
terbentuk endapan kuning timah (IV) sulfida.
Endapan larut dalam asam klorida pekat.
Sn
4+
+ 2H
2
S SnS
2
+ 4H
+
b. Dengan natrium hidroksida terbentuk endapan putih
seperti gelatin yaitu timah (IV) hidroksida.
Sn
4+
+2OH
-
Sn(OH)
4

Sn(OH)
4
2-
+2OH
-
Sn(OH)
6
2

c. Dengan larutan merkurium (II) klorida tidak terbentuk
endapan.

d. Dengan logam besi terjadi reduksi ion timah (IV)
menjadi timah(II).
Sn
4+
+ Fe Fe
2+
+ Sn
2+

C. Identifikasi Kation Golongan III
1. Identifikasi Besi (II)
a. Dengan larutan natrium hidroksida terbentuk
endapan putih bila tidak terdapat udara sama sekali.
Bila terkena udar akan teroksidasi menjadi besi (III)
hidroksida yang berupa endapan coklat kemerahan.
Fe
2+
+ 2OH
-
Fe(OH)
2

4Fe(OH)
2
+ 2H
2
O + O
2
4Fe(OH)
3

4Fe(OH)
3
+ H
2
O
2
2Fe(OH)
3

b. Dengan larutan amonia terjadi pengendapan besi (II)
hidroksida.
Fe
2+
+ 2OH
-
Fe(OH)
2

c. Dengan hidrogen sulfida tidak terjadi pengendapan
dalam larutan asam.

Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 357

d. Dengan larutan amonium sulfida terbentuk endapan
hitam besi (II) sulfida yang larut dengan mudah
dalam larutan asam.

Fe
2+
+ S
2-
FeS
FeS+ 2H
+
Fe
2+
+H
2
S
FeS+ 9O
2
2Fe
2
O(SO
4
)
2



e. Dengan larutan kalium sianida terbentuk endapan
coklat kekuningan yang larut dalam reagensia
berlebihan.
Fe
2+
+ 2CN
-
Fe(CN)
2

Fe(CN)
2
+4CN
-
Fe(CN)
6
4-

2. Identifikasi Besi (III) (Fe
3+
)
a. Dengan larutan amonia terjadi endapan coklat merah
seperti gelatin dari besi (III) hidroksida yang tidak
larut dalam reagensia berlebihan tetapi larut dalam
asam.
Fe
3+
+ 3NH
3
+ 3H
2
O Fe(OH)
3
+ 3NH
4
+

b. Dengan larutan natrium hidroksida terbentuk
endapan coklat kemerahan besi (III) hidroksida
Fe
3+
+ 3OH
-
Fe(OH)
3

c. Dengan hidrogen sulfida dalam larutan asam
mereduksi ion-ion besi (III) menjadi besi (II) dan
terbentuk belerang sebagai endapan putih susu.
2Fe
3+
+ +H
2
S FeS
FeS+ 2H
+
2Fe
2+
+2H
+
+ S
d. Dengan larutan amonium sulfida terbentuk endapan
hitam yang terdiri dari besi (II) sulfida dan belerang..
2Fe
3+
+ 3S
2-
2FeS+ S
e. Dengan larutan kalium sianida bila ditambahkan
perlahan-lahan menghasilkan endapan coklat
kemerahan besi (III) sianida.
Fe
3+
+ 3CN
-
Fe(CN)
3


3. Identifikasi Aluminium (Al
3+)

a. Dengan larutan amonia terjadi endapan putih seperti
gelatin dari aluminium hidroksida yang larut sedikit
dalam reagensia berlebihan.
Al
3+
+ 3NH
3
+ 3H
2
O Al(OH)
3
+ 3NH
4
+

Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 358

b. Dengan larutan natrium hidroksida terbentuk
endapan putih dari aluminium hidroksida
Al
3+
+ 3OH
-
Al(OH)
3

c. Dengan larutan amonium sulfida terbentuk endapan
putih yang terdiri dari aluminium hidroksida
Al
3+
+ 2S
2-
+ 6H
2
O 2Al(OH)
3
+3H
2
S
d. Dengan larutan natrium asetat tidak terbentuk
endapan dalam larutan netral dingin tetapi dengan
mendidihkan dengan reagensia berlebihan terbentuk
endapan.
Al
3+
+ 3CH
3
COO
-
+ 2H
2
O
Al(OH)
2
CH
3
COO+CH
3
COOH

4. Identifikasi Kromium (Cr
3+)

a. Dengan larutan amonia terjadi endapan abu-abu
hijau sampai abu-abu biru seperti gelatin dari
kromium hidroksida yang larut sedikit dalam
reagensia berlebihan.
Cr
3+
+ 3NH
3
+ 3H
2
O Cr(OH)
3
+ 3NH
4
+
Cr(OH)
3
+ 6NH
3
Cr(NH
3
)
6
3+
+ 3OH
-
b. Dengan larutan natrium hidroksida terbentuk
endapan abu-abu hijau dari kromium hidroksida
Cr
3+
+ 3OH
-
Cr(OH)
3

c. Dengan larutan natrium karbonat terbentuk endapan
abu-abu hijau dari kromium hidroksida
2Cr
3+
+ 3CO
3
2-
+ 3H
2
O 2Cr(OH)
3
+3CO
2

d. Dengan larutan amonium sulfida terbentuk endapan
abu-abu hijau dari kromium hidroksida
2Cr
3+
+ 3S
2-
+ 6H
2
O 2Cr(OH)
3
+3H
2
S
e. Dengan larutan natrium asetat tidak terbentuk en-
dapan dalam larutan netral dingin walaupun dengan
mendidihkan.


5. Identifikasi Kobalt (Co
2+)

a. Dengan larutan natrium hidroksida terbentuk
endapan biru
Co
2+
+ OH
-
+ NO
3
-
Co(OH) NO
3

b. Dengan larutan amonia terjadi endapan biru.
Co
2+
+ NH
3
+ H
2
O + NO
3
-
Co(OH) NO
3
+
NH
4
+

Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 359

c. Dengan larutan amonium sulfida terbentuk endapan
hitam kobalt sulfida
Co
2+
+ S
2-
CoS
d. Dengan larutan kalium sianida bila ditambahkan per-
lahan-lahan menghasilkan endapan coklat
kemerahan besi (III) sianida.
Co
2+
+ 2CN
-
Co(CN)
2


6. Identifikasi Nikel (Ni
2+)

a. Dengan larutan natrium hidroksida terbentuk
endapan hijau
Ni
2+
+ 2OH
-
Ni(OH)
2

b. Dengan larutan amonia terjadi endapan hijau

Ni
2+
+ 2NH
3
+ 2H
2
O Ni(OH)
2
+ 2NH
4
+
c. Dengan larutan amonium sulfida terbentuk endapan
hitam nikel sulfida.
Ni
2+
+ S
2-
NiS
d. Dengan larutan kalium sianida endapan hijau nikel
(II) sianida.
Ni
2+
+ 2CN
-
Ni (CN)
2

e. Dengan hidrogen sulfida (gas/ larutan air jenuh)
membentuk endapan.

7. Identifikasi Mangan (Mn
2+)

a. Dengan larutan natrium hidroksida terbentuk
endapan putih. Endapan dengan cepat teroksidasi
bila terkena udara menjadi coklat.
Mn
2+
+ 2OH
-
Mn(OH)
2

b. Dengan larutan amonia terbentuk endapan putih.
Endapan dengan cepat teroksidasi bila terkena udara
menjadi coklat

Mn
2+
+ 2NH
3
+ 2H
2
O Mn(OH)
2
+ 2NH
4
+
c. Dengan larutan amonium sulfida terbentuk endapan
merah jambu dari mangan sulfida.
Mn
2+
+ S
2-
MnS
8. Dengan larutan natrium fosfat terbentuk endapan
merah jambu dari mangan amonium fosfat.
Mn
2+
+ 2NH
3
+ HPO
4
2-
Mn(NH
4
) PO
4



8.Identifikasi Zink (Zn
2+)

Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 360

a. Dengan larutan natrium hidroksida terbentuk
endapan seperti gelatin yang putih. Endapan larut
dalam asam.
Zn
2+
+ 2OH
-
Zn(OH)
2

Zn(OH)
2
+ 2H
+
Zn
2+
+ 2H
2
O
b. Dengan larutan amonia terbentuk endapan putih.

Zn
2+
+ 2NH
3
+ 2H
2
O Zn(OH)
2
+ 2NH
4
+
c. Dengan larutan amonium sulfida terbentuk endapan
putih
Zn
2+
+ S
2-
MnS
d. Dengan larutan dinatrium hidrogen fosfat terbentuk
endapan putih
Zn
2+
+ HPO
4
2-
Zn(PO
4
)
2
+ 2H
+

D. Identifikasi Kation Golongan IV
1. Identifikasi Barium (Ba
2+
)
a. Dengan larutan amonia tidak terbentuk endapan.

b. Dengan larutan amonium karbonat terbentuk
endapan putih
Ba
2+
+ CO
3
2-
Ba CO
3


c. Dengan larutan amonium oksalat terbentuk endapan
putih

Ba
2+
+ (COO)
2
2-
Ba(COO)
2

d. Dengan asam sulfat terbentuk endapan putih
Ba
2+
+ SO
4
2-
BaSO
4

e. Dengan kaliumkromat terbentuk endapan kuning
Ba
2+
+ CrO
4
2-
Ba CrO
4


2. Identifikasi Calsium (Ca
2+
)
a. Dengan larutan amonia tidak terbentuk endapan.

b. Dengan larutan amonium karbonat terbentuk
endapan putih
Ca
2+
+ CO
3
2-
CaCO
3

Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 361

c. Dengan larutan amonium oksalat terbentuk endapan
putih

Ca
2+
+ (COO)
2
2-
Ca (COO)
2

d. Dengan asam sulfat terbentuk endapan putih
Ca
2+
+ SO
4
2-
CaSO
4

e. Dengan kalium kromat tidak terbentuk endapan.
Ca
2+
+ CrO
4
2-
CaCrO
4


3. Identifikasi Stronsium (Sr
2+
)
a. Dengan larutan amonia tidak terbentuk endapan.

b. Dengan larutan amonium karbonat terbentuk
endapan putih
Sr
2+
+ CO
3
2-
SrCO
3

c. Dengan larutan amonium oksalat terbentuk endapan
putih

Sr
2+
+ (COO)
2
2-
Sr (COO)
2

d. Dengan asam sulfat terbentuk endapan putih
Sr
2+
+ SO
4
2-
SrSO
4

e. Dengan kalium kromat terbentuk endapan kuning
Sr
2+
+ CrO
4
2-
SrCrO
4

f. Dengan uji nyala terjadi warna nyala merah karmin

E. Identifikasi Kation Golongan V
1. Identifikasi Magnesium (Mg
2+
)
a. Dengan larutan amonia terbentuk endapan putih
seperti gelatin.
Mg
2+
+ 2NH
3
+ 2H
2
O
Mg(OH)
2
+ 2NH
4
+

b. Dengan larutan natrium hidroksida membentuk
endapan putih
Mg
2+
+ 2OH
-
Mg(OH)
2


c. Dengan larutan amonium karbonat terbentuk
endapan putih
5Mg
2+
+ 6CO
3
2-
+ 7H
2
O

4MgCO
3
Mg(OH)
2.
5H
2
O
+ 2HCO
3
-

Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 362

d. Dengan larutan natrium karbonat terbentuk endapan
putih
Mg
2+
+ HPO
4
2-
Mg(PO
4
)
2
+ 2H
+
e. Dengan larutan natrium hidroksida dan reagensia
difenilkarbazida terbentuk endapan lembayung
merah.

2. Identifikasi Kalium (K
+
)
a. Dengan larutan Natrium heksanitritokobaltat
terbentuk endapan kuning.
3K
+
+ Co(NO
2
)
6
3-
K
3
Co(NO
2
)
6

b. Dengan larutan asam tartrat membentuk endapan
kristalin putih
K
+
+ H
2
C
4
H
4
O
6

KH
2
C
4
H
4
O
6

+ H
+


c. Dengan larutan asam perklorat terbentuk endapan
putih
K
+
+ ClO
4

-


KClO
4

d. Dengan larutan asam heksakloroplatinat terbentuk
endapan kuning
K
+
+ PtCl
6
2-
KPtCl
6
2-

e. Dengan uji nyala terjadi warna nyala ungu

3. Identifikasi Natrium (Na
+
)
a. Dengan larutan uranil magnesium asetat terbentuk
endapan kristalin kuning.
Na
+
+Mg
2+
+3UO
2
2+
+9CH
3
COO
-
NaMg(3UO
2
)
3

(CH
3
COO)
9
b. Dengan larutan asam kloroplatinat tidak membentuk
endapan
c. Dengan larutan asam tartrat tidak membentuk
endapan
d. Dengan larutan asam p-heksanitritokobaltat tidak
membentuk endapan
e. Dengan uji nyala terjadi warna nyala kuning

4. Identifikasi Amonium (NH
4
+
)
a. Dengan larutan natrium hidroksida dan dipanaskan
keluar gas amonia.
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 363

NH
4
+
+ OH
-
NH
3
+
+ H
2
O
b. Dengan reagen Nessler membentuk endapan coklat

NH
4
+
+ 2(HgI
4
)
2-
+ 4OH
-
HgO.Hg(NH
2
)I + 7I
-
+
3H
2
O
c. Dengan larutan Natrium heksanitritokobaltat
terbentuk endapan kuning.
3NH
4
+
+ Co(NO
2
)
6
3-
(NH
4
+
)

3
Co(NO
2
)
6

d. Dengan larutan asam heksakloroplatinat terbentuk
endapan kuning
2NH
4
+
+ PtCl
6
2-
(NH
4
)
2
(PtCl
6
)
2


e. Dengan larutan natrium hidrogen tartrat membentuk
endapan putih
NH
4
+
+ HC
4
H
4
O
6
-
NH
4
HC
4
H
4
O
6



f. Dengan larutan asam perklorat tidak terbentuk en-
dapan.


