Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengertian dari sistematika tumbuhan menurut Davis dan Heywood (1963),Stuesy (1989)
sistematika adalah studi tentang keanekaragaman makhluk hidup dan kekerabatan yang ada
diantara mereka.
Menurut Mayr sistematika adalah study ilmiah tentang jenis jenis dan keanekaragaman
organism dan tentang setiap dan seluruh hubungan kekerabatan yang diantara mereka.
Di dalam sistematika tumbuhan terdapat cabang ilmu mengenai tata nama tumbuhan yaitu
suatu ilmu yang mempelajari tentang aturan-aturan penamaan tumbuhan yang disepekati
secara internaasional dimana salah satu tugasnya yaitu mengelompokkan atau
mengklasifikasikan tumbuhan yang ada di muka bumi. Pembuatan buku ini untuk
memperdalam ilmu pengetahuan tentang sistematika tumbuhan khususnya dalam tata nama
tumbuhan, selain itu untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah sistematika tumbuhan semester
2.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Tumbuhan yang terdapat di bumi sangat banyak dan beraneka ragam. Manusia
sebagai makhluk hidup pasti membutuhkan tumbuhan untuk melangsungkan kehidupannya.
Untuk mempermudah dalam memenuhi kebutuhan, manusia telah berusaha untuk mengenal,
mengidentifikasi, dan memberi nama.
Menurut Sudarsono(2005:1) Taksonomi tumbuhan merupakan ilmu yang
mempelajari identifikasidan klasifikasi tumbuhan. Kata taksonomi berasal dari bahasa
Yunani, yaitu taxis yang berarti susunan, penyusunan, penataan atau taxon yang berarti setiap
unit yang digunakan dalam klasifikasi obyek biologi dan nomos yang berarti hukum.
Pengertian Taksonomi dan Sistematika sering disama artikan. Kata sistematika sendiri berasal
dari bahasa Latin, yaitu systema yang berarti cara penyusunan atau cara penataan. Namun,
diantara para ahli ada yang berpendapat bahwa taksonomi tidak sepenuhnnya sama dengan
sistematika, hal ini merujuk kepada definisi Simpson mengenai sistematika yang dikutip oleh
Mayr dalam buku yang berjudul Principle of Systematic Zoology yang menyatakan bahwa
sistematika adalah ilmu keanekaragaman makhluk hidup yang mempunyai cakupan lebih luas
dari taksonomi.
Manusia mempelajari tumbuhan perlu mengetahui seperti apa tumbuhan itu, oleh
karenanya hal pertama yang perlu perlu melakukan identifikasi atau pengenalan tumbuhan.
Tjitrosoepomo(1993:70) menyatakan bahwa melakukan identifikasi tumbuhan berarti
mengungkapkan atau menetapkan identitas(jati diri) suatu tumbuhan, yang dalam hal ini
berarti menentukan namanya yang benar dan tempatnya yang tepat dalam sistem klasifikasi.
Identifikasi dilakukan dengan cara mengamati tumbuhan mulai dari daun, bunga, batang dan
yang lainnya. Pengamatan lebih kepada morfologi tumbuhan tersebut.
Dalam penentuan nama tumbuhan terdapat dua kemungkinan yang dihadapi, yaitu:
1. Tumbuhan yang diidentifikasi belum dikenal dunia ilmu pengetahuan, sehingga belum
diketahui nama ilmiahnya dan belum ditentukan di kategori mana tumbuhan dimasukkan.
Sehingga pemberian nama tumbuhan harus mengikuti aturan yang ada dalam Kode
Internasional Tata Nama Tumbuhan.
2. Tumbuhan sudah dikenal dunia ilmu pengetahuan dan sudah ditentukan nama dan tempat
yang tepat dalam sistem klasifikasi, untuk menentukan nama dari tumbuhan dapat melakukan
berbagai kegiatan, antara lain bertanya terhadap ahli, mencocokkan dengan spesimen
herbarium yang telah diidentifikasikan, mencocokkan dengan candra dan gambar gambar
yang terdapat pada buku flora maupun monografi, menggunakan lembar identifikasi jenis
atau menggunakan kunci determinasi.

B. Tata Nama Tumbuhan


Terkait hubungan antara manusia dan tumbuhan, sejak dahulu manusia sudah tidak asing
dengan kegiatan sistematika, antara lain dalam hal pemberian nama. Pada mulanya, nama
yang diberikan kepada tumbuhan adalah dalam bahasa induk orang yang memberi nama.
Sehingga satujenis tumbuhan dapat mempunyai nama yang berbeda beda sesuai dengan
bahasa orang yang memberi nama. Nama yang seperti ini dalam sistematika tumbuhan
disebut nama lokal atau nama biasa. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan muncullah
nama ilmiah, yang digunakan dalam sistematika tumbuhan.
Munculnya nama ilmiah antara lain disebabkan oleh:
1. Beranekaragamnya nama biasa atau nama lokal.
2. Beranekaragamnya nama dalam arti, baik yang pendek, panjang, bahkan sangat panjang
tanpa adanya indikasi nama nama tersebut sebagai penunjuk jenis, marga, atau kategori
takson yang lain.
3. Banyaknya sinonim (dua nama atau lebih) untuk satu macam tumbuhan.
4. Sulit untuk diterima dunia internasional, bila nama yang digunakan merupakan bahasa sehari
hari suatu bangsa.

Dalam keadaan yang rumit mengenai tata nama tumbuhan itu akhirnya pada tahun 1867
terciptalah aturan mengenai pemberian nama kepada tumbuhan yang merupakan hasil
pertama Muktamar Botani Internasional 1 yang diadakan di Paris, sehingga publikasi pertama
yang memuat peraturan tentang pemberian nama kepada tumbuhan diberi nama dalam bahasa
perancis Lois de la Nomenclature de la Botanique yang disebut pula Kode Paris. Beberapa
ahli perintis mengenai tata nama tumbuhan yaitu Caspar Bauhin, dan Linnaeus de Candole.
Caspar Biner telah membedakan marga dan jenis. Dialah orang pertama yang menggunakan
tata nama biner seperti tercantum dalam bukunya Pinax Theatri Botanici. Tetapi karena
kebesaran nama Linnaeus dalam bidang sistematika maka Linnaeus yang lazim dianggap
sebagai pencipta tata nama biner.
Dalam kehidupan sehari hari, untuk mengenali nama suatu tumbuhan diperlukan
adanya identifikasi. Identifikasi dapat dilakukan dengan cara membandingkan tumbuhan
yang akan kita cari namanya dengan tumbuhan yang sudah diketahui identitasnya.

C. Sejarah Kode Internasional Tata Nama Tumbuhan

Sampai abad ke 16 belum terdapat peraturan dalam memberikan nama kepada


tumbuhan. Karena tidak ada peraturan yang mengikat, masing-masing ahli bebas dalam
memberikan nama. Beberapa abad sebelum tahun 1753, nama tumbuhan biasanya disusun
atas tiga atau lebih kata yang disebut dengan polinomial. Namun, sistem pemberian nama
polinomial tidak bekerja dengan baik sebab disamping susah dalam pelaksanaan, juga sulit
untuk dikembangkan. Nama-nama tersebut tidak jelas apakah mengacu pada takson tingkat
jenis atau marga, atau pada takson yang lebih tinggi.
Pada tahun 1753, Linnaeus dalam bukunya Species Plantarum mengenalkan sistem
binomial dalam pemberian nama tumbuhan.

Kode Paris,1867
Kongres Botani Internasional yang pertama diadakan di Paris oleh Alphonse de
candolle. Ahli tumbuhan dari banyak negara berkumpul kemudian mengesahkan seperangkat
peraturan tentang tata nama tumbuhan dan disebut buku peraturan internasional tata nama
tumbuhan atau Laus of Botanical nomenclature.

Kode Rochester,1892
Kongres ini dilaksanakan karena kode Paris banyak mengandung kelemahan. Kode Rochester
dipimpin oleh N. L. Briton dari New York Botanical garden. Dari kongres ini peroleh
peraturan-peraturan kode tata nama tumbuhan yang menurut mereka mempunyai dasar dasar
yang lebih objektif dibandingkan dengan kode Paris.