11.2.2 Identifikasi Anion
Secara umum anion dibagi dalam 2 golongan besar
yaitu:
1. Kelas A
a. Anion yang menghasilkan gas bila direaksikan
dengan HCl encer/asam sulfat encer: karbonat,
bikarbonat, sulfat, tiosulfat, sulfida, nitrit, poklorit,
sianida dan sianat.
b. Anion yang menghasilkan gas atau uap asam, bila
direaksikan dengan larutan asam sulfat pekat:
korida, bromida, iodida, nitrat, klorat, perklorat,
permanganat, bromat, borat, heksasianoferrat (II),
heksasianoferrat (III), tiosianat, format, asetat,
oksalat, tartrat dan sitrat.
2. Kelas B
a. Reaksi pengendapan: Sulfat, fosfat, fosfit,
hipofosfit, arsenat, arsenit, kromat, dikromat, silikat,
heksafluorosilikat.
b.Oksidasi dan reduksi dalam larutan: Manganat,
permanganat, kromat dan dikromat.
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 364



Berikut ini djelaskan satu-persatu identifikasi dari masing-
masing anion:
1. Identifikasi Karbonat (CO
3
2-
)
a. Dengan asam klorida encer terjadi penguraian yang
ditandai dengan terjadinya gelembung gas. Gas ini
dapat diidentifikasi dari sifatnya yang mengkeruhkan
air kapur.

CO
3
2-
+ 2H
+
CO
2
+ H
2
O
CO
2
+ Ca
2+
+ 2OH
-
CaCO
3
+ H
2
O
CO
2
+ Ba
2+
+ 2OH
-
BaCO
3
+ H
2
O
b. Dengan larutan barium/kalsium klorida terbentuk en-
dapan putih
CO
3
2-
+ Ca
2+
CaCO
3

CO
3
2-
+ Ba
2+
BaCO
3

c. Dengan larutan perak nitrat terbentuk endapan putih
perak karbonat.
CO
3
2-
+ 2Ag
+
Ag
2
CO
3

d. Uji karbonat- fenolphtalein terbentuk warna merah
jambu pada fenolphtalein.
2. Identifikasi Hidrogen karbonat (HCO
3
-
)
a. Dengan asam klorida encer terjadi penguraian yang
ditandai dengan terjadinya gelembung gas. Gas ini
dapat diidentifikasi dari sifatnya yang mengkeruhkan
air kapur.
HCO
3
-
+ H
+
CO
2
+ H
2
O
CO
2
+ Ca
2+
+ 2OH
-
CaCO
3
+ H
2
O
CO
2
+ Ba
2+
+ 2OH
-
BaCO
3
+ H
2
O
b. Bila dididihkan, hidrogen karbonat terurai. Karbon
dioksida yang terbentuk dapat diidentifikasi dari
sifatnya yang mengkeruhkan air kapur.

2HCO
3
-
CO
3
2-
+ H
2
O + CO
2

CO
2
+ Ca
2+
+ 2OH
-
CaCO
3
+ H
2
O
CO
2
+ Ba
2+
+ 2OH
-
BaCO
3
+ H
2
O
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 365

c. Dengan larutan magnesium sulfat tidak terbentuk
endapan, bila dipanaskan baru terbentuk endapan
putih.

Mg
2+
+ 2HCO
3
-
MgCO
3
+ H
2
O + CO
2

d. Dengan larutan Merkurium (II) klorida tidak terbentuk
endapan .

3. Identifikasi Sulfit ( SO
3
2-
)
a. Dengan asam klorida encer terjadi penguraian lebih
cepat dengan pemanasan, disertai pelepasan
belerang dioksida. Gas ini dapat diidentifikasi dari:
(i) Bau belerang yang terbakar
(ii) Bila sehelai kertas saring yang dibasahi dengan
larutan kalium dikromat yang telah diasamkan di-
letakkan di atas mulut tabung uji maka kertas sa-
ring akan berwarna hijau.

SO
3
2-
+ H
+
SO
2
+ H
2
O
3SO
2
+ Cr
2
O
4
2-
+ H
+
2Cr
3+
+ 3SO
4
2-
+ H
2
O
b. Dengan larutan barium/ stronsium klorida terbentuk
endapan putih
SO
3
2-
+ Ba
2+
BaCO
3

b. Dengan larutan perak nitrat mula-mula tidak
terbentuk endapan, setelah ditambah reagensia
berlebih terbentuk endapan putih

SO
3
2-
+ 2Ag
+
(AgSO
3
)
-

(AgSO
3
)
-
+ Ag
+
Ag
2
SO
3




d. Dengan larutan kalium permanganat yang telah
diasamkan dengan asam sulfat encer maka warna
ungu dari kalium permanganat luntur.
5SO
3
2-
+ 2MnO
4
-
+ 6H
+
2 Mn
2+
+ 3SO
4
2-
+ 3H
2
O
c. Dengan larutan kalium dikromat yang telah
diasamkan dengan asam sulfat encer maka terjadi
warna hijau karena terbentuknya ion-ion kromium
(III).

3SO
3
2-
+ Cr
2
O
4
2-
+ 8H
+
2 Cr
3+
+ 3SO
4
2-
+ 4H
2
O

Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 366

4. Identifikasi Tiosulfat (S
2
O
3
2-
)
a. Dengan asam klorida encer tidak terjadi perubahan
dengan segera, setelah diasamkan baru terjadi
kekeruhan karena terjadi pemisahan belerang.
S
2
O
3
2-
+2H
+
S + SO
2
+ H
2
O
c. Dengan larutan iod maka warna iod luntur karena
terbentuk ion tetrationat yang tak berwarna.

I
2
+ S
2
O
3
2-
2I
-
+ S
4
O
6
2-

c. Dengan larutan barium klorida terbentuk endapan
putih barium tiosulfat.
S
2
O
3
2-
+ Ba
2+
Ba S
2
O
3

d. Dengan larutan perak nitrat mula-mula tidak
terbentuk endapan, setelah ditambah reagensia
berlebih terbentuk endapan putih
SO
3
2-
+ 2Ag
+
(AgSO
3
)
-
(AgSO
3
)
-
+ Ag
+

Ag
2
SO
3




5. IdentifikasiSulfida (S
2-
)
a. Dengan asam klorida/asam sulfat encer terjadi
pelepasan gas hidrogen sulfida yang dapat
diidentifikasi dar baunya yang khas dan menghi-
tamnya kertas saring yang dibasahi timbal asetat.
S
2-
+ 2H
+
H
2
S
H
2
S + Pb
2+
PbS
.b. Dengan larutan perak nitrat terbentu endapan hitam
perak sulfida.
S
2-
+ 2Ag
+
Ag
2
S
d. Dengan larutan barium klorida tidak terbentuk
endapan.

6. Identifikasi Nitrit (NO
2-
)
a. Dengan asam klorida encer dengan hati-hati
dihasilkan cairan biru pucat yang tidak stabil dan
dilepaskan uap nitrogen dioksida yang berwarna
coklat.
NO
2-
+ H
+
HNO
2
3HNO
2

HNO
3
+ 2NO + H
2
O
2NO + O
2
2NO
2


Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 367

b. Dengan larutan besi (II) sulfat yang ditambahkan
pelan-pelan melalui dinding tabung yang telah
ditambah asam sulfat/asetat encer terbentuk cincin
coklat pada perbatasan kedua larutan.
NO
2-
+ CH
3
COOH HNO
2
+ CH
3
COO
-

3HNO
2
HNO
3
+ 2NO + H
2
O
Fe
2+
+ SO
4
2-
+ 2NO (Fe
2
NO)SO
4

c. Dengan larutan barium klorida tidak terbentuk
endapan
d. Dengan larutan perak nitrat terbentu endapan putih
perak nitrit.
NO
2-
+ Ag
+
Ag NO
2

e. Dengan larutan kalium permanganat yang telah
diasamkan dengan asam sulfat encer maka warna
ungu dari kalium permanganat luntur, tapi tak ada
gas yang dilepaskan.
5NO
2-
+ 2MnO
4
-
+ 6H
+
2 Mn
2+
+ 5NO
3
-
+ 3H
2
O

7. Identifikasi Sianida (CN
-
)
a. Dengan asam klorida encer terbentuk asam sianida.
CN
-
+ H
+
HCN
b. Dengan larutan perak nitrat terbentuk endapan putih
perak sianida yang mudah larut dalam larutan
sianida berlebih.
CN
-
+ Ag
+
AgCN
AgCN + CN
-
Ag(CN)
2
-
c. Dengan asam sulfat pekat dipanaskan akan
dilepaskan karbon monoksida
2KCN + 2H
2
SO
4
+ 2H
2
O 2CO + K
2
SO
4

(NH
4
)
2
SO
4

8. Identifikasi Tiosianat (SCN
-
)
a. Dengan asam sulfat pekat dihasilkan pewarnaan
kuning, bila dipanaskan timbul reaksi yaitu terbakar
dengan nyala biru.
SCN
-
+ H
2
SO
4
+ 2H
2
O COS + NH
4
+
+ SO
4
2-
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 368

b. Dengan larutan perak nitrat terbentuk endapan putih
perak tiosianat yang larut dalam amonia.
SCN
-
+ Ag
+
Ag SCN
Ag SCN + 2NH
3
Ag(NH
3
)
2+
+ SCN
+

c. Dengan larutan tembaga sulfat terbentuk warna hijau
yang berubah menjadi endapan hitam
SCN
-
+ Cu
2+
Cu
( SCN)
2


e. Dengan larutan besi (III) klorida terbentuk larutan
merah darah karena terbentuknya suatu kompleks.

SCN
-
+ Fe
3+
Fe( SCN)
3

9. Identifikasi Ion Ferrosianida = [Fe(CN)
6
]
4

a. Dengan larutan Argentum nitrat terbentuk endapan
putih, endapan tidak larut dalam amonia tapilarut
dalam kalium sianida dan natrium tiosulfat.
[Fe(CN)
6
]
4
+ 4Ag
+
Ag
4
[Fe(CN)
6
]
Ag
4
[Fe(CN)
6
] + 8CN
-

4 [Ag(CN)
2
]
-
+ [Fe(CN)
6
]
4
Ag
4
[Fe(CN)
6
] + 8S
2
O
3
2-
4 [Ag(S
2
O
3
)
2
]
3-
+
[Fe(CN)
6
]
4


b. Dengan larutan Ferri klorida terbentuk endapan biru
prussian

3[Fe(CN)
6
]
4
+ Fe
3+
Fe
4
[Fe(CN)
6
]
3


c. Dengan larutan Ferro sulfat terbentuk endapan
putih yang dengan cepat menjadi biru karena
oksidasi.

[Fe(CN)
6
]
4
+ Fe
2+
+ 2K
+
K
2
Fe[Fe(CN)
6
]

2. Dengan larutan Cupri sulfat terbentuk endapan
coklat

[Fe(CN)
6
]
4
+ 2Cu
2+
Cu
2
[Fe(CN)
6
]

10. Identifikasi ion Ferrisianida = [Fe(CN)
6
]
3

a. Dengan larutan Argentum nitrat terbentuk endapan
merah jingga
[Fe(CN)
6
]
3
+ 3Ag
+
Ag
3
[Fe(CN)
6
]

Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 369

b.

Dengan larutan Ferro sulfat terbentuk endapan biru
Turnbull
[Fe(CN)
6
]
3
+ Fe
2+
Fe
3
[Fe(CN)
6
]
2

c. Dengan larutan Ferri klorida terbentuk larutan coklat
[Fe(CN)
6
]
3
+ Fe
3+
Fe[Fe(CN)
6
]

d. Dengan larutan Cupri sulfat terbentuk endapan
hijau
[Fe(CN)
6
]
3
+ 3Cu
2+
Cu
3
[Fe(CN)
6
]
2


11. Identifikasi ion Klorida (Cl

)
a. Dengan larutan Argentum nitrat terbentuk endapan
putih yang larut dalam larutan amonia encer dan
dengan larutan asam nitrat encer akan terbentuk
endapan putih lagi.
Endapan dikenakan sinar matahari menjadi endapan
ungu
Cl

+ Ag
+
AgCl
AgCl + 2NH
3

[Ag (NH
3
)
2
]
+
+ Cl
-

[Ag (NH
3
)
2
]
+
+ Cl
-
+ 2H
+
AgCl + 2NH
4
+

b. Dengan larutan Asam sulfat pekat, dipanaskan
timbul gas. Gas ini dapat dibuktikan dengan:

Bau yang merangsang
Membentuk kabut putih, jika batang pengaduk
yang dibasahi dengan ammonium hidroksida
pekat didekatkan ke mulut tabung reaksi
Kertas lakmus biru merah
Cl

+ H
2
SO
4
HCl + HSO
4
-

c. Dengan larutan Plumbum nitrat terbentuk endapan
putih, bila dipanaskan endapan larut dan bila
didinginkan terbentuk endapan jarum
2Cl

+ Pb
2+
PbCl
2



12. Identifikasi ion Bromida ( Br
)

a. Dengan larutan Argentum nitrat terbentuk endapan
kuning muda.
Br

+ Ag
+
AgBr
AgBr + 2NH
3

[Ag (NH
3
)
2
]
+
+ Br


AgBr + 2CN
-
[Ag(CN)
2
]
-
+ Br

AgBr+2S
2
O
3
2-
[Ag(S
2
O
3
)
2
]
3-
+ Br


Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 370

b. Dengan larutan Asam nitrat pekat, dipanaskan
terbentuk larutan coklat merah, timbul uap coklat
merah, dibuktikan dengan:

Larutan + kloroform lapisan kloroform
berwarna coklat merah
Kertas saring yang dibasahi dengan fluores-
cein, akan berwarna merah jingga jika di-
letakkan di mulut tabung reaksi
6Br

+ 8HNO
3
3Br2 + 2NO + 6NO
3
-
+ 4H
2
O

c. Dengan larutan Plumbum nitrat terbentuk endapan
putih, yang larut di air mendidih
2Br

+ Pb
2+
PbBr
2

13. Identifikasi ion Iodida ( I

)
a. Dengan larutan Argentum nitrat terbentuk endapan
kuning yang mudah larut dalam larutan kalium
sianida dan larutan natrium tiosulfat.
I

+ Ag
+
AgI
AgI + 2CN
-
[Ag (CN)
2
]
-
+ I


AgI + 2S
2
O
3
2-
[Ag(S
2
O
3
)
2
]
3-
+ I



b. Dengan larutan asam sulfat pekat terbentuk timbul
uap ungu, dibuktikan dengan:
Larutan + kloroform terbentuk lapisan kloroform
berwarna ungu
Kertas saring yang dibasahi amylum, akan ber-
warna biru jika diletakkan di atas tabung reaksi
2I
-
+ 2H
2
SO
4
I
2
+ SO
4
2-
+ 2H
2
O
I
-
+ H
2
SO
4
HI+ HSO
4
-

6I
-
+ 4H
2
SO
4
3I
2
+ S + 3SO
4
2-
+ 4H
2
O
8I
-
+ 5H
2
SO
4
4I
2
+ H
2
S + 4SO
4
2-
+ 4H
2
O

c. Dengan larutan Plumbum nitrat terbentuk endapan
kuning yang bila diencerkan dengan aquadest
terbentuk endapan larut dan bila didinginkan
terbentuk endapan berbentuk keping-keping kuning
emas seperti sisik ikan.
2I

+ Pb
2+
PbI
2


d. Dengan larutan sampel ditambah Merkuri klorida ter-
bentuk endapan merah jingga, jika sampel berlebih
terbentuk endapan larut
2I

+ HgCl
2
HgI
2
+2Cl
-






14. Identifikasi ion Borat ( BO
3
3-
, B
4
O
7
2-
, BO
2
-
)
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 371


a. Dengan larutan Argentum nitrat terbentuk endapan
putih, bila terhidrolisis menjadi endapan menjadi
coklat.
B
4
O
7
2-
+ 4Ag
+
+ H
2
0 4AgBO
2
+ 2H
+

2AgBO
2
+3 H
2
0 Ag
2
O + 3H
3
BO
3

b. Dengan larutan diuapkan di atas cawan porselin,
setelah kering ditambah metanol, kemudian dibakar
terbentuk nyala api hijau

c. Dengan larutan Barium klorida terbentuk endapan
putih, bila ditambah larutan Barium klorida berlebih
terbentuk endapan larut
B
4
O
7
2-
+ 2Ba
2+
+ H
2
O 2Ba(BO
2
)
2
+ 2H
+


15. Identifikasi ion Kromat atau Dikromat = CrO
4
2
atau
Cr
2
O
7
2-


a. Dengan larutan Argentum nitrat terbentuk endapan
merah coklat, endapan larut dalam asam nitrat encer
dan dalam larutan amonia. Asam klorida mengubah
endapan menjadi perak klorida (putih).

CrO
4
2 -
+ 2Ag
+
Ag
2
CrO
4

2Ag
2
CrO
4
+ 2H
+
4Ag
+
+ Cr
2
O
7
2-
+ H
2
0
Ag
2
CrO
4
+ 4NH
3

2[Ag (NH
3
)
2
]
+
+ CrO
4
2

Ag
2
CrO
4
+2Cl
-
2AgCl + CrO
4
2

b. Dengan larutan Asam sulfat encer ditambah hidrogen
peroksida terbentuk larutan biru tua, kemudian timbul
gas dan larutan menjadi hijau

c. Dengan larutan Barium klorida terbentuk endapan
kuning
Cr
2
O
4
-2
+ Ba
+
Ba CrO4

d. Dengan larutan Plumbum nitrat terbentuk endapan
kuning yang larut dalam asam nitrat encer.
Cr
2
O
4
-2
+ Pb
2+
PbCrO
4

2PbCrO
4
+ 2H
+
2Pb
2+


+ Cr
2
O
7
2-
+ H
2
0


16. Identifikasi ion Permanganat (MnO4
=
)

a. Dengan larutan Argentum nitrat tidak terjadi
perubahan

b. Dengan larutan Kalium hidroksida pekat terbentuk la-
rutan hijau ditambah air dan asam sulfat encer
terbentuk larutan ungu
4 MnO
4
-
+ 4OH
-
4 MnO
4
2-
+ O
2
+ 2H
2
O
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 372

3MnO
4
2-
+ 2H
2
O 2 MnO
4
-
+ MnO
2
+ 4OH
-

b. Dengan larutan asam sulfat encer ditambah hidrogen
peroksida terbentuk timbul gas, dan warna ungu
dilunturkan
2 MnO
4
-
+ 5 H
2
O
2
+ 6H
+
SO
2
+ 2Mn
2+
+ 8H
2
O

c. Dengan larutan asam sulfat encer ditambah natrium
nitrit warna ungu dilunturkan
2 MnO
4
-
+ 5NO
2
-
+ 6H
+
2Mn
2+
+ 5NO
3
-
+ 3H
2
O

d. Dengan larutan asam sulfat encer ditambah Ferro
sulfat warna ungu dilunturkan
2MnO
4
-
+ 5Fe
2+
+ 8H
+
5Fe
3+
+ Mn
2+
+ 4H
2
O

e. Dengan larutan asam sulfat encer ditambah asam
oksalat warna ungu dilunturkan
2MnO
4
-
+ 5 (COO)
2
2-
+ 16H
+
10CO
2
+ 2Mn
2+
+
8H
2
O

17. Identifikasi ion Asetat
( CH
3
COO

)

a. Dengan larutan Argentum nitrat terbentuk endapan
putih
CH
3
COO

+ Ag
+
CH
3
COOAg

d. Dengan larutan Alkohol dan asam sulfat pekat
terbentuk bau harum
CH
3
COO

+

C
2
H
5
OH CH
3
COOC
2
H
5
+ OH
-


e. Dengan larutan Ferri klorida terbentuk larutan coklat
merah
6CH
3
COO

+ 3Fe
3+
+ 2H
2
O [Fe
3
(OH)
2
(
CH
3
COO

)
6
]
+
+2H
+

[Fe
3
(OH)
2
( CH
3
COO

)
6
]
+
+ 4H
2
O 3Fe(OH)
2

CH
3
COO + CH
3
COOH + H
+





11.2.3 Pemisahan Campuran Senyawa AnOrgank
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 373

Setelah melakukan reaksi/analisis pendahuluan kita
telah dapat memperkirakan zat/unsur anorganik apa
yang mungkin terdapat dalam bahan (sampel) yang
dianalisis. Untuk itu perlu dianalisis kation dan anion
yang ada dalam campuran senyawa anorganik.
Untuk memastikan kation apa yang terdapat dalam
bahan maka harus dilakukan reaksi selektif untuk
memisahkan/menggolongkan unsur-unsur yang ada
terutama bila zat dalam bentuk campuran.
Ada beberapa cara analisis sistematika kation, antara
lain:
1. Metode H
2
S
Cara hidrogen sulfida ini paling luas pengguna-
annya. Metode ini dibuat oleh Bergmann dan
disempurnakan oleh Fresenius dan Noyus.


Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 374


Gambar 146. Pemisahan Sistem H
2
S
Larutan zat dalam air + HCl encer (4N) berlebih,lalu disaring
Endapan
(gol.HCl):

AgCl
Hg
2
Cl
2

PbCl
2

Gol. I
Filtrat dipanaskan, dialiri gas H
2
S
Endapan
(gol. H
2
S) :


CuS Hitam
SnS Coklat
FeS Hitam
HgS hitam
PbS hitam
As
2
S
3

Kuning
Filtrat dididihkan + NH4Cl & NH4OH sampai basa,
lalu + (NH
4
)
2
S, disaring
Endapan
(gol. (NH
4
)
2
S


ZnS Putih
MnS kuning
CuS hitam
Al
2
(OH)
3

Putih
Filtrat dididihkan + (NH
4
)
2
CO
3
,
lalu dipanaskan
Endapan (gol.
(NH
4
)
2
CO
3
CaCO3 Putih
BaCO3 Putih
SrCO3 Putih
Gol.sisa

Na
+

K
+

Mg
2+

NH
4
+


Gol. II Gol. III Gol.IV
Gol. V
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 375

Selanjutnya dari endapan-endapan atau larutan
golongan sisa di atas dilakukan identifikasi masing-
masing kation dengan reaksi spesifik terhadap kation
yang diduga ada.
Maksud dilakukannya pemisahan adalah agar reaksi
spesifik suatu ion tidak terganggu karena adanya
kation yang lain.

2. Metode non H
2
S
Cara ini terutama didasarkan pada kelarutan
oksida logam dalam pelarut asam yang digunakan.
Zat yang akan diperiksa dipijarkan di dalam krus
porselain diatas nyala bunsen, kecuali untuk
memeriksa kation-kation yang mudah menguap,
menyublim atau mudah terurai seperti kation NH
4
+
,
As
3+,
Bi
3+,
Hg
2+
yang harus diperiksa langsung dari zat
asalnya sebelum dipijarkan.
Cara kerjanya seperti pada Gambar 147.

Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 376


Gambar 147. Pemisahan Sistem Non H
2
S

Cara non H
2
S ini tidak berarti tiap filtrat atau residu
hanya terdiri dari ion-ion seperti tersebut di atas, tapi
kemungkinan juga ada ion-ion yang termasuk golongan
filtrat lain dalam jumah sedikit yang ikut di dalamnya.
Filtrat :

K
+
Na
+

Li
+

Residu + HNO3 encer, panaskan, kocok,
kemudian disaring
Filtrat :


Ca
2+

Ba
2+

Sr
2+

Mg
2+

Zn
2+

Cu
2+

Residu + HCl encer, panaskan,
kocok, saring
Filtrat :
Ag
+
Al
+

Bi
2+
Sn
4+

As
3+
Pb
2+

Hg
2+
Fe
3+

Mn
3+
Cd
2+
Cr
3+
No
3+
Co
2+

Residu :
SiO
2

Filtrat :

Sb
3+

Zat dipijar dalam cawan pijar, setelah dingin larutan dingin disaring
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 377

Untuk mengidentifikasi anion-anion yang ada dalam
campuran senyawa anorganik perlu dipisahkan antara kation
dan anionnya dengan membuat ekstrak soda.
Cara membuat ekstrak soda:
Kurang lebih 1 gram zat dimasukkan dalam beaker
glass 100 mL.
Ditambahkan 20 mL larutan Na
2
CO
3
jenuh dan dididihkan
selama 15 menit, didinginkan dan disaring.
Filtratnya ini disebut ekstrak soda dan digunakan untuk
identifikasi anion selain ion karbonat. Endapan pada kertas
saring merupakan garam karbonat dari kation logam yang
dapat dipakai untuk analisis kation.

11.3 Senyawa Organik

11.3.1 Identifikasi Senyawa Obat

Tahapan dalam identifikasi senyawa organik/ senyawa obat:
I. Organoleptis
Bentuk: Kristal atau serbuk
Warna: Putih, Kuning, Coklat atau Jingga
Bau: Terutama penting pada zat-zat yang mempunyai
bau spesifik
Rasa: Manis, Asin, Pahit, Masam, Anaesthetis ( rasa
tebal di lidah ), Dingin, Panas atau tidak berasa
II. Pemanasan pada cawan porselin:
Pada pemanasan, zat-zat tersebut dapat mencair,
memadat dan menguap atau segera menyublim. Ada zat
yang akan terbakar pada pemanasan. Kalau uap itu
membirukan kertas lakmus merah, hendaknya diselidiki
terhadap NH
3.
Uap tersebut juga dapat berbau: Phenol, Rambut
terbakar, karamel, dsb.
Kalau pada pemanasan setelah penambahan HNO
3
pekat
meninggalkan sisa di atas cawan porselin, maka
menunjukkan adanya oksida logam (mungkin zat yang
diselidiki merupakan suatu garam).
Perlu diingat bahwa untuk senyawa-senyawa NH
4
, Hg dan
As akan menguap seluruhnya pada pemanasan. Jadi harus
diadakan pemeriksaan pendahuluan terhadap unsur-unsur
tersebut.
Kalau pada sisa pemanasan itu dalam keadaan:
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 378

- panas dan dingin putih: K, Na, Ca, Ba, Mg, Al, Sr
- panas dan dingin coklat hitam: Ag, Sb, As, Cu, Fe, Mn
- panas kuning, dingin putih: Zn
- panas dan dingin kuning: Pb
- panas kuning coklat, dingin kuning: Bi, Sn

III. Kelarutan:
Lihat kelarutannya dalam keadaan dingin dan panas,
dalam Air, Asam, Basa dan Alkohol.
IV. Penyelidikan Constanta Physis (yang mungkin
dilakukan )
Terutama untuk zat tunggal, biasanya hasil tidak dapat
tepat tetapi lebih rendah dari pada ketentuan-ketentuan
yang ada.
- Titik lebur (Melting Point)
Untuk zat yang mudah terurai pada pemanasan,
tidak dapat ditentukan dengan cara ini.
Alat: MELTING BLOCK dari THIEF
- Bobot Jenis
Perbandingan bobot zat terhadap air pada
volume yang sama dan suhu yang sama yang
ditimbang di udara.
Alat: PIGNOMETER
- Index Bias
Perbandingan kecepatan cahaya dalam hampa
udara dengan kecepatan cahaya dalam zat terse-
but.
Harga Index Bias ini berubah-ubah tergantung
dari panjang gelombang yang digunakan dalam
pengukuran.
Alat : REFRAKTOMETER
- Rotasi Optik
Besar sudut pemutaran bidang polarisasi yang
terjadi, jika sinar terpolarisasi dilewatkan melalui
cairan.
Kecuali dinyatakan lain, pengukuran dilakukan
dengan menggunakan sinar pada lapisan cairan
setebal 1 dm pada suhu 20
0
C.
Alat : POLARIMETER
V. Fluorescensi: dengan sinar Ultra Violet
- Zat padat
- Dengan H
2
SO
4
encer
- Dengan NaOH encer
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 379


VI. Penyelidikan terhadap unsur:
Pada umumnya zat organik mengandung unsur-unsur:
C, H, O, N, S, P, Halogen, Logam. Untuk dapat
menganalisis unsur-unsur tersebut maka zat organik
harus dirusak dulu dengan cara:
1. Pemijaran / Pengarangan
Zat di dalam cawan porselen dipanaskan, hasil
pemijaran menunjukkan adanya: uap/gas, bau,
warna dsb bila hasil pemijaran hitam maka C positif.
2. Penfield
Zat + Pb
2
CrO
4
dipanaskan akan keluar gas CO
2
,
bila dialirkan dalam air barit/air kapur akan menjadi
keruh.
3. Castellana
Zat yang akan diselidiki dicampur dengan serbuk
Castellana (terdiri dari campuran Na
2
CO
3
dan
Magnesium 2: 1 ) dengan perbandingan 1: 5.
Masukkan dalam pipa kapiler hampir penuh, panas-
kan di api bebas sampai berpijar. Masukkan ke
dalam aquadest (untuk melarutkan zat-zat organik
yang telah dirusak) diaduk lalu didiamkan sampai
terbentuk endapan. Kemudian disaring, filtrat
digunakan untuk menyelidiki unsur-unsur seperti :
N, S, P, As dan Halogen.
Unsur N: N diubah menjadi CN
- Filtrat + HCl + FeSO
4
jenuh Fe
4
(Fe(CN)
6
)
3
biru
berlin

Unsur S:
- Filtrat + Pb Ac PbS + hitam coklat
- Filtrat + Na Nitropruside kristal violet

Unsur P:
- Filtrat + Mg Mixture MgNH
4
PO
4
+ putihat + HNO
3

pk + NH
4
Molybdat (NH
4
)
3
PO
4
12MoO
3
Ammonium fosfomolybdat + kuning

Unsur As:
- Filtrat + HNO
3
p + NH
4
Molybdat
(NH
4
)
3
AsO
4
12MoO
3
Ammonium arsenomolybdat +
kuning
- Test Gutzeit:
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 380