Kode Wina, 1905


Kongres botani Internasional yang ketiga diadakan di Wina merupakan kongres Botani yang
betul betul bersifat internasional dan memberikan perhatian yang besar kepada persoalan tata
nama tumbuhan. Kongres ini didahului oleh konvensi Paris tahun 1900. dalam konvensi
ini,telah diputuskan untuk menggunakan waktu lima tahun sebelum diadakan kongres di
Wina guna menangani semua persoalan yang muncul dalam kode tata nama tumbuhan.

Kode Amerika, 1907


Kode ini lahir berdasarkan atas kode Rochester yang telah diperbaiki. Kongres Botani
Internasional ke 4 di Brussel tahun 1910 tidak membawa perubahan yang berarti dalam kode
tata nama tumbuhan. Keadaan ini berlangsung sampai tahun 1930 sebab selama
berkecamuknya perang dunia 1 sampai sekitar 10 tahun kemudian tidak ada kegiatan yang
bersifat internasional dalam bidang ilmu tumbuhan.

KITT (Kode Internasional Tata Nama Tumbuhan)


Dalam bentuknya sebagai hasil Muktamar Sidney tahun 1981, Kode Internasional Tata Nama
Tumbuhan yang diterbitkan dalam tiga bahasa: Inggris, perancis, Jerman pada tahun 1983
memuat bagian-bagian penting berikut :
a. Mukadimah
b. Bagian I Asas-asas
c. Bagian II Peraturan dan Saran-saran yang terdiri atas 75 pasal, terbagi dalam 6 bab, dengan
masing-masing bab terbagi lagi dalam beberapa seksi.
d. Bagian III Ketentuan-ketentuan untuk mengubah kode.
e. Lampiran I Nama-nama hibrida.
f. Lampiran II Nama-nama yang dilestarikan.
g. Lampiran III Nama-nama marga yang dilestarikan dan ditolak.
h. Lampiran IV Nama-nama yang bagaimanapun ditolak.

Bagian 1 Asas-asas Tata Nama dalam KITT

Asas 1;
Tata nama hewan dan tata nama tumbuhan berdiri sendiri-sendiri. KITT berlaku sama bagi
nama-nama takson yang sejak semua diberlakukan sebagai tumbuhan atau tidak.
Contoh :
Nama-nama suku pada tumbuhan berakhiran aceae dan untuk hewan idae
Asas 2;
Penerapan nama-nama takson ditentukan dengan perantaraan tipe tata namanya .
Asas 3;
Tata nama takson didasarkan atas prioritas publikasinya.
Asas ini bermaksud untuk menyatakan bahwa bila suatu takson mempunyai lebih dari satu
nama, maka nama yang dipublikasikan lebih dululah yang berlaku.
Asas 4;
Setiap takson dalam tingkat tertentu hanya dapat mempunyai satu nama yang benar, yaitu
nama tertua yang sesuai dengan peraturan, kecuali dalam hal-hal yang dinyatakan secara
khusus.
Asas 5;
Nama-nama ilmiah diperlakukan sebagai bahasa latin tanpa memperhatikan asalnya.
Asas 6;
Peraturan tata nama berlaku surut kecuali bila dibatasi dengan sengaja.
Dari sejarah perjalanan tata nama tumbuhan kita ketahui bahwa peraturan tata nama
tumbuhan itu baru lahir pada tahun 1867, yang dibidani oleh muktamar botani internasional 1
di paris. Namun demikian, ketentuan-ketentuan yang termuat di belakangnya dinyatakan
berlaku sejak lebih seabad sebelumnya, yaitu dinyatakan berlaku per 1 mei 1753. jadi
peraturan tata nama tumbuhan itu belaku surut tanggal 1 mei 1753, yaitu tanggal
diterbitkannya karya Linnaeus species plantarum dinyatakan sebagai tanggal permulaan tata
nama tumbuhan yang diakui.