Zat direduksi dengan serbuk Zn + H
2
SO
4
terbentuk
AsH
3
yang dapat ditunjukkan dengan:
+ kristal AgNO
3
kuning + larutan AgNO
3

hitam
AsH
3
+ 6 AgNO
3
Ag
3
As.3AgNO
3
+ 3 HNO
3

Ag
3
As.3AgNO
3
+ H
2
O H
3
AsO
3
+ 6 Ag + 6 HNO
3


Unsur Cl:
- Filtrat + HNO
3
+ AgNO
3
+ AgCl putih yang larut
dalam NH
4
OH dan mengendap kembali dengan
penambahan HNO3
- Filtrat + H
2
SO
4
+ K
2
Cr
2
O
7
kertas o. Toluidin
biru

Unsur Br:
- Filtrat + HNO
3
+ AgNO
3
+ AgBr putih kekuningan
sedikit larut dalam NH
4
OH berlebihan
- Filtrat + HCl + NaNO
2
+ CHCl
3
CHCl
3
coklat
- Filtrat + H
2
SO
4
+ K
2
Cr
2
O
7
kertas Fluorescein
merah

Unsur I:
- Filtrat + HNO
3
+ AgNO
3
+ AgI kuning tidak larut
dalam NH
4
OH berlebihan
- Filtrat + HCl + NaNO
2
+ CHCl
3
CHCl
3
violet
- Filtrat + HNO
3
+ Pb Ac + PbI
2
kuning
- Filtrat + H
2
SO
4
pk + K
2
Cr
2
O
7
kertas Amylum biru

VII. Penyelidikan terhadap gugus:

1. Aldehid: O
- C
H
- Reaksi Pendamaran
Zat + larutan NaOH / KOH larutan kuning yang
kemudian mengendap merah kekuningan
- Mereduksi larutan Ag-Amoniakal
Zat + AgNO
3
+ NH
4
OH berlebihan + Ag yang
membentuk cermin perak pada dinding tabung
- Zat + Schiff merah jambon
- Zat + Barfoed merah coklat
- Zat + Fehling A & B + Cu
2
O merah bata
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 381

- Zat + Nessler abu-abu
- Zat + Tollens lemah terjadi lapisan perak abu-abu

2. Keton:

- Zat + Na Nitropruside + NH
4
Cl + NH
4
OH
violet
(pereaksi Legal Rothera)


3. Karboksilat:

- Gugus karboksilat bersifat asam yang dapat
ditunjukkan dengan indikator/lakmus
- Esterifikasi:
Zat + Alkohol + H
2
SO
4
p bau harum
4. Sulfon: - SO
3
H
- S dari filtrat Castellana + Pb Ac + PbS hitam
coklat
- Bila dioksidasi keluar ion Sulfat
Zat + H
2
O
2
3 % + 1 tetes FeCl
3
0,5 N; setelah reaksi
selesai + HNO
3
+ lar. BaCl
2
0,5 N + putih dari
BaSO
4
5. Amina: Ada 3 macam
a. Amina primer: R C NH
2

b. Amina sekunder:
R
NH
R
c. Amina tersier:
R
N - R
R
Reaksi umum:
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 382

- Zat + NaOH gas NH
3
yang dapat ditunjukkan
dengan kertas lakmus merah basah atau dengan
Nessler + coklat
- Zat + As. Pikrat endapan

a. Amina primer
1. Reaksi Isonitril:
R-NH
2
+ CHCl
3
+ NaOH R-N=C + NaCl + H
2
O
Isonitril ( dikenal baunya )
Reaksi ini kepekaannya berkurang dengan adanya
gugus karboksil sulfon atau OH fenolis
2. Reaksi Parri ( baik untuk amin alifatis )
R-NH
2
+ HNO
3
ROH + H
2
O + N
2
3. Remini test:
Zat + aceton + Na-Nitroprusid r.p merah ungu
4. Reaksi Erlich ( DAB.HCl) = Dimetil Amino
Benzaldehide dalam HCl.
Amine primer aromatis + DAB.HCl
jingga/kuning
b. Amina sekunder
R
2
NH + HNO
2
R
2
NNO + H
2
O
Nitrosamine

Nitrosamine dapat ditunjukkan dengan:
Zat + HCl encer/etanol sampai larut + HCl p sampai
asam, didinginkan + NaNO
2
dan kocok pelan-pelan
lalu didiamkan 5 menit maka terbentuk larutan kuning
yang memisah, kemudian dipisahkan, + Phenol dan
dipanaskan pelan-pelan, didinginkan, + H
2
SO
4
pk +
hijau biru, akan berubah biru/hijau tua, jika + NaOH
berlebihan.
c. Amina tersier
Zat + As. Sitrat + As. Asetat anhidrat, dicampur hati-hati
di atas penangas air merah ungu
Reaksi ini positif untuk Amina tersier dan garam-
garamnya, seperti Trimetil Amina, Trietanol Amina,
Tribenzilamine, Prokain, Metil Ephedrin

6. Zuur amide:

O
- C
NH
2

Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 383

- Reaksi Biuret
Zat + NaOH + CuSO
4
Biru/biru violet

7. Nitro ( NO
2
pada atom C ):
-NO
2

- Zat + H
2
SO
4
pk + Diphenilamin biru
- Zat direduksi dengan Zn + HCl amina primer
DAB.HCl + jingga

8. Alkohol: - OH
- Reaksi Diazo ( Diazo A : B = 4:1 )
Zat + Diazo A (as. Sulfanilat) + HCl + Diazo B ( NaNO
2
) +
NaOH sampai basa merah frambors + eter /
amilalkohol warna tak masuk (Beda dengan Fenol
warna merah dapat ditarik dengan eter / amilalkohol)
Reaksi Diazo juga positif terhadap: alkohol primer,
sekunder yang larut dalam air, Aceton, Fenol, beberapa
asam oxy ( as. Sitrat, as. Malat )
H
Alkohol primer: R C OH
H
- Zat + KMnO
4
+ H
2
SO
4
warna hilang + Schiff
merah violet
R
1

Alkohol sekunder: R
2
C OH
H

- Zat dioksidasi dengan aq. Bromata kemudian + pereaksi
Legal Rothera merah coklat / violet
R
1

Alkohol tersier: R
2
C OH
R
3

- Zat + HgO + H
2
SO
4
Hg
2
SO
4
kuning + Hg ( abu-
abu )

Alkohol Polyvalen
- Zat + NaOH + 1 tetes CuSO
4
larutan biru

9. Phenol
- Zat + FeCl
3
larutan ungu + Alkohol kuning

Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 384

10. Inti Aromatik
Reaksi GUERBERT: Zat + HNO
3
p dengan katalisator
H
2
SO
4
p dipanaskan hati-hati sisanya dilarutkan dalam
alkohol + HCl + Zn (untuk mereduksi) dipanaskan
sedikit, maka Nitro yang terjadi direduksi jadi Amine,
pindahkan ke dalam tabung lain + HCl + lar. NaNO
2
1
% + 1 % Beta Naftol dalam amoniak sampai alkalis
cincin merah / jingga
Yang dapat bereaksi adalah inti: benzene, naftalene,
fenantren.



11.4 Penetapan Kadar Senyawa Obat
Senyawa-senyawa obat dapat ditetapkan dengan
berbagai metode, mulai dari metode yang klasik misalnya
meode Volumetri dan Gravimetri atau dapat juga dengan
metode yang modern misalnya Spektrofometri (Uv-Vis, IR,
AAS, NMR ), Kromatografi , Spektrodensitometri ,
Potensiometri dan lain-lain. Berikut ini akan diuraikan
beberapa metode yang dapat digunakan untuk menetapkan
kadar beberapa senyawa obat .
11.4.1 Volumetri
11.4.1.1 Teori Dasar Analisa Volumetri
Volumetri/titrimetri ialah penyelidikan untuk
mengetahui kadar suatu zat dengan cara mengukur volume
larutan yang sudah diketahui konsentrasinya, secara tepat
sehingga keduanya bereaksi equivalen.
Titik equivalen adalah suatu keadaan tentang kadar
dalam gram equivalen dari zat yang diselidiki sama dengan
konsentrasi dalam gram equivalen dari larutan standar.
Titik akhir titrasi adalah suatu keadaan pada titrasi
harus dihentikan karena melihat adanya perubahan yang
disebabkan oleh indikator.
Reaksi yang terjadi dalam analisa volumetri
bermacam-macam, sehingga analisis volumetri dapat dibagi
menjadi 3 bagian yang berdasarkan prinsip dari reaksi-
reaksi yang terjadi yaitu:
1. Acidialkalimetri
Prinsip: netralisasi asam basa.
Reaksi-reaksi yang terjadi merupakan kombinasi dari ion
hidrogen dan ion hidroksil yang membentuk air.
H
+
+ OH

H
2
O
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 385

Acidialkalimetri dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
Acidimetri
Penyelidikan untuk menentukan kadar suatu basa
dengan memakai larutan asam yang sudah diketahui
konsentrasinya (dengan memakai larutan asam
sebagai larutan standar).
Alkalimetri
Penyelidikan untuk menentukan kadar asam dengan
memakai larutan basa yang sudah diketahui konsen-
trasinya (dengan memakai larutan basa sebagai
larutan standar)
2. Oxidimetri
Prinsip: reaksi reduksi - oksidasi.
Reaksi-reaksi yang terjadi meliputi perubahan bilangan
oxidasi atau perpindahan elektron-elektron dari zat-zat yang
bereaksi.
Larutan standar merupakan zat-zat oxidator atau reduktor.
Zat-zat oxidator antara lain: KMnO
4
; K
2
Cr
2
O
7
; Ce(SO
4
)
2
; I
2
;
KIO
3
; KBrO
3
; Chloramin T.
Zat-zat reduktor antara lain: persenyawaan ferro atau
stanno; Na
2
S
2
O
3
; As
2
O
3
; TiCl
3
; Ti
2
(SO
4
)
3
.
Oxidimetri terdiri atas beberapa cara antara lain:
Permanganometri, Iodometri dan Iodimetri, Bromometri,
Serimetri.

3. Nitrimetri
Metode Nitrimetri adalah metode penetapan kadar secara
kuantitatif dengan larutan baku natrium nitrit. Metode ini
didasarkan pada reaksi diazotasi yaitu reaksi senyawa
amina aromatis primer dengan asam nitrit dalam suasana
asam membentuk garam diazonium. Karena asam nitrit tidak
stabil, maka diganti dengan natrium nitrit yang merupakan
garam dari asam nitrit, sedangkan untuk membuat suasana
asam digunakan asam klorida. Reaksi diazotasi yang
mendasarkan metode ini dapat dituliskan sebagai berikut:
NaNO
2
+

HCl HNO
2
+ NaCl
R NH
2
+ HNO
2
+ HCl
R N
+
Cl
-
+ H
2
O

N
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 386

Reaksi diazotasi dapat berlangsung dengan syarat
sebagai berikut:
1. temperatur yang digunakan harus rendah yaitu di
bawah 15
0
C, sebab pada temperatur yang lebih
tinggi garam diazonium yang terbentuk tidak stabil
dan akan terhidrolisis menjadi fenol dan gas hi-
drogen, dan dikhawatirkan pada temperatur yang
lebih tinggi asam nitrit lebih cepat terurai sehingga
reaksinya tidak stoikiometri. Titrasi pada suhu kamar
tidak berbeda hasilnya apabila dilakukan perlahan-
lahan.
2. Ditambah KBr sebagai katalis
3. Dalam suasana asam (HCl)

4. Argentometri
Argentometri adalah suatu cara penetapan kadar
titrasi, berdasarkan reaksi pengendapan dan menggunakan
larutan baku AgNO
3
.
Larutan standar primer: NaCl
Larutan standar sekunder: AgNO
3
, KCNS, NH
4
CNS


Macam-macam Argentometri:
A. Argentometri Mohr
B. Argentometri Volhard
C. Argentometri Fajans
D. Argentometri Liebig

A. Argentometri Mohr
Prinsip :Pengendapan bertingkat/pembentukan suatu
endapan berwarna.
Larutan standar sekunder :AgNO
3

Indikator: K
2
CrO
4
5 %
Syarat: suasana netral
Pada analisis Cl

mula-mula terjadi reaksi:


Ag
+
+ Cl

AgCl +putih
Sebelum titik ekuivalensi Cl

nya masih ada, tetapi saat titik


ekuivalensi Cl

nya habis, maka dengan penambahan
AgNO
3
akan bereaksi dengan K
2
CrO
4
sehingga terbentuk
endapan merah coklat sebagai titik akhir titrasi.
2 Ag
+
+ CrO
4
2
- Ag
2
CrO
4
+ merah coklat
Konsentrasi CrO
4
2
yang ditambahkan sebagai indikator
tidak boleh sembarang, tetapi harus dihitung berdasar Ksp
AgCl dan Ksp Ag
2
CrO
4
. Konsentrasi CrO
4
2
tidak boleh tinggi
karena warna CrO
4
2
adalah kuning, sehingga
mengakibatkan perubahan warna pada titik akhir titrasi sulit
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 387

dilihat (konsentrasi CrO
4
2
= 2,5 x 10
3
M).
Pengaturan pH juga perlu dilakukan agar tidak terlalu rendah
ataupun terlalu tinggi. Sebaiknya dilakukan dalam suasana
netral atau sangat sedikit sekali basa yakni dalam jangkauan
pH 6,59 (pH 7).Bila terlalu tinggi (basa) dapat terbentuk
endapan Ag(OH) yang selanjutnya terurai menjadi Ag
2
O
sehingga titran terlalu banyak dipakai.
2Ag
+
+ 2OH

2Ag(OH) + putih Ag
2
O + Hitam + H
2
O
Bila pH terlalu rendah (asam), ion CrO
4
2
sebagian berubah
menjadi Cr
2
O
7
2
yang mengurangi konsentrasi indikator dan
menyebabkan tidak timbul endapan atau sangat terlambat.
2H
+
+ 2CrO
4
2
Cr
2
O
7
2
+ H2O
Selama titrasi Mohr, larutan harus dikocok dengan baik. Bila
tidak maka secara lokal terjadi kelebihan titran yang
menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekuivalen
tercapai dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk
kemudian. Akibatnya titik akhir titrasi menjadi kurang tepat.
Metoda sederhana untuk membuat larutan menjadi netral:
1. Jika larutan asam dengan penambahan Kalsium
karbonat/ Natrium hidrogen karbonat murni dengan
berlebih.
2. Jika larutan basa: diasamkan ngan Asam Asetat lalu
ditambahkan Kalsium karbonat yang sedikit berlebih.