Bagian II Peraturan-peraturan dan saran-saran (rekomendasi)

Bab 1. Tingkat-tingkat takson dan istilah-istilah untuk menyebutnya. Bab ini terdiri
atas 5 pasal. Pasal 1 sampai dengan 5 yang memuat bitir-butir utama.
Bab 2. Ketentuan Umum untuk nama-nama takson. Bab ini terbagi dalam 4 seksi
yang seluruhnya memuat 10 pasal (pasal 6 sampai dengan 15).
Bab 3. Tata nama takson sesuai dengan tingkatannya. Nama-nama iliah untuk takson
tingkat manapun lazim ditulis dengan menggunakan huruf kapital untuk huruf pertama setiap
nama. Bab ini terdiri atas 13 pasal yang dikelompok-kelompokkan ke dalam 6 seksi.
Bab 4. Publikasi mangkus (efektif) dan publikasi Sahi (belaku).
Bab ini dibagi dalam 4 seksi yang selutuhnya menakup 22 pasal (pasal 29 sampai dengan 50)
Bab 5. Retensi (pelestarian), pemilihan, dan penolakan nama serta sebutan. Bab ini
berisi 3 seksi dan terdiri dari 21 pasal (pasal 51 sampai dengan 72).
Bab 6. Penulisan (ejaan) nama dan sebutan yang benar dan kelamin (gender) nama-
nama marga. Bab ini terdiri atas 2 seksi dan terdiri dari 2 pasal (pasal 73sampai dengan 75.
D. Teknik identifikasi atau determinasi

Jika kita ingin mendeterminasi tumbuh tumbuhan dengan maksud untuk mencari nama
tumbuhan tersebut, kita perlu mempelajari semua sifat morfologi tumbuhan dimaksud.
Setelah menguasai terminologi, langkah berikutnya adalah membandingkan sifat dan ciri
tumbuhan yang akan kita cari namanya dengan tumbuh tumbuhan yang telah diketahui
identitasnya. Pekerjaan ini dapat dilakukan dengan jalan :
1. Ingatan
2. Bantuan orang lain
3. Spesim]en acuan
4. Pustaka
5. Komputer atau kunci determinasi

Tingkat tingkat takson dan istilah penujuknya


1. Setiap kesatuan taksonomi disebut takson tanpa memperhatikan tingkatannya
2. Jenis merupakan tingkat dasar dari takson takson itu
3. Urutan takson dalm urutan naik adalah jenis, marga, suku, bangsa, kelas, divisi.

4. Jika diperlukan lebih banyak takson tingkat tingkat tersebut adalah :


Regnum vegetabile (dunia tumbuhan)
Divisio(divisi)
Subdivisio (anak divisi)
Classis (kelas)
Subclassis (anak kelas)
Ordo (bangsa)
Subordo (anak bansa)
Familia (suku)
Subfamilia (anak suku)
Tribus (puak)
Subtribus (anak puak)
Genus (marga)
Subgenus (anak marga)
Sectio (seksi)
Subsectio (anak seksi)
Series (deret)
Subseries (anak deret)
Spesies (jenis)
Subspesies (anak jenis)
Varietas (varitas)
Subvarietas (anak varitas)
Forma (forma)
Subforma (anak forma)

Tipifikasi
Para ahli tumbuhan memakai metode tipe (tipe tatanama) untuk mencapai stabilisasi suatu
taksa. Tipe tatanama adalah salah satu unsur takson yang dikaitkan dengan nama untuk
selama lamanya. Terdapat macam macam tipe antaralain:
1. Holotipe
2. Lektotipe (tipe pengganti)
3. Neotipe(tipe baru)
4. Isotipe
5. Sintipe

Prioritas
Setiap suku atau takson-takson yang lebih rendah tingkatannyadengan suatu batasan ,
kedudukan, dan tingkat tertentu hanya boleh mempunyai satu nama yang tepat, kecuali
sembilan suku yang diperkenankan mempunyai nama pengganti yaitu:
1. Palmae = Araceae (tipe Aracea L.)
2. Gramineae = Poaceae (tipe Poa L.)
3. Cruciferae =Brassicaceae(tipeBrassica L.)
4. Leguminosae = Fabaceae (tipe Faba Mill)
5. Guttiferae = Clusiaceae (tipe Clusia L.)
6. Umbelliferae = Apiaceae (tipe Apium L.)
7. Labiatae =Lamiaceae (tipe Lamium L.)
8. Compositae = Asteraceae(tipe Aster L.)
9. Apabila Papilionaceae dianggap sebagai suku terpisah dari suku Legumoinosae,
Papilionaceae dipertahankan sebagai pengganti Leguminoceae.