B. Argentometri Volhard
Prinsip:Pembentukan suatu senyawa berwarna yang dapat
larut.
Larutan standar sekunder :
I. AgNO
3

II. NH
4
CNS / KCNS

Indikator:
1. Larutan Besi (III) amonium sulfat (Fe(NH
4
)(SO
4
)
2
)
2. Larutan Besi (III) nitrat (Fe(NO
3
)
3
)
Syarat:suasana asam dengan HNO
3

Titrasi dengan menggunakan metode Argentometri Volhard
dapat diterapkan pada penentuan Ag
+
atau CNS

secara
Titrasi langsung. Sampai dengan titik ekuivalen harus terjadi
reaksi antara titran dengan Ag
+
membentuk endapan putih.

lebih sukar larut lebih mudah larut dari AgCNS
AgCN 15,92 AgIO
3
7,51 Ag
2
CO
3
11,25
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 388

Gambar 148. Perbedaan Kelarutan Endapan pada
Metode Argentometri

Hendaklah diingat bahwa Ksp lebih kecil menunjukkan
kelarutan lebih kecil pula asal jenis senyawanya sama
misalnya biner dengan biner, terner dengan terner.
Tidak demikian halnya bila biner dengan terner misal:
AgCNS dengan Ag
3
PO
4
. Ksp Ag
3
PO
4
lebih kecil namun
kelarutannya lebih besar.
1. Untuk X

yang kelarutan AgX-nya lebih besar dapat
ditempuh beberapa cara isolasi AgX untuk
menghindarkan reaksi antara AgX dengan CNS

ya-
itu:
Endapan AgX disaring, dicuci, filtrat yang sudah
tidak mengandung AgX dititrasi. Cara ini efektif
tetapi tidak efisien.
a. Setelah terjadi endapan AgX, campuran ditam-
bah Nitrobenzen yaitu suatu cairan organik
yang membentuk lapisan yang membungkus
gumpalan AgX bila dikocok. Karena
terbungkus, maka AgX tidak dapat
berhubungan dengan CNS


b. Bila endapan AgX dapat larut dalam asam
kuat encer maka endapan disaring dan dicuci
kemudian dilarutkan dalam asam kuat encer
dan larutan ini yang dititrasi. Jadi disini bukan
kelebihan Ag
+
yang dicari melainkan banyak-
nya Ag
+
yang bereaksi dengan X

. AgCNS
larut dalam asam kuat encer. Yang tidak larut
adalah: Ag
2
(COO)
2
, Ag
2
CO
3
, Ag
3
PO
4
, Ag
2
CrO
4

dan Ag
3
AsO
4
.
c. Mempergunakan Fe
3+
yang lebih besar
sehingga CNS

pada titik ekivalen menjadi


terlalu rendah untuk bereaksi dengan AgX
karena terkompleks oleh indikator.

Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga
tidak boleh sembarang karena titrant bereaksi dengan
titrat maupun dengan indikator sehingga kedua reaksi
AgBr 12,31 AgCl 9,75 Ag
2
CrO
4
11,89
AgI 16,01 Ag
2
(COO)
2
11,05 Ag
3
PO
4
19,9
Ag
2
S 48,96 Ag
3
AsO
4
21,00
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 389

ini sering saling mempengaruhi, tetapi tidak kritis.
Konsentrasi lebih kecil dapat dipakai, tetapi untuk
konsentrasi lebih besar maka warna asli kuningnya
cukup jelas sehingga menyulitkan pengamatan warna
kompleks Fe(CNS)
3
(konsentrasi = 0,2 M).
Penerapan terpenting cara Volhard ialah
penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida.
Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi
Volhard merupakan keuntungan dibanding penentuan
ion halogenida, karena ion karbonat, oksalat dan
arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut dalam
keadaan asam.
Dalam titrasi ini suasana yang dibutuhkan harus
asam yaitu dengan HNO
3
, sedangkan suasana
basa/netral tidak diperbolehkan.
Jika digunakan HCl maka akan bereaksi dengan
AgNO
3
membentuk endapan AgCl + putih.
HCl + AgNO
3
AgCl + putih + HNO
3

Jika suasana netral maka Fe(NH
4
)(SO
4
)
2
akan terhi-
drolisis menjadi Fe(OH)
3
yang berwarna coklat.
Fe
3+
+ 3H
2
O Fe(OH)
3
coklat + 3H
+

Jika suasana basa akan terbentuk AgOH yang
kemudian terurai menjadi Ag
2
O + hitam.
2Ag
+
+ 2OH 2Ag(OH) Ag
2
O + hitam +
H
2
O

C. Agentometri Fajans
Prinsip: Proses adsorpsi pada indikator oleh endapan.
Sebagai larutan standard sekunder digunakan larutan
AgNO
3
dan sebagai indikator: indikator adsorpsi.
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator
adsorpsi yaitu zat yang dapat diserap pada permukaan
endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya war-
na. Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik
ekivalen, antara lain dengan memilih macam indikator
yang dipakai dan pH.
Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut:
Indikator ini ialah asam lemah atau basa lemah organik
yang dapat membentuk endapan dengan ion perak.
Misalnya Fluorescein yang digunakan untuk titrasi ion
klorida. Dalam larutan fluorescein akan mengion (untuk
mudahnya ditulis HFl saja).
HFl H
+
+ Fl


Ion Fl

inilah yang diserap oleh endapan AgX dan


Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 390

menyebabkan endapan berwarna merah muda, karena
penyerapan terjadi pada permukaan. Dalam titrasi ini di-
usahakan agar permukaan endapan itu seluas mungkin
supaya perubahan warna juga tampak sejelas mungkin
maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan
terjadi apabila endapan yang koloid itu permukaan
positif, dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan
titran (ion Ag
+
).
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan
terdapat koloid menjadi bermuatan negatif.
Karena Fl

juga negatif maka Fl

tidak dapat diserap


oleh butiran koloid tersebut.
Makin lanjut titrasi dilakukan makin berkurang
kelebihan ion. Menjelang titik ekivalen ion X

yang
diserap endapan akan lepas kembali, bereaksi dengan
titran sehingga muatan koloid makin berkurang
negatifnya. Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X


maupun Ag
+
. Jadi koloid menjadi netral. Setetes titran
kemudian menyebabkan kelebihan ion Ag+. Ion-ion Ag+
ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan se-
lanjutnya dapat menarik Fl

dan menyebabkan warna


endapan berubah mendadak menjadi merah muda.
Pada waktu bersamaan sering juga terjadi
penggumpalan koloid maka larutan yang tadinya keruh
menjadi jernih atau lebih jernih.
Dari kesetimbangan pengionan HFl di atas
terlihat bahwa konsentrasi Fl

akan sangat dipengaruhi


oleh pH. Makin rendah pH, makin mengarah kekiri ke-
setimbangan tersebut dan makin kecil konsentrasi Fl

.
Bila jumlah Fl

terlalu kecil maka perubahan warna akan


kurang jelas dan titik akhir titrasi terlambat.
Kebanyakan indikator adsorpsi bersifat asam lemah,
maka umumnya tidak dapat dipakai dalam larutan yang
terlalu asam.
Ada juga beberapa indikator adsorpsi "kationik"
yaitu bersifat basa lemah. Indikator demikian baik untuk
titrasi dalam keadaan sangat asam.
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator
adsorpsi ialah bahwa banyak diantara zat warna
tersebut membuat endapan perak menjadi peka
terhadap cahaya dan menyebabkan endapan terurai.
Untuk alasan inilah, titrasi harus dilakukan dengan
seminimum mungkin terkena sinar matahari.
Kondisi-kondisi berikut yang menentukan pemilihan
suatu indikator adsorpsi yang sesuai:
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 391

1. Endapan harus memisah sejauh mungkin dalam
keadaan koloid. Garam-garam netral dalam jumlah
yang banyak, terutama garam dari ion-ion
multivalen, harus dihindarkan karena efek meng-
koagulasi mereka. Larutan tidak boleh terlalu
encer, karena jumlah endapan yang terbentuk
akan sedikit dan perubahan warna dengan in-
dikator-indikator tertentu jauh lebih tajam. Ion
indikator itu harus bermuatan berlawanan dengan
ion dari zat pengendap.
2. Ion indikator tidak boleh teradsorpsi sebelum
senyawaan yang bersangkutan telah mengendap
lengkap, tetapi ia harus teradsorpsi kuat segera
setelah titik ekuivalen. Jika ini terjadi, misalnya eo-
sin (tetrabromofluorescein) dalam titrasi klorida
perak, adsorpsi dari ion indikator itu dapat meru-
pakan proses primer dan akan terjadi sebelum titik
ekuivalen.


Tabel 22. Indikator Adsorpsi Pilihan, Sifat, dan Penggunaan
Indikator Penggunaan Perubahan warna
pada titik akhir
Data lain
Fluorescein Cl

, Br

, I

dengan
Ag


Hijau kekuningan
merah muda
Larutan harus netral
atau basa lemah
Dikloro(R)fluores
cein
Cl

, Br

, BO
3

dengan Ag
+

Hijau ekuningan
merah
Jangka pH berguna
4, 4 7
Tetrabromo(R)
fluorescein (eosin)
Br

, I

, SCN


dengan Ag
+

Merah muda ungu
kemerahan
Terbaik dalam
larutan asam asetat
berguna sampai pH
= 12 cermat jika
ditambahkan
(NH4)2CO3
Dikloro(P)tetraio I

, dengan adanya Merah lembayung


Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 392

do(R) fluorescein
(Bengali Ros)
Cl

, dengan Ag
+

Diiodo(R)dimetil
( R)fluorescein
I

dengan Ag
+
Merah jingga biru
merah
Jangka pH berguna
4 7
Tartrazina Ag
+
dengan I

atau
SCN

;
I

+ Cl

dengan Ag
+

berlebih; titrasi
balik dengan I


Larutan tak berwarna
larutan hijau
Perubahan warna
tajam dalam titrasi
bolak-balik I

+ Cl


Natrium alizarin
sulfonat (merah ali-
zarin S)
[Fe(CN)6]
4
,
[MoO4]
2
dengan
Pb
2+

Kuning merah
muda
Larutan netral
Rodamina 6G Ag
+
dengan Br

Jingga merah muda


ungu kemerahan
Terbaik dalam HNO3
encer (sampai 0,3M)
Fenosafranina Cl

, Br

dengan Ag
+
Endapan merah
endapan biru
Perubahan warna
endapan reversible
tajam hanya jika ada
NO
3
.
Ag
+
dengan Br

Endapan biru
endapan merah
Toleransi sampai 0,2
M HNO3

D. Agentometri Lie big
Prinsip: Reaksi kekeruhan
Larutan standar sekunder: AgNO
3

Indikator: tidak ada indikator
Argentometri Liebig umumnya digunakan untuk
penetapan kadar KCN. Bila suatu larutan AgNO
3
di-
tambahkan kepada suatu larutan yang mengandung ion
sianida (misalnya suatu alkali sianida), terbentuklah
endapan putih ketika kedua cairan itu pertama kali ber-
kontak satu sama lain, tetapi setelah diaduk endapan
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 393

melarut kembali disebabkan oleh terbentuknya suatu
sianida kompleks yang stabil, yang garam alkalinya
dapat larut.
Ag
+
+ 2CN

[Ag(CN)
2
]


Bila reaksi diatas telah lengkap, penambahan larutan
AgNO
3
lebih lanjut akan menghasilkan Perak
Sianoargentat yang tidak dapat larut (kadang-kadang
dinamakan perak sianida tak dapat larut). Maka titik
akhir reaksi ditunjukkan oleh pembentukan suatu
endapan kekeruhan yang permanen.
Kesukaran satu-satunya dalam memperoleh titik akhir
titrasi yang tajam terletak pada fakta bahwa AgCN, yang
diendapkan oleh konsentrasi ion perak setempat yang
sedikit berlebih sebelum titik ekuivalen, sangatlah
lambat dalam melarut kembali dan titrasi memakan
banyak waktu. Karena itu perlu penambahan ion Iodida
(KI 0,01 M) sebagai indikator; dan larutan amoniak
untuk melarutkan AgCN. Penambahan ion Iodida dan
larutan amoniak dilakukan sebelum titrasi dimulai.
Sebagai titik akhir titrasi ditunjukkan dengan
pembentukan AgI (sebagai kekeruhan).
[Ag(NH
3
)
2
]
+
+ I

AgI + 2NH
3

Catatan untuk Titrasi Argentometri:
Dalam Argentometri, berat ekuivalen dihitung sebagai
berat zat yang bereaksi dengan melepaskan 1 mol ion
Ag
+
. Dengan demikian BE AgNO
3
= MR-nya.

1. Cara-cara pengendapan Argentometri.
Analat Metode Catatan
AsO
4
3
, Br

, I

, CNO

,
CNS


Volhard Tidak perlu menghilangkan AgX
CO
3
=
, CrO
4
=
, CN

, Cl

,
C
2
O
4
=

Volhard Garam AgX harus dihilangkan
sebelum titrasi kembali
Br

, Cl

Mohr
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 394

Br

, Cl

, I

, SeO
3
=
Fajans
Zn
2+
Volhard Endapan ZnHg(CNS)
4
disaring
dilarutkan dalam asam + Ag
+

berlebih, titrasi kelebihan Ag
+

Gambar 149. Pengendapan Metode Argentometri



2. Metode Argentometri Mohr tidak memberikan hasil
yang tepat untuk menitrasi Iodida dan Thiocyanat
karena peristiwa adsorpsi sehingga titik akhir titrasi
tidak jelas.
3. Pada Argentometri Mohr dapat terjadi kesalahan
titrasi yang terutama tergantung dari pekanya
indikator terhadap ion Ag
+
. Elektrolit-elektrolit
seperti Phosphat, Arsenat, Sulfit dan Fluorida akan
mempengaruhi kepekaan indikator Kromat.
Sebaliknya Alkalinitat, Sulfat, Bikarbonat, Biborat
atau Acetat walaupun dalam jumlah banyak tidak
akan mempengaruhi kepekaan indikator Kromat.
4. Penyimpanan larutan AgNO
3
harus dalam botol
coklat karena larutan AgNO
3
peka terhadap sinar
sehingga nantinya dapat terdekomposisi. Demikian
juga dengan buret yang dipakai untuk titrasi.
5. Pada titrasi Argentometri Mohr harus dikocok kuat
dan keras supaya ion-ionnya bereaksi dengan
sempurna.


5.Kompleksometri
Kompleksometri ialah jenis titrasi dimana titran
dan titrat saling mengkompleks atau yang memben-
tuk hasil berupa kompleks.
Reaksi pembentukan kompleks:
Larutan baku sekunder: Na2EDTA
Larutan baku primer: CaCO3, ZnSO4
Mudah larut dalam air, sedangkan asamnya tidak larut
dalam air (ZnSO4 lebih mudah larut dalam air, CaCO3
tidak larut air).

Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 395

Inti logam dan Ligand.
Suatu kompleks ialah terjadi dari logam yang
dinamakan ion sentral atau inti dan komponen lain
yang berupa ion negatif atau molekul yang dinamakan
ligand (ligare = mengikat).
Jumlah ligand untuk setiap kompleks berbeda-beda
dari 1-8. Jumlah ikatan dengan ligand itu disebut
ikatan koordinasi.
Muatan sebuah kompleks bisa positif, negatif atau nol.






Bila suatu kompleks dilarutkan, akan terjadi
pengionan atau disosiasi sehingga akhirnya terbentuk
kesetimbangan antara kompleks yang tersisa (tidak
terdisosiasi).
Dalam kompleksometri yang paling banyak dipakai
adalah EDTA (Ethylen diamine tetraacetic acid)
dengan garamnya. Na-EDTA istilah yang sering
dipakai untuk EDTA adalah Komplekson titriplek III.
Edetat. EDTA merupakan asam berbasa empat ditulis
H4Y dan sebagai asam lemah EDTA mengalami
pengionan bertahap melepaskan hidrogen satu
persatu.
Faktor-faktor yang membuat EDTA dipilih sebagai
pereaksi dalam kompleksometri adalah :
1. dengan ion logam selalu terbentuk kompleks 1:1
(satu mol EDTA dengan satu mol logam) sehingga
reaksi berjalan satu tahap.
2. konstan kestabilan kompleks umumnya besar
sehingga reaksi sempurna (kecuali dengan logam al-
kali).
3. banyak ion logam yang bereaksi cepat.
Indikator untuk kompleksometri merupakan zat warna
organik yang bersifat asam atau basa lemah. Indikator
yang biasa digunakan dalam kompleksometri:
1. Eriochrome Black T (EBT)
Indikator ini merupakan suatu asam lemah
berbasa tiga (ditulis H3Er). Ion hidrogen pertama mem-
punyai konstan pengionan yang besar sekali sehingga
dalam larutan langsung berbentuk H2Er. EBT dipakai
dalam trayek pH 7-11 untuk logam Ca2+, Mg2+, Ni2+
dan Zn2+.
HEr2- merupakan spesies yang paling dominan dan
berwarna biru, sehingga di dalam melakukan titrasi di-
gunakan buffer pH diantara kedua nilai tersebut agar
terjadi perubahan warna dari merah ke biru.
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 396

2. Calmagite
Untuk trayek pH 8,1-12,41 dengan warna bebas biru,
bersifat stabil.
3. Arsenazo I
Baik untuk titrasi Ca2+ dan Mg2+ sehingga pada
penetapan kadar Ca2+ tidak perlu ditambah Mg2+.
4. NAS
Dianjurkan untuk titrasi Cu, Co, Ni, Zn dan Al dengan
trayek pH 3- 9. Dalam larutan sangat asam berwarna
merah violet dan merah jingga pada pH 3,5 keatas.
5. Jingga Xylenol (Xylenol Orange)
Indikator ini baik untuk dipakai dalam pH rendah,
berwarna kuning lemon dalam larutan sangat asam (pH
< 5,4) dan merah pada pH 5,5 - 7,4.
6. Pyrocatectiol Violet
pH 2-6 kuning, pH 7-10 violet, diatas pH 10 purple.
Baik dipakai pada pH 2-6.
7. Calcon
Cocok untuk titrasi Ca2+ pada pH 12,5-13 tanpa
terganggu oleh Mg2+.Perubahan warna pada titik akhir
titrasi merah ke biru murni.

Jenis-jenis Titrasi EDTA:
1. Titrasi Langsung
Larutan zat uji dibuferkan sampai ke pH yang
dikehendaki dan langsung dititrasi dengan larutan
EDTA standar.
Digunakan untuk titrasi kation yang bereaksi cepat
dengan EDTA.

2. Titrasi kembali
Digunakan untuk logam yang bereaksi lambat dengan
EDTA atau bila tidak ada indikator yang cocok.Larutan
zat uji ditambah dengan EDTA berlebih kemudian
kelebihan EDTA dititrasi dengan larutan logam standar
(Pb(NO3)2 ).

3. Titrasi Substitusi/Pergeseran
Titrasi digunakan untuk logam yang tidak bereaksi
kurang memuaskan dengan indikator metal.

4. Titrasi tidak langsung
Digunakan antara lain untuk penentuan SO42-
dengan menambahkan larutan baku Ba berlebih dan
mentitrasi kelebihan tersebut dengan EDTA.

5. Titrasi cara alkalimetri
Dalam metode ini ditambahkan larutan Na2H2Y
kepada analat yang bereaksi netral, H+ yang
dibebaskan dititrasi dengan larutan baku basa.
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 397

Dalam Penetapan kadar kompleksometri ada yang
disebut "Masking Agent" yang berfungsi untuk
menghilangkan ion-ion pengganggu pada saat pemben-
tukan senyawa kompleks dengan NaEDTA tanpa
memisahkannya.





































Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 398










Berikut ini beberapa contoh prosedur penetapan kadar beberapa senyawa obat:
PENETAPAN KADAR ASAM ASETAT

A. Literatur : Vogel, halaman 247 248
FI ed. III, hal. 41
B. Prinsip : Penetralan asam-basa
C. Reaksi Kimia :

CH
3
COOH + NaOH CH
3
COONa + H
2
O
1 mol CH
3
COOH ~ 1 mol NaOH
~ 1 OH


~ 1 grek
Valensi : 1
BM CH
3
COOH : 60,05
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 399


D. Reagent : - Larutan NaOH 0,1 N
- Larutan indikator PP 1%
- Kristal H
2
C
2
O
4
.2H
2
O

E. Prosedur Penetapan Kadar:
1. Diukur seksama 10 mL larutan CH
3
COOH dimasukkan kedalam erlenmeyer.
2. Ditambah 40 mL aquadest bebas CO
2

3. Ditambah 2 tetes indikator PP 1%.
4. Dititrasi dengan larutan NaOH standar 0,1 N sampai didapat warna merah muda yang konstan selama 0,5 - 1
menit.

F. Perhitungan :

Mgrek CH
3
COOH = Mgrek NaOH
N
1
V
1
= N
2
V
2





PENETAPAN KADAR H
2
C
2
O
4
.2H
2
O
SECARA ACIDI ALKALI METRI


Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 400

A. Literatur : Vogel halaman 241
B. Prinsip : Penetralan asam-basa
C. Reaksi kimia :

H
2
C
2
O
4
.2H
2
O + 2NaOH Na
2
C
2
O
4
+ 4H
2
O
1 mol H
2
C
2
O
4
.2H
2
O ~ 2 mol NaOH
~ 2 OH


~ 2 grek
Valensi : 2
BM H
2
C
2
O
4
.2H
2
O : 126,07

D. Reagent : - Larutan NaOH 0,1 N
- Larutan indikator PP 1%
- Kristal H
2
C
2
O
4
.2H
2
O

E. Prosedur Penetapan Kadar :
1. Diukur seksama 10 mL larutan H
2
C
2
O
4
.2H
2
O dimasukkan kedalam erlenmeyer.
2. Ditambah 40 mL aquadest bebas CO
2
.
3. Ditambah 2 tetes indikator PP 1%.
4. Dititrasi dengan larutan NaOH standar 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda konstan selama 0,5 1
menit.

F. Perhitungan :

Mgrek H
2
C
2
O
4
.2H
2
O = Mgrek NaOH
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 401

N
1
V
1
= N
2
V
2






PENETAPAN KADAR VITAMIN C (C
6
H
8
O
6
)
SECARA IODIMETRI
A. Reaksi Kimia :

O = C O = C
| |
C OH C = O
| O |
HO C + I
2
O = C + 2HI
| |
HC HC
| |
HCOH HCOH
| |
H
2
COH H
2
COH
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 402


1 mol Vitamin C ~ 1 mol I
2

~ 2 grek
Valensi : 2
BM C
6
H
8
O
6
: 176,13

B. Reagent : - Larutan Na
2
S
2
O
3
0,1N
- Larutan KI 10%
- Larutan H
2
SO
4
2N
- Larutan indikator amylum 1%.
- Kristal KIO
3

C. Prosedur Penetapan Kadar :
1. Diukur seksama 10 mL sampel Vitamin C, dimasukkan kedalam erlenmeyer.
2. Ditambah 40 mL aquadest.
3. Ditambah 5 mL HCl 2N.
4. Ditambah 1 mL indikator amylum 1%.
5. Titrasi dengan larutan baku I
2
0,1 N hingga terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi biru keruh.

F. Perhitungan :
N
1
V
1
sampel = N
2
V
2
standar
PENETAPAN KADAR KH FTALAT SECARA TITRASI
BEBAS AIR

Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 403

A. Literatur : FI Ed. III, halaman 744.
B. Prinsip : Penetralan asam-basa dalam lingkungan bebas air.
C. Reaksi kimia :

HClO
4
+ KH(C
8
H
4
O
4
) KClO
4
+ H
2
(C
8
H
4
O
4
)

1 mol HClO
4
~ 1 mol KH(C
8
H
4
O
4
)
~ 1 H
+

~ 1 grek
Valensi : 1
BM KH : 204,23

D. Reagent : - Larutan HClO
4
0,1N
- Larutan asam acetat glacial
- Larutan asam acetat anhidride
- Larutan indikator kristal violet 1%.
- Kristal KH ftalat

E. Prosedur Penetapan Kadar :
1. Ditimbang seksama 10 mLsampel KH ftalat, dimasukkan kedalam erlenmeyer.
2. Ditambah 10 mL asam acetat glacial.
3. Ditambah 2 tetes indikator kristal violet 1%.
4. Dititrasi dengan larutan HClO
4
0,1 N standar sampai terjadi perubahan dari violet menjadi biru kehijauan.

F. Perhitungan :
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 404

N
1
V
1
sampel = N
2
V
2
standar




PENETAPAN KADAR HClO
4
SECARA TITRASI BEBAS AIR

A. Literatur : FI Ed. III, halaman 744.
B. Prinsip : Penetralan asam-basa dalam lingkungan bebas air.
C. Reaksi kimia :

HClO
4
+ KH(C
8
H
4
O
4
) KClO
4
+ H
2
(C
8
H
4
O
4
)

1 mol HClO
4
~ 1 mol KH(C
8
H
4
O
4
)
~ 1 H
+

~ 1 grek
Valensi : 1
BM HClO
4
: 100,5

D. Reagent : - Larutan asam acetat glacial
- Larutan asam acetat anhidride
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 405

- Larutan indikator kristal violet 1%.
- Kristal KH ftalat

E. Prosedur Penetapan Kadar :
1. Ditimbang seksama 100 mg KH ftalat murni dimasukkan kedalam erlenmeyer.
2. Ditambah 10 mL asam acetat anhidrit.
3. Ditambah 20 mL asam asetat glasial.
4. Dipanaskan hati-hati sampai larut.
5. Didinginkan, ditambah 2 tetes indikator kristal violet 1%.
6. Dititrasi dengan larutan HClO
4
sampai terjadi perubahan dari violet menjadi biru kehijauan.

F. Perhitungan :
N
1
V
1
sampel = N
2
V
2
standar



GRAVIMETRI

I. AIR KRISTAL BORAX
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 406

1. TUGAS : Menentukan kadar air kristal borax secara gravimetri.
2. Literatur : Vogel, halaman 459.
3. Prinsip : Dengan pemijaran, kristal borax akan kehilangan air kristalnya, dari berat yang
hilang dapat dihitung persentase kadar air kristalnya.
4. Reaksi : Na2B4O7-XH2O --- Na2B4O7 + XH2O
5. Prosedur :
Krus beserta tutupnya dipanaskan sampai dasar krus berwarna merah lalu didinginkan beberapa menit
kemudian dimasukkan dalam desikator selama 20 menit lalu ditimbang dengan seksama. Proses ini
diulangi sampai didapat berat krus kosong yang konstan dengan selisih penimbangan 0,0002 gram.
Ditimbang 1 gram sampel dengan timbangan gram, kemudian dimasukkan dalam krus yang telah berisi
sampel tadi ditimbang sekali lagi dengan seksama untuk mengetahui berat zat yang sesungguhnya.
Krus kemudian dipijar dengan api kecil lalu secara bertahap dibesarkan sampai dasar krus merah dan
dipertahankan selama 10 menit, kemudian didinginkan sebentar sebelum dimasukkan dalam desikator
selama 20 menit, kemudian krus ditimbang lagi dengan seksama.
Ulangi proses ini sampai didapatkan berat yang konstan dengan selisih berat 0,0002 gram.

6. Perhitungan :
Berat krus kosong = A gram
Berat krus + Zat = B gram
Berat zat = X gram




Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 407

Berat krus + zat sebelum dipijar = B gram
Berat krus + zat sesudah dipijar = C gram
Selisih beratnya = Y gram

Y
Jadi kadar air kristalnya = x 100%
X
II. AIR KRISTAL MgCl2
1. Tugas : Menentukan kadar air kristal MgCl2 secara gravimetri.
2. Literatur : Vogel, halaman 459 460.
3. Prinsip : Dengan pemijaran, kristal MgCl2 akan kehilangan air kristalnya, dari berat yang
hilang dapat dihitung prosentase kadar air kristalnya.
4. Reaksi : MgCl2-XH2O --- MgCl2 + XH2O
5. Prosedur :
Krus beserta tutupnya dipanaskan sampai dasar krus berwarna merah lalu didinginkan beberapa menit
kemudian dimasukkan dalam desikator selama 20 menit lalu ditimbang dengan seksama. Proses ini
diulangi sampai didapat berat krus kosong yang konstan dengan selisih penimbangan 0,0002 gram.
Ditimbang 1 gram sampel dengan timbangan gram, kemudian dimasukkan dalam krus yang telah berisi
sampel tadi ditimbang sekali lagi dengan seksama untuk mengetahui berat zat yang sesungguhnya.
Krus kemudian dipijar dengan api kecil lalu secara bertahap dibesarkan sampai dasar krus merah dan
dipertahankan selama 10 menit, kemudian didinginkan sebentar sebelum dimasukkan dalam desikator
selama 20 menit, kemudian krus ditimbang lagi dengan seksama.
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 408

Ulangi proses ini sampai didapatkan berat yang konstan dengan selisih berat 0,0002 gram.