Nama nama takson di atas tingkat suku


1. Divisi , nama divisi dengan akhiran phyta untuk tumbuhan selain jamur, sedang untuk jamur
menggunakan akhiran mycota
2. Anak divisi, nama anak divisi dengan akhiran phytina untuk tumbuhan, sedang untuk jamur
dengan akhiran mycotina
3. Kelas, Jamur dengan akhiran mychetes , Ganggang dengan akhiran phyceae, dan
tumbuhan lain dengan akhiran opsida
4. Bangsa, nam bangsa atau anak bangsa yang didasarkana pada pokok kata suku masing
masing berakhiran ales dan inae
5. Suku, nama suku ialah kata sifat berbentuk jamak yang dipakai sebagai kata benda, nama
tadi dibentuk dari pokok kata nama sah suatu marga yang termasuk didalam suku itu
ditambah akhiran aceaae

Nama jenis dan nama marga


1. Nama marga
Tidak boleh munggunakan istilah istilah morfologi (kecuali sebelum 1 januari 1912)
Nama marga tidak boleh dua kata atau lebih
Kata yang waktu diterbitakan tidak dimaksudkan sebagai nam marga, tidak boleh dianggap
atau diperlakukan sebagai nama marga
2. Nama jenis
Kombinasi ganda, nama marga diikuti petunjuk jenis
Bila penunjuk jenis dua kata atau lebih, maka:
a. Diberi tanda sempang
b. Disatukan
c. Penunjuk jenis tidak boleh sama dengnan nama marga, dengan atau tanpa ditambah
keterangan lain
d. Penunjuk jenis deklanasinya harus sama dengan marganya

Nama nama takson dibawah tingkat jenis


Nama nama takson dibawah tingkat jenis merupakan kombinasi antara nam ajenis dan
penunjukn takson dibawah jenis dihubungkan dengan istilah istilah yang menunjukkan
tingkatanya. Penunjuk takson dibawah jenis dibentuk dengan cara yang sama seperti
penunjuk jenis, dan jika merupakan kata sifat yang tidak dipakai sebagai kata benda
deklanasinya harus sesuai dengan nama marganya

Nama nama tanaman budidaya

Tanaman tanaman yang didomestifikasi atau dijinakkan dari alam memakai nama seperti
tumbuh tumbuhan yang sama yang masih hidup secara liar. Variasi takson dibawah tingkat
jenis yaitu terjadi dalam pemeliharaan baik itu karena persilangan buatan, mutasi, seleksi atau
usaha pemuliaan lain, sehingga diperlakukan nama tersendiri untuk membedakannya, dapat
diberi petunjuk kultivar , sebaiknya dalam bahsa daerah yang nyata bedanya dengan
penunjuk penunjuk jenis atau varietas dalam bahasa Latin.

Nama nama hibrid

Hibrid hibrid digolongkan dalam takson takson dengan dua tingkat utama, yaitu hibrid
antarjenis dan hibrid antarmarga.
Masing masing tingkatan kedua hibrid sederajat dengan jenis atau marga. Peraturan
peraturan tatanama hibrid ini tunduk kepada peraturan peraturan dalam kode tata nama
tumbuh tumbuhan secara keseluruhan, kecuali bila terkena peraturan khusus.

Pencantuman nama pengarang

Agar penunjuk nama takson dapat tepat dan lengkap, agar tanggalnya mudah diselidiki,
perlulah dicantumkan nama pengarang yang menerbitkan nama sah takson itu untuk pertama
kali. Kadang terdapat nama-nama author (pengarang) lebih dari satu orang. Pencantuman
tesebut mempunyai aturan sendiri-sendiri antara satu dan lainnya, terdapat author tunggal dan
ganda. Author ganda artinya orang yang berperan sampai nama itu terpublikasi sampai nama
itu terpublikasi lebih dari satu orang. Sedangkan author tunggal artinya orang yang berperan
dalam pemberian nama dan mempublikasikannya hanya satu orang.
Kunci determinasi

Kunci determinasi atau kunci dikotom adalah cara atau langkah untuk mengenali organisme
dan mengelompokkannya pada takson makhluk hidup.
Kunci dikotomis berisi deskripsi ciri-ciri organisme yang disajikan dengan karakter
berlawanan.
Kunci dikotomis terdiri dari sederetan pernyataan yang terdiri dari dua baris dengan ciri yang
ombina

Macam-macam kunci determinasi:


1. Kunci Perbandingan
2. Kunci Analisis
3. Kunci Sinopsis

Kunci Perbandingan
Pada kunci perbandingan, Semua takson tumbuhan yang dicakup dan segala ciri-ciri
utamanya dicantumkan sekaligus.

Terdapat 3 macam kunci perbandingan;


1. Tabel
Kunci perbandingan berbentuk tabel memuat lajur dan kolom , yang masing-masing memuat
takson tumbuhan dan sifat-sifat dari tumbuhan tersebut (atau sebaliknya) merupakan salah
satu bentuk kunci perbandingan. Dalam lajur dan kolom yang berisi sifat dan ciri yang
dipunyai takson di lajur atau kolom lain, menggambarkan ada tidaknya sifat dan ciri yang
dipunyai oleh takson0takson tersebut. Dengan membandingkan ada tidaknya sifat tersebut,
maka pendeterminasian dapat dilakukan.
2. Kartu Berlubang
Kartu berlubang mempunyai satu kartu takson serta sejumlah kartu ciri-ciri. Kartu takson
memuat lingkaran-lingkaran kecil sejumlah takson yang dicakup yang letaknya teratur.
Masing-masing lingkaran memuat nama satu takson atau dengan nomor urut sesuai dengan
nomor takson. Setiap ciri mempunyai karu sendiri-sendiri dan kartu itu memuat lingkaran
lingkaran kecil dan letaknya seperti kartu takson. Dengan menumpangtindihkan kartu ciri dan
kartu takson yang sesuai dengan ciri yang dimiliki oleh tumbuhan yang akan didetreminasi,
maka akhirnya hanya akan ada satu lubang yang terbuka, dengan mengetahui nomor lubang
(sehingga nomor lubang sesuai dengan nomor takson), maka pendeterminasian sudah selesai
dalam arti lain sudah ketemua nama takson yang dicari.
3. Kunci Leenhouts (Kunci sinopsis atau kunci padat)
Kunci Leenhouts digunakan untuk mengatasi kunci tabel atau kunci berlubang, kmarena
kesulitan dalam menerbitkan dan menyimpan dalam perpuatakaan. Pada dasarnya memuat
sifat, ciri, dan nomor takson. Pendeterminasian dapat dimulai dari salah satu ciri yang
dimiliki tumbuhan yang dideterminasi. Dari sifat dan ciri nantinya hanya akan didapatkan
satu nomor takson yang merupakan identitas tumbuhan tersebut.
Kunci Analisis (Kunci Dikotom)