6. Perhitungan :

Berat krus kosong = A gram
Berat krus + Zat = B gram
Berat zat = X gram

Berat krus + zat sebelum dipijar = B gram
Berat krus + zat sesudah dipijar = C gram
Selisih beratnya = Y gram

Y
Jadi kadar air kristalnya = x 100%
X

III. AIR KRISTAL Na2HPO4
1. Tugas : Menentukan kadar air kristal Na2HPO4 secara gravimetri.
2. Literatur : Vogel, halaman 459 460.
3. Prinsip : Dengan pemijaran, kristal Na2HPO4 akan kehilangan air kristalnya, dari berat
yang hilang dapat dihitung prosentase kadar air kristalnya.
4. Reaksi : 2Na2HPO4-12H2O > 2Na2HPO4 + 12H2O
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 409

5. Prosedur :
Krus beserta tutupnya dipanaskan sampai dasar krus berwarna merah lalu didinginkan beberapa menit
kemudian dimasukkan dalam desikator selama 20 menit lalu ditimbang dengan seksama. Proses ini
diulangi sampai didapat berat krus kosong yang konstan dengan selisih penimbangan 0,0002 gram.
Ditimbang 1 gram sampel dengan timbangan gram, kemudian dimasukkan dalam krus yang telah berisi
sampel tadi ditimbang sekali lagi dengan seksama untuk mengetahui berat zat yang sesungguhnya.
Krus kemudian dipijar dengan api kecil lalu secara bertahap dibesarkan sampai dasar krus merah dan
dipertahankan selama 10 menit, kemudian didinginkan sebentar sebelum dimasukkan dalam desikator
selama 20 menit, kemudian krus ditimbang lagi dengan seksama.
Ulangi proses ini sampai didapatkan berat yang konstan dengan selisih berat 0,0002 gram.

6. Perhitungan :

Berat krus kosong = A gram
Berat krus + Zat = B gram
Berat zat = X gram

Berat krus + zat sebelum dipijar = B gram
Berat krus + zat sesudah dipijar = C gram
Selisih beratnya = Y gram

Y
Jadi kadar air kristalnya = x 100%
X
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 410


Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 411

KOLORIMETRI ASAM SALISILAT
I. Prinsip : Pembentukan warna antara asam salisilat dengan larutan Ferri klorida akan terbentuk warna biru ungu.
Kemudian dilakukan perbandingan intensitas warna dengan larutan standarnya.
II. Alat dan Bahan:
1. Labu takar 100 mLl
2. Pipet volume
3. Gelas ukur
4. Larutan FeCl
3
1%
5. Larutan standar Asam salisilat

III. Prosedur :
1. Siapkan 5 buah labu takar 100 mL.
2. Dipipet 25,0 mL sampel, masukkan dalam labu takar 100 mL.
3. Diukur larutan baku Asam salisilat untuk membuat larutan baku standard 1 ppm, 3 ppm, 5 ppm dan 7 ppm.
4. Sampel dan larutan baku standar ditambah 1 mL larutan FeCl
3
1% (secara bersamaan).
5. Ditambah aquadest sampai volume 100 mL (sampai tanda batas) tunggu selama 5 menit.
6. Masukkan sampel dan baku masing-masing pada tabung reaksi.
Bandingkan warna sampel dengan warna baku standar.


Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 412







PENETAPAN KADAR EPHEDRIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI

I. Metode : Spektrofotometri
II. Prinsip : Kolorimeter, warna yang terbentuk berdasarkan pembentukan senyawa komplek antara alkaloida
Ephedrin dengan Bromothymolblue yang disarikan dengan pelarut organik (Chloroform).
III. Bahan dan Alat :
1. Spektrofotometer
2. Pipet volume
3. Cuvet
4. Larutan Bromothymolblue (1,10 mL) LP
5. Labu takar
6. Chloroform p.a
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 413


IV. Prosedur Pembuatan Reagent :
1. Pembuatan Larutan Baku:
Timbang seksama Ephedrin HCl baku 100,0 mg, pendahkan dalam labu ukur 100 mL.
Larut dan encerkan dengan aquadest hingga tanda batas.
Encerkan 1,0 mL larutan dengan pelarut yang sama hingga volume menjadi 100 mL menjadi 10 mcg/ml.
2. Pembuatan larutan sampel:
Tablet:
^ Timbang dan serbukkan 10 tablet, sejumlah serbuk yang setara dengan lebih kurang 25 mg ephedrin
HCl, pindahkan ke dalam labu ukur 250 mL
^ Kocok dan larutkan dengan air hingga tanda batas, saring.
^ Encerkan 10,0 mL beningan filtrat dengan air secukupnya hingga volume 100 mL



3. Penetapan Kadar
Kepada setiap 3 buah labu pemisah 50 mL yang masing-masing berisi 5,0 mL larutan Bromothymolblue LP
dan 10,0 mLchloroform tambahkan, sebagai berikut:
Labu I : 5,0 mL larutan sampel
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 414

Labu II : 5,0 mL larutan baku
Labu III : 5,0 mL aquadest - blanko
Labu atau corong pemisah dikocok selama 60 detik, diamkan dan biarkan cairan memisah, ambil lapisan jernih
chloroform dari maisng-masing corong pisah tersebut.
Ukur serapan larutan baku dan sampel terhadap blanko dengan Spektrofotometer pada panjang gelombang
420 nm.

VI. Perhitungan
Jumlah (mg) Ephedrin HCl
As
Dalam bagian serbuk = x 2,5 C
Ab
As & Ab : resapan sampel dan baku
C : konsentrsai baku (mcg/ml)




Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 415




11.5 PROSEDUR LABORATORIUM SESUAI
GOOD LABORATORY PRACTICE (GLP)

Good Laboratory Practices (GLPs) adalah pedoman
yang efektif yang diperlukan untuk menetapkan manajemen
dengan menggunakan sarana yang dapat digunakan untuk
mengawasan laboratorium dan menetapkan pengendalian
dengan menggunakan pedoman pengukuran untuk
mengevaluasi semua usaha pengendalian tersebut.
Good Laboratory Practice is defined in the OECD Principles as a
quality system concerned
with the organisational process and the conditions under which
non-clinical health and environmental
safety studies are planned, performed, monitored, recorded,
archived and reported.
(are extremely effective guidelines intended to
provide management with a tool for controlling
regulated laboratories and to provide regulators with a
measurement guide for the evaluation of those
controlling efforts. Over the past decade the GLPs have
survived the test of field scrutiny and have evolved into
a meaningful set of standards for a variety of la-
boratories worldwide.)
1.Pengambilan dan Penanganan Sampel
1.1. Laboratorium harus mempunyai kebijakan dan prose-
dur yang mencakup keseluruhan aspek teknik
pengambilan sampel dan aspek-aspek keselamatan
biologis.
1.2. Laboratorium harus mempunyai pedoman penyiapan
pasien, pengambilan sampel, pelabelan, pengawetan
dan transportasi.
1.3 Instruksi yang terdokumentasi harus tersedia untuk
setiap informasi pengujian terkait dengan tipe sampel
yang sesuai dengan pengujian, temperatur pada saat
pengambilan dan jumlah/volume sampel yang
diperlukan.
1.4 Laboratorium harus mempunyai prosedur untuk iden-
tifikasi sampel dan pembagian sub sampel termasuk
persyaratan pelabelan, tanggal dan waktu
pendaftaran sampel dan permintaan pengujian.
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 416

1.5 Instruksi yang terdokumentasi juga harus tersedia
dan dapat memberikan penjelasan kepada pasien
untuk melakukan pengambilan sampel sendiri seperti
urin, feses dan semen.
1.7 Laboratorium harus mempunyai kebijakan dan prose-
dur untuk transportasi dan penanganan sampel
termasuk temperatur yang dipersyaratkan,
perlindungan terhadap cahaya, penutupan wadah, la-
manya time lag yang diperbolehkan sebelum pra
perlakuan (misalnya: sentrifugasi, de-proteinasi) atau
penetapan (assay) dan kondisi penyimpanan.
1.8 Prosedur untuk menghindari resiko tertukarnya
sampel atau sub sampel harus tersedia di
laboratorium.
1.9 Laboratorium harus mempunyai prosedur yang rinci
mengenai tata cara pengiriman sampel ke
laboratorium lain, yang mencakup pra perlakuan dan
tindakan pencegahan, transportasi dan formulir yang
diperlukan.

2. Fasilitas Fisik
2.1 Laboratorium harus mempunyai ruangan yang cukup
untuk melaksanakan pekerjaan dan untuk
menyimpan peralatan, reagensia, media dan bahan
lainnya.
2.2 Laboratorium harus merupakan tempat/lingkungan
yang aman untuk bekerja bagi personelnya dan
untuk pasien yang dilayani.
2.3 Laboratorium harus didisain untuk efisiensi dari
kegiatannya dan untuk kenyamanan personel
laboratorium dan pasien. Disain dari fasilitas labo-
ratorium harus mempertimbangkan resiko
kecelakaan dan penyakit yang mungkin timbul
karena pekerjaan laboratorium.
2.4 Lingkungan di dalam laboratorium harus sesuai
untuk efektivitas kinerja dari kegiatan pengujian.
2.5 Tempat kerja yang terpisah harus tersedia untuk
kegiatan sebagai berikut:
a. Pencucian peralatan gelas, pemurnian reagensia
dan pelarut;
b. Penyiapan media;
c.Sampel yang terkontaminasi dengan intensitas
yang tinggi harus dianalisis di tempat kerja yang
terpisah, misalnya dalam biohazard cabinet;
d. Instrumen analisis harus ditempatkan di tempat
terpisah yang diberi pendingin ruangan;
e. Fasilitas penyimpanan yang sesuai harus tersedia
untuk:
1) Penyimpanan sampel sebelum, selama dan sete-
lah analisis;
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 417

2) Penyimpanan bahan yang digunakan dalam
analisis;
3) Penyimpanan yang aman untuk limbah
berbahaya maupun tidak sebelum dimusnahkan.
f. Pencegahan kontaminasi terhadap personel dan
pakaian kerja laboratorium.
2.6 Meja kerja harus disediakan untuk memfasilitasi
kegiatan pengujian. Tempat kerja khusus harus juga
tersedia untuk pengujian yang mempersyaratkan
kondisi khusus.



3. Reagensia
3.1 Seluruh personel laboratorium harus memahami
tanggung jawabnya dalam penggunaan reagensia,
solven, media kultur, bahan acuan dan peralatan
laboratorium terkait dengan jenis pengujian yang di-
lakukan.
3.2 Penyimpanan untuk seluruh reagensia dan media
kultur harus dilakukan sesuai dengan persyaratan
yang direkomendasikan oleh pemanufaktur.
3.3 Spesifikasi (grade) reagensia kimia, solven dan gas
yang digunakan harus sesuai dengan yang
dipersyaratkan oleh metode pengujian yang diacu.
Semua wadah reagensia harus diberi label dan di-
tutup secara rapat. Label asli dari pemanufaktur
harus digunakan. Apabila hal ini tidak mungkin
dilakukan, label harus mencakup informasi minimal:
nama reagensia, tanggal penerimaan, konsentrasi,
solven (apabila bukan air), peringatan khusus terkait
dengan bahaya dan tanggal kadaluarsa.
3.5 Laboratorium harus menerbitkan prosedur tertulis
untuk penyiapan larutan reagensia dan media kultur.
Rekaman dari penyiapan tersebut harus dipelihara
untuk referensi
kemudian hari apabila terjadi keragu-raguan atas
hasil pengujian. Rekaman untuk larutan reagensia
harus mencakup berat dan volume yang diukur,
pembacaan buret, pembacaan pH, perhitungan
faktor standardisasi dan konsentrasi larutan. Media
kultur harus mencakup nama media, nomor batch,
jumlah yang disiapkan, pH sebelum dan sesudah
diautoklaf, waktu dan tekanan autoklaf.
3.6 Bahan yang dikategorikan beracun harus disimpan
terpisah dari reagensia lainnya dan ditempatkan
dalam lemari terkunci. Bahan tersebut harus
ditangani sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.

4. Bahan Acuan
4.1 Bahan Acuan Bersertifikat
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 418

4.1.1 Bahan acuan bersertifikat dapat didefinisikan sebagai
bahan yang homogen dengan sifat-sifat spesifik
seperti identitas, kemurnian dan potensi yang telah
diukur dan disertifikasi oleh organisasi yang
memenuhi kualifikasi dan diakui.
4.1.2 Bahan acuan bersertifikat digunakan untuk
membantu mengkalibrasi instrumen dan sistem
pengukuran untuk memastikan kehandalan jangka
panjang dan integritas dari proses pengukuran.
4.1.3 Bahan-bahan tersebut cukup mahal harganya dan
mungkin tidak diperlukan setiap hari dalam kegiatan
pengujian. Bahan acuan bersertifikat sering kali
digunakan untuk mengkalibrasi atau menetapkan
bahan acuan kerja atau bahan acuan sekunder.
4.1.4 Tanpa memperhatikan asal dari bahan acuan berser-
tifikat, perhatian harus diberikan dalam hal
pengepakan, penyimpanan dan penanganan untuk
mencegah deteriorasi. Penanganan harus dilakukan
untuk meminimalkan pengaruh air, udara, panas dan
cahaya yang merupakan penyebab utama terjadinya
deteriorasi. Bahan acuan bersertifikat harus disimpan
dalam tempat yang aman dan dilengkapi dengan
rekaman penerimaan dan penggunaan.
Laboratorium sebaiknya mempunyai log book peng-
gunaan bahan acuan bersertifikat yang memuat
nama analis yang menggunakan dan tanggal serta
waktu pengambilan.
4.1.6 Semua analis harus diberi instruksi mengenai cara
penanganan bahan acuan bersertifikat.