Kunci ini sering dipakai dalam perpustakaan atau pelatihan mahasiswa mendetrminasi
tumbuh-tumbuhan. Kunci ini terdiri atas sederetan bait atau kuplet. Tiap bait terdiri atas 2,
kadang-kadang beberapa baris yang disebut penuntun yang berisi sifat dan ciri yang
dipertentangkan. Dalam tiap bait diberi nomor, sedang penuntunnya diberi tanda huruf,
sehingga hanya tinggal satu kemungkinan dan kita dituntun langsung nama takson yang kita
cari. Berdasarkan penempatan bait-baitnya, kunci ini dibedakan menjadi:
1. kunci paralel
Dalam kunci ini, tiap nomor yang ada disebelah kiri terdapat dua bait yang dipertentangkan
dalam notasi huruf a dan b. Disebelah kanan nomor yang nantnya disesuaikan dengan nomor
sebelah kanan yang lama. Dalam kunci ini pertama tama akan mendapatkan golongan
tumbuhan, selanjutnya sampai ketemu marga dan jenis. Untuk mengecek tumbuhan yang kita
determinasi betul atau salah maka kita cocokkan dengan deskripsi tumbuhan yang diperoleh
dari buku refrensi.
2. kunci bertakik
Penuntun-penuntun yang sebait ditakikkan pada tempat tertentu dipinggir tetapi letaknya
berjauhan. Diantara kedua penuntun itu ditempatkan bait bait takson tumbuhan. Dengan
ditakikkan lebih ketengah lagi dari pinggir yang mempunyai ciri penuntun pertama, juga dari
penuntun-penuntun yang dipisah berjauhan. Dengan demikian, unsur-unsur takson yang
mempunyai ciri yang sama jadi teratur dan terlihat sekaligus.
3. Kunci sinopsis
Merupakan kesimpulan suatu sistem klasifikasi yang disajikan secara tertulis.
BAB III
PENUTUP

Simpulan

Munculnya nama ilmiah antara lain disebabkan oleh:


1 Beranekaragamnya nama biasa atau nama lokal.
2 Beranekaragamnya nama dalam arti, baik yang pendek, panjang, bahkan sangat panjang
tanpa adanya indikasi nama nama tersebut sebagai penunjuk jenis, marga, atau kategori
takson yang lain.
3 Banyaknya sinonim (dua nama atau lebih) untuk satu macam tumbuhan.
4 Sulit untuk diterima dunia internasional, bila nama yang digunakan merupakan bahasa sehari
hari suatu bangsa.

KITT (Kode Internasional Tata Nama Tumbuhan)


Dalam bentuknya sebagai hasil Muktamar Sidney tahun 1981, Kode Internasional Tata Nama
Tumbuhan yang diterbitkan dalam tiga bahasa: Inggris, perancis, Jerman pada tahun 1983
memuat bagian-bagian penting berikut :
a. Mukadimah
b. Bagian I Asas-asas
c. Bagian II Peraturan dan Saran-saran yang terdiri atas 75 pasal, terbagi dalam 6 bab, dengan
masing-masing bab terbagi lagi dalam beberapa seksi.
d. Bagian III Ketentuan-ketentuan untuk mengubah kode.
e. Lampiran I Nama-nama hibrida.
f. Lampiran II Nama-nama yang dilestarikan.
g. Lampiran III Nama-nama marga yang dilestarikan dan ditolak.
h. Lampiran IV Nama-nama yang bagaimanapun ditolak.

Aturan-aturan pemberian nama binomial nomenclatur pada tumbuh-tumbuhan :

Nama yang dipakai adalah nama baku yang diberikan dalam bahasa Latin atau bahasa lain
yang dilatinkan
Menempatkan nama genus di awal dan nama spesies mengikutinya
Nama genus hanya terdiri dari satu kata dan dimulai dengan huruf kapital
Nama spesies boleh terdiri dari dua kata atau lebih dan dimulai dengan huruf kecil
Setiap makhluk hidup memiliki nama spesies yang berbeda-beda dan tidak boleh sama
Penemu spesies dapat mencantumkan namanya dibelakang nama speciesnya
Tidak mengenal adanya sinonim maupun homonim
Digaris bawah / cetak miring / cetak tebal
Kata pertama tidak boleh sama dengan kata kedua.

DAFTAR PUSTAKA

Sudarsono, Ratnawati, dan Budiwati. 2005. Taksonomi Tumbuhan Tinggi. Malang : Universitas Negeri
Malang Press.
Tjiitrosoepomo, Gembong. 1993. Taksonomi Umum. Yogyakarta: Universitas Gajahmada Press.
___. 2010. Kunci Determinasi. Diakses dari http://www.google.com pada tanggal 8 April 2010.

Anda mungkin juga menyukai