4.2 Bahan Acuan Kerja
4.2.1 Bahan acuan kerja dapat didefinisikan sebagai suatu
bahan yang bukan bahan acuan bersertifikat yang
digunakan sebagai bahan acuan dalam kegiatan
pengujian sehari hari.
4.2.2 Laboratorium dapat mengembangkan dan mela-
kukan pengujian atau penetapan terhadap suatu
bahan untuk membuat acuan dari suatu pengujian
terutama apabila bahan acuan bersertifikat tidak ter-
sedia. Bahan tersebut dapat dipertimbangkan
sebagai bahan acuan kerja laboratorium.
4.2.3 Bahan acuan kerja yang dibeli harus dicek
integritasnya pada saat diterima di laboratorium.
Untuk bahan acuan yang dipersiapkan di labora-
torium (in house), bahan baku yang digunakan harus
diverifikasi.
4.2.4 Bahan acuan kerja harus ditetapkan (assayed)
dengan metode terbaik yang tersedia. Laporan hasil
penetapan harus mencakup nama, tanggal
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 419

penetapan, sumber, nomor lot, semua data mentah,
grafik dan perhitungan.
4.2.5 Bahan acuan kerja harus ditangani sama seperti
bahan acuan bersertifikat dan rekaman mengenai
penggunaannya harus dipelihara. Apabila suatu
bahan acuan kerja digunakan dalam pengujian
sampel, acuan ke bahan kerja tersebut harus dibuat
untuk memudahkan penelusurannya.
4.2.6 Penetapan kembali (re-assay) terhadap bahan acuan
kerja harus dilakukan secara reguler untuk
memastikan kesinambungan integritasnya.


5. Metode Pengujian dan Validasi Metoda
5.1. Semua analis harus diberi instruksi mengenai cara
penanganan bahan acuan bersertifikat. Laboratorium
harus mempunyai instruksi kerja/prosedur untuk
penanganan dan penyiapan sampel uji apabila
ketiadaan instruksi tersebut dapat mempengaruhi
validitas hasil pengujian. Semua instruksi, standar,
manual dan data referensi yang relevan dengan
kegiatan laboratorium harus dipelihara
kemutakhirannya dan mudah didapatkan oleh
personel yang terkait. Deviasi dari metode pengujian
dapat dilakukan hanya apabila telah dido-
kumentasikan, dijustifikasi secara teknis, disahkan
dan diterima oleh direktur laboratorium atau yang
ditunjuk.
5.2 Prosedur kerja sebaiknya terdiri dari judul, tujuan dan
lingkup, tanggung jawab, definisi dan metode yang
sesuai untuk sampel yang diuji. Isi dari dari prosedur
harus relevan dengan lingkup kegiatan pengujian
dan sebaiknya mencakup prinsip pengujian,
signifikansi klinis, jenis sampel, reagensia yang
diperlukan, peralatan atau instrumen, kalibrasi,
pengendalian mutu, langkah prosedural, hasil
pengujian dan interpretasi.
5.3 Satu salinan dari prosedur harus tersedia di setiap
tempat pengujian.
5.4 Prosedur dan metode yang ada acuannya sebaiknya
digunakan untuk semua pengujian. Informasi
tambahan dari pemanufaktur dapat juga digunakan
sebagai bagian dari prosedur.
5.5 Apabila pengambilan sampel mempengaruhi
pengujian, prosedur dan persyaratan pengambilan
sampel harus dinyatakan secara jelas dalam
prosedur kerja.
5.6 Prosedur pengujian sebaiknya mencakup instruksi
start-up, tindakan pencegahan, pra perlakuan,
analisis, limit deteksi, batas atas dan bawah,
pemusnahan limbah, penyelesaian masalah (trouble
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 420

shooting) dan keselamatan personel dan aspek
lingkungan.
5.7 Prosedur pengujian yang sesuai sebaiknya juga
mencakup pelaporan hasil, satuan, perhitungan,
senyawa pengganggu, nilai yang dilaporkan, batas
kritis, batas acuan untuk pengujian yang sesuai.
5.8 Semua prosedur analisis harus divalidasi untuk
memastikan sesuai dengan persyaratan.
Catatan: Validasi tersebut sebaiknya mencakup
penetapan bias sistematik terhadap bahan acuan,
limit deteksi, reproduksibilitas, senyawa yang
menginterferensi dan robustness.
Peralatan sebaiknya divalidasi oleh pemanufaktur
dengan perhatian pada fungsi dasar seperti kontrol
temperatur, karakteristik panjang gelombang dan
kinerja pemipetan.
Metode harus divalidasi dengan melakukan pengujian
terhadap bahan acuan yang diketahui
konsentrasinya, baik dalam bentuk terpisah maupun
sampel spike untuk menetapkan recovery.
5.11 Semua reagensia yang digunakan untuk validasi
harus memenuhi persyaratan kemurnian.
5.12 Metode kuantifikasi harus dievaluasi menggunakan
larutan yang mengandung senyawa yang sedang
ditetapkan yang dilarutkan dalam pelarut yang sesuai
apabila dapat diterapkan. Standar internal harus
diikutsertakan apabila dapat diterapkan.
5.13 Replikasi pengujian harus dilakukan untuk
memastikan repitabilitas pengujian. Penggunaan
sampel kontrol dalam pengujian tersebut dapat untuk
mengecek deviasi terhadap metode yang sudah dia-
kui.
5.14 Stabilitas senyawa yang diuji dalam matrik sampel
selama penyimpanan dan selama prosedur
pengujian harus dievaluasi.
5.15 Validasi metode mungkin dapat merupakan
pengujian bahan sampel yang sama dengan
menggunakan metode yang berbeda dan memban-
dingkan recovery dari bahan acuan yang diketahui
jumlahnya.


6. Pemeliharaan Peralatan
6.1 Laboratorium harus mempunyai program
pemeliharaan peralatan untuk mencegah kesalahan
atau kegagalan peralatan dan untuk memastikan
bahwa peralatan berfungsi sesuai dengan kehan-
dalan yang dipersyaratkan. Kegiatan ini mencakup
pengecekan spesifikasi, kalibrasi, pemeliharaan
kebersihan, rekondisi dan adjustment oleh personel
yang kompeten secara reguler. Rekaman dari
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 421

kegiatan tersebut harus dipelihara.Peralatan harus
diinstal dan ditempatkan pada kondisi lingkungan
yang sesuai untuk mengeliminasi atau meminimalkan
efek potensial dari akomodasi terhadap kinerja
peralatan. Elemen yang dapat mempengaruhi adalah
termasuk korosi, temperatur, kelembaban, vibrasi,
stabilitas sumber listrik, debu dan pengaruh
elektromagnetik.



7.Kalibrasi Peralatan
7.1 Dalam dokumen ini memberikan rekomendasi
mengenai frekuensi untuk kalibrasi dan pengecekan
kinerja untuk peralatan umum di bidang laboratorium
.
7.2 Frekuensi kalibrasi yang dinyatakan dalam dokumen
ini adalah rekomendasi minimum dengan catatan
bahwa kriteria di bawah ini dapat dipenuhi:
a. Mutu peralatan harus baik dan telah dibuktikan
stabilitasnya;
b. Laboratorium mempunyai staf yang kompeten dan
mempunyai keahlian yang memadai untuk
melaksanakan pengecekan internal;
c. Apabila ada kecurigaan atau indikasi bahwa pem-
bebanan yang berlebih dan penanganan yang salah
telah terjadi, peralatan harus dicek segera dan harus
dipastikan bahwa stabilitas tidak terpengaruh.
7.3 Apabila kriteria di atas tidak dipenuhi atau apabila
spesifikasi yang relevan mengharuskan persyaratan
yang lebih ketat, frekuensi yang memadai harus
diadopsi.
7.4 Apabila staf laboratorium melakukan kalibrasi,
rekaman yang lengkap dari pengukuran tersebut
harus dipelihara, termasuk detail dari hasil-hasil
numerik, tanggal kalibrasi dan hasil observasi lain
yang relevan.
7.5 Apabila akurasi dari pengukuran temperatur
mempunyai efek yang signifikan pada hasil analisis,
alat pengukur temperatur pada peralatan seperti
inkubator, waterbath, dan oven harus dikalibrasi.
Rekaman harian pengukuran temperatur pada saat
peralatan digunakan harus dipelihara.

8. Pengendalian Mutu dan Uji Profisiensi
8.1 Laboratorium harus mempunyai sistem proses
pengendalian mutu untuk memastikan kompetensi
teknis dari laboratorium.
8.2 Efektivitas dari program pengendalian mutu harus
dapat diukur dan harus dicakup dalam kaji ulang
manajemen laboratorium.
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 422

8.3 Program pengendalian mutu harus mencakup batas
toleransi dan prosedur tindakan perbaikan yang
digunakan pada saat batas tersebut dilampaui.

9. Keselamatan Laboratorium
9.1 Laboratorium harus mempunyai kebijakan dan
prosedur tertulis mengenai keselamatan.
9.2 Laboratorium harus melaporkan kecelakaan dan
penyakit yang serius kepada lembaga yang
berwenang.
9.3 Kecelakaan atau penyakit karena pekerjaan harus
didokumentasikan dan dipelihara rekaman tindak
lanjutnya.
9.4 Laboratorium harus memastikan bahwa personel
laboratorium menggunakan baju kerja laboratorium
dan peralatan keselamatan yang sesuai selama
melaksanakan pekerjaannya.
9.5 Laboratorium harus mempunyai shower atau sumber
air untuk emergensi di semua area dimana bahan-
bahan dengan konsentrasi pekat ditangani.
Laboratorium juga harus mempunyai alat pemadam
kebakaran pada setiap tempat yang memerlukan.
9.6 Lemari asam harus dicek setiap tahun dan
dipeliharan rekaman pengecekannya.
9.7 Semua peralatan laboratorium harus dipastikan
digrounded sumber listriknya dan dicek
kemungkinan kebocoran listriknya setiap tahun.
9.8 Semua bahan kimia yang berbahaya dan beracun
harus dimasukkan ke dalam wadah, diberi label dan
disimpan di lemari yang terkunci dan diawasi oleh
seseorang yang ditunjuk. Laboratorium harus
mengikuti peraturan terkait yang relevan.
9.9 Log book data keselamatan bahan kimia berbahaya
harus dipelihara dan ditangani oleh orang yang telah
ditunjuk untuk hal tersebut.
9.10 Sebuah chemical hygiene plan (CHP) harus dibuat
dan harus ditetapkan persyaratan penyimpanan,
prosedur penanganan, lokasi dan prosedur
klinik/medik yang harus diikuti apabila terjadi
accidental contact atau over-exposure. Tingkat
penguapan dari bahan-bahan toksik harus dimonitor
dan direkam hasilnya.
9.11 Staf pengujian harus mendapatkan pelatihan yang
memadai mengenai prosedur penanganan yang
aman. Gejala klinis dan kondisi lingkungan yang
terjadi selama over-exposure harus diketahui dan ha-
rus ada prosedur penanganan medisnya.
9.12 CHP harus dikajiulang secara berkala setahun sekali
dan semua pegawai harus dilatih.
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 423

9.13 Pakaian dan peralatan kerja yang sesuai harus
digunakan pada saat bekerja dengan gas-gas yang
berbahaya, seperti formaldehida.
9.14 Tempat-tempat yang berbahaya harus diberi tanda
dengan jelas. Wadah reagen yang berisi bahan
berbahaya harus diberi label yang berisi peringatan.
9.15 Panduan mutu laboratorium harus mencakup suatu
bagian yang berisi kebijakan dan prosedur apabila
terjadi malapetaka seperti kebakaran, banjir dan lain-
lain.

10. Keselamatan Mikrobiologi
10.1 Laboratorium harus menerapkan tindakan
pencegahan terhadap bahaya infeksi dari darah dan
cairan tubuh. Peraturan yang berlaku untuk hal
tersebut harus diterapkan.
10.2 Biohazard cabinet yang sesuai harus berfungsi dan
harus diverifikasi secara berkala.

11. Sampel Arsip
11.1 Sampel arsip adalah sampel atau bagian dari sampel
yang diuji yang disimpan di laboratorium untuk
digunakan apabila ada dispute terhadap hasil
pengujian.
11.2 Apabila dapat diterapkan, jumlah sampel yang cukup
mewakili harus disimpan selama periode waktu
tertentu. Sampel arsip harus dikemas dalam wadah
yang tertutup dengan baik, diberi identitas dan
disimpan dalam kondisi yang sesuai.
12. Keselamatan Radioktif
12.1 Laboratorium yang menggunakan radionuklida harus
menanganinya sesuai dengan prosedur yang
terdapat dalam panduan keselamatan. Laboratorium
harus mendapat ijin dari otoritas yang berwenang
apabila menggunakan radionuklida.

13. Penanganan Limbah
13.1 Laboratorium harus mempunyai kebijakan dan
prosedur untuk penanganan limbah, baik limbah
padat, cair maupun gas. Kebijakan dan prosedur
tersebut harus sesuai dengan peraturan perunda-
ngan yang berlaku.
13.2 Limbah harus dimusnahkan secara periodik dan tidak
melebihi satu minggu.
13.3 Pipet tip mekanik, wadah sampel dan lain-lain tidak
boleh dicuci dan digunakan kembali.
13.4 Semua jarum tajam dan pisau bedah harus disimpan
dalam wadah yang tidak mudah bocor atau pecah.
13.5 Limbah yang berpotensi menginfeksi harus ditempat-
kan pada tas pembuangan biohazard untuk
dimusnahkan.
Farmasi


Direktorat Pembinaaan SMK (2008) 424

13.6 Limbah yang berpotensi menginfeksi secara klinis
seperti feses, urin dan cairan tubuh dari pasien harus
dibuang ke tempat yang sesuai.

14.Pelaporan Hasil
14.1 Laboratorium harus mempunyai prosedur tertulis
mengenai tata cara pelaporan hasil. Pelaporan hasil
sebaiknya dilengkapi dengan pengesahan dari
supervisor laboratorium atau orang lain yang
ditunjuk.
14.2 Pelaporan hasil melalui telepon harus
didokumentasikan, dikendalikan dan dibatasi dan
harus ditindaklanjuti dengan laporan dalam bentuk
hard copy.
14.3 Hasil harus disimpan minimum selama satu tahun
dan direkomendasikan waktu maksimumnya sepuluh
tahun.
14.4 Hasil yang telah dilaporkan hanya bisa dikoreksi oleh
personel yang berwenang di laboratorium. Koreksi
terhadap hasil harus dilaporkan segera kepada
dokter yang meminta pengujian.
14.5 Waktu penyelesaian pengujian untuk semua
pengujian harus diberitahukan kepada semua dokter
yang meminta pengujian.
14.6 Jika relevan, nilai referensi harus tersedia untuk
semua pengujian.
14.7 Konsultasi perihal interpretasi hasil dan saran untuk
investigasi lanjutan harus tersedia setiap saat.
14.8 Laboratorium harus menyelenggarakan pertemuan
staf profesional dengan staf klinik secara rutin perihal
penggunaan laboratorium dan interpretasi hasil.
14.9 Staf profesional harus memberi tambahan catatan
interpretasi atas hasil yang dilaporkan, misal
peringatan jika diduga ada senyawa yang meng-
interferensi hasil.

Anda mungkin juga menyukai